Top Banner
Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran Dini Turipanam Alamanda 1 , Osa Omar Sharif 2 Abstract This paper is motivated by the reality that one of the factors causing congestion Bandung is high number of vehicles because of people activity variations. In this paper, a mechanisms can describe the congestion in Bandung; the mechanisms is activity mechanism. Using computer simulation, virtual experiments are conducted. In these experiments, the number of transportation mode which contributes to the road density in Bandung is analyzed. Based on the experiment results, macro economics issues can influences what kind of transportation mode contributes to the road density in Bandung. Keywords: Activity-Based, Congestion, Transportation Mode, Computer Simulation Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, normalnya orang yang bekerja sebagai pekerja kantoran melakukan aktivitas bekerja dari pagi hingga sore hari ( office hours) setiap hari kerja (senin- jumat). Banyak cara yang dilakukan pekerja kantoran untuk bisa sampai ke tempat kerja, ada yang menggunakan kendaraan pribadi dan ada juga yang menggunakan kendaraan umum seperti ojek, taksi atau angkutan kota. Alasan mengenai bagaimana cara pekerja kantoran sampai ke tempat kerja tentu beragam. Aktivitas dan Interaksi sosial yang dilakukan para pekerja kantoran sedikit banyaknya bisa sangat berpengaruh terhadap keputusan memilih kendaraan untuk sampai ke tempat kerjanya. Misalnya, Pekerja kantor A, sebelum ke kantor A biasa berbelanja ke pasar tradisional lalu kembali ke rumah menyimpan barang belanjaan setelah itu mengantar anaknya ke sekolah baru ke kantor. Berbeda dengan A, Pekerja Kantoran B, setelah solat subuh dia biasa ikut pengajian di lingkungannya, setelah itu si B baru mengantarkan anakanya ke sekolah, dan pergi ke kantor setelahnya. Kemudian pekerja kantoran C, aktivitas pagi harinya hanya pergi ke kantor, namun rute menuju kantornya melewati jalan memutar karena menghindari macet. Dari ilustrasi diatas, terdapat gambaran bahwa bisa jadi cara pekerja kantoran sampai ke tempat kerjanya diakibatkan dari aktivitas rutin sehari-hari yang dilakukannya. Kota Bandung memiliki populasi 2.228.268 jiwa (terdiri dari 1.113.267 jiwa perempuan dan 1.115.001 jiwa laki-laki), dan dengan jumlah pekerja dari sektor usaha formal sebanyak 823.375 jiwa (PemkotBandung, 2011). Meningkatnya jumlah pekerja di kota Bandung berarti juga meningkatnya mobilitas pekerja, oleh karena itu meningkat pula kebutuhan moda transportasi. Ada lima jenis moda transportasi yang biasa digunakan para pekerja kantoran untuk mobilitas mereka, mobil pribadi, sepeda motor, bus (Damri), transportasi kota (angkot), dan kendaraan tidak bermotor (becak). SAMSAT kota Bandung (2004) dalam Bandung (2010) menyebutkan jumlah sepeda motor di kota Bandung sebanyak 424.580 unit, 219.011 unit mobil, 8.821 unit angkot, 1.346 unit bus DAMRI, dan 555 unit kendaraan non motor (becak). 1 Dini Turipanam Alamanda, dosen di Sekolah Manajemen Telekomunikasi dan Media (SMTM) Institut Manajemen Telkom (imt). Karir sebagai dosen dimulai sejak 2009. Bidang keahliannya adalah Kuantitatif Modeling. Dari tahun 2009, jumlah risetnya yang publish mencapai 30 buah baik di seminar nasional, seminar internasional, jurnal nasional dan jurnal internasional. 2 Osa Omar Sharif, dosen SMTM dari bidang keahlian yang sama. Memulai karir sebagai konsultan IT sejak tahun 2008. Selain sebagai konsultan, pernah mengajar di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB (2009-2011).
12

Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Apr 04, 2023

Download

Documents

abdul fatah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja

Kantoran

Dini Turipanam Alamanda1, Osa Omar Sharif

2

Abstract

This paper is motivated by the reality that one of the factors causing congestion Bandung is

high number of vehicles because of people activity variations. In this paper, a mechanisms

can describe the congestion in Bandung; the mechanisms is activity mechanism. Using

computer simulation, virtual experiments are conducted. In these experiments, the number of

transportation mode which contributes to the road density in Bandung is analyzed. Based on

the experiment results, macro economics issues can influences what kind of transportation

mode contributes to the road density in Bandung.

