BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahAcute respiratory
distress syndrome (ARDS) awalnya digambarkan pada tahun 1967
sebagai penyakit akut dimanifestasikan oleh dypsnea, takipnea dan
penurunan komplians paru. Definisi ARDS telah diperluas dan
disempurnakan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1994, American
European Consensus Conference merekomendasikan definisi ARDS
sebagai bagian dari cedera paru akut. Definisi termasuk tiga
kriteria: rasio PaO2 / FiO2 kurang dari 200, infiltrat bilateral
pada rontgen dada, dan tekanan oklusi arteri pulmonalis kurang dari
18mmHg atau tidak ada bukti klinis hipertensi atrium kiri.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru
interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF)
karena atelektasis kongestif difus.Acute respiratory distress
syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut yang
memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai
angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Estimasi yang akurat
tentang insidensi ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam
serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis. Estimasi
insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah
penduduk per tahun (1996). Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain
seperti wet lung, shock lung, leaky-capillary pulmonary edema dan
adult respiratory distress syndr ome. Tidak ada tindakan yang
spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko sudah
diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan model
ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial. American
European Concencus Conference Committee (AECC) merekomendasikan
pembatasan volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP)
dan hiperkapne.Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada pasien
ARDS merupakan pendekatan yang masih kontroversial. Penggunaan
ventilator mekanis pada ARDS perlu diketahui aspek fisiologi
ventilasi mekanis, kapasitas residu fungsional, gerakan diapragma,
resistensi paru, pengaruh intermittent positif pressure ventilation
(IPPV) atau positive end expiratory pressure (PEEP) terhadap
hemodinamik, pengaruh IPPV terhadap hubungan ventilasi-perfusi dan
pertukaran gas. Positive End Expiratory Pressure (PEEP) tinggi,
Asbaugh dkk (1967) memperkenalkan penggunaan Positive end
expiratory pressure (PEEP) sebagai model ventilasi mekanis untuk
mengatasi hipoksemia refrakter pada pasien ARDS dan mencegah
kerusakan paru akibat pembukaan dan penutupan bronkiolus dan
alveolus yang berulang sehingga mencegah kolaps paru saat akhir
ekspirasi. Positive end expiratory pressure (PEEP) merupakan
komponen penting ventilasi mekanis pada ARDS yang di setting pada
5-12 cm H2O. Positive end expiratory pressure dapat menurunkan
shunt intrapulmoner, meningkatkan oksigenasi arteri dan
meningkatkan bagian paru yang tidak terisi udara sehingga dapat
mengakibatkan perbaikan oksigenasi. National Heart, Lung and Blood
Institute ARDS Network (2004) melakukan suatu penelitian secara
acak yang disebut ALVEOLI (Assessment of Low tidal Volume and
Elevated End Expiratory Pressure To Obviate Lung Injury) dengan
tujuan untuk mengetahui bahwa pada pemakaian PEEP tinggi pada
pasien ARDS dapat bermanfaat meningkatkan oksigenasi.Berdasarkan
latar belakang diatas, maka kelompok tertarik untuk mengangkat
judul seminar yaitu Evidance Based Penanganan Pasien Dengan Acute
respiratory Distress Syndrome (ARDS).
1.2 Tujuan Kelompokan1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa diharapkan
mampu untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan Penanganan pasien sesuai
dengan Evidance Based dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. 1.2.2 Tujuan Khusus Setelah kelompokan makalah ini,
kelompok mampu :1. Menjelaskan konsep dasar penyakit Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dimulai dari penjelasan
pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinik, pencegahan
sampai dengan penatalaksanaan medik serta komplikasi pada Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).2. Melakukan pengkajian data
pada klien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).3.
Merumuskan diagnosa keperawatan kepada klien dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).4. Menyusun rencana
keperawatan pada klien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS).5. Menjelaskan penanganan pasien dengan Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) sesuai dengan Evidance Based.
