SIFILIS SEKUNDERSalsabil Dhia Adzhani, S.KedPembimbing: Dr.
Sarah Diba, SpKKBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
KelaminFK UNSRI / RSUPMH Palembang2015
PENDAHULUANSifilis merupakan penyakit menular seksual yang
sangat infeksius, disebabkan bakteri berbentuk spiral,
Treponemapallidum(T.pallidum) subspesies Pallidum. Schaudinn dan
Hoffmann pertama kali mengidentifikasi T. pallidum sebagai penyebab
sifilis pada tahun 1905.1Sifilis merupakan penyakit infeksi kronik
dan sistemik ditandai oleh berbagai manifestasi klinis.Treponema
pallidum merupakan organisme sangat agresif menyerang hampir
seluruh organ tubuh dan sistem imun.Sifilis ditularkan melalui lesi
terinfeksi atau cairan tubuh lewat kontak seksual, transplasental
dari ibu ke janin, dan tranfusi darah.2Sifilis mempunyai tiga tahap
perkembangan penyakit, yaitu primer (chancre), sekunder (lesi
mukokutaneus dan/atau limfadenopati dengan atau tanpa keterlibatan
organ), dan laten (subsequent clinical relaps). Stadium primer dan
sekunder sifilis sangat menular berlangsung 2-4 tahun. Sifilis
laten berlangsung 5 sampai 50 tahun. Hanya 25%-30% pasien menjadi
stadium lanjut, kronik, lumpuh atau meninggal.1,2Sifilis merupakan
penyakit infeksi menular seksual di seluruh dunia dan menjadi
masalah penting di negara berkembang. Jumlah penderita sifilis
primer dan sekunder pada tahun 2000 meningkat secara signifikan
pada laki-laki dan terus meningkat sampai tahun 2009 terutama di
kalangan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.1Sifilis
sekunder disebut the great imitator karena memiliki gejala yang
dapat menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga sifilis sekunder
masih dapat menyulitkan klinisi dalam menegakkan diagnosis.1Oleh
karena itu, referat ini akan membahas lebih lanjut mengenai sifilis
sekunder.
DEFINISISifilis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik
disebabkan Treponema pallidum, spirokaeta mikroaerofilik yang hanya
menginfeksi manusia dan beberapa primata. Infeksi didapat dari lesi
terinfeksi atau cairan tubuh melalui kontak seksual dan dapat
menular melalui transplasental pada janin, serta melalui transfusi
darah.2ETIOLOGIPenyebab sifilis ialah T. pallidum, bakteri
prokariotik, motil, dan berbentuk spiral. Treponem pallidum
memiliki panjang 615 m dan diameter 0,2 - 0,3 m (Gambar 1).Gerakan
T. Pallidum berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti pembuka
tutup botol (corkscrew). Struktur T. Pallidum terdiri dari membran
sel bagian dalam, dinding sel yang dilapisi oleh peptidoglikan yang
tipis, dan membran sel bagian luar. Treponema pallidum merupakan
organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam
konsentrasi rendah (20%). Treponema pallidum akan cepat mati diluar
tubuh dan dapat bertahan hidup selama 72 jam dalam darah untuk
tranfusi.Organisme ini hidup pada suhu30-37C dan rentang pH 7,2
7,4. 1,2,3
Gambar 1.Treponema pallidum
PATOGENESISSifilis biasanya diperoleh melalui hubungan seksual,
kecuali pada sifilis kongenital bayi memperoleh infeksi T. pallidum
secara transplasental. Penularan melalui paparanmukosaataulesi
kulitsifilisprimer maupun sekunder. Sifilis pada pasien yang tidak
diobati dapat pulih kemudian kambuh selama periode sampai dua
tahun. Oleh karena itu, seseorang yang tidak diobati (untreated
infection) masih dapat menularkan sifilis selama satu tahun atau
dua tahun pertama.2Sifilis digambarkan sebagai penyakit yang
aktif-pasif dan aktif kembali. Sifilis dini termasuk sifilis primer
(chancre), sifilis sekunder (lesi mukokutaneus dengan atau
limfadenopati, dengan atau tanpa keterlibatan organ), dan sifilis
yang relaps. Sifilis laten terbagi atas sifilis laten dini (kurang
dari satu tahun) dan sifilis laten lanjut (satu tahun atau lebih).
