Dewan Penyunting
Prof. Dr. Aron Meko Mbete
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A
Prof. Dr. La Ode Sidu Marafad, M.S
Editor
Ni Made Sri Satyawati
Dr. La Ino, s.Pd., M.Hum
Dr. Yazid
Lenny Isabelah D. Koroh
Tim editor
Fina Amalia Masri
Widya Purna Wati
Elmy
Sahur Saerudin
Hardin
Harmin
Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya Universitas Halu Oleo (UHO)
bekerja sama dengan Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal (APBL)
Uiversitas Halu Oleo
2016
UCAPAN TERIMA KASIH
Panitia Simposium Internasional mengucapkan terima kasih kepada:
Rektor Universitas Halu Oleo bersama staf
Direktur Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo bersama staf
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo bersama staf
Ketua Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal beserta staf
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan, Jakarta
Bapak/Ibu Dosen Fakultas Illmu Budaya dan Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan
Universitas Halu Oleo
Para Pemakalah dan Peserta
Serta semua pihak dan sponsor yang telah berpartisipasi dan mendukung terselenggaranya
kegiatan Simposium Internasional
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa, karena
berkat anugerah-Nyalah Panitia Simposium Internasional Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa
Lokal dapat menyiapkan dan menyelenggarakan Simposium ini. Panitia mengucapkan terima
kasih dan mohon maaf atas segala ketidaksempurnaan serta kekurangan yang terjadi dalam
penyelenggaraan Simposium Interasional ini.
Pertama-tama, sebagai awal dari pengantar ini kami secara khusus mengucapkan
“Selamat Datang di bumi anoa, Kota bertakwa” kepada para pemakalah dan peserta dari luar
kota Kendari yang sudah berkenan meluangkan waktunya datang bersimposium di Kampus
Universitas Halu Oleo. Semoga Kendari yang dikenal sebagai kota bertakwa dan budaya
ketimurannya dapat memberikan inspirasi dan atmosfer akademik yang baik bagi semua
peserta dalam symposium ini. Tentu saja Simposium ini tidak akan berarti tanpa dukungan dari
para pemakalah dan peserta yang datang untuk berbagi ilmu, pengalaman dan pengetahuan
demi pengembangan wawasan keilmuan bidan masing-masing pemakalah.
Kami tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya karena atas
dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu semua, Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan
Budaya 2016 ini dapat berlangsung dengan lancar sesuai harapan. Semoga ketulusan dan
kesediaan untuk berbagi dalam Simposium ini dapat memberikan aura positif bagi
meningkatnya kualitas keilmuan peserta yang terlibat dalam acara ini. Rasa berbagi inilah yang
kami yakini dapat menjadi pendorong semangat atau “motifator” bagi siapa saja untuk terus
berkarya bagi terjaganya kehidupan bahasa, sastra dan budaya local maupun Nasional.
Buku panduan ini merupakan persembahan bagi peserta Simposium Internasional
Bahasa, Sastra dan Budaya 2016 yang dapat digunakan sebagai penuntun pelaksanaan program
selama tiga hari ini, 27—29 Oktober 2016 di Universitas halu Oleo Kendari. Panduan ini
memuat jadwal-jadwal sesi paralel dan sidang pleno, dengan abstrak para pemakalah. Demi
kelancaran pelaksanaan acara Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya 2016, kami
sangat berharap agar semua peserta dapat mengikuti acara dengan penuh ketertiban dan
kesabaran sehingga acara dapat berjalan dengan sukses tanpa kendala yang berarti. Akhirnya,
kami mohon maaf atas segala kekurangan dalam pelayanan dan tegur sapa yang kurang
berkenan dari panitia karena sesungguhnya kami ingin sekali memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada para peserta. “Selamat bersimposium, semoga bermanfaat untuk
semua.”
Panitia Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya 2016
SEKAPUR SIRIH
Waktu terus berlalu, denyut keilmuan berlanjut memicu insan-insan akademik
menggairahkan kampus untuk senantiasa sibuk. Tidak terasa, Simposium Internasional Bahasa,
Sastra dan Budaya 2016 ini Merupakan Simposium yang pertama. Kita Patut bersyukur kepada
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena ajang akademik ini dapat berlangsung dan
tampaknya, merupakan awal dari Simposium-Simposium berikutnya pada bidang keilmuan
yang sama, namun demikian variasi topik, dan mutu makalah, kendati tetap diupayakan untuk
ditingkatkan.
Ajang akademik dalam Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya yang
pertama ini memiliki makna tersendiri karena bersamaan dengan Simposium ini, wadah profesi
peneliti bahasa-bahasa lokal hadir secara formal dan legal setelah terbitnya Keputusan Menteri
Hukum dan HAM No.AHU- 01816.50.10.2014 tanggal 24 Mei 2014 untuk melaksanakan
RAKERNAS yang kedua. Kami berterima kasih kepada APBL Pusat telah memberikan kepada
kami kesempatan untuk melaksakan RAKERNAS yang ke dua. Panitia mengundang para
peserta seminar untuk menjadi “bagian” dari wadah profesi ini. Atas dasar itu pula kerjasama
Program Studi Magister dan Doktor Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana
dengan Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal (APBL) semakin terjalin lebih kuat dan lebih
bermakna pada tahun-tahun yang akan datang.