1.3 Manfaat penelitian1.3.1 KelompokMengembangkan kemampuan
kelompok dalam menyusun suatu askep dan mengetahui penanganan
pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sesuai
dengan Evidance Based dan menambah wawasan kelompok tentang Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).1.3.2 Institusi Pendidikan
Bagi STIKes Perintis askep ini merupakan sumbangan ilmiah bagi
dunia pendidikan dan diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan.1.3.3 LahanSebagai
bahan informasi bagi tenaga kesehatan, organisasi profesi terutama
instansi terkait tentang pasien dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS).
1.4 Ruang LingkupPada asuhan keperawatan ini, kelompok membahas
tentang Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang meliputi
pengertian, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, komplikasi,
pencegahan, penatalaksanaan serta asuhan keperawatan pada pasien
dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) secara teoritis
dan tinjauan kasus Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
Askep ini akan diseminarkan pada hari Jumat, 15 Agustus 2014 di
STIKes PERINTIS SUMBAR.
BAB IITINJAUAN KASUSACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(ARDS)atau GAGAL NAFAS AKUT
A. KONSEP ARDS1. Defenisi ARDSGagal nafas akut/ARDS adalah
kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen
dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan
pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001)Gagal nafas akut/ARDS
terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)Adult Respirator
Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaaan gagal napas mendadak
yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak factor predisposisi
seperti syok karena perdarahan, sepsis, rudakpaksa / trauma pada
paru atau bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan
lambung, intoksikasi heroin, atau metadon. (Arif Muttaqin,
2009).Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS (Gagal
nafas Akut) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem
pernapasan oksigen dalam darah sehingga pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju
konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam selsel
tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan
karbondioksida akan menjadi lebih besar.
2. Etiologia. Depresi Sistem saraf pusatMengakibatkan gagal
nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan
medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.b. Kelainan
neurologis primerAkan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang
timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang
membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada
otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla
spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang
terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.c. Efusi
pleura, hemotoraks dan pneumothoraksMerupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi
ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit
pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.d.
TraumaDisebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat
mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki
patologi yang mendasar.e. Penyakit akut paruPnemonia disebabkan
oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan
oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
Kemungkinan Penyebab Acute Respiratory Distress Syndrome yaitu
:Penyebab langsung : Aspirasi isi lambung Diffuse pneumonia Emboli
Edema paru Toksisitas Oksigen Ventilasi mekanis berkepanjangan
Memar paru Trauma multisistem Radiasi (dada) Penyebab tidak
langsung : Sepsis Trauma multisistem Cardiopulmonary by pass
Anafilaksis Koagulasi intravaskular Overdosis obat Eklampsia
Fraktur, terutama dari panggul atau tulang panjang Peningkatan
tekanan intrakranial Leukimia Pankreatitis Hipotensi RadiasiNamun,
faktor risiko tertentu memiliki frekuensi yang lebih tinggi terkait
ARDS, dan adanya dua atau lebih faktor meningkatkan resiko. Yang
paling umum faktor risiko atau proses penyakit yang berhubungan
dengan ARDS adalah sepsis, pneumonia, trauma, dan aspirasi isi
lambung. Keempat faktor risiko yang diyakini mencapai sekitar 85%
dari semua kasus ARDS, dengan sepsis yang paling umum pada tingkat
sekitar 50% dan sekitar sepertiga dari pasien rawat inap yang
aspirasi isi lambung dapat mengembangkan ARDS.
3. PatofisiologiSindrom gagal pernafasan pada orang dewasa
selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru, merupakan
suatu edema paru yang berbeda dari edema patu karena kelainan
jantung olah karena tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler alveoli,
kemudian terjadi peningkatan permeabilitas enditel kapiler paru dan
epitel alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan interstitial.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan
merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema
paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume
paru, paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun.
