SINERGISME KOMPONEN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KAWASAN PERDESAAN TELANG DAN BATU BETUMPANG Synergism of Local Economic Development Components for Increase in Social Welfare at Telang and Batu Betumpang Rural Areas Sri Najiyati 1 , Robert Arthur Simanjuntak 2 dan Nunung Nurwati 3 1 Program Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP , Universitas Indonesia, Email: [email protected]2 Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Email: [email protected]3 Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP, Universitas Pajajaran Bandung, Email: [email protected]Naskah diterima: 6 Mei 2015 Naskah direvisi: 18 Agustus 2015 Disetujui diterbitkan: 27 November 2015 Abstract An increase in social welfare using developmental approach which is conducted through area-based Local Economic Development (LED) is believed to be one of the development strategies to reduce the possibility of distorted development occurrence at the rural areas since it is implemented synergistically involving the relationship among Government, “market”, and the society. This study is to analyze the synergism of LED components, driving factors, and synergism obstacles, and further to formulate a model of LED component synergism for increasing social welfare at Telang (South Sumatera Province ) and Batu Betumpang Areas (Bangka Belitung Province). Research method employed is deductive- qualitative approach with the type of explanatory research. The research uses some analytical techniques, namely four dimensions of synergism analysis, theory driven thematic analysis, and Problem Tree Analysis. Result of the study shows that collaboration of LED components at Telang Area is categorized into fragmented category, whereas at Batu Betumpang Area is categorized into the less synergetic one. The driving factors and main obstacles of LED synergism to create social welfare and to prevent the disembedded economy at the two areas are collaborative capability, leadership, regulations, collaborative planning, collaborative system, consensus on common goals, and legitimacy. These factors have become the triggers in arising other factors such as readiness, commitment, public participation, conflict of interest, motivation and communication.. Therefore, those seven triggering factors deserve to attain special attention to improve the synergism of LEDto increase the social welfare and to prevent the disembedded economy. Keywords: local economic development, rural area, synergism, social welfare Abstrak Peningkatan kesejahteraan sosial dengan pendekatan developmentalis yang dilaksanakan melalui Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) berbasis kawasan, diyakini mampu sebagai salah satu strategi pembangunan untuk mengurangi terjadinya distorted development di kawasan perdesaan karena dilaksanakan secara sinergis antara Pemerintah, “pasar”, dan masyarakat; serta ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi semua. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sinergisme komponen PEL dan menganalisis faktor pendorong dan kendala sinergisme komponen
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
An increase in socialwelfare using developmental approachwhich is conducted through area-basedLocalEconomicDevelopment(LED) isbelieved tobeoneof thedevelopmentstrategies toreduce thepossibilityofdistorteddevelopmentoccurrenceattheruralareassinceitisimplementedsynergisticallyinvolving the relationshipamongGovernment, “market”,and the society.This study is toanalyze thesynergism of LED components, driving factors, and synergism obstacles, and further to formulate amodelofLEDcomponentsynergismforincreasingsocialwelfareatTelang(SouthSumateraProvince)and Batu Betumpang Areas (Bangka Belitung Province). Researchmethod employed is deductive-qualitative approach with the type of explanatory research. The research uses some analyticaltechniques, namely four dimensions of synergism analysis, theory driven thematic analysis, andProblemTreeAnalysis.ResultofthestudyshowsthatcollaborationofLEDcomponentsatTelangAreaiscategorizedintofragmentedcategory,whereasatBatuBetumpangAreaiscategorizedintothelesssynergeticone.ThedrivingfactorsandmainobstaclesofLEDsynergismtocreatesocialwelfareandtoprevent the disembedded economy at the two areas are collaborative capability, leadership,regulations,collaborativeplanning,collaborativesystem,consensusoncommongoals,andlegitimacy.Thesefactorshavebecomethetriggersinarisingotherfactorssuchasreadiness,commitment,publicparticipation, conflict of interest,motivation and communication.. Therefore, those seven triggeringfactors deserve to attain special attention to improve the synergism of LEDto increase the socialwelfareandtopreventthedisembeddedeconomy.Keywords:localeconomicdevelopment,ruralarea,synergism,socialwelfare
Abstrak
Peningkatan kesejahteraan sosial denganpendekatandevelopmentalis yangdilaksanakanmelaluiPengembanganEkonomiLokal(PEL)berbasiskawasan,diyakinimampusebagaisalahsatustrategipembangunan untuk mengurangi terjadinya distorted development di kawasan perdesaan karenadilaksanakan secara sinergis antara Pemerintah, “pasar”, dan masyarakat; serta ditujukan untukpeningkatan kesejahteraan sosial bagi semua. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisissinergismekomponenPELdanmenganalisis faktorpendorongdankendala sinergismekomponen
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
219
PEL untuk peningkatan kesejahteraan sosial di Kawasan Telang (Provinsi Sumatera Selatan) danBatuBetumpang(ProvinsiBangka).Metodepenelitianmenggunakanpendekatandeduktif-kualitatifdengan jenispenelitianeksplanatori.Metodeanalisisyangdigunakanyaituanalisisempatdimensisinergisme, theory driven thematic analysis, dan Problem Tree Analysis (PTA). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa kolaborasi komponen PEL di Kawasan Telang termasuk dalam kategoriterfragmentasi,sedangkankolaborasidiBatuBetumpangtermasukdalamkategorikurangsinergis.FaktorpendorongdankendalautamasinergismePELuntukmewujudkankesejahteraansosialdanmencegah terjadinya disembedded economy di kedua kawasan adalah kapabilitas kolaborasi,kepemimpinan,regulasi,perencanaankolaboratif,sistemkolaborasi,konsensustujuanbersama,danlegitimasi. Faktor-faktor tersebut memicu munculnya faktor-faktor lainnya seperti readiness,komitmen,partisipasimasyarakat,konflikkepentingan,motivasi,dankomunikasi.Olehsebabitu,ketujuhfaktorpemicuharusdiperhatikanuntukpeningkatansinergismePELgunameningkatkankesejahteraansosialsertamencegahterjadinyadisembeddedeconomy.Katakunci:kesejahteraansosial,pengembanganekonomilokal,perdesaan,sinergismeKlasifikasiJEL:R58,I31I. PENDAHULUAN
Pendudukdesabelummemperolehmanfaatyangseimbangdalamprosespembangunandi Indonesia. Desa masih menjadihunianbagisekitar63%pendudukmiskinnegeri ini (BadanPusat Statistik, 2014). Menurut Badan Pusat Statistik (2014), jumlah penduduk miskinIndonesiapadaposisiSeptember2013tercatat28,55jutaatau11,47%daritotalpendudukdiIndonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 63% berada di perdesaan dan 37% berada diperkotaan,atausekitar17,9%pendudukdesaadalahmiskindan10,63%pendudukkotaadalah miskin. Menurut Nemes (2005.p.12) masyarakat perdesaan bersaing secara tidaksehat dan tidak adil dengan masyarakat perkotaan sebagai akibat aksesibilitas dansumberdaya yang terbatas dan tidak seimbang seperti infrastruktur, sumber-sumberpembiayaan, kompetensi sumberdaya manusia, dan lain sebagainya. Mereka membutuhkanperlindungan dan dukungan Pemerintah dalam proses pembangunan. Dengan demikian,diperlukan strategi pembangunan yang dapat mempercepat peningkatan kesejahteraanpendudukperdesaan.
Program penanggulangan kemiskinan di Indonesia telah dilakukan melalui berbagaiskemaoleh berbagai sektor. Namun, berbagai hasil penelitianmenunjukkan bahwa programpenanggulangan kemiskinan di berbagai sektor tersebut kurang berkelanjutan atau kurangdapat mencapai sasaran, antara lain karena pada implementasinya bersifat sektoral, parsial,tumpangtindih,tidakmemadaikebutuhan,atautidaktepatsasaran(DarwisdanRusastra2011;Bahrein, 2010; Laksmono, 1999; Ashari, 2008; Bank Indonesia Makasar, 2006; Danarti, 2011;Erizal,2008;Darmanto,2011;Syukri,Mawardi,danAkhmadi,2011).Olehkarenaitu,diperlukankonsep pembangunan yang sinergis sampai di tingkat implementasi untuk mengangkatkesejahteraanmasyarakat.
Tanpa sinergisme antar berbagai pelaku pembangunan, program pembangunan akanmengalamikegagalan(Nemes,2005).Bryson,Crosby,&Stone(2006)menyatakanbahwaorang-orang yang inginmengatasimasalah sosial yang sulit, sudah mulaimenyadari bahwa berbagaikomponenpembangunanyangbergerakdibidangbisnis,nonprofit,ataufilantropi;harussalingbersinergi untukmenghadapi tantangandanmencapai hasil yangefektif. Dalamkondisi ini,semakin ditemukan banyak pimpinan organisasi Pemerintah yang memfasilitasi danberoperasipadatataranmulti-organisasidalamrangkapengaturanjaringandanmemecahkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
220
masalah yang saling terkait dan tidak dapat diselesaikan dengan mudah oleh sektor tunggal(O'Learyetal.,2009).
Teori sinergisme mengatakan bahwa sinergisme antar entitas atau komponen akanmemberikan hasil yang lebih baik dari pada sendiri-sendiri. Sinergisme dalam konteksmanajemenpadadasarnyaadalahkolaborasiataukerjasamaduakomponenataulebihyangberkomitmendanmembentuksuatusistemyangsalingmempengaruhiuntukmencapaitujuanbersama;danmemberikanperubahanyanglebihbaikatauberbedadariefekmasing-masing(disintesis dari pendapat Richard,2007;Corning,1998,Anderson & Carter,1974;Andrushko,2012;Corbin,Mittelmark,danLie,2011;Lasker,Weiss,danMiller,2001;CarnwelldanCarson.2005).