Seperti yang dicanangkan oleh ©Panitia Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan
Budaya yang pertama, mengambil tema yang bertajuk: “Bahasa Menunjukan Jati Diri dan
Sumber Daya Bangsa “Tema tersebut masih bergayut dengan kondisi objektif kehidupan
bahasa-bahasa lokal yang ada di Indonesia. Kematian sejumlah bahasa lokal, terancam
punahnya banyak bahasa kecil karena perubahan lingkungan kebahasaan yang didominasi
bahasa Nasional, bahasa Indonesia dan juga bahasa-bahasa Asing pada era global ini jelas
memerlukan ajang akademik khususnya Simposium Internasinal Bahasa, Sastra dan Budaya
seperti juga yang diselenggarakan oleh beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Kepedulian
akademik atas “nasib” bahasa-bahasa lokal sebagai warisan budaya bangsa ini perlu diwahanai
untuk dikaji baik melalui forum-forum seminar/simposium maupun penerbitan karya-karya
kebahasaan pada waktu yang akan datang.
Berdasarkan penilaian secara acak atas makalah-makalah yang telah diterima oleh
panitia, baik makalah yang berbasis hasil kajian lapangan maupun buah pemikiran yang
bersifat teoritis turut memperkaya dan mewarnai suasana Simposium Internasinal Bahasa,
Sastra dan Budaya 2016 Panitia sangat mengharapkan agar kepedulian akademik yang tertuang
secara tertulis dalam makalah-makalah itu dapat berkembang lebih dalam dan lebih luas lagi
selama penyajiannya dalam Simposium Internasional ini.
Sebagai Tuan Rumah, panitia mengucapkan Selamat Datang di Bumi Anoa, kota
bertakwa. Semoga Semoga Kendari yang dikenal sebagai kota bertakwa dan budaya
ketimurannya dapat menginspirasi para akademisi untuk menelaah lebih dalam persoalan-
persoalan keberadaan, nafas kehidupan, dan jaminan kelestarian bahasa-bahasa lokal
memeroleh asa baru melalui pemikiran-pemikiran yang strategis, kritis dan konstruktif.
Selamat berseminar dan “Menikmati” Alam dan Budaya Sulawesi Tenggara.©
James T Collins
Diversitas Bahasa Sekerabat di Maluku Tengah: Kenyataan Diakronis, Krisis
Kontemporer
Halaman 12-30
Prof. Aron: Bahasa-Bahasa Lokal di Indonesia: Jati Diri dan Sumber Daya Yang
Layak dipertahankan dan Dilestarikan:
Halaman 30-49
Prof. Artawa dan Ketut Wandia
Kekoreferensialan Lintas Klausa Dalam Bahasa Indonesia
Halaman 50-64
Made Budiarsa
Reinterpretasi Kesadaran Praktik Berbahasa Lokal Di Indonesia
Halaman 64-79
I Nengah Sudipa
BALI ORTI: Media Pelestari Bahasa dan Budaya Lokal
Halaman 80-91
Prof. La Ode Sidu
Pemakaian Artikel O Dalam Bahasa Muna
Halaman 89-101
Herlina Pambabu dan La Ino
Kebertahanan Kosakata Kegeografian pada Siswa SMA Se-Kota Kendari:
Studi Kasus pada MAS DDI Nurul Qalbi dan MAS Indotec
Halaman 103- 127
Fransisca R Sunarmi. M.Pd.
Menulis Aksara Jawa Dan Analisis Carakan Sebagai Pelestarian Budaya Indonesia
128-140
Agus Darma Yoga Pratama
Penerjemahan Film Thomas and Friends
“Legenda Sodor Tentang Harta Karun yang Hilang”
Halaman 140-150
Agus Supriatna
Transformasi Kata-Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia Yang Berasal Dari Bahasa
Arab
Halaman 150-161
I Gusti Ayu Gde Sosiowati
Multifungsi Mendongeng dalam Pelestarian Bahasa Bali
Halaman 162-175
Pande Nyoman Ita Wulandari
Morfem Derivasi dan Infleksi
pada Bahasa Bali Dialek Wongaya Gede
Halaman 173-193
Sumiman Udu
Tradisi Bhanti-Bhanti: Eskpresi Seksualitas Setengah Hati
Halaman 194-211
Ni Wayan Sukarini
Ni Luh Ketut Mas Indrawati
Gending Rare sebagai Media Pelestarian Bahasa Daerah
Halaman 212-221
Hardin dan Andi Satriani
Ritual Kapontasu sebagai Media Komunikasi Transendental dalam Bercocok Tanam
Padi Ladang Masyarakat Etnik Muna
Halaman 222-240
Adisti Primi Wulan
Penanganan Dokumentasi Bahasa Melayu Sambas Menjadi Kamus Bahasa Daerah
Untuk Melestarikan Khazanah Bahasa
Halaman 241-252
Dr. Drs. Kanisius Rambut, M.Hum
Kontoversi Persepsi Generasi Tua dan Generasi Muda dalam Teks Ritual Barong Wea
Halaman 253-263
Ferina Kumala Dewi
The Use of Banjarese Variation among Teenagers in Palangkaraya
(Sociolinguistics Point of View)
Halaman 264-271
La Ode Nggawu1 and Maulid Taembo2
The Meaning Of “To Bring” In Muna Language: Natural Semantics Metalanguage
Halam 272-284
Falma Wati.
