-
Jurnal Filsafat, ISSN: 0853-1870 (print); 2528-6811(online) Vol.
29, No. 2 (2019), p. 275-299, doi: 10.22146/jf.47373
SERAT WULANG REH: AJARAN KEUTAMAAN MORAL MEMBANGUN PRIBADI YANG
LUHUR Sri Yulita Pramulia Panani Fakultas Filsafat, Universitas
Gadjah Mada Email: [email protected] Abstrak
Penelitian ini berupaya menggali ajaran keutamaan moral dalam
Serat Wulang Reh. Tujuan dari ajaran keutamaan moral tersebut dapat
membentuk pribadi yang luhur, serta penguatan karakter yang
bermoral baik lahir maupun batin pada generasi bangsa di tengah
arus modernitas. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
dengan menggunakan model penelitian filsafat yaitu penelitian
historis faktual megenai teks naskah. Pada proses analisis data
penelitian, peneliti menggunakan unsur-unsur metodis yaitu,
interpretasi, idealisme, komparasi, dan deskripsi. Hasil penelitian
ini menjabarkan kandungan Serat Wulang reh bahwa untuk menjadi
manusia yang memiliki kepribadian luhur, pertama harus menyadari
tujuan dan makna hidup sebagai manusia dan mahluk ciptaan Tuhan.
Ajaran keutamaan moral yang terkandung di Serat Wulang Reh secara
garis besar berisi ajaran bersikap religius, seperti sembah lima
bakti, menjalankan ibadah, selalu mengingat Tuhan, dan mampu
mengendalikan hawa nafsu dengan laku prihatin. Ajaran keutamaan
lainnya tentang mengembangkan sikap-sikap moral dalam lingkup
keluarga, pergaulan dalam masyarakat dan hubungannya dengan negara.
Jika manusia mampu menjalani seluruh ajaran keutamaan dalam Serat
Wulang Reh maka harmoni hidup dan keselamatan dunia dan akhirat
dapat tercapai.
Kata Kunci: Etika Jawa, Moral, Etika Keutamaan
Abstract This research explored the content of the teachings of
moral virtue within the Serat Wulang Reh. It was aimed to describe
the teachings of moral virtue which can shape current generation of
the nation in establishing noble personality and strengthen moral
characters amidst modernity. This study was bibliographical
research based on the philosophical research model of
-
276 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
factual historic queries concerning texts. In the process of
analyzing research data, researchers used methodical elements
namely, interpretation, idealism, comparison, and description. The
results described how to be a noble person according to Serat
Wulang Reh. First, one must realize the purpose and meaning of life
as human and creature of God. The teachings of moral virtue in
'Serat Wulang Reh' outlined the teachings of being religious, e.g.
worshiping in five devotions, practicing worships, always
remembering God and controlling the carnal desire with care and
concern. The teachings of other virtues included developing moral
attitudes in family circle, in society and relationship to the
state. In conclusion, the harmony of life, salvation of the world
and hereafter can be achieved through the implementation of the
whole teachings described in Serat Wulang Reh.
Keywords: Javanese Ethics, Moral, Virtue Ethics PENDAHULUAN
Jawa memiliki banyak keanekaragaman budaya salah satunya adalah
kesusasteraan Jawa. Seni kesusasteraan Jawa terbagi dalam tiga
golongan berdasarkan golongan Bahasa yaitu sastra Jawa kuno, sastra
Jawa tengahan, sastra Jawa baru dan sastra Jawa modern. Sastra Jawa
kuno sebagian besar berbentuk kakawin (puisi atau prosa) dan
menggunakan bahasa Jawa Kawi. Sastra Jawa tengahan berbentuk
kidung. Sastra Jawa baru muncul bersama masuknya Islam ke tanah
Jawa. Karya sastra jaman ini terbagi menjadi sastra lisan yang
berkembang di masyarakat dan karya sastra tulisan yang dibuat oleh
pujangga dalam bentuk Serat (Darusuprapta, 1989:15-16).
Pada abad XVIII disebut sebagai zaman pemugaran sastra. Hal
tersebut disebabkan banyak sastra Jawa yang ditulis kembali dalam
Bahasa Jawa baru atau dikenal Serat Jawa yang ditulis dalam bentuk
sekar atau tembang (Saputra, 2010:24). Jadi pengertian serat adalah
karya-karya sastra Jawa yang di tulis oleh pujangga Jawa dalam
bentuk tembang-tembang Jawa. Isi serat menceritakan budaya atau
kehidupan pada saat karya sastra dibuat. Serat terbagi dua bentuk
yaitu bentuk prosa (guncaran) dan puisi (tembang) (Widiyono, 2010:
xxi-xxii). Ciri khas dari Serat Jawa adalah berisi petunjuk atau
nasehat untuk kehidupan sehari-hari. Baik dalam hubungan individu
dengan
-
Sri Yulita Pramulia Panani 277
Tuhan, pergaulan sosial dan diri pribadi. Petunjuk hidup
tersebut kemudian dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat Jawa.
Masyarakat Jawa memiliki banyak filosofi hidup yang menonjolkan
moralitas hubunganya dengan diri pribadi-manusia-Tuhan. Ada
pandangan masyarakat Jawa jika manusia melakukan kebaikan, maka
akan mengantarkan manusia kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam
keadaan yang baik seperti awal manusia dilahirkan. Masyarakat Jawa
percaya dengan mentaati pedoman kebaikan dalam kehidupan akan
membawa pada kehidupan yang seimbang, berjalan wajar, dan
harmonis.
Fungsi dari sastra Jawa pada umumnya mengajarkan pedoman moral
dan petunjuk hidup untuk manusia. Pada budaya Jawa, konsep etika
dalam kehidupan telah melebur dalam aktualitas tindakan berupa
etiket dan moralitas. Tidak lagi pada tataran ilmu kritis sehingga
nilai menjadi sesuatu yang kongkrit dan nyata, bukan abstrak dan
konseptual. Moralitas Jawa tidak hanya mempersoalkan kebaikan dan
keburukan, tetapi kesopanan, kepantasan dan tata krama (sudikan,
2013: 214-215). Isi serat-serat Jawa memberi pitutur (nasehat) yang
bertujuan untuk mengubah moral dan perilaku manusia menuju tatanan
hidup yang luhur pada zamanya. Bahkan nasehat dan ajaran dari
serat-serat Jawa masih dinggap relevan hingga saat ini. Artinya,
ajaran dan nilai yang diajarkan tidak lekang oleh waktu.
Serat Wulang Reh dipilih sebagai objek material penelitian,
kerena mengajarkan hakikat bagaimana menjadi manusia yang berbudi
luhur baik dalam lingkup sosial dan hubunganya dengan Tuhan. Metode
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan
model penelitian filsafat yaitu penelitian historis faktual megenai
teks naskah. Objek material penelitian ini adalah Serat Wulang Reh
yang diselidiki sebagai teks filosofis yang menjangkau bagaimana
hakikat manusia hubunganya dengan diri sendiri, lingkup sosial dan
Tuhan. Proses penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan
kepustakaan yang berkaitan dengan naskah asli, dan
manuskrip-manuskrip lain sebagai perbandingan. Pada proses analisis
data penelitian, peneliti menggunakan unsur-unsur
-
278 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
metodis yaitu, interpretasi, idealisme, komparasi, dan
deskripsi. Interpretasi digunakan untuk menyelami, menangkap arti
dan nuansa yang ditangkap dari teks. Idealisme digunakan untuk
menangkap konsep universal dan ideal dari teks. Komparasi untuk
membandingkan semua manuskrip untuk mendapatkan variasi terjemahan
dan analisis. Deskripsi digunakan agar peneliti tidak lepas dari
teks naskah, interpolarisasi pikiran tidak boleh jauh dari teks
(Bakker dan Zubair, 1990:41-57).