Sebagaimana sudah dikemukakan di atas bahwa berbagai program penanggulangankemiskinantelahdilaksanakanolehPemerintahtetapihasilnyabelumoptimal.MenurutMidgley(1995, p. 3-4) kemiskinan merupakan sa lah satu akibat ter jadinya distorteddevelopmentyaitufenomenapembangunanekonomiyangtidakselarasdenganperkembangansosial, karena terlalu mengejar pertumbuhan sehingga hasilnya tidak dapat dinikmati olehkelompok yang kalah bersaing dan tertinggal. Akibatnya, pembangunan ekonomi cenderungmenghasilkan“outputkembar”yaitupertumbuhandankemiskinan(Nugroho,Adam,Tjitroresmi,dan Aryo (2010). Oleh sebab itu, harus ada konsep pembangunan yang mampu mencegahterjadinya proses kesenjangan kesejahteraan yang makin melebar sebagai akibat daripembangunanekonomiyangberorientasipertumbuhan.
Untuk memecahkan masalah pembangunan yang terdistorsi, diperlukan pendekatanpembangunanekonomiyangmenjaminbahwakesejahteraansosialsecaramenyeluruhmendapatprioritasyangtinggi, melalui pendekatan developmentalis(Zastrow,2010; Midgley,1995; Adi,2005).PendekatandevelopmentalisdijabarkanlebihlanjutolehMidgley(1995)dalamkonsepSocialDevelopmentyaitusebuahprosesperubahansosialyangterencanauntukmeningkatkankesejahteraan penduduk secara keseluruhan, dilaksanakan melalui penyelarasan denganpembangunanekonomiyangdinamis.Denganpemahamansocialdevelopment tersebut,makapengentasaankemiskinandiperdesaanmemerlukanantaralainpembangunanekonomiyangdapat mengangkat kesejahteraan masyarakatdesa secara menyeluruh dalamsetting spesifiklokasi,dandilaksanakansecarasinergisantaraPemerintah,“pasar”,danmasyarakat.
PengembanganEkonomiLokal(PEL)atauLocalEconomicDevelopment(LEDmerupakansalahsatukonseppembangunanekonomiyangsesuaidenganpendekatansocialdevelopmentyang digagas oleh Midgley (1995). PEL adalah proses pembangunan ekonomi berbasiskawasan/lokasi yang dilaksanakan melalui kerjasama antara Pemerintah, masyarakat, danswasta (“pasar”) untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal guna meningkatkankesejahteraanmasyarakatsecaramenyeluruh(disintesisdariHelmsing,2001;Swinburn,Goga&Murphy,2006, Blakely, 2010;TheWorldBank,2011). Definisi PELparadigmabaru tersebutjelas merujuk bahwa kerjasama yang sinergis antara Pemerintah, masyarakat dan “Pasar”;menjadikuncikeberhasilanPEL.Beberapahasilpenelitianjugamerekomendasikanagaradaupaya peningkatan keterpaduan, kolaborasi, koordinasi, atau partisipasi -sebagai bagian daridimensiataufaktorsinergisme-;gunamenunjangkeberhasilanPELdibeberapanegara(Beyer,Peterson&Sharma,2003;Tello,2010).
Pembangunan terpadu berbasis lokasi atau kawasan yang dirancang untukmendorongterjadinya sinergisme sudah lama dikembangkan di Indonesia melalui berbagai skema.Diantaranya adalah Agropolitan, Minapolitan, Kawasan Sentra Produksi, dan KawasanPengembanganEkonomiTerpadu(RPJMN2010-2014),KotaTerpaduMandiri(KTM),danPEL;
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
221
yangdiinisiasiolehberbagaiKementeriandanBappenassertadilaksanakanolehberbagaidaerah.Namun demikian, hasil-hasil penelitian di Indonesia menunjukkaan bahwa programpembangunanberbasiskawasantersebutsecaraumumbelummemberikanhasilsepertiyangdiharapkankarena pada implementasinya, masih bersifat sektoral, tumpang tindah, danataukurang koordinasi (Suyatno, 2000;Najiyati dan Slamet, 2011; Yunelimeta, 2008; Darmanto,2011,Jocom,2006;IqbaldanAnugrah,2009;Erizal, 2008). HalinisesuaidenganpendapatO’Hara (2012) yang menyatakanbahwaketigakomponenpembangunan ekonomi tidak selaluberjalanharmonistetapiseringkalijustrukontradiktifkarenatujuandanmotifasiyangberbeda.Kontradiktifyangberlebihanakanmenyebabkandominasisatukomponenterhadapkomponenlain sehingga menyebabkan adanya disembedded economy. Sebaliknya apabila terjadikeseimbangandistribusinilaitambahpadamasing-masingkomponen;akanterjadiembeddedeconomy.
Dengan kenyataaan seperti tersebut di atas, terlihat bahwa prinsip sinergisme dalampembangunanberbasiskawasan,barumenjadikatakliseyangbelumterwujudkan.DidugaadayangsalahdalamimplementasikonsepsinergismedalamprosesPELberbasiskawasandiIndonesia atau dimungkinkan ada faktor-faktor lain yang belum diketahui dan ikutmempengaruhi proses sinergisme pembangunan di Indonesia. McGuire (2006, p. 33)mengatakan bahwa dalam konteks pembangunan, Pemerintah memang bukan entitas yangdapat memaksakan tindakan tetapi mereka merupakankemudidalam prosespembuatandanpelaksanaankebijakanpembangunan.Jugadikatakanbahwawalaupundalamproseskolaborasiantarkomponenpembangunanharusadakesetaraan,namunbagaimanapunjuga,Pemerintahpada akhirnya harus bertanggung jawab dalam pelayanan dan kepuasan publik. Dengandemikian, Pemerintah adalah komponen yang bertanggungjawab terhadap berlangsungnyaproses kolaborasi sehingga menghasilkan sinergisme pembangunan untuk mencapaikesejahteraansosial.
Sebagaimana telah disampaikan bahwa pendekatan developmentalis dengan konsepsocialdevelopment melalui PELdilaksanakansecarasinergis antaraPemerintah, “pasar”, danmasyarakat.Namunpembahasan,kajian,danpenelitiansinergismePELbelumbanyakdilakukansecaramendalam. Penelitiandankajiansinergismelebihbanyakdikembanngkandi bidangilmu-ilmu biologi, kimia, farmasi, dan fisika (Corning, 1998). Sementara penelitian tentangsinergisme di bidang manajemen saat ini lebih banyak dilakukandalam konteks hubunganpersonal, manajemen perusahaan, manajemen antar perusahaan, serta manajemenpembangunan antar sektor di bidang kesehatan (Lasker, Weiss, dan Miller, 2003; Corbin,Mittelmark,&Lie,2011;Corwin,Corbin,&Mittelmark,2012;Andrushko,2012;Bryson,Crosby,&Stone,2006;McGuire,2006;Wanna,2008,Benecke,Schurink,&Roodt,2007).Olehsebabitu,kajian tentang sinergisme komponen PEL untuk peningkatan kesejahteraan sosial dianggappenting dan menarik, serta masih terbuka banyak peluang untuk melakukan penelitiansinergismedalamkontekskesejahteraansosialmelaluiPELterutamadiIndonesia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
222
Betumpang 32,4% pada(BPSKabupatenBangka Selatan, 2013). Oleh sebab itu, sinergismePELdiKawasanTelangdanBatuBetumpang,pentinguntukditeliti.
Berdasarkan permasalahan-permasalahanyang sudah disebutkan, penelitian SinergismeKomponen Pengembangan Ekonomi Lokal ini bertujuan untuk: (1) menganalisis sinergismekomponen PEL serta (2) menganalisis faktor-faktor pendorong dan kendala sinergismekomponenPELdiKawasanTelangdanBatuBetumpanguntukpeningkatankesejahteraansosial.PenelitianinimerupakanbagiandaridisertasipadaProgramDoktorIlmuKesejahteraanSosial,DepartemenIlmuKesejahteraanSosial,FISIP,UniversitasIndonesia.
II. TINJAUANPUSTAKA
Terdapat tiga alternatif pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yaituresidual, institusional, dan developmentalis (Zastrow, 2010; Midgley, 1995; Adi, 2005).Penelitian ini menggunakan pendekatan developmentalis dengan konsep social developmentsebagaimanadigagas oleh (Midgley,1995) karena lebih relevandenganprinsip sinergisme,keadilan sosial, pengembangan ekonomi lokal, dan semangat gotong royong sebagaimanatertuangdalamUndang-UndangDasar RI Tahun1945. PengembanganEkonomiLokal(PEL)atauLocalEconomicDevelopment(LED)berbasiskawasanmerupakansalahsatuimplementasidari konsep socialdevelopment. PELparadigma baru dilaksanakan berbasis kawasanmelaluikolaborasi Pemerintah, korporasi/Badan usaha/”pasar”, dan masyarakat untuk peningkatankesejahteraanseluruhwarga(Helmsing,2001;Rogerson,2002;Swinburn,Goga&Murphy,2006;Blakely,2010).