Selamatkan Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara
(Bahasa Daerah Wolio)
Halaman 284-293
I Gusti Ayu Niken Launingtia,S.S., M.Hum
Bahasa Mampu Memengaruhi Karakter Sebuah Budaya: Studi Kasus Pembelajaran
Bahasa Jepang Mahasiswa Stp nusa dua bali
Halaman 294-302
Kinayati Djojosuroto
Pronomina Dialek Jaton Sebagai Fitur Bahasa Daerah Di Minahasa
Halaman 303-314
I Ketut Darma Laksana
Dinamika Kebahasaan pada Masyarakat Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali
Halaman 315-329
Maria Magdalena Namok Nahak
Edmundus Bouk
Ragam Bahasa Tetun Terik Di Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, NTT
Halaman 330-342
Aisyiah Al Adawiyah, M.Pd.
Penyajian Buku Kumpulan Materi “Parlez Français” sebagai Strategi Pengenalan
Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa Perancis
Halaman 341-354
Ni Wayan Mekarini
Sudhi Wadani As Interethnic Marriage Text In Balinese Principles
Halaman 355-366
Wa Ode Sifatu
Budaya Muna Terhadap Cadangan Pangan (Studi di Kelurahan Walambena Wite,
Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara)
Halaman 367-385
Maria Santisima Ngelu
Konstruksi Gender dalam Puisi-Puisi Etnografi yang Berpihak pada Kearifan Lokal
Flores; Kritik Sastra Feminis
Halaman 386-396
Veronika Genua
Khazanah Leksikon Tanaman PANGAN Etnik Nagekeo : Kajian Ekolinguistik
Halaman 397-413
Hani’ah, Sahid Teguh Widodo, Sarwiji Suwandi, Kundhru Saddhono
Ideologi Pemberani dalam Parebasan ”Abantal Omba’ Asapo’ Angin” sebagai Identitas
Masyarakat Madura
Halaman 414-420
Arman
Fina Amalia Masri
Ewa Wuna : Jatidiri Masyarakat Muna
Halaman 421-428
Dr. Johanna Rimbing, M.Hum
Gambaran Karakter MasyarakatKelompok Subetnik Tountemboan di Minahasa
Halaman 429-442
Abdul Jalil
Mempromosikan Multikulturalisme pada Program “Rentak Pelangi Bumi Anoa” Di
Radio Republik Indonesia Kendari Sulawesi Tenggara
Halaman 443-457
Nirmalasari
I Wayan Simpen
BAHASA LINGKUNGAN KE-KAGHATI-AN GUYUB TUTUR BAHASA MUNA
(PERSPEKTIF EKOLINGUISTIK)
Halaman 458-468
Yunus
Mantra Bercocok Tanam Jagung Masyarakat Kabawo Beserta Relevansinya Terhadap
Pembelajaran Sastra Di SMA
Halaman 4469-486
Haerun A.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Konteks Multibudaya
Halaman 486-501
Dr. H. M. Yazid ARG., Lc., M.Pd.
Arah Perkembangan Bahasa Indonesia Akhir-Akhir ini
(The Direction of The Development of Indonesian Language in Nowdays)
Halaman 502-519
Erni Harijati
Kekerabatan Antara Bahasa Wolio dengan Bahasa Cia-Cia
Halaman 519-534
Salniwati, S.Pd., M.Hum1 Sitti Hermina, SST.Par.,M.Hum2 Nurtikawati, S.Sn.,
M.Hum3
Klasifikasi Bentuk-Bentuk Watawataangke (Teka-Teki) pada Masyarakat Etnis Muna
Halaman 535-553
Setia Rini
Tingkatan Tutur Bahasa Lokal Jawa dan Bahasa Asing Perancis dalam Perspektif
Situasi dan Kelas Sosial
Halaman 553-562
Laxmi, Akhmad Marhadi, Sarjono
Dinamika Penggunaan Bahasa Binte pada Kalangan Remaja Di Kota Raha Sulawesi
Tenggara
Halaman 563-572
Sulfiah
Homonim Bahasa Muna Dialek Gu-Lakudo
Halaman 572-584
Sahlan dan Amiruddin
Kearifan Lokal Masyarakat Sulawesi Tenggara Sebagai Bahan Pengembangan
Pembelajaran
Halaman 585-604
Jan Mr’azek
Anyam-Anyaman Anyaman: Sujiwo Tejo’s “Word Music”
Javanese Traditional Verbal Art, and the Soaund and Meaning of Words in Moder
Indonesia
Halaman 604-615
La Aso
Ritual Pomoghono pada Masyarakata Etnik Muna di Kabupaten Muna Provinsi
Sulawesi Tenggar
Halaman 616-629
Lanny Isabela D. Koroh & Simon Sabon Ola
Kekerabatan Ekologis Enam Bahasa Lokal Di NTT : Kajian Ekolinguistik Bandingan
Halaman 630
Dr. H. Mursalim, M.Hum.
Growing A Culture Of Literacy By The Application Of Language Skills (Reading And
Writing)
Halaman 630
Ellyana Hinta
Pemaknaan terhadap Puisi Lisan Palebohu Sebagai Media Pemertahanan Bahasa
Gorontalo
Halaman 631
Nikolaus Pasassung
Affixation as Semantic Resource:Process Realisation in the Indonesian Language
Halaman 631
GENDING RARE SEBAGAI MEDIA PELESTARIAN BAHASA DAERAH
Ni Wayan Sukarini,
Ni Luh Ketut Mas Indrawati
Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
[email protected]@yahoo.com
GENDING RARE AS THE MEDIA
FOR THE LOCAL LANGUAGE PRESERVATION
Abstract
Gending Rare or Sekar Rare is classified into oral literature. Some Gending Rare
(songs of children) written in Balinese language are analyzed in this article. Gending rare
consists of three types they are Dolanan, Jejangeran, and Gending Sangiang. Gending Rare
can be regarded as one of the media for preservation of local languages in this case Balinese
language. By singing gending rare children can learn and play at the same time so the the local
language can be preserved.