Sifilis laten dini termasuk ke dalam sifilis dini sedangkan sifilis
laten lanjut dan sifilis tersier termasuk ke dalam sifilis lanjut.
Sifilis tersier dapat muncul pada kutaneus, kardiovaskuler, atau
melibatkan saraf.4Treponema pallidummasuk dengan cepat melalui
membran mukosa utuh dan kulit yang lecet, kemudian masuk kedalam
kelenjar getah bening, aliran darah, dan menyebar ke seluruh organ
tubuh. Treponema pallidum bergerak masuk ke ruang intertisial
jaringan dengan gerakan corkscrew (seperti membuka tutup botol).
Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun
gejala klinis dan serologi belum terlihat. Darah dari pasien yang
baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi
bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak T. pallidumselama masa
aktif penyakit secara invivo 30-33 jam.4Lesi primer muncul di
tempat T. pallidumpertama kali masuk dan bertahan selama 4-6
minggu, kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuk, kuman
mengadakan multiplikasi sehingga tubuh bereaksi dengan timbul
infiltrat. Infiltrat terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma
yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tidak
hanya terbatas di tempat masuk kuman tetapi juga di daerah
perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler
dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel
yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis
obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada
daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus,
keadaan ini disebut chancre. 4Setelah beberapa minggu, proliferasi
spirokaetaT. pallidum meningkat, penyakit menjadi generalisata.
Selama tahap sekunder, kadar antibodi meningkat dengan cepat
sebagai bentuk respon terhadap jumlah organisme yang banyak.
Antibodi merespon menyerupai lesi sifilis sekunder yang mirip
dengan chancre primer. Pada saat bersamaan resistensi terhadap
infeksi baru meningkat meskipun hipersensitifitas tipe lambat
terhadap T. pallidum menjadi tidak terduga. 4Sifilis sekunder
diikuti oleh tahap asimptomatik yang disebut sifilis laten. Selama
periode ini hipersensitifitas tipe lambat muncul kembali. Pada
sifilis tersier, respon sistem imun membentuk granuloma, treponema
jarang terdeteksi, sekalipun dengan imunofluoresensi.4GAMBARAN
KLINISSifilis sekunder timbul 2-6 bulan setelah infeksi primer,
2-10 pekan setelah timbul chancre pertama, dan 6-8 pekan setelah
chancresembuh. Pada 15% kasus, chancre masih ada ketika lesi kedua
muncul. Selain memberikan manifestasi klinis pada kulit, sifilis
sekunder juga dapat menimbulkan kelainan sistemik. Spirokaeta
menyebar dari chancredan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan
ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan gejala yang jauh dari lokasi
infeksi semula. Sistem yang paling sering terkena selain kulit
adalah limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan
saraf pusat.Pada gejala prodromal ditemukan penurunan berat badan,
demam, sakit tenggorokan, kurang nafsu makan, malaise,
konjungtivitis, hepatosplenomegali, pembesaran kelenjar limfe dan
meningismus.1,2Gambaran klinis kutan pada sifilis sekunder
(syphilids) 80%- 95% merupakan erupsi kulit. Erupsi kulit yang
sering muncul pada sifilis sekunder adalah erupsi makulopapular,
papul, pustular, atau anular (Gambar 2). Manifestasi awal terdapat
pada area wajah, bahu, panggul, telapak tangan, telapak kaki, area
genital, dan anal.1,2
baaa
Gambar 2. Gambaran klinis lesi sifilis sekunder di telapak
tangan (a) dan telapak kaki (b). Lesi makulopapular pada telapak
tangan dan telapak kaki, diskret - difus, tidak bersisik bersisik,
hiperkeratotik (syphilitic corn).1
Erupsi makular (roseola sifilitika) berukuran 0,5-2,0 cm, warna
merah jambu, diskret, tidak bersisik, berbentuk oval, banyak
ditemukan pada badan dan daerah fleksor ekstremitas (Gambar 3).
