BAB IPENDAHULUANSindrom Ramsay Hunt (SRH) yang sering disebut
juga dengan Herpes Zoster Oticus (HZO) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari neuralgia radikuler, erupsi vesikuler yang
mengenai sebagian telinga luar dan kanalis akustikus eksternus
disertai kelumpuhan nervus VII perifer.1 Selain itu SRH dikenal
juga dengan nama geniculate neuralgia atau nervus intermedius
neuralgia.2 Menurut James Ramsay Hunt (1907) yang dikutip dari
Colemon,3 SRH adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia,
vesikel pada aurikula dan parese nervus fasialis perifer.3 Definisi
lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII perifer yang disertai
dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut.4
SRH termasuk salah satu penyakit yang terjadi di dalam duni
kesehatan. SRH sendiri termasuk ke dalam penyakit yang jarang
menurut the Office Of Rare Disease of the National Institutes of
Health (USA), artinya penyakit ini diderita kurang dari 200,000
orang di Amerika, dimana populasinya mencapai 300 juta. SRH
dikatakan sebagai salah satu penyebab kelamahan otot wajah
unilateral dengan angka 16% pada anak-anak dan 18% pada orang
dewasa. SRH sangat jarang terjadi pada anak yang usianya dibawah 6
tahun.5 Selain itu SRH juga dikatakan menjadi penyebab dari Bells
Palsy sebanyak 20% dari kasus yang ada.6 Di Indonesia belum data
angka yang menunjukkan kejadian SRH, hal ini mungkin disebabkam
karena kejadian SRH sama saja jarangnya dengan kejadian di Amerika
Serikat ataupun lebih jarang sehingga mungkin terabaikan. Selain
itu beberapa negara juga melaporkan angka kejadian yang rendah juga
untuk SRH. Jarangnya kasus SRH ini terkadang membuat praktisi
melewatkan akan penyakit ini. SRH ini memerlukan ketepatan dalam
diagnosis dan tatalaksana, dalam hal tatalaksana tidak hanya
dibutuhkan ketepatan memilih terapi yang sesuai tetapi juga
dibutuhkan ketepatan waktu dalam memberikan terapinya. Tatalaksana
SRH sendiri masih menjadi kontroversi dikarenakan adanya penggunan
steroid yang memiliki sifat imunosupresi. Hal ini bertentangan
dengan mekanisme terjadinya SRH sendiri yang dikarenakan adanya
penurunan imunitas tubuh.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah agar dokter,
khususnya penulis sendiri, memiliki bekal pengetahuan yang cukup
dan memadai dalam menghadapi SRH. Oleh karena itu dalam referat ini
akan dikemukakan upaya diagnosis dan pengobatan medikamentosa yang
dapat dilakukan oleh dokter umum. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca.
BAB IITINJAUN PUSTAKAII.1 Anatomi Nervus FacialisNervus fasialis
merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan di dalam tulang
temporal, sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak
dalam tulang ini. Nervus VII terdiri dari 3 komponen yaitu komponen
motoris, sensoris, dan para simpatis.7 Komponen motoris
mempersarafi otot wajah kecuali musculus levator palpebra superior.
Selain itu nervus facialis juga mempersarafi stapedius dan venter
posterior musculus gastricus. Komponen sensoris mempersarafi 2/3
anterior lidah untuk mengecap melalui meatus corda timpani.
Komponen parasimpatis memberikan persarafan pada glandula
lakrimalis, glandula submandibular, dan glandula sublingualis.
Nervus facialis memliki 2 inti yaitu superior dan inferior. Inti
superior mendapat persarafan dari korteks motor secara bilateral
sedangkan inti inferior hanya mendapat persarafan dari 1 sisi.