Penelitian mengenai Serat Wulang Reh sudah banyak dilakukan akan
tetapi belum ada yang secara komprehensif menganalisis pada aspek
kajian moral. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menjawab
pertanyaan mengenai apa yang dimaksud tentang keutamaan moral, apa
saja ajaran keutamaan moral yang terkandung dalam Serat Wulang Reh
dan bagaimana menerapkan ajaran keutamaan moral agar menjadi
manusia yang memiliki kepribadian yang luhur.
KEUTAMAAN MORAL Orang yang berusaha hidup baik dengan tekun
dalam kurun
waktu lama dapat mencapai keunggulan moral yang disebut dengan
keutamaan. Secara etimologis kata keutamaan atau virtue (bahasa
Inggris), virtus (bahasa Latin), arête (bahasa Yunani kuno) berarti
kesalehan, atau kemampuan untuk melakukan peran dengan baik.
Aristoteles menyatakan keutamaan adalah sifat karakter yang
terlihat dalam tindakan kebiasaan baik yang dijalankan terus
menerus, bersifat kokoh dan tetap (Gufron, 2016:101).
Keutamaan adalah kemampuan yang dicapai oleh seseorang untuk
bersikap batin maupun berbuat dengan benar. Contohnya; sikap
kerendahan hati, kepercayaan pada orang lain, keterbukaan,
kebijaksanaan, ketekunan bekerja, kejujuran, keadilan, keberanian,
penuh harap, penuh kasih dan lain sebagainya. Upaya untuk mencapai
keutamaan, diperlukan ketekunan usaha pribadi maupun dukungan
positif dari lingkungan bahkan bantuan Tuhan (Hadiwardoyo,
1990:21). Sikap keutamaan mendukung terciptanya sikap yang berbudi
luhur. Budi luhur adalah dasar filosofi yang
-
Sri Yulita Pramulia Panani 279
menjadi pijakan budi pekerti. Budi pekerti akan menjadi realitas
apabila diwujudkan ke dalam etika yang membingkai norma kehidupan
sehari-hari (Suwardi, 2010:2). Pengertian moral ialah seluruh
tatanan atau ukuran yang mengatur tingkah laku, perbuatan dan
kebiasaan manusia yang dianggap baik dan buruk oleh masyarakat yang
bersangkutan. Adapun penentu moral adalah pandangan hidup, tujuan
hidup serta falsafah suatu kelompok masyarakat (Soleh, 2016:
123).
Manusia utama adalah manusia yang luhur, kuat, kuasa untuk
menjalankan apa yang baik dan tepat untuk melakukan tanggung jawab
(Magnis-Suseno, 2000: 199). Keutamaan merupakan sikap hati yang
sudah mantap, yang seakan-akan dapat diandalkan. Sikap atau
kebiasaan hati itu terbentuk karena tindakan-tindakan yang biasa
dilakukan (Wahono, 1997:55). Franz Magnis-Suseno dalam karya “Etika
Dasar” (1987: 142-150) menjelaskan ada lima sikap yang mendasari
manusia menjadi pribadi yang memiliki keutamaan moral antara lain;
kejujuran, nilai-nilai otentik, bertanggung jawab, kemandirian
moral, keberanian moral dan kerendahan hati. Pertama adalah
kejujuran, tanpa kejujuran keutamaan moral akan kehilangan nilai.
Kejujuran berlaku pada orang lain dan diri sendiri. Kejujuran
terhadap orang lain meliputi terbuka (jujur dengan lengkap tanpa
bermuka dua) dan adil (sesuatu standar yang diharapkan dan
dipergunakan). Kejujuran terhadap diri sendiri, artinya tidak
membohongi diri sendiri. Kedua, adalah nilai-nilai ontentik. Jika
ingin menjadi manusia yang mantap maka harus menjadi manusia yang
otentik atau asli. Manusia yang menghayati dan menunjukan diri
sesuai dengan keaslianya dengan pribadi yang sebenarnya. Sedangkan
manusia yang tidak otentik adalah manusia yang segala sesuatu
menyesuaikan dari luar, seperti orang yang tidak memiliki
kepribadian sendiri.
Ketiga, adanya kesediaan untuk bertanggung Jawab. Artinya, ada
kesedian untuk melakukan yang seharusnya dilakukan dengan sebaik
mungkin. Tidak boleh rasa pamprih meskipun dituntut pengorbanan
atau kurang menguntungkan. Keempat, kemandirian moral yaitu
tindakan tidak selalu turut serta dengan berbagai
-
280 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
pandangan moral dalam lingkungan. Akan tetapi, membentuk
penilaian dan pendirian sendiri. Kemandirian moral adalah sikap
batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan bertindak sesuai
keputusan pribadi yang bertangung jawab. Tidak mengikuti perbuatan
yang buruk yang orang lain lakukan. Intinya kemandirian moral
adalah moral kita tidak terbeli oleh mayoritas yang mendorong untuk
perbuatan buruk.
Kelima, keberanian moral adalah mempertahankan sikap yang telah
diyakini sebagai kewajiban dalam kondisi apapun. Keberanian moral
adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam
kesediaan untuk mengambil resiko konflik. Keenam, kerendahan hati.
Kerendahan hati bukan sikap untuk tidak berani tetapi melihat diri
sendiri apa adanya. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk
melihat diri sendiri sesuai kenyataan. Orang yang memiliki
kerendahan hati tidak takut kelemahanya terlihat. Kerendahan hati
merupakan pelengkap keberanian moral. Tanpa kerendahan hati, sikap
keberanian bisa saja menjadi kesombongan. Oleh karena itu,
sikap-sikap keutamaan moral adalah sebagai dasar kontrol manusia
dalam melakukan tindakan. Keutamaan moral sebagai sesuatu yang
diajarkan langsung mengenai bagaimana orang harus hidup. Ajaran
moral dapat dikatakan sebagai rumusan sistematik terhadap anggapan
tentang apa yang bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia
(Magnis-Suseno, 1993: 31-32).
AJARAN KEUTAMAAN MORAL SERAT WULANG REH
Serat Wulang Reh merupakan karya sastra Jawa berbentuk puisi
tembang macapat yang terdiri dari 13 pupuh yaitu: Dhandhanggula,
Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Durma,
Wirangrong, Pucung, Mijil, Asmaradhana, Sinom dan Girisa. Serat
Wulang Reh ditulis oleh Sri Susuhunan Pakubuwono IV pada hari Akad
Kliwon (Minggu Kliwon), Wuku Sungsang, tanggal 19 Bulan Besar 1735
(Durusuprapta, 1988:48).
Serat Wulang Reh berasal dari dua kata ‘wulang’ yang berarti
tuntunan, ajaran, pedoman dan ‘reh’ berasal dari Bahasa Jawa kuno
yang berarti jalan, laku mencapai sesuatu (Poerwadarminta,
1939:667).
-
Sri Yulita Pramulia Panani 281
Serat Wulang Reh dapat diartikan sebagai ajaran berperilaku
luhur sebagai manusia. Terutama menyangkut perilaku, nilai, dan
moral manusia secara lahir serta batin. Hal tersebut guna mencapai
kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Ajaran atau ilmu yang
dimaksud adalah yang dipahami dan dikuasai dengan cara berusaha
memperkuat karakter, budi pekerti, serta menghindari watak angkara.
Langkah tersebut sebagai cara untuk mencapai karakter utama dan
luhur (Nurhayati, 2010: 43.)