Seringkali tidak mengenai wajah, tetapi area lain termasuk tangan
dapat terlibat.1
Gambar 3.Erupsi makular (roseola sifilitika) dengan presentasi
halus tidak bersisik, merah muda, bentuk oval, makula dan patch
halus pada badan. 1Erupsi papular menunjukkan perubahan lesi makula
menjadi papul dan plak, sehingga makula menjadi teraba dan berwarna
tembaga gelap. Lesi sering terdapat di genitalia dan tangan. Lesi
yang terdapat pada garis rambut membentuk pola seperti mahkota yang
dikenal sebagai corona veneris. Erupsi papular bervariasi antara
papuloskuamosa (Gambar 4a), lentikular, korimbiformis (Gambar 4b),
nodular, anular dan folikular. Papul dapat generalisata atau
berkelompok dan terlokalisasi pada daerah tertentu.2
baaa
Gambar 4. Gambaran klinis lesi sifilis sekunder, erupsi
papuloskuamosa disertai eritem, berbatas tegas, dan plak disertai
sisik (a) Gambaran erupsi papular korimbiformis (b). 1
Lesi pada sifilis sekunder dapat menjadi nekrotik, keadaan ini
disebut dengan sifilis maligna. Sifilia maligna menunjukkan
papulopustula dan nodul yang menyebar luas menjadi nekrotik dan
ulkus dilapisi krusta. Ulkus pada mulut serta mukosa dapat terjadi.
Sifilis maligna sering terjadi pada pasien immunocompromised atau
dalam kondisi kesehatan yang jelek.Kondiloma lata terdapat pada
9-44% pasien sifilis. Kondiloma lata terdiri atas papul dan plak
maserasi serta hipopigmentasi (Gambar 5). Permukaan lesi halus,
berpapul, atau dilapisi cauliflower. Sering terdapat pada genital
dan area anal. Lesi pada area intertrigenosa berproliferasi
membentuk elevasi, coklat, plak halus atau hipertropik. Lesi nodul
menyerupai raspberries. Lesi ini terdapat 7-12% pasien sifilis
sekunder.1
Gambar 5. Kondiloma lata, papul dan plak di area perianal1
Kerontokan rambut terjadi pada 3-7% kasus sifilis sekunder. Lesi
berupa alopesia non-scarringkecil dan iregular (moth-eaten
alopecia) di seluruh kepala, banyak ditemukan pada area oksipital
dan parietal. Alopesia moth-eaten merupakan lesi khas pada sifilis
yaitu alopesia yang membentuk tepi botak yang tidak jelas seperti
digigit tikus (Gambar 6). Pada beberapa kasus, lesi menyerupai
trikotiloma atau alopesia areata. Kerontokan rambut difus dapat
terjadi pada alis, janggut, dan daerah rambut lainnya. Kerontokan
rambut tampak secara klinis pada 3-5 bulan setelah infeksi.1
Gambar 6.Moth-eaten alopecia1DIAGNOSISDiagnosis dibangun
berdasarkan anemnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan riwayat penderita pernah timbul lesi
berupa ulkus dengan dasar bersih dan tidak nyeri pada kelamin.4Pada
pemeriksaan fisik ditemukan ulkus durum (ukuran kecil, tidak nyeri,
dasar bersih, tepi tidak menggaung, ada indurasi) atau chancre pada
sifilis primer, kondiloma lata (papula atau plak yang ditutupi
krusta berwarna coklat dan basah) pada sifilis sekunder dan guma (
nodul atau ulkus dalam, serpiginosa, mengeluarkan sekret
seropurulen dan jaringan nekrosis) pada sifilis tersier. Diagnosis
klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang, antara lain
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan tes serologik sifilis.
