Sintesis Kimia AnorganikSINTESIS SENYAWA KOMPLEKS Fe EDTA
Tugas ini di buat guna memenuhi penilaian mata kuliah Sintesis
AnorganikDosen Pengampu :Drs. Nofrizal Jhon, M.Si
Di susun oleh :Nama Anggota Kelompok X(Genap)
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIPROGRAM STUDI KIMIAUNIVERSITAS
JAMBI2014KATA PENGANTARMakalah ini di susun berdasarkan salah satu
bahan materi yang akan di bahas pada mata kuliah SINTESIS ANORGANIK
yang di bimbing oleh Bapak Drs. Nofrizal Jhon, M. Si (NIP :
195704301990031002). Makalah yang berjudul sintesis Besi-EDTA ini
dibuat untuk memberikan informasi tentang logam besi yang dapat di
sintesis dengan menggunakan beberapa ligan salah satunya ialah
ligan EDTA. Ion logam transisi memiliki sifat-sifat unik yang
berbeda dari ion logam-logam lainnya seperti berbilangan oksidasi
lebih dari satu, sifat katalitik, sifat magnet dan spektrum
elektronik. Ion ini berperan besar dalam pembentukan senyawa
kompleks karena memiliki orbital d yang belum seluruhnya terisi
penuh dengan elektron sehingga mampu menerima pasangan elektron
dari ligan untuk berikatan.Ion-ion logam transisi yang memiliki
konfigurasi elektron valensi d6 seperti besi(II), mempunyai sifat
magnet yang menarik. Dalam senyawa kompleksnya, ion besi(II) dapat
memiliki perbedaaan jumlah elektron tak berpasangan pada keadaan
spin tinggi (4) dan spin rendah (0). Keadaan spin tinggi
(paramagnetik, S=2) dan spin rendah(diamagnetik, S=0) dari ion
logam d6 ini, memiliki perbedaan momen magnet yang besar. Sifat
magnet tersebut, dapat dimanfaatkan dalam sintesis senyawa-senyawa
yang memiliki kemampuan transisi spin [1]. Transisi spin tersebut
dapat terjadi secara reversibel dan dapat diinduksi oleh perubahan
suhu, tekanan atau iradiasi dan terjadi dalam beberapa
nanodetik.Dalam tulisan ini akan disajikan tentang Besi, EDTA,
sifat-sifat logam besi, strukutr dan proses sintesis Fe-EDTA.Semoga
tulisan ini dapat memberi informasi bagi para peneliti dan
pembaca.
DAFTAR ISIKata Pengantar
..............................................................................Daftar
Isi
.......................................................................................I.
Pendahuluan
......................................................................II.
Dasar Teori
........................................................................III.
Besi (III) EDTA
................................................................Sifat
Fisik dan Kimia
...............................................................IV.
Sintesis Besi (III) EDTA
...................................................Metode
Penelitian..........................................................Hasil
Dan Pembahasan
.................................................KESIMPULAN
.............................................................................DAFTAR
PUSTAKA
...................................................................
SINTESIS SENYAWA BESI
I. PENDAHULUANSenyawa koordinasi adalah salah satu senyawa yang
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Senyawa ini
terbentuk karena adanya ikatan antara ligan yang berperan sebagai
donor pasangan elektron (basa lewis) dengan ion pusat (logam) yang
berperan sebagai akseptor pasangan elektron (asam lewis). Dewasa
ini perkembangan ilmu senyawa koordinasi semakin pesat.Kajian dan
penelitian tentang sintesis senyawa koordinasi juga semakin
beragam. Salah satunya adalah penelitian tentang senyawa kompleks
sebagai katalis. Dari beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa
senyawa kompleks besi memiliki peranan penting pada proses
katalitik, yaitu sebagai active site katalis (Bauer, dkk 2008).
