Sejarah Pemikiran dan Peradaban dalam Islam (SPPI)
Konsepsi dan Kategori Sejarah.a. Sejarah mengandung makna lahir
dan makna batin. Makna lahir adalah rangkaian dari peristiwa dalam
sejarah yang tampak secara eksplisit. Sedangkan makna batin adalah
makna di balik peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam
sejarah.b.Sebagai peristiwa dalam makna lahir, sejarah berlangsung
satu kali dan tidak akan terulang kembali. Tetapi, sebagai makna
batin, ia dapat terulang, karena makna batin tidak mengacu kepada
peristiwanya, melainkan model dan pola.Sejarah senantiasa berkaitan
dengan :Masa laluPeristiwa, kejadian,tindakan, pemikiran
dll.Waktu/masa/periode (temporal)Tempat/ruang
(spasial)ManusiaPerubahan (change)Keberlanjutan (continuity)
Ketujuh aspek di atas masih menunjukkan sejarah dalam makna
lahirnya. Sedangkan makna batinnya terletak pada pemikiran,
interpretsi dan eksplanasi dan makna di balik peristiwa. Ia mesti
melibatkan konteks, hubungan antar fakta dll.Oleh karena itu,
sejarah pemikiran ada dalam konteks sejarah dalam makna batin, yang
menuntut para pengkaji sejarah dan sejarawan mampu merekonstruksi
ulang masa lalu dan memaknainya pada masa kini. Untuk mencari dan
menemukan makna perlu analisis, dan untuk menganalisis diperlukan
penggunaan metodologi, kerangka teori dan perspektif yang relevan
dengan peristiwa sejarahnya. Sejarah pemikiran lahir sejak masa
sejarawan terkenal Ibn Khaldun pada sekitar abad ke 13- 14 M. Ibn
Khaldun memperkenalkan konsep ilm al-umran, yaitu perangkat ilmu
sosial-budaya untuk mengkaji peristiwa dan fenomena sejarah. Pada
abad modern, sejak abad ke-19, di Eropa kajian mengenai sejarah
pemikiran mulai dikembangkan, dengan memunculkan pendekatan
multi-dimensional. Di Indonesia, ia dikembangkan oleh Prof. Sartono
Kartodirdjo. 2. Sejarah Sebagai Sebuah PemikiranDengan makna batin
tersebut, sejarah sebenarnya mengandung unsur pemikiran, sehingga
makna sejarah memiliki kaitan erat dengan pemikiran, yakni
pemikiran tentang peristiwa-peristiwa masa lalu dan makna yang
terkandung di dalamnya. Makna yang terkandung dalam peristiwa
merupakan hasil hubungan antara perstiwa, konteks, jiwa zaman
dll.
2. Konsep Sejarah PemikiranDari paparan di atas, sejarah
Pemikiran dapat bermakna dua. Pertama, sejarah pemikiran dalam
konteks kajian dan metodologi sejarah. Dalam kaitan ini sejarah
pemikiran berkaitan erat dengan filsafat sejarah, yang berarti
sejarah kritis. Kedua, sejarah pemikiran dalam konteks empirik
peristiwa-peristiwa masa lalu, yang direkonstruksi pada masa kini
dengan interpretasi, pemaknaan dan teorisasi . Contoh tentang
sejarah awal perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad s.a.w.Pada
umumnya, periode kenabian Muhammad s.a.w. dikategorikan ke dalam
dua periode: periode Mekah dan periode MadinahPeriode Mekah dapat
dimaknai sebagai periode penanaman dan pembinaan aqidah masyarakat
Arab. Sedangkan periode Madinah dapat dikatakan sebagai periode
pembinaan dan pengembangan umat (Islam, Yahudi, Kristen, Pagan,
Zoroaster, as-shabiin dst). Pembinaan dan pengembangan umat ini
merupakan implementasi ajaran aqidah dalam kehidupan
sosial-politik, ekonomi, dan kebudayaan. Melalui pembangunan sistem
sosial, politik, budaya dan ekonomi tersebut Nabi Muhammad
membangun masyarakat Madinah dan mendirikan negara Madinah.Asas
pembinaan dan pengembangan umat adalah: al-Quran dan al-Hadith,
yang nilai-nilainya diterjemahkan dalam Piagam Madinah , pengakuan
terhadap kebudayaan lokal Arab dan luar Arab yang tidak
bertentangan.Pembinaan umat lebih kepada pembentukan sistem
berdasarkan asas-asas tersebut.Sedangkan pengembangan umat lebih
kepada pemberdayaan umat dalam berbagai bidangnya, terutama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, berawal dari ilmu-ilmu keislaman. B.
