Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi anak yang berusia 1 - 3 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut harus dijaga kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak dalam perawatan di rumah sakit. Bermain merupakan aktivitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dan bermain pada anak di rumah sakit sebagai media bagi anak untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman (Supartini, 2004). Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi stresor yang ada di lingkungan rumah sakit. Dalam penelitiannya Halstroom & Elander (2008), Brewis (2007) & Brennam (2004) membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu permasalahan yang menimbulkan trauma baik pada anak maupun orang tua sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat berdampak pada kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit. Lingkungan rumah sakit merupakan
40

Seminar Keperawatan Anak

Jan 02, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Seminar Keperawatan Anak

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi anak yang berusia 1 - 3 tahun.

Pertumbuhan dan perkembangan tersebut harus dijaga kelangsungannya dengan

upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak dalam perawatan di rumah

sakit. Bermain merupakan aktivitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya

stimulasi pertumbuhan dan perkembangannya dan bermain pada anak di rumah sakit

sebagai media bagi anak untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi

perasaan yang tidak nyaman (Supartini, 2004).

Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena

menghadapi stresor yang ada di lingkungan rumah sakit. Dalam penelitiannya

Halstroom & Elander (2008), Brewis (2007) & Brennam (2004) membuktikan bahwa

hospitalisasi anak dapat menjadi suatu permasalahan yang menimbulkan trauma baik

pada anak maupun orang tua sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat

berdampak pada kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di

rumah sakit. Lingkungan rumah sakit merupakan

penyebab stres bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit seperti

bangunan atau ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan

maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap

petugas kesehatan itu sendiri (Supartini, 2004).

Menurut Supartini (2004), terapi bermain merupakan terapi pada anak yang menjalani

hospitalisasi. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai

perasaan tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Dengan

melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya

karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya

pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.

Page 2: Seminar Keperawatan Anak

Bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena bermain sangat

diperlukan untuk perkembangan anak. Hospitalisasi merupakan salah satu

penyebab stres baik pada anak maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh

perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri

(Nursalam, 2003).

Dalam penelitian Axline (2008) menunjukkan bahwa, terapi bermain merupakan

terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit. Karena pada saat dirawat di rumah

sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan

seperti cemas. Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi

perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004).

Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum yang dialami oleh pasien anak

terutama usia 1 -3 tahun yang dirawat di rumah sakit. Kecemasan merupakan emosi

yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran,

keprihatinan dan rasa takut, yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang

berbeda-beda (Atkinson, 2009). Untuk itu, dengan melakukan permainan akan

terlepas dari kecemasan yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak

akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainan dan relaksasi melalui

kesenangannya melakukan permainan. Namun pada masyarakat umumnya

kebanyakan orang tua belum mengetahui pentingnya bermain pada anak yang masih

sakit atau dirawat di rumah sakit. Bahkan menurut Safriyani (2000), ada orang tua

yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak

menjadi malas bekerja dan bodoh. Padahal pendapat itu kurang begitu tepat, karena

masa bermain anak merupakan aktivitas yang sangat diperlukan untuk stimulus

tumbuh kembangnya, sering kali terjadi juga bahwa setelah anak dirawat di rumah

sakit, aspek tumbuh kembangnya diabaikan. Petugas rumah sakit hanya

memfokuskan

pada bagaimana agar penyakitnya sembuh. Walaupun anak dalam kondisi sakit dan

dirawat di rumah sakit, tetapi bermain perlu dilaksanakan agar anak tidak merasa

Page 3: Seminar Keperawatan Anak

cemas. Untuk itu perlu diperhatikan permainan yang sesuai dengan situasi dan

kondisi yang ada. Dengan bermain, anak melepaskan ketakutan, kecemasan,

mengekspresikan kemarahan dan permusuhan, bermain merupakan cara koping yang

paling efektif untuk mengurangi kecemasan. Alasan peneliti memilih lokasi RSUD

Tugurejo Semarang karena berdasarkan data jumlah pasien anak usia 1 – 3 tahun

pada bulan Januari 2007 sampai Desember 2007 dari bangsal anak RSUD Tugurejo

Semarang mencapai 50 % per bulannya dari jumlah keseluruhan anak yang dirawat,

dan sebagian besar anak tersebut mengalami kecemasan tingkat sedang. Program

terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak di RSUD Tugurejo Semarang sedang

dirintis dan sampai saat ini tempat sudah tersedia,tetapi sarana belum lengkap. Dari

hasil survey sampai saat ini di RSUD Tugurejo Semarang tersebut belum pernah

dilakukan penelitian tentang terapi bermain terhadap tingkat kecemasan anak. Dari

fenomena tersebut peneliti menilai pentingnya dilaksanakan penelitian yang

memfokuskan pada “Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan Pada

Anak Usia Todler akibat hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang”.

B. Manfaat

Adapun makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberikan evaluasi dan masukan tentang asuhan keperawatan anak,

khususnya pemberian terapi bermain sebagai upaya menurunkan kecemasan

anak selama hospitalisasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan.

2. Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang penelitian ilmiah.

3. Bagi Pembaca

Sebagai bahan pemikiran untuk dapat dikembangkan dan dijadikan acuan

penelitian selanjutnya.

4. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan informasi tentang pentingnya pengaruh terapi bermain

terhadap tingkat kecemasan anak saat dirawat di rumah sakit.

Page 4: Seminar Keperawatan Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kecemasan Pada Anak Akibat Hospitalisasi

a. Pengertian

Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang

ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa

takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda

(Atkinson, 2009). Sedangkan menurut Sadock (2007), kecemasan adalah

suatu sinyal yang menyadarkan ia memperingatkan adanya bahaya yang

mengancam dan memungkikan seseorang mengambil tindakan untuk

mengatasi ancaman. Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu

alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak harus tinggal di

rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali

ke rumah (Supartini, 2000).

Reaksi anak terhadap hospitalisasi bersifat individual, dan sangat

bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan

kemampuan koping yang dimilikinya. Menurut Wong (2000), berbagai

perasaan yang muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa

bersalah.

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap

pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat

bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan

kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak

Page 5: Seminar Keperawatan Anak

terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan perlukaan

tubuh dan rasa nyeri (Supartini, 2004).

Intervensi yang penting dilakukan perawat terhadap anak pada

prinsipnya untuk meminimalkan stresor, memaksimalkan manfaat

hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga,

mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit. Upaya meminimalkan

stresor atau penyebab stres dapat dilakukan dengan cara mencegah

perasaan kehilangan kontrol, mencegah atau mengurangi dampak

perpisahan, meminimalkan perasaan takut pada perlukaan dan nyeri, serta

memaksimalkan manfaat perawatan di rumah sakit. Sedangkan untuk

mencegah perasaan kehilangan kontrol dengan cara hindarkan pembatasan

fisik jika anak dapat kopertif, bila anak diisolasi lakukan modifikasi

lingkungan, buat jadwal prosedur terapi dan bermain, memberi kesempatan

anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perancanaan

kegiatan. Anak yang mengalami hospitalisasi dengan gangguan kecemasan

pada usia todler menurut Douglas (2005) dan Niven (2000) mempunyai

efek pada usia remaja, yang dimanifestasikan dengan perilaku

menyimpang.

Penyimpangan perilaku tersebut berupa kemampuan membaca yang

buruk, kenakalan dan riwayat pekerjaan tidak stabil. Hal ini menunjukkan

pentingnya dilakukan intervensi yang tepat untuk mengatasi kecemasan

hospitalisasi pada anak, khususnya anak usia todler. Ada beberapa cara

untuk membuat hospitalisasi menjadi pengalaman yang tidak menakutkan

bagi anak, bahkan cenderung menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Cara – cara tersebut antara lain yaitu memperpendek atau mengefisienkan

lama rawat inap, menydiakan perawatan yang berkelanjutan, menjaga

keamanan dan kenyamanan anak dengan cara menurunkan kecemasan akan

perpisahan, mengurangi rasa sakit karena prosedur dan mempertahankan

Page 6: Seminar Keperawatan Anak

tempat tidur sebagai daerah yang aman bagi anak, menjelaskan prosedur

tindakan untuk meningkatkan kontrol anak terhadap dirinya, serta

menjadikan fasilitas bermain yang memadahi, (Pilliteri : 2009).

b. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan menurut Wong (2002), yaitu :

1) Perpisahan dengan keluarga.

2) Berada di lingkungan yang asing.

3) Ketakutan akan prosedur-prosedur tindakan yang akan dilakukan.

c. Manifestasi Kecemasan

Menurut Wong (2002), manifestasi kecemasan karena kecemasan

terdiri dari beberapa fase :

1) Fase protes (Phase of Protest)

Pada fase ini anak menangis, menjerit / berteriak, mencari orang tua

dengan pandangan mata, memegangi orang tua, menghindari dan

menolak bertemu dengan orang yang tidak dikenal secara ferbal

menyerang orang yang tidak dikenal, berusah lari untuk mencari orang

tuanya, secara fisik berusaha menahan orang tua agar tetap tinggal.

Sikap protes seperti menangis mungkin akan berlanjut dan akhirnya

akan berhenti karena keletihan fisik. Pendekatan orang yang tidak

dikenal akan memicu meningkatnya sikap protes.

2) Fase putus asa (Phase of Despair)

Perilaku yang harus diobservasi pada fase ini adalah anak tidak aktif,

menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik terhadap

lingkungan, tidak komunikatif, perilaku memburuk, dan menolak

untuk makan, minum atau bergerak.

3) Fase menolak (Phase of Denial)

Pada fase ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, tertarik

pada lingkungan sekitar, mulai berinteraksi secara dangkal dengan

Page 7: Seminar Keperawatan Anak

orang yang tidak dikenal atau perawat dan terlihat gembira. Fase ini

biasanya terjadi setelah berpisah dengan orang tua dalam jangka waktu

yang lama.

d. Faktor predisposisi Kecemasan

Menurut Stuart dan sundeen (2003 : 177 – 179) ;

1. Dalam pandangan Psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional

yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego.

2. Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan fisik.

Sebagai contoh kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit

(hospitalisasi).

3. Menurut pandangan perilaku ansietas merupkan produk frustasi yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemamapuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Kajian keluarga menunjuka bahwa gangguan ansietas merupakan hal

yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.

5. Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu ansietas.

e. Faktor Pencetus Kecemasan

Menurut Kaplan dan sadock (2007) meliputi :

1. Faktor Psikososial

Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah terutama

rentan terhadap kecemasan yang berhubungan dengan perpisahan,

sebagai contoh anak yang dirawat di rumah sakit (hospitalisasi)

karena anak mengalami urutan ketakutan perkembangan – takut

kehilangan ibu, takut kehilangan cinta ibu, takut cidera tubuh, takut

Page 8: Seminar Keperawatan Anak

akan impulsnya dan takut akan cemas hukuman (punishing unxiety)

dari superego dan rasa bersalah – sebagian besar anak mengalami

cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih ketakutan –

ketakutan tersebut.

2. Faktor Belajar

Kecemasan fobik dapat di komunikasikan dari orang tua kepada

anak – anak dengan modeling langsung. Jika orang penuh ketakutan,

anak kemungkinan memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru,

terutama pada lingkungan baru. Beberapa orang tua tampaknya

mengajari anak – anaknya untuk cemas dengan melindungi mereka

secara berlebihan (overprotecting) dari bahaya yang diharapkan atau

dengan membesar – besarkan bahaya.

3. Faktor Genetik

Intensitas mana cemas perpisahan dialami oleh anak individual

kemungkinan memiliki dasar genetik. Penelitian keluarga telah

menunjukkan bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan

gangguan kecemasan adalah rentan terhadap gangguan pada masa

anak – anak.

f. Karakteristik Kecemasan Todler

Menurut Wong (2002) meliputi :

1. Menangis.

2. Terlihat sedih,biasanya menolak dan tidak koperatif.

3. Denial atau mengingkari, ditunjukkan dengan tidak senang ditemani

dan mendiamkan ibunya.

Page 9: Seminar Keperawatan Anak

g. Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan sundeen (2003 : 175 – 176) ;

1. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari – sehari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya.

2. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

3. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseoarang cinderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

4. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan

kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat

terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

2. Terapi Bermain

a. Pengertian

Terapi bermain adalah media komunikasi antara anak dengan orang

lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit

(Supartini, 2004). Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak

melalui ekspresi non verbal yang ditunjukkan selama melakukan

permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang

tua dan teman kelompok bermainnya. Sedangkan menurut Wilson,

Kendrick & Ryan (2007) terapi bermain merupakan terapi untuk

mengembangkan mental anak dan untuk mengobati anak yang sedang

dalam perawatan. Sedangkan menurut Campbell & Glaser (2005),

bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan

aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara

yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak, dan penting

untuk kesejahteraan metal dan emosional anak. Menurut Alimul

Page 10: Seminar Keperawatan Anak

(2005), bermain adalah suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan

atau mempraktikkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap

pemikiran, menjadi kreatif mempersiapkan diri untuk berperan dan

berperilaku dewasa. Sejalan dengan pertumbuhan dan

perkembangannya, anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan

motorik kasar dan halus yang lebih matang. Anak sudah lebih aktif

kreatif dan imajinatif (Supartini, 2004).

Anak usia pra sekolah merupakan masa inisiatif anak mulai

berkembang dan anak ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai

hal-hal di sekitarnya. Anak mulai berfantasi dan mempelajari model

keluarga atau bermain peran seperti peran guru, ibu dan lain-lain

(Nursalam, 2003).

Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat

melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan

kreatifitas anak, dan anak dapat beradaptasi secara lebih efektif

terhadap stres. Dalam penelitian Axline (2008) terapi bermain

merupakan terapi untuk mengobati anak yang sedang sakit. Survei

pemerintah Britania (2009), memperkirakan bahwa 10% tentang anak-

anak mempunyai suatu masalah tentang kesehatan mental. Menurut

penelitian Landreth, macam-macam permainan yang digunakan seperti

tanah liat, pasir, cat, krayon, boneka, dan lain-lain.

b. Karakteristik Toddler

Anak usia toddler adalah anak yang memasuki tahun pertama sampai

dengan ketiga kehidupannya. Pada masa ini, anak mulai

mengembangkan kemandiriannya seperti berjalan, berbicara dan

menyuap makanan sendiri. Tumbuh kembang yang paling nyata pada

Page 11: Seminar Keperawatan Anak

tahap ini adalah kemampuan untuk mengeksplor dan memanipulasi

lingkungan tanpa tergantung pada orang lain.