Ciri khas sastra Jawa adalah bicara tentang agama, filsafat dan
etika yang dituangkan dalam bentuk prosa atau puisi (Darusuprapta,
1989:16). Penyampaian ajaran dalam Serat Wulang Reh disampaikan
dalam bentuk tembang dengan gaya: memerintah, menasehati, melarang,
melarang keras, memberi contoh, dan memberi gambaran dalam bentuk
cerita. Gaya-gaya tersebut disesuaikan dengan masing-masing watak
tembang sehingga isinya sesuai dengan rasa dan nilai-nilai yang
harus dilakukan (Nurhayati, 2010: 43).
Isi serat tersebut memberikan piwulang atau mengajarkan moral
bagaimana manusia menjalani hidup yang baik dalam kehidupan
sehari-hari. Manusia yang dikehendaki dalam Serat Wulang Reh adalah
manusia yang berperilaku luhur, menerapkan nilai dan moral manusia
secara lahir dan batin guna mencapai kesempurnaan hidup di dunia
dan akhirat (Darusuprapta, 1988:49-63).
Berikut adalah interpretasi teks dalam menganalisis ajaran
keutamaan moral yang terkandung dalam Serat Wulang Reh pada setiap
pupuhnya. Bersumber dari teks Serat Wulang Reh karya Sri Pakubuwana
IV dalam buku karya Darusuprapta (1988:49-63):
1. Pupuh Dhandanggula
Pupuh ini mengajarkan untuk menjalani hidup berdasarkan ajaran
Tuhan, selaras dengan batin dan pikiran. Ajaran keutamaan pada
pupuh Dhandanggula, yang pertama adalah manusia harus memahami
makna hidup agar kehidupan dapat berjalan tanpa ada kekurangan.
Bila dalam hidup merasa kekurangan, buruk dalam bertingkah laku,
maka disarankan belajar pada orang yang memiliki
-
282 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
ketaatan beribadah, laku prihatin, paham peraturan, bermartabat,
serta tidak menyukai hal-hal material. Jenis guru tersebut adalah
yang dapat menuntun memperlihatkan jalan yang benar. Ajaran
keutamaan lainya, dalam menjalani hidup harus didasarkan ajaran
agama, misalnya hadits, ijmak (pendapat para ulama), kiyas (alasan
yang didasarkan atas pertimbangan perbandingan atau persamaan
tentang hukum Islam), dan dalil, setidak-tidaknya didasarkan dari
salah satu diantaranya (Nurhayati, 2010: 45).
Sikap skeptis atau ragu juga diajarkan pada pupuh ini. Dimana
ada baiknya tidak mudah percaya dalam menerima informasi atau
pengetahuan baru. Informasi yang didapat harus disaring dahulu
kebenaranya. Artinya sikap waspada dan hati-hati perlu dilakukan
karena dapat berpengaruh terhadap keputusan bertindak. Sikap ragu
berguna di era saat ini yang ditandai masuknya informasi tanpa
batas. Masyarakat diharapkan dapat menyaring segala informasi yang
masuk dengan benar dan mencari keabsahan informasi yang diterima.
Agar dapat menangkap informasi yang kredibel.
2. Pupuh Kinanthi
Ajaran keutamaan moral pupuh Kinanthi adalah sikap tekun dan
bersikap sopan atau memahami tata krama. Ketekunan yang di maksud
pupuh ini adalah jalan manusia dalam meraih cita-cita. Caranya
dengan melatih ketajaman pikiran dan hati melalui jalan mengurangi
makan, minum, tidur, dan berpesta pora. Apabila kelak yang di
cita-citakan tercapai, maka harus menghidari sikap sombong dan
bergaul dengan orang yang memiliki takbiat buruk. Perilaku buruk
dari pergaulan dapat berpengaruh terhadap diri sendiri. Akan lebih
baik jika bergaul dengan golongan dari kelas bawah tetapi memiliki
perilaku yang baik. Hal tersebut dapat menambah kebijaksanan dalam
berfikir dan bersikap.
Ajaran tersebut sangat logis karena pembentukan karakter dan
sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial.
Oleh karena itu, manusia hendaknya hidup di lingkungan sosial yang
baik agar membawa pengaruh baik pada perilakunya. Sebaliknya, dapat
berdampak buruk pada perilaku jika dibesarkan di lingkungan
-
Sri Yulita Pramulia Panani 283
yang buruk. Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan
sesuatu tindakan-tindakan serta perubahan-perubahan perilaku
masing-masing individu (Pitoewas, 2018:10).
Perilaku yang baik lebih sulit dilakukan dari pada perilaku yang
buruk. Akan tetapi, jika dilakukan akan membawa manfaat untuk diri
sendiri. Kepribadian yang baik tercermin juga dari tata kesopanan
dalam berperilaku. Pupuh kinanthi pada Serat Wulang Reh menerangkan
bagaimana generasi muda harus memiliki tata kesopanan dalam
berkomunikasi dengan siapapun baik orang tua maupun sesama. Bergaul
tidak hanya dengan sesama, tetapi juga bergaul dengan orang yang
lebih tua, yang dapat mengajarkan kebaikan hidup. Bukan orang yang
pandai bicara namun menipu dan memiliki niat buruk dalam hatinya.
Selain itu, sebagai generasi muda juga harus berbakti kepada orang
tua secara lahir dan batin (Darusuprapta, 1988:50-51).
3. Pupuh Gambuh
Ajaran pupuh Gambuh mengenai orang hidup di dunia harus memiliki
watak yang baik yaitu rereh (sabar, mengekang diri), ririh (tidak
tergesa-gesa atau pelan-pelan) dan berhati-hati. Manusia harus
menghidari sikap adigang (sombong mengandalkan kekuatan fisik),
adigung (sifat meninggikan pangkat dan derajat), adiguna (sifat
meninggikan kepandaian akal yang membahayakan) (Darusuprapta, 1988:
51).
Perilaku buruk yang perlu dihindari lainnya adalah tidak jujur,
menolak mendengar nasehat, sombong akan kekakayaan, kekuasan dan
kepandaian. Sekalipun dari golongan kaya dan memiliki kekuasaan,
perilaku buruk tersebut jangan lakukan. Semua perilaku buruk
tersebut hanya mendatangkan keburukan untuk diri sendiri di hadapan
orang lain. Sebaliknya, sikap yang terpuji adalah yang berperilaku
sabar, cermat dan hati-hati. Sikap hati-hati diperlukan agar selalu
waspada dengan segala kemungkinan buruk yang datang baik dari
kecerobohan diri-sendiri maupun dari orang lain.
-
284 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
Ada beberapa perilaku orang yang patut diwaspadai; pertama,
orang yang terlalu suka banyak menyanjung, kerena dapat
menjerumuskan. Kedua, adalah orang yang tidak dapat menjaga rahasia
karena bisa menyebarkan aib orang lain. Ketiga, adalah seorang
penjilat, penyuap dan penerima suap. Jenis orang-orang tersebut
tidak boleh dekat dengan seorang pemimpin, karena dapat
mempengaruhi untuk berbuat jahat. Keempat, adalah orang yang merasa
paling tahu, tetapi faktanya tidak tahu apa-apa. Sifat-sifat
manusia tersebut hendaknya tidak ditiru dan didekati.
4. Pupuh Pangkur
Pupuh Pangkur mengajarkan ada beberapa hal yang tidak boleh
ditinggalkan yaitu deduga (mempertimbangkan segala sesuatu sebelum
bertindak), prayoga (mempertimbangkan hal-hal yang baik terhadap
segala sesuatu yang akan dikerjakan), watara (memperkirakan apa
yang akan dikerjakan), reringa (berhati-hati terhadap segala
sesuatu) (Darusuprapta, 1988: 52).