Kapasitas sisa berfungsi (fungsional residual capacity) juga
menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom
gagal pernafasan pada orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah
ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venus
(aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps) dan kel;ainan difusi
alveoli-kapiler sebab penebalan dinding alveoli-kapiler. Meskipun
kejadian presipitasi spectrum luas berhubungan dengan ARDS,
patogenesis pada umumnya adalah kerusakan difusi pada membrane
alveolokapiler, teorinya karena satu dari dua kategori mekanisme
Aspirasi bahan kimia tertentu atau inhalasi gas berbahaya kedalam
jalan nafas yang secara langsung toksik terhadap epithelium
alveolar, menyebabkan kerusakan dan peningkatan permeabilitas
membrane alveolokapilar. Kerusakan pada membrane alveolokapilar
dapat diawali pada mikrovaskular pulmonal.ARDS biasanya terjadi
pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun
dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera
sebelum awitan (misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya
terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru
sampai berkembangnya gejala. Durasi sindrom dapat beragam dari
beberapa hari sampai minggu. Pasien yang tampak akan pulih dari
ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonari akut
akibat serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi
berat.
4. Manifestasi KlinisGejala klinis utama pada kasus ARDS :a.
Peningkatan jumlah pernapasanb. Klien mengeluh sulit bernapas,
retraksi dan sianosisc. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara
napas tambahand. Penurunan kesadaran mentale. Takikardi, takipneaf.
Dispnea dengan kesulitan bernafasg. Terdapat retraksi interkostah.
Sianosisi. Hipoksemiaj. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels,
stridor, wheezingk. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur
atau gallop
5. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan laboratorium1)
Pemeriksaan fungsi ventilasia) Frekuensi pernafasan per menitb)
Volume tidalc) Ventilasi semenitd) Kapasitas vital paksae) Volume
ekspirasi paksa dalam 1 detikf) Daya inspirasi maksimumg) Rasio
ruang mati/volume tidalh) PaCO2, mmHg2) Pemeriksaan status
oksigen3) Pemeriksaan status asam-basa4) Arteri gas darah (AGD)
menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2, PaCO2, dan pH
dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari
50 mmHg, dan pH < 7,35. 5) Oksimetri nadi untuk mendeteksi
penurunan SaO2 6) Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi)
menunjukkan peningkatan 7) Hitung darah lengkap, serum elektrolit,
urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk menentukan penyebab
utama dari kondisi pasien. 8) Sinar-X dada dapat menunjukkan
penyakit yang mendasarinya. 9) EKG, mungkin memperlihatkan
bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia. b.
Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah : 1) Hipoksemia ( pe PaO2 ) 2.
Hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi 2)
Hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi 3) Alkalosis
respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini4) Asidosis respiratori
/ metabolik terjadi pada tahap lanjutc. Pemeriksaan Rontgent Dada
:1) Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru2)
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate
di alveolid. Tes Fungsi paru :1) Pe komplain paru dan volume paru2)
Pirau kanan-kiri meningkat
6. Penatalaksanaan ARDSa. Terapi oksigenPemberian oksigen
kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prongb. Ventilator
mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau
positive end expiratory pressure (PEEP)c. Inhalasi nebulizerd.
Fisioterapi dadae. Pemantauan hemodinamik/jantungf. Pengobatan
Brokodilator Steroidg. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
7. Komplikasi ARDSKomplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah
:a. Ketidak seimbangan asam basab. Kebocoran udara (pneumothoraks,
neumomediastinum, neumoperkardium, dll)c. Perdarahan pulmonerd.