O’Hara (2012 p.22) mengelompokkan komponen yang berperan dalam keberhasilanpengembangan ekonomi dalam empat unsur yang disebut sebagai Quadratic Elements ofGovernance. Komponen tersebut terdiri atas Pemerintah,masyarakat (individu) dan civilsociety, dan korporasi. Dalam penelitian ini, masyarakat dan civil society dikelompokkanmenjadi satu sebagai komponenmasyarakat. Oleh sebab itu, komponenPEL(lihat Gambar2.1)meliputi : Pemerintah terdiri atas lintas instansi; masyarakat terdiri atas individu danpelaku usaha mikro, buruh, dan organisasi masyarakat; dan organisasi non pemerintahtermasukbadanusahadan“pasar”.Istilah“pasar”ataupelakupasardisinidiartikansebagaikomponenpelakuusahadibidangpembeliandanpenjualanbarangdanjasayangdikontrololehsuplydandemand.
Kolaborasi dalam konteks manajemenmenurut Wanna (2008, p.3) dan Carnwell &Carson (2005, p.8) berarti kerjasama antara seseorang/organiasi dengan orang lain atauorganisasiuntukmencapaitujuanatauusahabersama.Mengacupadapengertiantersebut,makakolaborasi dalam penelitian ini secara lebih sederhana didefinisikan sebagai kerjasama duakomponenataulebihyangberkomitmenuntukmencapaitujuanbersama.
Sebagaimana disebutkan pada Bab Pendahuluan bahwasinergisme adalah kolaborasiataukerjasamaduakomponenataulebihyangberkomitmendanmembentuksuatusistemyangsalingmempengaruhiuntukmencapaitujuanbersama;danmemberikanperubahanyanglebihbaik atau berbeda dari efek masing-masing. Definisi tersebut memperlihatkan posisisinergisme terhadap kolaborasi di bidang manajemen; sinergisme merupakan bagian darikolaborasi dan tidak semua kolaborasi adalah sinergisme. Hanya kolaborasi yangmemenuhipersyaratan tertentu yang disebut sinergisme. Kolaborasi yang tersistem dan memberikanhasilyanglebihbaikatauberbedadisebutsebagaisinergisme.
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
223
sistem,tujuanbersama,dandimensiefek(Gambar2.1).Penjelasandarimasing-masingdimensisebagai berikut: Dimensi sistem tercermin dari adanyamodel yang mereprentasikan sistemyaitu rangkaiankomponen PEL yang terstruktur dalamklaster dan antar klaster komoditasyang saling bekerjasama secara teraturdari hulu ke hilir, untuk mencapai tujuan bersama(diadaptasidaripendapatMiddleton,2011;Wiranto&Tarigan,2002;Sugarmansyah,dkk,2011;Custodio,2003;Wanna,2008;Carnwell&Carson,2005;Payne,2005;Corning,1993).
Dimensi tujuan bersama tercermin dari adanya tujuan bersama yang disepakati,diinformasikan,dan dipahami oleh masing-masing komponen(Wanna,2008p.3; Carnwell danCarson,nd,P.8).Dimensiproseskolaborasiantarentitastercermindarikomitmenkomponendanpartisipasimasyarakat.Komitmenmerupakankemampuandankemauanseseoranguntukmenyelaraskan perilaku dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan kerjasama (Soekijan, 2009).IndikatorpartisipasimengacupadatanggapartisipasimasyarakatyangdigagasolehLarisetal(2000)dalamIfedanTesoreiro(2008),tetapitanggamemilikikontroldanmendelegasikandikategorikandalamkelompokyangsaama,sehinggadalampenelitianinidibagidalamenamtangga yaitu memiliki kontrol/mendelegasikan, merencanakan bersama, menasihati/mengusulkan,mengkonsultasikan,menerimainformasi,dannihil(tanpapartisipasi).
Dimensiefekpadakesejahteraandapatdilihatdalamjangkapendekdanjangkapanjangyang dicerminkan oleh perubahan output dan outcome sebagai berikut (diadaptasi dariGoldman,2005;Rogerson,2002;Swinburn,GogadanMurphy,2006;Scoones,1998;DFID,1999;Laksmono,1999;RibotdanPeluso(2003):a. Output:livelihoosresourcemeliputipeningkatanasset:modalnatural,modalekonomiatau
keuangan,modalmanusia,modalsosial,modalfisik.b. Output : Perkembangan usaha meliputi peningkatan produksi, omset penjualan, atau
kebuhandasar.d. Keterjangkauan penduduk miskin: kemampuan penduduk miskin untuk mendapatkan
manfaatdariprogramPEL.Keempat dimensi tersebut di atas harus terpenuhi agar kolaborasi dapat disebut
sebagai kolaborasi tingkat tinggi atau sinergisme (Tabel 2.1). Kolaborasi Pemerintah, badanusaha/”pasar”,danmasyarakatdalampengembanganPELdapatmengalamikendalasehinggaadabeberapa kemungkinan kategori yaitu mencapai sinergisme, terfragmentasi, additive, atauantagonis(diadaptasi dari pendapat Richard,2007; Corbin,Mittelmark, danLie,2011, Bryson,Crosby, & Stone, 2006, Reid & Smith, 2012. Apabila tidak ada kolaborasi disebut sektoral(Tarigan,2004).
Kolaborasi yang tidak tersistem disebut terfragmentasi (Reid & Smith (2012) yangmemberikan hasil sama saja disebut additive atau integrity (Richard (2007 p.12, Corbin,Mittelmark, &Lie (2011,p.2), yang memberikan hasil lebih buruk disebut antagonis (Corbin,Mittelmark,&Lie(2011,p.2).Kolaborasitingkattinggiyaituyangtersistemdanmemberikanhasil lebih baik disebut sinergisme (Richard,2007p.12;Corbin,Mittelmark, &Lie,2011,p.2).Apabilatidakadakolaborasidalampembangunan,disebutsektoral(Tarigan,2004).
Preposisi penelitian ini mengacu pada pendapat McGuire (2006); Bryson, Crosby, danStone (2006); Vangen & Huxham(2003); KahndanMentzerm(1996);Kożuch (2009), Morris(2010);Hoornbeek,Macomber,Phillips,Satpathi(2009);Golonka(2013);Richard, (2007)sebagaiberikut: keberhasilankolaborasi PEL mencapai kateori sinergismedapat dipengaruhi olehfaktor-faktoryangselamainiteridentifikasisebagaifaktorpendorongdankendalakolaborasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
224
dalamberbagaikontekssepertimanajemenperusahaandanataukolaborasilintassektorpadakonteks pembangunan lainnya; yaitu perencanaan kolaboratif, kesepakatan, komunikasi,kepemimpinan, komitmen, partisipasi masyarakat, kepercayaan, legitimasi, konflik kepentingan,ketidaksiapan (readiness), kapabilitas kolaborasi, motivasi, sistem kolaborasi, tujuan bersama,keadilan,danfaktoreksternal(Gambar2.1).
PenelitianSinergismeKomponenPengembangan Ekonomi Lokal ini dilaksanakan denganpendekatankualitatifdengan jenis penelitian eksplanatori. Bryman(2008,p.373) menyatakanbahwa umumnya penelitian kualitatif bersifat induktif, tetapi beberapa peneliti melakukanpenelitiankualitatif untukmenguji teori, sehinggadalampenelitiankualitatif dimungkinkanbersifatdeduktif dantidakadaalasanmengapapenelitiankualitatiftidakdapatdigunakanuntukmenguji teori-teoriyangditentukan sebelum pengumpulandata. Hal tersebut senada denganpendapatBatektine(2008),Silverman(2011),Creswell(2009).MenurutCreswell(2009p.93-98)ada empat tipe penelitian kualitatif menurut peran teori di dalamnya, yaitu : (1)menggunakanteorisebagaihipotesis;(2)menggunakanteorisebagaipanduanumumuntukmeneliti (3) menggunakan teori sebagai poin akhir penelitian dan menerapkan prosespenelitiannyasecarainduktif,dan(4)tidakmenggunakanteorisecaraeksplisit.
Dalam penelitian ini, teori kesejahteraan sosial, sinergisme, dan PEL secara eklektikdigunakan sebagai pemandu tema-temapenting dalampengumpulan data serta menganalisispencapaian dan faktor sinergisme PEL. Tema-tema tersebut tidak bersifat mengikat karenadapatbertambahsesuaidengantemuanlapang.
Penelitian dilaksanakan di Kawasan Telang (Kabupaten Banyuasin, Provinsi SumateraSelatan)dan Batu Betumpang (Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung). Pada kawasanini,sedangdikembanganPELdenganskemaKotaTerpaduMandiri(KTM)yangdilaksanakanolehPemerintahDaerahdandiinisiasiolehKementeraianTenagaKerjadanTransmigrasi.
Data yang dihimpun dalam penelitian Sinergisme Komponen Pengembangan EkonomiLokal ini adalah data sekunder dan data primer.Data sekunder diperoleh melalui analisisdokumen. Data primer diperoleh melalui peninjauan langsung ke lapang (field research).
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
226
Penelitian lapang dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan, observasisederhana,danFocusGroupDiscussion(FGD).
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis sesuai dengan fokus penelitian.Analisis pencapaian sinergisme komponen PEL dilakukan melalui analisis empat dimensisinergisme yaitu dimensi sistem, tujuan bersama, proses kolaborasi, dan perubahan efek.Dimensi perubahan efek kesejahteraan terdiri atas perubahan livelihoods resource, kondisiusaha,livelihoodsoutcome,danketerjangkauanpendudukmiskin.Selanjutnya,faktorpendorongdan kendala sinergisme komponen PEL, dianalisis dengan metode theory driventematikanalysis (mengacu pada Gibsons & Jones, 2012; Braun & Clarke, 2006; Namey, Guest, Thairu &Ajohnson, 2008); dan Problem Tree Analysis (PTA) sehingga membentuk anatomipermasalahan.