Toddler juga mengendalikan buang air besar maupun buang air kecil

menjelang usia 3 tahun. Menurut Erikson dalam Supartini (2004) usia

toddler berada pada fase otonomi versus rasa malu dan ragu di mana

perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan anak untuk

mengontrol tubuh dan lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-hal

yang ingin dilakukan sendiri dengan menggunakan kemampuan yang

sudah mereka miliki. Pada fase ini, anak akan meniru perilaku orang

lain di sekelilingnya.

Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa

dirinya kerdil atau saat mereka dipaksa oleh orang tua atau orang

dewasa lainnya untuk memilih sesuatu yang tidak dikehendaki oleh

anak. Sedangkan menurut Freud dalam Supartini (2004) pada masa ini

kehidupan anak akan berpusat pada kesenangan anak yaitu selama

perkembangan otot sfingter. Anak senang menahan feses, bahkan

bermain-main dengan feses sesuai dengan keinginannya.

Toddler mempunyai tugas perkembangan yang meliputi gerakan-

gerakan kasar dan halus, emosi, sosial, perilaku dan bicara. Menurut

Soetjiningsih (2005) tugas perkembangan mental anak diantaranya

sebagai berikut :

1. Usia 12-18 bulan

a. Berjalan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah.

b. Menyusun 2 atau 3 kotak.

c. Dapat mengatakan 5-10 kata.

d. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing.

2. Usia 18-24 bulan

Page 12: Seminar Keperawatan Anak

a. Naik turun tangga.

b. Menyusun 6 kotak.

c. Menunjuk mata dan hidungnya.

d. Belajar makan sendiri.

e. Mulai belajar mengontrol buang air besar maupun buang air

kecil.

3. Usia 2-3 tahun

a. Belajar meloncat, melompat dengan satu kaki.

b. Membuat jembatan dengan 3 kotak.

c. Mampu menyusun kalimat.

d. Menggambar lingkaran.

e. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya

lingkungan

lain di luar keluarganya.

Sedangkan ciri alat permainan anak usia toddler adalah sebagai berikut :

1. Usia 12 – 24 bulan

Tujuan :

a. Mencari sumber suara atau mengikuti sumber suara.

b. Memperkenalkan sumber suara.

c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.

d. Melatih imajinasinya.

e. Melatih anak melakukan kegiatan sehari – hari, semuanya dalam

bentuk kegiatan yang menarik.

Alat Permainan yang Dianjurkan :

a. Genderang, bola dengan giring – giring di dalamnya.

b. Alat permainan yang didorong dan ditarik.

c. Alat permainan terdiri dari : alat rumah tangga ( misalnya cangkir

Page 13: Seminar Keperawatan Anak

yang tidak mudah pecah, sendok, botol plastik, ember, waskom,

air ),balok besar, kardus besar, buku bergambar, kertas – kertas

untuk dicoret, krayon / pensil berwarna.

2. Usia 25 – 36 bulan

Tujuan :

a. Menyalurkan emosi / perasaan anak.

b. Mengembangkan keterampilan berbahasa.

c. Melatih motorik halus dan kasar.

d. Mengembangkan kecerdasan ( memasangkan, menghitung,

mengenal dan membedakan warna ).

e. Melatih kerjasama mata dan tangan.

f. Melatih daya imajinasi.

g. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.

Alat Permainan yang Dianjurkan :

a. Lilin yang dapat dibentuk.

b. Alat – alat untuk menggambar.

c. Pasel sederhana.

d. Manik – manik ukuran besar.

e. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang

berbeda.

c. Faktor - Faktor

Fakto-faktor yang mempengaruhi permainan anak menurut Safriyani

(2000) :

1. Kesehatan

Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi dibandingkan

dengan anak yang kurang sehat.

2. Intelejensi

Page 14: Seminar Keperawatan Anak

Anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak yang kuranag

cerdas sehingga anak yang cerdas lebih menyenangi permainan yang

bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya

pikir mereka.

3. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang

menghabiskan banyak energi seperti lari-lari, panjat pohon atau

sebaginya.

4. Lingkungan

Anak-anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan

peralatan, waktu dan ruang bermain bagi anak yang menimbulkan

aktivitas bermain anak kurang.

5. Status sosial ekonomi

Anak yang dibesarkan pada keluarga dengan status sosial ekonomi

yang tinggi lebih banyak tersedia berbagai macam jenis permainan

dari pada anak yang dibesarkan pada keluarga yang sosial ekonominya

menengah ke bawah.

d. Pengaruh

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak menurut Safriyani (2006) yaitu

:

1) Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak

2) Bermain dapat digunakan sebagai terapi

3) Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak

4) Bermain mempengaruhi perkembangan kreatifitas anak

5) Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak

6) Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

Page 15: Seminar Keperawatan Anak

e. Fungsi Bermain

Fungsi bermain selama hospitalisasi menurut Wong (2004) yaitu :

