Top Banner
1 Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah : Sebuah Hasil Sementara Gravity-Driven Sedimentation Processes at Lower Kebo Formation, Mojosari, Bayat, Central Java : A Preliminary Result Salahuddin 1 dan Ramadan Sari 2 Jurusan Teknik Geologi FT UGM, Yogyakarta Sari Formasi Kebo di daerah Mojosari Trembono, Bayat, Klaten, memiliki makna stratigrafi yang unik. Lokasi tersebut menyingkapkan bagian terbawah dari Formasi Kebo, yang merupakan awal dari sekuen volkanisme ‘Andesit Tua’ Oligo-Miosen pulau Jawa. Struktur sedimen terpicu gaya-berat dengan mekanisme luncuran dan nendatan banyak dijumpai di bagiah bawah Formasi Kebo di daerah Mojosari, Bayat, mengindikasikan adanya gangguan stabilitas lereng cekungan pengendapan secara lokal ketika proses sedimentasi berlangsung. Mekanisme sedimentasi demikian menyebabkan banyaknya bongkah batuan asing bercampur dalam massa batuan dasar. Diantara jenis litologi bongkah yang dijumpai antara lain konglomerat kuarsit dan batugamping nummulitik, menunjukkan bahwa Formasi Kebo memiliki kontak langsung secara tidak selaras dengan Formasi Wungkal-Gamping dibawahnya. Dijumpai pula sebaran bongkah lava andesit basal dengan struktur bantal, mengindikasikan lingkungan sedimentasi terjadi di laut dalam. Kehadiran intrusi graodiorit di daerah Mojosari serta kandungan tuf dalam massa batuan dasar menunjukkan bahwa volkanisme ‘Andesit Tua” tidak sepenuhnya dihasilkan dari magma berkomposisi menengah. Setidaknya data-data tersebut mengindikasikan adanya kehadiran magma asam di awal sekuen ‘Andesit Tua’. Secara struktur, batuan Formasi Kebo di daerah Mojosari mengalami pensesaran anjak dan lipatan yang berasosiasi dengannya, menunjukkan kemungkinan adanya struktur kompresif pernah bekerja dalam pengangkatan Pegunungan Baturagung, sebagaimana yang diduga oleh beberapa peneliti terdahulu (Bothe, 1929; Pannekoek, 1949; Van Bemmelen, 1949; Pramumijoyo et al., 2004; Hall et al., 2007; dan Husein et al., 2008). Latar Belakang Formasi Kebo dalam stratigrafi Pegunungan Selatan menempati peran yang unik. Formasi Kebo diduga berumur Oligosen Akhir Miosen Awal dan tersusun atas endapan klastika gunungapi pada lingkungan laut. Formasi ini dianggap menumpang secara tidak selaras, meski di lapangan tidak pernah dijumpai secara langsung, diatas Formasi Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Tengah hingga Oligosen Awal yang tersusun oleh batuan karbonat dan klastika endapan lingkungan transisi. Menutupi Formasi Kebo secara selaras adalah Formasi Butak yang juga tersusun oleh endapan klastika gunungapi dasar laut, dan selanjutnya berturut-turut disusul oleh Formasi Semilir dan Formasi Nglanggeran 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi FT UGM, email: [email protected] 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi FT UGM Angkatan 2008
14

Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

May 17, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

1

Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat

di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

: Sebuah Hasil Sementara

Gravity-Driven Sedimentation Processes

at Lower Kebo Formation, Mojosari, Bayat, Central Java

: A Preliminary Result

Salahuddin1 dan Ramadan Sari

2

Jurusan Teknik Geologi FT UGM, Yogyakarta

Sari

Formasi Kebo di daerah Mojosari – Trembono, Bayat, Klaten, memiliki makna

stratigrafi yang unik. Lokasi tersebut menyingkapkan bagian terbawah dari Formasi Kebo,

yang merupakan awal dari sekuen volkanisme ‘Andesit Tua’ Oligo-Miosen pulau Jawa.