Keywords: Activity-Based, Congestion, Transportation Mode, Computer Simulation

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, normalnya orang yang bekerja sebagai pekerja kantoran

melakukan aktivitas bekerja dari pagi hingga sore hari (office hours) setiap hari kerja (senin-

jumat). Banyak cara yang dilakukan pekerja kantoran untuk bisa sampai ke tempat kerja, ada

yang menggunakan kendaraan pribadi dan ada juga yang menggunakan kendaraan umum

seperti ojek, taksi atau angkutan kota. Alasan mengenai bagaimana cara pekerja kantoran

sampai ke tempat kerja tentu beragam. Aktivitas dan Interaksi sosial yang dilakukan para

pekerja kantoran sedikit banyaknya bisa sangat berpengaruh terhadap keputusan memilih

kendaraan untuk sampai ke tempat kerjanya. Misalnya, Pekerja kantor A, sebelum ke kantor

A biasa berbelanja ke pasar tradisional lalu kembali ke rumah menyimpan barang belanjaan

setelah itu mengantar anaknya ke sekolah baru ke kantor. Berbeda dengan A, Pekerja

Kantoran B, setelah solat subuh dia biasa ikut pengajian di lingkungannya, setelah itu si B

baru mengantarkan anakanya ke sekolah, dan pergi ke kantor setelahnya. Kemudian pekerja

kantoran C, aktivitas pagi harinya hanya pergi ke kantor, namun rute menuju kantornya

melewati jalan memutar karena menghindari macet. Dari ilustrasi diatas, terdapat gambaran

bahwa bisa jadi cara pekerja kantoran sampai ke tempat kerjanya diakibatkan dari aktivitas

rutin sehari-hari yang dilakukannya.

Kota Bandung memiliki populasi 2.228.268 jiwa (terdiri dari 1.113.267 jiwa perempuan dan

1.115.001 jiwa laki-laki), dan dengan jumlah pekerja dari sektor usaha formal sebanyak

823.375 jiwa (PemkotBandung, 2011). Meningkatnya jumlah pekerja di kota Bandung berarti

juga meningkatnya mobilitas pekerja, oleh karena itu meningkat pula kebutuhan moda

transportasi. Ada lima jenis moda transportasi yang biasa digunakan para pekerja kantoran

untuk mobilitas mereka, mobil pribadi, sepeda motor, bus (Damri), transportasi kota (angkot),

dan kendaraan tidak bermotor (becak). SAMSAT kota Bandung (2004) dalam Bandung

(2010) menyebutkan jumlah sepeda motor di kota Bandung sebanyak 424.580 unit, 219.011

unit mobil, 8.821 unit angkot, 1.346 unit bus DAMRI, dan 555 unit kendaraan non motor

(becak).

1Dini Turipanam Alamanda, dosen di Sekolah Manajemen Telekomunikasi dan Media (SMTM) Institut Manajemen Telkom (imt).

Karir sebagai dosen dimulai sejak 2009. Bidang keahliannya adalah Kuantitatif Modeling. Dari tahun 2009, jumlah risetnya yang

publish mencapai 30 buah baik di seminar nasional, seminar internasional, jurnal nasional dan jurnal internasional.

2Osa Omar Sharif, dosen SMTM dari bidang keahlian yang sama. Memulai karir sebagai konsultan IT sejak tahun 2008. Selain

sebagai konsultan, pernah mengajar di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB (2009-2011).

Page 2: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Dengan mengetahui proses bagaimana pekerja tersebut membuat keputusan mengenai

kendaraan apa yang mereka akan gunakan untuk pergi ke tempat kerja dan kembali ke

rumahnya, dapat memberikan petunjuk bagaimana produsen produk atau jasa memperbaiki

strategi pemasarannya, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lainnya. Maka diperlukan

suatu metode yang mampu mengakomodir kebutuhan untuk menjawab pertanyaan penelitian

mengenai bagaimana aktivitas mempengaruhi pengambilan keputusan pekerja kantoran

dalam memilih moda tranportasi dari dan ke tempat kerja?