1. Fasilitasi penguasaan situasi yang tidak familiar

2. Beri kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol

3. Bantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan

4. Beri kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh,

fungsinya, dan penyakit/kecacatan sendiri

5. Perbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan

peralatan dan prosedur medis

6. Beri peralihan dan relaksasi

7. Bantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing

8. Beri cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan

perasaan

9. Anjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap yang positif

terhadap orang lain

10. Beri cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat

11. Beri cara untuk mencapai tujuan-tujuan terapeutik

f. Permainan Yang Dipilih Untuk Penelitian Dalam Mengatasi

Kecemasan Akibat Hospitalisasi

1. Prinsip bermain

a. Tidak membutuhkan sanyak energi

b. Waktunya singkat

c. Mudah dilakukan

d. Aman

e. Kelompok umur

f. Tidak bertentangan dengan terapi

g. Melibatkan keluarga

2. Nama permainan : Dengar musik

3. Alasan

Page 16: Seminar Keperawatan Anak

a. Musik dapat berfungsi sebagai terapi kesehatan

b. Sesuai dengan tumbuh kembangnya

c. Sesuai dengan kondisinya saat ini ( sakit)

4. Tujuan

a. Untuk mengurangi kecemasan dan menyembuhkan depresi

b. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama dirawat

c. Untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan fantasinya

5. Cara permainan

a. Membunyikan musik

b. Menentukan jenis musik sesuai dengan kasus atau jenis penyakitnya

c. Mengobservasi karakteristik anak saat musik dimainkan

d. Memberi semangat anak

g. Terapi Bermain Dengan Musik

Musik dapat mempengaruhi hiup seseorang. Hanya dengar musik, suasana

ruang batin seseoarng dapat dipengaruhi. Entah apakah itu suasana bahagia

atau sedih, bergantung pada pendengar itu sendiri. Yang pasti, musik dapat

memberi semangat pada jiwa yang lelah, resah dan lesu. Musik juga dapat

berfungsi sebagai terapi kesehatan. Ketika seseorang dengar musik,

gelombang listrik yang ada diotakk pendengar dapat diperlambat atau

dipercepat. Dan, kinerja sistem tubuhpun mengalami perubahan. Bahkan,

musik mampu mengatur hormon – hormon yang mempengaruhi stres

seseorang, serta mampu meningkatkan daya ingat. Musik dan kesehatan

memiliki kaitan erat, dan tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan

musik kesukaan mampu membawa anda dalam mood yang baik dengan

waktu yang singkat.

Musik juga memilki kekuatan untuk mempengaruhi denyut jantung dan

tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo dan volumenya. Makin

lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah

Page 17: Seminar Keperawatan Anak

menurun. Akhirnya pendengarpun terbawa dalam suasana rileks, baik itu

pada pikiran maupun pada tubuh. Makanya sejumlah rumah sakit di luar

negeri mulai menarpkan terapi musik pada pasiennya yang mengalami

rawat inap. Ada beberapa fakta tentang musik yang bermanfaat :

1. Menyembuhkan sakit punggung kronis

2. Meningkatkan olahraga

3. Memberi rasa santai dan nyaman atau refresing

4. Meningkatkan inteligensi (efek mendengarkan musik Mozart)

5. Meningkatkan motivasi

6. Mengambangkan kepribadian

7. Mencegah kehilangan daya ingat

8. Membantu melahirkan

9. Menyembuhkan deperesi. Peneliti dari Science University of Tokyo

menunjukan bahwa musik membantu menurunkan tingkat sters dan

gelisah. Penellitian menunjukan bahwa musik klasik adalah terbaik

dalam membantu mengatasi depresi.

10. Membantu anak sebelum operasi. Mendengarkan musik bagi anak

yang tengah menunggu operasi (rawat inap) dapat membantu

menuyembuhkan ketakutan dan gelisah, karena musik membantu

menenangkan ketegangan otot. Meskipun tidak ada musik khusus,

musik – musik yang akrab bagi anak jelas yang terbaik (vision net dan

kompas).

3. Terapi Music

a. Defenisi

Terapi musik adalah materi yang mampu

mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental.

Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak

seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta

analisis intelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma, 2004).

Page 18: Seminar Keperawatan Anak

Terapi musik merupakan suatu disiplin ilmu yang rasional

yang member nilai tambah pada musik sebagai dimensi baru

secara bersama dapat mempersatukan seni, ilmu

pengetahuan dan emosi (Widodo, 2000). Musik adalah segala

sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan keceriaan,

mempunyai irama (ritme), melody, timbre (tone colour)

tertentu untuk membantu tubuh dan pikiran saling bekerja

sama (Fauzi, 2006). Musik memberi nuansa yang bersifat

menghibur, menumbuhkan suasana yang menenangkan dan

menyenangkan seseorang, sehingga musik tidak hanya

berpengaruh terhadap kecerdasan berfikir saja tetapi juga

kecerdasan emosi (Sari, 2004).

b. Jenis- jenis Musik

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan tehnologi juga

semakin meningkatkan jenis-jenis musik seperti musik Rok,

musik Contry, Musik Jazz, musik Barok, musik Klasik (Mozart),

dll. Sebagian dari musik ini dapat digunakan untuk

merangsang kecerdasan, walau demikian bukan berarti musik

lain tidak berpengaruh sama sekali (Satiadarma, 2004). Jenis

music yang sudah diteliti dapat meningkatkan kecerdasan

adalah:

