SINDROM PIRIFORMIS
A. DEFINISISindrom piriformis adalah gangguan neuromuskular yang
terjadi karena saraf sciatic (nervus ischiadicus) terkompresi atau
teriritasi oleh otot piriformis sehingga menimbulkan nyeri,
kesemutan, dan mati rasa pada area bokong sampai perjalanan saraf
sciatic.1
B. ANATOMI
Gambar Proyeksi kerangka tubuh dan N. Ischiadiscus di atas
permukaan daerah bokong regio gluteus tampak belakang2
Gambar persarafan nervus ischiadiscus dan otot piriformisa.
MyologiM. Piriformis, Origo : Os sacrum Fasia pelvis, Insertion :
Bertendon pada ujung trokhanter major, Persarafan : N. Ischiadikus,
Fungsi : Abduksi hip, dan eksorotasi. Otot piriformis berasal pada
permukaan anterior sakrum, biasanya di tingkat vertebra S2 melalui
S4, di atau dekat sacroiliac pada kapsul sendi. Otot menempel pada
aspek medial superior dari trokanter major besar melalui tendon
bulat pada banyak orang, otot ini bergabung dengan tendon obturator
internus dan otot Gemelli.2,3b. NeurologiSerabut saraf yang keluar
dari vertebralumbal 4 5 dan sakral 13. N. Ischiadicus meninggalkan
pelvis melalui foramen ischiadikus major turun diantara trochantor
mayor os femur dan tuberositas ischiadikus di sepanjang permukaan
posterior paha ke ruang poplitea dimana serabut saraf ini berakhir
dan bercabang menjadi n. Tibialis dan n. peroneus commuis.2,3Otot
piriformis dipersarafi oleh saraf tulang belakang S1 dan S2-dan
kadang-kadang juga oleh L5. Pada sebanyak 96% dari populasi, saraf
sciatic keluar dari foramen sciatic yang lebih besar dalam
sepanjang permukaan inferior otot piriformis. Sebanyak 22% dari
populasi, saraf sciatic menembus otot piriformis, membagi otot
piriformis, atau keduanya, sebagai predisposisi individu dengan
piriformis sindrom. Saraf sciatic dapat melewati sepenuhnya melalui
otot perut, atau saraf dapat dibagi dengan satu cabang (Biasanya
bagian fibula) menusuk otot dan lainnya cabang (biasanya bagian
tibia) berjalan inferior atau superior sepanjang otot.2,3
Keterangan: (A) saraf sciatica keluar foramen sciatica yang
lebih besar pada permukaan inferior otot piriformis; pemisahan
saraf sciatik saat melewati otot piriformis dengan cabang lewat
tibialis (B) inferior atau (C) superior; (D) seluruh saraf sciatic
melewati otot perut; (E) saraf sciatic keluar foramen sciatic lebih
besar sepanjang permukaan superior dari otot piriformis.3,5C.
EPIDEMIOLOGISekitar 70% - 80% populasi di dunia mengalami nyeri
pinggang pada suatu waktu selama masa kehidupannya, dan diantaranya
terdapat subkelompok pasien yang mengalami nyeri pinggang sekaligus
nyeri sciatic. Salah satu diagnosis yang dapat ditegakkan
berdasarkan evaluasi pada pasien sciatic adalah sindrome
piriformis. Sekitar 15% dari populasi kasus sciatic (ischialgia)
adalah sindrom piriformis. Sedikitnya sekitar 6% - 8% dari 750
penderita nyeri pinggang bawah akibat sindrom piriformis.7 Sindrom
piriformis lebih sering terjadi pada wanita daripada pria,
kemungkinan karena faktor biomekanik yang berhubungan dengan sudut
otot quadriceps femoris lebih lebar pada tulang coxae
perempuan.8
D. PATOGENESISAda dua jenis sindrom piriformis, yakni primer dan
sekunder. Sindrom piriformis primer akibat kompresi saraf secara
langsung akibat trauma atau faktor intrinsik, termasuk anomali
anatomi, seperti split piriformis muscle, split sciatic nerve, atau
anomalous sciatic nerve path. Sindrom piriformis sekunder
disebabkan oleh adanya faktor yang menginisiasi munculnya gejala
klinis dari proses penyakit seperti, macrotrauma, microtrauma, efek
massa yang iskemik, dan adanya iskemik lokal.5,7Sindrom piriformis
primer menunjukkan kelainan dalam pada otot piriformis, seperti
nyeri myofasial, pyomyositis dan ossificans myositis sekunder yang
menimbulkan hal seperti trauma langsung pada sciatic notch dan
bagian gluteal. Trauma ini dapat terjadi muncul akibat duduk
terlalu lama, prolonged and combined hip flexion, adduksi dan
rotasi dalam, serta beberapa aktivitas olahraga berlebihan.