Serabut dari kedua inti berjalan mengelilingi inti nervus abducens
(N.VI) kemudian meninggalkan pons bersama nervus vestibulococlearis
(N.VIII) dan nervus intermedius masuk ke dalam tulang temporal
melalui poros meatus akustikus internus. Setelah masuk ke dalam
tulang temporal N.VII kan berjalan dalam saluran yang disebut kanal
Fallopi. Dalam perjalan di dalam tulang temporal N. VII dibagi
dalam 3 segmen yaitu segmen labirin, segmen timpani, dan segmen
mastoid. Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik
internus dan ganglion genikulatom. Panjang nervus ini 2-3milimeter.
Segmen timpani (segmen vertical) terletak diantara bagian distal
ganglion genikolatum dan berkala kea rah posterior telinga tengah,
kemudian naik ke arah tingkap lonjong (fenestra ovalis) dan stapes,
lalu turun dan kemudian terletak sejajar dengan kanal
semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12
milimeter. Segmen mastoid (segmen vertical), mulai dari dinding
medial dan superior kavum timpani. Perubahan posisi dari segmen
timpani menjadi segmen mastoid disebut segmen pyramidal atau genu
eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari N. VII
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen
ini berjalan ke arah caudal menuju foramen stylomastoid. Panjang
segmen ini 15-20 milimeter. Setelah keluar dari tulang mastoid, N.
VII menuju glandula parotis dan membagi diri untuk mepersarafi
otot-otot wajah. DI dalam tulang temporal N.VII memberikan 3 cabang
penting, yaitu nervus petrosus superior mayor, nervus stapedius,
dan corda timpani. Nervus petrosus superior mayor keluar ganglion
genukulatum dan memberi rangsang pada glandula lakrimalis. Nervus
stapedius mempersarafi muskulus stapedius dan berfungsi sebagai
peredam suara. Corda timpani mempersarafi pengecapan pada
2/3anterior lidah. 7Korteks serebri akan memberikan persaratan
bilateral pada nucleus N VII yang mengontrol otot dahi, tetapi
hanya mernberi persarafan kontra lateral pada otot wajah bagian
bawah. Sehingga pada lesi LMN akan menimbulkan paralysis otot wajah
ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan pada lesi LMN akan
menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontta lateral. Pada
kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah
korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan
memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian
bawah lebih jelas lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi
yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika kedua sudut mulut disuruh
diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.
Lesi LMN : bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os
petrusus, cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada
cabang-cabang tepi nervus facialis. Lesi di pon yang terletak
disekitar ini nervus abducens bisa merusak akar nevus facialis,
inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena
itu paralysis facialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan rektus
lateris atau gerakan melirik ke arah lesi, Proses patologi di
sekitar meatus akuatikus intemus akan melibatkan nervus facialis
dan akustikus sehingga paralysis facialis LMN akan timbul
berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ( tidak
bisa rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).
II.2 PATOGENESIS SINDROM RAMSAY HUNTPada tahap awal virus
varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas atas dan
mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe
regional dan tonsil. Virus kemudian menyebar melalui aliran darah
dan berkembang biak di organ dalam. 9 Fokus replikasi virus
terdapat pada system retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain.
Pada saat titer tinggi, virus dilepaskan kembali ke aliran darah
(viremia kedua) dan membentuk vesikel pada kulit dan mukosa saluran
nafas atas. Kemudian berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris
dari jaringan kutaneus, menetap pada ganglion serebrospinalis dan
ganglion saraf kranial. Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi
virus varisela zoster yang menetap pada ganglion genikulatum dan
proses ini disebut dengan ganglionitis. Ganglionitis menekan
selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus
VII. Peradangan dapat meluas sampai ke foramen stilomastoid.10
Gejala kelainan nervus VIII yang juga dapat timbul akibat infeksi
pada ganglion yang terdapat di telinga dalam atau penyebaran proses
peradangan dari nervus VII. 9,10 Lokasi ruam bervariasi dari pasien
ke pasien, seperti halnya wilayah dipersarafi oleh nervus
intermedius (yaitu, bagian sensorik dari CN VII). Daerah ini
mungkin termasuk anterior dua pertiga dari lidah, langit-langit
lunak, kanal auditori eksternal, dan pinna.
