Top Banner
21

Simposium Internasional Bahasa

Apr 24, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Simposium Internasional Bahasa
Page 2: Simposium Internasional Bahasa

Dewan Penyunting

Prof. Dr. Aron Meko Mbete

Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A

Prof. Dr. La Ode Sidu Marafad, M.S

Editor

Ni Made Sri Satyawati

Dr. La Ino, s.Pd., M.Hum

Dr. Yazid

Lenny Isabelah D. Koroh

Tim editor

Fina Amalia Masri

Widya Purna Wati

Elmy

Sahur Saerudin

Hardin

Harmin

Page 3: Simposium Internasional Bahasa

Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya Universitas Halu Oleo (UHO)

bekerja sama dengan Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal (APBL)

Uiversitas Halu Oleo

2016

UCAPAN TERIMA KASIH

Panitia Simposium Internasional mengucapkan terima kasih kepada:

Rektor Universitas Halu Oleo bersama staf

Direktur Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo bersama staf

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo bersama staf

Ketua Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal beserta staf

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan, Jakarta

Bapak/Ibu Dosen Fakultas Illmu Budaya dan Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan

Universitas Halu Oleo

Para Pemakalah dan Peserta

Serta semua pihak dan sponsor yang telah berpartisipasi dan mendukung terselenggaranya

kegiatan Simposium Internasional

Page 4: Simposium Internasional Bahasa

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa, karena

berkat anugerah-Nyalah Panitia Simposium Internasional Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa

Lokal dapat menyiapkan dan menyelenggarakan Simposium ini. Panitia mengucapkan terima

kasih dan mohon maaf atas segala ketidaksempurnaan serta kekurangan yang terjadi dalam

penyelenggaraan Simposium Interasional ini.

Pertama-tama, sebagai awal dari pengantar ini kami secara khusus mengucapkan

“Selamat Datang di bumi anoa, Kota bertakwa” kepada para pemakalah dan peserta dari luar

kota Kendari yang sudah berkenan meluangkan waktunya datang bersimposium di Kampus

Universitas Halu Oleo. Semoga Kendari yang dikenal sebagai kota bertakwa dan budaya

ketimurannya dapat memberikan inspirasi dan atmosfer akademik yang baik bagi semua

peserta dalam symposium ini. Tentu saja Simposium ini tidak akan berarti tanpa dukungan dari

para pemakalah dan peserta yang datang untuk berbagi ilmu, pengalaman dan pengetahuan

demi pengembangan wawasan keilmuan bidan masing-masing pemakalah.

Kami tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya karena atas

dukungan dan partisipasi Bapak/Ibu semua, Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan

Budaya 2016 ini dapat berlangsung dengan lancar sesuai harapan. Semoga ketulusan dan

kesediaan untuk berbagi dalam Simposium ini dapat memberikan aura positif bagi

meningkatnya kualitas keilmuan peserta yang terlibat dalam acara ini. Rasa berbagi inilah yang

kami yakini dapat menjadi pendorong semangat atau “motifator” bagi siapa saja untuk terus

berkarya bagi terjaganya kehidupan bahasa, sastra dan budaya local maupun Nasional.

Buku panduan ini merupakan persembahan bagi peserta Simposium Internasional

Bahasa, Sastra dan Budaya 2016 yang dapat digunakan sebagai penuntun pelaksanaan program

selama tiga hari ini, 27—29 Oktober 2016 di Universitas halu Oleo Kendari. Panduan ini

memuat jadwal-jadwal sesi paralel dan sidang pleno, dengan abstrak para pemakalah. Demi

kelancaran pelaksanaan acara Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya 2016, kami

sangat berharap agar semua peserta dapat mengikuti acara dengan penuh ketertiban dan

kesabaran sehingga acara dapat berjalan dengan sukses tanpa kendala yang berarti. Akhirnya,

kami mohon maaf atas segala kekurangan dalam pelayanan dan tegur sapa yang kurang

berkenan dari panitia karena sesungguhnya kami ingin sekali memberikan pelayanan yang

sebaik-baiknya kepada para peserta. “Selamat bersimposium, semoga bermanfaat untuk

semua.”

Page 5: Simposium Internasional Bahasa

Panitia Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya 2016

SEKAPUR SIRIH

Waktu terus berlalu, denyut keilmuan berlanjut memicu insan-insan akademik

menggairahkan kampus untuk senantiasa sibuk. Tidak terasa, Simposium Internasional Bahasa,

Sastra dan Budaya 2016 ini Merupakan Simposium yang pertama. Kita Patut bersyukur kepada

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena ajang akademik ini dapat berlangsung dan

tampaknya, merupakan awal dari Simposium-Simposium berikutnya pada bidang keilmuan

yang sama, namun demikian variasi topik, dan mutu makalah, kendati tetap diupayakan untuk

ditingkatkan.

Ajang akademik dalam Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya yang

pertama ini memiliki makna tersendiri karena bersamaan dengan Simposium ini, wadah profesi

peneliti bahasa-bahasa lokal hadir secara formal dan legal setelah terbitnya Keputusan Menteri

Hukum dan HAM No.AHU- 01816.50.10.2014 tanggal 24 Mei 2014 untuk melaksanakan

RAKERNAS yang kedua. Kami berterima kasih kepada APBL Pusat telah memberikan kepada

kami kesempatan untuk melaksakan RAKERNAS yang ke dua. Panitia mengundang para

peserta seminar untuk menjadi “bagian” dari wadah profesi ini. Atas dasar itu pula kerjasama

Program Studi Magister dan Doktor Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana

dengan Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal (APBL) semakin terjalin lebih kuat dan lebih

bermakna pada tahun-tahun yang akan datang.