Metode simulasi komputer dengan pendekatan berbasis aktivitas (activity-based) merupakan

metode yang sedang berkembang dan memiliki keunggulan serta mampu menjawab

pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu karena activity-based berangkat dari sebuah sistem

kompleks.

Sebuah sistem yang kompleks dapat digambarkan sebagai sistem yang terdiri oleh besarnya

jumlah entitas yang menunjukkan tingginya tingkat interaktivitas (Richardson, Cilliers, &

Lissack, 2001). Fitur apa yang membedakan sistem kompleks dari sistem biasa? Pertama

adalah fitur dari yang elemen, dan fitur kedua dari interaksi antara elemen-elemennya.

Fitur yang membedakan dari yang lain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Unsur-unsur dari sebuah sistem kompleks dibagi menjadi beberapa kelompok (Caldart

& Oliviera, 2007; Srbljinović & Škunca, 2003). Misalnya, dalam kasus pemilihan moda

transportasi, elemen sistem dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama

terdiri dari pengguna moda dan kelompok kedua terdiri dari penyedia moda.

2. Sama seperti sistem lainnya, sistem yang kompleks terdiri dari banyak unsur.

perbedaannya adalah bahwa unsur-unsur sistem yang kompleks sifatnya heterogen

(Wilson & Boyd, 2008; Gilbert, 2004). Sistem seleksi moda transportasi terdiri dari dua

jenis unsur, pengguna dan penyedia. Perbedaan sifat antara pengguna dan penyedia

yang jelas. Selain itu, kelompok pengguna sendiri, terdiri dari banyak tipe. Setiap

pengguna mungkin memiliki perbedaan kriteria dalam memilih moda tranportasi

(Kleitz, Weiher, Tedin, & Matland, 2000; Checchi & Jappelli, 2004; Hastings, Kane, &

Staiger, 2005) karena itu, heterogenitas juga ada di antara unsur-unsur dalam kelompok

pengguna moda.

3. Fitur ketiga yang membedakan sistem yang kompleks adalah bahwa hal itu terdiri dari

elemen yang yang memiliki kemampuan operasi yang berbeda (Richardson, Cilliers, &

Lissack, 2001). Dalam kasus seleksi moda, pengguna moda mengumpulkan informasi

mengenai jenis-jenis moda, kelebihan dan kelemahannya. Sementara penyedia moda

memilah skor pengguna yang mampu membeli manfaat moda yang ditawarkan, apakah

si pengguna mampu membeli manfaat DAMRI atau mobil pribadi.

4. Jika sistem yang kompleks terdiri dari makhluk hidup (manusia misalnya), elemennya

pasti bisa dikenali (Gilbert, 1995), karena manusia mampu beradaptasi, belajar dan

merespon kondisi (Gilbert, 1995; Dooley, 1996).

5. Elemen-elemen sistem yang kompleks memiliki informasi yang bias (tidak lengkap)

(Dooley, 1996).

Fitur yang paling penting yang membedakan sistem yang kompleks dari sistem lainnya ini,

interaksi antar elemen sebagian besar bersifat non-linear dan memiliki feed back loop

(Richardson, Cilliers, & Lissack, 2001; Wessels, 2006; Gilbert, 2004). Khusus untuk

Page 3: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

manusia, interaksi non-linear melibatkan transmisi pengetahuan yang sering mempengaruhi

perilaku penerima (Gilbert, 2004).