Displasia bronkopulmoner e. Apneaf. Hipotensi sistemik
B. KONSEP DASAR ASKEP ARDS Pengkajian 1. Pengkajian teoritis
lengkapa. Identitas KlienMeliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.b. Keluhan
UtamaKlien sering mengeluh sesak napasc. Riwayat KesehatanKlien
merasa lemah, sesak napasd. Riwayat Kesehatan TerdahuluApakah ada
riwayat ARDS terdahulu, kecelakaan/trauma, mengkonsumsi obat
berlebihane. Riwayat Kesehatan SekarangApakah diantara keluarga
klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang
dialami klienf. Data Dasar Pengkajian1) Aktivitas/istirahatGejala:
kekurangan energi/kelelahan, insomnia 2) SirkulasiGejala: riwayat
adanya bedah jantung/bypass jantung paru, fenomena embolik (darah,
udara, lemak)Tanda: TD: dapat normal atau meningkat pada awal
(berlanjut jadi hipoksia); hipotensi terjadi pada tahap lanjut
(syok) ataudapat faktor pencetus seperti pada ekslampia Frekuensi
jantung: takikardi biasanya ada Distrimia dapat terjadi, tetapi EKG
sering normal Kulit dan membran mukosa: pucat, dingin, sianosis
biasanya terjadi (tahap lanjut)
3) Integritas egoGejala: Ketakutan, ancaman perasaan takutTanda:
Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental4)
Makanan/cairanGejala: Kehilangan selera makan, mualTanda:
Edema/perubahan berat badan, hilang/berkurangnya bunyi usus5)
NeurosensoriGejala/tanda: Adanya trauma kepala, mental lamban,
disfungsi motor6) PernapasanGejala: Adanya aspirasi/tenggelam,
inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, Timbul tiba-tiba/bertahap
Tanda: Pernapasan: cepat, mendengkur, dangkal Peningkatan kerja
napas: penggunaan otot aksesori pernapasan, contoh retraksi
interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen
konsentrasi tinggi Bunyi napas: pada awal normal. AKrekels, ronki,
dan dapat terjadi bunyi napas bronkial Perkusi darah: bunyi pekak
diatas area konsolidas Ekspansi dada menurun atau tak sama
Peningkatan premitus (getar fibrasi pada dinding dada dengan
palpitasi) Sputum sedikit, berbusa. Pucat atau sianosis. Penurunan
mental, bingung7) KeamananGejala: Riwayat trauma ortopedik/fraktur,
sepsis, tranfusi darah, episode anafilaktik.8)
SeksualitasGejala:Kehamilan dengan adanya komplikasi eklamplisia9)
Penyuluhan/pembelajaranGejala:Makan atau kelebihan dosis obat2.
Pengkajian primera. Airway1) Peningkatan sekresi pernapasan2) Bunyi
nafas krekels, ronki dan mengib. Breathing1) Distress pernapasan:
pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.2)
Menggunakan otot aksesori pernapasan3) Kesulitan bernafas : lapar
udara, diaforesis, sianosisc. Circulation1) Penurunan curah jantung
: gelisah, letargi, takikardia2) Sakit kepala3) Gangguan tingkat
kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk4)
Papiledema5) Penurunan haluaran urine
3. Pemeriksaan fisika. Mata 1) Konjungtiva pucat (karena
anemia)2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)3) Konjungtiva
terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)b. Kulit
1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah
perifer)2) Sianosis secara umum (hipoksemia)3) Penurunan turgor
(dehidrasi)4) Edema 5) Edema periorbital c. Jari dan kuku1)
Sianosis 2) Clubbing fingerd. Mulut dan bibir 1) Membrane mukosa
sianosis2) Bernafas dengan mengerutkan mulut e. Hidung Pernapasan
dengan cuping hidungf. Vena leher Adanya distensi/bendungan g. Dada
1) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)2) Pergerakan
tidak simetris antara dada kiri dengan kanan 3) Tactil fremitus,
thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran
/rongga pernafasan)4) Suara nafas normal (vesikuler,
bronchovesikuler, bronchial)5) Suara nafas tidak normal
(crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, pleural friction)6)
Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)h. Pola pernafasan
1) Pernafasan normal (eupnea)2) Pernafasan cepat (tacypnea)3)
Pernafasan lambat (bradypnea)
Diagnosa Keperawatan1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk, adanya selang
endotrakeal, sekret yang kental, kelelahan.2. Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di
permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli.3.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi
dengan adekuat.4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan proses
penyakit, intubasi endotrakeal.5. Kecemasan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk berbicara, krisis situasional, ketidakpastian,
takut akan kematian, dan kurangnya kontrol.6. Resiko gangguan
integritas kulit berhubungan dengan bed rest.7. Resiko koping
keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
anggota keluarga.
Nursing Care PlanningRencana Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Kegagalan Pernafasan Akut
DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk, adanya selang
endotrakeal, sekret yang kental, kelelahan.