II.3 DIAGNOSA
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan
letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan.
Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah,
gustatometri dan tes Schimer.7
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada
riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan
gejala prodromal berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam,
sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan
sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang
eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada
telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).2 Gejala-gejala yang
biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga paroksismal, ruam pada
telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam bisa menjadi awal
dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor neuron paresis wajah
(N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus), tinnitus,
sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy. Nyeri
telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke daun
telinga. Nyeri bersifar konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul
biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul
ruam.1
Pemeriksaan dan otoscopy menunjukkan vesikel-vesikel di dalam
saluran atau di membrana tympani. Derajat kelumpuhan saraf fasialis
dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim
House-Brackmann selain itu derajad dapat digunakan untuk
evaluasi.Tabel House - Brackman
Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk
menentukan letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes
gustometri.2,11 Pemeriksaan N. VII dimulai dari fungsi saraf
motorik dengan cara menggerakkan otot-otot wajah utama di muka,
mulai dari mengankat alis (m. frontalis), mengerutkan alis (m.
soucilier), mengakat serta mengeruktan hidung ke atas (m.
piramidalis), memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli),
tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi (m. zygomatikus),
memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi (m. relever
komunis), meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul (m.
orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m.
triangularis), dan memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan
( m. mentalis). Setiap gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan
dan kiri. Penilaiain yang diberikan adalah angka 3 jika gerakkan
normatl serta simetris, angka 1 jika sedikit ada gerakkan, angka 2
gerakkan yang berada diantara angka 3 dan 1, angka 0 jika tidak ada
gerakkan sama sekali. Tes gustatomeri ini digunakan untuk menilai
n.corda timpani, dengan cara membandingkan ambang rasang antara
sisi lidah kanan dan kiri. Tes Schrimer digunakan untuk mengetahui
fungsi serabut serabut pada simpatis dari N.VII yang disalurkan
melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi genikulatum,
dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian inferior
konjungtiva dan dihitung berapa banyak sekresi kelenjar lakrimalis.
Berdasarkan gejala klinis, klasifikasi SRH dibagi menjadi 4 yaitu
(1) penyakit yang menyerang bagian sensoris nervus VII, (2)
penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII, (3)
penyakit yang menyerang bagian sensoris dan motoris nervus VII,
disertai gejala gangguan pendengaran, (4) penyakit yang menyerang
bagian sensoris dan motoris nervus VII, disertai gejala gangguan
pendengaran dan keseimbangan.12
II.4 DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan keluhan pasien dan temuan fisik yang beberapa
penyakit dapat dijadikan diagnosis banding untuk SRH, antarala lain
adalah Bells Palsy, miringitis bulosa, otitis eksterna, dan
trigeminal neuralgia.
Diagnosis banding yang mungkin adalah Bells Palsy hal ini
didasarkan pada tampilan klnis yang terdapat kelamahan separuh otot
wajah. Hal yang sangat membedakan adalah adanya ruam pada SRH
12
Miringitis Bullosa memiliki karakteristik gambaran klinis pasien
yaitu tiba-tiba mengalami sakit telinga yang parah atau otalgia
sifatnya berdenyut. Nyeri biasanya terletak di dalam telinga,
tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid, tengkuk, temporomandibula
hingga ke seluruh wajah.13 Karakteristik pemeriksaan fisik dari
miringitis bullosa adalah adanya bulla pada membran timpani. Bulla
yang muncul paling sering pada sisi posterior atau postero inferior
membran timpani atau pada dinding kanalis posterior. Pada
pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya penurunan
pendengaran.