Struktur sedimen terpicu gaya-berat dengan mekanisme luncuran dan nendatan banyak

dijumpai di bagiah bawah Formasi Kebo di daerah Mojosari, Bayat, mengindikasikan

adanya gangguan stabilitas lereng cekungan pengendapan secara lokal ketika proses

sedimentasi berlangsung. Mekanisme sedimentasi demikian menyebabkan banyaknya

bongkah batuan asing bercampur dalam massa batuan dasar.

Diantara jenis litologi bongkah yang dijumpai antara lain konglomerat kuarsit dan

batugamping nummulitik, menunjukkan bahwa Formasi Kebo memiliki kontak langsung

secara tidak selaras dengan Formasi Wungkal-Gamping dibawahnya. Dijumpai pula

sebaran bongkah lava andesit basal dengan struktur bantal, mengindikasikan lingkungan

sedimentasi terjadi di laut dalam.

Kehadiran intrusi graodiorit di daerah Mojosari serta kandungan tuf dalam massa

batuan dasar menunjukkan bahwa volkanisme ‘Andesit Tua” tidak sepenuhnya dihasilkan

dari magma berkomposisi menengah. Setidaknya data-data tersebut mengindikasikan

adanya kehadiran magma asam di awal sekuen ‘Andesit Tua’.

Secara struktur, batuan Formasi Kebo di daerah Mojosari mengalami pensesaran

anjak dan lipatan yang berasosiasi dengannya, menunjukkan kemungkinan adanya struktur

kompresif pernah bekerja dalam pengangkatan Pegunungan Baturagung, sebagaimana

yang diduga oleh beberapa peneliti terdahulu (Bothe, 1929; Pannekoek, 1949; Van

Bemmelen, 1949; Pramumijoyo et al., 2004; Hall et al., 2007; dan Husein et al., 2008).

Latar Belakang

Formasi Kebo dalam stratigrafi Pegunungan Selatan menempati peran yang unik.

Formasi Kebo diduga berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal dan tersusun atas endapan

klastika gunungapi pada lingkungan laut. Formasi ini dianggap menumpang secara tidak

selaras, meski di lapangan tidak pernah dijumpai secara langsung, diatas Formasi

Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Tengah hingga Oligosen Awal yang tersusun oleh

batuan karbonat dan klastika endapan lingkungan transisi. Menutupi Formasi Kebo secara

selaras adalah Formasi Butak yang juga tersusun oleh endapan klastika gunungapi dasar

laut, dan selanjutnya berturut-turut disusul oleh Formasi Semilir dan Formasi Nglanggeran

1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi FT UGM, email: [email protected] 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi FT UGM Angkatan 2008

Page 2: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

2

dengan karakter volkanik yang semakin kuat hingga ke Kala Miosen Tengah, untuk

kemudian digantikan oleh dominasi endapan terumbu dan klastik karbonat pada formasi

Oyo, Wonosari, hingga Kepek. Secara tradisional, formasi Kebo, Butak, Semilir, dan

Nglanggeran dikelompokkan sebagai bagian dari Formasi Andesit Tua (Van Bemmelen,

1949). Sebagai awal dari dominasi endapan volkanik, Formasi Kebo memegang kunci

dalam memahami dinamika sedimentasi dan volkanisme di Pegunungan Selatan, terutama

di awal aktifnya volkanisme Andesit Tua.

Di daerah Bayat, Klaten, Formasi Kebo tersingkap cukup baik di daerah yang

bermorfologi perbukitan landai, pada lereng utara Pegunungan Baturagung. Dari peneliti

terdahulu, endapan klastika gunungapi Formasi Kebo cenderung memiliki struktur sedimen

berasosiasi dengan lingkungan pengendapan laut dalam (Surono, 2008). Di beberapa

tempat, formasi ini beraososiasi dengan batuan beku basal dengan genesa yang berbeda-

beda. Di Nampurejo, dijumpai lava bantal berumur Oligosen Awal (Soesilo, 2003),

sedangkan di daerah Tegalrejo dijumpai sebagai retas (dyke) berumur Miosen Awal

(Soeria-Atmadja drr., 1994). Kehadiran lava bantal Nampurejo diduga menjadi bagian

dasar dari Formasi Kebo, meskipun antara keduanya kemungkinan besar bersifat tidak

selaras karena perbedaan umur yang cukup jauh (Surono, 2008).