Mengapa simulasi komputer (computer simulation) tepat untuk menangani sistem yang

kompleks? Ada beberapa penjelasan (Srbljinović & Škunca, 2003), yaitu:

1. Dengan menggunakan simulasi komputer, kita dapat menangani proses paralel yang

tidak didefinisikan dengan baik menjadi mudah

2. Lebih mudah untuk membangun sebuah model yang melibatkan agen heterogen

3. Modularitas dari simulasi komputer memungkinkan untuk memodifikasi model

4. Memungkin untuk model agen dengan rasional terbatas

5. Lebih mudah untuk kondisi model turbulensi sosial terutama, ketika identitas dan

atribut agen belum fix

Pendekatan berbasis aktivitas muncul hampir berbarengan dengan model konvensional trip-

based. Studi penting Mitchell dan Rapkin (1954) tidak hanya menghubungkan perjalanan

dengan aktivitas namun juga membuat framework yang komprehensif dan memunculkan isu

mengenai perilaku perjalanan.Sayangnya, perspektif kebijakan luar biasa yang disebut

“predict and provide” yang mendominasi ekonomi paska perang menyebabkan

perkembangan model transportasi berfokus pada perjalanannya saja (who, what, where, dan

berapa banyak perjalanan versus alasan aktivitasnya (why of activities) dan hubungan antara

perjalanan dan aktivitasnya disinggung hanya di generasi perjalanan (trip generation).

Banyak penulis seperti Kurani dan Lee-Gosselin (1997) yang akhir-akhir ini menulis

mengenai "the intellectual roots of activity analysis", yang isinya adalah kontribusi pemikiran

fundamental dari Hagerstrand (1970), Chapin (1974), and Fried et.al. (1977). Hagersrand

meneruskan pendekatan time-geographic yang memasukkan fungsi kendala pada aktivitas

dalam ruang dan waktu. Sedangkan Chapin mengidentifikasi pola-pola perilaku melintasi

ruang dan waktu. Fried, Havens, and Thall memperlihatkan bagaimana struktur sosial

mempunyai kaitan dengan bagaimana orang berperilaku. Studi tersebut menjadi landasan dan

dikembangkan secara komprehensif dalam studi transportasi di Oxford (Jones dkk, 1983)

sebagai langkah awal pembentukan model perilaku perjalanan yang kompleks dan pertama

selesai serta diuji secara empiris.

Pendekatan berbasis aktivitas dianggap sebagai evolusi dari penelitian tentang perilaku

manusia, pada umumnya, dan perilaku perjalanan, khususnya. Prinsip dasar dari pendekatan

berbasis aktivitas adalah bahwa keputusan perjalanan didorong oleh setumpuk kegiatan yang

membentuk agenda untuk berperilaku, proses pengambilan keputusan dan kemudian

membentuk pola aktivitas.

Untuk membuat analisis yang dapat diteliti, pertama kita harus mengklasifikasikan semua

aktivitas di luar rumah ke dalam sejumlah kecil kategori. Berdasarkan penelitian sebelumnya,

dipilih tiga jenis (Golob, 1995):

1. Aktivitas subsisten, contohnya bekerja dan sekolah

2. Aktifitas pelengkap, yang didefinisikan sebagai belanja mingguan, menjemput dan

menurunkan penumpang, melakukan bisnis pribadi dan kegiatan lainnya, dan

3. Aktivitas diskresi, didefinisikan sebagai kegiatan lain-lain seperti belanja, kuliner,

piknik, berolahraga, melakukan aktivitas sosial

Page 4: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi transitnya penumpang (Golob, 1995), yaitu:

1. Faktor internal yang mempengaruhi penumpang transit yang:

a. Faktor harga

b. Faktor kuantitas layanan

c. Faktor kualitas layanan (informasi bus, pelayanan jalan raya, keamanan stasiun,

layanan pelanggan, keselamatan dalam perjalanan, potongan harga, kebersihan, sikap

umum terhadap angkutan)

2. Faktor eksternal yang mempengaruhi penumpang transit yang:

a. Faktor sosial ekonomi

b. Faktor tata ruang

c. Keuangan negara

Golob (1995) mengatakan bahwa efek ketergantungan moda yang paling penting terdiri dari

hal-hal sebagai berikut:

