Top Banner

of 42

sindrom-kompartemen

Jan 06, 2016

Download

Documents

ortho
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

sindroma Kompartemen

sindroma Kompartemen

BAB IPENDAHULUAN

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofacial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut.

Di Amerika, ekstremitas bahwa distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk sindroma kompartemen dan dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2 12%. Dari penelitian McQueen ( 2000 ) sindroma kompartemen lebih sering di diagnosa pada pria dari pada wanita, tapi hal ini memiliki bias oleh karena pria lebih sering mengalami luka trauma di bandingkan wanita. McQueen memeriksa 164 pasien yang di diagnosis sindroma kompartemen, 69% pasien yang berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Ellis pada tahun 1958 melaporkan bahwa 2% iskemi, kontraktur sering terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk melaporkan bahwa sindroma kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita sindroma kompartemen kronis. Sindroma kompartemen akut sering terjadi akibat trauma terutama di daerah tungkai bawah dan tungkai atas.

Apabila sindroma kompartemen telah terjadi lebih dari 8 jam, maka dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam kompartemen. Iskemik berat yang berlangsung selama 6 8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus yang kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkman. Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis dan acute respiratory distress syndrome ( ARDS ) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multi sistem ( 1 ). timbulTujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat program pendidikan Profesi Kedokteran pada bagian Ilmu Penyakit Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Melalui penulisan referat yang berjudul Sindroma Kompartemen diharapkan dapat menambah informasi dan ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca serta dapat digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa kedokteran untuk mengetahui lebih dalam tentang sindroma kompartemen.BAB IISINDROMA KOMPARTEMENII.1. Definisi :Sindroma kompartemen adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang bertekanan tinggi pada ruangan fascia yang tertutup ( kompartemen ) sehingga mengurang perfusi kapiler dibawah batas kebutuhan untuk viabilitas jaringan ( 2 ).

II.2. Anatomi :

Mengetahui anatomi kompartemen merupakan hal yang penting untuk memahami patofisiologi, diagnosis dan terapi sindroma kompartemen. Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran dan fascia yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok ( 1, 3 ).

Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak, antara lain :

Lengan atas terbagi menjadi dua kompartemen, yaitu :

Anterior : terdiri dari otot biceps brachii, brachialis, choracobrachialis dibatasi tulang humerus, septum intermusculer lateral dan medial serta dipersarafi oleh nervus musculocutaneus. Diperdarahi oleh arteri brachialis dan vena chepalica. Posterior : terdiri dari otot triceps brachii, anconeus dibatasi oleh tulang humerus, septum intermusculer lateral dan medial serta dipersarafi oleh nervus radialis. Diperdarahi oleh arteri brachialis dan vena chepalica. Lengan bawah terbagi menjadi tiga kompartemen, yaitu :

Fleksor superficial : terdiri dari otot pronator teres, fleksor digitorum superficial, fleksor carpi radialis, palmaris longus, fleksor carpi ulnaris, ekstensor carpi radialis, brachioradialis. Dibatasi oleh tulang radius, septa profunda serta dipersarafi oleh nervus radialis. Diperdarahi oleh arteri radialis dan vena chepalica.Fleksor profundus : terdiri dari otot pronator quadrates, fleksor digitorum profundus, fleksor policis longus. Dibatasi oleh tulang radius, ulna dan membrana interossea. Dipersarafi nervus medianus dan nervus ulnaris. Diperdarahi oleh arteri ulnaris.Ekstensor : terdiri dari otot extensor digitorum, extensor digiti minimi, extensor carpi ulnaris, supinator, abductor pollicis longus, extensor pollicis brevis, extensor pollicis longus, extensor indicis. Dibatasi oleh tulang radius, ulna dan membrana interossea. Dipersarafi oleh nervus radialis, interosseous dorsal. Diperdarahi oleh interosseous dorsal. Tungkai atas terbagi menjadi tiga kompartemen, yaitu :

Anterior : terdiri dari otot rectus femoris, vastus intermedius, vastus medialis. Dibatasi oleh tulang femur, septum intermusculare lateral, medial dan fascia lata. Dipersarafi oleh nervus femoralis.