The data of this article are analyzed using semiotic theory of Roland Barthes and semantic
theory of Geoffery Leech. The analysis showed that gendingrare is one of the effective media
to preserve Balinese language. And the one which is more important there is moral education
in gending which is very useful for the character building.
Key words: Gending Rare, preservation, the local language.
1. PENDAHULUAN
Gending dalam bahasa Bali memiliki tiga makna yakni bisa berarti lagu, tabuh, dan
juga nyanyian, sedangkan Rare bermakna anak kecil (dalam hal usia) diperkirakan dari usia
bayi sampai usia 11-12 tahun. Jika dikaitkan dengan usia sekolah maka rare dapat diartikan
adalah anak usia sekolah dasar atau belum memasuki usia sekolah menengah. Apabila kedua
kata digabung antara Gending dan Rare sehingga menjadi gending rare maka frasa tersebut
berarti nyanyian untuk anak dari usia bayi sampai dengan anak sekolah dasar. Oleh karena
berupa lagu maka gending rare digolongkan ke dalam karya sastra lisan. Tujuan melagukan
gending rare terutama bagi orang tua adalah untuk menghibur dan mengiringi anak saat akan
tidur. Namun hal tersebut bukanlah satu-satunya tujuan karena ada hal lain yang cukup penting
yakni gending rare sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral, budi pekerti, dan
nasihat-nasihat yang mengandung unsur-unsur mendidik agar kelak si anak memiliki perilaku
dan moral yang baik.
Gending Rare yang digolongkan ke dalam sastra lisan diwariskan secara turun-temurun
dari generasi ke generasi melalui media bahasa dalam bentuk nyanyian. Ditinjau dari
pembagian tembang, gending rare merupakan bagian dari salah satu tembang karena tembang
itu sendiri terdiri atas empat bagian yaitu: (1) Gegendingan (Gending Rare atau Sekar Rare),
(2) Pupuh (Sekar Alit atau Sekar Macepat), (3) Kidung (Sekar Madia), dan (4) Kakawin (Sekar
Agung). Gending rare yang termasuk dalam kelompok tembang memiliki hanya satu irama
dalam lagunya, liriknya pendek dan sederhana karena sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk
anak-anak. Gending rare bernuansa permainan yang bersifat dinamis dan riang dengan lirik
lagu yang sederhana sehinggadapat dilagukan dengan mudah dalam suasana ceria. Hubungan
antar kalimat dalam gending rare tidak harus membentuk suatu cerita karena yang diutamakan
adalah kata-kata sederhana dengan irama yang mudah dinyanyikan. Biasanya setiap lagu
dilengkapi dengan sebuah permaianan (dolanan) yang bertema sama namun ada juga lagu yang
berdiri sendiri. Lagu anak-anak tidak terlalu diikat oleh hukum yang dalam bahasa Bali untuk
lagu disebut guru lagu atau padalingsa. Pada jenis gending rare ada yang seluruh baitnya
merupakan isi namun ada pula yang terdiri atas bait-bait sampiran dan bahkan ada yang hanya
berupa sampiran tanpa isi yang jelas artinya dan ada pula ditemukan gegendingan yang
tersusun atas kata-kata dengan makna yang tidak jelas sebagai contoh gegendingan yang
berjudul ‘Made Cenik’.
Sebagai warisan budaya sastra lisandalam bentuk nyanyian gending rare berbahasa
Bali terdiri atas tiga jenis yaitu (1) Dolanan, nyanyian yang dilagukan untuk anak-anak, (2)
Jejangeran (Peparikan), nyanyian yang dilagukan oleh para penari janger dalam bentuk
peparikan (pantun), dan (3) Gending Sangiang, adalah lagu yang dinyanyikan oleh penari yang
menarikan tarian Sangiang. Tarian Sangiang ada lima jenis yakni: Sangiang Jaran, Sangiang
Dedari, Sangiang Penyalin, Dewa Ayu, Sekar Emas (Gautama, 2007: 51).
Pelestarian gending rare sebagai warisan budaya sastra lisan perlu mendapat perhatian
agar bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Oleh karena itu perlu dilakukan secara
berkelanjutan langkah-langkah pelestarian dalam berbagai bentuk misalnya memasukkan
gending rare pada buku ajar bahasa Bali anak sekolah dasar, penelitian, inventarisasi,
rekonstruksi, dan sebagainya. Berkenaan dengan pelestarian gending rare maka tulisan ini
mencoba menganalisis beberapa gending rare jenis gegendingan (dalam bahasa Jawa
dinamakan dolanan) berbahasa daerah Bali dan bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang
makna yang terkandung dalam gending-gending rare berbahasa Bali dan juga fungsinya.
Data penelitian diperoleh dari sumber tertulis berupa buku yang berisi kumpulan
gending rare. Dilakukan observasi terhadap gending-gending rare yang ada pada sumber data
dan selanjutnya dipilih secara acak gending-gending rare yang digunakan sebagai data. Ada
16 gending rare jenis gegendingan, 4 dipilih sebagai data dari buku tersebut, dan 1 data
gending rare lagi diperoleh dari sumber lain. Jadi jumlah semua data dalam jenis gegendingan
ada 5 terdiri dari Made Cenik, Meong-meong, Merah Putih, Peteng Bulan, dan Putri Cening
Ayu.