1. Gender

2. Efek pendapatan rumah tangga

3. Status Kehadiran Anak

4. Status Pernikahan

5. Efek Pekerjaan

Metode

Riset ini menggunakan pendekatan Activity-Based dengan mengadopsi pola aturan

lexicographic. Aturan lexicographic (Goodwin, 2004) merupakan kondisi pengambil

keputusan ketika dihadapkan untuk dapat memberi peringkat terhadap atribut berdasarkan

urutan kepentingan. Misalnya, dalam memilih mode transportasi, harga dianggap lebih

penting daripada layanan. Dalam hal ini pembuat keputusan dapat menerapkan heuristik

leksikografis. Yaitu dengan mengidentifikasi atribut yang paling penting dan memilih

alternatif yang dianggap terbaik dari atribut tersebut. Maka moda transportasi termurah yang

akan dipilih. Jika terjadi kebingungan dalam memilih atribut yang paling penting, pengambil

keputusan akan memilih opsi kedua terbaik pada atribut terpenting (yaitu layanan), dan

sebagainya. Sehingga kerangka penelitian ini adalah seperti yang disajikan Gambar 1.

Page 5: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

1. Spesifikasi Agen

Agen dibedakan ke dalam dua berdasarkan gender:

a. Agen “Ujang”, untuk agen laki-laki

b. Agen “Eneng”, untuk agen perempuan

2. Atribut Moda Transportasi

a. Faktor harga

b. Faktor kuantitas jasa : jangkauan jasa dan frekuensi ketersediaan jasa

c. Faktor kualitas jasa (informasi moda, servis di jalan, keamanan di shelter, customer

service, keamanan selama perjalanan, merasa tidak takut, kebersihan, aturan-aturan

umum dalam perjalanan)

3. Spesifikasi Lokasi:

Lokasi dibedakan berdasarkan jenis aktivitasnya, yaitu:

a. Aktivitas subsisten, lokasinya berada di kantor

b. Aktivitas pelengkap, lokasinya di mall (belanja), Makan di restoran/ kuliner (untuk laki-

laki) dan berbelanja di mall untuk perempuan, pergi ke pasar (perempuan);

c. Aktivitas diskresi, lokasinya di tempat pemancingan (memancing), clubbing (laki-laki)

dan berkuliner, belanja (untuk perempuan)

Agen mempunyai status sudah

menikah dan mempunyai

sepeda motor dan juga mobil

pribadi

Agen melakukan aktivitas:

a. Kegiatan Penghidupan

b. Kegiatan Pelengkap

c. Kegiatan Bebas

Menentukan Preferensi Agen

Agen Memilih Kendaraan Untuk

Pergi Ke Suatu Tempat

Mobil, Angkot, Bus, Kendaraan

Tidak Bermotor, Sepeda Motor

Aturan Menggunakan Lexicografik

Skenario Makroekonomi

Jumlah kendaraan

Page 6: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

4. Isu Makroekonomi

Isu makroekonomi yang dipilih terkait moda transportasi antara lain:

a. Isu harga bahan bakar (bensin, solar, pertamax)

b. Isu green peace

c. Isu kejahatan di moda umum

d. Isu kemacetan

5. Atribut dan Skor Moda Transportasi

Atribut dan Skor moda transportasi dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Atribut dan Skor Moda Transportasi

Atribut Skore

Mobil

Pribadi Angkot

Bus

lane

Moda Non-

Motor Sepeda Motor

Main Sub

Faktor

Harga

5 6 7 10 8

Faktor

Kuantitas

jasa

10 7 5 8 10

Faktor

Kualitas

jasa

Informasi

Moda

10 7 8 5 10

Pelayanan

di jalan

10 5 8 7 10

Keamanan

di shuttle

10 7 8 6 5

customer

service

10 5 8 6 10

Kemanan

selama di

jalan

7 8 10 6 5

Rasa takut

di jalan

5 6 7 10 8

Kebersihan 10 7 8 5 6

Aturan

Umum

10 5 6 7 8

Page 7: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Tabel 3 Atribut dan Skor Rata-Rata Moda Transportasi

Atribut Skor

Mobil

Pribadi Angkot

Bus

lane

Moda Non-

Motor Sepeda Motor

Main

Faktor Harga 5 6 7 10 8

Faktor Kuantitas

jasa

10 7 5 8 10

Faktor Kualitas Jasa 9.375 6.25 7.875 6.5 7.75

Hasil dan Pembahasan

1. Isu harga bahan bakar

Kondisi umum: jumlah agen ujang (100 orang) dan agen eneng (100) yang jika

dikonversi ke jumlah penduduk kota Bandung, kira-kira menggunakan skala 1:400000.

