-
1
Sikap Memaafkan dan Menjalin Kerukunan
Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masrur Ahmad,
Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil
‘aziiz
18 Agustus 2017 di Masjid Baitul Futuh, UK
.َوْحَدُه ال َشرِيك َلُه ، وأْشَهُد أنَّ ُُمَمَّداً َعْبُدُه
َوَرُسولُهُ أْشَهُد أْن ال إله ِإالَّ اّللَُّ
.أما بعد فأعوذ ابهلل من الشيطان الرجيم
َك َنسْ * َمالك يَ ْوم الدِ ين * الرَّْْحَن الرَّحيم * اْْلَْمُد
هلل َربِ اْلَعاَلمنَي * بْسِم هللا الرَّْْحَن الرَّحيم َك نَ ْعُبُد
َوإَّيَّ اْهدََن * َتعنُي إَّيَّ .، آمنيلِ نيَ ضاِصَراط الَِّذيَن
أَنْ َعْمَت َعَلْيِهْم َغْْي اْلَمْغُضوب َعَلْيهْم َوال ال* الصِ
َراَط اْلُمْسَتقيَم
Hadhrat Masih Mau’ud as, dalam Bahtera Nuh bersabda: “Sebab
Tuhan
menghendaki agar di dalam diri kamu terjadi revolusi yang
dahsyat dan menyeluruh. Dia
menuntut dari diri kamu suatu maut (kematian), yang sesudah maut
itu kamu akan Dia
hidupkan kembali. Segeralah berdamai antara satu sama lain dan
maafkanlah kesalahan-
kesalahan saudara kamu. Sebab, jahatlah dia yang tidak sudi
berdamai dengan saudaranya.
Ia akan diputuskan perhubungannya, sebab ia menanam benih
perpecahan. Tinggalkanlah
keinginanhawa-nafsu kamu dalam keadaan apa pun, dan lenyapkanlah
ketegangan antara
satu dengan yang lain. Walaupun seandainya kamu ada di pihak
yangbenar bersikaplah
merendahkan diri seakan-akan kamu seorang pendusta, agar kamu
diampuni. Lepaskanlah
segala sesuatu yang bakal menggemukkan hawa-nafsu, sebab pintu
itu – yang melalui pintu
itu kami diperkenankan masuk -- tidak dapat dilalui oleh orang
yang gemuk hawa-
nafsunya. Orang yang paling mulia diantara kalian ialah yang
paling banyak memaafkan
saudara-saudara kalian.”1
Kutipan ini sering kali dibacakan di hadapan anggota Jemaat
dalam berbagai pidato
dan pengajian. Meskipun terdapat kalimat ‘…bersikaplah
merendahkan diri seakan-akan
kamu seorang pendusta (bersalah)’ para Ahmadi tidak tetap
memegangnya dalam urusan-
urusan pribadi mereka dan membetulkan pendirian mereka, bahkan
mereka menuliskan,
“Meskipun kami memegang pandangan ini dan telah demikian rupa
merendahkan diri,
pihak petengkar bersikap keras dalam urusan itu yang secara
aniaya merugikan kami.”
1 Kishti e Nuh, Ruhani Khaza’in Vol. 19, p. 12
-
2
Kalimat-kalimat Hadhrat Masih Mau’ud as yang mana beliau as
pikulkan atas kita
dalam ajaran-ajaran beliau as itu ialah yang beliau as harapkan
itu diamalkan oleh para
anggota Jemaat beliau as dan harapan beliau as itu keluar dari
keperihan yang menggelora
di hati beliau.
Dalam Khotbah Jumat yang lalu saya juga berbicara
tentangkasus-kasus tentang
perselisihan dan Qadha. Ketika seseorang membaca sampai habis
bagian “Ajaranku” yang
merupakan bagian kitab Bahtera Nuh, ia akan terguncang hingga ke
lubuk hatinya.
Meskipun bagian-bagian kalimat ini berkali-kali dituntut atas
kita sebagaimana telah saya
katakan - sebagian orang masih saja merasa berat untuk dengan
tangan terbuka menerima
permintaan maaf dan perdamaian.Sebagian dari mereka menyatakan -
sebagaimana telah
saya jelaskan - bahwa mereka mengalah dan menerima syarat
perdamaian dan meskipun
demikian pihak yang berselisih dengan mereka masih saja berkeras
dalam pendiriannya
secara aniaya. Jika pihak petengkar (lawan perselisihan mereka)
masih saja bersikap
demikian seperti yang mereka katakan maka mereka harus
menyerahkan perkara mereka
kepada Allah. Orang-orang yang demikian (enggan memaafkan)
menurut Hadhrat Masih
Mau’udas mereka akan “diputus” (dipisahkan). Beliau as telah
bersabda setelah itu
‘celakalah orang yang keras kepala dan tidak mau memaafkan’.
Ada peringatan keras bagi mereka yang bersikap keras kepala.
Mereka harus
kembali kepada kebenaran jika pada satu sisi kita berbaiat
kepada Hadhrat Masih Mau’ud
as untuk tidak akan terlibat dalam fasaad (kerusakan) dan
menjauhi sikap mementingkan
diri sendiri sementara pada segi lainnya mereka mencegah
perdamaian. Sikap tersebut
jauh bahkan tidak sesuai dengan pemenuhan janji baiat. Dalam
satu kesempatan Hadhrat
Masih Mau’ud as bersabda bahwa: “Jemaat kita haruslah sedemikian
rupa sehingga mereka
tidak hanya merasa cukup dengan pelafalan kata-kata baiat saja.”
