-
SELEKSI BENIH TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DARI
HASILPEMIJAHAN INDUK ALAM DENGAN KARAKTER NACRE PUTIH
Ida Komang Wardana, Sudewi, Apri I. Supii, dan Sari Budi Moria
Sembiring
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya LautJl. Br.
Gondol Kec. Gerokgak Kab. Buleleng, Kotak Pos 140, Singaraja, Bali
81101
E-mail: [email protected]
(Naskah diterima: 26 Juni 2013; Disetujui publikasi: 4 September
2013)
ABSTRAK
Kualitas induk secara fenotip dan genotif berpengaruh terhadap
kualitas benih tirammutiara yang akan dihasilkan. Penggunaan induk
yang berasal dari habitat yang berbedadalam kegiatan pembenihan
diharapkan dapat menghasilkan benih tiram mutiaradengan kualitas
fenotip dan genotif yang baik. Salah satu sifat yang menarik
untukdijadikan target dalam program pemuliaan tiram mutiara adalah
warna mutiara yangdihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas benih tiram mutiara(Pinctada maxima) hasil
pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih dari tigahabitat
yang berbeda dan mengetahui keragaan genetik induk (F0) dan
turunannya(F1). Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tiram dengan karakter nacreputih dari tiga lokasi perairan (Bali,
Karawang, dan Dobo) serta dilakukan pemijahandari masing-masing
populasi tersebut. Keragaan genetik dari semua populasi
dianalisadengan menggunakan PCR RFLP. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa masainkubasi telur hasil pemijahan induk alam
dengan karakter nacre putih terlihat lebihlama dibandingkan dengan
tiram mutiara pada umumnya. Benih yang dihasilkanpertumbuhannya
bervariasi, didominasi dengan benih berukuran sedang dengansintasan
berkisar 0,4-9%. Keragaan genetik F0 dan F1 berdasarkan nilai
heterozigositas,tiram dari perairan Bali menunjukkan nilai
keragaman yang paling baik (0,2726).Sementara karakter nacre dari
benih yang diperoleh menunjukkan bahwa 48% memilikinacre putih, 24%
kuning dan warna lain sebanyak 28%.
KATA KUNCI: seleksi benih, nacre putih, Pinctada maxima
ABSTRACT: Pearl oyster spat selection with white nacre character
fromartificial spawning of wild broodstock. By: Ida Komang
Wardana,Sudewi, Apri I. Supii, and Sari Budi Moria Sembiring
Quality of broodstock, phenotypically, and genetically affects
to the quality of pearloyster seed to be produced. Broodstock that
derives from the different habitat in theseeding activities is
expected to produce pearl oyster seed with a good genetic
quality.One of the interesting strait to be targeted in a pearl
oyster breeding program is thecolor of pearls produced. Based on
this, the purposes of this research were to know thepearl oyster
(Pinctada maxima) seed quality from natural broodstock spawningwith
the character of white nacre from 3 different habitat and to know
the geneticperformance of parent (F0) and the first generation
(F1). Pearl oyster broodstockused in this research have white nacre
derive from three locations i.e. Bali, Karawang,and Dobo. Genetic
character analysis was done by RFLP and PCR. The results showedthat
incubation period of egg spawned from natural broodstock that has
white nacrewas longer than that of common pearl oyster. The growth
of seed produced varied,dominated by medium-sized seeds with
survival rate ranged from 0.4-9%. Geneticperformance of F0 and F1
based on the value of heterozigosity showed that the pearl
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
1
-
PENDAHULUAN
Berdasarkan morfologi cangkang, tirammutiara Pinctada maxima
yang dikenal se-bagai penghasil south sea pearl diketahuiada empat
tipe warna nacre yaitu putih (sil-ver), emas (gold), abu-abu (grey)
dan kuning(yellow) (Lind et al., 2009). Indonesia termasuknegara
penghasil mutiara putih terbesar didunia, menempati posisi ketiga
setelah Aus-tralia dan Myanmar (Poernomo, 2008). Saat
ini,dikembangkan program pemuliaan pada ke-giatan budidaya yang
diutamakan pada targetkhusus yaitu satu atau dua sifat yang
memung-kinkan untuk meningkatkan produktivitas danmemiliki nilai
jual tinggi (Elliot, 2000). Salah satusifat yang menarik untuk
dijadikan target dalamprogram pemuliaan tiram mutiara adalah
warnamutiara yang dihasilkan. Warna mutiara yangakan dihasilkan
ditentukan oleh keragamanwarna nacre tiram mutiara. Nacre adalah
cang-kang bagian dalam yang merupakan lapisaninduk mutiara yang
berkilau dengan warnaputih keperakan. Wada (2000) menyatakanbahwa
keragaman nacre pada tiram sangatpenting dalam industri tiram
mutiara, karenadengan keberagaman nacre tiram akan meng-hasilkan
warna mutiara yang beragam yangdiminati oleh pasar.
Tiram mutiara dengan nacre warna putihdan kuning paling banyak
dibudidayakan,karena menghasilkan kualitas mutiara yangbaik dengan
ukuran yang relatif besar (Roseet al., 1990; Supii et al., 2009).
Tiram dengannacre putih menghasilkan mutiara warna putih,sementara
tiram dengan nacre kuning meng-hasilkan mutiara warna kuning
keemasan,akan tetapi mutiara warna putih memiliki hargajual yang
lebih tinggi dibandingkan warnakeemasan. Dalam proses insersi
nukleus untukmemperoleh mutiara dengan warna putihdiperlukan mantel
sebagai saibo dari individutiram dengan nacre putih, dan apapun
tipewarna nacre tiram mutiara, apabila diimplantdengan saibo dari
individu yang memiliki na-cre putih akan tetap menghasilkan
mutiarawarna putih. Sementara individu tiram dengannacre putih
sangat jarang diperoleh dari alam,sehingga pemijahan induk tiram
tersebut perlu
dilakukan untuk membantu melestarikan danmembudidayakannya.
