Highlights • BI perlu mempertahankan suku bunga acuan dan berfokus pada intervensi langsung di pasar valas • Inflasi inti y.o.y Februari masih terlalu rendah; permintaan domestik masih lemah • Ekspektasi pasar bahwa Fed akan menaikkan suku bunga empat kali di tahun ini menambah tekanan pada Rupiah Kajian Makroekonomi dan Kebijakan Pasar Keuangan Febrio N. Kacaribu, Ph.D. (Head of Research) [email protected] Alvin U. Lumbanraja [email protected] Denny Irawan [email protected] Syahda Sabrina SERI ANALISIS MAKROEKONOMI Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Maret 2018 kspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih cepat tahun ini, di mana kenaikan di bulan Maret sudah dianggap pasti, memicu aliran modal keluar selama satu bulan terakhir. Namun, reaksi negatif terhadap perkiraan kenaikan suku bunga Fed sebanyak 4 kali perlahan sudah mereda, yang menunjukkan kepercayaan pasar pada fundamental makro Indonesia. Inflasi juga terlihat stabil, meski masih sangat rendah, yakni sekitar 3% untuk inflasi umum dan 2,5% untuk inflasi inti, dan diperkirakan akan sedikit lebih tinggi akibat peningkatan konsumsi terkait kampanye Pemilihan Umum 2019. Mengingat sebagian besar risiko yang dihadapi Rupiah saat ini terkait nilai tukar, Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga acuan dan fokus menjaga nilai tukar Rupiah melalui intervensi langsung di pasar valas. Inflasi Terlalu Rendah, di bawah 3% Inflasi Februari mencerminkan tren permintaan domestik yang kami perkirakan untuk tahun ini, di mana inflasi umum banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas, sedangkan inflasi inti tetap bertahan di level 2,5-3,5%. Dibanding bulan sebelumnya, inflasi umum dan inti mencapai 0,17% dan 0,26%, di mana pengaruh kenaikan bahan bakar non-subsidi serta tren kenaikan harga musiman telah mereda. Tren serupa juga terlihat pada inflasi secara year-on-year, di mana inflasi umum dan inti mencapai 3,18% dan 2,58%. Grafik 1: Pertumbuhan PDB (y.o.y) Sumber: CEIC Grafik 2: Tingkat Inflasi (%, mtm) Sumber: CEIC Inflasi inti memperlihatkan dengan jelas bahwa permintaan rumah tangga saat ini masih rendah. Meski demikian, konsumsi dan inflasi tahun ini dapat meningkat akibat tiga faktor berikut. Pertama, pertumbuhan ekonomi global turut meningkatkan harga komoditas utama, terutama kelapa sawit, minyak mentah, dan logam. Hal ini membantu sebagian besar masyarakat yang bekerja di sektor terkait sumber daya. Kedua, produsen shale oil di AS terbukti berperan sebagai pesaing utama produsen OPEC, di mana mereka dapat dengan cepat meningkatkan produksi minyak ketika harga minyak mulai naik sehingga harga minyak tidak akan jauh lebih tinggi dari tren harga saat ini ($70/barel). Ketiga, kampanye Pemilihan Umum 2019 yang akan dimulai akhir tahun ini akan signifikan mendorong konsumsi. Oleh karena itu, kondisi domestik secara keseluruhan kondusif bagi Bank Indonesia untuk menjaga suku bunga acuan di tingkat saat ini. Intervensi Nilai Tukar Lebih Efektfif dalam Menghadapi Tekanan Eksternal Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, sebagian besar tekanan bagi Rupiah dalam beberapa bulan ke depan masih akan datang dari sisi eksternal. Secara khusus, Fed akan menaikkan suku bunga lebih cepat menyusul perekonomian AS yang semakin membaik. Analis Wall Street -6 -4 -2 0 2 4 6 8 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2015 2016 2017 % p.a. Government Investment Household GDP -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 MAMJ JASONDJFMAMJ JASONDJF 2016 2017 2018 Headline Core E