Kemudian simulasi komputer dijalankan selaman seminggu, dan harga bahan bakar naik

sehingga skor moda transportasinya disajikan dalam Tabel4.

Tabel 4. Atribut dan Skor Rata-Rata Moda Transportasi (skenario 1)

Atribut Skor

Mobil

Pribadi Angkot

Bus

lane

Moda non

motor Sepeda Motor

Faktor Harga 2 6 7 10 10

Faktor kuantitas

layanan

10 7 5 8 10

Faktor kualitas

layanan

9 6.25 8 6.5 10

Dan hasil keluaran simulasi komputer selama seminggu tersebut disajikan dalam Gambar

2.

0

50

100

150

0/07

:30

2/07

:30

4/07

:30

5/22

:00

6/22

:30

8/20

:30

10/2

0:3

0

12/0

7:3

0

13/1

8:0

0

15/1

6:0

0

17/0

9:0

0

18/1

6:3

0

Number_of_car

Number_of_angkot

Number_of_motor

Number_of_bus

Number_of_non_motorize

Page 8: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Gambar 2. Hasil Simulasi Dengan Isu Kenaikan Harga Bahan Bakar

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa ketika isu kenaikan harga bahan bakar dimunculkan

maka pekerja memilih untuk menggunakan moda sepeda motor untuk pergi ke tempat

kerja. Dan jumlah pengguna mobil pribadi masih tetap banyak,sama banyaknya dengan

pengguna moda non motor. Dari segi waktu, jumlah kendaraan tinggi di kisaran jam

07.30 dipagi hari, jam 16.30 dan jam 20.30 sampai 22.30. Puncak pertama diakibatkan

karena pekerja kantor rata-rata masuk jam 8.30 pagi dan mulai berangkat rata-rata di jam

7.30. Sedangkan puncak kedua, adalah jam pulang kantor untuk yang office hoursnya 8

jam sehingga jam 16.30 tepat jam pulang kantor. Puncak ketiga jam 20.30 – 22.30

kegiatannya adalah makan malam diluar atau sekedar nongkrong.

2. Isu green peace

Kondisi umum: jumlah agen ujang (100 orang) dan agen eneng (100). Kemudian simulasi

komputer dijalankan selaman seminggu, dan isu green peace meningkat sehingga skor

moda transportasinya disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Atribut dan Skor Rata-Rata Moda Transportasi (skenario 2)

Atribut Skor

Mobil

Pribadi Angkot

Bus

lane Moda non motor Sepeda Motor

Main

Faktor Harga 5 10 10 10 7

Faktor

kuantitas

layanan

5 8 10 10 6

Faktor kualitas

layanan

9 6 8 7 8

Gambar 3. Hasil Simulasi Dengan Isu Green Peace

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa ketika green peace dimunculkan maka pekerja

banyak yang memilih untuk menggunakan moda umum bus/damri untuk pergi ke tempat

0

50

100

0/07

:30

0/20

:30

1/20

:00

2/16

:30

3/16

:00

4/0

7:3

0

4/20

:30

5/18

:00

6/07

:30

6/12

:30

7/07

:30

7/20

:30

Number_of_car

Number_of_angkot

Number_of_motor

Number_of_bus

Number_of_non_motorize

Page 9: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

kerja namun tidak signikan terhadap pengguna kendaraan pribadi karena jumlahnya

masih banyak namun cenderung menurun ketibang skenario 1. Jumlah pengguna angkot

justru turun, pertimbangan agen hanyalah ketika memilih moda mana yang lebih besar

membawa penumpang, dan yang dipilih bis daripada angkot. Jumlah pengguna moda non

motor pun sedikit sekali. Dari segi waktu, jumlah kendaraan terlihat tidak stabil terkadang

padat di periodejam 16.30-20.30, di lain hari padat di periode jam 07.20-20.30. Skenario

kedua ini cenderung tidak stabil karena isu green peace masih dianggap bukan hal penting

atau masyarakat pekerja bersifat ignorant terhadap lingkungan sehingga meski beberapa

sudah pindah kemoda umum namun insentif menggunakan kendaraan pribadi juga masih

tinggi.