Pertimbangan baik dan buruk dalam kehidupan sehari-hari harus
diterapkan misalnya waspada, teliti dan menggunakan nalar.
Menghindari dalam pergaulan tipe orang yang tidak tahu tata krama
atau peraturan dan hidup semaunya sendiri. Karena tipe orang
tersebut dapat membawa kehancuran untuk diri sendiri. Sifat dan
karakter manusia terlihat dari tindakanya, tidak memandang dari
golongan kaya-miskin, pandai-bodoh, yang memiliki derajat tinggi
ataupun sebaliknya. Tidak juga dari golongan pandai agama atau
penjahat, lelaki maupun perempuan, semua sama saja. Perilaku dan
tindakan adalah cerminan karakter sebenarnya.
Dikatakan bahwa orang baik semakin sedikit jumlahnya, karena
umumnya manusia memiliki sifat-sifat buruk dalam dirinya seperti
dengki, srei (iri), dora (pembohong), jahil, besewit (kejelekan
orang selalu diungkit), amarah, luamah (nafsu), sombong, tidak
jujur, jahil, terlalu curiga dan licik (Darusuprata, 1988:52). Hal
tersebut terlihat dalam perilaku manusia sehari-hari, misalnya
lebih mudah menyebarkan kejelekan orang lain dari pada kebaikanya.
Sebaliknya, lebih mudah menonjolkan kebaikan diri sendiri pada
setiap
-
Sri Yulita Pramulia Panani 285
pertemuan, tanpa menyadari banyak kejelekan dalam diri sendiri.
Sifat yang tidak kalah buruk adalah sifat tidak mau dikalahkan atau
menganggap dirinya paling tinggi. Orang-orang dengan perilaku
tersebut tidak layak untuk didekati. Karena, memiliki sifat buruk
seperti serakah, tidak pernah puas meskipun keinginannya telah
terpenuhi. Keinginan manusia tidak ada hentinya karena mengikuti
hawa nafsu dan amarah yang tidak terkendali. Segala sifat takbiat
tersebut tidak patut untuk disandang manusia. Hendaknya manusia
menjadi teladan dan panutan dengan segala sifat-sifat yang
baik.
Watak manusia yang tidak patut untuk ditiru lainya adalah lunyu
artinya tidak punya ketetapan hati atau orang yang dalam berkata
tidak bisa dipegang. Lemer, artinya serba ingin atau mudah tergiur
dengan godaan duniawi. Angrong prasanakan, artinya senang
mengganggu istri orang. Nyumur gemuling, artinya tidak dapat
menyimpang rahasia. Mbuntut arit, artinya bermuka dua atau baik
didepan menjelekan orang lain dibelakang. Terakhir, orang yang
mencari keuntungan untuk diri sendiri (Darusuprata, 1988:53).
5. Pupuh Maskumambang
Pupuh ini menjelaskan hubungan antara anak dengan orang tua.
Hubungan sesama anggota keluarga, antara golongan muda dengan tua,
ataupun pemimpin dengan rakyatnya. Inti ajaran keutamaan pada pupuh
ini adalah menghormati dan berbakti pada yang patut menerimanya.
Misalnya, seorang anak harus mendengarkan dan melaksankan nasehat
baik dari orang tua. Sebaliknya, jika nasehat tersebut tidak baik,
jangan didengar dan dilaksanakan. Nasehat baik bisa datang dari
orang yang tidak berhubungan darah. Akan tetapi, orang tersebut
memiliki takbiat dan tingkah laku yang baik, sehingga patut diikuti
dan dilakukan. Seseorang yang tidak mentaati nasehat baik dari
orang tua disebut anak durhaka. Oleh karena itu, seorang anak
dilarang melakukan tindakan jahat pada orang tuanya.
Ajaran keutamaan moral lain pupuh ini adalah lima sembah bakti
(lima hal yang patut dihormati). Pengertian sembah adalah
penghormatan penuh takzim. Penghormatan dapat kepada orang tua,
-
286 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
sesama manusia, pemimpin ataupun pada Tuhan. Jika sembah yang
ditujukan pada Tuhan maka menjadi ‘sembahyang’. Hal ini untuk
menerangkan agar pengertian sembah tidak rancu.
Lima sembah bakti antara lain; pertama sembah pada ayah dan ibu.
Alasannya, kedua orang tersebut penyebab anak terlahir ke dunia.
Segala kepandaian dan ketrampilan yang dimiliki bermula atau
turunan dari orang tua. Selain juga atas restu serta anugerah Tuhan
Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, orang tua patut ditempatkan pada
sembah bakti yang pertama. Kedua, sembah bakti kepada ayah dan ibu
mertua. Alasanya adalah karena ayah dan ibu mertua memberikan
kebahagian dan kenikmatan sejati. Keduanya yang melahirkan pasangan
hidup atau orang tua dari istri/ suami sehingga patut untuk di
tempatkan pada sembah bakti yang kedua. Ketiga, sembah bakti kepada
saudara tua, karena kelak sebagai pengganti orang tua yang telah
meninggal. Keempat, sembah bakti kepada guru karena yang menunjukan
kesempurnaan hidup sampai pada kematian. Guru adalah orang yang
mampu memberi petunjuk mengenai jalan mulia dalam meniti hidup. Doa
guru adalah doa yang barokah, sehingga guru harus di hormati.
Kelima, sembah bakti kepada “…Gusti kang murba, ing pati kalawan
urip, miwah sandhang lawan pangan”. Gusti kang murba yang dimaksud
dapat diartikan sebagai pemimpin atau Tuhan. Diartikan Tuhan karena
yang berkuasa atas hidup mati. Diartikan pemimpin atau penguasa
negara karena yang memberi dan memperjuangkan kesejahteraan
rakyatnya. Oleh karena itu, sebagai rakyat sepatutnya berbakti pada
Tuhan dan pemimpin (Darusuprapta 1988: 53-54). Sembah bakti yang
kelima, menjelaskan kesadaran moral sebagai rakyat dan pemimpin.
Sebagai rakyat harus patuh, mendukung pemimpin untuk kemajuan
bangsa. Sedangkan, sebagai pemimpin harus menjaga tindakan, ucapan
dan jangan sombong ketika berkuasa. Pemimpin yang baik adalah yang
berupaya memperjuangan kesejahteraan dan kemajuan negara, serta
mencintai rakyatnya.
Lima sembah bakti adalah bentuk penghormatan yang dimulai dari
hubungan individu dari dalam keluarga inti dan berlanjut hingga
hubungan relasi yang lebih luas. Ajaran moral lima sembah bakti
-
Sri Yulita Pramulia Panani 287
tersebut, jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka dapat
menciptakan hubungan sosial yang baik.
6. Pupuh Duduk Wuluh
Pupuh ini berisi ajaran keutamaan moral tentang loyalitas atau
kesetiaan dalam menjalin hubungan antara atasan-bawahan dan sikap
nrima. Pupuh ini bercerita tentang orang-orang yang mengabdi pada
raja harus menunjukan kemantapan dan loyalitas serta mampu
dipercaya. Orang yang mengabdikan diri pada raja harus ikhlas
lahir, batin dan pasrah. Sebagai seorang yang mengabdi, seluruh
perintah raja harus dilaksanakan sebaik mungkin. Apapun tingkatan
jabatan yang dimiliki dan jangan mengharap hadiah dari apa yang
telah dilakukan. Hadiah otomatis datang tanpa diharapkan, jika
tugas sudah terselesaikan dengan sempurna dan sukses.