KRITERIA HASIL Jalan nafas bebas sekret Bunyi nafas di paru
terdengar jelas.
INTERVENSI KEPERAWATAN Menilai suara paru-paru.
Ubah posisi pasien setiap 2 jam. Dorong pasien untuk batuk dan
napas dalam. Suction (nasotrakeal atau endotrakeal) sebagaimana
ditentukan oleh penilaian pasien. Menyediakan humidifikasi memadai
dengan oksigen tambahan atau ventilasi mekanis. Menilai jumlah,
warna, konsistensi sekret.RASIONAL Ronki mungkin terdengar dengan
penumpukan sekret. Memobilisasi sekret. Meningkatkan kapasitas
paru-paru dan memfasilitasi pertukaran gas. "Sesuai kebutuhan"
pengisapan mencegah kerusakan pada saluran napas dari prosedur
pengisapan. Mencegah pengeringan sekret dan memfasilitasi
penghapusan sekresi.
Mengindikasikan perlu untuk humidifikasi dan / atau tanda-tanda
infeksi.
DIAGNOSA KEPERAWATANResiko infeksi yang berhubungan dengan
proses penyakit, intubasi endotrakeal.
KRITERIA HASILTidak adanya infeksi Suhu normal. Jumlah sel darah
putih WNL. X-ray dada normal. Kultur sputum negatif dan bronkus
diaspirasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN Pantau suhu setiap 4 jam, lebih sering
jika meningkat. Pantau jumlah sel darah putih.
Menilai jumlah, warna, konsistensi sekret. Memantau hasil kultur
sputum dan / atau spesimen bronkial. Tinggikan kepala tempat tidur
setidaknya 30 derajat. Berikan perawatan oral setiap 2 sampai 4 jam
dan sesuai kebutuhan; sikat gigi setiap 12 jam.RASIONAL Demam
mungkin merupakan tanda pertama infeksi. Meningkatnya jumlah
menunjukkan respon tubuh terhadap patogen tempur. Kaji infeksi.
Kaji kebutuhan untuk cakupan antibiotik dan antibiotik sesuai.
Mengurangi resiko aspirasi dan ventilator - pneumonia terkait.
Mengurangi pertumbuhan bakteri dan kolonisasi sekret orofaringeal;
meningkatkan kenyamanan pasien.
DIAGNOSA KEPERAWATANKecemasan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk berbicara, krisis situasional, ketidakpastian,
takut akan kematian, dan kurangnya kontrol.
KRITERIA HASILKecemasan menurun atau tidak ada. Tanda vital WNL.
Ekspresi wajah santai dan gerakan tubuh, dan pola tidur yang
normal. Kemampuan perseptual Biasa dan interaksi dengan orang
lain
INTERVENSI KEPERAWATAN Pantau tanda-tanda kecemasan: peningkatan
denyut jantung, tekanan darah, laju pernapasan, ketegangan otot,
perilaku yang tidak pantas. Mengembangkan percaya hubungan dengan
menggunakan perilaku tenang, konsisten, dan dapat diandalkan.
Selalu memperkenalkan diri sendiri dan semua orang asing bagi
pasien dan menjelaskan mengapa mereka ada di sana. Menyediakan
memelihara lingkungan. memungkinkan pasien kontrol atas pengambilan
keputusan Menyediakan sarana komunikasi.RASIONAL Kecemasan adalah
respon yang sangat individual untuk peristiwa kehidupan. Tanda
harus diakui untuk memberikan intervensi. Mendorong komunikasi dan
meningkatkan perasaan aman.
Ketidakpastian dan kurangnya prediktabilitas berkontribusi
perasaan cemas.
Meningkatkan rasa kemandirian dan normalitas.
Membantu dalam memenuhi kebutuhan pasien dan mengurangi
kecemasan.
DIAGNOSA KEPERAWATANResiko gangguan integritas kulit berhubungan
dengan bed rest.
KRITERIA HASIL Kulit utuh. Perfusi ke seluruh area tubuh
dimaksimalkan.