Spekulasi akan kehadiran lava bantal Nampurejo sebagai awal dari aktivitas

volkanisme Andesit Tua tampaknya kurang didukung oleh data lapangan yang cukup kuat.

Lava Nampurejo tidak dijumpai di bagian paling bawah Formasi Kebo. Sebaran lava

bersifat terkumpul dan dikelilingi oleh batuan klastika gunungapi Formasi Kebo yang

sangat terdeformasi, dicirikan oleh kedudukan perlapisan yang relatif tidak teratur dengan

kemiringan yang besar. Selain itu, Formasi Kebo bagian bawah juga menunjukkan

tingginya intensitas deformasi sin-sedimentasi berupa banyaknya kehadiran struktur

nedatan. Fakta-fakta tersebut mengindikasikan bahwa kehadiran lava bantal Nampurejo

dapat saja bersifat alochton dan ditransportasikan ke lingkungan pengendapan Formasi

Kebo baik secara sedimenter ataupun tektonik.

Selama ini, sebaran batuan Formasi Kebo di daerah Mojosari juga mengundang

perhatian dari geometri kedudukan perlapisannya. Di beberapa tempat dijumpai adanya

perlapisan dengan kedudukan kemiringan yang besar dan hampir tegak. Bothe (1929) dan

Van Bemmelen (1949) menginterpretasikan kehadiran antiklin dengan sumbu yang

memanjang relatif berarah timur-barat melewati daerah Mojosari (dibawah permukaan)

dengan adanya bukti sesar naik di bagian utara Mojosari. Kedua peneliti tersebut menduga

terbentuknya lipatan dan sesar naik Mojosari terkait dengan pengangkatan Pegunungan

Selatan di Pleistosen Tengah.

Penelitian ini dibiayai oleh Jurusan Teknik Geologi FT UGM dan dilaksanakan

semenjak Bulan Mei 2011.

Maksud dan Tujuan Penelitian

Mencermati kondisi geologi demikian, penelitian ini dilaksanakan untuk

mengetahui secara terperinci susunan batuan dan proses sedimentasi Formasi Kebo bagian

bawah dan konfigurasi serta mekanisme struktur geologi yang mengontrol penyebaran

formasi tersebut. Dengan demikian, kondisi geologi yang berkembang selama

pengendapan Formasi Kebo bagian bawah dapat dipahami dengan lebih baik, berikut

sebaran geologi struktur yang menentukan distribusi batuan di permukaan serta morfologi

saat ini.

Page 3: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

3

Geologi Daerah Penelitian

Nama Kebo Beds diperkenalkan pertamakali oleh Bothe (1929). Dalam

perkembangan ilmu geologi di Mandala Pegunungan Selatan, Formasi Kebo ini dianggap

penting karena merupakan awal dari peningkatan kegiatan gunung api di Jawa bagian

tengah (Surono, 2008).

Formasi Kebo tersebar di bagian lereng utara Pegunungan Baturagung, sepanjang

sekitar 20 km (Gambar 1), mulai dari Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah,

ke barat sampai Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kontak antara Formasi Kebo dengan satuan yang mengalasinya tidak pernah ditemukan,

sehingga hubungannya dengan satuan yang lebih tua di pegunungan ini tidak diketahui

dengan pasti.

(Surono, 2008) Gambar 1. Peta geologi Pegunungan Baturagung dan Perbukitan Jiwo (Surono, 2008, dengan perubahan).

Kotak hitam adalah daerah penelitian.

Bothe (1929) memerinci bagian bawah formasi ini sebagai Kebo Beds yang terdiri

atas serpih, batupasir, konglomerat halus, dengan sisipan retas-lempeng (sill) diabas. Kebo

Beds mempunyai lokasi tipe di Gunung Kebo.