IV. HASILDANPEMBAHASAN4.1. RonaKawasandanProsesPEL
KawasanTelangterletakdiKabupatenBanyuasinProvinsiSumateraSelatan.Kawasaninimeliputi41desayangtersebarditigakecamatanyaituTanjungLago,MuaraTelang,SumberMargaTelang.PendudukdikawasaninimenurutBPSKabupatenBanyuasin(2013)berjumlah99.810orangatau30.154keluarga. Merekaumumnya(68,6%) bermatapencahariansebagaipetani dengan komoditas utama padi, jagung, dan kelapa. Sisanya 15,9% buruh tani, dan15,5,7%nontani.
KawasanBatuBetumpangterletakdiKabupatenBangkaSelatan.Kawasaninimeliputisembilan desa yang terletak di tiga Kecamatanyaitu PulauBesar, Payung, dan Air Gegas.Kawasan ini berpenduduk 24.020 orang atau 8.140 keluarga yang umumnya (> 70%)bekerja sebagai petani(BPS Kabupaten Bangka Selatan,2013). Komoditas yang diusahakanumumnyaadalahpadi,karet,lada,danpadi.Pendudukdidesa-desasetempat,sebagianjugabekerjasebagainelayanataupetambak.Sedangkanpendudukdidesa-desatransmigrasiselainbertani juga bekerja sebagai buruh penambang timah atau sering disebut TambangInkonvensional(TI).
PELdiKawasanTelangdanBatuBetumpangdilaksanakandenganskemapengembanganKotaTerpaduMandiri(KTM),sehinggakawasantersebutjugadisubutkawasanKTM.Secaragarisbesar,kawasanKTMdibagimenjadiduayaitubagianpusatKTMdanhinterlandKTM.Pusat KTM di Kawasan Telang terletak di Desa Mulyasari, sedangkan pusat KTM BatuBetumpangterletakdiDesaBatuBetumpang.
Landasanoperasional pembangunanKTMyaitu KeputusanMenteri TenagaKerjadanTransmigrasi RI Nomor:KEP.124/MEN/V/2007 tentang Pedoman Umum PembangunandanPengembangan Kota Terpadu Mandiri di Kawasan Transmigrasi. Peraturan tersebutmenyebutkan antara lain bahwa pembangunan KTMbersifat lintas sektor dan multidisiplinsehinggapelaksanaannyamembutuhkankoordinasi,sinkronisasi,danintegrasidenganinstansisektor terkait, badan usaha, dan masyarakat. Untuk itu, peraturan tersebut jugamengamanatkan Pemerintah Kabupaten/kota untuk membentuk kelompok kerja (Pokja).PengorganisasianPELdalamskemaKTMdiamanatkanolehKeputusanMenteriTenagaKerjadanTransmigrasiRINomor:KEP.214/MEN/V/2007.PeraturaniniantaralainmengamanatkanPemerintahKabupaten/kotauntukmembentukkelompokkerja(Pokja)PengembanganKTM.
Menurut data BappedadanDisnakertrans/Disnakertransos Kabupaten Banyuasin danKabupaten Bangka Selatan (2013, dan 2014), kegiatan yang sudah dilaksanakan di keduakawasancukupbanyak(Tabel4.1).KomponenyangmemberikankontribusidalamPELtidak
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
227
saja dari Pemerintah tetapi juga dari BadanUsaha/”pasar” dan masyarakat. PelaksanaankegiatanPemerintah dilakukan oleh masing-masing Satuan Kerja Pemerintah Daerah SKPD.Masing-masingSKPDmelaksanakankegiatannyadenganatautanpapartisipasimasyarakatdanBadanUsaha/”pasar”sesuaidenganjeniskegiatandanpendekatanyangdigunakan.Tabel4.1.KegiatanPELdiKTMTelangdanBatuBetumpang
No KomponenYangBerperan
KegiatanKawasanTelang*) KawasanBatuBetumpang**)
A. Pemerintah/PemerintahDaerah 1 Nakertrans(Pusat,Prov,
a. PembangunanprasaranapusatKTMb. BantuanmodalRMP/RMUc. Bantuan pemasangan listrik bagipendudukmiskin
d. PengembanganmanajemenRMPe. BantuanHandTraktorf. Desaindetilpembangunanpasarg. Pelatihankewirauhasaanh. Pelatihankoperasii. Bantuan mesin dan bangunanRMP/RMU
j. Pengadaanhandtraktork. Pengadaangerobakmotorl. Sosialisasi dan percontohan KeslingKTM
m. Bantuanternaksapin. Pengembangankewirausahaano. Pelatihankewirausahaan
2 DinasPertaniandandanPeternakan(Distanak)
a. Pengembanganpeternakansapib. PengembanganPUAPc. PengembanganAgribisnisd. PengembanganpadiIP200e. Pengembanganbudidayajagungf. PelatihanBiogasg. Pembenihanpadih. Peningkatanjalanusahatanii. Penyediaanirigasipermukaan
a. Pembuatankebunhortikulturab. Pembangunankandangsapic. Bantuansapibergulird. PembuatanSIDpercetakansawahe. PembuatanJUThortikulturaf. PenyuluhanBudidayapadig. PembinaanGapoktan/kelompoktanih. Fasilitasidistribusipupuki. Bantuanternaksapi
3 Dinas KoperasiPerindustrian danPerdagangan(Diskoperindag)/DinasPerindustrian,Perdagangan danKoperasi(Disperindakop)
di Kawasan Telang berbeda dengan di Kawasan Batu Betumpang. Kolaborasi di KawasanTelang masuk dalam kategori terfragmentasi, sedangkan di Kawasan Batu Betumpangtermasuk dalam kategori kurang sinergis. Indikasi kolaborasi di kedua lokasi tersebut,berbedadalamhaldimensisistem,tujuanbersama,danproses,tetapihampirsamadalamhalefek PEL(Tabel4.2).Dimensi sistemdiTelang misalnya, tidak tersistemdan tidak terklaster,sedangkandiBatuBetumpangtersistemtetapitidakkomprehensifdantidakdirepresentasikandalammodel.PerbedaantersebutdapatdilihatdalamGambar4.1dan4.2.
Tujuan kolaborasi di Telang tidak dirumuskan bersama dan kurang dipahami olehmasing-masing komponen. Sedangkan di Batu Betumpang, tujuan umum tidak disusun
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
Keterjangkauan penduduk miskin kurangoptimal. Sebagian besar kegiatan PELmenjangkau keluarga miskin pada desayang terjangkau program, kecuali dalamhal kegiatan yang pesertanya terbatas.Program PEL belum menjangkaumasyarakat miskin pada desa yangterletakrelatifjauhdaripusatKTM
Dilihat dari dimensi proses kolaborasi, ada perbedaan di kedua kawasan. KomitmenSKPDuntukmembangunsinergidiTelangkurang,sedangkandiBatuBetumpangbervariasidari tinggi hingga kurang.KomitmenBadanusahadi Telangumumnyatinggi, sedangkandiBatu Betumpang bervariasi dari tinggi sampai rendah. Partisipasi masyarakat di keduakawasanbervariasidarinihilsampaitinggi. Demikianseterusnya,perbedaantersebutdapatdilihatdalamTabel4.2.
PELdikeduakawasansecaraumummemberikanefekyanghampirsamayaitutelahmeningkatkan kesejahteraan sosial tetapi belum optimal dan tidak merata. Walaupun
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
230
demikian,jikadicermatrilebihlanjut,efekdiBatuBetumpanglebihbaikdibandingkandengandi Telang. Pengembangan komoditas padi di kawasan Batu Betumpang, sudah tersistemwalaupunsistembelumkomprehensifdanbelumlegitimasi.PELmemberikanefekcukupbaikpada klaster padi melalui perbaikan kondisi lahan sehingga petani yang semula hanyamenanam padi sekali dalam tiga tahun menjadi 1-2 kali dalam satu tahun; peningkatankompetensipetanidi bidang budidaya sehingga produksi meningkat dari duamenjadi tigahingga empatton/ha; serta perbaikan pada subsistempengolahandan pemasaran sehinggakendalapemasaranpadipadawaktumusimpanendapatdiatasi.HaliniantaralainkarenakolaborasidiBatuBetumpanglebihsinergisdibandingkandengandiTelang.
Kegiatan PEL di kedua kawasan umumnya menjangkau penduduk tanpa membedakanstrata sosial, kecuali kegiatan dengan peserta/sasaran terbatas. Kegiatan dengan kelompoksasaranterbatas(sepertipelatihandalamkelasdanpengembanganusahamikrodenganpesertaterbatas) cenderung hanya dinikmati oleh elit desa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitianLaksmono (1999) yang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan program penanggulangankemiskinan di Indonesia ada gejala off target dimana kelompok paling miskin pada stratamasyarakatcenderungdihindari. Untukitu,Dissos/DissosnanakertransdanPemerintahDesaperlu dimasukkan sebagai salah satu komponen PEL. Dissos/Dissosnanakertrans berperandalamprogramKUBEbagipendudukmiskinyangmembutuhkanpendekatankhususuntukmeningkatkankompetensinyadanpendudukmiskinyangkomoditasusahanyatidaktermasukdalamklaster.Pasal127PeraturanPemerintahRepublikIndonesiaNomor43Tahun2014tentangPeraturanPelaksanaanUndang-UndangNomor6Tahun2014TentangDesa,menyebutkanantaralain Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa bertugas antara lain melakukan upayapemberdayaanmasyarakatDesadenganmenyusunperencanaandanpenganggaranyangberpihakkepadakepentinganwargamiskin.