3. Isu kejahatan di moda umum

Kondisi umum: jumlah agen ujang (100 orang) dan agen eneng (100). Kemudian simulasi

komputer dijalankan selaman seminggu, dan isu kejahatan di moda umum meningkat

sehingga skor moda transportasinya disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Atribut dan Skor Rata-Rata Moda Transportasi (skenario 3)

Atribut Skor

Mobil

Pribadi Angkot

Bus

lane Moda non motor Sepeda Motor

Main

Faktor Harga 5 8 7 10 7

Faktor Kuantitas

Jasa

10 6 5 10 10

Faktor Kualitas

Jasa

10 3 2 8 8

Gambar 4. Hasil Simulasi Dengan Isu Kejahatan Moda Umum

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa ketika isu kejahatan moda umum dimunculkan

(seperti pencopetan, pemerkosaan, penculikan) maka pekerja banyak yang memilih untuk

menggunakan kendaraan pribadi, jumlah cukup signifikan mendominasi moda lain, dan

bisa dilihat penggunaan angkot menurun drastis karena kasus kejahatan di moda umum

0

50

100

150

0/0

7:3

0

0/20

:30

1/20

:00

2/16

:30

3/16

:00

4/07

:30

4/20

:30

5/18

:00

6/07

:30

6/12

:30

6/22

:30

7/20

:00

Number_of_car

Number_of_angkot

Number_of_motor

Number_of_bus

Number_of_non_motorize

Page 10: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

identitik dengan angkot. Dari segi waktu, jumlah kendaraan terlihat tidak stabil mengikuti

pola hasil simulasi ketika isu green peace dimunculkan namun penggunaan mobil pribadi

hampir selalu tinggi di sepanjang minggu kecuali di hari sabtu dan minggu.

4. Isu kemacetan

Kondisi umum: jumlah agen ujang (100 orang) dan agen eneng (100). Kemudian simulasi

komputer dijalankan selaman seminggu, dan isu kemacetan meningkat sehingga skor

moda transportasinya disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Atribut dan Skor Rata-Rata Moda Transportasi (skenario 4)

Atribut Skor

Mobil

Pribadi Angkot

Bus

lane Moda non motor Sepeda Motor

Main

Faktor Harga 5 8 7 10 10

Faktor Kuantitas

Jasa

10 6 5 10 10

Faktor Kualitas

Jasa

5 6 7 8 10

Gambar 5. Hasil Simulasi Dengan Isu Kemacetan

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa ketika isu kemacetan maka pekerja kantoran paling

banyak akan memilih menggunakan sepeda motor dibandingkan dengan moda lainnya

diikuti dengan penggunakan mobil pribadi. Sepeda motor dianggap lebih hemat bahan

bakar dibandingkan dengan mobil pribadi. Jam sibuk di skenario 4 tidak tentu namun

tinggi jumlahnya hampir disemua hari kecuali hari sabtu minggu. Hal tersebut bisa

terjadi karena kondisi macet sepanjang waktu kerja membuat orang memilih istirahat di

hari sabtu dan minggu.

Kesimpulan dan Saran

Page 11: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Hasil penelitian ini, mekanisme berbasis aktivitas mampu menggambarkan bagaimana

aktivitas pekerja kantoran di Bandung. Eksperimen yang dilakukan dapat memberikan

masukan pada pengambil keputusan bagaimana pola kemacetan dikaitkan dengan jumlah

moda transportasi terhadap waktunya. Isu makroekonomi tidak memberikan hasil yang

cukup signifikan pada pola bepergian dalam setiap harinya. Namun setiap isu

memberikan hasil yang cukup signifikan. Di isu meningkatnya bahan bakar jumlah bis

dan mobil pribadi adalah yang terbesar, di isu green peace jumlah bis, mobil pribadi dan

angkot memberikan kontribusi yang tinggi dalam kemacetan kota Bandung. Isu kejahatan

di moda umum membuat mobil pribadi dan moda non-motorize adalah moda dengan

jumlah yang tinggi dan di isu kemacetan, mobil pribadi dan motor jumlahnya meningkat

drastis. Tetapi dari keseluruhan skenario, mobil pribadi adalah yang tertinggi yang

berkontribusi terhadap kemacetan di kota Bandung.