Konsep Peradaban Islam1. Konsep Peradaban Para ahli antropologi
(antropolog), ahli sosiologi (sosiolog) dan ahli sejarah
(sejarawan) relatif berbeda dalam mendefinisikan makna dan konsep
peradaban. Demikian juga di antara mereka, khususnya para sosiolog
dari German dan Amerika cenderung membedakan konsep peradaban dan
kebudayaan. 2. Bagi kalangan antropolog, seperti E.B. Taylor,
peradaban berbeda dengan kebudayaan. Menurutnya, peradaban
bercirikan aneka ragam struktur sosial (bangsa) yang lebih
kompleks, sementara kebudayaan cenderung homogen dan berada dalam
masyarakat
yang lebih sempit( terbatas), sehingga terdapat istilah
kebudayaan primitif untuk menunjukkan sebuah masyarakat
primitif.Sedangkan peradaban umumnya digunakan bagi masyarakat yang
sudah modern atau berkembang dalam pelbagai aspeknya, sehingga
sering disebut istilah peradaban modern . Di sisi lain, sebuah
peradaban juga sering dikontraskan dengan barbarisme (brutalisme),
sehingga muncul istilah civilized people (masyarakat berperadaban)
dan primitive barbarism.
3. Bagi kalangan sosiolog Inggris dan Perancis, peradaban dan
kebudayaan relatif sama. Persamaan konsep keduanya telah
berlangsung sejak abad ke- 19 (modern), ketika Hegel pada tahun
1830 menggunakan kedua-duanya dalam makna yang sama.
4. Sementara bagi kalangan para pakar sosiologi German dan
Amerika, keduanya dimaknai secara berbeda. A. Tonnies (1992) dan
Alfred Weber misalnya peradaban diartikan sebagai kumpulan sains
(ilmu pengetahuan) praktis (terapan) dan teknik yang berkaitan erat
dengan alam. Sementara kebudayaan adalah rangkaian prinsip, nilai
dan ide (gagasan) yang normatif dalam dunia spirit. (Philip Baghby,
Culture & History : Prolegomena to the Comparative Study of
Civilization, Los Angles : University of Calipornia Press, 1963 h.
159-161).
5. Bagi kalangan ahli sosiologi lainnya, perbedaan antara
peradaban dan kebudayaan terletak pada cakupannya dan
kompleksitasnya. Peradaban merupakan kebudayaan yang berpusat di
bandar (kota), terdiri dari penduduk-penduduk kota yang heterogen,
sehingga ia lebih besar dan kompleks, bercirikan wujudnya
bangunan-bangunan megah, melahirkan nilai-nilai dan
institusi-institusi baru. Menurut Neil Cameron, bandar sebagai
salah-satu fenomena masyarakat berperadaban merupakan perwujudan
perkembangan berikutnya yang sebelumnya berawal dari masyarakat
pertanian (Kenneth Neil Cameron, Humanity and Society : A World
History, London : Indiana University Press, 1973, h. 47-53).
6. Jauh sebelum para ahli antropologi& sosiologi, Ibn
Khaldun, sebagai sejarawan pertama, yang memunculkan konsep
al-hadarah dan al-umran, menyebutkan bahwa sebuah peradaban
berhubungan erat dengan kerajaan (negara/al-daulah), kota
(madinah), menetap (mustauthin) dan bangunan-bangunan material
lainnya. Dari konsep Ibn Khaldun ini, berkembang konsep-konsep
peradaban yang lain, yang dikembangkan oleh Barat dan Timur.
7. Fernand Braudel misalnya mensyaratkan sebuah peradaban
memiliki empat aspek yang berbeda; geografi, masyarakat, ekonomi
dan pemikiran (cara berfikir). (Fernand Braudel, A History of
Civilizations (terj. Richard Mayne, (U.S.A. : Pinguin Books), h.
12-26.) .8.Sedangkan menurut Scweitzer peradaban merupakan kemajuan
yang diciptakan dan dicapai oleh manusia dalam pelbagai aspeknya
untuk tujuan kesempurnaan spiritual individu atau masyarakat
(Scweitzer, Dr., Civilization and Ethics, London : Adam Charles
Black, 1946, h.vii dan 7).
9. Dalam konteks kesejarahan, peradaban pada hakikatnya
merupakan suatu pola perkembangan dan kemajuan sebuah masyarakat
atau bangsa (negara), baik dalam bidang material maupun spiritual,
atau dalam pelbagai aspeknya (politik, sosial, budaya dan ekonomi).