Maksudnya bahwa
mereka tidak cukup menyatakan diri sebagai Ahmadi lewat
kata-kata saja. Melainkan
mereka harus sedemikian rupa memenuhi maksud dan tujuan yang
sebenarnya dari baiat
itu sendiri. Mereka harus mengadakan perubahan batiniah karena
mereka tidak akan
mampu membuat Allah Ta’ala ridha hanya dengan mempelajari
perkara-perkara agama
saja. Jika tidak ada perubahan batiniah (internal) maka tidak
ada bedanya mereka kalian
dan orang-orang selain mereka.
Maka dari itu Hadhrat Masih Mau’ud as begitu jelas mengatakan
bahwa Allah Ta’ala
tidak ridhaatas baiat orang yang tanpa memenuhi tujuan baiat itu
sendiri. Oleh karena itu,
guna meraih ridha Allah Ta’ala, penuhilah hak-hak hamba-Nya dan
penting juga untuk
membetulkan perselisihan dengan mereka. Hadhrat Masih Mau’ud as
bersabda mengenai
diri beliau sendiri dalam hal keadaan hati beliau dan kemampuan
untuk memaafkan,
berdamai dan melapangkan hati, “Saya bersumpah dengan nama
Allah, jika ada seseorang
yang telah ribuan kali memanggil saya dajjal (na’udzubillah) dan
pendusta serta tidak
menunurkan tensi usaha permusuhannya terhadap saya lalu kemudian
ia datang untuk
-
3
berdamai maka saya ia tidak pernah berpikiran dan mustahil
terlintas dalam pikiran saya
apa-apa yang telah ia kata-katakan mengenai saya dan bagaimana
dulu ia memperlakukan
saya.”
Hadahrat Masih Mau’udas memberikan nasehat kepada kita dengan
mengatakan:
"Nasehat saya adalah camkan dua hal ini dalam benak kalian.
Pertama bertakwalah dan
takutlah kepada Allah. Kedua tunjukan rasa belas kasih kalian
kepada saudara-saudara
kalian sebagaimana kalian tunjukan kepada diri kalian sendiri.
Jika seseorang melakukan
kesalahan atau kekeliruan, maafkanlah. Kesalahan dan
kekeliruannya itu janganlah terus-
menerus jadi bahan sorotan, janganlah kalian terbiasa menyimpan
dendam.”
Di dunia saat ini tersebar fitnah dan kekacauan di tiap tempat,
kita yang
menggolongkan diri kita terlindungi dalam benteng setelahbaiat
kepada Hadhrat Masih
Mau’ud as dan bersyukur kepada Allah yang telah menjaga kita
dari kerusakan yang
terbuka di dunia umumnya, kita harus mengingat senantiasa bahwa
kita akan menjadikan
itu sebagai tempat perlindungansaat bagaimana kita tiap saat dan
di tiap tempat harus
berketetapan untuk berpandangan lembut dalam urusan-urusan kita
yang dibolehkan dan
saat memperlakukan orang lain pun kita berpegang teguh pada
kelemahlembutan dan
perdamaian. Jika tidak demikian, kata-kata kita hanya sekedar
pernyataan kosong belaka
bahwa kita mendapat manfaat dengan bergabungkedalam Jemaat
Hadhrat Masih Mau’ud as
ini. Itu akan hanya sebuah pendakwaan saja tapi kosong dari
kebenaran.
Pernyataan baiat akan dapat bermanfaat bagi kita jika kita
menampakkan setiap jenis
akhlak luhur. Simpati terhadap sesama dan perdamaian ialah
termasuk akhlak yang
dinasehatkan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as terhadap kita agar
kita berkali-kali berakhlak
dengan kedua jenis itu. Maka dari itu, tiap Ahmadi harus menaruh
perhatian atas hal itu.
Terdapat kutipan-kutipan lain tentang tema ini yang mana telah
dibicarakan tema ini
berkali-kali dalam buku beliau as dan juga Malfuzhat beliau.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra,
Hadhrat Rasulullah saw
bersabda, َِا الشَِّديُد الَِّذي ََيِْلُك نَ ْفَسُه ِعْنَد
اْلَغَضب "لَْيَس الشَِّديُد اِبلصَُّرَعِة ِإَّنَّ Laisasy syadiidu
bish shura’ati innamaasy syadiidul ladzii yamliku nafsahu ‘indal
ghadhabi.’ – “Seorang yang kuat itu
bukanlah orang yang dapat menaklukkan dan menjatuhkan lawannya,
akan tetapi orang
yang kuat itu adalah orang yang dapat mengendalikan kemarahannya
di saat benar-benar
ingin marah.”2 Maka, suatu kepastian dan ciri khas bagi seorang
beriman untuk
menampakkan akhlak luhur dalam segi ini. Mereka harus
mengendalikan amarah. Adapun
orang kafir tidak mampu selamanya dalam hal ini, bahkan mereka
kalah oleh kemarahan.