Seperti yang dicanangkan oleh ©Panitia Simposium Internasional Bahasa, Sastra dan

Budaya yang pertama, mengambil tema yang bertajuk: “Bahasa Menunjukan Jati Diri dan

Sumber Daya Bangsa “Tema tersebut masih bergayut dengan kondisi objektif kehidupan

bahasa-bahasa lokal yang ada di Indonesia. Kematian sejumlah bahasa lokal, terancam

punahnya banyak bahasa kecil karena perubahan lingkungan kebahasaan yang didominasi

bahasa Nasional, bahasa Indonesia dan juga bahasa-bahasa Asing pada era global ini jelas

memerlukan ajang akademik khususnya Simposium Internasinal Bahasa, Sastra dan Budaya

seperti juga yang diselenggarakan oleh beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia. Kepedulian

akademik atas “nasib” bahasa-bahasa lokal sebagai warisan budaya bangsa ini perlu diwahanai

untuk dikaji baik melalui forum-forum seminar/simposium maupun penerbitan karya-karya

kebahasaan pada waktu yang akan datang.

Page 6: Simposium Internasional Bahasa

Berdasarkan penilaian secara acak atas makalah-makalah yang telah diterima oleh

panitia, baik makalah yang berbasis hasil kajian lapangan maupun buah pemikiran yang

bersifat teoritis turut memperkaya dan mewarnai suasana Simposium Internasinal Bahasa,

Sastra dan Budaya 2016 Panitia sangat mengharapkan agar kepedulian akademik yang tertuang

secara tertulis dalam makalah-makalah itu dapat berkembang lebih dalam dan lebih luas lagi

selama penyajiannya dalam Simposium Internasional ini.

Sebagai Tuan Rumah, panitia mengucapkan Selamat Datang di Bumi Anoa, kota

bertakwa. Semoga Semoga Kendari yang dikenal sebagai kota bertakwa dan budaya

ketimurannya dapat menginspirasi para akademisi untuk menelaah lebih dalam persoalan-

persoalan keberadaan, nafas kehidupan, dan jaminan kelestarian bahasa-bahasa lokal

memeroleh asa baru melalui pemikiran-pemikiran yang strategis, kritis dan konstruktif.

Selamat berseminar dan “Menikmati” Alam dan Budaya Sulawesi Tenggara.©

Page 7: Simposium Internasional Bahasa

James T Collins

Diversitas Bahasa Sekerabat di Maluku Tengah: Kenyataan Diakronis, Krisis

Kontemporer

Halaman 12-30

Prof. Aron: Bahasa-Bahasa Lokal di Indonesia: Jati Diri dan Sumber Daya Yang

Layak dipertahankan dan Dilestarikan:

Halaman 30-49

Prof. Artawa dan Ketut Wandia

Kekoreferensialan Lintas Klausa Dalam Bahasa Indonesia

Halaman 50-64

Made Budiarsa

Reinterpretasi Kesadaran Praktik Berbahasa Lokal Di Indonesia

Halaman 64-79

I Nengah Sudipa

BALI ORTI: Media Pelestari Bahasa dan Budaya Lokal

Halaman 80-91

Prof. La Ode Sidu

Pemakaian Artikel O Dalam Bahasa Muna

Halaman 89-101

Herlina Pambabu dan La Ino

Kebertahanan Kosakata Kegeografian pada Siswa SMA Se-Kota Kendari:

Studi Kasus pada MAS DDI Nurul Qalbi dan MAS Indotec

Halaman 103- 127

Fransisca R Sunarmi. M.Pd.

Menulis Aksara Jawa Dan Analisis Carakan Sebagai Pelestarian Budaya Indonesia

128-140

Agus Darma Yoga Pratama

Penerjemahan Film Thomas and Friends

“Legenda Sodor Tentang Harta Karun yang Hilang”

Halaman 140-150

Agus Supriatna

Transformasi Kata-Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia Yang Berasal Dari Bahasa

Arab

Halaman 150-161

I Gusti Ayu Gde Sosiowati

Multifungsi Mendongeng dalam Pelestarian Bahasa Bali

Halaman 162-175

Pande Nyoman Ita Wulandari

Morfem Derivasi dan Infleksi

pada Bahasa Bali Dialek Wongaya Gede

Halaman 173-193

Page 8: Simposium Internasional Bahasa

Sumiman Udu

Tradisi Bhanti-Bhanti: Eskpresi Seksualitas Setengah Hati

Halaman 194-211

Ni Wayan Sukarini

Ni Luh Ketut Mas Indrawati

Gending Rare sebagai Media Pelestarian Bahasa Daerah

Halaman 212-221

Hardin dan Andi Satriani

Ritual Kapontasu sebagai Media Komunikasi Transendental dalam Bercocok Tanam

Padi Ladang Masyarakat Etnik Muna

Halaman 222-240

Adisti Primi Wulan

Penanganan Dokumentasi Bahasa Melayu Sambas Menjadi Kamus Bahasa Daerah

Untuk Melestarikan Khazanah Bahasa

Halaman 241-252

Dr. Drs. Kanisius Rambut, M.Hum

Kontoversi Persepsi Generasi Tua dan Generasi Muda dalam Teks Ritual Barong Wea

Halaman 253-263

Ferina Kumala Dewi

The Use of Banjarese Variation among Teenagers in Palangkaraya

(Sociolinguistics Point of View)

Halaman 264-271

La Ode Nggawu1 and Maulid Taembo2

The Meaning Of “To Bring” In Muna Language: Natural Semantics Metalanguage

Halam 272-284

Falma Wati.