Sehingga sebuah peradaban dapat dimaknai sebagai kemajuan-kemajuan
yang dicapai oleh suatu bangsa (negera) dalam pelbagai bidang
kehidupan, baik material maupun spiritual yang mempengaruhi sistem
sosial, budaya, politik dan ekonomi bagi bangsa tersebut maupun
bangsa-bangsa lainnya. 10. Peradaban pada uumnya memiliki
unsur-unsur penting berupa; agama,(kepercayaan),Wilayah (geografi),
kehidupan menetap (maden), Berpusat di kota (urban),
bangunan-bangunan fisik, dan nilai-nilai kebudayaan .
2. Peradaban IslamPeradaban Islam berasal dan lahir dari agama
Islam dalam konteks perkembangan sejarahnya sejak periode kenabian
hingga periode periode modern.Tauhid sebagai inti ajaran Islam
merupakan asas bagi peradaban Islam yang termanifestasikan dalam
politik, sosial, budaya da ekonomi. Perdadaban Islam merupakan
perdaban universal (dunia) dan bagian dari peradaban dunia.
Universalitas peradaban Islam dapat dipandang dari perspektif
tekstual ajaran Islam maupun kontekstual sosio-historis,
sosio-politik dan sosio-budayanya.
Periodisasi Peradaban IslamC. Priodisasi Peradaban Islam dalam
Konteks Sejarah Islam: Klasik, Pertengahan, Moderna. Periode
klasik; 622 M. 1258 M. (1 H. 6 H.), yaitu sejak masa kenabian
Muhammad s.a.w. di Madinah sampai masa akhir Daulah Abbasiyah
ketika diserang tentara Mongolia.Dengan demikian periode klasik
terdiri dari empat masa kekhalifahan Islam; masa kenabian
(al-nubuwah), masa al-Khulafa al-Rashidun (al-khilafah), masa
Daulah Bani Umayyah dan masa Daulah Abbasiyah (al-Mulk). (as-Suyuti
: Tarikh al-Khulafa : 10).
Periode KenabianInti periode kenabian Muhammad s.a.w. selama
lebih kurang 23 tahun adalahPertama transformasi teologis dari
teologi faganisme ke teologi tawhid (periode Mekah 13 tahun). Kedua
implementasi teologi tawhid dalam sistem hukum dan pemerintahan di
Madinah (periode Madinah 10 tahun).Maka masa kepemimpinan kenabian
Muhammad s.a.w. Kepemimpinan keagamaan berdasarkan wahyu yang
memadukan antara dunia dan akherat, material dan spiritual, politik
dan agama berdasarkan prinsip tauhid.
Periode KenabianTauhid menjadi spirit (ruh) dalam peradaban
Islam yang bersumber pada al-Quran sebagai wahyu Tuhan. Oleh karena
itu, al-Quran pada hakekatnya merupakan sumber peradaban Islam yang
bercirikan universalistik spiritualitas tauhid sebagai ajaran
pokoknya.Oleh karena itu, periode kenabin Muhammad s.a.w. merupakan
periode pertumbuhan dan awal pembentukan peradaban Islam, yang
ditandai dengan pembinaan aqidah, pembinaaan umat dan
pemberdayaannya.
Periode al-Khulafa al-RashidunPeriode al-Khulafa al-Rashidun
berlangsung selama 30 tahun, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad
s.a.w. bahwa kepemimpinan sesudahku (masa al-Khulafa al-rashidun)
berlangsung selama 30 tahun.Konsep KhalifahPemimpin umat dan negara
yang mengelola persoalan-persoalan kenegaraan (sosial politik) dan
keagamaan berdasarkan spirit wahyu al-Quran, Hadith Nabi s.a.w. dan
ijtihad.Sebagai pemimpin umat (agama) dan negara, seorang khalifah
seperti dinyatakan oleh Ibn Khaldun, ia bertanggungjawab memimpin
rakyatnya, mengelola persoalan dunia dan akherat sekaligus
berdasarkan ajaran Islam (Ibn Khaldun, Muqadimah, h.38).Dalam
konteks ini, maka seorang khalifah pada hakikatnya penerus
kepemimpinan kenabian yang tetap menjaga kesatuan agama dan
negara.
Periode al-Khulafa al-RashidunMaka masa kepemimpinan al-Khulafa
al-Rashidun pada hakekatnya melanjutkan misi penyebar-luasan Islam
(dakwah) di bawah sistem pemerintahan Islam.Dalam konteks sejarah
dan peradaban Islam, masa al-Khulafa al-Rashidun ini dapat
dikategorikan sebagai masa perkembangan Islam, yang ditandai oleh;
konsolidasi dalam negeri Madinah, perluasan wilayah kekuasaan Islam
ke luar Arab, pembangunan sistem administrasi dan militer
pelestarian mushaf al-Quran.