Otitis eksterna juga bida dijadikan diagnosis banding
berdasarkan adanya otalgia, pruritus, keluarnya cairan dan
hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan didapatkan adanya nyeri
tekan tragus dan liang telinga hiperemis dan bengkak.14
Gejala trigeminal neuralgia muncul secara tiba-tiba, unilateral,
nyeri yang berat terasa tertusuk dan rasa nyeri rekuren sesuai
dengan saraf trigeminal tetapi trigeminal neuralgia tidak
menyebabkan adanya deficit nerologis.15
II.5 PENATALAKSANAANPengobatan terhadap herpes zoster terdiri
dari tiga hal utama yaitu pengobatan infeksi virus akut, pengobatan
rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut, dan
pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes.16 Perawatan utama untuk
nyeri zoster terkait akut termasuk analgesik narkotik dan
non-narkotika (baik sistemik dan topikal), agen neuroactive, dan
agen antikonvulsan. Sementara kemanjuran perawatan ini untuk nyeri
neuropatik umum telah mapan, hanya beberapa modalitas telah
dievaluasi khusus untuk zoster akut terkait nyeri pada studi
terkontrol. Para oksikodon narkotika oral dan antikonvulsan
gabapentin lisan, serta aspirin analgesik topikal dan lidokain,
semua telah menunjukkan kemampuan untuk mengurangi akut zoster
terkait nyeri pada double-blind, placebo-controlled studi.17 Di
sisi lain, pregabalin anticonvulsant lisan gagal untuk menunjukkan
pengaruh signifikan secara statistik kesakitan zoster menghilangkan
akut dalam studi double-blind kecil, terkontrol plasebo.18
Meskipun, perlu dicatat obat ini telah terbukti ampuh mengobati
rasa sakit dari neuralgia postherpetic dalam studi terkontrol
lainnya.Antivirus dan kortikosteroid juga telah ditunjukkan untuk
mempercepat resolusi zoster terkait sakit. Tujuan terapi antiviral
pada herpes zoster adalah untuk mengurangi rasa sakit, menghambat
replikasi virus, membantu penyembuhan penyakit kulit, dan mencegah
atau mengurangi keparahan neuralgia postherpetic. Tiga agen
antivirus, asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir, telah
disetujui untuk pengobatan herpes zoster di Amerika Serikat.
Mekanisme kerja untuk semua agen adalah pencegahan varicella-zoster
(VZV) replikasi virus melalui penghambatan polimerase DNA virus .
Bentuk ke-3 agen telah terbukti dalam uji klinis untuk mengurangi
pelepasan virus dan mempercepat resolusi gejala, termasuk rasa
sakit, di herpes zoster tanpa komplikasi. Acyclovir merupakan
turunan guanin yang mencegah varicella-zoster virus (VZV) replikasi
melalui penghambatan polimerase DNA virus. Ini mengurangi durasi
lesi simtomatik. Setelah tertelan, famsiklovir dengan cepat
biotransformed ke dalam senyawa aktif penciclovir dan
terfosforilasi oleh kinase timidin virus. Dengan persaingan dengan
triphosphate deoxyguanosine, penciclovir trifosfat menghambat
polimerase virus. Dosis disesuaikan pada pasien dengan insufisiensi
ginjal atau penyakit hati.Valacyclovir adalah prodrug yang dengan
cepat diubah menjadi asiklovir sebelum mengerahkan aktivitas
antivirus nya. Beberapa penelitian memberi kesan superioritas
valacyclovir dan famciclovir dibandingkan dengan asiklovir dalam
hal resolusi rasa sakit dan percepatan penyembuhan kulit. Selain
itu, baik valasiklovir dan famsiklovir telah meningkatkan
bioavailabilitas lebih asiklovir dan, sebagai hasilnya, memerlukan
dosis kurang sering. Studi-studi terkontrol penggunaan antivirus
pada herpes zoster hanya dievaluasi efektivitas mulai terapi dalam
48-72 jam onset ruam, dan mereka telah menunjukkan tanpa kehilangan
efektivitas ketika obat dimulai pada setiap saat selama periode
itu.18 Meta-analisis dan uji coba terkontrol secara acak
menunjukkan bahwa agen antivirus oral asiklovir, famsiklovir, dan
valacyclovir, dimulai dalam waktu 72 jam setelah onset ruam,
mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut, serta kejadian
postherpetic neuralgia.19 Beberapa studi observasional telah
menunjukkan terapi antivirus yang mampu mengurangi rasa sakit
zoster, bahkan ketika mulai luar jendela 72-jam terapi
tradisional.Terapi antivirus harus dipertimbangkan untuk rejimen
pengobatan zoster akut, terlepas dari saat presentasi. Lamanya
pengobatan antivirus dalam studi telah bervariasi dari 7-21 hari.
