Top Banner
24 | Pop Lingkungan SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA G EBRAKAN perusa- haan agrobisnis rak- sasa dalam mence- tak lahan-lahan per- tanian di negara berkembang yang melibatkan petani kecil sebagai pembuka lahan mem- berikan atmosfer baru buat planet ini. Terlebih lagi, mere- ka menerapkan metode yang relatif ‘boros karbon’ yakni menguliti hutan tropis, mulai yang sudah terdegradasi sam- pai yang masih utuh. Antara 1980 dan 2000, total lahan pertanian di negara ber- kembang melonjak jadi 629 juta ha. Sementara ekspansi gencar dilakukan di negara-negara semacam Indonesia, Brasil, dan Malaysia—tiga negara yang saat ini memproduksi 40% komoditas tebu, kedelai, dan minyak sawit untuk dunia, namun harus kehilangan hutan dalam laju yang menakutkan. Peneliti Stanford, Holly Gibbs, dalam analisis foto satelit yang dipublikasikan awal bulan oleh Proceedings of the National Academy of Scien- ces menyatakan bahwa 80% peluasan pertanian dilakukan dengan memapas hutan tropis seluas Alaska. “Yang melepas- kan karbon setara dengan emisi 40 juta mobil dalam setahun,” katanya. Bagian terbesar ber- langsung di hutan utuh (55%), sedangkan sisanya di hutan tropis yang sudah dibuka (28%) dan belukar. Gibbs dan koleganya dari universitas lain juga mempela- jari pergeseran pola kehidupan di wilayah tropis. Jelas, menu- rut mereka, memasuki dekade 1990 sangat sedikit penggun- dulan hutan yang dilakukan pertanian skala keluarga ke- tim bang pada dekade 1980. Penggundulan diambil alih perusahaan agrobisnis besar, yang saat itu lebih merespons sinyal perekonomian global dan tekanan yang berasal dari kelompok konsumen, daripada tuntutan seorang petani kecil. “Kami melihat tekanannya memuncak. Dunia harus memi- lih ingin menanam komoditas pangan, bahan bakar, atau menjaga hutan tetap berdiri,” kata Gibbs kepada mongabay. com. Menghadapi pilihan pelik ini, manakah yang harus dikor- bankan? Hutan tropis, prioritas yang terpinggirkan selama dekade yang lalu, merupakan penyim- pan lebih dari 340 miliar ton karbon atau 40 kali lipat total emisi karbon dari bahan bakar fosil dunia. Saat beralih fungsi, pepohon- an di hutan tropis ditebang, gas rumah kaca melayang ke atmosfer selama tumbuhan itu terdekomposisi. Belum lagi kalau alih fungsi dilakukan dengan membakar kawasan, jumlah karbon yang mencemari atmosfer bertambah. Cemaran gas rumah kaca ini pada akhir- nya menambah laju perubahan iklim yang awalnya disebabkan oleh konsumsi energi fosil ne- gara maju saat revolusi industri dua abad silam. Pendekatan REDD Gibbs termasuk yang opti- mistis bahwa masa depan hutan tropis masih bisa dise- lamatkan. Ia menggarisi mun- culnya REDD, yakni upaya me- ngurangi emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan penggun- dulan hutan dan degradasi lahan, sehingga negara tropis bisa beroleh kompensasi saat melindungi hutan mereka. Dengan pendekatan ini, pe- tani dan peternak berpeluang mendapatkan pembayaran karbon sebagai insentif saat mereka melakukan ekspansi ke padang rumput dan lahan pertanian yang terdegradasi. Bukannya berusaha memper- luas pertanian ke daerah masih berhutan. Ke depan, jika seluruh pelaku Ekspansi yang Memapas Tropika Lebih dari 80% lahan pertanian yang dicetak di kawasan tropis antara 1980 dan 2000 adalah hasil menebang hutan. Clara Rondonuwu penggundulan hutan yang digerakkan dari ratusan juta kampung miskin dan sejum- lah korporasi mau bergabung, dunia bisa mulai menangkal perusakan hutan tropis. “Kabar baik berembus dari Brasil. Gelombang perubahan sudah mulai dilakukan di tem- pat yang dijadikan ekspansi seperempat pertanian tropis dunia ini,” kata Gibbs. Laju de- forestasinya turun sejak 2004. Sementara produksi kedelai, tebu, dan ternaknya naik. Kuncinya, Brasil beberapa tahun terakhir menggencar- kan hukum lingkungan dan memangkas pemberian kredit bagi perusahaan yang terbukti melakukan penggundulan hu- tan. Moratorium kedelai yang diusung aktivis Greenpeace dan lainnya juga berkontribusi se- hingga menekan pasar pangan bekerja sama dengan industri, dan menjamin agar perkebunan kedelai dan peternakan tidak membuka hutan. Kapan giliran Indonesia berbuat? (Mongabay. com/The Hindu/AP/M-4) [email protected] REUTERS/PAULO WHITAKER KEHILANGAN HUTAN: Beberapa traktor memanen kedelai di Correntina, Bahia, Brasil, beberapa waktu lalu. Indonesia dan Brasil termasuk negara yang harus kehilangan hutan dalam laju menakutkan akibat perluasan lahan secara besar-besaran.
1

SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Ekspansi … filelahan pertanian yang dicetak di kawasan tropis antara 1980 dan 2000 adalah hasil menebang hutan. Clara Rondonuwu penggundulan

Apr 29, 2019

Download

Documents

doandan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Ekspansi … filelahan pertanian yang dicetak di kawasan tropis antara 1980 dan 2000 adalah hasil menebang hutan. Clara Rondonuwu penggundulan

24 | Pop Lingkungan SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

GEBRAKAN perusa-ha an agrobisnis rak-sasa dalam mence-tak lahan-lahan per-

tanian di negara berkembang yang melibatkan petani kecil sebagai pembuka lahan mem-berikan atmosfer baru buat planet ini. Terlebih lagi, mere-ka menerapkan metode yang relatif ‘boros karbon’ yakni menguliti hutan tropis, mulai yang sudah terdegradasi sam-pai yang masih utuh.