D. Periode Daulah-daulah Islam1. Periode Daulah Bani
UmayyahBermula sejak masa Khalifah (Raja) Muawiyah Bin Abu Sufyan
(41 60 H./662 680 M.) yang dicirikan oleh perubahan sistem
pemerintahan Islam secara turun temurun, pemilihan terbatas kepada
keluarga daulah, dan mulai memudarnya kesatuan agama dengan
negara.Masa Daulah Bani Umayyah berlangsung selama lebih kurang 91
tahun di Shiria (Suriah sekarang) di bawah kepemimpinan 14 khalifah
(raja).
Dalam konteks sejarah dan peradaban Islam, masa ini dapat
dikategorikan sebagai masa perluasan wilayah kekuasaan dan
konsolidasi politik Islam berdasarkan Arabisme.Keberhasilan dan
jasa terbesar Daulah Bani Umayyah di antaranya adalah 1) melakukan
perluasan wilayah Islam secara massive sampai ke tiga benua besar ;
Asia, Afrika dan Eropa. Asia meliputi Asia Barat, Asia Tengah, Asia
Selatan. Sedangkan benua Afrika lebih dominan Afrika Utara dan
Eropa meliputi Spanyol dan sebagian wilayah Romawi Timur. Dalam
konteks sejarah dan peradaban Islam, masa ini dapat dikategorikan
sebagai masa perluasan wilayah kekuasaan dan konsolidasi politik
Islam berdasarkan Arabisme.
Keberhasilan dan jasa terbesar Daulah Bani Umayyah di antaranya
adalah 1) melakukan perluasan wilayah Islam secara massive sampai
ke tiga benua besar ; Asia, Afrika dan Eropa. Asia meliputi Asia
Barat, Asia Tengah, Asia Selatan. Sedangkan benua Afrika lebih
dominan Afrika Utara dan Eropa meliputi Spanyol dan sebagian
wilayah Romawi Timur. Daulah Bani Umayyah juga berhasil dan berjasa
dengan perluasan wilayah Islam itu melakukan penyebar-luasan agama
Islam dan bahasa Arab. Penyebar-luasan Islam sampai ke tiga benua
menandai peradaban Islam sebagai peradaban dunia (universal) dan
penyebar-luasan bahasa Arab menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa
dunia.
A. Peradaban Material1. Pembangunan masjidPembangunan masjid
menjadi ciri dari tahapan perkembangan peradaban Islam. Sejak masa
Nabi Muhammad s.a.w. sampai dengan masa al-Khulafa al-Rashidun,
masjid selalu menjadi ciri dalam tahapan perkembangan peradaban
Islam. Nabi Muhammad s.a.w. Membangunmasjid di Madinah, demikian
juga Khalifah Abu Bakar Siddiq r.a.Amir al-Muminin Umar Bin Khattab
r.a. Membangun masjid di Palestina yang dikenal dengan Masjid Umar
Bin Khattab r.a. Khalifah Uthman r.a. Merenovasi Masjid Nabawi di
Madinah, dengan memperluas dan membangun dasarnnya dari marmer.
Khalifah Ali Bin Abu Talib r.a. Juga membangun masjid di Kufah
pusat pemerintahannyaDan Daulah Bani Umayyah membangun masjid Bani
Umayyah di Damaskus, Shiria.Masjid Bani Umayyah ini dibangun pada
masa Khalifah al-Walid Bin Abdul Malik (86 96 H.), yang sampai
sekarang masjid itu masih tetap eksis sebagai simbol kemegahan
peradaban Islam masa lalu. Jika melihat rancang bangun (design)nya,
gaya bangunan masjid itu ada perpaduan antara gaya bangunan Arab
dan Eropa (khususnya Romawi).Pembangunan masjid juga dilakukan di
beberapa provinsi kerajaan, seperti pembangunan masjid Amr Bin Ash
di Mesir. Pembangunan Jalan-jalan raya dan sarana umum. Ini juga
dilakukan dan banyak dikembangkan pada masa Khalifah al-Walid Bin
Abdul Malik (86 H. 96 H.).3. Pembangunan Armada LautPembangunan
armada laut sebenarnya telah dilakukan semenjak Khalifa Uthman Bin
Affan r.a. atas usul dan saran dari Muawiyah Bin Abu Sufyan.