Manusia menjadi golongan rendah ataupun tinggi merupakan sebuah
takdir yang sudah tertulis dalam laukhil makfudz dan tidak bisa
diubah. Pupuh ini mengajarkan sikap nrima. Menerima nasib yang
diberikan Tuhan sebagai orang yang mengabdikan diri pada pemimpin
yang berkuasa dan menjalankan kewajiban dan tugas sebaik-baiknya.
Melaksanakan kewajiban dahulu lebih penting dari pada mengharap hak
lebih dulu atas segala tugas yang diberikan atasan. Akan tetapi,
menerima takdir disini bukan dalam arti berdiam diri tetapi
menyadari keadaan yang diberikan Tuhan dan bangkit memperbaiki
diri.
7. Pupuh Durma
Ajaran pupuh Durma kelanjutan dari pupuh Dudukwuluh tentang
bagaimana manusia menghadapi hidup. Ajaran yang ditekankan pada
pupuh ini adalah pembentukan karakter. Membangun pribadi yang luhur
dilakukan dengan jalan melakukan tirakat dan laku prihatin.
Mengendalikan nafsu dengan jalan mengurangi makan dan tidur.
Mengheningkan hati agar apa yang di cita-citakan berhasil.
Pengetahuan lahir dan batin membawa manusia menyadari dan percaya
bahwa ada Yang Maha Kuasa yang mengabulkan segala keinginan baik
manusia. Segala hal yang datang
-
288 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
dalam kehidupan manusia; baik-buruk, untung-rugi bukan berasal
dari diri sendiri ataupun orang lain sehingga manusia harus selalu
bersikap hati-hati dan waspada.
Ada tiga hal utama yang membesarkan pribadi manusia antara lain:
jangan sombong, jangan mencela dan jangan mengkritik hasil yang
diperoleh orang lain (Darusuprapta, 1988:55). Pada kehidupan
sehari-hari orang akan lebih mudah mencela, mengkritik, memberikan
pujian setinggi-tingginya pada orang yang disenangi. Meskipun yang
dilakukan buruk. Tindakan yang benar adalah jangan mudah memuji dan
mencela. Jika baik akan dipuji dan dilebih-lebihkan. Sebaliknya,
pada orang yang tidak disenangi akan di cela habis-habisan. Hal
tersebut adalah tindakan tidak baik dan tidak bermanfaat untuk diri
sendiri
Mengkritik adalah tindakan yang diperbolehkan selama kritik
tersebut positif dan membangun. Tindakan mengkritik yang buruk
adalah mengkritik segala tindakan orang lain dari segala sudut.
Akan, tetapi, menolak kritikan kembali pada diri sendiri dan
menganggap diri sendiri selalu benar. Hal tersebut tidak baik,
sebab kebenaran tolak ukurnya bukan diri sendiri tetapi kebenaran
yang berlaku umum.
8. Pupuh Wirangrong
Pupuh Wirangrong menerangkan ajaran bagaimana berkomunikasi yang
baik dan tata krama dalam pergaulan. Dimana setiap orang harus
pandai membawa diri dan menjaga lisannya (sekalipun sebagai seorang
yang pandai bicara). Sebelum bicara hendaknya dipikirkan dahulu.
Paham dengan siapa lawan bicaranya dan siapa yang mendengarkan.
Agar dapat mengatur mana yang layak diutarakan dan tidak. Aturan
tersebut berlaku baik dalam lingkup hubungan antar individu maupun
kepada orang banyak. Berbicara jangan sampai menyakiti orang lain
karena kata-kata yang telah diutarakan tidak dapat ditarik kembali.
Tindakan tidak baik yang lain adalah mudah mengucapkan janji dan
sumpah karena belum tentu dapat menepatinya.
-
Sri Yulita Pramulia Panani 289
Ada beberapa tindakan amoral yang patut dihindari, yaitu
mengharap janda dari saudara, kerabat, sahabat maupun bawahan. Hal
tersebut tidak baik karena menimbulkan pertanyaan dan dinilai
amoral oleh lingkungan sekitar meskipun suaminya rela. Selain itu
ada empat perilaku yang harus di hindari yaitu madat, judi,
mencuri, serakah (komersial). Perbuatan yang dilarang lainya adalah
mabuk, melacur dan mengutarakan rahasia pada perempuan. Karena
perempuan tidak pandai menjaga rahasia (Durusuprapta, 1988:
56).
Pertama, perbuatan madat (candu, mengunakan psikotropika)
sebagai tindakan yang buruk karena seorang pemadat memiliki sifat
yang malas, hidupnya hanya merusak badan dan menjadi totonan orang.
Kedua, bertaruh (judi), watak seorang penjudi adalah malas bekerja,
senang berbohong, pandai beradu beragumen dengan orang lain. Jika
kehabisan uang untuk berjudi, maka akan menghalalkan segala cara.
Menggadaikan segala miliknya dan saudaranya serta warisan siapapun
di meja judi. Jika seorang penjudi menang, uangnya akan cepat
habis, sombong dan memberikan uang tanpa perhitungan. Jika semua
barang yang dimiliki habis lama-lama akan mencuri barang orang
lain. Ketiga, perbuatan mencuri. Seorang pencuri setiap hari akan
menghitung berapa nilai barang yang dimiliki orang lain. Keempat,
sifat mencari serakah mencari keuntungan, tidak mau rugi
sedikitpun. Semua perbuatan tersebut diharapkan tidak dicoba,
karena tidak akan mendatangkan kenikmatan dan kesejahteraan jangka
panjang untuk diri sendiri.
9. Pupuh Pucung
Ajaran pada pupuh ini adalah tentang menjaga hubungan
persaudaraan atau silaturahmi. Hubungan persaudaraan harus tetap
terjalin tidak hanya semasa muda tetapi juga di usia tua. Pada
umumnya ketika muda persaudaraan sangat erat tetapi ketika tua
menyebar ke segala penjuru wilayah lupa persaudaraan di masa muda.
Hubungan persaudaraan yang baik adalah yang rukun meskipun saudara
jauh. Memiliki banyak saudara lebih baik dari pada sendiri karena
semakin banyak saudara akan saling bahu-membahu membantu. Peran
saudara yang dituakan memiliki beban
-
290 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
berat karena harus adil, berhati bersih dan memiliki kelapangan
dada. Saudara tua berkewajiban memberi nasehat, adapun kewajiban
saudara muda adalah menyadari kedudukanya, menghormati dan menuruti
nasehat saudara tua.
Manusia harus pandai menelaah sebuah masalah. Analoginya seperti
saat membaca Serat jangan terpukau oleh keindahan bahasanya, tetapi
pahami baik dan buruk ceritanya. Jika ada nilai positif maka dapat
aplikasikan. Nilai yang jelek harus dipahami kejelekanya dan nilai
yang baik dipahami asal mula kebaikanya. Serat Wulang reh berpesan
bahwa mencari kebenaran tidak mudah, apa yang di awal dianggap
buruk bisa jadi memiliki akhir yang baik. Sebab kehidupan adalah
misteri, tidak ada yang bisa memastikan.
10. Pupuh Mijil
Pada bagian ini mengajarkan sikap-sikap satria yang harus ada
pada kepribadian manusia. Seorang berjiwa satria adalah memiliki
pribadi yang halus, tenang dan cerdas dalam segala hal. Berusaha
untuk bersikap berani, tetapi keberanian tidak ditonjolkan, selalu
hati-hati dan sabar. Bersikap selalu bersyukur lahir dan batin pada
apapun karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang tidak
pernah bersyukur adalah orang yang melupakan dari mana segala
keberkahan dalam hidupnya datang. Sekecil apapun kenikmatan,
keberkahan, kedudukan, kekayaan yang diperoleh akan dikira murni
dari kerja keras sendiri. Melupakan bahwa segala hal tersebut di
dapat dari kemurahan dan kasih sayang Tuhan Yang Maha Esa.