Namun dalam perkembangan budidaya ti-ram mutiara, masih
ditemukan beberapa ken-dala antara lain penurunan kualitas
produkmutiara, terjadinya kematian massal benih padamusim-musim
tertentu dan lambatnya per-tumbuhan benih. Kualitas induk secara
fenotipdan genotif berpengaruh terhadap kualitasbenih yang akan
dihasilkan.
Dalam pembenihan, manajemen indukyang digunakan merupakan salah
satu faktorpenting yang harus diperhatikan. Penggunaaninduk yang
berasal dari habitat yang berbedadalam kegiatan pembenihan
diharapkan dapatmenghasilkan benih tiram mutiara dengankualitas
fenotip dan genotif yang baik. Tujuanpenelitian ini adalah untuk
mengetahui kualitasdan menyeleksi benih tiram mutiara
(Pinctadamaxima) hasil pemijahan induk alam dengankarakter nacre
putih dari tiga habitat yang ber-beda serta mengetahui keragaan
genetik induk(F0) dan turunannya (F1). Dengan demikianpembenihan
secara terkontrol dan terprogramperlu diinisiasi untuk mendukung
manajemenprogram pelestarian populasi yang lebih ter-arah, sehingga
bermanfaat untuk pemuliaantiram mutiara di masa yang akan
datang.
BAHAN DAN METODE
Koleksi Induk dan Pembenihan
Langkah awal yang dilakukan dalam pene-litian ini adalah koleksi
induk alam (F0) yangmemiliki karakter nacre putih dari
wilayahperairan Bali, Karawang, dan Dobo. Aklimati-sasi induk alam
dilakukan secara terkontrol.Pemijahan dilakukan dengan
menggunakanpasangan induk yang matang gonad darimasing-masing
perairan. Hasil pemijahan ter-sebut, diharapkan memperoleh benih
darimasing-masing pasangan induk sebesar 50%.Telur dari hasil
pemijahan tersebut dipeliharadalam hatcheri selama 45-50 hari dari
stadiaveliger (fase D) sampai spat. Selama masa pe-meliharaan benih
diberi pakan alami berupaPavlova sp. (60%), Isochrysis galbana
(20%),Chaetocheros amami (10%), dan Nannoclorop-
oyster from Bali has the highest diversity value (0.2726).
Character of nacre fromseeds produced showed that white colors
achieved 48%, 24 % yellow and others colors(28%).
KEYWORDS: seed selection, white nacre, pearl oyster
2
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 1-13
-
sis (10%). Pergantian air media pemeliharaandilakukan setiap
lima hari sekali atau dise-suaikan dengan kondisi larva. Parameter
ling-kungan yang dipantau selama masa peme-liharaan benih meliputi
suhu, pH, dan salinitas.Spat yang diperoleh setelah mencapai
ukuran2-3 mm ditebar di laut untuk pembesaran. Spatyang masih
menempel pada kolektor ditebardalam wadah kerangka besi dengan
ukuran 50cm x 35 cm x 75 cm. Setiap 2-3 minggu sekaliwaring yang
membungkus wadah dibersihkandari kotoran dan biofouling yang
menempeluntuk membantu mempermudah spat dalammenyaring makanan.
Benih dengan ukuran 1-2 cm dipotong bisusnya dan dipindah
dalampocket benih untuk mempercepat pertum-buhan. Setelah benih
mencapai ukuran 6 cmatau warna nacre sudah dapat
dibedakan,dilakukan sampling untuk mengetahui per-sentase benih
dengan nacre putih atau warnalain. Benih yang sudah terseleksi
dipeliharalebih lanjut untuk pemantauan kualitas hinggamemenuhi
syarat sebagai calon induk.
Analisis Keragaan Genetik
Jaringan dari induk dan benih diambilsebagai bahan analisis
untuk mengetahuikeragaan genetik masing-masing 15 ekor.Jaringan
mantel yang diambil kemudiandiekstraksi DNA-nya menggunakan
metodeOvenden (2000) yang sudah dimodifikasi.Sampel daging
dihancurkan dengan chelex100 in TE buffer, ditambahkan protein
kinase(Merk) dan diinkubasi pada suhu 55oC selama2,5 jam.
Selanjutnya sampel yang sudah han-cur, diinkubasi kembali selama
delapan menitpada suhu 89oC. Langkah akhir dilakukan sen-trifugasi
dengan kecepatan 13.000 rpm selama5-6 menit, sehingga terbentuk dua
lapisan danbagian supernatant-nya merupakan genomDNA dari sampel
tiram mutiara. Hasil ekstraksidipurifikasi menggunakan High Pure
Purifica-tion kit (Roche) dan selanjutnya diukur tingkatkemurnian
DNAnya dengan Gene Quant Ma-chine. Tahap berikutnya adalah
amplifikasi DNAdengan menggunakan primer universal Cyto-chrome
Oxidase I (COI) forward: 5"- ATA ATGATA GGA GGR TTT GG-3" dan
reverse 5"-GCTCGT GTR CTA CRT CCA T-3" (Williams &
Benzie,1997). Amplifikasi dilakukan dengan meng-gunakan metode
Polymerase Chain Reaction(PCR) dengan komposit premiks yaitu
ddH
2O
21,25 µL, primer forward, reverse masing-masing 0,625 µL dan 2,5
µL genom DNA yangdicampur pada tube Ready to go (GE health-care).
Program yang digunakan berdasarkan
Benzie et al, 2003 yaitu tahap denaturasi padasuhu 94oC selama
satu menit, annealing padasuhu 45oC selama satu menit dan
extensionselama satu menit sebanyak 30 siklus padasuhu 72oC.
Setelah proses amplifikasi semuasampel sempurna, dilakukan digesti
denganbeberapa enzim restriksi Dde I, Taq I, dan Msp I(Biolabs)
untuk mengetahui variasi genetik dantingkat heterozigositas induk
dan benih hasilpemijahan. Hasil restriksi dipisahkan
secaraelektroforesis dengan menggunakan agarosegel 2% dalam Tris
Boric-EDTA (TBE) buffer dandidokumentasikan pada gel doc
polaroiddengan UV transilluminator. Hasil fragmentasiselanjutnya
dianalisis menggunakan UPGMA(Unweighted Pair Group Methode by
Average)dalam software TFPGA (Bermingham, 1990).Parameter yang
diamati meliputi: karakterfenotip benih yang dihasilkan, sintasan
benih(SR), keragaan genetik induk (F0) dan benih(F1) yang diukur
berdasarkan tingkat hetero-zigositas.
