-
Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi Oleh: Ryan Rakhmat
Setiadi
(ryanrakhmats.wordpress.com)
Kalau kita berbicara mengenai teknologi terdepan untuk bangunan
tahan gempa, seismic
isolation merupakan topik yang sangat menarik. Seismic isolation
berangkat dari prinsif untuk
men-isolasi pergerakan tanah terhadap struktur diatasnya,
sehingga energi dari tanah diserap
oleh element yang lebih lemah terhadap pergerakan dan mampu
menyerap energi dengan
hysteretic yang lebih baik. Energi yang tersisa dan diterima
oleh struktur sudah jauh lebih kecil
sehingga mengurangi kerusakan yang besar. Hal ini berlawanan
dengan konsep perencanaan
tahan gempa pada struktur konvensional (tanpa seismic isolation)
dimana energi dari tanah
diserap oleh struktur yang sebagian besar diredam melalui
mekanisme kerusakan struktur
(sendi plastis).
Gambar 1. Bangunan Konvensional (kiri) dan Bangunan Dengan
Seismic isolation (Kanan)
Kontroversi Seismic Isolation Untuk Bangunan Tinggi
Untuk aplikasi seismic isolation untuk bangunan tinggi, sampai
saat ini masih banyak
perdebatan di kalangan insinyur perencana bangunan mengenai
apakah seismic isolation cukup
efektif untuk bangunan tinggi. Pihak yang pesimis umumnya
beranggapan bahwa bangunan
tinggi sudah memiliki periode yang tinggi, sehingga peningkatan
flexibilitas struktur dengan
menambah seismic isolation tidak akan cukup efektif lagi
mengurangi nilai base shear. Menurut
penulis, pemikiran ini terlalu men-simplifikasi konsep dinamika
struktur.
-
Setidaknya ada tiga variable yang perlu diperhatikan sebelum
kita bisa men-justifikasi renspon
elastik struktur, yaitu adalah periode getar, bentuk pergerakan
mode dominan, dan partisipasi
massa bangunan untuk tiap tiap mode. Insinyur tidak bisa hanya
memperhatikan periode
getar yang dihubungkan dengan base shear dan menyimpulkan
efektifitas respon dinamik
struktur dengan seismic isolation. Seismic isolation juga
merubah bentuk pergerakan mode
(mode shape) menjadi berbentuk rigid motion pada superstruktur
di fundamental mode. Hal ini
mencerminkan respon deformasi bangunan dimana terlihat bahwa
pergerakan rigid motion
pada superstruktur akan mereduksi drift secara signifikan. Nilai
drift tersebut sangat erat
kaitannya dengan kerusakan struktur dibandingkan dengan nilai
base shear.
Namun semakin tinggi pengaruh higher mode, pergerakan
superstruktur akan semakin
membesar sehingga efektifitas seismic isolation juga berkurang.
Untuk meng-evaluasi pengaruh
higher mode, insinyur dapat melihat nilai partisipasi massa pada
fundamental mode dimana
semakin tinggi nilai partisipasi massa pada fundamental mode,
semakin rendah pengaruh dari
higher mode. Nilai partisipasi massa pada fundamental mode untuk
struktur dengan seismic
isolation dianjurkan diatas 85 % sehingga efektifitasnya baik.
Ada beberapa teknik untuk
mengurangi pengaruh higher mode dan yang paling sering dilakukan
adalah dengan
memperkaku bangunan superstruktur.
-
Seismic Isolation Pada Bangunan Tinggi di Beberapa Negara
Di beberapa Negara di dunia sudah menggunakan seismic isolation
untuk bangunan tinggi
(termasuk Indonesia), Jepang adalah Negara yang paling sering
menggunakan seismic isolation
untuk bangunan tinggi. Beberapa proyek bangunan dengan seismic
isolation ditunjukkan oleh
gambar gambar berikut :
Gambar 2. Capital Mark Tower (Jepang) dan Los Angeles City Hall
(USA)
-
Gambar 3. Gudang Garam Tower dan Puri Matahari Tower PT. Davy
Sukamta Konsultan
(Indonesia)
-
Gambar 4. Nunoa Capital Building- Chile
(Rene Lagos Engineers and Ruben Boroschek & Assoc)
Studi Kasus Performance Seismic Isolation Untuk Bangunan
Tinggi
Untuk performance seismic isolation sudah dibuktikan melalui
gempa Tohoku di Jepang pada
tahun 2011, salah satu kasusnya adalah Tokyo Tech J2-Building
(Matsuda, Kasai, and Sato).