Berdasarkan literatur saat ini, untuk pasien imunokompeten,
asiklovir selama 7-10 hari atau kursus 7-hari dari agen yang lebih
baru adalah tepat. Kursus yang lama mungkin diperlukan pada pasien
immunocompromised.20,21,22 Terapi antivirus telah ditunjukkan untuk
menghentikan perkembangan dan penyebaran herpes zoster akut pada
pasien immunocompromised, bahkan bila dimulai lebih dari 72 jam
setelah onset ruam. Dengan demikian, pendapat pakar saat ini
merekomendasikan penggunaan terapi antivirus pada semua pasien
immunocompromised zoster sebelum krusta penuh dari semua lesi.
Terapi herpes zoster pada individu normal dapat diberikan asiklovir
5x800mg sehari selama 7 hari, paling lambat 72 jam setelah lesi
muncul.10 Menurut Gupta J dkk,23pemberian asiklovir 7-10 hari. Pada
saat 72 jam setelah munculnya gejala pemberian antivirus 70% orang
akan mengalami kesembuhan yang seutuhnya. Jika pemberian antiviral
diberikan lebih dari waktu emasnya makan kesempatan seseorang untuk
sembuh seutuhnya akan berukurang 50% .Penggunaan steroid dalam
hubungannya dengan antivirus untuk herpes zoster tanpa komplikasi
adalah kontroversial. Penambahan kortikosteroid oral telah
dievaluasi pada pasien yang diobati dengan asiklovir dalam 2 studi
terkontrol. Steroid yang ditemukan untuk mempercepat resolusi
neuritis akut dan memberikan peningkatan yang jelas dalam
kualitas-hidup tindakan dibandingkan dengan pasien diobati dengan
antivirus saja. Penggunaan steroid oral tidak berpengaruh terhadap
perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik. Steroid oral belum
diteliti dengan valacyclovir atau famciclovir, sehingga manfaatnya
tidak diketahui. Bentuk nonoral terapi steroid tambahan pada herpes
zoster akut juga telah dipelajari. Sebuah penelitian yang
melibatkan injeksi epidural steroid tunggal dan anestesi lokal
diberikan bersamaan dengan rejimen standar antiviral oral dan
analgesik ditemukan sederhana meningkatkan zoster terkait sakit
selama 1 bulan lebih tanpa pengobatan steroid. Seperti di atas,
tidak ada efek dalam mencegah postherpetic neuralgia dicatat.
Mengingat dampak negatif dari dan kontraindikasi untuk penggunaan
kortikosteroid, pendapat pakar saat ini menyarankan membatasi
keterlibatan mereka dengan kasus-kasus nyeri sedang sampai zoster
parah, atau di mana gejala-gejala neurologis yang signifikan
(seperti kelumpuhan wajah) atau keterlibatan SSP hadir (dan
penggunaan kortikosteroid tidak dinyatakan kontraindikasi).Durasi
optimal terapi steroid tidak diketahui. Jika diresepkan, tampaknya
masuk akal untuk steroid untuk digunakan bersamaan dengan terapi
antivirus. Lamanya penggunaan steroid tidak boleh melampaui masa
terapi antivirus. Steroid tidak boleh diberikan sendiri (tanpa
terapi antivirus), karena kekhawatiran tentang promosi replikasi
virus.Individu dengan perubahan imunitas diperantarai sel, akibat
kondisi imunosupresif (misalnya, HIV, kanker) atau pengobatan
(misalnya, penggunaan kortikosteroid diperpanjang), akan
meningkatkan risiko untuk herpes zoster. Selanjutnya, presentasi
herpes zoster pada populasi immunocompromised dapat menjadi rumit
oleh penyakit disebarluaskan dan keterlibatan organ visceral.