Besi(III)-trifluoroasetat merupakan katalis dan baik digunakan pada
reaksi diasetilasi aldehid dan tioasetilasi senyawa karbonil
(Adibi, dkk 2008). Senyawa kompleks besimonoethanolamine dengan
support silika baik digunakan sebagai katalis pada reaksi adisi
1-oktena, dimana semakin banyak kandungan besi pada senyawa
kompleks akan meningkatkan aktivitas katalitiknya (Smirnov, dkk
2007). Silika yang diimpregnasi dengan senyawa kompleks
[(5-C5H5)Fe(CO)2(THF)]+[BF4]+ memiliki daya katalitik yang lebih
baik pada reaksi pembentukan siklopropana, atau aziridine dari
senyawa diazo, olefin dan imina dibandingkan silika yang tidak
diimpregnasi dengan senyawa kompleks (Redlich, dkk 2000). Senyawa
kompleks yang bisa dijadikan sebagai katalis harus memiliki sifat
yang stabil. Salah satu senyawa kompleks yang sangat stabil adalah
senyawa kompleks yang membentuk khelat. Salah satu senyawa kompleks
yang memiliki tingkat kestabilan tinggi adalah senyawa kompleks
besi(III)-EDTA yang memiliki Kstab = 25,1 (Svenson, dkk 1989) Oleh
karena itu pada penelitian ini disintesis dan dikarakterisasi
senyawa kompleks besi(III)-EDTA sehingga nantinya bisa dimanfaatkan
sebagai katalis. Selain murah dan mudah didapat, ion besi (III)
memungkinkan untuk membentuk senyawa oktahedral jika berikatan
dengan ligan EDTA. Sistem oktahedral senyawa koordinasi dari logam
besi(III) ini mudah untuk dipelajari dan dikaji
karakteristiknya.
II. DASAR TEORISenyawa koordinasi merupakan senyawa yang
tersusun atas atom pusat dan ligan (sejumlah anion atau molekul
netral yang mengelilingi atom atau kelompok atom pusat tersebut)
dimana keduanya diikat dengan ikatan koordinasi. Ditinjau dari
konsep asam-basa Lewis, atom pusat dalam senyawakoordinasi berperan
sebagai asam Lewis (akseptor penerima pasangan elektron), sedangkan
ligan sebagai basa Lewis (donor pasangan
elektron).(Nuryono,2003)Kemagnetan senyawa kompleks misalnya,
ditentukan dari banyaknya elektron tak berapsangan pada orbital d
atom pusat, akibat dari kekuatan ligan yang mendesaknya, apakah
ligan tersebut kuat atau lemah. Jika ligan tsb kuat elektron
cenderung untuk berpasangan (spin rendah), jika ligan tsb lemah
elekton lebih suka untuk tidak berpasangan (spin tinggi). Senyawa
kompleks dapat berupa non-ion, kation atau anion, bergantung pada
muatan penyusunnya. Muatan senyawa kompleks merupakan penjumlahan
muatan ion pusat dan ligannya. Jika senyawa kompleks bermuatan
disebut ion kompleks/spesies kompleks. Bilangan koordinasi pada
senyawa kompleks menyatakan banyaknya ligan yang mengelilingi atom
atau sekelompok atom pusat sehingga membentuk kompleks yang stabil.
(Vogel, 1990).Bilangan koordinasi 6, berarti banyaknya ligan yang
mengelilingi berjumlah 6. Bilangan koordinasi setiap atom pusat
bersifat khas dan karateristik bergantung pada sifat alamiah logam,
keadaan oksidasi, dan ligan-ligan lain dalam molekul.Antara atom
pusat dengan ligannya terhubung oleh ikatan koordinasi, hanya salah
satu pihak yaitu ligan yang menyumbangkan pasangan elektron untuk
digunakan bersama, perpindahan kerapatan elektron pun terjadi dari
ligan ke atom pusat. Namun, jika kerapatan elektron tersebar merata
diaantara keduanya, maka ikatan kovalen sejatipun akan
terbentuk.Reaksi pembentukan senyawa kompleks dapat dirumuskan
sebagai berikut :M + nLMLndimana,M = ion logamL = ligan yang
mempunyai pasangan elektron bebasn = bilangan koordinasi senyawa
kompleks yang terbentuk (biasanya 2, 4, dan 6).Berdasarkan
banyaknya pasangan elektron yang didonorkan, ligan dapat
dikelompokkan menjadi,a.Ligan Monodentatyaitu ligan yang hanya
mampu memberikan satu pasang elektron kepada satu ion logam pusat
dalam senyawa koordinasi. Misalnya : ion halida, H2O dan
NH3.b.Ligan Bidentatyaitu ligan yang mempunyai dua atom donor
sehingga mampu memberikan dua pasang elektron. Dalam pembentukan
ikatan koordinasi, ligan bidentat akan menghasilkan struktur cincin
dengan ion logamnya (sering disebut cincin kelat). Ligan bidentat
dapat berupa molekul netral (seperti diamin, difosfin, disulfit)
atau anion (C2O42-, SO42-, O22-).