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
Proposisi penelitian ini yakni : keberhasilan kolaborasi komponen PEL untukmencapaitingkat sinergismedapat dipengaruhi oleh faktor-faktor perencanaankolaboratif,kesepakatan,komunikasi, kepemimpinan, komitmen, partisipasi masyarakat, kepercayaan, legitimasi, konflikkepentingan, readiness, kapabilitas kolaborasi, motivasi, sistem kolaborasi, tujuan bersama,keadilan,danfaktoreksternal.Penelitiandikeduakawasanmemperlihatkanbahwasebagianbesar faktor tersebut memberikan indikasi sebagai faktor pendorong dan atau kendalasinergismekomponenPEL.
Legitimasi, komunikasi, kepemimpinan, komitmen, partisipasi masyarakat, kepercayaan,motivasi, keadilan, dan kesepakatan; masing-masing memberikan indikasi sebagai faktorpendorong baik di Kawasan Telang maupunBatu Betumpang. Sedangkan tujuan bersama,sistem kolaborasi, kapabilitas kolaborasi, kesiapan, dan perencanaan kolaboratif; hanyaterindikasisebagaifaktorpendorongdiBatuBetumpangsaja.
Dari enam belas faktor yang diidentifikasi, seluruhnya secara konsisten memberikanindikasi sebagai faktor kendala di kedua kawasan, walaupun beberapa diantaranya denganindikasi yang berbeda. Sebagai contoh indikasi yang berbedaditunjukkan antara lain olehfaktor kapabilitas kolaborasi. Di Kawasan Telang, kurangnya kapabilitas kolaborasidiindikasikan oleh Pokja yang tidak membangun sistem dan menetapkan tujuan bersama.SedangkandiKawasanBatuBetumpang,kapabilitaskolaborasikurangdenganindikasiPokjasudah membangun sistem tetapi sistem yang dibangun tidak komprehensif dan kurang
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
232
legitimasi.Sebagaicontohindikasiyangsamaditunjukkanantaralainolehfaktorkeadilan.Dikeduakawasan,faktorkeadilandiindikasikanoleh pendudukmiskinyangcenderungtidakterjangkauoleh kegiatan PEL dengan peserta terbatasdan pendudukpada desa-desa yangjauhdaripusatKTMyangbelumterjangkauolehsebagianbesarkegiatanPEL.
Sebagian besar faktor, disamping menunjukkan indikasi sebagai faktor kendala,sekaligusjugamemberikanindikasisebagaifaktorpendorong,sebagiandenganindikasiyangberbeda. Sebagai contoh kesepakatan memberikan indikasi sebagai faktor pendorong dankendala di kedua kawasan. Adanya kesepakatan pengembangan KTM, menjadi faktorpendorongsinergismedikeduakawasan.Demikianpulatidakadanyakesepakatantujuanutmadan rencana dalam Masterplan, menjadi faktor kendala sinergisme di kedua kawasan.SelengkapnyapadaTabel4.3.Tabel4.3.PerbandinganIndikasiFaktorPendorongdanKendalaSinergismePELdiKawasanTelangdanBatuBetumpangNo Pendorong
Komitmen (sebagian SKPD dan BadanUsaha untuk berkolaborasi umumnyarendah
Partisipasi masyarakat (sebagianmasyarakat tidak atau kurangberpartisipasi, karena tidak terjangkauataukegiatankurangpartisipatif)
Partisipasi masyarakat (sebagianmasyarakat tidak atau kurangberpartisipasi, karena tidak terjangkau,tidak dilibatkan, atau kegiatan kurangpartisipatif)
Readines (sebagian komponen tidak tahuharus berbuat apa, karena sistem tidakkomprehensif
Kapabilitas kolaborasi (kapabilitaskolaborasi kurang)sehingga : Pokja tidakmembangun sistem dan menetapkantujuan bersama, peraturan tidakmengamanahkan sistem dan tujuanbersama
Kapabilitas kolaborasi (kapabilitaskolaborasikurangsehingga:Sistemyangdibangun tidak komprehensif dan kuranglegitimasi, peraturan tidakmengamanahkan sistem dan tujuanbersama)
Keadilan (penduduk miskin cenderungtidak terjangkau oleh kegiatan PEL yangpesertanyaterbatas, pendudukpadadesa-desa yang jauh dari pusat KTM belumterjangkau)
Keadilan (penduduk miskin cenderungtidak terjangkau oleh kegiatan PEL yangpesertanyaterbatas, pendudukpadadesa-desa yang jauh dari pusat KTM belumterjangkau)
Motivasi (motivasi SKPD untukmembangun sinergisme rendah, motivasisebagian masyarakat untuk berpartisipasirendah)
Motivasi (motivasi sebagian SKPD untukmembangun sinergisme rendah, motivasisebagian masyarakat untuk berpartisipasirendah)
Sistem kolaborasi (kolaborasiterfragmentasi/tidaktersistem)
Sistem kolaborasi (sistem yang disusuntidak komprehensif dan kuranglegitimasi)
Tujuanbersama(tujuantidakdirumuskanbersama, tidak mewadahi kepentinganbersama, dan kurang dipahami olehsebagiankomponen)
Tujuan bersama (tujuan utama tidakdisusun bersama, sasaran klaster tidakmewadahikepentinganbersamadankuranglegitimasi)
Sumber : Hasil analisis tematik secara trianggulasi dari hasil wawancara denganinforman, datasekunder,danobservasi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
234
AnalisisPTA(Gambar4.3dan4.4)dikeduakawasanmemperlihatkanbahwakesiapanatauketidaksiapan/readinesssecarakonsistenmenjadifaktoryangberpengaruhlangsungpadasinergisme.Selainitu,faktorinijugaberpengaruhsecaralangsungdanatautidaklangsungpadakomitmendanmotivasiSKPD,sertapartisipasimasyarakat.Readinessditunjukkanolehkomponenyangumumnyatidaktahuharusberbuatapauntukmendukungprosessinergisme.Sementaraitu,kesiapansebagiankomponenmenjadifaktorpendorongsinergismedikawasanBatuBetumpang.PentingnyafaktorinisesuaidenganpendapatRosas(2009)danHall,atall(2008) yang menyatakan bahwa readiness merupakan faktor yang dapat menghambatkeberhasilankolaborasipadasaatawal,selamaproses,maupunakhirkolaborasi.Olehsebabitu, upaya-upaya untuk meningkatkan kesiapan komponen dalam berkolaborasi, sangatpentingdilakukangunameningkatkansinergisme.
Faktor lain yang berpengaruh langsung pada sinergisme adalah komitmen danpartisipasi masyarakat. Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa kurangnyapartisipasi masyarakat disebabkan antara lain oleh faktor ekternal dan internal darimasyarakat.Faktoreksternalantaralainfaktorkeadilandenganindikasisebagianmasyarakattidak terjangkau, tidak tahu, dan tidak dilibatkan dalam proses PEL sehingga sebagianmasyarakat tidak memiliki kesempatan untuk berpatisipasi. MenurutSoelaiman(1980) salahsatu faktor yang mempengaruhi partisipasi adalah kesempatanuntukberpartisipasi. Faktorinternalpartisipasisebagaimanahasilwawancaradenganinformanadalahmotivasisebagianmasyarakatuntukberpartisipasimasihkurangkarenaadakepentinganlainyangdianggapolehmasyarakatbersangkutanlebihmenguntungkan,belumadacontohKTMyangberhasil,tidakmampuberpartisipasi,ataumasyarakattidaktahubagaimanaberbartisipasi.
DiKawasanTelang,komitmenSKPDuntukberkontribusidalambentukkegiatandalamPEL umumnya tinggi, tetapi komitmen bersinergi kurang. Di Kawasan Batu Betumpang,komitmensebagian SKPDrendah. Akibatnya, banyak kegiatan dilakukantetapi tidak salingberkaitansecaraterencana. KurangnyakomitmenSKPDuntukbersinergi disebabkankarenafaktor kendala readiness yaitu ketidaksiapan yang menyebabkan SKPD tidak tahu harusbagaimanamembangunsinergisme.Darisisilain,kurangnyakomitmenjugadisebabkanolehadanyakonflikkepentingandankurangnyamotivasiuntukbersinergi(Gambar4.3dan4.4).
KonflikkepentinganmempengaruhikomitmenSKPDuntukbersinergi. Halini karenasinergidibangundenganmelibatkanlintasinstansi,sementaramerekajugamemilikiprioritasdankesibukanuntukmengejartargetsektoralmasing-masing,sebagaiakibatadanyafaktoreksternal yaitu target dan peraturan masing-masing sektor. Akibatnya,masing-masing SKPDcenderung memprogramkan kegiatan sesuai target sektoral masing-masing, bukan karenasistem atau tujuan bersama. Hal ini sesuai dengan pendapat Argandoña (2004) yangberpendapattbahwakonflikkepentinganseringmuncul dalamsituasidimanakepentinganlembaga terganggu atau memiliki potensi terganggu oleh kepentingan pihak lain di luarkesepakatan. Olehsebabitu, faktoreksternalberupakebijakandantargetsektoral pentinguntukdipertimbangkandalammenyusuntujuanbersamadanmodelsinergisme.