Pada jalur pengamatan stratigrafi di bagian timur, Surono (2008) menguraikan

bahwa Formasi Kebo didominasi oleh batuan klastika, berupa merupakan perselingan

antara batupasir dan batupasir kerikilan, dengan sisipan batulanau, batulempung, tuf, dan

serpih. Sebagian dari batupasir dan batulempung bersifat gampingan dan setempat

ditemukan konglomerat dan breksi polimik. Bagian tengah formasi ini didominasi oleh

batupasir kerikilan. Secara setempat di bagian bawah dijumpai lava bantal dengan

komposisi basal, yang berselingan dengan batupasir vulkanis berwarna hitam pekat. Lava

bantal ini dinamai Anggota Nampurejo oleh Samodra dan Sutisna (1997), atau belakangan

disebut Anggota Santren oleh Smyth (2005).

Umur Formasi Kebo bervariasi dari beberapa peneliti. Formasi ini diduga

terbentuk antara Miosen Awal – Miosen Tengah (Bothe, 1929; Surono drr., 2006) atau

Oligosen Akhir – Miosen Awal (Sumarso dan Ismoyowati, 1975; Rahardjo, 2007).

Demikian pula untuk penentuan umur secara mutlak. Lava bantal Nampurejo menunjukkan

umur 33,15 – 31,29 juta tahun atau Oligosen Awal (Soesilo, 2003), retas Tegalrejo

menunjukkan umur 24,9 – 23,6 atau Miosen Awal (Soeria-Atmadja drr., 1994), kristal tuf

Santren menunjukkan umur 25,7 – 17,4 atau Miosen Awal (Smyth, 2005).

Ditemukannya lava bantal, bioturbasi, fosil koral, dan foraminifera di dalam

Formasi Kebo, menunjukkan bahwa formasi ini diendapkan pada lingkungan laut. Lava

bantal umumnya terbentuk pada dasar laut dalam. Ketebalan air laut di atasnya cukup kuat

Page 4: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

4

untuk menekan aliran lava panas sehingga membentuk struktur seperti bantal. Struktur

sedimen yang ditemukan dalam Formasi Kebo berupa perlapisan bersusunan normal,

perarian sejajar, gerusan (scour) dan perarian bergelombang, serta penendatan (slump).

Sebagian besar struktur sedimen tersebut menunjukkan adanya pengaruh gaya berat dalam

transportasi sedimen.

Surono (2008) lebih lanjut membagi fasies sedimentasi laut dalam Formasi Kebo

dengan merujuk kepada klasifikasi Mutti (1992), bahwa bagian bawah Formasi Kebo

umumnya mempunyai fasies yang didominasi oleh fasies distal, dan berubah secara

berangsur ke arah atas dengan dominasi fasies proximal.

Hipotesis

Formasi Kebo dicirikan oleh endapan klastika gunungapi dasarlaut dari tipe magma

dengan komposisi intermediate-asam.

Kehadiran lava bantal secara lokal dengan komposisi basal bersifat alokhton dan

ditempatkan dengan proses sedimentasi gaya-berat.

Stuktur sedimen nendatan dengan material bongkah berasosiasi dengan Formasi

Wungkal-Gamping mengindikasikan adanya kontak langsung antara Formasi Kebo

dengan formasi yang mengalasinya.

A. Rejim tektonik yang pada saat pengangkatan bagian bawah Formasi Kebo di daerah

Mojosari adalah bersifat kompresif dan terkait dengan pengangkatan Pegunungan

Baturagung secara keseluruhan.

Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan dengan jumlah dan kualitas data yang optimum serta

menggunakan waktu penelitian secara efektif, metode penelitian yang dipilih adalah

pemetaan geologi rinci dengan skala 1:12500 dan pembuatan penampang stratigrafi terukur

secara terperinci dengan skala 1:100, pengambilan contoh batuan terpilih di lapangan dan

analisis laboratorium.