INTERVENSI KEPERAWATAN Menilai kulit setiap pergeseran untuk
area kerusakan. Menjaga kulit pasien bersih dan kering. Mengubah
posisi setiap 2 jam. Jika tidak dapat mengubah bersabar karena
ketidakstabilan hemodinamik. Pertimbangkan rotasi lateral yang
terus menerus atau terapi kinetik dengan kasur pelepas
tekanan.RASIONAL Mengidentifikasi masalah dan meningkatkan
intervensi pencegahan. Mengurangi risiko kerusakan kulit.
Mengurangi tekanan pada tonjolan tulang.
DIAGNOSA KEPERAWATANResiko koping keluarga tidak efektif
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan anggota keluarga.
KRITERIA HASILKeutuhan keluarga dipertahankan. Anggota keluarga
verbalisasi kebutuhan pendidikan dan rasa takut. Anggota keluarga
merasa nyaman mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan
prognosis pasien.
INTERVENSI KEPERAWATAN Menilai unit keluarga dan perilaku
koping.
Bantu keluarga untuk mengidentifikasi peran untuk menjaga
integritas keluarga. Membantu anggota keluarga untuk mengungkapkan
ketakutannya dan kesusahan. Menjawab pertanyaan. Jelaskan prosedur,
peralatan, perubahan kondisi pasien, dan hasil kepada anggota
keluarga dengan cara yang sensitif. Menginformasikan sumber daya
keluarga yang tersedia bagi mereka seperti hubungan psikiatri.
Memulai konferensi multidisiplin dengan keluarga untuk memberikan
informasi dan membuat keputusan mengenai pengobatan yang sedang
berlangsung.RASIONAL Biarkan untuk perawatan antisipasi dan
bimbingan untuk membantu unit keluarga mempertahankan dukungan dan
strategi coping. Umpan balik positif dari salah satu anggota
keluarga dapat memperkuat perilaku anggota lain. Mempromosikan
komunikasi yang efektif.
Membangun hubungan saling percaya.
Meningkatkan penggunaan layanan yang dapat membantu
keluarga.
Membangun kepercayaan dengan semua tim kesehatan dan mendorong
kepatuhan terhadap pengobatan.
C. EVIDENCE BASED PENANGANAN ARDSMASALAH Pasien dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome membutuhkan ventilasi dan oksigen
yang adekuat dengan bantuan ventilator mekanik. PERTANYAAN Apa
penanganan terbaik untuk ventilator mekanik pada pasien ARDS ?
REFERENSI Girard, T.D., Dan Bernard, G.R. (2007). Ventilasi mekanik
di ARDS: A state-of-the-art ulasan. Ches, 131, 921-929.EVIDENCE
Hasil penelitian dari 12 uji klinis, mengevaluasi tentang ventilasi
mekanik dan beberapa strategi lainnya untuk pengobatan pasien
dengan ARDS. Peneliti menyimpulkan bahwa ventilasi mekanis dengan
volume tidal yang rendah ( 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman.
Menghindari barotrauma (tekanan saluran nafas 45 mmHg, tetapi PaO2
normal dengan cara menurunkan volume tidal yaitu 4-6 mL/kgBB yang
ini bertujuan menghindari terjadinya barotrauma.Penelitian
prospektif secara random yang membandingkan antara pasien ARDS yang
mendapat volume tidal tinggi dan mendapat volume tidal rendah
terdapat penurunan mortalitas dari 40% menjadi 31%. Pemakaian
volume tidal rendah saat ini dipertimbangkan sebagai terapi
penunjang pasien ARDS karena dapat menurunkan angka mortalitas dan
mengurangi waktu penggunaan ventilator. Pengaturan ventilasi volume
tidal rendah, PEEP tinggi, manuver pengisian alveolar dan
memposisikan pasien telentang akan berguna pada pasien hipoksemia
berat tetapi metode ventilasi tersebut tidak meningkatkan angka
keberhasilan penanganan ARDS.Ketertarikan awal dalam ventilasi
volume tidal rendah didorong oleh penelitian pada binatang yang
menunjukkan bahwa ventilasi dengan volume tidal besar dan tekanan
inspirasi tinggi mengakibatkan timbulnya ALI yang ditandai oleh
membran hialin dan infiltrat inflamasi. Dahulu volume tidal tinggi
sebesar 10-15 mL/kgBB telah digunakan pada pasien gagal napas
tetapi pada pertengahan tahun 1980-an pada penatalaksanaan ARDS
mengakibatkan jumlah jaringan paru yang normal menjadi overdistensi
alveolar, yang dikenal dengan istilah baby lung. Ventilasi volume
tidal tinggi juga menyebabkan respons inflamasi pada paru,
mendorong inflamasi sistemik dan seringkali mengakibatkan disfungsi
sistem organ multipel.