Pengendara sepeda yang naik sepeda dalam jangka waktu lama, pemain
tenis yang terus-menerus memutar pinggulnya ke dalam dengan servis
overhead dan penari balet yang terus menerus memutar ke luar
pinggulnya. Nyeri dapat terjadi karena adanya inflamasi dan edema
pada otot dan fascia sekitarnya, yang akhirnya menyebabkan
compressive neuropati.9Sindrom piriformis sekunder mengarah pada
kasus-kasus lain dimana gejala nyeri bokong dan linu panggul
tergantung pada lokasi patologi yang berkaitan dengan struktur
saraf sciatic dan otot piriformis sebagai penyebab kompresi saraf
sciatic. Penyebab sindrom piriformis sekunder mencakup lesi atau
struktur yang disebabkan oleh pelvic outlet syndrome seperti tumor
panggul, endometriosis dan aneurisma atau malformasi
arteri.9Perubahan biomekanik gaya berjalan sebagai penyebab
hipertrofi musculus piriformis dan inflamasi kronik, yang
memunculkan sindrom piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase
berdiri otot piriformis teregang sejalan dengan beban panggul yang
dipertahankan dalam posisi rotasi internal. Saat panggul memasuki
fase ayun (swing phase), musculus piriformis berkontraksi dan
membantu rotasi eksternal. Musculus piriformis tetap dalam kondisi
teregang selama melangkah dan cenderung lebih hipertrofi dibanding
otot lain disekitarnya. Setiap abnormalitas proses melangkah
melibatkan panggul dengan posisi internal atau adduksi yang
meningkat dapat semakin meregangkan musculus piriformis. Trauma
tumpul dapat menyebabkan hematom dan fibrosis di antara nervus
ischiadiscus dan otot-otot rotator eksternal.
E. DIAGNOSISTidak ada tanda atau gejala patologi, ataupun tes
laboratorium dan tes imaging yang dapat dengan tegas mendiagnosa
sindrom piriformis. Robinson menandai 6 gejala dan tanda yang
digunakan sampai sekarang:91. Riwayat trauma pada gluteus dan
sacroiliaca2. Nyeri tekan pada regio sacroiliaca joint, foramen
ischiadiscus major (greater sciatic notch) dan otot piriformis yang
sering menjalar ke pinggul3. Eksaserbasi akut nyeri pada saat
membungkuk atau mengangkat dan mereda selama ekstremitas yang
terkena ditarik4. Teraba sausage-shape mass pada otot piriformis
selama eksaserbasi akut5. Tanda lasegue positif6. Berdasarkan
durasi gejala, atropi gluteal.
ANAMNESISa. Gejala:3,9 Nyeri meningkat dengan duduk, berdiri,
atau berbaring lebih lama dari 15 sampai 20 menit. Nyeri dan/atau
paresthesia menyebar dari sakrum melalui daerah gluteal dan turun
ke aspek posterior paha, biasanya berhenti di atas lutut. Nyeri
membaik dengan ambulasi dan memburuk apabila tanpa gerakan Nyeri
ketika bangkit dari posisi duduk atau jongkok Perubahan posisi
tidak menghilangkan rasa sakit sepenuhnya Nyari sacroiliaca
kontralateral Kesulitan berjalan (misalnya, gaya berjalan antalgic,
kaki turun) Mati rasa pada kaki Kelemahan ekstremitas bawah
ipsilateral Sakit kepala Nyeri leher Nyeri abdomen, pelvis, dan
inguinal Dispareunia pada wanita Nyeri saat buang air besarb.
Tanda-tanda klinis3,9 Nyeri tekan atau tidak nyaman di daerah sendi
sacroiliaca, greater sciatic notch dan otot piriformis Nyeri tekan
atau tidak nyaman di atas piriformis otot Teraba massa di bokong
ipsilateral Tarikan pada anggota badan yang terkena sehingga
memodulasi nyeri Kelemahan asimetris pada anggota badan yang
terkena Tanda piriformis positif Tanda Lasgue positif Tanda
Freiberg positif Tanda Pace (fleksi, adduksi, dan hasil tes rotasi
internal) positif Hasil uji Beatty positif Rotasi media terbatas
pada ekstremitas bawah ipsilateral Kaki ipsilateral menjadi pendek
Atrofi gluteal (pada kasus kronis) Rotasi sacral persistent ke sisi
kontralateral dengan rotasi lumbal.