Kemudian ia dikembangkan pada masa Daulah Bani Umayyah, masa
Khalifah Muawiyah Bin Abu Sufyan (41 60 H/662 680 M.).
Pembangunan Armada laut ini dimaksudkan untuk mengembangkan
perluasan wilayah Islam dan hubungan laur negeri daulah Islam
dengan kerajaan dan bangsa lain. Dengan armada laut pula, perluasan
wilayah Islam dapat sampai ke Afrika, Eropa dan Asia. Masuknya
Islam ke Eropa, Spanyol, melalui jalur Afrika juga dilakukan dengan
menggunakan jalur armada laut, pada masa Khalifah Yazid Bin
Muawiyah, dipimpin oleh seorang panglima perang Tariq Bin Ziyad di
bawah Gubernur Afrika Musa Bin Nasr. Dengan Armada Laut ini juga
diyakini pada masa Daulah bani Umayyah, pasukan perluasan Islam
sampai di Nusantara, termasuk Indonesia, khususnya wilayah
Sumatra.Pada masa Khalifah bani Umayyah, pemerintahan provinsi di
wilayah kekuasaan Islam mencapai 19 provinsi, yang masing-masing
wilayah/beberapa wilayah di bawah kepemimpinan seorang gubernur
(al-wali). Ke-19 provinsi itu meliputi; Mekah al-Mukarromah,
Madinah al-Munawarah, Palestina, Bahrain, Mesir, Afrika (Utara),
Kufah, Armenia dan Azerbaizan, Maushul, Tabaristan&Jurzan,
Damaskus, Himsh, Bashrah, Khurasan, Sajastan, Karman, Sind (India),
Ray (Qazrawain) dan Yaman.
Masing-masing wilayah provinsi tersebut memiliki kota yang
berkembang, baik karena dibangun dan dikembangkan oleh gubernurnya,
maupun karena faktor historis, yang mana kota-kota tersebut telah
menjadi pusat peradaban sebelumnya. Tentu saja kota seperti di
Damaskus, Palestina dan Himsh, yang terletik di pusat pemerintahan
dan berdekatan dengan Ibu Kota Daulah Bani Umayyah menjadi kota
yang paling berkembang. Di wilayah-wilayah tersebut pula di bangun
beberapa istana daulah, oleh beberapa khalifah yang berbeda.
Kota-kota lama dan kuno, seperti Pustath di Mesir, Bashrah dan
Kufah di Iraq, Yaman di Arab selatan juga menjadi bagian kota
dengan tingkat perkembangan kebudayaan yang cukup pesat. Demikian
juga Mekah dan Madinah yang sebelumnya telah menjadi pusat
pemerintahan Islam merupakan dua kota Haram yang masih menjadi
pusat keilmuan Islam.Pembangunan dan perkembangan kota di
maisng-masing provinsi juga terjadi karena banyaknya penduduk yang
melakukan imigrasi atau emigrasi ke wilayah-wilayah yang menjadi
pusat pemerintahan daulah Islam, pusat penyebaran keilmuan dan
pusat kebudayaan dan penyebaran Islam.
2. Aspek Kebudayaana.Arabisme Penyebar-luasan Bahasa
ArabArabisme bermakna dua; Pertama, menjadikan bangsa Arab sebagai
bangsa pribumi, sehingga lebih diutamakan, dan bangsa non Arab
(al-mawali) menjadi bangsa nomor dua. Kedua, menjadikan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi daulah yang disosialisasikan ke masing-masing
wilayah provinsi, baik di Jazirah Arab maupun di luar Jazirah
Arab.
Dengan penerapan sistem Arabisme dalam pengertian kedua, maka
penyebar-luasan bahasa Arab melalui jalur sturktural atau politik
pemerintahan.Perpindahan wilayah dari Shiria (Timur) ke Andalusia
(Barat). Penyebar-luasan bahasa Arab melalui jalur budaya
(kultural)Penulisan literatur dan proses kodifikasi ilmu-ilmu awal,
baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu yang diadopsi dari
luar.Penerjemahan karya-karya dari luar, seperti karya-karya dari
Yunani dan Romawi ke dalam bahasa Arab, seperti yang dilakukan oleh
Khalid Bin Yazid pada masa Khalifah Yazid Bin MuawiyahPerkembangan
syair Arab yang dilakukan oleh para penyair khalifah atau orang
yang mendekati khalifah .B. Pengembangan Kebudayaan1. Aspek
SpiritualMasa Daulah Bani Umayyah menandai dominasi pembangunan
dalam bidang fisik dan perluasan wilayah kekuasaan Islam. Sistem
kerajaan yang dibangun oleh daulah tersebut telah memudarkan aspek
spiritualitas yang telah dibangun dan dikembangkan pada masa
al-Khulafa al-Rashidun. Nam demikian, bukan berarti masa Daulah
Bani Umayyah tidak mengembangkan spiritualitas dalam proses
peradabannya. Perluasan dan penyebaran Islam ke pelbagai daerah dan
wilayah luar Arab merupakan bagian dari implementasi spiritualitas
tawhid yang dikembangkannya.