Penelitian ini menganalisis nilai-nilai budi pekerti pada lima gending rare yang
digunakan sebagai data dengan menggunakan teori semiotik dan semantik dari Barthes. Salah
satu konsep Barthes yang dapat digunakan untuk menganalisis teks dari sebuah lagu yaitu
konsep konotasi dan denotasi yang mana konsep tersebut dapat diterapkan untuk mengetahui
makna atau isi pesan maupun mitos dari sebuah lirik lagu. Denotasi adalah tingkat pertandaan
yang menjelaskan hubungan antara petanda dan penanda pada realitas yang menghasilkan
makna yang langsung dan pasti dan Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya menghasilkan makna yang tidak
langsung dan tidak pasti atau terbuka. Konsep konotasi dan denotasi dari Barthes dapat
diterapkan dalam analisis lirik lagu. Konotasi sendiri adalah istilah yang digunakan Barthes
untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua, di mana signifikasi tahap pertama diistilahkan
oleh Barthes sebagai denotasi. Denotasi yaitu makna yang nyata dari tanda. Sementara dalam
hal ini konotasi menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan
atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan. Konotasi sendiri memiliki makna
yang subjektif atau paling tidak intersubjektif (Barthes, 2006:37). Barthes berpendapat bahwa
konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan
pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu
dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi ketika makna
bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya itu berlangsung ketika
interpretan dipengaruhi oleh penafsir dan objek atau tanda. Bagi Barthes, faktor penting dalam
konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama karena penanda tatanan pertama merupakan
tanda konotasi. Jika teori Barthes digunakan dalam analisis gending rare, maka setiap pesan
dalam lirik gending rare merupakan pertemuan antara signifier (pengungkapan) dan signified
(pemaknaan) (Barthes, 1998:172-173).
2. PEMBAHASAN
Ada limagending rare jenis gegendingan yang dianalis dalam tulisan ini dari segi
makna dan fungsi. Gending-gending rare tersebut adalah Made Cenik, Meong-meong, Merah
Putih, Peteng Bulan, dan Putri Cening Ayu. Sebagai gending rare kelimanya mengandung
pendidikan budi pekerti yang disampaikan dengan cara yang berbeda, ada yang riang, jenaka,
dan kesungguhan. Teori semiotik Roland Barthes dan teori semantik Geoffrey Leech
digunakan untuk menganalisis makna dan fungsi yang ada pada data. Seperti disampaikan
sebelumnya bahwa jenis gending rare ada yang seluruh baitnya merupakan isi namun ada pula
yang terdiri atas bait-bait sampiran dan bahkan ada yang hanya berupa sampiran tanpa isi yang
jelas maknanya dan ada pula gegendingan yang tersusun atas kata-kata dengan makna yang
kurang jelas.
Berikut adalah analisis masing-masing gending rare.
(1) Gending Rare Made Cenik
Made Cenik Made Cenik
Lilig montor dibisanja 2x Dilindas kendaraan tadi malam
Montor Badung ke Gianyar 2x Kendaraan dari Badung ke Gianyar
Gedebege muat batu Gerobak ngangkut batu
Batu cina Batu cina
Bais lantang cunguh barak 2x Kaki panjang hidung merah
Mangumbang-ngumbang I Codet 2x Bersenandung si Codet
I Codet matelulupan Si Codet matelulupan
Jangkak-jongkok Jongkok pura2 mencari jangkrik
Manyaru manyoncong jangkrik 2x Pura2 mencari jangkrik
Jangkrik Kawi Nilotama 2x Jangkrik Kawi Nilotama
Nilotama Tunjungbiru Nilotama Tunjungbiru
Tunjungbiru Tunjungbiru
Margi I Ratu masiram 2x Jalan sang ratu mandi
Masiram saling enggotin 2x Mandi sambil bercanda bersenggolan
Tepuk api dong ceburin Melihat api diterjuni saja
(Gautama, 2011: 4)
Data 1 artikel ini adalah gending rare berupa gegendingan yang dapat dicermati seperti berikut.
Gending rare Made Cenik terdiri dari empat bait dan masing-masing bait terdapat
empat baris baik berupa klausa ataupun kata-kata. Makna denotasi pada bait 1 baris pertama
dan kedua adalah Made Cenik (orang yang diceritakan dalam gending rare ini) digilas
kendaraan tadi malam. Baris ketiga bermakna kendaraan yang datang dari Badung menuju
Gianyar. Baris keempat artinya gerobak mengangkut batu. Selanjutnya bait 2 baris pertama
dan kedua bermakna batu cina kaki panjang hidung berwarna merah. Baris ketiga dan keempat
bercerita tentang si Codet yang maknanya bersenandung si Codet matelulupan. Berikutnya
baris pertama, kedua, dan ketiga bermakna jongkok-jongkok berpura-pura mencari jangkrik
Nilotama Tunjungbiru. Bait ke 4 baris pertama mengulang nama jangkrik Nilotama
Tunjungbiru, baris kedua dan ketiga maknanya jalan sang ratu mandi dan ketika mandi saling
bercanda. Baris terakhir bermakna ketika melihat api silakan terjun ke dalam api.