Positive End Expiratory Pressure (PEEP) tinggiPositive End
Expiratory Pressure (PEEP) tinggi, Asbaugh dkk (1967)
memperkenalkan penggunaan Positive end expiratory pressure (PEEP)
sebagai model ventilasi mekanis untuk mengatasi hipoksemia
refrakter pada pasien ARDS dan mencegah kerusakan paru akibat
pembukaan dan penutupan bronkiolus dan alveolus yang berulang
sehingga mencegah kolaps paru saat akhir ekspirasi. Positive end
expiratory pressure (PEEP) merupakan komponen penting ventilasi
mekanis pada ARDS yang di setting pada 5-12 cm H2O. Positive end
expiratory pressure dapat menurunkan shunt intrapulmoner,
meningkatkan oksigenasi arteri dan meningkatkan bagian paru yang
tidak terisi udara sehingga dapat mengakibatkan perbaikan
oksigenasi. National Heart, Lung and Blood Institute ARDS Network
(2004) melakukan suatu penelitian secara acak yang disebut ALVEOLI
(Assessment of Low tidal Volume and Elevated End Expiratory
Pressure To Obviate Lung Injury) dengan tujuan untuk mengetahui
bahwa pada pemakaian PEEP tinggi pada pasien ARDS dapat bermanfaat
meningkatkan oksigenasi.
D. STRATEGI PENANGANAN KEJADIAN ARDS SESUAI DENGAN EVIDENCE
BASED1. OksigenasiPasien dengan ARDS umumnya memerlukan intubasi
dan ventilasi mekanis. Pemilihan jenis ventilator berdasarkan
strategi pelindung paru yang mencoba untuk mencapai oksigenasi yang
memadai dan meminimalkan risiko ventilator terkait komplikasi.
Strategi pelindung paru terdiri dari volume tidal rendah (Vr).
Batas akhir tekanan pernafasan, FiO2 pada tingkat beracun ( 14 hari
).
Methylprednisolone (Solu-Medrol)Metilprednisolon dosis tinggi
telah digunakan dalam uji coba pada pasien dengan ARDS yang
memiliki infiltrat paru persisten, demam, dan kebutuhan oksigen
tinggi meskipun resolusi infeksi paru atau luar paru. Infeksi paru
dinilai dengan bronkoskopi dan bilateral bronchoalveolar lavage
(BAL) dan budaya kuantitatif.
BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAdult Respirator Distress Syndrome
(ARDS) merupakan keadaaan gagal napas mendadak yang timbul pada
kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sulit
untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum
jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok karena
perdarahan, sepsis, trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya,
pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin,
atau metadon. (Arif Muttaqin, 2009). Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa ARDS (Gagal nafas Akut) merupakan ketidakmampuan
atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga
pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam selsel tubuh, sehingga tegangan oksigen
berkurang dan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih
besar.Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor
penyebab yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS
tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom.Perubahan
patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru
interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF)
karena atelektasis kongestif difus. Pendekatan dalam penggunaan
model ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial.
American European Concencus Conference Committee (AECC)
merekomendasikan pembatasan volume tidal, positive end expiratory
pressure (PEEP) dan hiperkapne.
B. SaranKelompok menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan sekali kritik
yang membangun bagi makalah ini, agar kelompok dapat berbuat lebih
baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kelompok pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Dan
diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya perawat untuk lebih
maksimal dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan memberikan
penanganan kepada pasien sesuai dengan Evidance Based.20