Fungsi dan kedudukan masjid yang secara fisik dibangun pada masa
Khalifah al-Walid juga memiliki makna spiritualitas yang memadukan
antara aktifitas-aktifitas keagamaan dan sosial budaya yang
berkembang pada masanya. Masjid menjadi bagian inhern dalam
pengembangan spiritualitas Islam masa daulah tersebut.
Masa Daulah Abbasiyah 750 M. 1258 M.) Masa Daulah Abbasiyah
merupakan akhir periode Islam klasik. Dalam konteks sejarah
peradaban Islam, masa ini sering dikategorikan oleh sejarahwan
sebagai masa puncak kegemilangan peradaban Islam, sehingga disebut
juga the golden age. Kegemilangan masa daulah Abbasiyah ini
ditandai oleh kemajuan dalam bidang keilmuan dalam berbagai
bidangnya dan penemuan-penemuan yang menjadi dasar bagi ilmu
terapan dan teknologi. E.Periode Abad PertengahanA. Batasan Periode
PertengahanPeriode Pertengahan dimulai pasca jatuhnya Baghdad ke
tangan Mongolia (1258 M.) pada paroh kedua abad pertengahan.
Setelah Abbasiyah mengalami kemunduran (kehancuran) dan diinvasi
oleh Bangsa Mongolia, ada beberapa kerajaan Islam yang (masih)
berdiri, baik karena telah eksis sebelumnya, atau baru berdiri
setelah Baghdad mundur dan mengalami kehancuran.
Karakteristik Periode Pertengahan(1258 1700/1800Periode
kemunduran Islam, dalam politik, kemudian diikuti oleh kemunduran
dalam bidang kebudayaan, ekono, sosial dan ekonomi.Umat Islam
terpecah-pecek, mulai berkembang tarekat,praktek-praktek tasawuf
yang menyimpang Pintu ijtihad tertutup, umat Islam taqlid Fakta
internal a. Aspek Politikabad pertengahan dapat diasumsikan sebagai
abad perpecahan (split) umat Islam dalam bidang politik dan
pemerintahan. Indikatornya, banyak bermunculan kerajaan-kerajaan
kecil, baik yang berasal dari provinsi/wilayah kekuasaan Daulah
Islam sebelumnya (Daulah Abbasiyah) maupun karena berdiri sendiri
sebagai kerajaan baru.
Aspek Ilmu PengetahuanSejak abad ke-15 M., secara umum,
karya-karya dalam bidang keilmuan merupakan pengulangan dan
ringkasan dari karya-karya ulama abad klasik sebelumnya, sehingga
tidak terjadi perkembangan yang signifikan, kecuali yang dilakukan
oleh beberapa tokoh dan ilmuwan ternama, seperti Ibn Taymiyah dan
Ibn Khaldun. Di samping itu, mulai muncul ide dan wacana tentang
telah tertutufnya pintu ijtihad di kalangan umat Islam, sehingga
menjadikan keilmuan stagnan. Aspek Praktek
Keagamaan&TasawufTasawuf yang berkembang pada abad pertengahan
adalah tasawuf amali dan tarekat yang mayoritasnya menyimpang dari
keagamaan Islam, termasuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh sufi amali
dalam dunia Islam.
Fakta EksternalMenjelang abad pertengahan, terdapat beberapa
peristiwa dan fakta kesejarahan yang menyebabkan kelemahan dan
kemunduran umat Islam dalam aspek politik (pemerintahan)a. Perang
Salib, yang dilakukan oleh kelompok Nasrani Eropa, khususnya
Prancis dan negara tetangga lainnya,yang menyerang Umat Islam di
Timur Tengah, khususnya Palestina untuk merebut, Bait al-Maqdis,
Yerussalam. Perang ini dimulai sejak awal abad ke-11 M. (1046
M.).
Serangan dan invasi bangsa Mongolia ke Baghdad Iraq pada
pertengahan abad ke-13 M. Serangan ini menyebabkan Baghdad lemah
dan akhirnya jatuh ke tangan tentara Mongolia. Namun demikian,
wilayah-wilayah Islam lainnya, seperti Mesir, Syam (Syria) dan
Hijaz berada di bawah kepemiminan Kerajaan Mamalik (Mamluk).c.