HASIL DAN BAHASAN
Pengamatan Induk
Berdasarkan pengamatan morfologi indukdari tiga lokasi perairan,
ditemukan beberapaperbedaan secara visual antara lain:
warnacangkang luar, ketebalan cangkang dan bentuktubuh. Induk dari
Bali terlihat berwarna creamterang dengan bentuk tubuh agak bulat
dancangkang tebal. Sedangkan induk dari perairanKarawang memiliki
warna cangkang coklathijau dengan garis-garis cangkang nampakjelas,
cangkang tipis dan bentuk tubuh mem-bulat. Sementara induk dari
perairan Dobo(Maluku) bentuk tubuhnya bulat lonjongdengan warna
cangkang cokelat gelap dancangkang halus tebal (Gambar 1). Ditinjau
darisegi panjang, lebar dan bobot tubuh indukalam tiram mutiara
dari masing-masing lokasitidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan(Tabel 1). Berdasarkan dari spesifikasi
tersebut,tiram-tiram yang ada sudah memenuhi syaratsebagai induk
dan dapat dipijahkan. Akantetapi ada beberapa hal yang perlu
diper-hatikan sebelum induk mulai dipijahkan antaralain induk dalam
kondisi sehat, cangkangberwarna terang, tidak rusak atau cacat
dantingkat kematangan gonadnya pada stadiamatang penuh (fase IV).
Slamet et al. (1997),Anonim (2008). Dari pemantauan terhadapkondisi
kesehatan induk, terlihat bahwa indukdari perairan Karawang
menunjukkan kondisikurang sehat, karena mantel nampak lemah dan
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
3
-
banyak mengalami kematian selama prosesadaptasi pada perairan
Gondol. Dari 103 ekorinduk asal Karawang yang dikoleksi, 57
ekormati (Tabel 2) dan induk-induk tersebut cukupsulit untuk matang
gonad. Sementara indukdari Bali dan Dobo, selama masa pemijahan
danpemeliharaan di laut, relatif mudah matanggonad walaupun hasil
yang diperoleh belummaksimal. Dengan demikian untuk mengopti-malkan
hasil yang diharapkan, penambahanjumlah induk dengan karakter nacre
putih perludilakukan untuk meningkatkan jumlah benihyang
dihasilkan, sehingga proses seleksi mu-dah dilakukan dan data yang
diperoleh lebihakurat.
Pemantauan Pemijahan
Seleksi benih tiram mutiara dengan nacreputih, berdasarkan dari
hasil pemantauanpemijahan dan pemeliharaan larva diperolehdata
bahwa pemijahan induk tiram mutiara tidak
dapat berlangsung sepanjang tahun, sangattergantung musim, umur,
dan kondisi kese-hatan induk, serta suhu lingkungan
perairan.Pemijahan induk dari perairan Bali berlang-sung sebanyak
lima kali yaitu pada bulanFebruari, April, Juni, Agustus, dan
September.Sementara dari perairan Karawang hanyamemijah satu kali
pada bulan Maret dan dariperairan Dobo sebanyak tiga kali dari
bulanJuli, September, dan Oktober. Dari semua pemi-jahan tersebut,
banyaknya induk yang matanggonad juga sangat bervariasi, tidak
semuainduk menunjukkan tingkat kematangan go-nad yang baik. Dari
jumlah total induk yangada, hanya 10% yang menunjukkan
tingkatkematangan gonad sempurna, akan tetapisetelah dipijahkan
secara alami tidak semuainduk dapat memijah dengan maksimal.
Bahkanada beberapa induk yang mengabsorbsi go-nadnya, sehingga
tidak dapat dipijahkan dandikembalikan ke laut. Faktor yang
dianggappaling berpengaruh terhadap kematangan
Gambar 1. Morfologi induk alam tiram mutiara (Pinctada maxima)
dari tiga perairan, berturut-turut Bali (A), Karawang (B), dan Dobo
(C)
Figure 1. Morphology of natural broodstock of pearl oyster
(Pinctada maxima) from threewaters areas, Bali (A), Karawang (B),
and Dobo (C) respectively
Tabel 1. Panjang, lebar, dan bobot tubuh induk tiram mutiara
(Pinctadamaxima) dari tiga lokasi perairan
Table 1. Length, width, and body weight of pearl oyster
(Pinctadamaxima) from three locations
Bali Karawang Dobo
Panjang (Length ) (cm) 15.9 ± 1.7 15.9 ± 1.6 14.7 ± 1.2
Lebar (Width ) (cm) 10.9 ± 0.9 11.9 ± 1.5 12.1 ± 0.9
Bobot (Weight ) (g) 487 ± 107.2 464 ± 131.2 421 ± 37.5
ParameterParameters
Lokasi (Locat ions )
A B C
4
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 1-13
-
gonad induk tiram alam berdasarkan penga-matan antara lain:
umur, pakan alami yangtersedia, dan kondisi suhu air pada
perairantersebut. Menurut Dhoe et al. (2001); Anonim(2008),
menyatakan bahwa umur tiram yangsiap memijah adalah 2-2,5 tahun
dengan ukuranpanjang cangkang berkisar antara 15-16 cmdan
disarankan menggunakan induk dari hasilbudidaya. Sementara untuk
pakan alami,sangat tergantung pada tingkat kesuburanperairan
tersebut. Pada umumnya tiram sebagaiorganisme filter feeder relatif
mudah dalammenyaring makanan yang ada di lingkungan-
nya kecuali jika dalam kondisi stres. Pengaruhdari suhu perairan
terlihat pada lambatnyapertumbuhan benih dan jarangnya induk
betinayang matang gonad (Hamzah, 2007)
Ditinjau dari performa pemijahan, induk Balidan induk Dobo
menunjukkan respon yangpaling baik. Dari lima kali pemijahan induk
Balihanya pada pemijahan yang ketiga benih yangdihasilkan mengalami
kematian pada umur 23hari (D23), sedangkan benih dari pemijahanyang
lainnya dapat bertahan hidup sampaipembesaran di laut, walaupun
dengan sinta-san yang cukup rendah (Gambar 2). Demikian
Tabel 2. Pemijahan induk alam tiram mutiara (Pinctada maxima)
dengan nacre putih dari tigalokasi perairan
Table 2. Spawning of pearl oyster (Pinctada maxima) with the
white nacre from three loca-tions
Bali Karawang Dobo
Jumlah induk (ekor)Number of broodstock (ind.)