Penelitian ini memiliki banyak keputusan yang bisa dikembangkan di masa depan.

Batasan pertama adalah penelitian belum di validasi dengan data rill di lapangan. Jadi

untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan validasi ke lembaga-lembaga yang eligible

untuk ditanyai. Batasan kedua, agen masih dianggap tidak berkomunikasi satu sama lain,

faktor komunikasi masih dihilangkan. Batasan ketiga adalah di tujuan penelitian, di

penelitian berikutnya bukan hanya menunjukkan jumlah moda yang berkontribusi dalam

kemacetan tapi juga bagaimana aktivitas-aktivitas tersebut mempengaruhi kemacetan

kota Bandung. Batasan keempat adalah area dan jarak dalam mencapai lokasi kerja dari

rumah, penelitian selanjutnya bisa dikembangkan ke tempat lain. Batasan kelima, agen

yang dipilih hanya pekerja kantoran, yang tidak memiliki anak, penelitian selanjutnya

bisa dikembangkan untuk agen segmen lain. Terakhir, penelitian ini dilakukan dengan

iterasi 1 minggu, dalam penelitian selanjutnya iterasi akan lebih panjang waktunya.

Daftar Rujukan

Caldart, A. A., & Oliviera, F. S. (2007). The Impact of Organisational Complexity in the

Strategy Development Process. In F. A. O'Brien, & R. G. Dyson (Eds.), Supporting

Strategy: Frameworks, Methods and Models (pp. 191-210). John Wiley & Sons, Inc.

Checchi, D., & Jappelli, T. (2004). School Choice and Quality. Center for Economic Policy

Research Discussion Paper Series , 4748. Center for Economic Policy Research.

Gilbert, N. (2008). Agent-based models. SAGE Publications

Golob, T., F, Mark A. Bradley and John W. Polak (1995). Influenced by Car Ability and

Use. UCI-ITS-AS-WP-95-3. Institute of Transportation Studies. University of California,

Irvine. USA. http://www.its.uci.edu

Goodwin, Paul., Wright, George (2004) Decision Analysis for Management Judgment.3rd

edition. John Wiley & Sons Ltd, England

Hägerstrand, T. (1970) “What about people in regional science?” Papers of the Regional

Science Association, 24:7-21.

Jones,P, Koppelman,F, and Orfeuil,J .(1990). Activity analysis: State-of-the-art and future

directions, Jones,P (ed) Developments in Dynamic and Activity-based Approaches to

Travel Analysis, Avebury, Aldershot.

Page 12: Simulasi Kemacetan Kota Bandung Dengan Pendekatan Activity-Based Pada Pekerja Kantoran

Kleitz, B., Weiher, G. R., Tedin, K., & Matland, R. (2000). Choice, Charter Schools, and

Household Preferences. Social Science Quarterly , 81 (3), 846-854.

Kurani, K. S. and M. Lee-Gosselin (1997) “Synthesis of Past Activity Analysis

Applications”, in Activity-based travel forecasting conference, Washington, DC: U.S.

Department of Transportation, Report DOT-97-17

Mitchell, R. and C. Rapkin (1954) Urban Traffic: A Function of Land Use, New York:

Columbia University Press.

PemkotBandung (2011). www.bandung.go.id

Richardson, K. A., Cilliers, P., & Lissack, M. (2001). Complexity Science: A “Gray” Science

for the “Stuff in Between”. Emergence , 3 (2), 6-18.

Srbljinović, A., & Škunca, O. (2003). An Introduction to Agent Based Modelling and

Simulation of Social Process. Interdisciplinary Description of Complex Systems , 1, 1-8.

Wessels, T. (2006). The Myth of Progress : Toward a Sustainable Future.Hanover:

University Press of New England.

Wilson, S., & Boyd, C. (2008). Structured Assessment of Complex systems.Canberra:

Aerospace Concepts Pty Ltd.