4.4. FaktorPemicu
Analisis PTA di kedua kawasan menujukkan bahwa kapabilitas kolaborasi secarakonsisten menjadi akar masalah yang memicu munculnya faktor regulasi, kepemimpinan,perencanaan kolaboratif, tujuan bersama, sistem kolaborasi, dan legitimasi. Ketujuh faktortersebutsecarabertautandankonsistenmenjadipemicubagimunculnyafaktor-faktorlainnyaseperti readiness, komitmen sebagian SKPD, keadilan, konflik kepentingan, tujuan bersama,
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
235
legitimasi,motivasi, dan partisipasimasyarakat. Selain itu, faktor eksternal berupa target dankebijakan sektoral juga konsisten menjadi pemicumunculnya konflik kepentingan di keduakawasan.Namun,dampakfaktoreksternalakandapatdiminimalkanapabilafaktortersebutdipertimabngkan dalampenyusunan model dan tujuan bersama, dan ketujuh faktor pemicusebagaimanatersebutdiatasdapatdiatasi.
Pentingnya kapabilitas kolaborasi dan kepemimpinan dalam membangun sinergismesesuai dengan pendapat Bryson, Crosby, and Stone (2006);McGuire (2006); dan Andrushko(2012). Bryson, Crosby, and Stone (2006) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakansalah satu syaratpenting untuk membangunsinergiorganisasiyang terdeferensiasi.Sementaramenurut McGuire (2006) sinergisme membutuhkan pemimpin yang handal, terampil, danberkomitmen dalam membangun sinergisme. Sedangkan menurut Andrushko (2012) untukmencapai sinergisme dibutuhkan seorangmanajer yang tegas danmemiliki kemampuan berpikiruntukmenemukanjalanbaruketikamenghadapijalanbuntudalamberkolaborasi.
Sistem Kolaborasi (belumtersistem)
Tingat Kolaborasi : Terfragmentasi
Tujuan tidak dirumuskan bersama, tidak menjadi konsensus, dan kurang dipahami oleh sebagian komponen
Komitmen SKPD utkbersinergi umumnya kurang
Efek PEL pada kesejahteraan : sudah ada efek positif, tetapi tidakoptimal dan belum merata
Partisipasi sebagianmasyarakat kurang
Motivasikurang
Regulasi tidak mengamanahkan penyusunan tujuan bersama, sistem, dan perencanaan kolaboratif
Perencanaan kolaboratif tidak dilaksanakanPerencanaan tidak merumuskan sistem
Readiness (sebagian komponen tidaktahu harus berbuat apa, belum siap)
IsuUtama
Akibat
Legitimasi tujuan dan rencana kurang
Komunikasi SKPD dengansebagian masyarakat kurang
Pimpinan Pokja tidak merumuskan sistem dan tujuan
bersama
Sumber:HasilFGDDIKawasanTelangGambar 4.3. Analisis Pohon Masalah Sinergisme Komponen PEL Untuk PeningkatanKesejahteraanSosialdiKawasanTelang
Legitimasi organisasi secara konsisten menjadi faktor pendorong di kedua kawasan,tetapi legitimasi rencana dan tujuan yang disusun dalam Masterplan di kedua kawasanmenunjukkan indikasi kurang karena tidak disusun bersama sehingga menjadi kendalasinergisme. Di Kawasan Batu Betumpang, walaupun dibangun sistem dan sasaran klasterkolaborasi, tetapi karena tidak dilegalkan sehingga kurang legitimasinya. Pentingnya faktor
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
236
legitimasidalam proses kolaborasi dikemukakan antara lain oleh Bryson,Crosby, and Stone(2006).Olehsebabitu,untukmeningkatkanlegitimasi,sistemdantujuanharusdisusunbersamadandilegalkandalambentukregulasidaerah.
Komunikasi (dengan BU/”pasar” dan sebagian masyarakat
kurang)
Readiness (sebagian komponen belum siap)
Keadilan (sebagian masyarakat belum
terjangkau/ dilibatkan)
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
237
Hasil analisis PTA di Kawasan Telang dan Batu Betumpang sebagaimana dijelaskandalam Gambar4.3 dan4.4, jugamemperlihatkan bahwa kolaborasi yangtidaktersistemsecara komprehensif dipicu antara lain oleh belumditerapkannya perencanaan kolaboratif.DalamkontekssinergismePELberbasiskawasan,perencanaanseharusnyadilaksanakanmelaluipendekatan perencanaan kolaboratif yang menghasilkan konsensus (Healey, 2006; Bryson,Crosby,andStone,2006;InnesandBooher,2010).Konsensusdalamhalinimeliputikonsensustujuanbersama,program-programyangdikembangkan,sertasistemkolaborasikomponenPELyangdituangkandalambentukmodelyangkomprehensif.
Belum dilaksanakannya perencanaankolaboratif, diakibatkan oleh regulasi yang tidakmengamanahkan perencanaan kolaboratif serta kapabilitas kolaboratif yang masih terbatasdiantaraaktortermasukyangmerumuskanperaturan.HalituterjadibaikdiTelangmaupunBatuBetumpang.SebagaimanadikatakanBryson,Crosby,andStone(2006)bahwamembangunlegitimasi merupakan salah satu syarat penting untuk terjadinya sinergisme. Sementara itumenurut Surbakti (1999) regulasi merupakan salah satu sumber legitimasi yang penting,sehingga pihak-pihak yang berkepentingan akan melaksanakan aturan-aturanyangdisepakati.Menurut OECD (2010), regulasi merupakan bagian integral dari Pemerintahan yang efektifuntuk membantu hubungan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Selanjutnyadikatakan bahwa regulasi yang efektif akan memberikan dukungan pada pengaturanpembangunanekonomidanaturanhukumyang efektif,membantuparapembuatkebijakanuntukmemahami tentang apa yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, dan bagaimanamelakukannya. Sebagaimana dikatakan Bryson, Crosby,dan Stone (2006)bahwa membangunlegitimasi merupakan salah satu syarat penting untuk terjadinya sinergisme. Sementara itumenururt Surbakti (1999) bahwa regulasi merupakan salah satu sumber legitimasi yangpenting, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan akan melaksanakan aturan-aturan yangdisepakati.Regulasi merupakan seperangkat perintahatau mekanisme yangdirancang secarasengajaolehpemerintahataubadanswastauntukmembatasiataumencegahperilakuyangtidakdiinginkan,sertamendorongataumemfasilitasiperilakuyangdiinginkan(Baldwin,Cave,andOdge,1912).Selanjutnyadikatakanbahwapenyusunanregulasimemilikiberbagaialasan;diantarnya kebutuhan untuk menyebarluaskan informasi, adanya eksternalitas, menghindaripengaruh moral hazard, terjadinya kemungkinan kegagalan pasar, kebutuhan untukmemperoleh manfaat yang besar, menjaga kesinambungan dan ketersediaan layanan,mengatasi adanya perilaku anti kompetisi dan predatory pricing, melindungi kepentingantertentuuntukkeadilan,danpendistribusianuntukmengatasikelangkaansumberdaya.
Kolaborasi yang tidak tersistem atau tersistem secara tidak komprehensif, menjadikendala sinergisme PEL di kedua lokasi. Mengacu pada definisi sinergisme, sistemmerupakansalahsatuunsurutamadalammembangunsinergisme.Selainitu,Bryson,Crosby,and Stone (2006) menyatakan bahwa untuk membangun kolaborasi sehingga mencapaikolaborasi tingkat tinggi diperlukan antara lain sistem dan tujuan strategis kolaborasi.SebagaimanahasilanalisisPTA(padaGambar4.3dan4.4)faktorinimengakibatkanmunculnyafaktorreadinessberupaketidaksiapankomponenPELsehinggasebagiankomponentidaktahuharus berbuat apa. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan sinergisme komponen PEL,penyusunan sistem secara komprehensif yang direpresentasikan dalam model sinergismekomponenPEL,sangatdisarankan.
Dengan berbagai faktor kendala sebagaimana tersebut di atas, untuk meningkatkansinergismekomponenPEL,pentingdilakukanupaya-upayasebagaiberikut:(1)meningkatkankapabilitas kolaborasi diantara komponen PEL, (2) melakukan perencanaan kolaboratif, (3)
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
238
menyusun sistem kolaborasi yang direpresentasikan dalam bentuk model sinergisme, (4)merumuskantujuan/sasaranbersama.
Tujuan dan model bermanfaat sebagai acuan bagi setiap komponen untuk berperandalamPELberbasiskawasan.TujuandanmodeltersebutjugadapatdigunakansebagaialatbagisetiapkomponenyanginginberkontribusiatauberkolaborasidalamPEL,tetapibelummengetahui peran atau kegiatan/program apa yang dapat dilakukan. Model juga dapatdigunakansebagai instrumen bagi Pokja untuk melakukan monitoringdanevaluasi padasetiap rapat Pokja. Oleh sebab itu, model tersebut harus selalu diperbaharui untukdisesuaikandengan kondisi aktual dan aspirasiberbagai komponen yang terus berkembangsecara dinamis. Hal ini sesuai dengan pandangan Bryson,Crosby,dan Stone(2006,p.45-52)bahwastrukturkolaboratifperludisesuaikandariwaktukewaktu.Tabel4.4.PerbandinganFaktorPemicuPendorongdanKendalaSinergismePELdiKawasanTelangdanBatuBetumpangNo FaktorPemicuPendorongdanKendalaSinergismePEL
utama dan sasaran klaster yang mengakomodasi kepentinganbersama dan mudahdipahami.Tujuandansistemtersebut harusdirumuskandandisepakati bersamamelalui perencanaankolaboratifagarmemperolehlegitimasi.IntervensiyangdilakukanolehPemerintahdimasing-masingklasterdalammodelsinergismetidaksemata-mataberpihakpadamasyarakattetapijuga memberikan fasilitasi agar “pasar” tetap bergairah sehingga ada keseimbangan antarakepentingan masyarakat dengan “pasar”, untuk mencegah terjadinya disembeded economy;sebagaimanapendapatO’Hara(2012).