Gerakan orientalisme, yang berlanjut pasca Perang Salib, meskipun
masih dalam bentuk gagasan, perencanaan dan pengorganisasian oleh
Barat (Eropa) untuk menjajah dan mnginvasi Timur dalam aspek
kebudayaan. Dalam kaitan ini.
Terdapat pertemuan rahasia antara bangsa Eropa dan para tokoh
Kristen di Viena untuk melakukan invasi pemikiran dan kebudayaan
Eropa (Barat) terhadap dunia-dunia Timur.d.Munculnya gerakan
kolonialisme Eropa terhadap dunia Timur, yang menjadi cikal-bakal
berdirinya nation-state. e. Munculnya gerakan renaisans
(renaissance), kebangkitan kembali, di Eropa, khususnya berawal
dari Florence, Italia, pada abad ke-15 M. dan 16 M. Kemunculan
renaisans ini ditandai oleh adanya pemisahan (dualisme) antara
peran gereja (agama) dan pemerintahan atau negara(dunia), serta
mulai melemahnya dominasi agama Kristen.
Metodologi Holistik dalam Kajian Sejarah Pemikiran
&Peradaban IslamMetodologi holistik dalam konteks SPPI bermakna
kajian sejarah dan peradaban Islam dengan menggunakan pendekatan
atau perspektif yang menyeluruh atau komprehensi dalam memahami
sejarah pemikiran dan peradaban Islam. Dalam praktiknya, ia juga
memiliki kaitan erat dengan pendekatan multidimensional atau
pendekatan kepelbagaian.Pelbagai disiplin keilmuan, seperti
sosiologi, antropologi, politik, psikologi, filsafat dan yang
lainnya. Teori-teori dari masing-masing disiplin ilmu tersebut juga
dapat digunakan sebagai alat analisis dalam memahami peristiwa masa
lalu umat Islam dalam konteks sejarah pemikiran dan peradaban
Islam.Demikian juga pendekatan keagamaan Islam, al-Quran dan As-Bab
al-Nuzulnya, hadith dan asbab al-wurudnya,(tauhid), teologi , dan
mistik Islam (tasawuf). Makna Penting Metodologi Holistik dalam
Kajian SPPIDi antara makna penting metodologi holistik adalah,1.
Memahami peristiwa sejarah pemikiran dan peradaban Islam secara
lebih komprehensif dan mendalam2. Memahami peristiwa-peristiwa
dalam sejarah dan peradaban Islam secara kontekstual bukan tekstual
dan memaknai aspek di balik peristiwa tersebut bukan dalam
kroologis peristiwanya.3. Memahami peristiwa dalam sejarah dan
peradaban Islam berdasarkan pada persoalannya. Jika persoalannya
persolan sosial, maka metodologi yang digunakannya adalah sosiologi
dan kerangka teori yang digunakan juga kerangka teori dalam
sosiologi.4. Merubah cara pandang dari cara pandang politics
oriented kepada cara pandang socio-culture oriented atau
civilization oriented.5. Membuka peluang cara pandang atau
perspektit alternatif untuk pengembangan dalam kajian SPPI Beberapa
contoh metodologi holistikSejarah awal kemunculan Islam di Mekah
dan awal perkembangannya di Madinah. Kedua persoalan ini bisa
dikaji dengan menggunakan pendekatan sosiologi seperti yang
dilakuakan oleh Ira Lapidus (Ira Lapidus, A History of Muslim
Societies) Bagaimana sosial-masyarakat Mekah dan Madinah, apa
persamaannya dan apa perbedaannya. Bagaiman struktur masyarakatnya
dan apa sistem sosial-politiknya? Untuk memahami masyarakat Mekah
dan Madinah juga dapat digunakan pendekatan antropologis
sebagaimana yang dilakukan oleh Phillip K.Hitty. (The Arabs)
Sedangkan untuk perkembangan Islamnya dapat digunakan kerangka
teori dalam ilmu antropologi evulusionisme atau pendekatan evolusi,
dengan fokus pada model perkembangan, tahapan-tahapnya dan
pengaruhnya baik terhadap Jazirah Arab maupun luar Arab. Dalam
peristiwa-peristiwa peperangan, pendekatan yang digunakan tidak
hanya pendekatan politik, tetapi juga pendekatan sosiologi dengan
kerangka teori konflik. Ia juga dapat dimaknai dalam konteks teori
peradaban (Ibn Khaldun). Kerangka teori transisi sosial dapat
digunakan dalam setiap fase pergantian periode kekuasaan yang
senantiasa menimbulkan instabilitas dalam sejarah, termasuk sejarah
dan peradaban Islam, seperti pergantian kepemimpinan dari Nabi
Muhammad s.a.w. ke al-Khulafa al-Rashidun, dari al-Khulafa
al-Rashidun ke masa Daulah Bani Umayyah dan dari Daulah Bani
Umayyah ke Daulah Abbasiyah.Pembahasan atau tema tentang perluasan
wilayah dapat dikaji dengan pendekatan antropologis melalui
kerangka teori difusi kebudayaan (persebaran kebudayaan).