Gending rare Made Cenik sepenuhnya merupakan gegendingan atau dolanan untuk
anak-anak dengan perbendaharaan kata yang cukup banyak. Gending rare dengan irama riang
jenaka ini sangat dikenal di kalangan orang Bali. Hal ini membuat anak-anak senang
menyanyikannya sehingga kata-kata yang ada pada gending rare tersebut mudah diingat dan
dimengerti. Melalui gending rare ini anak-anak bisa belajar bahasa Bali sambil bermain dengan
menyenangkan. Oleh sebab itu tujuan melestarikan bahasa Bali tidak akan sulit karena
dilakukan dengan situasi yang riang jenaka yakni magending sambil melajah (bernyanyi
sambil belajar).
Makna konotasi darigending rare ini bahwa ketika berada di luar rumah tentu kita harus
lebih berhati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya seperti yang
tersurat pada bait pertama karena kekurangwaspadaan di jalan maka terjadi kecelakaan pada
Made Cenik.
(2) Gending Rare Meong-Meong
Meong meong alih je bikule Kucing kucing tangkaplah tikusnya
Meong meong alih je bikule Kucing kucing tangkaplah tikusnya
Bikul gede-gede buin mokoh-mokoh Tikus besar-besar dan gemuk-gemuk
Kereng pesan ngerusuhin Sering membuat kerusuhan
Juk meng juk kul juk meng juk kul Tangkap kucing tangkap tikusnya
Data 2 di atas menyampaikan salah satu makna yakni kebersihan yang dapat dicermati seperti
berikut.
Meong-Meong adalah judul gending rare pada data 3. Makna denotasi yang
disampaikan pada setiap baris adalah seperti berikut. Makna baris pertama dan kedua adalah
kucing harus menangkap tikus. Pada baris ketiga dijelaskan bahwa tikusnya besar-besar dan
gemuk-gemuk. Selanjutnya pada baris keempat ditambahkan bahwa tikus yang besar-besar dan
gemuk-gemuk itu suka mengganggu. Oleh sebab itu kucing harus menangkap tikus-tikus itu
dan makna tersebut dijelaskan pada baris kelima.
Makna denotasi kata-kata pada gending rare data 3 sangat sederhana dan kedua hewan
tersebut bisa dikatakan sudah dikenal oleh anak usia sekolah dasar. Gending rare ini memiliki
irama yang riang dan lucu serta dinyanyikan melalui permainan nyata baik di sekolah ataupun
ketika anak-anak berkumpul pada suatu acara. Bernyanyi dan bermain dengan suasana riang
jenaka akan sangat menyenangkan bagi anak-anak sehingga memudahkan mereka mengingat
kata-kata yang ada dalam lagu dan tujuan pelestarian bahasa Bali tidak perlu dikhawatirkan.
Makna konotasi pada gending rareMeong-Meong dari keseluruhan kata-kata yang ada
di setiap baris bahwa hewan tikus dikonotasikan dengan perilaku hidup yang kotor dan suka
mengganggu. Oleh sebab itu perilaku seperti itu tidak boleh dibiarkan karena akan berakibat
buruk bagi lingkungan baik di lingkungan kecil (keluarga) dan juga di lingkungan besar
(masyarakat). Makna konotasi yang lainnya adalah tikus dikonotasikan sebagai oknum yang
mengambil bukan haknya sehingga merugikan lembaga di mana mereka melakukan hal
tersebut. Oleh sebab itu perilaku demikian harus diberantas.
Fungsi yang bisa diambil dari gending rareMeong-Meong adalah mengajarkan kepada
anak-anak untuk mencintai lingkungan sehingga mereka mau menjaganya dengan tidak
membuang sampah sembarangan, tidak menimbun sampah, dan hidup bersih yang akan
memberi dampak pada kesehatan jasmani dan rohani.
(3) Gending RareMerah Putih
Merah Putih benderan tiange Merah Putih warna benderaku
Makibaran di langite terang galang Berkibar di langit yang terang benderang
Nika lambang jiwan rakyat Indonesia Itu lambang jiwa rakyat Indonesia
Merah bani medasar atine suci Merah berani berdasar hati yang suci
Pusaka kadi leluhur jaya sakti Pusaka seperti leluhur yang jaya sakti
Merah Putih benderan tiyange Merah Putih adalah benderaku
(Gautama, 2011: 6)
Data 3 di atas menyampaikan makna perjuangan yang dapat dicermati seperti berikut.
Judul gending rare pada data 3 adalah Merah Putih. Gending rare ini termasuk dalam
jenis gegendingan yang terdiri dari satu bait dan bait tersebut berisi enam baris klausa. Makna
denotasi dari gending rare tersebut adalah: pada baris pertama menerangkan warna bendera
yaitu merah dan putih. Baris kedua menerangkan bahwa bendera merah putih itu senantiasa
berkibar di langit yang terang benderang sebagai perlambang jiwa rakyat Indonesia. Baris
ketiga menerangkan bahwa bendera adalah lambang jiwa rakyat Indonesia. Baris keempat
menjelaskan warna merah berarti berani dan warna putih berarti bersih. Baris kelima
menjelaskan bahwa bendera merah putih adalah warisan yang dititipkan oleh leluhur, dan baris
keenam menegaskan kembali bahwa bendera dengan warna merah dan putih adalah bendera
kami.