Sebuah riwayat menceritakan peristiwa Hadhrat Ali Bin Abi Thalib
radi sebuah
pertempuran. Beliau ra melepaskan musuh yang sudah berada
digenggamannya dan
2 Shahih al-Bukhari, Kitabul Adab, bab al-hadzr minal ghadhab
(mewaspadai kemarahan),
-
4
hendak dibunuhnya ketika musuh tersebut meludahi wajahnya. Orang
kafir itu bertanya
mengapa demikian. Beliaura menjawab,“Aku memerangimu karena kamu
menyerang dan
memerangi umat Islam. Namun dengan meludahi wajahku, kamu
mencoba memprovokasi
(membangkitkan) kemarahanku, dan aku tidak ingin membunuh
seseorang karena
kemarahanku pribadi tersebut.” Inilah standar tinggi yang
ditampilkan oleh para
pendahulu saleh kita dalam sejarah. Orang beriman patut menahan
amarah dan siap untuk
berdamai sementara orang kafir tidak peduli dengan hal itu.
Akhlak orang beriman inilah
yang Hadhrat Masih Mau’ud as ingin tercipta dalam diri kita
supaya setiap perbuatan kita
sesuai ajaran hakiki Islam, yaitu ajaran yang menyiarkan tentang
ampunan dan kesabaran
(mengendalikan kemarahan).
“Sesungguhnya Jemaat kita tidak memerlukan jagoan gagah berani,
tetapi memerlukan
orang-orang yang berusaha untuk meningkatkan moral mereka. (Kita
tidak perlu jagoan,
tapi kita ingin mereka berusaha keras demi perubahan akhlak)
pahlawan yang kuat
bukanlah yang mampu memindahkan gunung dari tempatnya, (yaitu,
orang kuat bukanlah
yang menghapus gunung dari tempatnya), tapi orang kuat dan
berani ialah yang mampu
meningkatkan moralnya. Kalian harus mengerahkan tekad dan semua
kekuatan kalian
untuk mempertinggi akhlak, ini adalah kekuatan dan keberanian
sejati.”3
“Dalam pandangan saya, orang yang menyingkirkan perilaku buruk,
meninggalkan
kebiasaannya tercela dan bukannya memoles dengan itu malahan
memiliki kualitas yang
baik, (yaitu, meninggalkan perbuatan jahat dan mengerjakan
perbuatan baik) maka itu
ialah karamah untuknya. Misalnya, jika seseorang meninggalkan
kekasaran dan keras hati
dan menerapkan kesantunan dan pengampunan, atau meninggalkan
sifat kikir dan melatih
kemurahan hati, atau menyingkirkan kecemburuan dan menciptakan
akhlak simpati, atau
menahan diri dari sifat keakuan yang bangga dengan kemegahan dan
kesombongan lalu
menerapkan kerendahan hati dan merendahkan diri, tidak ada
keraguan bahwa ini ialah
karamah dari setiap orang dari mereka. Siapakah dari antara
kalian yang tidak ingin
menjadi orang-orang yang memiliki karamah-karamah? Saya tahu
bahwa kalian masing-
masing menginginkannya. Mereformasi moral seseorang merupakan
martabat yang hidup
dan kekal yang dampaknya tidak akan pernah pergi, tapi tetap
langgeng manfaatnya.
Orang beriman harus menjadi pemilik martabat khalq dan khulq.”
(yaitu, menjadi
orang-orang yang ahli karamah (bermartabat) di hadapan Allah dan
di hadapan para
makhluk-Nya.) “Berapa banyak mereka tenggelam dalam kesenangan
duniawi dan
kenikmatannya dan tidak yakin atas setiap tanda ajaib, tapi ia
menjadi tunduk menerima
pada saat melihat keadaan moralitas yang membuatnya tidak
menemukan pilihan selain
mengakui kebenaran. Anda akan membaca di banyak Sawaneh
(biografi) banyak orang
3Malfuzhat, Vol. 1, hal 140, edisi 1985, UK.
-
5
yang tidak percaya pada agama yang benar, tetapi dengan melihat
martabat moralitas,
mereka menjadi percaya.”4
Sementara Hadhrat Masih Mau’ud as menyampaikan pidato ini di
salah satu majelis di
masjid seperti biasa, datang beberapa orang Sikh dalam pakaian
petapa sambil mabuk.
Penukil kisah ini menulis bahwa mereka berbicara kata-kata yang
bermasalah dan
mengganggu majelis ini yang mirip majlis-majlis surga itu. Tapi
Imam kita yang Shadiq
(benar) ‘alaihis salaam saya lihat mengamalkan karamah
al-khulqiyah (martabat moral
agung) yang ia baru bicarakan. Hal itu meninggalkan tanda agung
sehingga sebagian besar
hadirin bahkan menangis secara menyolok karena amat antusias.
Sementara itu, para
pemabuk yang bandel itu akhirnya diikat oleh polisi yang
memukuli mereka. Itu dilakukan
mereka beralasan kemabukan mereka hilang.5 Inilah derajat
tertinggi dan contoh tauladan
sempurna yang Hadhrat Masih Mau’ud as tampilkan dihadapan para
pengikut beliau.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda bahwa meninggalkan kejahatan
dan mengamalkan
perbuatan baik merupakan keajaiban dan mukjizat baginya. Setelah
menyatakan sumpah
setia (berbaiat), mencapai akhlak fadilah adalah sebuah
keajaiban tersendiri. Hadhrat
Masih Mau’ud as bersada: “Apabila memang ada keajaiban yang
kekal, maka keajaiban,
mukjizat dan revolusi inilah yang harus kalian tanamkan di dalam
diri kalian. (yaitu
meninggalkan kejahatan, akhlak buruk dan mengadopsi akhlak
fadilah). Orang yang
beriman harus mendemonstrasikan kesempurnaan rohani mereka di
hadapan makhluk
dan Pencipta-Nya. Kesempurnaan Akhlak dapat membantu seseorang
yang paling tidak
bermoral menjadi yakin akan kebenaran dari pesan tabligh
tersebut, banyak orang
menerima keimanan sejati dengan menyaksikan akhlak-akhlak
fadilah yang luar biasa
tersebut.”