Penampang stratigrafi, yang dibuat berdasarkan hasil pemerian dan pengukuran di

lapangan, dibuat untuk mengetahui secara tepat proses sedimentasi selama pengendapan

Formasi Kebo bagian bawah dari waktu ke waktu (kaidah ilmu sedimentologi proses3).

Dari penampang stratigrafi tersebut kemudian dilakukan pengelompokkan fasies

sedimenter untuk membangun unit-unit litofasies (analisis litostratigrafi4) yang

tergabungkan berdasarkan kesamaan ciri fisik dari proses dan lingkungan sedimentasi yang

sama.

Pembuatan peta geologi terperinci digunakan untuk mengetahui penyebaran seluruh

batuan secara lateral, diperoleh dari interpolasi jalur stratigrafi terukur dengan cara korelasi

unit-unit litofasies dan mengurutkannya mengikuti kaidah hukum V terhadap perpotongan

topografi5. Dari peta tersebut, didapatkan gambaran 3 dimensi terhadap hubungan

keruangan dan stratigrafi antar unit litologi. Dengan ditambahkan data-data struktur

3 Ulasan lebih lanjut tentang metodologi Sedimentologi Proses diulas secara bernas oleh Shanmugam (2006),

Deep-Water Processes and Facies Models: Implications for Sandstone Petroleum Reservoirs, Handbook of

Petroleum Exploration and Production no. 5; hal 9-17. 4 Kajian litostratigrafi diringkas oleh Boggs (2006), Principles of Sedimentology and Stratigraphy, 4th ed.,

hal. 421-427. 5 Penarikan batas unit litologi harus mengikuti Hukum V, yang diulas oleh Ragan (1973), Structural

Geology, an Introduction to Geometrical Techniques, 2nd ed., John Wiley & Sons, New York, hal 15-20.

Page 5: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

5

geologi yang diukur selama melakukan lintasan-lintasan stratigrafi, maka peran struktur

dapat dijabarkan dalam penyebaran batuan serta pembentukan morfologi daerah penelitian.

Hasil

Pemetaan geologi di daerah Mojosari berhasil memetakan dua unit utama batuan

sedimen volkaniklastik penyusun Formasi Kebo bagian bawah, satu intrusi, dan endapan

koluvial (Gambar 2).

Gambar 2. Peta geologi Mojosari.

Dari penampang geologi yang direkonstruksi pada Gambar 3, diperoleh hubungan

stratigrafi antara satuan litologi. Satuan perulangan batupasir – tuf yang merupakan batuan

tertua tersingkap di Mojosari, ditumpangi secara selaras oleh satuan perselingan batupasir

– tuf. Satuan batuan yang kedua tersebut memiliki banyak bongkah-bongkah batuan yang

bersifat asing (alokhton) dengan berbagai jenis dan ukuran. Bongkah alokhton dari jenis

batuan sedimen dijumpai konglomerat kuarsit, batugamping nummulitik, batupasir,

batupasir karbonatan, batupasir tufan, batupasir kuarsa tufan, dan batupasir kuarsa. Adapun

bongkah alokhton dari jenis batuan beku adalah andesit basalt dan syenit. Unit perulangan

batupasir – tuf diterobos oleh batuan beku granodiorit kaya-kuarsa.

Seluruh batuan mengalami deformasi yang bersifat kompresif membentuk struktur

lipatan, diberinama Antiklin Mojosari dan Sinklin Mojosari, serta tersesarkan di bagian

utaranya oleh Sesar Anjak Geneng. Secara umum, kedudukan struktur geologi memiliki

pelamparan berarah relatif barat-timur, mengindikasikan adanya gaya kompresi dari arah

tegaklurusnya, yaitu selatan-utara.

Page 6: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

6

Gambar 3. Penampang geologi Mojosari. Nomer menunjukkan lokasi sampel petrografi, dengan kode (p)

untuk lokasi terproyeksi karena berada tidak tepat pada jalur penampang geologi. Tampak Sesar

Anjak Geneng dan lipatan Mojosari.