c.Ligan Polidentatyaitu ligan-ligan yang memiliki lebih dari dua
atom donor. Ligan ini dapat disebut tri, tetra, penta, atau
heksadentat, bergantung pada jumlah atom donor yang ada. Ligan
polidentat tidak selalu menggunakan semua atom donornya untuk
membentuk ikatan koordinasi. Misalnya : EDTA sebagai heksadentat
mungkin hanya menggunakan 4 atau 5 atom donornya bergantung pada
ukuran dan stereokimia kompleks.HOOC-CH2CH2-COOHN-CH2-CH2-N
HOOC-CH2 CH2-COOH Gambar struktur EDTASenyawa kompleks atau senyawa
koordinasi, terbentuk karena adanya ikatan koordinasi antara ion
pusat dengan ligan yang mengelilinginya. Ion logam transisi dapat
berperan sebagai ion pusat, sedangkan yang bertindak sebagai ligan
adalah ion negatif atau molekul yang mempunyai pasangan elektron
bebas. Dalam teori mengenai struktur logam dalam kompleks dikenal 3
postulat dasar, yang dikemukakan oleh ahli kimia dari Swiss yaitu
Albert Werner (1866-1919). Tiga postulat dasar tersebut yaitu :1.
Beberapa ion logam mempunyai 2 jenis valensi yaitu valensi utama
dan valensi tambahan atau valensi koordinasi. Valensi utama
berkaitan dengan keadaan oksidasi ion logam, sedangkan valensi
tambahan berkaitan dengan bilangan koordinasi ion logam.2. Ion-ion
logam cenderung jenuh baik valensi utamanya maupun valensi
tambahannya.3. Valensi koordinasi mengarah ke dalam ruangan
mengelilingi ion logam pusat (Nuryano, 1999).Werner juga
mengemukakan bahwa senyawa kompleks mampu menyerap cahaya dengan
panjang gelombang tertentu, oleh karena itu spektrumnya dapat
diamati secara spektrofotometri serapan. Penyerapan cahaya oleh
senyawa kompleks logam transisi ini menunjukkan bahwa ada energi
yang diserap, terkait dengan elektron orbital d yang dimiliki oleh
ion pusat. Besi terletak pada periode ke-4 dan golongan VIII B
dalam sistem periodik, mempunyai nomor atom 26 dan berat atom 55,85
g/mol. Besi (Fe) merupakan logam transisi yang dapat terionisasi
dalam beberapa bilangan oksidasi, tapi yang paling umum adalah besi
dengan bilangan oksidasi +2 dan +3. Fe(II) dan Fe(III) dengan
adanya satu ligan dapat membentuk senyawa kompleks. Besi yang murni
adalah logam yang berwarna putih perak yang kukuh dan liat. Jarang
terdapat besi komersial yang murni karena biasanya besi mengandung
sejumla kecil karbida, silida, fosfida dan sulfida serta sedikit
grafit. Besi memiliki titik leleh 1.5350C dan titik didih 2.700 0C
(Vogel, 1990).Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk
mengukur transmitans atau absorbansi suatu contoh sebagai fungsi
panjang gelombang, di mana pengukuran terhadap sederetan sampel
pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan.
Instrumen ini dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau
pengelompokan lain yaitu berkas tunggal dan berkas rangkap.
Spektrofotometer berkas tunggal biasanya dijalankan secara manual
dan dimungkinkan untuk merekam suatu spektrum, sedangkan instrumen
berkas rangkap umumnya merupakan perekaman automatik terhadap
spektra serapan. Metoda spektrofotometer ini didasarkan atas
interaksi antara materi dan larutan standar.