Menurut Gupta J dkk,23 kortikosteroid 3-5 hari dengan regimen
tapperring. Kortikosteroid dapat diberikan selama 10-14 hari dengan
dosis 40-60mg/hari atau 1mg/KgBB/hari dengan regimen
tappering.2,24,25Evaluasi dari pengobatan SRH ini sendiri dengan
melakukan pemeriksaan N.VII secara serial dan dengan pemeriksa yang
sama selain dari apa yang dikeluhkan oleh pasien. Selain terapi
medikamentosa juga diperlukan edukasi kepada pasien bahwa mungkin
saja hilangnya pendengaran ataupun paralisis wajah yang terjadi
adalah mentepa mesiskipun sudah dilakukan pengobatan.II. 6
KOMPLIKASIParalysis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau
tidak sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis
fasial yang permanen dan synkinesis. Adakalanya, virus dapat
menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan jaringan saraf
dalam tulang punggung, menyebabkan sakit kepala, sakit punggung,
kebingungan, kelesuan, dan kelemahan. Neuralgia pasca
herpetikadalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas
usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Makin tua
penderita makin tinggi persentasenya. Sepertiga kasus diatas usia
60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usia
muda hanya terjadi pada 10 % kasus.26 Infeksi sekunderoleh bakteri
akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan
bekas sebagai sikatriks. Vesikel sering menjadi ulkus dan jaringan
nekrotik. Paralisis motorikdapat terjadi pada sebagian kecil
penderita (1 5 % kasus), terutama bila virus juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Terjadinya biasanya 2
minggu setelah timbulnya erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi,
misalnya di muka, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus.27
II.7 PROGNOSISPrognosis SRH dipengaruhi oleh umur, diabetes
mellitus, hipertensi dan pemberian terapi yang cepat. Yeo dkk28
menyatakan bahwa Herpes Zoster Oticus (HZO) memiliki prognosis yang
buruk daripada Bells Palsy. Sekitar setengah dari jumlah pasien SRH
masih memiliki gangguan motorik nervus fasial, hanya sebagian kecil
pasien dengan gangguan paralisis komplit. Hasil pemulihan akan
lebih baik jika perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala
timbul. Kesembuhan yang sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika
pengobatan dimulai pada saat ini. Namun, jika pengobatan tertunda
lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna
akan turun sekitar 50%. 1,8
BAB IIIRINGKASANRHS merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari
neuralgia radikuler, otalgia, erupsi vesikuler yang mengenai
sebagian telinga luar dan kanalis akustikus eksternus disertai
kelumpuhan nervus VII perifer.1,2,3 Diagnosis SRH dibuat
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari dalam anamnesis
riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada riwayat terkena
penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal
berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual
dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan
berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang eritema, edema dan
disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit
sekitarnya (nyeri radikuler).2 Pemeriksaan fungsi nervus VII
diperlukan untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan
evaluasi pengobatan. Tes yang dapat dilakukan adalah tes topografi
untuk menentukan letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer,
reflek stapedius dan tes gustometri.2,11 Derajat kelumpuhan saraf
fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistim
House-Brackmann, metode ini juga dapat digunakan untuk evaluasi
pengobatan. Diagnosis banding untuk SRH, antarala lain adalah Bells
Palsy, miringitis bulosa, otitis eksterna, dan trigeminal
neuralgia.12,13,14,15 Obat yang paling direkomendasikan untuk
tatalaksana SRH adalah kombinasi acyclovir dan prednisone.