PEMERIKSAAN FISIKBeberapa uji klinis dapat digunakan untuk
membantu dalam diagnosis sindrom piriformis. Tes ini berguna untuk
memperjelas klinis, meskipun tidak ada tes tunggal khusus untuk
sindrom piriformis.3,91. Tanda lasegueTanda Lasgue terlokalisasi
sakit ketika tekanan pada otot piriformis dan tendon, terutama
ketika pinggul yang tertekuk pada sudut 90 derajat dan lutut
diluruskan 180.2. Tes FAIRMelakukan fleksi, abduksi dan internal
rotasi pada pinggul, hasil positif jika dirasakan nyeri.
3. Tanda FreibergMelakukan rotasi pasif ke dalam oleh pinggul
dan dirasakan nyeri pada bokong.
4. Manuver PaceNyeri bokong dengan adanya tahanan abduksi dari
kaki yang dimanuver ketika posisi duduk.5. Manuver beattyPasien
diposisikan lateral dekubitus pada sisi yang tidak saki, nyeri pada
bokong dirasakan pada ekstrimitas yang sakit ketika pasien
melakukan abduksi secara aktif pada pinggul yang mengalami nyeri
dan menahan lutut beberapa inci dari meja pemeriksaan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKDiagnosis klinis sindrom piriformis adalah
dengan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography
(CT-scan) sebagai alternatif utama untuk melihat adanya gangguan
penyakit lain yang masih saling berhubungan. Hanya sedikit kasus
yang dilaporkan mengenai hipertropi dari otot piriformis pada
CT-scan ataupun MRI. Pada CT scan dapat menunjukkan adanya massa
besar sisi anterior pada otot piriformis dan CT scan dapat
digunakan sebagai identifikasi stenosis spinal atau perubahan
artritis. Pada MRI dapat ditemukan penyebab lain low back pain
seperti heniasi diskus, tumor spinal atau abses, selain itu pada
otot piriformis dapat muncul pembesaran berupa pelebaran pada T1
atau T2. Elektromyografi dapat menunjukkan perubahan neurologi atau
otot. Pada sindrom piriformis, EMG terlihat normal pada gluteus
minimus, gluteus medius dan fascia latae tensor, sedangkan keadaan
abnormal ditemukan pada gluteus maximus dan otot piriformis.10
F. DIAGNOSIS BANDINGSindrom piriformis dapat serupa dengan
kondisi lain atau mungkin sebuah kondisi komorbid yang
dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Riwayat neurologis yang
lengkap dan penilaian fisik pada pasien sangat penting untuk
diagnosis yang akurat, mencakup trauma pada bokong dan adanya
perubahan usus dan kandung kemih. penilaian fisik harus
meliputi:3,111. Pemeriksaan struktural dengan fokus pada daerah
lumbal, pelvis dan sacrum serta kaki.2. Tes diagnostik sebelumnya3.
Penilaian kekuatan refleks dan sensorik deep-tendon.Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan radiologis dapat digunakan untuk
menyingkirkan radikulopati lumbosakral, disc degeneratif, fraktur
kompresi dan stenosis spinal. Pada radikulopati biasanya disertai
dengan kelemahan kedua otot bahkan atrofi bagian proksimal dan
distal. Sebaliknya, pasien dengan sindrom piriformis menunjukkan
kelemahan bahkan atrofi hanya dibagian distal. Sacroilitis,
disfungsi sacroiliaca joint dan disfungsi somatik dari sacrum
dianggap sebagai kemungkinan penyebab atau efek dari sindrom
piriformis dan dapat ditentukan dengan pemeriksaan menyeluruh
osteopatic dan pengujian radiografi. CT, MRI dan USG dapat
digunakan untuk menyingkirkan penyebab dari gastrointestinal atau
panggul, seperti kanker colon, endometriosis dan interstitial
cystitis. Otot obturator internus sebagai rotator eksternal pada
pinggul, diduga memberikan kontribusi pada neuritis sciatica.
Selain itu, otot obturator internus yang menimpa saraf sciatic,
karena sejajar dengan otot piriformis.Sindrom piriformis dapat
"menyamar" sebagai disfungsi somatik lainnya yang umum, seperti
intervertebral discitis, lumbar radiculopathy, primary sacral
dysfunction, sacroiliitis, sciatica, dan trochanteric bursitis.
G. TATALAKSANATerapi konservatif adalah tatalaksana awal paling
efektif, lebih dari 79% pasien dengan sindrom piriformis memiliki
pengurangan gejala dengan penggunaan non steroid anti-inflamasi
disease (NSAID), muscle relaxan, terapi es dan istirahat.3,91.
Farmakologia. NSAID dan acetaminofen sebagai pilihan pertama dalam
menangani low back pain karena dapat mempengaruhi penurunan
mediator inflamasi lokal, nyeri dan spasme. Penggunaan 1 minggu
dilaporkan dapat mengurangi gejala nyeri. b. Selain itu penggunaan
muscle relaxan untuk pasien sindrom piriformis. Pasien menggunakan
relaksan hampir lima kali mengalami perbaikan gejala dalam 14 hari.