Hadhrat Masih Mau’ud as menjelaskan bahwa jika ulat-ulat egoisme
(serangga-
serangga hawa nafsu) tidak keluar dari dalam diri seseorang maka
dalam dirinya tidak ada
keimanan terhadap wahdaniyat (keesaan) Allah: “Pada kenyataannya
bakteri-bakteri ini
(kuman-kuman hawa nafsu) tidak dapat pergi tanpa karunia Allah
Ta’ala. (Maka itu, kita
harus berusaha keras untuk menggapai karunia Allah Ta’ala) ”Itu
adalah bakteri-bakteri
yang sangat halus dan amat berbahaya dibanding hal-hal lain.
Mereka yang melanggar hak-
hak Tuhan dan batas-batasnya dengan mengutamakan keinginan
pribadi dan melanggar
hak-hak sesama hamba bukan hanya orang-orang bodoh, tapi ribuan
di antara mereka
ialah para Ulama. Banyak dari mereka mendakwakan diri sebagai
faqih dan shufi. Meski
demikian kalian lihat mereka tertimpa penyakit-penyakit rohani
ini.
(Ini bukan perbuatan orang-orang yang bodoh saja yang tidak
menunaikan kewajiban-
kewajiban terhadap Allah atau setiap kali mereka menemukan
kesempatan mereka
4Malfuzhat, Vol. 1, hal 141-142, edisi 1985, UK. 5Editor bagian
catatan kaki, Malfuzhat, Vol. 1, hal 142, edisi 1985, UK.
-
6
berusaha untuk mengambil hak-hak orang lain, tapi banyak dari
para intelektual dan orang
pintar serta ditambah lagi para ulama agama yang dikenal di
dunia sebagai ahli hokum dan
sufi juga terinfeksi dengan penyakit ini. Setiap kali mereka
mendapatkan kesempatan,
mereka menjadi lupa segala sesuatu dan tidak ingat Tuhan,
hak-hak para hamba-Nya dna
tidak pula ingat akhlak yang mulia)
Beliau as bersabda: “Penyelamatan diri dari berhala-berhala ini
adalah keberanian.
Pengetahuan akan hal tersebut adalah kecerdasan dan
kebijaksanaan. Inilah berhala-
berhala yang menyebabkan kemunafikan di antara orang-orang dan
penumpahan darah
ribuan orang. Saudara laki-laki merampas hak saudaranya, dan
ribuan perbuatan jahat
dilakukan setiap hari dan setiap saat. Telah sempurna
kebergantungan mereka pada
sarana-sarana hingga ke tingkat bahwa Tuhan dianggap sebagai
anggota tubuh yang cacat
(tidak berfungsi apa-apa).
Hanya sedikit yang mengerti arti monoteisme sejati (Tauhid
hakiki), sedangkan
sisanya, jika ditanya langsung bilang: ‘Bukankah kita umat
Islam? Bukankah kita
mengucapkan dua kesaksian Syahadat itu?’ Tapi patut disesalkan
bahwa mereka mengira
melafalkan keterangan di lidah saja sudah cukup.” (Mereka tidak
mengerti tujuan
sebenarnya dan konsep yang sebenarnya dari Tauhid, dan mengira
pengucapan dua
kalimah Syahadat sudah cukup)
“Saya katakan dengan seyakin-yakinnya bahwa jika manusia
mengakui kebenaran
Kalimah Thayyibah (Syahadat) dan mengamalkannya, maka ia bisa
meraih kemajuan yang
besar dan menyaksikan kekuasaan Allah Ta’ala yang amat
menakjubkan.”
Hadhrat Masih Mau’ud as lebih lanjut bersabda bahwa:
“Perhatikanlah! Kedudukan
yang mana saya berdiri di tempat ini bukan hanya sebagai pemberi
nasehat atau
penyampai cerita semata, melainkan saya berdiri untuk
menyampaikan kesaksian. Saya
penyampai pesan yang Tuhan berikan kepada saya. Tidaklah saya
pedulikan apakah
mereka mendengar dan menerima pesan itu atau menolaknya.
Kalianlah yang akan
ditanyai pertanggungjawabannya atasnya. Saya hanya harus
memenuhi kewajiban saya.”
“Saya mengetahui banyak orang yang bergabung ke dalam Jemaat
saya ini, mengakui
Tauhid (keesaan Tuhan), namun saya katakan dengan sangat
menyesal bahwa mereka
tidak mempercayai akan hal ini. Siapa yang merampas hak-hak
saudaranya atau
mengkhianatinya tidak mencegah dirinya dari keburukan-keburukan
lainnya, saya tidak
memandangnya sebagai orang yang beriman terhadap Tauhid.”
(Sebab, keimanan kepada
Allah mengharuskan seseorang dari menahan diri dari merampas
hak-hak sesama
makhluk-Nya. Orang yang melanggar hak-hak saudaranya dan
mengkhianatinya maka ia
bukan orang beriman pada penyaksian (Syahadat) Laa ilaaha
illaLlah. Sebab, orang yang
beriman pada kalimat itu atau dengan keesaan Allah maka ia
takkan merampas hak-hak
sesama hamba-Nya.)