Suatu spektrofotometer memiliki komponen komponen penting
sebagai berikut :1. Sumber energi cahayaSumber energi yang biasa
digunakan adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat
dari wolfram. Keluaran lampu wolfram ini memadai dari sekitar 325
atau 350 nm. Di bawah kira kira 350 nm, keluaran lampu wolfram itu
tidak memadai untuk spektrofotometer dan haruslah digunakan sumber
yang berbeda. Paling sering adalah lampu tabung tak-bermuatan
(discas) hidrogen (atau deuterium) yang digunakan dari kira kira
175 ke 375 atau 400 nm.
2. MonokromatorMonokromator yaitu suatu alat untuk memencilkan
pita sempit panjang panjang gelombang dari spektrum lebar yang
dipancarkan oleh sumber cahaya. Komponen yang penting dari sebuah
monokromator adalah suatu sistem celah dari suatu dispersif.
Radiasi dari sumber difokuskan ke celah masuk, kemudian
disejajarkan oleh sebuah lensa atau cermin sehingga suatu berkas
sejajar jatuh ke unsur pendispersi, yang berupa prisma atau kisi
difraksi.
3. Wadah untuk sampelPada umumnya spektrofotometer melibatkan
larutan dan karenanya kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk
meletakkan cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Sel itu
haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah spektral yang
diinginkan; jadi sel kaca yang digunakan untuk daerah tampak, sel
kuarsa atau kaca silika tinggi istimewa untuk daerah ultraviolet
dan garam dapur alam untuk inframerah.
4. DetektorDetektor adalah alat untuk mengubah energi cahaya
menjadi suatu isyarat listrik. Detektor dalam suatu
spektrofotometer dapat memberikan kepekaan yang tinggi dalam daerah
spektral yang diinginkan, respon yang linier terhadap daya radiasi,
waktu respons yang cepat, dapat digandakan dan kestabilan tinggi
atau tingkat bisingan yang rendah. Detektor fotolistrik digunakan
dalam daerah tampak dan UV dan detektor yang didasarkan pada efek
termal digunakan dalam inframerah. Detektor fotolistrik yang paling
sederhana adalah tabung foton, berupa tabung hampa udara, dengan
jendela yang tembus cahaya, yang berisi sepasang elektroda.
5. Amplifier (pengganda) dan rangkaian yang berkaitan yang
membuat isyarat listrik itu bisa dibaca
6. Sistem pembacaan yang menyatakan besarnya isyarat
listrik.Gambar 1. menjelaskan tentang diagram blok yang menunjukkan
komponen-komponen sebuah spektrofotometer berkas tunggal. Anak
panah tunggal menunjukkan energi cahaya, anak panah ganda
menunjukkan hubungan listrik. Bagian optis dan bagian listrik dari
instrumen itu bertemu pada detektor. Spektrofotometer yang biasanya
digunakan dalam analisis adalah jenis spektrofotometer berkas
tunggal yaitu spektronik 20 D.