Medial : terdiri dari otot gracilis, sartorius, adductor manus, adductor longus. Dibatasi oleh tulang femur, fascia lata. Dipersarafi oleh nervus ischiadicus. Diperdarahi oleh arteri perforans.Posterior : terdiri dari otot biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus. Dibatasi oleh tulang femur, septum intermusculare lateral, medial dan fascia lata. Dipersarafi oleh nervus tibialis.

Tungkai bawah terbagi menjadi empat kompartemen, yaitu :

Anterior : terdiri dari otot tibialis anterior, extensor digitorum longus, extensor hallucis longus dan peroneus tertius. Dibatasi oleh tulang tibia, fibula, membran interosseus dan septum intermuscular anterior. Dipersafari oleh nervus peroneus profunda.Leteral : terdiri dari otot peroneus longus dan brevis. Dipersarafi oleh nervus peroneal superficial. Dibatasi oleh tulang fibula, septum intermuscular anterior, septum intermuscular posterior dan fascia profunda.Posterior superficial : dikelilingi oleh fascia profunda tungkai, terdiri dari otot gastrocnemius, soleus dan plantaris.

Posterior profunda : berada diantara tulang tibia, fibula, fascia profunda transversa dan membran interosseous. Terdiri dari otot fleksor digitorum longus, fleksor hallucis longus, popliteus dan tibialis posterior. Diperdarahi oleh arteri dan vena tibialis posterior dan dipersarafi oleh nervus tibialis ( 3 ).II.3. Klasifikasi :Sindroma kompartemen dibagi menjadi dua tipe, yaitu :

1. Sindroma Kompartemen Akut.Sindroma kompartemen akut merupakan suatu tanda kegawatan medis. Ditandai dengan pembengkakan dan nyeri yang terjadi dengan cepat. Tekanan dalam kompartemen yang meningkat dengan cepat dapat menyebabkan tekanan pada saraf, arteri dan vena sehingga tanpa penanganan yang tepat akan terjadi paralisis, iskemik jaringan bahkan kematian. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar ( 1, 4 ).2. Sindroma Kompartemen Kronik.

Sindroma kompartemen kronik bukan merupakan suatu kegawatan medis dan seringkali dikaitkan dengan nyeri ketika aktivitas olahraga. Ditandai dengan meningkatnya tekanan kompartemen ketika melakukan aktivitas olahraga saja. Gejala ini dapat hilang dengan hanya menghentikan aktivitas olahraga tersebut . Penyebab umum sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas berulang ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, sepak bola dan militer ( 1, 4 ).

II.4. Etiologi :

Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian menyebabkan sindroma kompartemen, akan tetapi ada tiga mekanisme yang seringkali mendasari terjadinya sindroma kompartemen yaitu adanya peningkatan akumulasi cairan dalam ruang kompartemen, menyempitnya ruang kompartemen dan tekanan dari luar yang menghambat pengembangan volume kompartemen ( 2 ).

1. Peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.

Merupakan mekanisme yang paling sering menyebabkan sindroma kompartemen. Hal ini dapat disebabkan oleh hal hal dibawah ini :

Fraktur, terutama fraktur tibia merupakan penyebab yang paling sering menyababkan peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.

Cedera pada pembuluh darah besar, dapat menyebabkan sindroma kompartemen melalui tiga mekanisme yaitu :

I. Perdarahan yang masuk ke dalam ruang kompartmen.II. Sumbatan partial pada pembuluh darah sedang tanpa disertai adanya sirkulasi kolateral yang adekuat.

III. Pembengkakan post iskemia dan sindroma kompartemen terjadi bila perbaikan arteri dan sirkulasi tertunda terlebih dari enam jam.

Olahraga berat, dapat menyebabkan sindroma kompartemen akut dan kronik. Seringkali dihubungkan nyeri pada kompartemen anterior pada tungkai. Bila gejala ini timbul maka olahraga tersebut harus segera dihentikan.