Makna denotasi pada kata-kata di setiap baris gending rare Merah Putih sangat
sederhana, mudah dipahami oleh anak usia sekolah dasar. Walaupun irama gending rare ini
serius tetap dimasukkan dalam buku ajar bahasa Bali berkenaan dengan pembelaan terhadap
identitas bangsa dan negara yang harus diberikan sejak usia dini. Di samping itu anak usia
sekolah dasar sudah mengikuti upacara bendera setiap hari-hari penting dan kegiatan tersebut
merupakan kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian tujuan
pelestarian bahasa Bali bisa tercapai karena anak-anak belajar melalui gegendingan dan juga
kegiatan upacara.
Makna konotasi yang disampaikan dalam gending rare Merah Putih adalah bagaimana
rakyat Indonesia dalam konteks ini rakyat Indonesia bisa dipertegas lagi yakni orang yang
berkewarganegaraan Indonesia. Rakyat Indonesia memiliki, menjaga, dan mempertahankan
salah satu identitas bangsa dan negara yang merdeka serta memiliki kedaulatan. Warna merah
merepresentasikan keberanian dan semangat yang terus membara serta warna putih
merepresentasikan hati yang tulus dan jiwa yang suci darirakyat Indonesia terhadap harta
pusaka titipan dari para pendahulu bangsa yang berjiwa luhur. Sebagai salah satu identitas
bangsa dan negara yang merdeka serta berdaulat bendera itu harus dihormati, dipertahankan,
dan dijaga sampai titik darah penghabisan.
Dari segi fungsi gending rare Merah Putih jelas memiliki nilai-nilai perjuangan untuk
membela salah satu identitas bangsa yang merdeka dan berdaulat. Nilai-nilai perjuangan sangat
penting ditumbuhkan pada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini agar memiliki semangat
juang yang tinggi terhadap segala sesuatu milik bangsa dan negara yang harus dipertahankan.
(4) Gending RarePeteng Bulan
Peteng bulan ujan bales magrudugan Malam bulan ujan sangat deras
Katak dongkang pade girang ya macanda Katak, kodok gembira bercanda
Kek kung kek kong kek kung kek kong Kek kung kek kong kek kung kek kong
Dingin pesan awak tiyange ngetor Udara sangat dingin badan saya gemetar
Nyemak saput nyogjog bale tur masare Ambil selimut naik ke atas tempat tidur lalu tidur
(Gautama, 2011: 5)
Data 4 di atas menyampaikan bagaimana alam memberikan kesenangan pada seluruh isi alam.
Peteng Bulan adalah judul gending rare pada data 4 yang terdiri dari satu bait dalam
bentuk klausa dan deretan kata. Makna denotasi baris pertama adalah pada saat malam tidak
ada sinar bulan hujan turun dengan derasnya disertai suara bergemuruh. Baris kedua bermakna
bahwa hewan-hewan katak dan kodok sangat senang dengan turunnya hujan deras yang
membuat ada banyak air sehingga menjadi arena yang menyenangkan bagi hewan-hewan
tersebut untuk bercanda. Baris ketiga menyampaikan hewan-hewan tersebut membunyikan
suara mereka yang khas saling bersahutan yang menyatakan kegembiraan. Baris keempat
menyatakan karena hujan sangat deras manusia menjadi kedinginan sampai gemetar. Baris
terakhir bermakna si manusia mengambil selimut dan langsung menuju tempat tidur.
Makna konotasi pada gending rarePeteng Bulan adalah alam memberikan apa yang
dibutuhkan oleh isi dari pada alam itu sendiri. Sebagai contoh bahwa manusia, hewan, dan
tumbuhan sebagai mahluk hidup memerlukan air untuk kebutuhan yang utama serta
kelangsungan hidup. Bahwa di antara ketiga mahluk hidup ada solidaritas dan toleransi sebagai
contoh ketika hujan turun katak dan kodok bercanda ria dan saling bersahutan, sementara
manusia merasa kedinginan dengan mengambil selimut menuju tempat tidur, dan tanaman
tumbuh subur karena mendapat air. Manusia tidak merasa terganggu oleh suara katak dan
kodok dan mungkin merasa terhibur mendengar suara yang saling bersahutan.
Fungsi yang diperoleh dari gending rarePeteng Bulan adalah bahwa alam memberikan
dan menyediakan semua yang dibutuhkan oleh penghuninya dengan waktu yang sudah
ditentukan yakni adanya musim panas dan musim hujan. Oleh sebab itu semua penghuni harus
juga menjaga dan memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam agar tidak terjadi hal-hal yang
merugikan dan untuk keselamatan semua penghuninya.
(5) Gending Rare Putri Cening Ayu
Putri Cening Ayu Putri Cening Ayu
Nongos ngijeng jumah Diam jaga rumah
Meme luas malu Ibu pergi dulu
Kapeken mablanja Ke pasar berbelanja
Apang ada daarang nasi Agar ada lauk pauk
Meme tiang ngiring Ibu saya menurut
Nongos ngijeng jumah Diam jaga rumah
Sambilang mapumpun Sambil siapkan di dapur
Ajak tiang dadua Berdua dengan adik
Ditekane nyen gapgapin Ketika pulang bawakan oleh-oleh
Kotak wadah gerip kotak tempat anak batu tulis
Jaja magenepan aneka kue
Ane luwung-luwung yang bagus-bagus
Magenep isine aneka macam isinya
Apang ada aji satus sampai genap seharga seratus
Data 5 menunjukkan rasa hormat dan ketaatan anak kepada orang tua.