Berdasarkan penelitian yang tealh dilaksanakan dari 80 pasien SRH
dengan berbagai tingkat keparahan diobati dengan acyclovir dan
predniosen menunjukkan hasil kesembuhan total, tetapi masih ada 52%
yang menujukkan gejala sisa berupa kelumpuhan wajah dengan grade I
menurut House-Backman. Oleh sebab itu pemberian terapi dalam waktu
3 hari setelah ruam muncul menjadi penting untuk mencapai prognosis
yang lebih baik bagi kelumpuhan wajah parsial dan kehilangan
pendengaran. Jika obat diberikan lebh dari 7 hari onset ruam maka
kesempatan bagi pasien yang dinyatakan dalam grade 1 House backman
memiliki kesempatan 30% untuk sembuh. 29,230,31Lamanya pengobatan
antivirus dalam studi telah bervariasi dari 7-21 hari. Terapi pada
individu normal dapat diberikan asiklovir 5x800mg sehari selama 7
hari 10,18,19,23 Steroid ini hanya boleh diberikan bersamaan dengan
antiviral dan lamanya penggunaan steroid tidak boleh melampaui masa
terapi antivirus. Menurut Gupta J dkk, penggunaan kortikosteroid
3-5 hari dengan regimen tapperring. Kortikosteroid dapat diberikan
selama 10-14 hari dengan dosis 40-60mg/hari atau 1mg/KgBB/hari
dengan regimen tappering.2, 23,24,25Prognosis SRH dipengaruhi oleh
umur, diabetes mellitus, hipertensi dan pemberian terapi yang
cepat. Yeo dkk menyatakan bahwa Herpes Zoster Oticus (HZO) memiliki
prognosis yang buruk daripada Bells Palsy. Hasil pemulihan akan
lebih baik jika perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala
timbul. Kesembuhan yang sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika
pengobatan dimulai pada saat ini. Namun, jika pengobatan tertunda
lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna
akan turun sekitar 50%. 1,8,28
DAFTAR PUSTAKA1. Augosto AM. Ramsay Hunt Syndrome. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1166804-clinical. Accessed on
December 2013. (D)2. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in
primary care. In: ThePrectitioner casebook:2010;254:33-35. (E)3.
Coleman et al. Ramsay Hunt syndrome with severe dysphagia.
Department of Otolaryngology Head and Neck Surgery Michigan medical
center. 2011;1-2.4. Danil Kim et al. Ramsay Hunt syndrome
presenting as simple otitis externa in CJEM. Department of Medicine
University of Toronto; 2008; 247-50.5. Sandoval C C, Nunez F A,
Lizama C M, Margarit S C, Abarca V K, Escobar H R. [Ramsay Hunt
syndrome in children: four cases and review].Rev Chilena Infectol.
Dec 2008;25(6):458-64.6. [Guideline] Gilchrist JM. Seventh cranial
neuropathy.Semin Neurol. Feb 2009;29(1):5-13.7. Sjarifudin,
Bashirudin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
& leher Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2007.p114 -178. Uscategui T, Doree C, Chamberlain IJ et
al.; Corticosteroids as adjuvant to antiviral treatment in Ramsay
Hunt syndrome (herpes zoster oticus with facial palsy) in adults.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2008, Issue 3. Art. No.:
CD006852. DOI: 10.1002/14651858.CD006852.pub2. (V)9. Kim HJ, et al.
Ramsay Hunt syndrome complicated by a brainstem lesion. Journal of
Clinical virology 39 (2007) 322-325.10. Sjaiful dkk. Infeksi Virus
Herpes. Jakarta: kelompok studi herpes Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia .2002.p196-7.11. Honda, Nobumitsu et al.
Swelling of the intratemporal facial nerve in Ramsay Hunt syndrome.