Luka bakar, selain dapat menyebabkan penyempitan ruang kompartemen. Luka bakar juga dapat meningkatkan akumulasi cairn dalam ruang kompartemen dengan timbulnya edema yang massif. Maka dekompresi melalaui escharotomy harus segera dilakukan untuk menghindari tamponade kompartemen.

Penyebab lain akumulasi cairan adalah perdarahan akibat pemeberian antikoagulan, infiltrasi cairan dalam ruang kompartemen, gigitan ular dan lain lain ( 2 ).

2. Menyempitnya ruang kompartemen.

Jahitan tertutup pada fascia, seringkali terjadi pada atlit marathon yang memiliki otot hernia serta kerusakan fascia. Hernia biasanya bilateral dan berkembang pada sepertiga tungkai bawah pada kompartemen anterior dan lateral. Selama ini seringkali dilakukan jahitan ketat pada hernia otot yang mengalami kerusakan fascia. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan volume kompartemen dan meningkatkan tekanan intra kompartemen sehingga menimbulkan sindroma kompartemen akut. Oleh karena itu terapi utama pada pelari dengan nyeri pada tungkai dan hernia otot adalah fascial release bukan fascial closure. Luka bakar derajat tiga, luka bakar ini mengurangai ukuran kompartemen dan menimbulkan jaringan parut pada kulit, jaringan subkutan dan fascia menjadi satu. Hal ini membutuhkan dekompresi escharotomy segera ( 2 ).3. Tekanan dari luar. Intoksikasi obat, ketidaksadaran akibat penggunaan obat yang overdosis dapat memicu tidak hanya multiple sindroma kompartemen akan tetapi sindroma crush bila orang tersebut berbaring dengan tungkai terjepit. Tertekannya lengan serta tungkai menghasilkan peningkatan tekanan intra kompartemen lebih dari 50 mmHg. Penggunaan gips yang terlalu ketat, hal ini dapat menimbulkan tekanan eksternal dikarenakan membatasi perkembangan dari kompartemen ( 2 ).

BAB III

PATOFISIOLOGI

III.1. Patofiologi

Ekstremitas atas dan bawah memiliki beberapa kompartemen yang didalamnya terdapat otot, pembuluh darah dan saraf. Mesing masing kompartemen dibungkus oleh jaringan lunak dan tipis yang disebut dengan fascia. Fascia inilah yang melindungi dan menjaga kompartemen tetap pada tempatnya. Fascia ini tidak elastis sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk meregang ( 5 ).

Sindroma kompartemen diawali dengan beberapa kondisi berupa fraktur, cedera pembuluh darah, olahraga berlebih, penekanan tungkai dalam waktu yang lama atau benturan. Keadaan traumatik diatas menyebabkan perdarahan dan edema pada sebuah kompartemen otot yang tertutupi oleh fascia yang tidak mampu meregang. Tekanan yang meningkat pada kompartemen menghasilkan kompartemen tamponade ( 2 ).

Jika tekanan tersebut meningkat terus menerus dalam beberapa jam maka akan terjadi kerusakan fungsi dari jaringan otot dan saraf. Hal ini mengakibatkan terjadinya keadaan iskemia yang juga menghasikan edema sehingga terjadinya sebuah lingkaran setan. Selain itu keadaan infark jaringan otot dan cedera saraf mengakibatkan terjadinya kontraktur Volkmann ( 2 ).

Maka dari itu diagnosis yang tepat dan dekompresi melalui fasciotomi yang menyebabkan peregangan otot dapat berkembangan merupakan hal yang penting guna mengembalikan sirkulasi dan mencegah keadaan menjadi lebih parah hingga akhirnya reversible ( 2 ).