Selamatkan Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi Tenggara

(Bahasa Daerah Wolio)

Halaman 284-293

I Gusti Ayu Niken Launingtia,S.S., M.Hum

Bahasa Mampu Memengaruhi Karakter Sebuah Budaya: Studi Kasus Pembelajaran

Bahasa Jepang Mahasiswa Stp nusa dua bali

Halaman 294-302

Kinayati Djojosuroto

Pronomina Dialek Jaton Sebagai Fitur Bahasa Daerah Di Minahasa

Halaman 303-314

I Ketut Darma Laksana

Dinamika Kebahasaan pada Masyarakat Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali

Halaman 315-329

Maria Magdalena Namok Nahak

Edmundus Bouk

Ragam Bahasa Tetun Terik Di Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, NTT

Halaman 330-342

Page 9: Simposium Internasional Bahasa

Aisyiah Al Adawiyah, M.Pd.

Penyajian Buku Kumpulan Materi “Parlez Français” sebagai Strategi Pengenalan

Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa Perancis

Halaman 341-354

Ni Wayan Mekarini

Sudhi Wadani As Interethnic Marriage Text In Balinese Principles

Halaman 355-366

Wa Ode Sifatu

Budaya Muna Terhadap Cadangan Pangan (Studi di Kelurahan Walambena Wite,

Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara)

Halaman 367-385

Maria Santisima Ngelu

Konstruksi Gender dalam Puisi-Puisi Etnografi yang Berpihak pada Kearifan Lokal

Flores; Kritik Sastra Feminis

Halaman 386-396

Veronika Genua

Khazanah Leksikon Tanaman PANGAN Etnik Nagekeo : Kajian Ekolinguistik

Halaman 397-413

Hani’ah, Sahid Teguh Widodo, Sarwiji Suwandi, Kundhru Saddhono

Ideologi Pemberani dalam Parebasan ”Abantal Omba’ Asapo’ Angin” sebagai Identitas

Masyarakat Madura

Halaman 414-420

Arman

Fina Amalia Masri

Ewa Wuna : Jatidiri Masyarakat Muna

Halaman 421-428

Dr. Johanna Rimbing, M.Hum

Gambaran Karakter MasyarakatKelompok Subetnik Tountemboan di Minahasa

Halaman 429-442

Abdul Jalil

Mempromosikan Multikulturalisme pada Program “Rentak Pelangi Bumi Anoa” Di

Radio Republik Indonesia Kendari Sulawesi Tenggara

Halaman 443-457

Nirmalasari

I Wayan Simpen

BAHASA LINGKUNGAN KE-KAGHATI-AN GUYUB TUTUR BAHASA MUNA

(PERSPEKTIF EKOLINGUISTIK)

Halaman 458-468

Page 10: Simposium Internasional Bahasa

Yunus

Mantra Bercocok Tanam Jagung Masyarakat Kabawo Beserta Relevansinya Terhadap

Pembelajaran Sastra Di SMA

Halaman 4469-486

Haerun A.

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Konteks Multibudaya

Halaman 486-501

Dr. H. M. Yazid ARG., Lc., M.Pd.

Arah Perkembangan Bahasa Indonesia Akhir-Akhir ini

(The Direction of The Development of Indonesian Language in Nowdays)

Halaman 502-519

Erni Harijati

Kekerabatan Antara Bahasa Wolio dengan Bahasa Cia-Cia

Halaman 519-534

Salniwati, S.Pd., M.Hum1 Sitti Hermina, SST.Par.,M.Hum2 Nurtikawati, S.Sn.,

M.Hum3

Klasifikasi Bentuk-Bentuk Watawataangke (Teka-Teki) pada Masyarakat Etnis Muna

Halaman 535-553

Setia Rini

Tingkatan Tutur Bahasa Lokal Jawa dan Bahasa Asing Perancis dalam Perspektif

Situasi dan Kelas Sosial

Halaman 553-562

Laxmi, Akhmad Marhadi, Sarjono

Dinamika Penggunaan Bahasa Binte pada Kalangan Remaja Di Kota Raha Sulawesi

Tenggara

Halaman 563-572

Sulfiah

Homonim Bahasa Muna Dialek Gu-Lakudo

Halaman 572-584

Sahlan dan Amiruddin

Kearifan Lokal Masyarakat Sulawesi Tenggara Sebagai Bahan Pengembangan

Pembelajaran

Halaman 585-604

Jan Mr’azek

Anyam-Anyaman Anyaman: Sujiwo Tejo’s “Word Music”

Javanese Traditional Verbal Art, and the Soaund and Meaning of Words in Moder

Indonesia

Halaman 604-615

Page 11: Simposium Internasional Bahasa

La Aso

Ritual Pomoghono pada Masyarakata Etnik Muna di Kabupaten Muna Provinsi

Sulawesi Tenggar

Halaman 616-629

Lanny Isabela D. Koroh & Simon Sabon Ola

Kekerabatan Ekologis Enam Bahasa Lokal Di NTT : Kajian Ekolinguistik Bandingan

Halaman 630

Dr. H. Mursalim, M.Hum.