1) Musik Klasik

Musik klasik disebut juga dengan dampak Mozart yaitu teori

yang menyatakan bahwa dengan memperdengarkan musik

klasik kepada bayi ketika masih dalam kandungan. Setelah

lahir atau ketika mereka tumbuh besar, bahkan ketika berada

dibangku kuliah akan menjadikan anak-anak tersebut menjadi

Page 19: Seminar Keperawatan Anak

cerdas. Secara umum beberapa musik klasik dianggap

memiliki dampak psikofisik yang menimbulkan kesan rileks,

santai, cenderung membuat detak nadi bersifat konstan,

memberi dampak menenangkan, dan menurunkan stress.

Tetapi pemakaian musik jenis ini perlu pertimbangan tentang

waktu tampilan musik, taraf usia perkembangan, dan latar

belakang budaya, serta aktivitas motorik yang sesuai dan

diassosiasikan dengan kasih sayang dan estetika (Fauzi,

2006).

2) Musik Barok

Musik jenis ini dianggap sebagai sooting music atau musik yang

membelai, menimbulkan rasa tenang dan nyaman. Musik

barok ini juga membangkitkan suasana positif dalam bermain

musik jenis ini cenderung mendorong anak untuk berani

bereksplorasi dalam suasana yang menggembirakan. Pada

hakikatnya musik ini membangkitkan aktivitas kesenimanan

dalam diri anak ( the artist within). Dengan memperdengarkan

musik ini kemampuan kreatif anak juga dibangkitkan karena

dapat mengembangkan daya imajinasi seseorang, kondisi ini

memungkinkan anak untuk berekspresi (Satiadarma, 2004).

3) Musik Nature Sounds

Musik nature sounds atau Nature sounds music bukan merupakan

bagian dari musik klasik. Musik jenis ini justru merupakan

temuan baru akibat modernisasi tehnologi rekaman suara.

Nature sounds music merupakan bentuk integrative musik klasik

dengan suara-suara alam. Komposisi musik ini disertai

dengan latar belakang suara ombak lautan atau gemerisik

pepohonan, dan suara alam lainya. Jenis musik nature sounds

Page 20: Seminar Keperawatan Anak

ini cenderung lebih mendekatkan pendengar dengan suasana

alam. Bagi anak suara alam ini tidak sekadar membangkitkan

assosiasi tertentu tetapi juga merupakan stimulus tertentu

sebagai sarana belajar. Iringan musik ini dalam situasi yang

tenang ketika sedang belajar sangat membantu memperkuat

imajinasi dan assosiasinya (Satiadarma, 2004).

c. Manfaat Musik

Musik adalah pengatur yang baik membentuk tubuh dan

pikiran untuk saling bekerjasama. Musik berguna untuk (1)

memberi pengulangan yang menguatkan pembelajaran (2)

memberi ketukan yang berirama yang membantu koordinasi

(3) memberi pola yang membimbing guna mengantisipasi apa

yang akan terjadi berikutnya (4) memberi kata-kata yang

menyatukan bahasa dan kemampuan membaca (5) memberi

melodi yang menarik hati dan perhatian dengan kegembiraan

(Sari, 2005).

Menurut Fauzi (2006), musik memberi pengaruh yang kuat

untuk (1) Membantu perkembangan otak bayi (2) Membantu

perkembangan bahasa (3) Menjadi jembatan belajar

membaca (4) Memberi perangkat bagi mental untuk

memecahkan masalah (5) meningkatkan keterampilan

kognitif dan perilaku (6) Menumbuhkan rasa percaya diri.

Hasil observasi dan evaluasi terhadap bayi yang mendapat

stimulus musik menunjukkan ciri- ciri : cepat dan mahir

berbicara, menirukan suara, menyebutkan kata-kata pertama,

tersenyum spontan, menoleh kearah suara orangtuanya, lebih

tanggap terhadap musik, dan pola sosialnya berkembang

sangat baik. Hasil riset menunjukkan bahwa pelatihan dengan

Page 21: Seminar Keperawatan Anak

music menunjukkan bahwa musik lebih daripada sekedar

hubungan sebab akibat terhadap perkembangan bagian-

bagian tertentu dari otak secara jangka panjang, tetapi

alunan beberapa jenis musik mampu memberikan pengaruh

tertentu pada pergerakan gelombang otak anak (Fauzi, 2006).

d. Pengaruh musik dalam aspek kehidupan

1) Aspek bawaan

Aspek bawaan melibatkan faktor genetik serta berbagai faktor

biologis dan psikologis. Peran faktor genetik relatif tidak dapat

diubah, tetapi factor biologis dan fisiologis anak dapat

dibentuk sejak anak masih di dalam kandungan. Sejumlah

musik klasik tertentu memberi pengaruh rasa aman pada

orang yang mendengarkan termasuk ibu pada saat hamil.