-
Gambar 5. Tokyo Tech J2-Building Structural System
Gambar 6. Lokasi Sensor acceleration di Tokyo Tech
J2-Building
-
Pada papernya, Matsuda et al mengolah data recorded acceleration
untuk lantai lantai
tertentu dari hasil respon pergerakan Tokyo Tech J2-Building
pada saat gempa Tohoku 2011.
Lalu mereka melakukan analisa transfer function untuk
mendapatkan nilai natural frekuensi,
damping rasio, dan modal participation vector. Nilai nilai ini
digunakan untuk melakukan back
analysis dan mendapatkan respon kembali dari struktur. Respon
ini kembali dicocokkan dengan
recorded motion. Hasilnya bisa dilihat di grafik berikut ini
:
Gambar 7. Pencocokan Kurva Respon dari Hasil Analisa Modal untuk
property Struktur dari
Analisis Transfer Function
Setelah dirasa datanya cocok, data property modal struktur
diubah untuk menghilangkan efek
dari seismic isolation lalu mencari responnya. Hasil akhir
dibandingkan sehingga bisa
didapatkan efektivitas dari penggunaan seismic isolation.
-
Gambar 8. Perbandingan Respon Percepatan dan Deformasi dari
Recorded Data (Untuk Kasus
Bangunan dengan Seismic Isolation) dan Simulasi Modal dari Data
Transfer Function (Untuk
Kasus Bangunan Tidak Menggunakan Seismic Isolation)
Terlihat dari gambar 8 bahwa seismic isolation pada Tokyo Tech
J2-Building mengurangi respon
percepatan hingga setengahnya. Hasil ini men-konfirmasi
efektivitas seismic isolation untu
bangunan tinggi.
Untuk tambahan penjelasan pembaca bisa melihat di
journals/tulisan berikut :
- PT. Davysukamta & Partners - Base Isolation System, Part
3: Case Studies
- Matsuda, K. Kasai, K. Yamagiwa, H. Sato, D. - Recorded
Responses of a Tall Base-
Isolated Building, 2012
- Masahiko Higashino (Author), Shin Okamoto (Author), Response
Control and Seismic Isolation of Buildings (Cib Proceedings),
2006
- Komuro, T. Nishikawa, Y. Kimura, Y. Isshiki, Y. - Development
and Realization of Base
Isolation System for High-Rise Buildings, 2004
-
Tambahan (11-04-2015)
Ada paper menarik dari Mineo Takayama & Keiko Morita Seismic
Response Analysis of
Seismically Isolated Buildings using Observed Records due to
2011 Tohoku Earthquake. Pada
papernya mereka menunjukkan recorded acceleration pada building
yang menggunakan sesmic
isolation saat gempa Tohoku 2011 terjadi.
Pada tabel diatas terlihat untuk bangunan tinggi yang
menggunakan seismic isolation terjadi
pengurangan percepatan yang cukup besar. Hal ini dilihat dari
rasio percepatan di ground dan di
lantai pertama. Percepatan di ground menunjukkan percepatan
gempa di tanah sementara
percepatan di lantai 1 menunjukkan nilai percepatan setelah
energi gempa di redam oleh
isolation. Pada tabel di atas terlihat terjadi penurunan
percepatan dari ground ke lantai satu oleh
-
seismic isolation. Khusus untuk apartemen 36 lantai di tokyo
(kotak biru) terjadi amplifikasi
percepatan dari ground ke lantai 1, dimana ini menurut penulis
adalah akibat dari nilai
percepatan di ground yang rendah (129 gal = 0.13 g) sehingga
lead rubber bearing masih dalam
initial stiffness (range elastik) dan belum efektif men-disipasi
energi gempa.
Grafik diatas menunjukkan efektifitas seismic isolation selama
gempa Tohoku 2011. Terlihat
bahwa seismic isolation sangat efektif mengurangi percepatan
dari ground ke lantai bangunan.
Untuk percepatan rendah (< 200 gal) maka seismic isolation
masih dalam range elastik dan
masih terjadi amplifikasi percepatan. Initial stiffness yang
tinggi pada seismic isolation
diperlukan agar simpangan pada seismic isolation tidak besar
untuk gaya gaya lateral service
(misal wind load).
Reference :
- Mineo Takayama & Keiko Morita Seismic Response Analysis of
Seismically Isolated
Buildings using Observed Records due to 2011 Tohoku Earthquake,
WCEE 2012.
( http://www.iitk.ac.in/nicee/wcee/article/WCEE2012_0403.pdf
)