Melupakan berterima kasih kepada Tuhan dan menyalahkan segala hal
buruk yang datang. Padahal permasalahan muncul dari
tindakan-tindakan ceroboh yang merugikan diri sendiri. Misalnya,
bertindak tergesa-gesa, tidak sabar, tidak tenang, dan tidak teliti
sehingga keburukan tersebut terjadi.
Sikap satria lainya adalah menghormati pemimpin. Sebagai rakyat
harus menghormati pemimpin yang berkuasa, karena sudah menjadi
kehendak Tuhan Yang Maha Tahu. Seandainya yang memimpin masih muda,
tetap harus dihormati tidak boleh di cela. Sikap menghormati juga
ditunjukan dengan cara menyadari bahwa
-
Sri Yulita Pramulia Panani 291
ada kerja keras pemimpin dalam mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyatnya.
Seorang yang memiliki jiwa satria, tidak cepat puas atas
kepandaian yang dimiliki. Segala pengetahuan dan kepandaian yang
dimiliki hendaknya tertanam dalam batin, sehingga segala pekerjaan
yang dibebankan mampu diselesaikan dengan baik. Selain itu,
menyadari asal-usul dari mana datang segala kenikmatan hidup yang
diperoleh. Seorang yang melupakan hal tersebut, segala tindakan
yang dilakukan berdasarkan kehendak pribadi dan menentang aturan.
Artinya, senantiasa selalu sikap syukur dan berterima kasih
terhadap apapun yang diperoleh.
Seorang yang berjiwa satria, jika tidak tahu harus rajin
bertanya, jangan malu menunjukan kebodohan, karena awal mula
kepandaian adalah dari kebodohan. Manusia tidak bisa menyamai Nabi
yang pandai tanpa berguru pada manusia. Oleh karena itu, pesan
dalam pupuh ini adalah sebagai kaum muda harus rajin dalam mencari
ilmu untuk pegangan hidup dan harus di asah setiap hari. Tajamkan
segala indra yang dimiliki sebagai ikatan jiwa agar terhindar dari
segala kejahatan. Demikian ajaran bagaimana menjadi seorang yang
berjiwa satria dalam Serat Wulang Reh.
11. Pupuh Asmaradana Pertama pupuh ini mengajarkan nilai-nilai
religius atau agama yang harus dijalankan lahir dan batin. Misanya,
seorang yang beragama jangan pernah meninggalkan ibadah sholat lima
waktu. Jika meninggalkan sholat akan menjadi seorang yang kufur.
Rukun iman tidak boleh ditinggalkan dan dilaksanakan semampunya.
Jika tidak dilaksanakan akan mendapat hukuman, karena keduanya
adalah perintah Yang Maha Kuasa sebagaimana sabda Nabi, dalil, dan
hadist. Tidak mudah dalam menjalani kehidupan di dunia, sehingga
segala hal tersebut harus dicamkan agar menerangi dan menuntun
hati. Manusia harus ingat tidak selamanya hidup di dunia karena
suatu saat akan menemui kematian. Oleh karena itu, manusia jangan
tergoda dan terlena dengan segala hal duniawi yang tidak abadi dan
tidak berguna lagi ketika kematian menjemput.
-
292 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
Ajaran yang kedua kaitanya dengan karakter, manusia harus
menyadari tidak ada manfaatnya memelihara sifat dan takbiat yang
buruk seperti: bengis, sombong, mudah tersinggung, berkata
menyakitkan, pemarah, tidak tahu sopan santun, merendahkan orang
lain, suka bertengkar dan suka mengadu. Sifat-sifat tersebut dapat
dimiliki siapapun. Tidak hanya dari kalangan umum tetapi juga
kalangan priyayi. Misalnya, seorang santri tidak layak dikatakan
satria, jika memiliki sifat-sifat jelek tersebut, tidak paham akan
adat dan hanya mengandalkan sifat satria saja. Ajaran yang ketiga
adalah bagaimana menjadi pemimpin yang baik untuk rakyat dan
negara. Sebagai pemimpin hendaknya segala perbuatan diukur dengan
diri sendiri, dikembalikan pada diri sendiri. Jika memerintah dan
memberikan tugas berdasar pertimbangan kemampuan. Pemimpin harus
bersikap bijaksana. Jika bawahan belum paham akan tugasnya, maka
harus dijelaskan apa yang harus dikerjakan menurut tugas dan
tanggung jawab masing-masing. Jika ada bawahan yang tidak rajin dan
berbuat salah harus dikenai sanksi, agar belajar tidak melakukan
pekerjaan secara sembarangan. Sanksi tersebut berlaku pada siapapun
yang berbuat salah agar adil. Sebagai pemimpin jika menginginkan
negara dan rakyat sejahtera, maka harus selalu berdoa memohon
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu dilimpahi kesejahteraan dan
ketentraman untuk negara. Sebaliknya sebagai rakyat, selalu memohon
pada Tuhan Yang Maha Esa agar penguasa yang memimpin negara dapat
menjaga, berbuat bijaksana, dan membawa kemakmuran untuk rakyat.
Sebab kesejahteraan rakyat bergantung pada pemimpinya. Ajaran yang
keempat, adalah kesetiaan bawahan terhadap pemimpin. Seseorang yang
mengabdikan diri pada pemimpin tidak berfikir untung dan rugi.
Penjabat yang selalu berfikir untung dan rugi sama seperti
pedagang. Bisa jadi asal usul jabatan dari proses yang tidak baik,
misalnya suap jabatan. Penjabat seperti itu hanya berfikir
bagaimana modalnya kembali. Pada saat menjadi pemimpin, mungkin
akan berbuat semena-mena, seperti orang jahat yang tidak
memperhitungkan kebaikan dan menggunakan nalarnya. Oleh karena itu,
sebagai pemimpin harus menolak suap dari bawahan dan
-
Sri Yulita Pramulia Panani 293
orang yang menginginkan jabatan. Berusaha mensejahterakan rakyat
dan tidak memungut pajak melebihi kemampuan rakyat. 12. Pupuh Sinom
Pupuh Sinom berisi nasehat yang ditujukan pada kaum muda agar
memiliki watak dan pribadi yang luhur. Watak orang yang berbudi
luhur tidak pernah mencela dan membatasi kepandaian orang lain.