Growing A Culture Of Literacy By The Application Of Language Skills (Reading And

Writing)

Halaman 630

Ellyana Hinta

Pemaknaan terhadap Puisi Lisan Palebohu Sebagai Media Pemertahanan Bahasa

Gorontalo

Halaman 631

Nikolaus Pasassung

Affixation as Semantic Resource:Process Realisation in the Indonesian Language

Halaman 631

Page 12: Simposium Internasional Bahasa

GENDING RARE SEBAGAI MEDIA PELESTARIAN BAHASA DAERAH

Ni Wayan Sukarini,

Ni Luh Ketut Mas Indrawati

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana

[email protected]@yahoo.com

GENDING RARE AS THE MEDIA

FOR THE LOCAL LANGUAGE PRESERVATION

Abstract

Gending Rare or Sekar Rare is classified into oral literature. Some Gending Rare

(songs of children) written in Balinese language are analyzed in this article. Gending rare

consists of three types they are Dolanan, Jejangeran, and Gending Sangiang. Gending Rare

can be regarded as one of the media for preservation of local languages in this case Balinese

language. By singing gending rare children can learn and play at the same time so the the local

language can be preserved.

The data of this article are analyzed using semiotic theory of Roland Barthes and semantic

theory of Geoffery Leech. The analysis showed that gendingrare is one of the effective media

to preserve Balinese language. And the one which is more important there is moral education

in gending which is very useful for the character building.

Key words: Gending Rare, preservation, the local language.

1. PENDAHULUAN

Gending dalam bahasa Bali memiliki tiga makna yakni bisa berarti lagu, tabuh, dan

juga nyanyian, sedangkan Rare bermakna anak kecil (dalam hal usia) diperkirakan dari usia

bayi sampai usia 11-12 tahun. Jika dikaitkan dengan usia sekolah maka rare dapat diartikan

adalah anak usia sekolah dasar atau belum memasuki usia sekolah menengah. Apabila kedua

kata digabung antara Gending dan Rare sehingga menjadi gending rare maka frasa tersebut

berarti nyanyian untuk anak dari usia bayi sampai dengan anak sekolah dasar. Oleh karena

berupa lagu maka gending rare digolongkan ke dalam karya sastra lisan. Tujuan melagukan

gending rare terutama bagi orang tua adalah untuk menghibur dan mengiringi anak saat akan

tidur. Namun hal tersebut bukanlah satu-satunya tujuan karena ada hal lain yang cukup penting

yakni gending rare sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral, budi pekerti, dan

nasihat-nasihat yang mengandung unsur-unsur mendidik agar kelak si anak memiliki perilaku

dan moral yang baik.

Gending Rare yang digolongkan ke dalam sastra lisan diwariskan secara turun-temurun

dari generasi ke generasi melalui media bahasa dalam bentuk nyanyian. Ditinjau dari

pembagian tembang, gending rare merupakan bagian dari salah satu tembang karena tembang

itu sendiri terdiri atas empat bagian yaitu: (1) Gegendingan (Gending Rare atau Sekar Rare),

(2) Pupuh (Sekar Alit atau Sekar Macepat), (3) Kidung (Sekar Madia), dan (4) Kakawin (Sekar

Page 13: Simposium Internasional Bahasa

Agung). Gending rare yang termasuk dalam kelompok tembang memiliki hanya satu irama

dalam lagunya, liriknya pendek dan sederhana karena sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk

anak-anak. Gending rare bernuansa permainan yang bersifat dinamis dan riang dengan lirik

lagu yang sederhana sehinggadapat dilagukan dengan mudah dalam suasana ceria. Hubungan

antar kalimat dalam gending rare tidak harus membentuk suatu cerita karena yang diutamakan

adalah kata-kata sederhana dengan irama yang mudah dinyanyikan. Biasanya setiap lagu

dilengkapi dengan sebuah permaianan (dolanan) yang bertema sama namun ada juga lagu yang

berdiri sendiri. Lagu anak-anak tidak terlalu diikat oleh hukum yang dalam bahasa Bali untuk

lagu disebut guru lagu atau padalingsa. Pada jenis gending rare ada yang seluruh baitnya

merupakan isi namun ada pula yang terdiri atas bait-bait sampiran dan bahkan ada yang hanya

berupa sampiran tanpa isi yang jelas artinya dan ada pula ditemukan gegendingan yang

tersusun atas kata-kata dengan makna yang tidak jelas sebagai contoh gegendingan yang

berjudul ‘Made Cenik’.

Sebagai warisan budaya sastra lisandalam bentuk nyanyian gending rare berbahasa

Bali terdiri atas tiga jenis yaitu (1) Dolanan, nyanyian yang dilagukan untuk anak-anak, (2)

Jejangeran (Peparikan), nyanyian yang dilagukan oleh para penari janger dalam bentuk

peparikan (pantun), dan (3) Gending Sangiang, adalah lagu yang dinyanyikan oleh penari yang

menarikan tarian Sangiang. Tarian Sangiang ada lima jenis yakni: Sangiang Jaran, Sangiang

Dedari, Sangiang Penyalin, Dewa Ayu, Sekar Emas (Gautama, 2007: 51).

Pelestarian gending rare sebagai warisan budaya sastra lisan perlu mendapat perhatian

agar bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Oleh karena itu perlu dilakukan secara

berkelanjutan langkah-langkah pelestarian dalam berbagai bentuk misalnya memasukkan

gending rare pada buku ajar bahasa Bali anak sekolah dasar, penelitian, inventarisasi,

rekonstruksi, dan sebagainya. Berkenaan dengan pelestarian gending rare maka tulisan ini

mencoba menganalisis beberapa gending rare jenis gegendingan (dalam bahasa Jawa

dinamakan dolanan) berbahasa daerah Bali dan bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang

makna yang terkandung dalam gending-gending rare berbahasa Bali dan juga fungsinya.