68 103 31
Frekuensi pemijahan (kali) Spawning frequence (time)
5 1 3
Bali Karawang Dobo
Pemijahan (Spawning ) I 8,335,000 22 725.6
Pemijahan(Spawning ) II 325 - 479.5
Pemijahan (Spawning ) III28,000,000 (Mati umur D23)
(Dead at D23)-
28,000 (Mati umur D7)(Dead at D7)
Pemijahan (Spawning ) IV 36 - -
Pemijahan (Spawning ) V 8,317,000 - -
Benih (Fry ) (1-2 cm) 11.3 - 1,700
Benih (Fry ) (3-4 cm) 789 43 -
Benih (Fry ) > 4 cm 143 - -
Jumlah total benihTotal of fry
12,232 43 1,700
Jumlah induk yang matiMortality of broodstock
26 57 3
Keterangan (Remark )
ParameterAsal induk (Broodstock origin )
Jumlah larva (Ekor) (Number of larvae) (Ind.)
Karena pemijahan masing-masing populasi tidak berlangsung pada
waktu yang sama, maka benih dari populasi Karawang dan Dobo pada
akhir penelitian hanya berada pada satu ukuranThe fry from Dobo and
Karawang were uniform in size, because the spawning periods from
each population were not simultaneously
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
5
-
halnya pada induk dari perairan Dobo padapemijahan ketiga, benih
yang dihasilkan padaumur tujuh hari (D7) mengalami kematian.
Haltersebut disebabkan oleh induk dari Dobomasih dalam proses
adaptasi karena mulaimasuk Balai Besar Penelitian dan Pengem-bangan
Budidaya Laut pada bulan Juli danpemijahan dilakukan selang tiga
minggu se-kali. Selain itu juga karena pengaruh suhu per-airan yang
relatif rendah pada bulan tersebut.Benih yang diperoleh dari hasil
pemijahantersebut setelah menjadi spat relatif sedikit.Pada
pemijahan pertama diperoleh spatsebanyak 1200 ekor dan pada
pemijahankedua sebanyak 500 ekor. Sedangkan indukdari perairan
Karawang pada saat memijah, seltelur dan sperma yang keluar relatif
sedikityang berasal dari satu induk jantan dan satuinduk betina.
Setelah dilakukan sampling danpengamatan, diketahui telur yang
berhasildibuahi sebanyak 40.000 butir dan yangberhasil menjadi
veliger (tahap D) sebanyak22.000 ekor (daya tetas 55%). Jumlah
akhirbenih yang diperoleh dari induk Karawangpada stadia spat
sebanyak 273 ekor (Gambar3). Rendahnya jumlah spat yang diperoleh
daripemijahan induk Karawang, kemungkinandipengaruhi oleh kondisi
kesehatan induk,karena pada saat pemijahan berlangsung,induk masih
dalam tahap adaptasi pada ling-kungan baru dan stres karena proses
peng-angkutan yang relatif lama (± 12 jam). Setelahumur 2 bulan, 4
bulan dan 6 bulan adaptasipada lingkungan perairan di Gondol,
observasi
dilakukan kembali terhadap tingkat kema-tangan gonadnya. Dari
100 ekor induk yangada hanya 2-3 ekor induk yang menunjukkanmatang
gonad. Akan tetapi setelah dilakukanpemijahan, induk-induk tersebut
tidak mem-berikan respon yang positif, sehingga pemi-jahan tidak
dapat berlangsung dan indukdikembalikan ke laut. Berdasarkan hal
tersebut,dapat dikatakan bahwa induk dari perairanKarawang belum
siap memijah karena mungkinumur masih muda, kemampuan adaptasi
padadaerah baru kurang baik dan kurangnya responterhadap rangsangan
pemijahan.
Pengamatan Benih
Benih yang dihasilkan dari hasil pemijahansecara keseluruhan
sangat bervariasi. Ber-dasarkan pengamatan pada setiap
periodepemeliharaan benih, ditemukan perbedaanwaktu perkembangan
embrio pada pemijahaninduk Bali. Pada bulan Maret,
perkembanganstadia embrio masih normal dengan masapembelahan telur
menjadi morula dibutuhkanwaktu 1-1,5 jam. Sementara pemijahan
padaMei, Juni, dan Juli, masa inkubasinya cukup lama(lebih dari 2
jam) dan telur yang dihasilkansebagian besar tidak dibuahi,
sehingga tidakbisa membelah sempurna menjadi trokofor. Disamping
hal tersebut, pada bulan yang samafase veliger menjadi fase mata
hitam (eye spot)dibutuhkan waktu yang relatif lama yaitusekitar
20-24 hari, sementara menurut Tin Tun& Winanto (1988), Haws
& Ellis, (2000), menya-
Gambar 2. Sintasan benih tiram mutiara masing-masing pemijahan
dariketiga lokasi induk alam
Figure 2. Survival rate of pearl oyster seed at each spawning
fromthree locations of natural broodstock
Sin
tasa
nSu
rviv
al ra
te (
%)
Pemijahan (Spawning)
I
10
0
9
8
7
6
5
4
3
1
2
II III IV V
Bali
Karawang
Dobo
6
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 1-13
-
takan bahwa fase eye spot dapat terbentukpada hari ke-16 dan 17.