Oleh karena beberapa alasan tersebut di atas, Kementerian yang kompeten perlumenyusunregulasi yangmengamahkanperencanaankolaboratif, tujuanbersama,dan modelsistemsinergisme.Penyusunanmodeldantujuanbersama,mempertimbangkanfaktorekternalberupakebijakanmasing-masingsektor.Selanjutnya,modeldantujuanbersamayangsudahdisepakati melalui perencanaan kolaboratif, ditetapkan sebagai regulasi daerah untukdisosialisasikan kepada seluruh stakeholder sehingga masing-masing komponen memahamiperannya.Agarregulasi dapattersusundenganbaikdanpimpinanmemilikikehandalandankomitmenuntukmembangunsinergisme,perludilakukanupaya-upayapeningkatankapabilitaskolaborasidikalanganpenyusunperaturandanpemimpindaerah.V. KESIMPULANDANSARAN
ImplementasipendekatandevelopmentalisdalamkonsepsosialdevelopmentmelaluiPELberbasis kawasan dengan skemaKTMtelah meningkatkan kesejahteraan sosial di kawasan
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
239
perdesaandenganjumlahpendudukmiskinrelatiftinggiyaituTelangdanBatuBetumpang.Namun, peningkatan kesejahteraan tersebut belum optimal dan tidak merata, karenakolaborasikomponenPELbelummencapaikategorisinergisme.KolaborasiPELdiKawasanTelang termasuk dalam kategori kolaborasi yang terfragmentasi, diindikasikan oleh empatdimensisinergismesebagaiberikut:(1)kolaborasikomponenPELtidaktersistem,(2)tujuankurang disepakati dan walaupun diinformasikan tetapi umumnya kurang dipahami, (3)komitmenberkontribusi tinggi tetapi komitmenbersinergi kurang, partisipasi bervariasi daritinggisampainihil(4)walaupunPELsudahmemberikanefekpositifbagikesejahteraantetapitidak optimal dan belum merata. Penduduk miskin paling miskin belum terjangkau olehkegiatanyangpesertanyaterbatas.
Kolaborasi PELdi BatuBetumpangtermasukdalamkategori kurangsinergis, denganindikasisebagaiberikut:(1)kolaborasikomponernPELtersistemtetapitidakkomperhensifdan kurang legitimasi(2) tujuan disepakati dan dipahami oleh sebagian komponen tetapikuranglegitimasidanbelumdisepakatidandipahamiolehkomponenlainnya.(3)komitmenpimpinan untuk membangun sinergi relatif tinggi, komitmen BadanUsahaumumnyarendah,danpartisipasi masyarakat bervariasi dari tinggi sampai rendah;(4) PELsudahmemberikanefek positif bagi kesejahteraan tetapi tidak optimal dan belum merata. Penduduk miskinpalingmiskinbelumterjangkauolehkegiatanyangpesertanyaterbatas.
Penelitian ini menemukan bahwa faktor utamayangmenjadi pendorong dan kendalasinergisme komponen PEL untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan mencegah terjadinyadisembedded economy di Kawasan Telang dan Batu Betumpang ialah kapabilitas kolaborasi,kepemimpinan, regulasi, sistemkolaborasi,konsensus tujuan bersama,perencanaan kolaboratif,dan legitimasi. Faktor tersebut secara konsisten menjadi pemicu bagi munculnya faktorlainnyayaitureadiness,komitmenbersinergi,keadilan, motivasi,konflikkepentingan,partisipasimasyarakat, kepercayaan, dan komunikasi. Selain itu, juga ada faktor eksternal yang turutmemicu munculnya konflik kepentingan. Namun, dampak faktor eksternal akan dapatdiminimalkan apabila faktor tersebut sudah dipertimangkan dalam penyusunan model dantujuanbersamasertaketujuhfaktorpemicudapatdiatasi.
Dibanding dengan preposisi (diacu dari McGuire (2006); Bryson, Crosby, dan Stone(2006);VangendanHuxham(2003),KahndanMentzer(1996),Kożuch(2009),danMorris,2010;McGuire(2006)Bryson,Crosby,danMorris,2010;Arnstein(1969);Corning(1983);Hoornbeek,Macomber,Phillips,danSatpathi(2009),penelitianinimenambahfaktorregulasisebagaisalahsatu faktor penting yang dapat menjadi pendorong dan kendala sinergisme PEL di keduakawasan.Selainitu,penelitianinimemberikaninformasibahwamasing-masingfaktor-faktorpendorong dan kendala, tidak berpengaruh secara setara terhadap sinergisme tetapiberpengaruh secara terstruktur, terdiri atas faktor pemicu dan faktor terpicu. Dengandemikian, upayauntukmeningkatkansinergismePEL dapatdilakukanlebihfokusterhadapfaktorpemicunya.
Guna meningkatkan sinergisme PEL (dengan skema KTM) untuk peningkatankesejahteraan sosial serta mencegah terjadinya distorted development dan disembeddedeconomy perlu dilakukanupaya-upayasebagai berikut. Pemerintahdaerahperlu melakukanperencanaan kolaboratif untuk merumuskan model kolaborasi yang komprehensif dantujuan/sasaran bersama. Sesudah model dan tujuan bersama dirumuskan, perlu ditetapkansebagairegulasimasing-masingdaerahdandisosialisasikankepadastakeholder.
GunameningkatkansinergismePELpadalokasibaru,disarankanagarfaktorreadinessbetul-betul diperhatikan sebelum implementasi PEL dilaksanakan. Caranya dengan
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
240
meningkatkan kapabilitas kolaborasi , serta melakukan perencanaan kolaboratif untukmerumuskanmodelsinergismeyangkomprehensif dantujuan/sasaranbersama.Modelyangtersusun,selanjutnyadilegitimasidalambentukregulasidaerah.
DAFTARPUSTAKAAdi, IsbandiRukminto. (2005). Ilmu kesejahteraan sosial danpekerjaan sosial. (pengantar pada
pengertiandanberbagaipokokbahasan).Depok:FISIPUIPress.Anderson,RalphE. &Carter Irl.E. (1974).Humanbehavior in social environment.A social systems
approach.Chicago:AldinPublishingCompany.Andrushko,Andriy (2012).The reverse synergy: anotherwayof thinking. International JournalOf
the 13Th International symposiumon ethics, business, and society. Barcelona : IESEBusinessSchool-UniversityofNavarra.
Arya, Bagus. (2012). Tenggelam dalam neoliberalisme? Penetrasi ideologi pasar dalampenanganankemiskinan.Depok:PenerbitKepik.
Ashari. (2008). Potensi lembaga keuangan mikro dalam pengembangan lembaga ekonomiperdesaandankebijakanpengembagannya.JurnalAnalisisKebijakanPertanian. Vol2.No2.
Bappeda Kabupaten Banyuasin. (2013). Data program-program sektoral dalam pembangunanKTMTelangTahun2009-2013.Data,tidakdipublikasi.
Bappeda Kabupaten Banyuasin. (2014). Data program-program sektoral dalam pembangunanKTMTelangTahun2014.Data,tidakdipublikasi.
Bappeda Kabupaten Bangka Selatan. (2013). Data program-program sektoral dalampembangunanKTMBatuBetumpangTahun2009-2013.Data,tidakdipublikasi.
Bappeda Kabupaten Bangka Selatan. (2014). Data program-program sektoral dalampembangunanKTMBatuBetumpangTahun2014.Data,tidakdipublikasi.
PangkalanBalai:BPSKab.Banyuasin.Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka Selatan. (2013). Kabupaten Bangka Selatan dalam
angka.Toboali:BPSKabupatenBangkaSelatan.Bahrein Saeful. (2010). Pendekatan Desa Membangun di Jawa Barat. Strategi dan Kebijakan
PembangunanPerdesaan.JurnalAnalisisKebijakanPertanian.Vol8No2,p133-149.Baird, Sonya. (2010).Managing local economic development a case study of tauranga.Dunedin :
UniversityofOtago.Baldwin Robert, Martin Cave,MartinOdge. 2013. Understanding regulation: theory, strategy, and
Dalam buku perkembangan ekonomi dan keuangandaerah.http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/FBB4C5B8-3944-4E2A-82BC-2.pdf. Diaksestanggal6Januari2012.
Bappeda Kabupaten Banyuasin. ( 2011-2013). Data program-program sektoral dalampembangunanKTMTelang.Tidakdipublikasi.
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
241
Batektine, Alex. (2008). Prospective case study design qualitativemethod for deductive theorytesting.OrganizationalResearchMethods. Volume11(1) January2008 . P.160-180.SagePublicPublication.
Benecke, Gerhard;Willem Schurink; And Gert Roodt. (2007).Towards a substantive theory ofsynergy.JournalofHumanResourceManagement,5(2),2007,p.9-19.
Beyer,Alysha;ClairePeterson&AnitaSharma.(2003).Theroleofpatisipationandpartnershipin local econominc development in Africa. Working Paper. NewYork University’sRobertWagnerGraduateSchollofPublicService.