Diskusi

Secara stratigrafi, bagian bawah Formasi Kebo tersusun atas dua komponen utama,

batupasir dan tuf. Kandungan tuf menunjukkan adanya pengaruh vulkanik yang cenderung

bersifat asam dan aktif saat sedimentasi berlangsung. Hasil penelitian ini masih belum

mencapai tahap penentuan apakah material vulkanik yang terlibat dalam sedimentasi

bersifat primer (langsung dari proses erupsi) atau bersifat sekunder epiklastik (rombakan

dari hasil erupsi sebelumnya).

Di bagian paling bawah, kedua batuan tersebut bersifat berulang dengan ketebalan

lapisan yang signifikan. Kearah atas, hubungan kedua batuan tersebut berkembang menjadi

semakin repetitif hingga menjadi saling berselingan dalam lapisan-lapisan tipis. Hal ini

menunjukkan adanya perubahan lingkungan, dari lingkungan yang dekat dengan sumber

sedimen (kedua lapisan berulang dengan ketebalan yang jelas), dimana jumlah pasokan

sedimen terjaga kuantitasnya, menjadi lingkungan yang relatif lebih jauh dari sumber.

Lingkungan yang terakhir ini menyebabkan kedua batuan berselingan secara tipis-tipis. Di

lingkungan sedimentasi laut, perubahan jarak terhadap sumber sedimen dapat pula

ditafsirkan sebagai perubahan kedalaman lingkungan pengendapan, dari yang dangkal

(dekat sumber) menjadi dalam (jauh dari sumber).

Berkembang ke arah unit litologi paling atas, yaitu unit perselingan batupasir – tuf,

hadir banyak bongkah batuan asing (alokhton) di dalam unit tersebut, yang tersebar hampir

di seluruh unit tersebut. Bongkah-bongkah tersebut menunjukkan asosiasinya dengan

Formasi Wungkal-Gamping (Sumarso dan Ismoyowati, 1975), yang berumur lebih tua

daripada Formasi Kebo. Konglomerat kuarsit dan batugamping nummulitik umumnya

dijumpai di bagian bawah Formasi Wungkal-Gamping. Adapun batupasir kuarsa maupun

batupasir karbonatan serta bongkah batuan sedimenter lainnya merupakan anggota dari

Formasi Wungkal-Gamping. Kondisi ini menunjukkan bahwa Formasi Kebo pernah

kontak dengan Formasi Wungkal-Gamping dan proses sedimentasi yang terjadi saat itu

mampu mengerosi dan memindahkan sebagian penyusun Formasi Wungkal-Gamping.

Page 7: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

7

Kondisi bongkah-bongkah tersebut sebagian masih menunjukkan massa yang

koheren tanpa adanya deformasi internal. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa

bongkah-bongkah tersebut bergerak dengan sifat translasional berupa luncuran (sliding),

dari suatu lingkungan laut dalam (Shanmugam, 2006), dimana bongkah-bongkah alokhton

tersebut berasal dari lingkungan laut yang lebih dangkal (Twenhofel, 1932).

Interpretasi perubahan mendalamnya lingkungan sedimentasi dari unit perulangan

batupasir – tuf ke arah unit perselingan batupasir – tuf, berdasarkan data struktur sedimen

dan kehadiran bongkah alokhton, membutuhkan satu landasan perubahan ruang

akomodasi, baik berupa adanya kenaikan muka airlaut, maupun pengaruh tektonik. Hasil

penelitian ini belum menjangkau hal tersebut, untuk melihat faktor geologi yang paling

berperan terhadap perubahan fasies dan proses sedimentasi yang terjadi di bagian bawah

Formasi Kebo.