Akan tetapi padapemijahan bulan Agustus, September, danOktober,
fase tersebut berlangsung normalbahkan ada beberapa larva yang
sudah me-masuki fase pediveliger. Lambatnya stadiaperkembangan
larva pada kegiatan penelitianini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan salahsatunya suhu. Suhu air pada media peme-liharaan
benih pada bulan Mei, Juni, dan Julirelatif rendah yaitu berkisar
antara 25oC-26oC(Gambar 4). Rendahnya suhu air akan mem-pengaruhi
proses metabolisme dalam tubuhyang berdampak pada lambatnya
perubahanstadia (metamorfosis) dan pertumbuhan benih(Anonim, 2008).
Menurut Ito (1996); Dhoe atal. (2001), menyatakan bahwa suhu yang
me-menuhi syarat untuk pemeliharaan benih tirammutiara adalah
berkisar antara 28oC-30,5oC.
Benih tiram mutiara (F1) yang sudah dite-bar di laut, secara
morfologi pada stadia spatantara populasi 1 dengan populasi yang
laintidak dapat dibedakan. Spat nampak berwarnaabu-abu dengan
ukuran yang bervariasi (1-3 mm). Setelah berumur satu bulan di
laut,dengan penambahan panjang nacre antara1-1,5 cm/ bulan, spat
nampaknya mengalamiperubahan warna yang didominasi denganwarna
abu-abu, coklat, coklat muda dan ke-hijauan atau hijau gelap. Hal
tersebut dapatdikatakan sebagai indikator bahwa benih da-lam
kondisi sehat dan pakan yang tersediadi perairan mencukupi untuk
mendukung
pertumbuhan benih. Akan tetapi pada tahapini, benih relatif
riskan dan mudah mengalamikematian akibat pengaruh dari
goncanganlingkungan dan proses adaptasi dari hatcherike lingkungan
air laut. Dengan demikian pe-mantauan rutin pada tahap tersebut
sangatpenting dilakukan untuk menghindari ting-kat kematian yang
tinggi. Dari jumlah benihyang dihasilkan pada penelitian ini,
benih(spat) yang jumlahnya cukup banyak adalahbenih dari populasi
Bali 12.232 ekor, turu-nan populasi Dobo 1700 ekor dan
turunanKarawang yang tersisa 43 ekor dengan rata-rata ukuran
panjang berkisar antara 1-3 cm(Tabel 2). Akan tetapi dilihat dari
tingkatsintasan (SR) benih sampai tahap spat secarakeseluruhan
sangat rendah berkisar antara0,1%-9% (Gambar 2). Menurut para
praktisi hat-cheri tiram mutiara yang ada di Bali dan NTBrata-rata
sintasan yang diperoleh berkisarantara 1%-11% dan hal tersebut
dihitung ber-dasarkan perbandingan antara jumlah spatyang diperoleh
dengan hasil sampling jumlahlarva pada stadia pediveliger
(komunikasi pri-badi). Sementara pada kegiatan ini, peman-tauan
terhadap penurunan jumlah larva se-lama masa pemeliharaan di
hatcheri, diamatidari stadia veliger (tahap D) sampai menjadispat
(± 45-50 hari). Berdasarkan dari penga-matan tersebut, dapat
dikatakan bahwa sela-ma masa pergantian stadia terjadi
penurunanjumlah benih yang hidup berkisar antara 20%-40%. Misalnya
benih turunan induk Bali padapemijahan yang terakhir diperoleh
telur yang
Gambar 3. Jumlah spat yang sudah ditebar di laut dari
masing-masing hasilpemijahan induk alam tiram mutiara
Figure 3. Number of spat stocked at sea from each of spawning
from thenatural broodstock of pearl oyster
Jum
lah s
pat
(Ek
or)
Num
ber
of
spat
(Ind.)
Pemijahan (Spawning)
I
9,000
0II III IV V
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
Bali
Karawang
Dobo
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
7
-
berhasil dibuahi sebanyak 18.975.000 dengandaya tetas 44%,
jumlah benih pada umur D1,8.317.000 ekor, setelah enam hari
menjadi8.184.000 ekor, kemudian umur sepuluh harimenjadi 7.219.500
ekor, hari ke-16 berkurangmenjadi 3.897.000 ekor dan pada hari
ke-20sebelum dipasang kolektor menjadi 1.798.000ekor. Sementara
jumlah setelah memasuki sta-dia spat (±45 hari) hanya diperoleh
8.500 ekordengan sintasan 0,1%.
Data hasil seleksi nacre dari benih yangdiperoleh berdasarkan
dari sampling menun-jukkan bahwa 48% benih memiliki nacre putih,24%
warna kuning dan warna lain sebanyak28%. Sementara menurut
informasi bahwapersentase warna nacre benih dari hasil pe-mijahan
induk dengan karakter nacre putihdapat terlihat setelah benih
berukuran di atas6 cm dengan perbandingan 70% memiliki war-na nacre
putih dan 30% menunjukkan warnayang lain (komunikasi pribadi).
Berdasarkan haltersebut, dapat dikatakan bahwa di alam po-pulasi
tiram mutiara sudah membawa genwarna nacre baik kuning maupun
putih, akantetapi populasi nacre putih di alam termasukjarang
dibandingkan dengan populasi nacrekuning (Gambar 5). Dengan
demikian pemija-han yang terkontrol sangat perlu diterapkanuntuk
mempermudah melakukan perbaikanterutama dalam menghasilkan benih
denganpersentase karakter nacre putih lebih tinggi.