Mereka akan cenderung menyembunyikan kepandaianya. Berbeda dengan
anak kecil, yang selalu ingin disebut pandai meskipun masih belum
pandai. Pribadi yang luhur tidak terbentuk dengan sendirinya
melainkan ada peran kedua orang tua. Peran ayah memberikan nasehat
dan ibu mengajarkan tata karma dan bertingkah laku yang baik. Kedua
ajaran orang tersebut yang akan membawa berkah dalam perjalanan
hidup ke depan. Generasi muda diharapakan jangan melupakan ajaran
dan nasehat leluhur untuk laku prihatin dengan jalan mengurangi
makan dan tidur. Hal tersebut sebagai jalan untuk membersihkan diri
dan jalan untuk menggapai segala cita-cita yang diinginkan. Seraya
terus berdoa dan meminta pada Tuhan Yang Maha Esa, maka cepat atau
lambat cita-cita tersebut dapat tercapai, tidak hanya untuk diri
sendiri bahkan hingga anak, cucu seterusnya. Laku prihatin orang
jaman dulu nampak pada pupuh 12 Sinom: “Ana ta silih bebasan, padha
sinauwa ugi, lara sajroning kapenak, lan suka sajroning prihatin,
lawan ingkang prihatin, mana suka ing jronipun, iku den sinauwa,
lan mati sajroning urip, ingkang kuna pan mangkono kang den gulang”
(Darusuprapta, 1988:87). Artinya: ada peribahasa, berlajarlah dalam
kenikmatan, sakit dalam sehat, senang dalam penderitaan, prihatin
dalam kesukaan, matilah dalam hidup. Ajaran manunggaling kawula
gusti jika ingin memahami, yang pertama harus memiliki hati yang
bersih, tidak dinggapi hawa nafsu, amarah, suci lahir dan batin
agar jiwa menjadi hening. Semua itu tidak mudah dilakukan sehingga
harus sungguh-sungguh. Segala hal baik yang diajarkan dalam serah
Wulang Reh, tidak mudah untuk dilakukan. Akan tetapi, jika ditekuni
semakin lama akan tertanam dalam kalbu dan tindakan. Laku prihatin
tersebut tidak
-
294 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
boleh diperlihatkan terbuka harus disamarkan dengan pekerjaan
sehari-sehari, sehinga tidak terlihat jika menjalankan laku. Hal
tersebut mengajarkan bahwa cita-cita tersembunyi dalam hati, tetapi
jauh dikerjar. Disini letak manunggaling kawula gusti mencapai
kedalamanya. 13. Pupuh Girisa Pupuh ini mengajarkan generasi muda
untuk menghormati dan mendengarkan nasehat orang tua secara lahir
dan batin. Menyadari untuk selalu bersyukur pada Tuhan Yang Maha
Esa apapun takdir yang diterima, karena takdir juga sebagai
anugerah Tuhan. Menyadari segala kebaikan dan keburukan berasal
dari Tuhan. Menerima kebaikan karena dipercaya Tuhan untuk
menerimanya. Menerima keburukan untuk mengingatkan manusia agar
selalu ingat padaNya. Menerima cobaan hidup agar menjadi pribadi
yang lebih kuat. Hal tersebut harus dipahami dan diterima. Jika
belum memahami hubungan manusia dengan takdir Tuhan, maka harus
belajar pada ulama yang mengerti ilmu agama. Hal tersebut berguna
untuk memperdalam ilmu agama. Lain halnya jika tidak memahami
mengenai tata karma maka bertanya pada orang tua. Apabila ingin
memperdalam ilmu pengetahuan, maka dapat dengan cara membaca.
Misalnya, membaca sastra sehingga dapat mengambil
pelajaran-pelajaran masa lalu. Apapun yang belum diketahui
hendaknya belajar pada yang pintar dalam bidangnya. Pupuh Girisa
merupakan pupuh terakhir dalam Serat Wulang Reh. Pesan terakhir
pada pupuh ini adalah doa Sri Pakubuwana IV sebagai penulis pada
generasi yang membaca Serat ini. Isi pesan tersebut adalah harapan
untuk selalu rukun menjaga persaudaraan, memiliki harta dan
dikaruniai anak, serta selalu menjalin cinta kasih dengan sesama.
Selalu dijauhkan dari hal buruk dan kejahatan yang membawa
keburukan untuk diri sendiri. Diharapkan generasi selanjutnya dapat
menjadi suri tauladan yang baik dan ditiru generasi penerusnya.
Penulis juga mendoakan agar manusia selalu dijauhkan dari segala
dosa dan selalu diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa. Terakhir,
diharapkan generasi muda membaca Serat ini dan dapat
-
Sri Yulita Pramulia Panani 295
meniru ajaran baik para leluhurnya, prihatin, berlaku bijak
dalam jiwa atas kesempuanaan hidup, dan teliti tanpa ragu. UPAYA
MENCAPAI KEPRIBADIAN YANG LUHUR Ajaran-ajaran keutamaan moral dalam
serat Wulang Reh sekilas mudah untuk dilakukan. Akan tetapi, pada
praktiknya tidak demikian, karena manusia memiliki nafsu dan
potensi bertindak buruk pada situasi tertentu. Dikatakan di awal,
seseorang yang berusaha hidup baik dengan tekun dalam kurun waktu
lama dapat mencapai keunggulan moral yang disebut dengan keutamaan.
Filsuf Yunani Kuno, Aristoteles menyebutkan keutamaan moral adalah
status jiwa (disposisi yang lengkap melukiskan keselurahan jiwa
manusia). Keutamaan adalah wujud dari kebaikan suatu tindakan
manusia yang ditampilkan lewat pembiasaan diri dalam perbuatan baik
secara terus menerus. Keutamaan adalah sesuatu yang berada
ditengah-tengah, tidak berlebihan ataupun kurang serta berhubungan
dengan nilai-nilai. Keutamaan bersifat subjektif (pilihan manusia)
sehingga harus lolos dari pertimbangan akal budi manusia sendiri
(Dewantara, 2017: 56-57). Keutamaan sebagai sikap yang tidak
berhenti pada pengetahuan atau dalam jiwa manusia tetapi harus
dimunculkan dalam tindakan. Serta menjadi kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari yang terus menerus dilakukan. Suatu sikap baik jika
semakin dibiasakan, maka akan menjadi kebiasaan yang akan sering
dilakukan dengan mudah tanpa paksaan. Jika tindakan baik dilakukan
dengan paksaan, tidak akan mencapai sikap keutamaan moral yang
sesungguhnya. Ajaran keutamaan moral dalam Serat Wulang Reh telah
dijabarkan sebelumnya mencakup bagaimana manusia mencapai
kepribadian yang luhur. Kepribadian yang luhur adalah sifat hakiki
yang tercermin pada sikap yang mulia. Kepribadian yang luhur
mencakup budi pekerti dan budi pekerti luhur. Budi pekerti adalah
perilaku yang terpuji atau kehendak jiwa yang telah menjadi
kebiasaan kemudian diwujudkan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan
penuh kesadaran dan tanpa paksaan (Sumiyati &
-
296 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
Sumarwanto, 2017: 5). Sedangkan budi pekerti luhur, tidak hanya
perilaku baik tetapi juga mulia. Artinya, lebih tinggi dari budi
pekerti cakupannya, tidak hanya persoalan pengetahuan tata krama
dan kesopanan. Seseorang bisa saja memiliki budi pekerti yang baik
tetapi belum tentu memiliki budi yang luhur. Bagi kalangan
penghayat budi luhur merupakan kesempurnaan hidup (Sumiyati &
Sumarwanto, 2017 :15). Upaya dalam meraih kepribadian yang luhur
dalam ajaran serat Wulang Reh dapat dirangkum sebagai berikut;
pertama manusia harus menyadari tujuan dan makna hidup untuk lepas
dari segala kekurangan dan keburukan sebagai manusia. Kedua, adalah
membangun kesadaran religius dengan menjalankan ajaran agama. Sikap
religius dalam ajaran serat Wulang Reh ditujukan dengan sembah lima
bakti (sembah kepada orang tua, mertua, saudara tua, guru dan
pemimpin ataupun Tuhan). Mampu menahan hawa nafsu dengan laku
prihatin. Tidak melupakan sholat lima waktu dan memperhatikan
hadist, ijimak, kiyas dan dalil. Manusia diharapkan membangun
kesadaran bahwa segala kebaikan, keburukan, nikmat dan cobaan
adalah berasal dari Tuhan. Hal tersebut agar manusia selalu sadar
untuk bersyukur dan mengingat Tuhan dalam keadaan apapun. Ketiga,
adalah mengembangkan sikap-sikap budi luhur dalam lingkup keluarga,
pergaulan dalam masyarakat dan hubunganya dengan negara.