Sejauh ini sekuen ‘Andesit Tua’ dianggap dihasilkan oleh aktivitas magmatisme

dan volkanisme magma bersifat menengah-basal (Van Bemmelen, 1949). Namun

kehadiran intrusi granodiorit di bagian utara daerah penelitian mengindikasikan kehadiran

aktivitas magma asam pada awal sekuen ‘Andesit Tua’. Belum dapat diketahui secara pasti

apakah intrusi tersebut hadir ketika sedimentasi Formasi Kebo atau setelahnya,

dikarenakan tubuh intrusi yang hanya memotong satu unit litologi saja dari Formasi Kebo

di daerah penelitian. Belum ada laporan lain mengenai kehadiran granodiorit di Formasi

yang lebih muda, sehingga sulit untuk menarik suatu korelasi kasar dengan umur relatif

yang lebih pasti. Smyth (2007) mengusulkan kehadiran ‘supervolcano’ untuk pembentukan

Formasi Semilir dengan komposisi magma asam. Namun apakah granodiorit yang hadir di

Mojosari dapat dianggap sebagai bagian dari volkanisme Semilir, hal ini masih belum

dapat disimpulkan secara dini dan penelitian ini masih memerlukan beberapa data

tambahan untuk memperkuat dugaan tersebut.

Kehadiran batuan beku andesit basal dengan struktur lava bantal di daerah Mojosari

memiliki posisi geologi yang unik. Kehadirannya dapat menjelaskan posisi lingkungan laut

dalam, karena lava bantal memang lazimnya terbentuk di lingkungan laut dalam. Namun

komposisinya yang cenderung menengah-basal, yang menjadi ciri dari ‘Andesit Tua’

sepintas tidak cocok dengan lingkungan sedimen volkanik klastik dimana dia berada, yang

memiliki kecenderungan produk magmatisme asam. Keberadaannya sebagai bongkah

alokhton di bagian bawah Formasi Kebo dapat saja menunjukkan umurnya yang lebih tua,

namun dapat pula diinterpretasikan sebagai bongkah autokhton, dimana dia menjadi

bongkah di lingkungan sedimentasinya sendiri dengan perbedaan umur yang tidak terlalu

jauh daripada batuan yang melingkupinya. Penelitian ini belum menjangkau suatu

kesimpulan untuk permasalahan tersebut, karena masih memerlukan beberapa data

lapangan terkait kontak satuan lava bantal ini dengan batuan sekitarnya yang susah diamati

di lapangan karena terkendala pemukiman dan tingkat pelapukan yang tinggi.

Stuktur geologi berupa lipatan Mojosari belum pernah disinggung oleh para peneliti

sebelumnya. Bothe (1929) dan Van Bemmelen (1949) menginterpretasikan

berkembangnya Antiklin Watugajah di tenggara Perbukitan Jiwo, namun sumbu antiklin

tersebut tidak mencapai Mojosari, melainkan berhenti di timurnya (Gambar 4). Diduga

struktur Antiklin Mojosari merupakan kelanjutan dan kemenerusan Antiklin Watugajah ke

arah barat. Meski demikian, adanya Sesar Anjak Geneng (yang juga telah diidentifikasi

oleh Bothe, 1929) di bagian utara Mojosari mengindikasikan bahwa struktur antiklin

terkait dengan kemunculan sesar anjak tersebut. Hal ini dapat diterangkan dengan proses

peliukan (roll-over) pada bagian blok menggantung (hanging wall) dari suatu sesar anjak

ke arah utara, dimana kehadiran sesar anjak antitetik ke arah selatan menyebabkan

terjadinya suatu sinklin di bagian puncak (crestal downwarp) (lihat reksonstruksi

Page 8: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

8

penampang geologi pada Gambar 3). Waktu deformasi tektonik yang terjadi diduga pada

Pleistosen Tengah, ketika pengangkatan Pegunungan Selatan Jawa Timur terjadi secara

regional (Van Bemmelen, 1949) dan membentuk fisiografi Pegunungan Selatan

sebagaimana tampak pada saat ini. Khusus untuk daerah Mojosari, kondisi demikian juga

berlaku, dimana proses pensesaran dan perlipatan diduga mengontrol bentukan morfologi

perbukitan Mojosari.

Gambar 4. Peta geologi Jiwo dan sekitarnya menurut Bothe (1929). Di tenggara Perbukitan Jiwo terdapat

Antiklin Watugajah yang berarah timur – barat dan berhenti di timur Mojosari (kotak merah –

daerah penelitian).