Blakely,EdwardJ.(2010).Planninglocaleconomicdevelopment.California:SagePublication.Bryman,Alan.(2008).Socialresearchmethods.Thirdedition.Newyork:Oxford.Bryson, John M; Barbara C Crosby; and Melissa Middleton Stone. (2006). The design and
Carnwell, Ros dan Alex Carson. (2005). The concepts of partnership and collaboration. In RosCarnwell and Julian Buchanan (Ed). Effective Practice inHealth and Social Care. London :OpenUniversityPress.
Corbin, J. Hope, Maurice B.Mittelmark,&Gro Th. Lie. (2011).Mapping synergy and antagony innorth-south partnerships for health: a case study department of health promotion anddevelopment.Bergen:FacultyofPsychology,UniversityofBergen.Bora-UiB.
Corning, Peter A. (1998).the synergism hypothesis. On the concept of synergy and it's role in theevolutionofcomplexsystems.JournalOfSocialAndEvolutionarySystems,Vol21No2.
Creswell, JohnW. (2009). Research design. Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. EdisiKetiga.TerjemahAhmadFawaid.Yogyakarta:PustakaPelajar.
Darmanto, Didik. (2011). Sinergi antar instansi pemerintah dalam implementasi kebijakankewirausahaanpemudadiProvinsiYogyakarta.Yogyakarta:UniversitasGajahMada.
Gibsons,Stephen&SibhanHugh-Jones.2012.Analisysngyourdata.InDoingyourqualitativepsychology project. Cath Sullivan, Stephen Gibson,Sarah C.E. Riley. (ed). London : SagePublication.219.p
Gilgun, Jane F. (2014).Deductive qualitative analysis and grounded theory. Chocago : ChicagoSchoolTraditions.P.2002.
Goldman. (2005). A framework for monitoring and evaluation of pro-poor local economicdevelopment.Netherlands:WorldBank-NetherlandsPartnershipProgram(BNPP).
Haryadidkk.(2012).EvaluasiperkembanganKTMBatuBetumpang.Tidakdipublikasi.Hall, Kara L. at al. 2008 The collaboration readiness of transdisciplinary research teams and
centers.AmericanJournalofPreventiveMedicine,2008:Volume35,Number2S.P161-172.Hassan, Ahmed. (2003).AValidationprocess for thegroundwater flowand transportmodelof the
faultless nuclear test at CentralNevada Test. Las Vegas:Nevada SiteOfficeNationalNuclearSecurityAdministrationU.S.DepartmentofEnergy.p.76.
Healey, Patsy. (1998). Building institutional capacity through collaborative approaches to urbanplanning.EnvironmentandPlanningA30(5):1531–56.
Helmsing,A.H.J. (Bert). (2001).Localeconomicdevelopmentnewgenerationsofactors,policiesandinstruments. A summary report prepared for the uncdf symposium on decentralization localgovernanceinafrica.Papersforthe2001CapeTownSymposium.
Ife, Jim&FrankTesoriero. (2008). Communitydevelopment ,communitybasealternatif in onageofglobalisation.FrenchsForest,N.S.W:PearsonEducationAustralia.
Iqbal, Muhammmad & Iwan Setiajie Angugrah. (2009). Rancang bangun sinergi kebijakanagropolitan dengan pengembangan ekonomi lokal menunjang pembangunan wilayah.JurnalAnalisisKebijakanPertanian.Vol7No2.P169-188.
Jocom,SherlyGladys.(2006).Analisisdampakdanstrategipengembanganagropolitanbasisjagungterhadap perekonomian wilayah serta analisis pendapatan masyarakat petani di ProvinsiGorontalo(studikasuskabupatenpohuwato.Tesis.Bogor:InstitutPertanianBogor.
KahndanMentzer. (1996). Logistic and interdepartemental integration. Internasional journal ofphysicaldistribution&logisticsmanagemenet.Vol26,Iss:8,p.6-14.
Keputusan Bupati Bangka Selatan No 188.45/1478.A/DSTKT/2010 tentang Perubahan atasKeputusan Bupati Bangka Selatan No 188.45/177/Disnakertrans/2008 tentangPembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pembangunan dan Pengembangan KTM BatuBetumpangKabupatenBangkaSelatan.
Laksmono, Bambang Shergi. (1999). Permasalahan akses dalam program penanggulangankemiskinan, kajian kelembagaan dalam pelaksanaan program IDT di Wilayah DKI Jakartapadatahunpelaksanaan1994-95.Jakarta:ProgramPascasarjanaUniversitasIndonesia.
Lasker,R.D.,ElizaS.Weiss,&RabeccaMiller.(2001).Partnershipsynergy:apracticalframeworkforstudying and strengthening the collaborative practice and research.” Malden : BlackwellPublisher.
Morris, Marleen. (2010). Multi-sectoral collaboration and economic development: lessons fromengland'sregionaldevelopmentagencies.Canada:UNBC,PrinceGeorge,BC.
Najiyati,Sri& Slamet RTS. (2011). Sinergitas instansi pemerintah dalam pembangunan KotaTerpaduMandiri.JurnalKetransmigrasianVol.28No.2,Desember,2011,p113-124.
Namey, Emily; Greg Guest; Lucy Thairu& Laura Ajohnson.(2008). Data Reduction Techniques forLargeQualitativeDataSets.InHandbookforTeam-basedQualitativeResearch.GregGuest&KathleenM.MacQuee(Ed).UnitedKingdom:AltamiraPress.P.292.
Nemes, Gusztáv. (2005). Integrated rural development: the concept and its operation. Budapest :InstituteofEconomicsHungarianAcademyofSciences.
Nugroho, Agus Eko, Latif Adam, Endang Tjitroresmi, dan Bagus Aryo. (2010). Analisispermasalahankemiskinan.Dalambukuprogramanti kemiskinanreproduksi modal sosial,studikasusPNPMMandiriPerdesaan.AgusEkoNugroho(Ed).Jakarta:LIPIPress.
OECD.2010.Regulatory Policy and the Road to Sustainable Growth.Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). http://www. oecd. org/ regreform /policyconference/46270065.pdf.Diaksestanggal1November2014.
O'Leary, R., Gazley, B. McGuire M, & Bingham L.B (2009). Blomgreen. Public Managers inCollaboration.InTheCollaboratiotivePublicManager:NewIdeasForTheTwenty–First
Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 19, No. 3, Desember 2015, Hal : 218-245
Peraturan Presiden R.I.No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka MenengahNasional(2010-2014).Jakarta:Bappenas.
Perry, Chad & Oystein Jensen. (2001). Approaches to combining induction and deduction in oneresearch study. Proceeding of the Australian and New Zealand Marketing AcademiConference,1-5Desember2001.Lismore:SouthernCrossUniversity.
Reid, Neil & BruceW. Smith. (2012). Collaboration in Local EconomicDevelopment: the case ofToledo.UrbaniIzziv,volume23,supplement1,2012(specialissue).
Richard, Jeffrey A. (2007). The principles of synergism: radical empowerment. Oxford USA:Trafford.
Rogerson,ChristianM. (2002). Pro-poor interventions for local economicdevelopment: the case forsectoraltargeting.Johannesburg:UniversityoftheWitwatersrand.
Rosas, João Almeida Das. (2009). Assessing organizations collaboration readiness a behavioralapproach. Lisboa: Dissertation at the Faculty of Sciences and Technology of the NewUniversityofLisbon.P225.
Soekidjan.(2009).ManajemenSumberdayaManusia.Jakarta:BumiAksara.Soelaiman, Holil. (1980). Partisipasi sosial dalam usaha kesejahteraan sosial. Bandung: Badan
PendidikandanPenelitianKesejahteraanSosial.Suyanto, Yulistywelcho. (2000). Peningkatan daya saing produk agribisnis unggulan di Kabupaten
Semarang.Semarang:ProgramStudiMagisterAgribisnis.ProgramPascaSarjana,Undip.Sugarmansyah, Ugay dkk. (2011). Panduan pengembangan cluster industri. Jakarta : Pusat
Syukri, Muhammad, Sulton Mawardi, dan Akhmadi. (2011). Studi kualitatif dampak PNPM-PerdesaanTahun2010diProvinsi JawaTimur, SumateraBarat, danSulawesi Tenggara.Jakarta:LembagaPeneltianSMERU.
Surbakti,Ramlan.1999.Memahamiilmupolitik.Jakarta:GramediaWidyaPustakaUtama.Swinburn Gwen, Soraya Goga & Fergus Murphy. (2006). Local economic development: a primer
developing and implementing local economic development strategies and action plans.Washington,D.C.:TheWorldBank,BertelsmannStiftung,CitiesOfChange.
Tarigan.(2004).Perencanaanpembangunanwilayah.Jakarta:BumiAksara.Tello, Mario D. (2010). From national to local economic development: theoretical issues. Cepal
ideology and pragmatism in the activities of partnership managers. Britis Journal ofManagement,Vol14,S61-S76(2003).
Sinergisme Komponen … (Sri Najiyati, Robert A. Simanjuntak, dan Nunung Nurwati )
245
Wanna, John. (2008). Collaborative government: meanings, dimensions, drivers and outcomes. InJanine O’Flynn and John Wanna (Ed). Collaborative governance, a newera of publicpolicyinAustralia).Canberra:ANUE-Press,TheAustraliaNasionalUniversity.
Yunelimeta.(2008).Pembangunanpedesaandalamkonteksagropolitan,desentralisasi,danotonomidaerah di indonesia studi kasus DaerahMinangkabau-Sumatera Barat. Semarang :ProgramPascaSarjanaMagisterTeknikPembangunanWilayahDanKota,Undip.
Zastrow,Charles. (2010). Introduction to social work and sosial welfare. Empowering people.Belmont:Brooks/Cole.