Data penelitian diperoleh dari sumber tertulis berupa buku yang berisi kumpulan

gending rare. Dilakukan observasi terhadap gending-gending rare yang ada pada sumber data

dan selanjutnya dipilih secara acak gending-gending rare yang digunakan sebagai data. Ada

16 gending rare jenis gegendingan, 4 dipilih sebagai data dari buku tersebut, dan 1 data

gending rare lagi diperoleh dari sumber lain. Jadi jumlah semua data dalam jenis gegendingan

ada 5 terdiri dari Made Cenik, Meong-meong, Merah Putih, Peteng Bulan, dan Putri Cening

Ayu.

Page 14: Simposium Internasional Bahasa

Penelitian ini menganalisis nilai-nilai budi pekerti pada lima gending rare yang

digunakan sebagai data dengan menggunakan teori semiotik dan semantik dari Barthes. Salah

satu konsep Barthes yang dapat digunakan untuk menganalisis teks dari sebuah lagu yaitu

konsep konotasi dan denotasi yang mana konsep tersebut dapat diterapkan untuk mengetahui

makna atau isi pesan maupun mitos dari sebuah lirik lagu. Denotasi adalah tingkat pertandaan

yang menjelaskan hubungan antara petanda dan penanda pada realitas yang menghasilkan

makna yang langsung dan pasti dan Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya menghasilkan makna yang tidak

langsung dan tidak pasti atau terbuka. Konsep konotasi dan denotasi dari Barthes dapat

diterapkan dalam analisis lirik lagu. Konotasi sendiri adalah istilah yang digunakan Barthes

untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua, di mana signifikasi tahap pertama diistilahkan

oleh Barthes sebagai denotasi. Denotasi yaitu makna yang nyata dari tanda. Sementara dalam

hal ini konotasi menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan

atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan. Konotasi sendiri memiliki makna

yang subjektif atau paling tidak intersubjektif (Barthes, 2006:37). Barthes berpendapat bahwa

konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda dalam tatanan

pertandaan kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu

dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini terjadi ketika makna

bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif. Semuanya itu berlangsung ketika

interpretan dipengaruhi oleh penafsir dan objek atau tanda. Bagi Barthes, faktor penting dalam

konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama karena penanda tatanan pertama merupakan

tanda konotasi. Jika teori Barthes digunakan dalam analisis gending rare, maka setiap pesan

dalam lirik gending rare merupakan pertemuan antara signifier (pengungkapan) dan signified

(pemaknaan) (Barthes, 1998:172-173).

2. PEMBAHASAN

Ada limagending rare jenis gegendingan yang dianalis dalam tulisan ini dari segi

makna dan fungsi. Gending-gending rare tersebut adalah Made Cenik, Meong-meong, Merah

Putih, Peteng Bulan, dan Putri Cening Ayu. Sebagai gending rare kelimanya mengandung

pendidikan budi pekerti yang disampaikan dengan cara yang berbeda, ada yang riang, jenaka,

dan kesungguhan. Teori semiotik Roland Barthes dan teori semantik Geoffrey Leech

digunakan untuk menganalisis makna dan fungsi yang ada pada data. Seperti disampaikan

sebelumnya bahwa jenis gending rare ada yang seluruh baitnya merupakan isi namun ada pula

yang terdiri atas bait-bait sampiran dan bahkan ada yang hanya berupa sampiran tanpa isi yang

Page 15: Simposium Internasional Bahasa

jelas maknanya dan ada pula gegendingan yang tersusun atas kata-kata dengan makna yang

kurang jelas.

Berikut adalah analisis masing-masing gending rare.

(1) Gending Rare Made Cenik

Made Cenik Made Cenik

Lilig montor dibisanja 2x Dilindas kendaraan tadi malam

Montor Badung ke Gianyar 2x Kendaraan dari Badung ke Gianyar

Gedebege muat batu Gerobak ngangkut batu

Batu cina Batu cina

Bais lantang cunguh barak 2x Kaki panjang hidung merah

Mangumbang-ngumbang I Codet 2x Bersenandung si Codet

I Codet matelulupan Si Codet matelulupan

Jangkak-jongkok Jongkok pura2 mencari jangkrik

Manyaru manyoncong jangkrik 2x Pura2 mencari jangkrik

Jangkrik Kawi Nilotama 2x Jangkrik Kawi Nilotama

Nilotama Tunjungbiru Nilotama Tunjungbiru

Tunjungbiru Tunjungbiru

Margi I Ratu masiram 2x Jalan sang ratu mandi

Masiram saling enggotin 2x Mandi sambil bercanda bersenggolan

Tepuk api dong ceburin Melihat api diterjuni saja

(Gautama, 2011: 4)

Data 1 artikel ini adalah gending rare berupa gegendingan yang dapat dicermati seperti berikut.

Gending rare Made Cenik terdiri dari empat bait dan masing-masing bait terdapat

empat baris baik berupa klausa ataupun kata-kata. Makna denotasi pada bait 1 baris pertama

dan kedua adalah Made Cenik (orang yang diceritakan dalam gending rare ini) digilas

kendaraan tadi malam. Baris ketiga bermakna kendaraan yang datang dari Badung menuju

Gianyar. Baris keempat artinya gerobak mengangkut batu. Selanjutnya bait 2 baris pertama

dan kedua bermakna batu cina kaki panjang hidung berwarna merah. Baris ketiga dan keempat

bercerita tentang si Codet yang maknanya bersenandung si Codet matelulupan. Berikutnya

baris pertama, kedua, dan ketiga bermakna jongkok-jongkok berpura-pura mencari jangkrik

Nilotama Tunjungbiru. Bait ke 4 baris pertama mengulang nama jangkrik Nilotama

Tunjungbiru, baris kedua dan ketiga maknanya jalan sang ratu mandi dan ketika mandi saling

bercanda. Baris terakhir bermakna ketika melihat api silakan terjun ke dalam api.