-
7
“Merupakan suatu kenikmatan bila terjadi perubahan luar biasa
dengan segera dalam
diri seseorang.” (Jika kalian memahami makna (Syahadat) Laa
ilaaha illaLlah maka pasti
terjadi perubahan tidak biasa dalam diri kalian.) “Seseorang
yang terbebas dari berhala
yang berbentuk kebencian, kekerasan, keirihatian, kesombongan
dan lain sebagainya akan
ditarik medekat kepada Allah Ta’ala. Perubahan ini dan juga
keimanan sejati akan Tauhid
Ilahi ini hanya bisa terjadi apabila ia menyingkirkan dari dalam
batinnya patung berhala
yang berbentuk keangkuhan, bangga diri, riya, kebencian, sifat
bermusuhan, keirihatian,
kekikiran, kemunafikan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya .”
(Jika kalian ingin menjadi
muwahhid (bertauhid) hakiki maka kalian harus mengosongkan diri
dari kesombongan,
kebanggaan, riya, kebencian dan permusuhan. Jika ada orang yang
datang kepada kalian
demi perdamaian dan meminta maaf maka kalian harus memaafkannya
dan janganlah
hendaknya menumbuhkan dendam dalam hati dan janganlah membuat
permusuhan
dengan siapa pun. Tinggalkanlah kedengkian, kekikiran,
kemunafikan dan khianat. Jika
kalian kosong dari ini semua maka kalian akan mampu menjadi
Muwahhid hakiki dan
memahami makna ال إله إال هللا Laa ilaha ilallah (Tidak ada
Tuhan yang harus disembah kecuali Allah).”
Lebih jauh Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: “Selama
berhala-berhala ini masih
bersemayam di dalam diri, bagaimana bisa benar pengakuan
seseorang bahwa ia
mengimani ‘ إله إال هللا ال Laa ilaha ilallah’? Sebab, (penyakit
semacam) itu menolak keimanannya kepada Tuhan. Jadi inilah fakta
yang tak terbantahkan bahwa sekedar
mengatakan percaya bahwa Allah itu Esa tanpa sekutu, tidak akan
berfaedah sama sekali.
Sebab, pada satu segi ia dengan lisannya menyatakan dua kalimah
Syahadat; sementara itu
pada waktu yang sama jika terjadi hal-hal yang bertentangan
dengan dirinya lalu ia marah
dan dendam yang berarti ia menjadikan kemarahan dan dendamnya
itu sebagai Tuhan
baginya.”6
Pendek kata, tanpa karunia Allah Ta’ala, seseorang tidak dapat
membersihkan diri dari
ulat-ulat hawa nafsu (penyakit hati dan ketakaburan) dari dalam
dirinya. Tidak mungkin
meraih karunia Ilahi tanpa kokoh dalam Tauhid hakiki. Sekedar
berkata ‘ال إله إال هللا Laa ilaha ilallah’ tidak akan langsung
membuatnya menjadi orang yang beriman terhadap Tauhid
Ilahi melainkan Ketauhidan mengharuskan seseorang untuk
memandang Allah Ta’ala
sebagai Pemilik semua Kekuasaan dan Yang Patut disembah secara
hakiki; dan jika
seseorang berpandangan demikian maka itu dapat menjauhkan
dirinya dari hasrat untuk
merampas hak orang lain dengan berbagai sarana duniawi.
Jadi inti kutipan Hadhrat Masih Mau’udas tersebut adalah
seseorang yang tidak
memenuhi hak-hak orang lain, tidak berupaya untuk mengadakan
rekonsiliasi
(perdamaian), dan tidak mengakhiri permusuhannya terhadap orang
lain, maka 6Malfuzhat
-
8
sesungguhnya ia tidak mengimani Wahdaniyat (keesaan) Allah.
Poinnya adalah jika kita
memahami hal ini, maka kita akan menjadi orang-orang yang
senantiasa berdiri diatas
pondasi kerukunan dan perdamaian, serta memberikan kesempatan
bagi kita untuk dapat
memenuhi hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kita perlu
memahami hal ini dan
menilai diri kita sendiri, jika tidak hal ini akan menjadi hal
yang mencemaskan bagi kita
yaitu mengaku mengimani Tauhid namun pada prakteknya sangat
bertolak belakang.
Hadhrat Masih Mau’ud as, dalam buku beliau, filsafat Ajaran
Islam, telah menjelaskan
berbagai metode untuk menjauh dari syarr (kejahatan dan
keburukan). Ada berbagai
macam cara bagaimana seseorang bisa dan harus menjauhkan diri
dari keburukan.
Termasuk dari akhlak-akhlak meninggalkan kejahatan ialah tidak
menyakiti jasmani orang
lain secara aniaya dan menjadi manusia yang tidak jail serta
menjalani hidup yang rukun.
Tentang hal ini beliauas bersabda bahwa salah satu metode
menjauhkan keburukan adalah
bahwa dalam menjalankan hidupnya seseorang tidak melakukan
kezaliman dalam bentuk
apapun dan tidak menimbulkan bahaya terhadap orang lain. Bahkan
ia benar-benar tidak
berbahaya dan harus meletakan pondasi untuk mambangun perdamaian
dan kerukunan
(penting untuk meningkatkan rasa kasih dan sayang antara satu
sama lain).