Gambar 1. Diagram bagan sistem optis spektronik 20Kelinieran
dari suatu metode analisis, menyebabkan sifat khusus dari parameter
seperti serapan, tinggi puncak, area puncak dan respon sebagai
fungsi dari komponen. Dengan menarik hubungan antara konsentrasi
dengan absorbansi akan diperoleh suatu garis lurus. Suatu
linieritas dapat dikatakan baik apabila koefisien korelasi (R)
mendekati 1. Uji presisi adalah uji kedekatan hasil dari
masing-masing replikasi. Penyimpangan yang diperbolehkan terhadap
nilai dari masing-masing replikasi dinyatakan sebagai standar
deviasi (SD) dan penyimpangan standar relatif (RSD). Metode
analisis ini dapat dikatakan teliti dan baik apabila prosentase
penyimpangan standar relatif kurang atau sama dengan 5%.Uji
keberulangan kurva kalibrasi adalah uji presisi yang dilakukan
untuk mengetahui apakah kurva kalibrasi yang dibuat dapat dipakai
berulang atau tidak untuk beberapa replikasi sampel di bawah
kondisi yang sama. Uji keberulangan ini berdasarkan nilai koefisien
variasi (kv). Kurva kalibrasi yang dapat dipakai berulang jika
nilai kv masih berada di bawah 5%. Variabel yang digunakan untuk
uji ini adalah standar deviasi () dari slope (b) dan rata-rata
slope. Koefisien variasi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan di bawah ini :
III. BESI (III) EDTABesi(III)EDTA dengan rumus molekul
[Fe(HO2CCH2)2NCH2CH2N(CH2CO2H)2]- memiliki nama sistematik IUPAC
Etilendiamintetraasetatferat(III) sering disebut juga ferric
versenate. Senyawa kompleks Besi(III)-EDTA memiliki struktur
oktahedral, dimana ada interaksi antara gugus fungsi pada EDTA
dengan logam ion pusat Fe, dua atom N dan empat atom O dari ligan
EDTA terletak pada pojok-pojok oktahedral. Dalam senyawa
koordinasi, EDTA4 berperan sebagai ligan. EDTA4- mengikat kation
logam besi melalui dua amina dan empat gugus O dari gugus
karboksilat (Anonim, 2012).
Sifat Fisik dan KimiaSifat kimia besi adalah mudah bereaksi
dengan anion karbonat, hidroksida, klorida, sianida, sulfat,
fosfat, oksigen dan belerang. Besi juga mudah membentuk senyawa
kompleks, baik dengan ligan sederhana seperti sianida,
karbonmonooksida, air dan ligan organic sederhana seperti C5H5.
Dengan ligan yang lebih besar besi juga mudah membentuk senyawa
kompleks. Contoh ligannya seperti, etilen diamin tetra asetat
(EDTA), orthopenanthrolin, dan protein- protein yang ada dalam
tubuh makhluk hidup. Dalam tubuh manusia, persenyawaan besi yang
cukup banyak dapat dijumpai dalam persenyawaan hemeprotein atau non
heme. Besi juga dapat ditemukan dalam darah dan juga dalam
persenyawaan lainya, yang biasanya sangat berperan dalam transport
oksigen atau juga untuk katalis.Dari hasil pengukuran dengan MSB
(Magnetic Susceptibility Balance) diperoleh bahwa senyawa kompleks
besi(III)-EDTA memiliki sifat kemagnetan 5,1 BM (Setyawati dan
Irmina, 2010). Menurut Setyawati dan Irmina (2010), Senyawa
kompleks ini bersifat asam dan larut dalam air. Selain itu EDTA
merupakan ligan kuat, seharusnya bisa mendesak elektron pada
orbital d besi untuk berpasangan. Namun kenyataannya tidak
demikian. Hal ini bisa dijelaskan bahwa meskipun EDTA termasuk
ligan kuat tetapi bentuk molekul EDTA besar dan bulky sehingga
pasangan elektron bebas dari ligan lebih memilih masuk pada orbital
terluar atom pusat. Senyawa kompleks [Fe(EDTA)] juga merupakan
salah satu senyawa kompleks besi yang stabil (Kstab = 25,1) karena
membentuk khelat dengan EDTA (Svenson et al., 1989).
Tabel. 1. Karakteristik fisika dan kimia Besi(III)-EDTABerat
molekul344.05588 g/mol
Rumus molekulC10H12FeN2O8-
Donor ikatan H0
Akseptor ikatan H10
Massa eksak343.994307
Muatan formal-1
Kompleksitas293
Jumlah isotop0
Titik didih614.2 C pada 760 mmHg
Titik lebur325.2 C pada 760 mmHg
Jumlah ikatan kovalen2
Sumber :Pubchem(2012)
IV. SINTESIS BESI (III) EDTASetyawati dan Irmina (2010)
melaporkan bahwa senyawa kompleks ini dapat disintesis dengan
mereaksikan besi(III) dari senyawa FeCl3.6H2O dengan ligan EDTAdari
Na-EDTA. Sebelum melakukan sintesis senyawa kompleks maka dilakukan
penentuan panjang gelombangmaksimum, perbandingan stoikiometri,
serta pengaruh pH pada pembentukan senyawa kompleks. Dari hasil
tersebut akan disintesis senyawa kompleks dengan melarutkan
NaH2EDTAH2O ke dalam air. Kemudian larutan dipanaskan sampai
terbentuk larutan bening.Untuk menghilangkan kation Na+ maka
larutan tersebut dilewatkan pada resin penukar kation Na+sehingga
didapatkan senyawa HEDTA. Larutkan besi(III) klorida heksa hidrat
ke dalam air kemudian tambahkan ke dalam larutan EDTA dan diaduk.
Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk endapan. Selanjutnya
larutan didinginkan dan endapan disaring dengan corong buchner.
Endapan yang terbentuk dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan
ion Fe(III) yang tersisa. Kemudian produk dicuci dengan etanol dan
dikeringkan pada kertas saring Whetman (Setyawati dan Irmina,
2010).Dari penentuan stoikiometri diperoleh hasil bahwa
perbandingan stoikiometri senyawakompleks = 1: 1 dengan proses
pembentukan senyawa kompleks dilakukan pada pH 6 (Setyawati dan
Irmina, 2010).Dari hasil sintesis yang dilakukan oleh Setyawati dan
Irmina (2010) diperoleh padatan berwarna kuning dan senyawa hasil
sintesis dikarakterisasi dengan spektroskopi UV-VIS, Infrared (IR)
dan Magnetic Susceptibility Balance. Dari hasil analisis
spektroskopi UV-VIS yang dilakukan diperoleh bahwa nilai panjang
gelombang maksimumnya sebesar 398 nm sedangkan spektrum IR senyawa
ini menunjukkan serapan khas vibrasi logam-ligan muncul pada
serapan di bawah 500 cm.
METODE PENELITIANBahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian
ini adalah bahan-bahan kimia yang memiliki kemurnian pro analisis
(p.a) meliputi besi(III) triklorida heksahidrat FeCl3.6H2O,
Na2H2EDTA.2H2O, dan akuades. Selanjutnya akan dilakukan analisis
UV-VIS, FTIR, serta MSB. Sebelum melakukan sintesis senyawa
kompleks maka dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum,
perbandingan stoikiometri, serta pengaruh pH pada pembentukan
senyawa kompleks. Dari hasil tersebut akan disintesis senyawa
kompleks dengan melarutkan NaH2EDTAH2O ke dalam 10 mL air. Kemudian
larutan dipanaskan sampai terbentuk larutan bening.Untuk
menghilangkan kation Na+ maka larutan tersebut dilewatkan pada
resin penukar kation Na+ sehingga didapatkan senyawa HEDTA.
Larutkan besi(III) klorida heksa hidrat ke dalam 10 mL air kemudian
tambahkan ke dalam larutan EDTA dan diaduk. Kemudian larutan
dipanaskan sampai terbentuk endapan. Selanjutnya larutan
didinginkan dan endapan disaring dengan corong buchner. Endapan
yang terbentuk dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan ion
Fe(III) yang tersisa. Kemudian produk dicuci dengan etanol dan
dikeringkan pada kertas saring Whetman.
HASIL DAN PEMBAHASANPenentuan Panjang Gelombang Senyawa Kompleks
[Fe(EDTA)]- Pada penelitian ini telah dilakukan penentuan panjang
gelombang maksimum senyawa kompleks dengan mencampurkan larutan
Fe3+ ke dalam larutan EDTA kemudian diukur panjang gelombangnya
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 200-780
nm. Dari hasil analisis diperoleh bahwa panjang gelombang maksimum
senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- adalah 398 nm seperti pada Gambar 2.
terlihat bahwa absorbansi maksimum terletak pada panjang gelombang
398 nm. Hal ini sesuai dengan teori warna yang menyebutkan bahwa
suatu senyawa yang berwarna akan menyerap panjang gelombang pada
warna komplementer warna senyawanya. Senyawa kompleks [Fe(EDTA)]-
memiliki warna kuning, sehingga senyawa kompleks tersebut menyerap
panjang gelombang di warna komplementer kuning yaitu ungu (380-450
nm).