Putri Cening Ayu adalah judul dari gending rare pada data 5 yang terdiri dari 3 bait di
mana baris-baris setiap baitnya berupa klausa dan kata-kata. Makna denotasi pada baris
pertama dalam bait 1 menyebutkan anak yang bernama Putri Cening Ayu. Pada baris kedua
ananda disuruh diam di rumah, baris ketiga ibunya pergi dulu, ke pasar berbelanja pada baris
keempat, baris kelima agar ada lauk pauk sebagai teman makan nasi. Bait 2 baris pertama
bermakna bahwa si anak menuruti apa yang diinginkan oleh ibunya, untuk diam di rumah, pada
baris kedua, dan baris ketiga bermakna sambil mengerjakan pekerjaan dapur, baris keempat
dan kelima bermakna kami berdua, ketika ibu pulang dari pasar bawakan kami oleh-oleh.
Makna denotasi pada bait 3 baris pertama adalah oleh-olehnya berupa kotak tempat anak batu
tulis, baris kedua dan ketiga bermacam-macam kue yang enak-enak, baris keempat dan kelima
dengan semua isinya mencapai harga seratus.
Makna denotasi kata-kata bahasa Bali pada gending rare Putri Cening Ayu cukup
variatif sebagai contoh ada kata gerip yang keberadaan bendanya sekarang agak jarang.
Gending rarePutri Cening Ayu memiliki irama yang datar namun riang karena ada makna
yang menggambarkan keinginan anak agar dibawakan oleh-oleh ketika mereka mengerjakan
tugas yang diwajibkan oleh orang tua. Anak-anak menyanyikan gending ini sambil bekerja
ringan sehingga kata-kata pada gending dapat diingat dan dipahami dengan mudah dalam
suasana yang menyenangkan sehingga ada keinginan untuk menyanyikan berulang-ulang.
Dengan demikian pelestarian bahasa Bali terbukti bisa dilakukan secara efektif melalui media
gending rare.
Makna konotasi pada gending rare Putri Cening Ayu adalah rasa hormat dari anak
terhadap orang tua dan juga perhatian orang tua terhadap buah hati mereka. Ketika pada pagi
hari ibu harus pergi ke pasar berbelanja keperluan dapur maka anak yang usianya sudah cukup
untuk melakukan pekerjaan dapur wajib membantu orang tua supaya terlatih bekerja sejak dini
sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Ada perhatian dan tanggungjawab dari orang tua
untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak dan memberikan imbalan ringan kepada anak yang
menurut berupa aneka kue yang enak. Gending rare ini mengandung pendidikan budi pekerti
yakni saling membantu antara anak dan orang tua di dalam sebuah keluarga dan dapat pula
dilakukan di lingkungan lain seperti sekolah, organisasi, dan di masyarakat.
Fungsi yang didapatkan dari gending rare Putri Cening Ayu adalah ada pembelajaran
dari orang tua kepada anak bahwa walaupun mereka masih anak-anak bukan berarti mereka
hanya bermain. Anak-anak diwajibkan membantu pekerjaan orang tua sesuai dengan
kemampuan mereka agar anak-anak mualai belajar bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri
dan lingkuangannya. Gending rare ini mengajarkan pada anak-anak bahwa untuk memperoleh
sesuatu tidak selalu mudah dan sebaiknya dibiasakan dengan bekerja untuk mendapatkan
imbalan. Dari kebiasaan yang baik seperti itu anak-anak belajar menghargai waktu dan juga
orang lain.
3. SIMPULAN
Hasil analisis dari kelima data di atas menunjukkan bahwa gending rare jenis
gegendingan berbahasa Bali memiliki peran sebagai salah satu media untuk melestarikan
bahasa Bali dan pembentukan karakter anak karena dalam gending rare berisi pendidikan budi
pekerti. Langkah pelestarian ini dibuktikan dengan adanya mata pelajaran bahasa Bali di
sekolah dasar dan gending rare dimasukkan dalam buku ajar bahasa Bali. Oleh sebab itu sejak
kecil anak-anak sudah mengenal bahasa Bali melalui gegendingan dan mereka belajar sambil
bernyanyi sehingga menjadi lebih mudah untuk memahaminya. Dengan demikian penggunaan
dan pemahaman bahasa Bali melalui gegendingan harus terus ditingkatkan agar penutur bahasa
Bali semakin mencintai bahasa daerahnya yang menjadikan bahasa itu lestari.
4. DAFTAR PUSTAKA
Balai Bahasa Denpasar, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Bali
Indonesia.Cetakan I. Denpasar: Balai Bahasa Denpasar.
Barthes, Roland. 1998. The Semiotic Challenge. New York: Hill and Wang.
Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi
Tanda, Simbol, dan Representasi. Edisi Indonesia. Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.
Gautama, Budha Wayan. 2007. Penuntun Pelajaran Gending Bali. Denpasar: CV. Kayumas
Agung.
Gautama, Ki Guru Gede Pasek Budha. 2011. Aneka Rupa Gending Bali. Surabaya: Paramita.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Edisi revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Leech, Geoffery. 1981. Semantics: The Study of Meaning. England: Penguin Books.
Leech, Geoffery. 1993. Principles of Pragmatics. USA: Longman Inc.
Taro, I Made. 2007. Gita Krida Kumpulan Lagu Permainan Tradisional Bali. Bandung: Graha
Bandung Kencana.