Hadhrat Masih Mau’ud as selanjutnya bersabda: “Jadi, tidak ragu
lagi bahwa bersikap
rukun merupakan akhlak yang tinggi derajatnya dan amat penting
bagi kemanusiaan. Dan
sesuai dengan akhlak tersebut, di dalam diri bayi terdapat ulfat
(األلفة)-- yakni keakraban -- yang merupakan suatu potensi alami,
yang bila diterapkan secara seimbang dapat menjadi
akhlak. Adalah jelas bahwa seorang manusia hanya di dalam
keadaan thabi’i (alami) saja, --
yakni di dalam keadaan manusia belum menggunakan akalnya --
tidak akan dapat
memahami arti rukun dan tidak pula dapat memahami arti
berkelahi. Jadi, pada saat itu di
dalam dirinya terdapat kebiasaan untuk hidup serasi; dan itulah
yang merupakan akar dari
sikap rukun.
Akan tetapi, oleh karena belum diterapkan dengan pertimbangan
akal, renungan
mendalam dan iradah (kehendak) khusus maka hal itu tidak dapat
dimasukkan ke dalam
golongan akhlak.” (Bila seorang yang tidak berakal dan tidak
mempunyai kemampuan
maka keadaannya seperti anak kecil. Bukan termasuk akhlak dan
takkan dianggap akhlak
bila seseorang tidak mempertimbangkan semua keadaan dan ia tidak
berusaha dengan
kehendaknya untuk berdamai serta ia menerapkannya pada situasi
dan tempat yang tepat.
Atau di suatu waktu jika terjadi suatu peperangan antar negara
atau antar bangsa lalu
diambil perjanjian-perjanjian. Jika perjanjian tersebut tidak
ditetapkan dengan tidak adil
dan tertentangan dengan akal sehat melainkan pada situasi tepat
dan setelah
pertimbangan matang lalu bila cenderung pada perdamaian yang
jika itu tepat pada
situasinya maka barulah itu terhitung akhlak agung. Beliau as
bersabda:)
-
9
“Sesungguhnya apabila manusia dengan sadar membuat dirinya
sendiri menjadi
seorang yang tidak jail lalu menggunakan akhlak rukun tepat pada
tempatnya serta
menghindarkan diri dari penggunaannya yang tidak tepat, barulah
hal itu dapat
dimasukkan ke dalam golongan akhlak.
Berkenaan dengan itu Allah Ta’ala mengajarkan, َوَأْصِلُحوا
َذاَت بَ ْيِنُكْم ۖ Yakni, berukun-rukunlah antara sesamamu (8:2);
ٌر Di dalam rukun terdapat kebaikan ۖ َوالصُّْلُح َخي ْ ,Dan jika
mereka cenderung ke arah perdamaian ۖ َوِإن َجَنُحوا لِلسَّْلِم
فَاْجَنْح ََلَا َوتَ وَكَّْل َعَلى اّللَِّ ;(4:129)maka cenderung
pulalah engkau ke arah itu (8:62); َوِعَباُد الرَّْْحََِٰن
الَِّذيَن ََيُْشوَن َعَلى اْْلَْرِض َهْوًَن َوِإَذا َخاطَبَ ُهُم
;(Hamba-hamba Allah yang saleh berjalan di muka bumi dengan rukun
(25:64 اْْلَاِهُلوَن قَاُلوا َسََلًما
رُّوا اِبللَّْغِو َمرُّوا ِكَراًماَوِإَذا مَ Dan jika mendengar
suatu ucapan sia-sia, berupa pendahuluan dan mukadimah yang
menjurus kepada pertentangan dan perkelahian, maka berlalulah
mereka
secara terhormat (25:73).
Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud as mengutip bagian ayat berikut
ini: اْدَفْع اِبلَِِّت ِهَي َأْحَسُن فَِإَذايمٌ َنُه َعَداَوٌة
َكأَنَُّه َوِلٌّ ْحَِ َنَك َوبَ ي ْ Tolaklah kejahatan dengan
sebaik-baiknya, dan ketika diantara الَِّذي بَ ي ْdirinya dan
kalian ada permusuhan maka akan menjadi seperti seorang sahabat
yang
penuh kehangatan. (41:35).
Beliau as bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, َوَأْصِلُحوا َذاَت
بَ ْيِنُكْم ۖ Yakni, berukun-rukunlah antara sesamamu; dan
berfirman, ٌر Di dalam rukun terdapat kebaikan; dan ۖ َوالصُّْلُح
َخي ْberfirman, َُحوا لِلسَّْلِم فَاْجَنْح ََلَا َوتَ وَكَّْل َعَلى
اّللَِّ َوِإن َجن ۖ Dan jika mereka cenderung ke arah perdamaian,
maka cenderung pulalah engkau ke arah itu; dan berfirman, َوِعَباُد
الرَّْْحََِٰن الَِّذيَن ََيُْشوَن َعَلى اْْلَْرِض َهْوًَن
َوِإَذا
اِهُلوَن قَاُلوا َسََلًماَخاطَبَ ُهُم اْلَْ yang artinya, para
hamba Allah yang saleh berjalan di muka bumi dengan rukun. Jika
mereka mendengar perkataan sia-sia yang mana mengarah pada
pertengkaran dan perkelahian maka mereka berlaku baik dan
melewati hal itu dengan
berwibawa. Maksudnya, mereka tidak menyukai untuk memulai
pertengkaran karena
perkara-perkara kecil maupun besar. Kecuali tidak menimbulkan
penderitaan besar maka
mereka tidak merasa pantas untuk bersengketa. Dan dasar untuk
menerapkan sikap rukun
yang tepat sesuai keadaan adalah mengabaikan perkara-perkara
kecil dan bersedia
memaafkan pelakunya.