Gambar 2. Panjang gelombang maksimum senyawa kompleks
[Fe(EDTA)]-Pengaruh pH Pada Pembentukan Senyawa Kompleks
[Fe(EDTA)]-Pembentukan senyawa kompleks sangat dipengaruhi oleh pH.
Pada penelitian ini telah dilakukan pembentukan senyawa kompleks
pada pH yang bervariasi, yaitu dari pH 2 sampai pH 11 dengan
menambahkan NH4OH dan HOAc untuk mengontrol pHnya.. Hasil
pembentukan senyawa kompleks berdasarkan pengaruh pH tertera pada
Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa absorbansi
maksimum pembentukan senyawa kompleks terdapat pada pH 6. Hal ini
berarti pada pH 6 konsentrasi senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- yang
terbentuk paling banyak dibandingkan pH lainnya. Dengan perubahan
pH larutan, konsentrasi senyawa kompleks yang terbentuk juga
mengalami perubahan. Dari gambar di atas terlihat bahwa pada pH 5-7
pembentukan senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- terjadi secara maksimal
(Nowack dan Sigg, 1996). Senyawa kompleks terbentuk optimum pada pH
6 ditandai dengan nilai absorbansi yang paling tinggi pada maks 398
nm. Pada pH yang lebih tinggi dari pH optimum, absorbansi senyawa
kompleks semakin turun karena senyawa kompleks yang terbentuk
semakin sedikit.
Gambar 3. Pengaruh pH Pada Pembentukan Senyawa Kompleks
[Fe(EDTA)]-Penentuan Rumus Senyawa Kompleks dengan Metode
Perbandingan Mol Untuk dapat mensintesis senyawa koordinasi
besi(III)-EDTA, terlebih dulu dilakukan penentuan stoikiometri
antara besi(III) dengan ligan EDTA. Dari penentuan stoikiometri ini
kita akan mendapatkan perbandingan mol antara besi(III) dan ligan
EDTA yang digunakan untuk mensintesis senyawa koordinasi
besi(III)-EDTA. Selain itu kita juga akan mengetahui jumlah ligan
EDTA yang terikat pada ion pusat besi(III) sehingga akan memudahkan
proses pengkajian secara teoritis. Hasil penentuan stoikiometri
tertera pada Gambar 3. Pada gambar tersebut garis melewati
titikpotong garis singgung kurva dengan sumbu X pada fraksi mol
EDTA 0,5, sehingga diperoleh perbandingan fraksi mol antara Fe3+
dan EDTA sebesar 1:1. Hasil perbandingan ini terlihat bahwa satu
mol ligan EDTA dapat berikatan dengan satu mol besi(III) sesuai
dengan perbandingan mol besi(III) : EDTA = 1 : 1 dan membentuk
senyawa koordinasi [Fe(EDTA)]- (Svenson, dkk. 1989).
Gambar 4. Penentuan Stoikiometri Senyawa Kompleks
[Fe(EDTA)]-Identifikasi Senyawa Kompleks dengan Spektrofotometer
Inframerah Analisis FTIR senyawa kompleks ini dilakukan pada
bilangan gelombang 300-4000 cm-1 untuk mengetahui gugus fungsi
senyawa kompleks dan interaksi yang terjadi antara logam dan ligan.
Pada identifikasi ini dibandingkan spektra antara senyawa kompleks
yang terbentuk [Fe(EDTA)]-, dan ligan EDTA.
EDTAPada spektra EDTA (Gambar 4) dapat dilihat bahwa terdapat
serapan N-H terlihat pada 3387 dan 3525 cm-1. Sedangkan bilangan
gelombang 3032 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi OH. Gugus fungsi C=O
terlihat pada 1620 cm-1 sedangkan vibrasi COO- yang berasal dari
ester pada 1396 cm-1. Frekuensi vibrasi C-C untuk alkana muncul
pada serapan 1200-800 cm-1.