Kondisi ini mempengaruhi janin untuk tumbuh dan

berkembang dalam suasana yang relatif tenang sehingga

proses perkembanganya berlangsung optimal (Kasdu Dini,

2004).

2) Aspek lingkungan

Lingkungan memiliki peran penting bagi anak-anak untuk

belajar memusatkan perhatian dan melakukan aktifitas

mereka. Pendidikan music memberi kesempatan pada anak-

anak untuk memusatkan perhatian. Anak usia 18-24 bulan

yang sering diberi perangsangan verbal ritmis (diajarkan

bermain dengan kata-kata berirama) lebih tinggi kemampuan

verbalnya dibanding dengan anak-anak yang kurang

memperoleh perangsangan verbal ritmis. Suasana musical ini

juga memungkinkan anggota keluarga untuk mengurangi

beban stress yang dialami (Fauzi, 2006).

3) Aspek sosial

Page 22: Seminar Keperawatan Anak

Kesenjangan budaya merupakan aspek sosial lain yang

berpotensi menghambat proses belajar musik. Perbedaan

antara budaya lain kerap menghambat seseorang untuk

menyesuaikan diri ditengah suasana yang berbeda. Demikian

juga halnya dalam proses belajar musik, anak seringkali

dibiasakan untuk ikut aktif dalam kegiatan musikal antar

budaya, peluang untuk mengenal ragam musik menjadi lebih

luas ( Satiadarma, 2004).

e. Rangsangan terapi musik terhadap fungsi otak

Musik memberi rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi pada

otak (fungsi ingatan, belajar, bahasa, berbicara, analisis

intelek dan fungsi kecerdasan). Dengan \ menikmati musik,

gudang ingatan anak semakin lama semakin berkembang,

sehingga daya ingat anak semakin baik (Satiadarma, 2004).

Musik juga dapat berpengaruh untuk:

f.

1) Merangsang otak secara fisik

Musik mampu mengaktifkan fungsi fisik otak yang telah

mengalami penurunan akibat adanya ganguan fisik. Ada yang

beranggapan bahwa bukan musik yang memperbaiki kondisi

fisik otak, melainkan kondisi fisik otak yang lebih

memungkinkan seseorang untuk belajar musik. Bagian otak

yang berperan dalam fungsi pendengaran dan kemampuan

verbal (planum temporal) dan bagian otak yang berfungsi

sebagai lintas transformasi sinyal dari belahan otak kanan

dan belahan otak kiri ( corpus collosum) pada musisi umumnya

lebih besar karena musisi belajar musik relatif lebih lama

daripada orang lain (Rahmawati, 2001).

Page 23: Seminar Keperawatan Anak

2) Merangsang fungsi kognitif

Fungsi kognitif (nalar) merupakan fungsi yang sangat penting

dalam aktifitas kerja otak. Fungsi kognitif memungkinkan

seseorang untuk berfikir, mengingat, menganalisa, belajar

dan melakukan aktifitas mental yang lebih tinggi. Secara

umum musik mampu membantu seseorang untuk

meningkatkan konsentrasi, menenangkan pikiran, memberi

ketenangan dan membantu sesoarang untuk melakukan

motivasi dengan kata lain musik dapat membantu individu

mengembangkan proses mental dan meningkatkan kesadaran

(Satiadarma, 2004).

3) Merangsang proses assosiatif

Proses assosiatif adalah salah satu proses berfikir untuk

mengaitkan satu hal dengan hal yang lainya. Musik

merangsang kemampuan tumbuhkembangnya kemampuan

assosiatif anak. Lagu anak-anak yang dirancang jangan

menyisipkan kata-kata tertentu merupakan suatu sarana

untuk mengembangkan kemampuan assosiatif anak

(Satiadarma, 2004).

4) Merangsang rekognisi (mengenali kembali)

Proses rekognisi merupakan salah satu proses penting dalam

berpikir, proses ini berlangsung cukup kompleks dan

melibatkan ragam fungsi kerja otak. Pada awalnya rangsang

diterima oleh penginderaan dan di sampaikan ke otak dengan

menggunakan sinyal tertentu melintas pada jaringan saraf,

kemudian otak menganalisa sinyal yang dikirimkan oleh

Page 24: Seminar Keperawatan Anak

penginderaan, mencari pendengaranya dengan koleksi data

yang ada di gudang ingatan (Satiadarma, 2004).

Jika seseorang mendengar alunan musik, saraf indra

pendengaran mengirim sinyal ke otak untuk mengenal alunan

musik tersebut. Jika individu pernah mendengar alunan

serupa maka individu yang bersangkutan akan merespon

alunan serupa misalnya dengan hentakan kaki, bersiul

mengikuti lagu yang didengarnya (Satiadarma, 2004).

5) Memperluas gudang ingatan

Berbagai bentuk pengalaman memberikan konstribusi koleksi

data dalam gudang ingatan. Ragam musik juga memberikan

kontribusi data di dalam gudang ingatan, akan tetapi gudang

ingatan memiliki keterbatasan jika jumlah data yang masuk

jauh lebih besar dari daya tampung dalam gudang ingatan.