1,3Pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap ( dark field )merupakan
pemeriksaan paling spesifik untuk diagnosis sifilis. Dalam sediaan
tanpa pewarnaan, gerak T. pallidum dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap (Gambar 7). Pemeriksaan Treponema secara
mikroskopik dilihat menggunakan teknik imunnofluoresensi dengan
membuat eksudat pada kaca objek kemudian difiksasi dan diwarnai
dengan fluoresein sehingga pada lapang pandang gelap akan terlihat
fluoresensi yang khas dari T. pallidum.Kuman spirokaeta hidup
berbentuk khas seperti sekrup, dapat terlihat pada pemeriksaan
eksudat secaramikroskopis.Uji absorpsi antibodi treponema
menggunakan fluoresensi akan mendeteksiantigen T.pallidum yang
terdapat pada jaringan, cairan mata, liquor cerebro spinal, sekret
trakeobronkial dan eksudat pada lesi. Pemeriksaan ini sangat
sensitif untuk mendeteksi sifilis pada berbagai tahap.3
Gambar 7. Pemeriksaan mikroskop lapangan pandang gelap positif.
Treponema dikenali dari bentuk menyerupai pembuka tutup botol
(corkscrew) yang bergerak maju, mundur, dan berotasi di aksis
panjang.Tes serologik sifilis (T.S.S.) atau Serologic Tests for
Sypilis (S.T.S) merupakan alat bantu diagnosis penting bagi
sifilis. Tubuh memproduksi antibodi sifilis beberapa saat setelah
infeksi. Pada sifilis primer hasil T.S.S. negatif (seronegatif),
kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer rendah, positif
lemah. Pada sifilis sekunderdinireaksi menjadi positif sedikit kuat
dan menjadi sangat kuat pada sifilis sekunder lanjut. Pada sifilis
tersier reaksi menurun menjadi positif lemah atau negatif. Tes
serologik sifilis dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang
dipakai, yaitu nontreponemal (Tes Reagin) dan tes treponemal.10Pada
tes non treponemal digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolipin yang dikombinasi dengan lesitin dan kolestrol, karena
itu tes ini dapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic
Fase Positive (BFP). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini
mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap
bahan-bahan lipid sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi timbul
sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Antibodi ini juga timbul
pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut seperti infeksi
virus akut dan penyakit kronis seperti penyakit otoimun kronis.
Antibodi disebut reagin, terbentuk setelah infeksi dengan
T.pallidum, reagin juga terdapat pada penyakit lain dan terdapat
selama kehamilan. Tes reagin memberikan hasil kuantitatif dengan
menentukan kadar reagin serum. Reagin dapat bersatu dengan suspensi
ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan, menggumpal membentuk
masa yang dapat dilihat pada tes flokulasi. Masa tersebut juga
dapat bersatu dengan komplemen yang merupakan dasar bagi tes ikatan
komplemen.5,6 Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan
bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai
untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta
memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh
lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini
sering dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan
hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk
menghemat biaya. Contoh tes nontreponemal adalah tes fiksasi
komplemen ( Wasserman, Kolmer ) dan tes flokulasi ( VDRL (Venereal
Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin),
ART (Automated Reagin Test), dan Reagin Screen Test).Positif palsu
dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili,
Mononukleosisinfeksiosa, dan SLE. 3,10Tes Treponemal bersifat
spesifik karena antigen adalah treponema, contoh tes treponemal
adalah tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP
Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum
Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal
Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok
ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap treponema.
Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes
ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun
terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan
untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah
diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa
seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat
menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes ini
juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi
treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat
pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis
lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding (Gambar 8).