SKEMA PATOFISIOLOGI SINDROMA KOMPARTEMEN

FRAKTUR, CEDERA PEMBULUH DARAH, OLAHRAGA BERLEBIH, TEKANAN EKSTERNAL MEMANJANG, LUKA BAKAR, PENYEBAB LAINNYA

Edema / Perdarahan

Peningkatan Tekanan Kompartemen

Tamponade Kompartemen

Iskemia Otot Cedera Saraf

Kontraktur Volkmann

Infark Otot

III.2. Gejala Klinis

Sindroma kompartemen memiliki gejala klinis yang khas yang dikenal dengan 6Ps yaitu :

1. Pain.

2. Pallor.

3. Parasthesia.

4. Paresis.

5. Pulse present .6. Pink color

Meskipun gejala diatas merupakan gejala klinis dari sindroma kompartemen akan tetapi gejala diatas tidak selalu timbul pada setiap kejadian. Nyeri dan parasthesia merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada sindroma kompartemen ( 6 ).

III.3. Diagnosis

Diagnosis klinik pada sindroma kompartemen didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.ANAMNESIS

Nyeri

Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada sindroma kompartemen. Nyeri yang bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot yang bersngkutan merupakan salah satu tanda khas dari 6Ps . Akan tetapi nyeri ini merupakan gejala yang sangat subjektif karena kemampuan seseorang menahan rasa sakit berbeda beda. Selain itu pengurangan fungsi sensoris seringkali mengaburkan rasa nyeri yang terjadi ( 2 ).

Perestesi

Parestesi merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita sindroma kompartemen yang dalam keadaan sadar dan kooperatif. Hal ini merupakan manifestasi klinis akibat defisit sensorik. Pada awalnya defisit sensorik mengakibatkan paresthesia akan tetapi lama kelamaan jika penanganannya tertunda, keadaan ini dapat memicu terjadinya hipesthesia dan anesthesia ( 2 ).

Riwayat trauma

Semua trauma ekstremitas potensial untuk menimbulkan terjadinya sindroma kompartemen. Sejumlah cedera yang mempunyai resiko tinggi yaitu fraktur tibia dan antebrakhi, balutan kasa atau immobilisasi dengan gips yang ketat, crush injury pada massa otot yang luas, tekanan setempat yang cukup lama, peningkatan permeabilitas kapiler dalam kompartemen akibat perfusi otot yang mengalami iskemia, luka bakar atau latihan berat. Kewaspadaan yang tinggi sangat penting pada penderita dengan penurunan kesadaran atau keadaan lain yang tidak dapat merasakan nyeri ( 7 ).

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

Pada inspeksi dapat ditemukan di daerah yang sakit terlihat bengkak, kulit tampak berwarna pink dan pasien tampak kesakitan.

Palpasi

Pada palpasi didapatkan beberapa tanda khas dari sindroma kompartemen, yakitu : pain, pulse present dimana perabaan pulsasi pada daerah distal biasanya masih bisa teraba, parestesi pada daerah distribusi saraf perifer dan menurunnya sensasi pada kulit daerah yang terkena, serta tegang dan bengkak pada daerah yang terkena ( 2 ).PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen

Untuk mengetahui apakah terdapat fraktur pada tulang atau tidak yang berguna untuk mengetahui asal dari rasa nyeri tersebut ( 1 ).

Arteriografi

Untuk mengetahui ada atau tidak cedera pada arterinya ( 1 ).

Pengukuran Tekanan Kompartemen

Pengukuran tekanan secara langsung merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosa sindroma kompartemen. Pengukuran tekanan kompartemen ini dapat dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan setelah latihan dan tidak semua kompartemen biasanya diuji, tetapi tergantung pada berapa banyak tempat yang dirasakan sakit oleh pasien.

Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi ketika tekanan meningkat antara 10 30 mmHg dari tekanan diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang dari 30 mmHg ( tekanan pengisian kapiler diastolik ), maka tidak perlu khawatir tentang terjadinya sindroma kompartemen. Tes dianggap positif jika memiliki tekanan 15 mmHg sebelum latihan atau 30 mmHg setelah latihan selama satu menit atau 20 mmHg setelah latihan selama 5 menit ( 2 ).Prosedur pengukuran tekanan kompartemen antara lain :a) Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi

Teknik injeksi adalah kriteria diagnostik standard yang seharusnya menjadi prioritas utama jika dalam penyusunan diagnosis terdapat penuh tanda tanya. Tonometer tekanan stryker banyak digunakan untuk mengukur tekanan jaringan yang tidak membutuhkan alat khusus. Alat yang dibutuhkan spuit 20 cc, three way tap, tabung intravena, normal saline steril, manometer air raksa untul mengukur tekanan darah ( 1 ).Cara menggunakan teknik ini adalah :

1. Atur spuit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai saline sampai mengisi setengah tabung, kemudian tutup three way tap tahan normal saline dalam tabung.

2. Anestesi lokal pada kulit tapi tidak sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka three way tap.

3. Dorong plunger dan tekanan akan meningkat secara lambat, kemudian baca manometer air raksa. Saat tekanan kompartemen tinggi, tekanan air raksa akan naik ( 1 ).

b) Teknik Wick Kateter

Digunakan pertama kali oleh Mubarak untuk mendiagnosis sindroma kompartemen. Teknik ini tidak membutuhkan injeksi atau infus yang kontinu dari solution saline untuk mengukur tekanan equilibrium. Kateter wick di desain untuk mencegah kateter terhalang dari jaringan lunak dan memaksimalkan permukaan diantara saline dalam kateter dan cairan pada jaringan lunak. Sistem kateter wick terhubung dengan transduser dan alat perekam untuk mengukur tekanan jaringan ( 2 ).Cara menggunakan teknik ini adalah :

1. Masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot.

2. Tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik.3. Balut wick kateter ke kulit dan dorong sarung plastik kembali, isi sistem dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan kompartemen dengan transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan mencapai 30 mmHg maka indikasi dilakukan fasciotomi ( 1 ). c) Teknik Slit Kateter

Metode ini mengkombinasi akurasi, reprodusibilitas, area permukaan yang luas, pengukuran tekanan ekuilibrum yang cepat dan sistem monitoring tekanan ketika otot berkontraksi dan latihan. Sistem slit kateter memiliki respon yang cepat guna studi olahraga dan mudah dibuat dibandingkan wick kateter ( 2 ). III.4. Indikasi Pengukuran Tekanan Intrakompartemen

Pengukuran tekanan intrakompartemen dianjurkan bila semua gejala serta tanda tidak ada atau membingungkan dan pada tiga kelompok pasien.

Pasien yang tidak kooperatif. Pada pasien ini interpretasi klinik sulit dilakukan. Pada orang dewasa yang mabuk serta intoksikasi obat atau fraktur pada anak anak yang ketakutan sehingga evaluasi neurologik sulit dilakukan.

Pasien yang tidak respons. Pada pasien yang tidak sadar dikarenakan cedera kepala atau overdosis obat evaluasi klinis tidak mungkin dilakukan.

Pasien dengan cedera neurovascular ( 2 ).BAB IV

PENANGANAN KOMPARTEMEN SINDROMA

IV.1. Terapi

Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal yang biasanya dilakukan dengan tindakan bedah dekompresi ( 1 ).

Terapi dari sindrom kompartemen yang sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen akan mulai terjadi setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen maka pengukuran tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya ( 1 ).

Penanganan Sindrom Kompartemen, meliputi :

Terapi Medikal / Non Operatif

Terapi ini dipilih apabila masih curiga terhadap adanya sindrom kompartemen yaitu dengan cara :

Menempatkan kaki setinggi jantung dengan tujuan untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.

Pada khasus penurunan ukuran kompartemen gips harus di buka dan pembalut konstriksi dilepas.

Pada khasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindrom kompartemen.

Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

Menggunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasi ( 1 ).

Terapi Pembedahan / Operatif

Indikasi untuk dilakukan terapi operatif untuk sindrom kompartemen yaitu apabila tekanan intrakompartemen > 30 mmHg dan memerlukan tindakan yang cepat dan segera untuk dilakukan fasciotomi. Tujuan dari melakukan fasciotomi ini adalah untuk menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot ( 1 ).