Keragaan Genetik
Pemantauan keragaan genetik terhadaptiram mutiara dari ketiga
lokasi daerah pe-
nangkapan diharapkan memberikan pedo-man dalam menentukan sumber
induk yangmemiliki karakter genetik yang baik. Berda-sarkan dari
hasil amplifikasi dengan meng-gunakan primer COI (Cytochrome
Oxydase I),didapatkan bahwa mtDNA pada tiram mutiara(Pinctada
maxima) menghasilkan fragmentDNA tunggal berukuran 700 bp pada
semuapopulasi, baik pada induk alam maupun padaturunannya (F1)
(Gambar 6). Hal tersebut meng-indikasikan bahwa hewan uji tersebut
meru-pakan spesies yang sama. Untuk mengetahuiadanya variasi
masing-masing populasi, di-lakukan pemotongan sequen mtDNA
yangteramplifikasi menggunakan tiga jenis enzymerestriksi. Dari
hasil pemotongan tersebut, ter-lihat ada dua tipe pemotongan yaitu
tipemonomorfik (Dde I dan Taq I) dan penggunaanenzyme Msp I
memberikan pemotongan tipepolymorfik (Gambar 7). Penggunaan
enzymeDde I menunjukkan tiga sisi pemotongan pa-da bobot molekul
160, 200, dan 400 bp, demi-kian juga halnya pada penggunaan
enzymerestriksi Taq I (Tabel 3, Gambar 7). Berdasarkandari hasil
pemotongan tersebut, enzyme MspI yang memberikan tipe pemotongan
yangbervariasi dan sementara dapat digunakansebagai marker untuk
identifikasi variasipopulasi tiram mutiara jenis Pinctada maxima.Di
samping itu, perlu penggunaan enzymerestriksi yang lain untuk
mendapatkan hasilyang lebih akurat. Seperti pada
pemantauankarakteristik genetik tiram mutiara jenis P.margaritifera
yang ada di perairan Indonesiarestriksi mtDNA menggunakan lima
jenis en-zyme pemotongan yaitu Fok I, Hae III, Nla IV,
Gambar 4. Rata-rata suhu air pada bak pemeliharaan larva tiram
mutiara
Figure 4. Average of water temperature in larva rearing tank
Suhu a
irW
ate
r te
mper
atu
re (
oC
)
Bulan (Month)
Mar.
35
0
30
25
20
15
10
5
Apr. Mei Juni Juli Agust. Sep. Okt. Nov. Des.
Pagi (Morning)
Sore (Afternoon)
8
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 1-13
-
Gambar 5. Tipe warna nacre benih tiram mutiara dari hasil
pemijahan induk alam
Figure 5. Color type of nacre of pearl oyster seed from spawning
of natural broodstock
Nacre kuning
Nacre putih
Nacre warna lain
Gambar 6. Hasil amplifikasi genom DNA tiram mutiara (Pinctada
maxima)dengan menggunakan primer COI3 (F) dan COI (R)
Figure 6. Results of genomic DNA amplification of pearl oyster
(Pinctadamaxima) by using primer COI3 (F) and COI (R)
M
Keterangan (Note):M = Marker 100 bp; 1-10 = Sampel (Sample)
700 bp
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
9
-
Dpn II, dan Eco 090I. Dari kelima jenis enzymetersebut, tiga di
antaranya (Fox I, Hae III, danNla IV) memberikan tipe pemotongan
yangpolimorfik dan ditemukan 18 jenis haplotipeyang teridentifikasi
(Susilowati et al., 2009).Berdasarkan hasil analisis TFPGA,
populasiBali yang menunjukkan nilai heterozigositaspaling tinggi
(0,2726), disusul populasiKarawang (0,1067) dan Dobo paling
rendah(0,0770) (Tabel 4). Sementara pada populasiturunan pertama
(F1) mengalami penurunantingkat heterozigositas pada semua
populasi.
Penurunan variasi genetik dari turunanpertama (F1) yang
dihasilkan dapat terjadi,disebabkan oleh beberapa faktor antara
lainhilangnya beberapa alel karena induk yangdigunakan saat
pemijahan relatif sedikit,kemudian terbatasnya frekuensi alel
yangdibawa oleh masing-masing individu baikjantan maupun betina,
proses adaptasi ling-kungan dan tidak adanya gen-gen unggulyang
mampu meningkatkan variasi genetik(Priyono, 2000). Sementara
Prasetio (2008)dalam pemantauan variasi abalon jenis Haliotis
Gambar 7. Hasil pemotongan PCR produk induk tiram mutiara (F0)
dengan menggunakan tigajenis enzim restriksi Dde I (A), Msp I (B)
dan Taq I (C)
Figure 7. Results of cutting of the PCR product of pearl oyster
(F0) by using three kinds ofrestriction enzymes Dde I (A), Msp I
(B) and Taq I (C)
Keterangan (Note):M = Marker 100 bp; 1-10 = Sampel (Sample); 11
= Uncut (PCR produk yang tidak dipotong dengan RE)
10
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 1-13
A
B
C
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
400 bp200 bp160 bp
200 bp340 bp
200 bp
360 bp
680 bp500 bp480 bp
-
asinina menyatakan bahwa kecenderunganmonomorfik pada turunan
pertama (F1) meng-indikasikan hilangnya alel-alel penting
sepertialel yang dibutuhkan dalam toleransi suhu,fungsi
biomineralisasi termasuk pembentukancangkang, fungsi pertumbuhan
dan alel yangdiperlukan untuk adaptasi terhadap perubahanlingkungan
perairan yang diakibatkan olehadanya variasi musim. Pada turunan F1
induk
dari perairan Dobo nampak variasi genetiknyasangat rendah
(0,000), hal tersebut selain di-sebabkan oleh penggunaan induk yang
sedikit,kemungkinan juga disebabkan karena indukyang dipijahkan
bukan merupakan induk alam,melainkan induk hasil budidaya yang
terlepaspada perairan bebas, mengingat pada perairanDobo banyak
aktivitas budidaya tiram mutia-ra, sehingga nampak tingkat
homozigositas-
Tabel 3. Distribusi genotip (tipe restriksi) dari ketiga
populasi tiram mutiara dengan nacre putih
Table 3. Distribution of genotype from three populations of