Page 16: Simposium Internasional Bahasa

Gending rare Made Cenik sepenuhnya merupakan gegendingan atau dolanan untuk

anak-anak dengan perbendaharaan kata yang cukup banyak. Gending rare dengan irama riang

jenaka ini sangat dikenal di kalangan orang Bali. Hal ini membuat anak-anak senang

menyanyikannya sehingga kata-kata yang ada pada gending rare tersebut mudah diingat dan

dimengerti. Melalui gending rare ini anak-anak bisa belajar bahasa Bali sambil bermain dengan

menyenangkan. Oleh sebab itu tujuan melestarikan bahasa Bali tidak akan sulit karena

dilakukan dengan situasi yang riang jenaka yakni magending sambil melajah (bernyanyi

sambil belajar).

Makna konotasi darigending rare ini bahwa ketika berada di luar rumah tentu kita harus

lebih berhati-hati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya seperti yang

tersurat pada bait pertama karena kekurangwaspadaan di jalan maka terjadi kecelakaan pada

Made Cenik.

(2) Gending Rare Meong-Meong

Meong meong alih je bikule Kucing kucing tangkaplah tikusnya

Meong meong alih je bikule Kucing kucing tangkaplah tikusnya

Bikul gede-gede buin mokoh-mokoh Tikus besar-besar dan gemuk-gemuk

Kereng pesan ngerusuhin Sering membuat kerusuhan

Juk meng juk kul juk meng juk kul Tangkap kucing tangkap tikusnya

Data 2 di atas menyampaikan salah satu makna yakni kebersihan yang dapat dicermati seperti

berikut.

Meong-Meong adalah judul gending rare pada data 3. Makna denotasi yang

disampaikan pada setiap baris adalah seperti berikut. Makna baris pertama dan kedua adalah

kucing harus menangkap tikus. Pada baris ketiga dijelaskan bahwa tikusnya besar-besar dan

gemuk-gemuk. Selanjutnya pada baris keempat ditambahkan bahwa tikus yang besar-besar dan

gemuk-gemuk itu suka mengganggu. Oleh sebab itu kucing harus menangkap tikus-tikus itu

dan makna tersebut dijelaskan pada baris kelima.

Makna denotasi kata-kata pada gending rare data 3 sangat sederhana dan kedua hewan

tersebut bisa dikatakan sudah dikenal oleh anak usia sekolah dasar. Gending rare ini memiliki

irama yang riang dan lucu serta dinyanyikan melalui permainan nyata baik di sekolah ataupun

ketika anak-anak berkumpul pada suatu acara. Bernyanyi dan bermain dengan suasana riang

jenaka akan sangat menyenangkan bagi anak-anak sehingga memudahkan mereka mengingat

kata-kata yang ada dalam lagu dan tujuan pelestarian bahasa Bali tidak perlu dikhawatirkan.

Makna konotasi pada gending rareMeong-Meong dari keseluruhan kata-kata yang ada

di setiap baris bahwa hewan tikus dikonotasikan dengan perilaku hidup yang kotor dan suka

Page 17: Simposium Internasional Bahasa

mengganggu. Oleh sebab itu perilaku seperti itu tidak boleh dibiarkan karena akan berakibat

buruk bagi lingkungan baik di lingkungan kecil (keluarga) dan juga di lingkungan besar

(masyarakat). Makna konotasi yang lainnya adalah tikus dikonotasikan sebagai oknum yang

mengambil bukan haknya sehingga merugikan lembaga di mana mereka melakukan hal

tersebut. Oleh sebab itu perilaku demikian harus diberantas.

Fungsi yang bisa diambil dari gending rareMeong-Meong adalah mengajarkan kepada

anak-anak untuk mencintai lingkungan sehingga mereka mau menjaganya dengan tidak

membuang sampah sembarangan, tidak menimbun sampah, dan hidup bersih yang akan

memberi dampak pada kesehatan jasmani dan rohani.

(3) Gending RareMerah Putih

Merah Putih benderan tiange Merah Putih warna benderaku

Makibaran di langite terang galang Berkibar di langit yang terang benderang

Nika lambang jiwan rakyat Indonesia Itu lambang jiwa rakyat Indonesia

Merah bani medasar atine suci Merah berani berdasar hati yang suci

Pusaka kadi leluhur jaya sakti Pusaka seperti leluhur yang jaya sakti

Merah Putih benderan tiyange Merah Putih adalah benderaku

(Gautama, 2011: 6)

Data 3 di atas menyampaikan makna perjuangan yang dapat dicermati seperti berikut.

Judul gending rare pada data 3 adalah Merah Putih. Gending rare ini termasuk dalam

jenis gegendingan yang terdiri dari satu bait dan bait tersebut berisi enam baris klausa. Makna

denotasi dari gending rare tersebut adalah: pada baris pertama menerangkan warna bendera

yaitu merah dan putih. Baris kedua menerangkan bahwa bendera merah putih itu senantiasa

berkibar di langit yang terang benderang sebagai perlambang jiwa rakyat Indonesia. Baris

ketiga menerangkan bahwa bendera adalah lambang jiwa rakyat Indonesia. Baris keempat

menjelaskan warna merah berarti berani dan warna putih berarti bersih. Baris kelima

menjelaskan bahwa bendera merah putih adalah warisan yang dititipkan oleh leluhur, dan baris

keenam menegaskan kembali bahwa bendera dengan warna merah dan putih adalah bendera

kami.