Apabila tekanannya < 30 mmHg dapat dilakukan observasi terlebih dahulu dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam jam berikutnya, kalau keadaan tungkai itu membaik evaluasi klinik yang berulang ulang dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada perbaikan atau kalau tekanan kompartemen meningkat maka harus segera dilakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam ( 1 ).

Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal atau insisi ganda. Tidak ada keuntunganyang utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah fasciotomi dapat berarti membuka keempat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot dapat dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit ( tanpa regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit ( 1 ).

Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :

Adanya tanda tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.

Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( pasien koma, pasien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh narkoba ), dengan tekanan jaringan > 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.

Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi ( 1 ).

Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya ( 1 ).

Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang berpotensi mambatasi ruang termasuk kulit dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemen otot harus seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis ( 1 ).

IV.2. Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut :

Teknik Tarlow

Incisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke epikondilus lateral. Dieksisi subkutaneus digunakan untuk mengekspos daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1 5 cm dibuat pada septum intermuskular lateral perpanjangan ke proksimal dan distal. Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan kompartemen medial diukur. Jika meningkat dibuat insisi setengah medial untuk membebaskan kompartemen adductor ( 1 ).Facsiotomi kompartemen tungkai bawah : Fibulektomi :

Prosedur radikal dan jarang dilakukan dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan lunak pada ekstremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif ( 1 ).

Fasciotomi insisi tunggal ( darvey, Rorabeck dan Fowler ) :

Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula sampai 3 4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomi longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang, kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan insisi secara longitudinal ( 1 ).

Insisi sepanjang 20 25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi transversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula ( 1 ).

Insisi kedua dibuat secara longitudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Dibuat insisi transversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini segera dibuka ( 1 ). Fasciotomi pada lengan bawah : Pendekatan Volar ( Henry )

Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi, tidak ada penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan dan diperpanjangan ke arah distal sepanjang brachioradialis dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial di insisi mulai titik 1 atau 2 cm diatas siku ke arah bawah sampai pergelangan tangan ( 1 ).

Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian ditarik ke arah radial. Kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus, fleksor pollicis longus, pronatus quadratus dan pronator teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan ( 1 ). Pendekatan Volar Ulnar

Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bicep melewati lipatan siku terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipatan thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris di insisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris yang harus dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian di insisi ( 1 ).

Pendekatan Dorsal

Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal ( ekstensor ). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan tangan, batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis di identifikasi kemudian dilakukan fasciotomi ( 1 ). IV.3. Fasciotomi untuk sindroma kompartemen kronik :

Fasciotomi insisi tunggal : Teknik Fronek

Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia atau melalui defek fascia jika terdapat hernia muskuler pada daerah keluarnya nervus peroneal. Nervus peroneal segera dicari dan dilewatkan fasciotom ke kompartemen anterior pada garis otot tibialis anterior. Pada kompartemen lateral, fasciotom diarahkan ke posterior nervus peroneal superficial pada garis fibular. Tutup kulit dengan cara biasa dan pasang pembalut steril ( 1 ). Fasciotomi insisi ganda : Teknik Rorebeck

Dibuat 2 insisi pada tungkai bawah 1 cm dibelakang garis posteromedial tibia. Kemudian dicari vena saphenus pada insisi proksimal dan tarik ke anterior bersama dengan saraf, masuk dan dibuka kompartemen superficial kemudian fascia profunda di insisi. Kompartemen profunda diekspos termasuk otot digitorum longus dan tibialis posterior dengan merobek sambungan soleus. Kumparan neurovaskuler dan tendo tibialis posterior kemudian di insisi ke proksimal dan distal fascia pada tendon tersebut. Tibialis posterior adalah kunci dekompresi kompartemen posterior dan biasanya berkontraksi ke proksimal antara fleksor hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk memeriksa kontraksinya. Tutup luka diatas drain untuk meminimalkan pembentukan hematom ( 1 ).Perawatan pasca operasi :

Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari kalau terdapat nekrosis otot dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat luka dapat dijahit ( tanpa tegangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder ( 1 ).IV.4. Komplikasi sindroma kompartemen :

Kontraktur Volkmann

Merupakan deformitas pada tangan, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah. Kira kira 1 - 10% dari semua khasus sindrom kompartemen berkembang menjadi kontraktur volkmann. Disebabkan oleh iskemia yang biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan ( sindrom kompartemen ). Iskemia berat yang berlangsung selama 6 8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus yang kemudian menyebabkan infark otot dan kematian serat otot, kemudian otot digantikan oleh jaringan ikat ( 1 ). Sindroma Crush

Merupakan suatu keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot yang jika tidak ditangani akan terjadi kegagalan ginjal dan jantung ( 2 ). Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya infark otot pada massa di sejumlah kompartemen akibat gangguan perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobulin ( 7 ).

IV.5. Diagnosis banding :

Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer dengan beberapa ciri yang sama ditemukan pada masing masingnya ( 9 ).

Claudikasio Intermitten

Merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2 5 menit setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal yang tidak disertai peningkatan tekanan intrakompartemen ( 1 ).

Trombosis Vena Dalam

Merupakan kelainan pembuluh darah vena akibat tersumbatnya vena yang letaknya dalam sehingga terjadi bendungan. Nyeri lokal secara tiba tiba disertai edema, eritem dan homans sign merupakan gejala khas penyakit ini ( 8 ).

Fraktur Stress

Merupakan kelainan tulang yang diakibatkan adanya stress yang kecil dan berulang ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Ditandai dengan gejala klinis nyeri lokal pada waktu pergerakan serta nyeri tekan setempat bila beraktivitas, kadang terjadi pembengkakan ( 9 ).

Sindroma Jepitan Saraf ( Entrapment Neuropathies )

Merupakan gangguan saraf perifer oleh karena keadaan / posisi yang abnormal atau gangguan vaskularisasi yang menyebabkan iskemia pada saraf ( 9 ).

IV.6. Prognosis :

Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten ( 9 ).BAB V

KESIMPULAN DAN SARANV.1. Kesimpulan :

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadinya akumulasi cairan bertekanan tinggi pada ruang fascia yang tertutup ( kompertemen ), sehingga mengurangi perfusi kapiler dibawah batas kebutuhan untuk viabilitas jaringan. Sindroma kompartemen terbagi menjadi dua tipe yaitu sindroma kompartemen akut dan sindroma kompartemen kronik.

Sindroma kompartemen terjadi melalui tiga mekanisme yaitu adanya peningkatan akumulasi cairan dalam ruang kompartemen, menyempitnya ruang kompartemen dan tekanan dari luar yang menghambat pengembangan volume kompartemen.

Prinsip terapi dari sindroma kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal yang biasanya dilakukan dengan tindakan bedah dekompresi.

Sindroma kompartemen ditegakkan diagnosisnya melalui gejala serta tanda 6Ps serta pengukuran tekanan intrakompartemen secara langsung. Dimana 6Ps yaitu pain, pallor, parasthesia, paresis, pink color, dan pulselesness. Penanganan sindroma kompartemen meliputi terapi medikal atau non operatif dan terapi pembedahan atau operatif melalui fasciotomi.V.2. Saran :

Paramedis hendaknya mampu menegakkan diagnosis sindroma kompartemen secara tepat. Paramedis diharapkan mengetahui bahaya dari komplikasi dari adanya sindroma kompartemen.

Paramedis diharapkan dapat mengambil keputusan untuk segera menindak lanjuti dimana seseorang di diagnosa menderita sindroma kompartemen.

DAFTAR PUSTAKA

1. CIBA2. http://www.uwhealth.org/sportsmedecine/compartmentsyndrome/114743. ATLS4. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam.5. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi.

Fakultas Kedokteran TRISAKTIKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

RSAL Dr.MINTOHARDJO

14