pearl oyster
F0 F1 F0 F1 F0 F1
Dde I A 400 - - - - - 15
B 160, 400 2 - - 2 15 -
C 160, 200, 400 13 15 15 13 - -
Msp I A 200, 480 - - - - - -
B 165, 200, 500 - - - - - -
C 200, 480, 500 9 11 12 12 13 15
D 200, 480, 500, 680 6 4 3 3 2 -
Taq I A 340, 360 - - - - - -
B 200, 340, 360 15 15 15 15 15 15
Bali Karawang DoboTipe enzim
Enzyme type
Tipe restriksi
Restrict ion type
Ukuran fragmen (pb)
Fragment size (bp)
Tabel 4. Nilai heterozigositas induk alam (F0) dan turunan
pertama (F1) tiram mutiaradengan pemotongan tiga restriction
enzyme
Table 4. Heterozygosity value of natural broodstock (F0) and
first generation (F1)of pearl oyster by using three restriction
enzymes
Karawang Bali Dobo
Dde I 0.0000 0.3378 0.0000
Msp I 0.3200 0.4800 0.2311
Taq I 0.0000 0.0000 0.0000
Heterozigositas (Heterozygosity ) 0.1067 0.2726 0.0770
Karawang Bali Dobo
Dde I 0.1244 0.0000 0.0000
Msp I 0.3200 0.3911 0.0000
Taq I 0.0000 0.0000 0.0000
Heterozigositas (Heterozygosity ) 0.0304 0.1481 0.0000
Lokus ( Locus )Populasi F0 (Broodstock populat ion )
Lokus (Locus )Populasi F1 (First generat ion populat ion )
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
11
-
nya tinggi pada generasi berikutnya. Dengandemikian penambahan
jumlah induk yangmatang gonad dalam setiap pemijahan, sangatperlu
dilakukan untuk meningkatkan nilaivariasi genetik turunan yang akan
dihasilkan.Subaidah (1999) menyatakan bahwa denganjumlah induk yang
memijah lebih banyak dalamsatu populasi, maka populasi turunan
pertama(F1) akan merupakan kumpulan dari banyakvariasi genetik dari
induknya. Dan sebaliknyaapabila induk yang memijah sedikit,
makavariasi yang muncul hanya sebagian dari indukyang memijah saja.
Hal tersebut didukung jugaoleh pernyataan Suryani (2001), yang
men-jelaskan bahwa variasi genetik dalam populasikecil yang
terisolasi, seperti pada pembenihanakan terus terjadi pengurangan
alel dan pe-nurunan heterozigositas akibat aliran gen daninbreeding
depression.
Nilai keragaman populasi tiram mutiaradari tiga lokasi koleksi
induk alam dari perairandi Indonesia diketahui lebih rendah
diban-dingkan dengan hasil penelitian Benzie et al.(2003), yang
menunjukkan bahwa keragamanhaplotip Pinctada maxima populasi
Australiadan Indonesia berada pada kisaran 0,129-0,582. Tinggi
rendahnya nilai variasi genetikpada suatu populasi sangat
dipengaruhi olehletak geografis, perbedaan salinitas dan suhu(Koehn
et al., 1984) didukung oleh migrasi,seleksi, genetik drift dan
karakteristik kondisilingkungan serta mekanisme evolusi
untukbertahan hidup dan bereproduksi (Frankhamet al., 2002).
Sementara Blanc et al. (1996)dalam Susilowati et al. (2009).
menyatakanbahwa keragaman intraspesifik, adanya per-bedaan
interpopulasi tiram sangat dipengaruhioleh faktor distribusi
spasialnya, karena tirampada masa hidupnya mengalami dua
prosestingkat kehidupan yaitu fase planktonik danfase bentik, di
samping itu juga dipengaruhioleh migrasi dan seleksi alam yang
menyertaipola adaptasinya. Berdasarkan dari data ter-sebut, dapat
dikatakan bahwa induk tirammutiara dengan karakter nacre putih
dariperairan Bali dapat digunakan sebagai sumbertangkapan induk
untuk dibudidayakan dankedepan untuk meningkatkan kualitas
benihperlu diterapkan manipulasi pemijahan denganmelakukan
pemijahan silang. Dengan pemi-jahan silang, diharapkan gen-gen yang
baikakan terekspresi pada generasi berikutnya dandapat dieksplorasi
untuk kepentingan budi-daya yang berkelanjutan. Berdasarkan
dariuraian di atas, benih yang bisa diseleksi darihasil yang
diperoleh adalah benih (F1) perairan
Bali dan benih (F1) dari perairan Dobo (Maluku).Benih-benih
tersebut dipelihara lebih lanjutsampai menjadi tiram dewasa (±1,5-2
tahun)yang siap untuk diinsersi atau dipersiapkansebagai calon
induk.
KESIMPULAN
1. Pemijahan dengan menggunakan induktiram dengan nacre putih,
tingkat kema-tangan gonadnya tidak berlangsung secaraseragam, dari
jumlah total Induk yang ada,hanya 16% yang matang gonad dan
masainkubasi telur lebih lama dibandingkandengan tiram pada
umumnya.
2. Seleksi nacre dari benih yang diperolehmenunjukkan bahwa 48%
benih memilikinacre putih, 24 % warna kuning dan warnalain sebanyak
28%.
3. Keragaan genetik F0 dan F1 berdasarkannilai heterozigositas,
populasi tiram dariperairan Bali yang menunjukkan nilai ke-ragaman
yang paling baik (0,2726).
DAFTAR ACUAN
Anonim. 2008. Technical guidance on pearlhatchery development in
the kingdom ofTonga. Part III. Hatchery training manualfor the
Black Lip pearl oyster, P. margari-tifera and Mabe Pearl oyster
Pteria penguin,in the Kingdom of Tonga.
http://www.fao.org/docrep/005/ac889e/ac889e4.
Benzie, J.A.H., Smith, C., & Sugama, K. 2003.Mitochondria
DNA reveals genetics differ-entiation between Australia and
IndonesiaPearl oyster Pinctada maxima (James 1901)populations.
Jurnal of shellfish research,22(3): 781-787.
Bermingham, E. 1990. Mithochondrial DNA andthe analysis of fish
population structure.In: D.H. Withmore (Ed.), Electrophoretic
andisoelectric fucosing techniques in Fisher-ies management. CRC
Press. Inc. BucaRaton. Florida, p. 107-129.