Makna denotasi pada kata-kata di setiap baris gending rare Merah Putih sangat

sederhana, mudah dipahami oleh anak usia sekolah dasar. Walaupun irama gending rare ini

serius tetap dimasukkan dalam buku ajar bahasa Bali berkenaan dengan pembelaan terhadap

identitas bangsa dan negara yang harus diberikan sejak usia dini. Di samping itu anak usia

sekolah dasar sudah mengikuti upacara bendera setiap hari-hari penting dan kegiatan tersebut

merupakan kesempatan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian tujuan

Page 18: Simposium Internasional Bahasa

pelestarian bahasa Bali bisa tercapai karena anak-anak belajar melalui gegendingan dan juga

kegiatan upacara.

Makna konotasi yang disampaikan dalam gending rare Merah Putih adalah bagaimana

rakyat Indonesia dalam konteks ini rakyat Indonesia bisa dipertegas lagi yakni orang yang

berkewarganegaraan Indonesia. Rakyat Indonesia memiliki, menjaga, dan mempertahankan

salah satu identitas bangsa dan negara yang merdeka serta memiliki kedaulatan. Warna merah

merepresentasikan keberanian dan semangat yang terus membara serta warna putih

merepresentasikan hati yang tulus dan jiwa yang suci darirakyat Indonesia terhadap harta

pusaka titipan dari para pendahulu bangsa yang berjiwa luhur. Sebagai salah satu identitas

bangsa dan negara yang merdeka serta berdaulat bendera itu harus dihormati, dipertahankan,

dan dijaga sampai titik darah penghabisan.

Dari segi fungsi gending rare Merah Putih jelas memiliki nilai-nilai perjuangan untuk

membela salah satu identitas bangsa yang merdeka dan berdaulat. Nilai-nilai perjuangan sangat

penting ditumbuhkan pada seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini agar memiliki semangat

juang yang tinggi terhadap segala sesuatu milik bangsa dan negara yang harus dipertahankan.

(4) Gending RarePeteng Bulan

Peteng bulan ujan bales magrudugan Malam bulan ujan sangat deras

Katak dongkang pade girang ya macanda Katak, kodok gembira bercanda

Kek kung kek kong kek kung kek kong Kek kung kek kong kek kung kek kong

Dingin pesan awak tiyange ngetor Udara sangat dingin badan saya gemetar

Nyemak saput nyogjog bale tur masare Ambil selimut naik ke atas tempat tidur lalu tidur

(Gautama, 2011: 5)

Data 4 di atas menyampaikan bagaimana alam memberikan kesenangan pada seluruh isi alam.

Peteng Bulan adalah judul gending rare pada data 4 yang terdiri dari satu bait dalam

bentuk klausa dan deretan kata. Makna denotasi baris pertama adalah pada saat malam tidak

ada sinar bulan hujan turun dengan derasnya disertai suara bergemuruh. Baris kedua bermakna

bahwa hewan-hewan katak dan kodok sangat senang dengan turunnya hujan deras yang

membuat ada banyak air sehingga menjadi arena yang menyenangkan bagi hewan-hewan

tersebut untuk bercanda. Baris ketiga menyampaikan hewan-hewan tersebut membunyikan

suara mereka yang khas saling bersahutan yang menyatakan kegembiraan. Baris keempat

menyatakan karena hujan sangat deras manusia menjadi kedinginan sampai gemetar. Baris

terakhir bermakna si manusia mengambil selimut dan langsung menuju tempat tidur.

Makna konotasi pada gending rarePeteng Bulan adalah alam memberikan apa yang

dibutuhkan oleh isi dari pada alam itu sendiri. Sebagai contoh bahwa manusia, hewan, dan

Page 19: Simposium Internasional Bahasa

tumbuhan sebagai mahluk hidup memerlukan air untuk kebutuhan yang utama serta

kelangsungan hidup. Bahwa di antara ketiga mahluk hidup ada solidaritas dan toleransi sebagai

contoh ketika hujan turun katak dan kodok bercanda ria dan saling bersahutan, sementara

manusia merasa kedinginan dengan mengambil selimut menuju tempat tidur, dan tanaman

tumbuh subur karena mendapat air. Manusia tidak merasa terganggu oleh suara katak dan

kodok dan mungkin merasa terhibur mendengar suara yang saling bersahutan.

Fungsi yang diperoleh dari gending rarePeteng Bulan adalah bahwa alam memberikan

dan menyediakan semua yang dibutuhkan oleh penghuninya dengan waktu yang sudah

ditentukan yakni adanya musim panas dan musim hujan. Oleh sebab itu semua penghuni harus

juga menjaga dan memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam agar tidak terjadi hal-hal yang

merugikan dan untuk keselamatan semua penghuninya.

(5) Gending Rare Putri Cening Ayu

Putri Cening Ayu Putri Cening Ayu

Nongos ngijeng jumah Diam jaga rumah

Meme luas malu Ibu pergi dulu

Kapeken mablanja Ke pasar berbelanja

Apang ada daarang nasi Agar ada lauk pauk

Meme tiang ngiring Ibu saya menurut

Nongos ngijeng jumah Diam jaga rumah

Sambilang mapumpun Sambil siapkan di dapur

Ajak tiang dadua Berdua dengan adik

Ditekane nyen gapgapin Ketika pulang bawakan oleh-oleh

Kotak wadah gerip kotak tempat anak batu tulis

Jaja magenepan aneka kue

Ane luwung-luwung yang bagus-bagus

Magenep isine aneka macam isinya

Apang ada aji satus sampai genap seharga seratus

Data 5 menunjukkan rasa hormat dan ketaatan anak kepada orang tua.