Dan kata laghw (اللغو sia-sia) yang terdapat di dalam ayat ini
hendaknya jelas bahwa di dalam bahasa Arab perkataan laghw itu
menunjukkan kepada perbuatan demikian,
misalnya, seseorang yang karena nakalnya mengucapkan kata-kata
yang tidak senonoh
atau melakukan suatu perbuatan dengan maksud menyakiti,
sedangkan pada hakikatnya
hal itu tidak mendatangkan suatu kerugian dan kemudaratan besar
bagi si penderita.
-
10
(Misalnya, pembicaraan tak keruan, igauan dan pembicaraan kosong
atau niatan menyakiti
namun tidak berarti) Jadi, tanda hidup rukun ialah mengabaikan
perbuatan-perbuatan
menyakiti yang sia-sia itu dan menerapkan perilaku yang mulia.”
(Jika ia menimpakan
sedikit kerugian maka ia harus mengabaikan, berpaling dan
melewatkannya dengan cara
yang mulia)
“Lebih lanjut Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa yang karena
nakalnya mengucapkan
kata-kata tidak senonoh, maka hendaklah kamu membalasnya dengan
sikap rukun melalui
cara yang baik. Maka dengan jalan demikian orang yang dulunya
memusuhi pun akan
menjadi kawan (41:35).”
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: “Tujuan didirikannya jemaat
ini yaitu supaya
ditanamkan ketakwaan di lidah mereka, telinga mereka, mata
mereka dan bahkan setiap
bagian dari tubuh mereka. Nur ketakwaan harus nampak di dalam
batiniah mereka dan
jasmaniah mereka. Mereka harus menjadi teladan yang sempurna
akan kebajikan dan
akhlak yang murni. Tidak terdapat pada mereka kemarahan dan
tidak ada sifat pemarah
yang tanpa berhenti.”
“Telah saya lihat cela amarah masih saja terdapat di banyak
anggota Jemaat saya
sekarang. Mereka memendam dendam dan benci kepada yang lainnya
hanya karena
masalah kecil dan bertengkar. Teladan seperti itu bukanlah dalam
Jemaat saya sedikit pun.
Saya tidak mengerti apa susahnya untuk tetap diam tidak
menanggapi cacian pihak lain.”
Beliau as lebih jauh menguraikan bagaimana cara kita merespon
orang yang
menggunakan bahasa dan taktik yang menyakitkan terhadap kita,
beliau bersada: “Cara
terbaik dalam melakukan perbaikan adalah dengan perbaikan akhlak
terlebih dahulu.
Seseorang harus memulai tarbiyat diri dengan ksebaran. Jalan
terbaik atas itu ialah jika
seseorang menggunakan bahasa yang sifatnya menyerang kalian,
maka kalian harus
berdoa kepada Allah Ta’ala dengan hati yang tulus supaya Allah
Ta’ala merubah pribadi
orang tersebut. Pada saat yang sama, kalian jangan mengungkapkan
dan menambah
kebencian apapun terhadap orang itu. Sebagaimana di dunia
terdapat undang-undang;
demikian pula pada Allah juga terdapat hukum-hukum. Jika di
dunia sendiri mereka tidak
menyia-nyiakan hukum-hukum mereka sendiri maka bagaimana mungkin
Allah Ta’ala
mengabaikan dan menyia-nyiakan hukum-hukum-Nya sendiri? Selama
kalian tidak
membuat perubahan dalam diri kalian secara baik maka selama itu
pula kalian takkan
dianggap berharga dalam pandangan Allah Ta’ala.”
“Allah Yang Maha Kuasa tidak pernah meridhai seseorang yang
melepaskan sifat-sifat
akhlak mulia seperti kelembutan, kesabaran dan pemaaf serta
menggantinya dengan sifat
menyerang (tidak berperasaan). Jika kalian membuat kemajuan
dalam hal kebajikan
akhlak, maka kalian akan cepat menemukan jalan yang menuju
kepada Tuhan.”
-
11
Maka, tujuan bergabungnya seseorang kedalam Jemaat Masih Mau’ud
ialah supaya
Allah Ta’ala ridha dan kita merasukkan dalam hati kita
Tauhid-Nya nan hakiki dan
sebagaimana beliau as bersabda juga kepada kita untuk memperelok
diri dengan akhlak
yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak sesama dan yang
seseorang terapkan dengan
memenuhi hak-hak orang lain.
Pada satu kesempatan seraya menasehati kita, Hadhrat Masih
Mau’ud as bersabda:
“Jika kalian menjalin hubungan dengan saya dan telah mengaku
menjadi bagian dari
tentara saya, maka tidak ada tempat melarikan diri bagi kalian
untuk menerapkan akhlak-
akhlak mulia dan membuang sifat membuat fitnah (kekacauan) dan
fasad (kerusakan).”
Lalu, beliau as bersabda, “Kalian harus membersihkan hati
kalian, mengelorakan di
dalam hati tersebut simpatiterhadap sesama manusia dan empati
terhadap yang
memerlukannya. Kalian harus menjamin tersebarnya perdamaian dan
keharmonisan di
dunia ini. Pada gilirannnya, hal ini akan menolong berkembangnya
agama mereka.”
(Artinya, mereka harus menyebarkan kedamaian di bumi dan dengan
hal ini Islam yang
merupakan agama mereka akan tersebar di dunia sehingga
kesempatan penyebarkan
tabligh ini akan terbuka.)
Lalu beliau as bersabda: “Oleh karena itu, bangkitlah,
bertobatlah dan raihlah ridho
Tuhan Yang Maha Pencipta dengan amal saleh kalian.”