10Sifilis sekunder ditandai dengan ditemukannya lesi mukokutaneus
yang terlokalisir atau difus dengan limfadenopati. Terkadang
chancre masih ditemukan. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan
FTA-ABS positif.2
Pasien dengan timbul ruam baru, lesi atipikal, atau tanda dan
gejala sifilis sekunder
RIWAYAT SEKSUAL, FAKTOR RESIKO & PEMERIKSAAN FISIK
RPR/VDRL
TP-PA/FTA-ABS
Bukan Sifilis
Bukan SifilisSifilis Sekunder:Tatalaksana, follow up, terapi
pasangan seksual
Gambar 9. Algoritma diagnosis sifilis sekunder7
DIAGNOSIS BANDINGSifilis sekunder timbul 6-8 pekan sesudah
sifilis primer. Sifilis sekunder dapat menyerupai berbagai penyakit
kulit. Pada sifilis sekunder lesi tidak terasa gatal. Pada sifilis
sekunder dini kelainan generalisata, simetrik, telapak tangan dan
kaki juga terkena. Pada sifilis sekunder lanjut terdapat kelainan
setempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu
seperti arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat
limfadenitis generalisata.2Diagnosis banding untuk sifilis sekunder
adalah pitiriasis rosea, kondiloma akuminata, erupsi obat,
psoriasis dan viral eruption. Pitiriasis rosea terdiri atas banyak
bercak eritematosa dengan skuama halus, berbentuk lonjong,
lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Pitiriasis
rosea tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada sifilis
sekunder. Pada kondiloma akuminata permukaan papul berbentuk
runcing sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar dan
eksudatif. Pada anamnesis erupsi obat timbulnya alergi obat dapat
disertai demam. Kelainan kulit pada erupsi obat bermacam-macam,
diantaranya eritema yang menyerupai roseola pada sifilis sekunder,
tetapi pada erupsi obat didapatkan keluhan gatal sedangkan pada
sifilis tidak gatal. Persamaan lesi psoriasis dan sifilis sekunder
adalah terdapat eritema dan skuama tetapi pada psoriasis tidak
ditemukan limfadenitis generalisata.1
PENATALAKSANAANPenisilin G masih merupakan pilihan utama untuk
pengobatan semua tahap sifilis. Pada sifilis diberikan 2,4 juta
unit benzatin penisilin G dosis tunggal dalam seminggu atau
penisilin prokain dalam akua dosis total 6 juta unit, diberi 0,6
juta unit/ hari selama 10 hari.Tetrasiklin digunakan sebagai terapi
lini kedua jika penisilin tidak dapat diberikan. Pada pasien dengan
alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin 500 mg peroral,
doksisiklin dalam akua dengan dosis 200 mg (100 mg peroral)
diberikan selama 14 hari, seftriakson satu gram secara
intramuskular atau intravena selama 8-10 hari atau azitromisin dua
gram peroral dapat menjadi alternatif. Eritromisin tidak
direkomendasikan untuk pengobatan pada beberapa bentuk sifilis.
2,8
KESIMPULANSifilis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik
disebabkan Treponema pallidum, spiroketa mikroaefilik yang hanya
menginfeksi manusia dan beberapa primata. Infeksi didapat dari lesi
terinfeksi atau cairan tubuh melalui kontak seksual dan dapat
menular melalui transplasental pada janin, serta melalui transfusi
darah.Sifilis sekunder terjadi dengan gejala sistemik dan
limfadenopati. Lesi terdistribusi simetris pada tubuh. Gejala dapat
berupa malaise, kerontokan rambut, erupsi kulit dan kondiloma lata,
serta keterlibatan organ lain di dalam tubuh.Pengobatan sifilis
sekunder berupa pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit
intramuskular. Pada pasien yang alergi penisilin dapat diberikan
tetrasiklin, eritromisin, atau doksisiklin. Azitromisin juga dapat
digunakan untuk sifilis primer dan sekunde
10