Dhoe, S.B., Supriya, & Juliaty, E. 2001. BiologiTiram
mutiara. Pembenihan tiram mutiara(Pinctada maxima). Balai Budidaya
LautLampung. Juknis seri no. 6, hlm. 6-12.
Elliot, N.G. 2000. Genetic improvement pro-grams in Abalone:
what is the future?. Aqua-culture Research, 31: 51-59.
Frankham, R., Ballou, J.D., & Briscoe, D.A.
2002.Introduction to conservation genetics.Cambrige University
press, 473 pp.
Hamzah, M.S. 2007. Variasi Musiman Beberapa
12
J. Ris. Akuakultur Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 1-13
-
Parameter Oseanografi, Kaitannya denganKisaran Batas Ambang
Toleransi KehidupanKerang Mutiara (Pinctada maxima) DariBeberapa
Lokasi di Kawasan Tengah Indo-nesia. PROSIDING SEMINAR
NASIONAL.Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan RisetKelautan dan
Perikanan DepartemenKelautan dan Perikanan bekerja samadengan
Jurusan Ilmu Kelautan FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan
UniversitasDiponegoro. Semarang.
Haws, M. & Ellis, S. 2000. Aquafarmer informa-tion sheet:
collecting blac lipped pearl oys-ter spat. CTSA Publication no.
144.
Ito, M. 1996. Hatchery spat production ofPinctada margaritifera
in Tarawa theReplublic of Kiribati. Department of Zool-ogy. James
Cook University of NorthQueensland, Townsville, QLD 4811.
Aus-tralia. Pearl Oyster Information Buletin. P.8-11.
Koehn, R.K., Hall, J.G., Innes, D.J., & Zora, A.J.1984.
Genetic differenciation of Mytilusedulis in Eastern North America.
Marine Bi-ology, 79: 117-126.
Lind, C.E., Evans, B.S., Knauer, J., Taylor, J.J.U., &Jerry,
D.R. 2009. Decreased genetic diver-sity and a reduced effective
populationsize in cultured silver-lipped paerl oysters(Pinctada
maxima). Aquaculture, 286: 12-19.
Ovenden, J. 2000. Development of RestrictionEnzymes Markers for
Red Snapper(Lutjanus erythropterus and Lutjanusmalabaricus) Stock
Descrimination UsingGenetics Variation in Mithocondrial
DNA.Molecular Fisheries Laboratory. SouthernFisheries Centre.
Produced For CSIRO Ma-rine laboratories as Part of The ACIAR
Indo-nesia Snapper Project.
Poernomo, S.H. 2008. Mengangkat mutiarayang terbenam. Majalah
Samudra, Edisi 10.http://majalahsamudra.at.ua/news/2008-12-10-4
diakses tanggal 19 Maret 2012.
Priyono, A. 2000. Analisis isozim variasi genetikikan bandeng
(Chanos chanos Forskal)turunan 1 dan turunan 2 di kawasanperbenihan
pantai Utara Bali. Tesis. Pro-gram Pascasarjana. Universitas
Brawijaya.Malang, 53 hlm.
Prasetio, A.B. 2008. Variasi genetik induk aba-lone Haliotis
asinina dari alam dan
turunan pertama (F1) dengan analisisallozyme elektroforesis.
Tesis. ProgramPascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Rose, R.A., Dybdahl, R.E., & Harders, S. 1990.Reproduktive
cycle of the western Aus-tralian Silver Lip pearl oyster
Pinctadamaxima (Jameson) (Mollusca; Pteriidae). J.Shellfish Res.,
9: 261-272.
Slamet, B., Tridjoko, & Hersapto. 1997. Penga-matan
aspek-aspek biologi beberapa jeniskerang mutiara (Pinctada sp.) di
perairanUtara Bali. Prosiding simposium perikananIndonesia II, hlm.
118-112.
Subaidah, S. 1999. Analisis variasi genetik ikanKakap Putih
(Lates calcarifer Bloch) diperbenihan dengan teknik
elektroforesis.Tesis.Program Pascasarjana. UniversitasBrawijaya.
Malang, 53 hlm.
Suryani, S.A.M.P. 2001. Hubungan kekerabatantiga species ikan
kerapu sunu (Plectro-pomus spp.) atas dasar variasi genetik.Tesis.
Program Pascasarjana. UniversitasBrawijaya. Malang, 39 hlm.
Susilowati, R., Sumantadinata, K., Soelistyowati,D., &
Sudradjat, A. 2009. Karakteristik ge-netik populasi tiram mutiara
(Pinctadamargaritifera) terkait dengan distribusigeografisnya di
perairan Indonesia. JurnalRiset Akuakultur, 4(1): 47-52.
Supii, A.I., Sudewi, & Rusdi, I. 2009. Penelitianpembenihan
Tiram Mutiara (Pinctadamaxima) dengan managemen pergantianair dan
perbedaan ukuran tebar awal benihTiram Mutiara di laut. Laporan
teknis.BBRPBL Gondol Bali.
Tin Tun, M. & Winanto. 1988. Manual of PearlFarming on
Indonesia. Balai Budidaya LautLampung, Lampung.
Wada, K.T. 2000. Genetic improvement ofstocks of the pearl
oyster. In: Fingerman,M. & Nagabhusanam (eds). Recent Advancein
Marine Biotechnology. Volume IV, Aqua-culture Part A, Seaweeds and
Invertebrates.Science Publisher Inc., New Hampshire,USA, p.
75-85.
Williams, S.T. & Benzie, J.A.H. 1997. Indo-WestPacific
pattern of genetic Differenciationin High-Dispersal Starfish
Linckia laevigata.Mol. Ecol., 6: 559-573.
Winanto, T. 2004. Memproduksi Benih KerangMutiara. Penebar
Swadaya. Jakarta, 95 hlm.
Seleksi benih tiram mutiara (Pinctada maxima) ..... (Ida Komang
Wardana)
13