Putri Cening Ayu adalah judul dari gending rare pada data 5 yang terdiri dari 3 bait di

mana baris-baris setiap baitnya berupa klausa dan kata-kata. Makna denotasi pada baris

pertama dalam bait 1 menyebutkan anak yang bernama Putri Cening Ayu. Pada baris kedua

ananda disuruh diam di rumah, baris ketiga ibunya pergi dulu, ke pasar berbelanja pada baris

keempat, baris kelima agar ada lauk pauk sebagai teman makan nasi. Bait 2 baris pertama

bermakna bahwa si anak menuruti apa yang diinginkan oleh ibunya, untuk diam di rumah, pada

Page 20: Simposium Internasional Bahasa

baris kedua, dan baris ketiga bermakna sambil mengerjakan pekerjaan dapur, baris keempat

dan kelima bermakna kami berdua, ketika ibu pulang dari pasar bawakan kami oleh-oleh.

Makna denotasi pada bait 3 baris pertama adalah oleh-olehnya berupa kotak tempat anak batu

tulis, baris kedua dan ketiga bermacam-macam kue yang enak-enak, baris keempat dan kelima

dengan semua isinya mencapai harga seratus.

Makna denotasi kata-kata bahasa Bali pada gending rare Putri Cening Ayu cukup

variatif sebagai contoh ada kata gerip yang keberadaan bendanya sekarang agak jarang.

Gending rarePutri Cening Ayu memiliki irama yang datar namun riang karena ada makna

yang menggambarkan keinginan anak agar dibawakan oleh-oleh ketika mereka mengerjakan

tugas yang diwajibkan oleh orang tua. Anak-anak menyanyikan gending ini sambil bekerja

ringan sehingga kata-kata pada gending dapat diingat dan dipahami dengan mudah dalam

suasana yang menyenangkan sehingga ada keinginan untuk menyanyikan berulang-ulang.

Dengan demikian pelestarian bahasa Bali terbukti bisa dilakukan secara efektif melalui media

gending rare.

Makna konotasi pada gending rare Putri Cening Ayu adalah rasa hormat dari anak

terhadap orang tua dan juga perhatian orang tua terhadap buah hati mereka. Ketika pada pagi

hari ibu harus pergi ke pasar berbelanja keperluan dapur maka anak yang usianya sudah cukup

untuk melakukan pekerjaan dapur wajib membantu orang tua supaya terlatih bekerja sejak dini

sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Ada perhatian dan tanggungjawab dari orang tua

untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak dan memberikan imbalan ringan kepada anak yang

menurut berupa aneka kue yang enak. Gending rare ini mengandung pendidikan budi pekerti

yakni saling membantu antara anak dan orang tua di dalam sebuah keluarga dan dapat pula

dilakukan di lingkungan lain seperti sekolah, organisasi, dan di masyarakat.

Fungsi yang didapatkan dari gending rare Putri Cening Ayu adalah ada pembelajaran

dari orang tua kepada anak bahwa walaupun mereka masih anak-anak bukan berarti mereka

hanya bermain. Anak-anak diwajibkan membantu pekerjaan orang tua sesuai dengan

kemampuan mereka agar anak-anak mualai belajar bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri

dan lingkuangannya. Gending rare ini mengajarkan pada anak-anak bahwa untuk memperoleh

sesuatu tidak selalu mudah dan sebaiknya dibiasakan dengan bekerja untuk mendapatkan

imbalan. Dari kebiasaan yang baik seperti itu anak-anak belajar menghargai waktu dan juga

orang lain.

3. SIMPULAN

Hasil analisis dari kelima data di atas menunjukkan bahwa gending rare jenis

gegendingan berbahasa Bali memiliki peran sebagai salah satu media untuk melestarikan

Page 21: Simposium Internasional Bahasa

bahasa Bali dan pembentukan karakter anak karena dalam gending rare berisi pendidikan budi

pekerti. Langkah pelestarian ini dibuktikan dengan adanya mata pelajaran bahasa Bali di

sekolah dasar dan gending rare dimasukkan dalam buku ajar bahasa Bali. Oleh sebab itu sejak

kecil anak-anak sudah mengenal bahasa Bali melalui gegendingan dan mereka belajar sambil

bernyanyi sehingga menjadi lebih mudah untuk memahaminya. Dengan demikian penggunaan

dan pemahaman bahasa Bali melalui gegendingan harus terus ditingkatkan agar penutur bahasa

Bali semakin mencintai bahasa daerahnya yang menjadikan bahasa itu lestari.

4. DAFTAR PUSTAKA

Balai Bahasa Denpasar, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Bali

Indonesia.Cetakan I. Denpasar: Balai Bahasa Denpasar.

Barthes, Roland. 1998. The Semiotic Challenge. New York: Hill and Wang.

Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi

Tanda, Simbol, dan Representasi. Edisi Indonesia. Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.

Gautama, Budha Wayan. 2007. Penuntun Pelajaran Gending Bali. Denpasar: CV. Kayumas

Agung.

Gautama, Ki Guru Gede Pasek Budha. 2011. Aneka Rupa Gending Bali. Surabaya: Paramita.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Edisi revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Leech, Geoffery. 1981. Semantics: The Study of Meaning. England: Penguin Books.

Leech, Geoffery. 1993. Principles of Pragmatics. USA: Longman Inc.

Taro, I Made. 2007. Gita Krida Kumpulan Lagu Permainan Tradisional Bali. Bandung: Graha

Bandung Kencana.