Di kesempatan yang lain seraya menasehati kita agar menghapus
segala kedengkian
dan dendam dalam hati kita, berempati terhadap sesama manusia,
serta menegakan
pondasi perdamaian, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: “Saat ini,
saya ingin memberikan
nasehat kepada Jemaat sayayang mana mereka mengimani saya
sebagai Al-Masih yang
dijanjikan; mereka harus senantiasa menjauhkan diri dari sifat
dan adat kebiasaan tak
bermoral. Dikarenakan Tuhan telah mengutus saya sebagai Al-Masih
yang kedua dan telah
menghias saya dengan mantel Al-Masih putra Maryam maka saya
mewasiyatkan pada
kalian: Jauhilah keburukan dan berbelas kasihlah terhadap umat
manusia. Bersihkan hati
kalian dari setiap kebencian dansetiap dendam maka tersebut
kalian akan menjadi seperti
malaikat. Alangkah buruknya dan alangkah rendahnya agama yang
tidak mengajarkan
berkasih sayang sesama makhluk. Alangkah kotornya cara yang
penuh dengan syak-
wasangka kebencian di dalam diri. Maka kalian, wahai kalian yang
bersama saya, janganlah
bersikap demikian.”
“Pikirkanlah! Apakah tujuan akhir agama? Apakah itu dengan
kesibukan menyakiti
orang lain? Tidak! Tidak! Melainkan, tujuan akhir agama ialah
memperoleh kehidupan yang
menjadi benar-benar karena Allah. Kehidupan tersebut tidak
pernah dicapai seorang pun
di masa lalu dan takkan pernah bisa dicapai di masa mendatang
kecuali dengan
menjalankan sifat-sifat Ilahiyah. (artinya, jika kalian ingin
kehidupan tersebut, itu takkan
kalian raih tanpa berusaha atau tanpa menerapkan akhlak tinggi)
Bersihkan hati kalian
-
12
dari setiap kebencian nan rendah dansetiap dendam, karena dengan
sifat tersebut kalian
akan menjadi seperti malaikat….berbelas kasihlah terhadap
seluruh makhluk karena
Tuhan, supaya kalian dirahmati di Langit. Datanglah, dan saya
akan ajarkan kalian cara
bagaimana nur kalian unggul diatas cahaya-cahaya lainnya.
Ingatlah! itu ialah jauhkanlah
segala sifat dendam nan rendah dan setiap kedengkian, berbelas
kasilah terhadap umat
manusia, dan lenyapkanlah diri kalian dihadapan Tuhan.
Ikhlaskanlah kalian sepenuh
ketulusan dalam berhubungan dengan Tuhan. Inilah jalan yang mana
dengan melalui itu
karamah-karamah dianugerahkan, doa-doa dikabulkan, dan para
malaikat turun untuk
menolongnya. Namun ini bukan pekerjaan satu hari atau dua
hari.
Melangkah maju dan teruslah melangkah maju. Belajarlah dari
contoh seseorang yang
mencuci pakaiannya. Ia memasukan pakaiannya kedalam air panas
yang mendidih hingga
hawa panasnya menyebabkan kotoran-kotorannya terpisah dari
pakaian tersebut.
Kemudian dia bangun di pagi hari dan mencapai tempat aliran air
dan memukul-mukul
pakaian yang sudah basah dengan air dari atas satu batu ke batu
lainnya. Kotoran yang ada
di pakaian dan sebelumnya menjadi bagian darinya telah dibuat
benar-benar terpisah
darinya akibat dipanaskan dan dipukuli dengan tangan pencuci
pada aliran air sehingga
menjadi pakaian yang bersih seperti baru lagi. (Saat pakaian
digosok saat dicuci berulang
kali, saat pencucinya memukulkan di batu karang dari waktu ke
waktu, atau saat pakaian
dicuci dengan mesin modern yang berputar dengan cepat maka
kotorannya terlepas dari
pakaian tersebut, dan ini adalah contoh yang Hadhrat Masih
Mau’ud as sampaikan. Lalu,
beliau as bersabda,)
“Hanya inilah jalan untuk membuat putih bersih jiwa kemanusiaan.
Segala
keselamatan kalian tergantung pada kemurnian ini saja. Inilah
yang Allah Ta’ala firmankan
di dalam al-Quran dalam firman-Nya, اَها artinya, jiwa akan
meraih keselamatan َقْد َأفْ َلَح َمن زَكَّjika bersih dari segala
jenis kebusukan dan kekotoran.”
Maka dari itu, kita harus berusaha membersihkan jiwa kita yang
perumpamaannya
seperti dalam pikiran kita tengah mencuci baju kita sebersih
mungkin.
Semoga Allah Ta’ala menganugerahi kita kesempatan untuk
melaksanakan ajaran-
ajaran Hadhrat Masih Mau’ud as ini, dan semoga melaluinya kita
dapat menunjukan belas
kasih kita kepada sesama makhluk Allah, mendirikan dasar-dasar
perdamaian, memahami
makna sebenarnya Tauhid Ilahi, menyebarkan kasih sayang
ditengah-tengah masyarakat
dan kita tidak mengalah pada hasrat-hasrat duniawi, sebaliknya,
semoga kita senantiasa
dibimbing untuk meraih ridhaTuhan dan semoga ini menjadi target
utama kita. [ ني -آمAamiin!]
Penerjemah: Dildaar Ahmad & Yusuf Awwab