Efek samping dalam penggunaan muscle relaxant adalah mulut kering,
mengantuk dan pusing. c. Beberapa penelitian telah meneliti peran
analgesik narkotik dalam mengatasi nyeri akut maupun kronis
meskipun lebih digunakan pada kondisi nyeri kronis. Pengunaannya
hanya dalam jangka waktu pendek, karena dapat memicu
ketergantungan. Efek samping dapat berupa konstipasi,
gastrointestinal upset dan sedasi. d. Injeksi lokal steroid dapat
digunakan sebagai antiiflamasi, meskipun penggunaannya berhati-hati
pada pasien tertentu. Infeksi merupakan komplikasi paling umum
pengobatan invasif ini. Injeksi dapat dilakukan disekitar pinggul.
Dekat 1 cm dari caudal dan 2 cm lateral batas bawah dari sendi
sacroiliaca. Injeksi epidural caudal dari steroid yang akan
menggenangi akar saraf sakrum bagian bawah. Injeksi dari toksin
botulinum tipe B (12.500 U) juga telah dilaporkan
penggunaannya.
e. Perawatan lain dapat berupa prolotherapy (yaitu
sclerotherapy, terapi rekonstruksi ligamen). Jenis terapi ini
berupa injeksi untuk pada origin atau insersio ligamen atau tendo
untuk memperkuat kelemahan atau kerusakan dari jaringan ikat yang
telah terjadi. Komplikasi paling sering berupa infeksi.2. Terapi
fisik3,9Pasien dengan sindrom piriformis dapat diobati dengan
terapi fisik yang melibatkan berbagai latihan gerak dan teknik
stretching. Dapat dilakukan setiap hari dengan waktu hanya beberapa
menit saja. Tujuan terapi fisik adalah mengurangi gejala melalui
meingkatkan gerakan dan kekuattan kelompok otot. Peningkatan
kekuatan otot adduktor pada pinggul telah terbukti bermanfaat bagi
pasien sindrom piriformis. Selain itu, penggunaan cold therapy,
heat therapy, injeksi BTX-A dan USG. 3. BedahTujuan operasi adalah
mengurangi ketegangan dan memastikan tidak ada serat otot yang
mengkompresi saraf sciatic. Pencegahan trauma berulang terbukti
efektif dalam mengurangi resiko terjadinya kekambuhan sindrom
piriformis.
H. PROGNOSISSebagian besar pasien dengan sindrom piriformis
memiliki progress baik setelah dilakukan injeksi lokal
trigger-point. Kekambuhan jarang terjadi setelah 6 minggu terapi.
Setelah bedah, pasien dengan piriformis sindrom dapat kembali lagi
beraktivitas rata-rata dalam 2-3 bulan.12
DAFTAR PUSTAKA
1. DiGiovanna EL, Schiowitz S, Dowling DJ, eds. An osteopathic
approach to diagnosis and treatment. 3rd ed. Philadelphia, Pa:
Lippincott Williams & Wilkins. 2005.2. R.Putz, P. Pabst. Atlas
anatomi manusia sobotta. Edisi 21. Jakarta: EGC. 2000.3. Lori AB,
Rance LM, Michele KC, Pamela PT. Diagnosis and management of
piriformis syndrome: an osteopathic approach. JAOA: Review Article.
2008; 108(11);657-664.4. Williams PL, Warwick R. Grays anatomy.
40th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co; 2008.5. Papadopoulos EC,
Khan SN. Piriformis syndrome and low back pain: a new
classification and review of the literature. Orthop Clin North Am.
2004;35:65-71.6. Fishman LM, Schaefer MP. The piriformis syndrome
is underdiagnosed. Muscle Nerve. 2003;28:646-649.7. Foster MR.
Piriformis syndrome. Orthopedics. 2002;25:821-825.8. Pace JB, Nagle
D. Piriformis syndrome. West J Med. 1976;124:435-439.9. Deer TR,
Leong MS, Buvanendran A. Comprehensive treatment of chronic pain by
medical interventioanl and integrative approaches. USA: The
american academy of pain medicine textbook. 2013.10.
Emidicine.medscape.com/article/87545-overview diakses pada 5 Juni
2015.11. Benzon HT, Katz JA, Benzon HA, Iqbal MS. Piriformis
syndrome: anatomic considerations, a new injection technique, and a
review of the literature. Anesthesiology. 2003;98:1442-1448.12.
Meknas K, Christensen A, Johansen O. The internal obturator muscle
may cause sciatic pain. Pain. 2003;104:375-380.
12