Acta Otolaryngol. 2002122:348-52.12. Furuta Y, Ohtani F, Aizawa H,
et al; Varicella-zoster virus reactivation is an important cause of
acute peripheral facial paralysis in children. Pediatr Infect Dis
J. 2005 Feb;24(2):97-101.13. Kotikosi, M. Acute miringitis in
children less than two years of age. Acta University Tamperensis
991. Finland. 2004. p. 7, 15-20, 24-42.14. Agius AM, Pickles JM,
Burch KL. A prospective study of otitis externa. Clin Otolaryngol
1992;17:150-4.15. Merskey H, Bogduk N. Classification of chronic
pain. Descriptions of chronic pain syndromes and definitions of
pain terms. Seattle (WA): IASP Press; 1994. p. 59-71.16. Dworkin
RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the management of herpes zoster.Clin Infect
Dis. Jan 1 2007;44 Suppl 1:S1-26.17. Lin PL, Fan SZ, Huang CH, et
al. Analgesic effect of lidocaine patch 5% in the treatment of
acute herpes zoster: a double-blind and vehicle-controlled
study.Reg Anesth Pain Med. Jul-Aug 2008;33(4):320-5.18. De
Benedittis G, Lorenzetti A. Topical aspirin/diethyl ether mixture
versus indomethacin and diclofenac/diethyl ether mixtures for acute
herpetic neuralgia and postherpetic neuralgia: a double-blind
crossover placebo-controlled study.Pain. Apr 1996;65(1):45-51.19.
Huff JC, Bean B, Balfour HH Jr, et al. Therapy of herpes zoster
with oral acyclovir.Am J Med. Aug 29 1988;85(2A):84-9.20. Ahmed AM,
Brantley JS, Madkan V, Mendoza N, Tyring SK. Managing herpes zoster
in immunocompromised patients.Herpes. Sep 2007;14(2):32-6.21.
Tyring S, Barbarash RA, Nahlik JE, et al. Famciclovir for the
treatment of acute herpes zoster: effects on acute disease and
postherpetic neuralgia. A randomized, double-blind,
placebo-controlled trial. Collaborative Famciclovir Herpes Zoster
Study Group.Ann Intern Med. Jul 15 1995;123(2):89-96.22. Whitley
RJ, Weiss H, Gnann JW Jr, Tyring S, Mertz GJ, Pappas PG, et al.
Acyclovir with and without prednisone for the treatment of herpes
zoster. A randomized, placebo-controlled trial. The National
Institute of Allergy and Infectious Diseases Collaborative
Antiviral Study Group.Ann Intern Med. Sep 1 1996;125(5):376-83.23.
Gupta J, et al. Ramsay hunt syndrome, type I. ENTear, nose &
throat journal. 2007:p.138-140.24. Anil K. Facial nerve: disorders
of facial nerve. In:Current otolaryngology. New York: Mc Graw
Hill;2007.25. Philip A, Wackym, Jhon SR. Facial paralysis.
In:Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery. Ed.16th.
Hamilton ontario : 2003; 24:492-494.26. Kost RG, Straus
SE.Postherpetic neuralgia--pathogenesis, treatment, and
prevention.N Engl J Med. Jul 4 1996;335(1):32-4227. Janniger CK.
Herpe Zoster Clinical Presentation. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1132465-clinical#aw2aab6b3b3.
Accesed on December 2013.28. Yeo SW, et al. Analysis of prognostic
factors in bells palsy and ramsay hunt syndrome. Auris nasus
larynx.2007.34:159-164. 29. Kuhweide R, Van de Steene V, Vlaminck
S, Casselman JW. Ramsay Hunt syndrome: pathophysiology of
cochleovestibular symptoms. J Laryngol Otol 2002;116:844-848.
Kuhweide R, Van de Steene V, Vlaminck S, Casselman JW. Ramsay Hunt
syndrome: pathophysiology of cochleovestibular symptoms. J Laryngol
Otol 2002;116:844-848.30. Murakami S, Hato N, Horiuchi J, Honda N,
Gyo K, Yanagihara N. Treatment of Ramsay Hunt syndrome with
acyclovir-prednisone: significance of early diagnosis and
treatment. Ann Neurol 1997;41:353-357.31. Sweeney CJ, Gilden DH.
Ramsay Hunt syndrome. J Neurol Neurosurg Psychiatry
2001;71:149-154.
18