Sikap-sikap keutamaan moral tersebut antara lain: menghormati,
rendah hati (tidak adigang, adigung, adiguno), berani, sabar,
teliti, waspada, tekun, sikap tanggung jawab, loyalitas pada
pemimpin, memahami tata krama pergaulan. Memahami kewajiban serta
tanggung jawab antara rakyat dan pemangku jabatan atau penguasa.
Selalu bersikap bijaksana sebagai pemimpin. Selain itu, untuk
mencapai kepribadian yang luhur ada banyak nasehat yang patut di
hindari dalam Serat Wulang Reh, yaitu sikap-sikap amoral yang tidak
bermanfaat dan merugikan diri sendiri. Sri Pakubuwana IV menyadari
bahwa semua ajaran dalam serat Wulang Reh tidak mudah dilakukan
sehingga dalam mempraktikan pelan-pelan harus dibiasakan. Jika
menjadi kebiasaan akan menjadi mudah untuk dilakukan secara konstan
tanpa paksaan.
-
Sri Yulita Pramulia Panani 297
Pelan-pelan artinya tidak mengikutkan nafsu ataupun keinginan
yang berlebihan, tetapi melakukan dengan penuh keinsyafan.
Dikatakan tidak mudah karena melibatkan sikap pengendalian diri
untuk melakukan sesuatu yang belum tentu sesuai keinginan hati. Hal
tersebut terjadi karena manusia memiliki sifat-sifat emosional yang
tidak mudah untuk dikendalikan. Dilakukan konstan atau terus
menurus dikarenakan jika hanya dilakukan sekali dua kali bukan
merupakan keutamaan moral yang besifat tetap dan teguh. Sehingga
butuh untuk menjadi kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Memiliki kepribadian luhur bukan bertujuan agar unggul
dari orang lain, tetapi tujuanya lebih personal yaitu hidup yang
harmoni. Dengan demikian, pelan-pelan kepribadian diri manusia akan
mengalami perubahan mengarah pada keutamaan dan mencapai
kepribadian yang luhur. Jadi, kunci dalam menerapkan ajaran
keutamaan moral adalah dilakukan pelan-pelan melalui kebiasaan yang
dilakukan terus menerus dan dilakukan atas keinginan sendiri (tanpa
paksaan) dalam jangka waktu yang panjang. Hal tersebut tidak
mustahil untuk dilakukan. SIMPULAN Serat Wulang Reh adalah karya
sastra Jawa yang mengajarkan ajaran beperilaku luhur, terutama
menyangkut perilaku, nilai dan moral manusia secara lahir dan batin
guna mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Ajaran ini
ditujukan kepada generasi muda agar tumbuh menjadi manusia yang
berbudi luhur. Keluhuran budi yang membawa pada keselamatan dunia
dan akherat. Keluhuran budi terbentuk dengan mengembangkan
sikap-sikap yang utama. Serat Wulang Reh mengajarkan sikap
keutamaan moral yang dikembangkan dengan ajaran sikap religius,
tata moral pergaulan hubungan lingkup keluarga, lingkungan sosial
dan negara. Serat Wulang Reh memberikan nasehat untuk menghidari
tindakan-tindakan amoral yang dapat merugikan diri sendiri. Upaya
penerapan sikap-sikap keutamaan moral dalam Serat Wulang Reh
dilakukan dengan pelan-pelan penuh kesadaran melalui kebiasaan
yang
-
298 Jurnal Filsafat, Vol. 29, No. 2 Agustus 2019
konstan, tanpa paksaan dalam kurun waktu yang panjang. Jika
manusia mampu menjalani seluruh ajaran keutamaan dalam Serat Wulang
Reh maka akan mencapai kepribadian yang luhur yang membawa harmoni
hidup dan keselamatan dunia dan akhirat.
Di harapkan dalam lingkup nasional Serat Wulang reh dapat
menjadi wawasan budi luhur dalam menangkal gejala-gejala dekadensi
moral di Indonesia. Ajaran Serat Wulang reh kaya akan ajaran moral
diharapkan dapat membangun karakter generasi bangsa untuk memiliki
kepribadian yang luhur. Serat Wulang reh hanya satu dari sekian
banyak karya satra Jawa kuno yang kaya akan ajaran budi luhur. Akan
tetapi, yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengenalkan dan
mengajarkan kekayaan intelektual tersebut kepada generasi muda.
Layaknya ajaran moral timur dari Tiongkok, India, Timur Tengah dan
negara lainya, agar karya-karya sastra Jawa kuno tetap lestari dan
diketahui kandungan isinya dari generasi ke generasi. DAFTAR
PUSTAKA Bakker, Anton & Zubair, Ahmad Charris. 1990. Metodologi
Penelitian
Filsafat. Penerbit Kanisius: Yogyakarta Cahyo, Edi Dwi. 2017.
Pendidikan Karakter Guna Menanggulangi
Dekadensi Moral. Jurnal Edu Humaniora: Jurnal Pendidikan Dasar
Vol 9 No. 1 Januari 2017 Hal 16-29
Darusuprapta. 1988. Serat Wulang Reh anggitan dalem Sri
Pakubuwana IV. PT Citra Jaya Murti: Surabaya.
Dewantara, Agustinus W. 2017. Filsafat Moral Pergumulan Etis
Keseharian Hidup Manusia. PT Kanisius Yogyakarta
Gufron, Iffan Ahmad. 2016. Menjadi Manusia Baik dalam Perpektif
Etika Keutamaan. Yaqzhan Vol. 2, No 1 Juni 2016 Hal 99-112.
Hadiwardoyo, Al Purwa. 1990. Moral dan Masalahnya. Kanisius:
Yogyakarta Magnis-Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar. Kanisius:
Yogyakarta ______. 1996. Etika Jawa. Gramedia: Jakarta ______.
2000. 13 Tokoh Etika Abad ke 20. Kanisius: Yogyakarta
-
Sri Yulita Pramulia Panani 299
Nurhayati, Endang. 2010. Nilai-Nilai Moral Islami Dalam Serat
Wulang Reh. Millah Jurnal Studi Agama. Vol. X, No1 Agustus 2016 Hal
42-56
Pitoewas, Berchah. 2018. Pengaruh Lingkungan Sosial dan Sikap
Remaja Terhadap Perubahan Tata Nilai. Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan Vol. 3 No 1 Januari 2018 Hal 8-17
Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. J.B. Wolters:
University of California
Soleh, Dwi Rohman. 2016. Etika Jawa Dalam Novel La Grande Borne
Karya N.H Dini. Jurnal Widyabastra, Vol. 04, No 2 Desember 2016 Hal
121-132
Sumiyati & Sumarwanto. 2017. Modul II Budi Pekerti
Pendidikan dan Latihan Jabatan Penyuluhan Kepercayaan Terhadap
tuhan Yang Maha Esa. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Suwardi. 2010. Etika Kebijaksanaan Dalam Ajaran Budi Pekerti
Luhur Penghayat Kepercayaan Kejawen. Jurnal Makara, Sosial
Humaniora, Vol. 14, No. 1, Juli 2010 Hal: 1-10
Wahono. 1997. Perjalanan Menuju Kebahagian Sejati (Filsafat
Moral Thomas Aquinas). Jurnal Filsafat. Seri 27 Maret 1997 Hal
50-57
Widiyono, Yuli. 2010. Kajian Tema, Nilai Estetika, Dan
Pendidikan Dalam Serat Wulang Reh Karya Sri Susuhunan Pakubuwana
IV. Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Universitas
Sebelas Maret Surakarta