[Fe(EDTA)]-Pada spektra [Fe(EDTA)]- (Gambar 5) dapat dilihat
bahwa terdapat serapan N-H pada 3487 cm-1. Serapan C=O muncul pada
1635 cm-1 sedangkan vibrasi C-O yang berasal dari ester pada 1381
cm-1. Sama seperti vibrasi C-O yang berasal dari ester pada senyawa
Na[Fe(EDTA)], vibrasi C-O ini bergeser ke arah bilangan gelombang
yang lebih rendah karena vibrasi dari C-O pada senyawa ini terikat
pada logam Fe sehingga vibrasinya berkurang. Frekuensi vibrasi C-C
untuk alkana muncul pada serapan 1200-800 cm-1. Serapan vibrasi
ikatan antara logam Fe dengan ligan terlihat pada bilangan
gelombang 300-600 cm-1, vibrasi ikatan Fe-N terlihat pada bilangan
gelombang 347 nm. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan
bahwa vibrasi ikatan logam dengan gugus N dari ligan akan muncul
pada bilangan gelombang 300-390 cm-1. Sedangkan vibrasi Fe-O dari
ligan EDTA muncul pada bilangan gelombang 470 cm-1. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa vibrasi logam dengan gugus
O dari ligan akan muncul pada bilangan gelombang 600-400 cm-1
(Nakamoto, 1978).
Gambar 5. Spektra inframerah [Fe(EDTA)]-
Penentuan Sifat Kemagnetan Senyawa Kompleks Besi(III)-EDTADari
hasil pengukuran dengan MSB (Magnetic Susceptibility Balance)
diperoleh bahwa senyawa kompleks besi(III)-EDTA memiliki sifat
kemagnetan 5,1 BM. EDTA merupakan ligan kuat, seharusnya bisa
mendesak elektron pada orbital d besi untuk berpasangan. Namun
kenyataannya tidak demikian. Hal ini bisa dijelaskan bahwa meskipun
EDTA termasuk ligan kuat tetapi bentuk molekul EDTA besar dan bulky
sehingga pasangan elektron bebas dari ligan lebih memilih masuk
pada outer orbital atom pusat.
SIMPULAN1. Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi, terbentuk
karena adanya ikatan koordinasi antara ion pusat dengan ligan yang
mengelilinginya.2. Dengan ligan yang lebih besar, besi juga mudah
membentuk senyawa kompleks. Contoh ligannya seperti, etilen diamin
tetra asetat (EDTA), orthopenanthrolin, dan protein- protein yang
ada dalam tubuh makhluk hidup.3. Senyawa kompleks besi(III)-EDTA
telah brhasil disintesis dengan perbandingan mol ligan dan atom
pusat = 1:1. pH maksimum pembentukan senyawa kompleks ini adalah pH
6. 4. Hasil analisis FTIR mampu dibuktikan adanya vibrasi logam
besi ke ligan EDTA. Sifat magnet senyawa kompleks besi(III)-EDTA
adalah 5 BM.
DAFTAR PUSTAKAAdibi, H., Samimi, H.A., Iranpoor, N. (2008),
Iron(III)trifluoroacetate: Chemoselective and RecyclabeLewis Acid
Catalyst for Diacetylation of Aldehydes, Thioacetalization and
Transthioacetalization of Carbonyl Compounds and Aerobic Coupling
of Thiols, Chinese Journal of Chemistry, Vol. 26, hal.
2086-2092.Bauer, I., Knlker, H.J. (2008), Iron Complexes in Organic
Chemistry, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.KGaA, Weinheim.Nakamoto
K., 1978, Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination
Compound, Third Edition., John Wiley and Sons Inc, New
York.Redlich, M., Mahmood, J.S., Mayer, M.F., Hossain, M.M (2000),
Silica Supported Catalysis: A Practical use of an Iron Lewis Acid,
Synthetic Communications, Vol. 30, hal. 1401-1411.Smirnov, V.V.,
Tarkhanova, I.G., Tsvetkov, D.S. (2007), Heterogeneous
iron-containing catalysts for the reaction of CCl4 addition to a
multiple bond, Kinetics and Catalysis, Vol. 48, No. 2, hal.
271-275.Svenson, A., Kaj, L., Bjrndal, H. (1989), Aqueous
Photolysis of Iron(III) complexes of NTA, EDTA and DTPA,
Chemosphere, Vol. 18, No. 9, hal. 1805-1808.