Implementasi dapat dilakukan oleh guru/pendidik dan juga oleh siswa
Kognitif : Pengetahuan sejarah sebagai wawasan masa lalu yang
relevan untuk masa kini dan masa depanAfektif : Sikap; menentang
sistem faganisme, mengapreiasi ketauhidan, haterogenitas dan
keajemukan PsikomotorikTeoritis-Konseptual;Pendidikan Islam masa
Nabi menegaskan bahwa dalam proses pendidikan aspek kejiwaan atau
pendewasaan jiwa dengan nilai-nilai tauhid menjadi pondasi bagi
pendidikan IslamPendidikan akhlaq menjadi bagian utama dalam
pengembangan pendidikan karakterPembinaan masyarakat yang heterogen
di Madinah menjadi model bagi kultur multicultural dalam dunia
modernIimplementasi Pendidikan Sejarah dan Peradaban Islam dalam
Dunia PendidikanAspek MetodologisKebijakan dan kebijaksanaan
(wisdom) dalam proses pendidikan anak Metode demonstrasiMetode
animasi/ drama/pembuatan sinetron IslamiPengembangan Nilai-Nilai
Sejarah dan Peradaban Islam dalam Pendidikan Bagi Peserta
DidikRuang Lingkup peradaban dalam Islam jika dikongkritkan,
terdapat dalam bidang politik (pemerintahan, kekuasaan dan
birokrasi), sosial (kelompok, masyarakat sistem dan strukur
sosial), budaya/kebudayaan dan ekonomi.Sejak masa klasik hingga
modern, peradaban Islam bersifat holistik dan universal. Keduanya
dibangun oleh tauhid yang menjadi asas dan ruh dari peradaban Islam
itu sendiri. Maka, bagaimana nilai-nilai peradaban yang berasas
dari tauhid itu dan tercakup dalam ke-empat aspek tersebut
(politik, sosial, budaya dan ekonomi).
Sebelum menjelaskan tentang nilai-nilai peradaban Islam, perlu
dijelaskan terlebih dahulu konsep nilai. Beberapa konsep nilai
dapat diringkaskan dalam beberapa devinisi berikut;
1. Nilai adalah suatu penghargaan, kualitas terhadap sesuatu hal
yang dapat dijadikan penentu tingkah-laku seseorang, karena sesuatu
itu;PeasentSatisfiyingUsefulProfitableBelief system 2. Standar
perilaku atau standar penuntun bagi seseorang agar berbuat terarah,
indah, baik, efisian, berharga, benar, adil (Djahari, 1985 : 20).
3. Dalam filsafat nilai merujuk kepada makna keberhargaan (worth)
atau kebaikan (goodness).4. Sifat atau kualitas yang melekat pada
suatu benda atau sesuatu yang lain. Ia menjadi suatu kenyataan yang
tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lainnya.5. gagasan-gagasan
individu mengenai apa yang benar (kebenaran), baik atau ideal.Pada
umumnya nilai melekat pada diri individu atau kelompok organisasi
dari perilaku yang mereka cerminkan.
6. Menurut Cheng (1955), NILAI ADALAH LANDASAN atau motivasi
dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.7. Gagasan-gagasan,
konsep dan ide tentang sesuatu yang dipandang prinsip dan penting
oleh sesorang dalm hidup. Maka nilai-nilai peradaban Islam dari
sisi cakupannya meliputi nilai agama, cakupannya; aqidah, syariah,
akhlaq (implementasinya seperti dalam kepribadian, ketaatan,
kejujuran)nilai budaya; nilai dalam pendidikan, seni (keindahan),
sastera (kemanusiaan) intelektual,sastera seni budaya dll. Nilai
sosial; apresiasi terhadap keberagaman, suka menolong dan membantu
sesama, tenggang rasa, menghargai perbedaan
Nialai ekonomi; berorientasi keuntungan (profit), kesahajaan
(hemat dan sederhana)