Musik mampu mengubah individu untuk memanggil kembali

data lainya karena adanya proses assosiatif. Banyaknya

ragam musik yang direkam dalam ingatan seseorang

memperkaya koleksi ingatan dengan ragam bentuk data yang

terorganisir sehingga individu lebih mampu

mengklasifikasikan kelompok ingatan dan mengaitkanya

dengan musik (Satiadarma, 2004).

6) Merangsang perkembangan bahasa

Dalam bidang pendidikan diberbagai lembaga bahasa, musik

serta lagu sering digunakan untuk membantu para siswa agar

lebih mampu belajar bahasa. Lirik musik juga mengubah

individu untuk memahami kata dan ragam ungkapan dalam

lirik lagu tersebut (Fauzi, 2006 Merangsang berfikir ritmis Tidak

dapat dipungkiri bahwa musik mengandung irama atau ritmis.

Page 25: Seminar Keperawatan Anak

Ketika anak-anak mulai belajar musik dengan bertepuk

tangan, mereka mengawali proses berpikir secara ritmis.

Dalam proses ini anak mulai melatih mengkoordinasi gerak

dengan ritme musik (Fauzi, 2006

g. Cara pelaksanaan terapi musik

Terapi musik dapat dilakukan di rumah, disaat santai dan

dimana saja, jaraknya sekitar setengah meter (50 cm) dari

tape dapat juga menggunakan walkman. Usahakan suara

(volume) tidak terlalu keras atau lemah, intinya volume

tersebut dapat membuat ibu merasa nyaman dan membuat

ibu berkonsentrasi penuh. Jika mempunyai hearphone,

sesekali dapat menempelkanya ke perut ibu agar janin bisa

mendengarkan lebih jelas, ibu boleh berdendang mengikuti

melodi atau lirik lagu yang di dengarnya (Satiadarma, 2004) .

Waktu yang digunakan sekitar 30 menit yang dibagi menjadi

relaksasi dan stimulus. Stimulus sekitar 15 sampai 20 menit,

relaksasi sekitar 10 sampai 15 menit. Di rumah lama

mendengar musik yang dianjurkan pada ibu hamil adalah

sekitar 30 menit setiap hari. Untuk memperoleh manfaat dari

mendengarkan musik, ibu hamil dianjurkan mendengarkan

dengan penuh perhatian dan kesadaran bahwa musik dapat

merasuk ke dalam pikiran ibu. Dengan demikian suara

harmoni dan irama musik dapat mendorong ibu untuk

bergairah, kreatif dan menyenangkan (Satiadarma, 2004).

Page 26: Seminar Keperawatan Anak

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum yang dialami oleh

pasien anak terutama usia 1 -3 tahun yang dirawat di rumah sakit. Kecemasan

merupakan emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah

seperti kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut, yang kadang-kadang dialami

dalam tingkat yang berbeda-beda. Untuk itu, dengan melakukan permainan akan

terlepas dari kecemasan yang dialaminya karena dengan melakukan permainan

anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainan dan relaksasi melalui

kesenangannya melakukan permainan. Namun pada masyarakat umumnya

kebanyakan orang tua belum mengetahui pentingnya bermain pada anak yang

masih sakit atau dirawat di rumah sakit. Masa bermain anak merupakan aktivitas

yang sangat diperlukan untuk stimulus tumbuh kembangnya, sering kali terjadi

juga bahwa setelah anak dirawat di rumah sakit, aspek tumbuh kembangnya

diabaikan.

Page 27: Seminar Keperawatan Anak

Untuk itu perlu diperhatikan permainan yang sesuai dengan situasi dan

kondisi yang ada. Dengan bermain, anak melepaskan ketakutan, kecemasan,

mengekspresikan kemarahan dan permusuhan, bermain merupakan cara koping

yang paling efektif untuk mengurangi kecemasan.

3.2 Saran

Agar untuk perkembangan hospitalisasi anak selanjutnya, tenaga

kesehatan lebih cermat kembali dalam melakukan analisis tentang hal-hal yang

disukai anak-anak pra sekolah pada umumnya. Pemberian pengobatan,

perawatan, dan pemeriksaan selanjutnya perlu ditingkatkan. Namun demikian

tidak terlepas dari perawatan psikis anak yang juga berperan penting dalam

tumbuh kembang anak di masa depannya.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2001). Profil Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: PT. Bumi Timur Nusaraya

FKUI, (2000). Ilmu Kesehatan Anak 1, Jakarta: Infomedika

Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika

Listyorini, Dewi. (2006). Pengaruh Bermain Terhadap Kemampuan Sosialisasi Anak Selama Menjalani Perawatan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Martin. (2008). Bermain Sebagai Media Terapi, Diambil pada tanggal 16 September 2013

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Nursalam et al. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Rusmil, Kusnadi. (2008). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Diambil pada tanggal 16 september 2013,

Page 28: Seminar Keperawatan Anak

Syukurmandiritama. (2007). Manfaat Bermain, Diambil pada tanggal 17 September 2013