Antara 1980 dan 2000, total lahan pertanian di negara ber-kembang melonjak jadi 629 juta ha. Sementara ekspansi gencar dilakukan di negara-negara semacam Indonesia, Brasil, dan Malaysia—tiga negara yang saat ini memproduksi 40% komoditas tebu, kedelai, dan mi nyak sawit untuk dunia, na mun harus kehilangan hutan dalam laju yang menakutkan.

Peneliti Stanford, Holly

Gibbs, dalam analisis foto satelit yang dipublikasikan awal bulan oleh Proceedings of the National Academy of Scien-ces menyatakan bahwa 80% peluasan pertanian dilakukan dengan memapas hutan tropis seluas Alaska. “Yang melepas-kan karbon setara dengan emisi 40 juta mobil dalam setahun,” katanya. Bagian terbesar ber-langsung di hutan utuh (55%), sedangkan sisanya di hutan tro pis yang sudah dibuka (28%) dan belukar.

Gibbs dan koleganya dari universitas lain juga mempela-jari pergeseran pola kehidupan di wilayah tropis. Jelas, menu-rut mereka, memasuki dekade 1990 sangat sedikit penggun-dulan hutan yang dilakukan pertanian skala keluarga ke-tim bang pada dekade 1980. Penggundulan diambil alih perusahaan agrobisnis besar, yang saat itu lebih merespons sinyal perekonomian global dan tekanan yang berasal dari kelompok konsumen, daripada tuntutan seorang petani kecil.

“Kami melihat tekanannya memuncak. Dunia harus memi-lih ingin menanam komoditas pangan, bahan bakar, atau men jaga hutan tetap berdiri,” kata Gibbs kepada mongabay.com. Menghadapi pilihan pelik ini, manakah yang harus dikor-bankan?

Hutan tropis, prioritas yang terpinggirkan selama dekade yang lalu, merupakan penyim-

pan lebih dari 340 miliar ton karbon atau 40 kali lipat total emisi karbon dari bahan bakar fosil dunia.

Saat beralih fungsi, pepohon-an di hutan tropis ditebang, gas rumah kaca melayang ke atmosfer selama tumbuhan itu terdekomposisi. Belum lagi kalau alih fungsi dilakukan dengan membakar kawasan, jumlah karbon yang mencemari atmosfer bertambah. Cemaran gas rumah kaca ini pada akhir-nya menambah laju perubahan iklim yang awalnya disebabkan oleh konsumsi energi fosil ne-gara maju saat revolusi industri dua abad silam.

Pendekatan REDDGibbs termasuk yang opti-

mis tis bahwa masa depan hutan tropis masih bisa dise-la matkan. Ia menggarisi mun-cul nya REDD, yakni upaya me-ngurangi emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan penggun-dulan hutan dan degradasi la han, sehingga negara tropis bisa beroleh kompensasi saat melindungi hutan mereka.

Dengan pendekatan ini, pe-tani dan peternak berpeluang mendapatkan pembayaran kar bon sebagai insentif saat me reka melakukan ekspansi ke padang rumput dan lahan pertanian yang terdegradasi. Bukannya berusaha memper-luas pertanian ke daerah masih berhutan.

Ke depan, jika seluruh pelaku

Ekspansi yang Memapas TropikaLebih dari 80% lahan pertanian yang dicetak di kawasan tropis antara 1980 dan 2000 adalah hasil menebang hutan.

Clara Rondonuwu

penggundulan hutan yang di gerakkan dari ratusan juta kampung miskin dan sejum-lah korporasi mau bergabung, dunia bisa mulai menangkal perusakan hutan tropis.

“Kabar baik berembus dari Brasil. Gelombang perubahan sudah mulai dilakukan di tem-pat yang dijadikan ekspansi seperempat pertanian tropis

du nia ini,” kata Gibbs. Laju de-fo restasinya turun sejak 2004. Sementara produksi kedelai, tebu, dan ternaknya naik.

Kuncinya, Brasil beberapa tahun terakhir menggencar-kan hukum lingkungan dan memangkas pemberian kredit bagi perusahaan yang terbukti melakukan penggundulan hu-tan. Moratorium kedelai yang

diusung aktivis Greenpeace dan lainnya juga berkontribusi se-hingga menekan pasar pangan bekerja sama dengan industri, dan menjamin agar perkebunan kedelai dan peternakan tidak membuka hutan. Kapan giliran Indonesia berbuat? (Mongabay.com/The Hindu/AP/M-4)

[email protected]

REUTERS/PAULO WHITAKER

KEHILANGAN HUTAN: Beberapa traktor memanen kedelai di Correntina, Bahia,

Brasil, beberapa waktu lalu. Indonesia dan Brasil

termasuk negara yang harus kehilangan hutan dalam laju menakutkan akibat perluasan lahan secara

besar-besaran.