Kesimpulan Sementara

Bagian bawah Formasi Kebo terendapkan dengan pengaruh volkanisme asam, dengan

dominasi volkaniklastik, dan terjadi perubahan lingkungan pengendapan yang

cenderung mendalam.

Bagian bawah Formasi Kebo mengerosi Formasi Wungkal-Gamping, ditandai dengan

banyak bongkah alokhton yang berasosiasi dengan formasi yang lebih tua tersebut.

Hal ini menunjukkan kedua formasi tersebut kontak secara langsung dan bersifat tidak

selaras.

Berdasarkan sifat koherensi materialnya, bongkah-bongkah alokhton bergerak dengan

mekanisme luncuran di lingkungan laut dalam.

Kehadiran lava bantal yang bersifat basaltik dalam Formasi Kebo dapat dianggap

sebagai bongkah autokhton, karena lingkungan terbentuknya telah berada di laut

dalam.

Kehadiran sesar anjak dan lipatan di daerah Mojosari diduga terkait dengan

pengangkatan Pegunungan Selatan di Pleistosen Tengah yang bersifat kompresif.

Page 9: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

9

Daftar Pustaka

Boggs, Jr., S. (2006) Principles of Sedimentology and Stratigraphy, 4th ed., Pearson

Prentice Hall, New Jersey, 676 p.

Bothe, A.Ch.D., 1929. Djiwo Hills and Southern Range. Fourth Pacific Science Congress

Excursion Guide, 14h.

Rahardjo, W., 2007. Forminiferal biostratigraphy of Southern Mountains Tertiary rocks,

Yogyakarta Special Province. Prosiding “Potensi geologi Pegunungan Selatan

dalam pengembangan wilayah”, Yogyakarta 27-29 November 2007.

Ragan, D.M. (1973) Structural Geology, an Introduction to Geometrical Techniques, 2nd

ed., John Wiley & Sons, New York, 201 p.

Samodra, H. dan Sutisna, K. 1997. Peta Geologi Lembar Klaten (Bayat), Jawa, skala

1:50.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Shanmugam, G. (2006) Deep-Water Processes and Facies Models: Implications for

Sandstone Petroleum Reservoirs, Handbook of Petroleum Exploration and

Production no. 5; Elsevier, Amsterdam, 500 p.

Smyth, H., 2005. Eocene to Miocene basin history and volcanic activity in East Java,

Indonesia. PhD thesis, the University of London, 470h.

Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgopawiro, H., Polve, M., dan Priadi, B.,

1994. Tertiary magmatic belts in Java. Journal of SE Asian Earth Sciences, 9, h.13-

27.

Soesilo, D., 2003. Batuan kristalin dalam pandangan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996

(Baru): Penerapannya di Bayat & Karangsambung, Jawa Tengah. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geologi, Bandung, 20-21 Oktober 2003.

Sumarso dan Ismoyowati, T., 1975. A contribution to the stratigraphy of the Jiwo Hills and

their southern suroundings. Proceedings of 4th Annual Convention of Indonesia

Petroleum Association, Jakarta, II, h.19-26.

Surono, 2008. Litostratigrafi dan sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di

Pegunungan Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Jurnal Geologi Indonesia,

3 (4), h.183-193

Surono, Hartono, U., dan Permanadewi, S., 2006. Posisi stratigrafi dan petrogenesis Intrusi

Pendul, Perbukitan Jiwo, Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jurnal Sumber

Daya Geologi, XVI (5), h.302-311.

Twenhofel, W.H., 1932. Treatise on Sedimentation, 2nd

ed., The Williamas & Wilkins

Company, Baltimore, p. 926.

Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA. Martinus Nijnhoff, The

Hague, 732 h.

Page 10: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

10

Lampiran Petrografi

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FT UGM

LOKASI SATUAN

Mojosari, Bayat -

Analisa sayatan tipis batuan No. Peraga BBU-R13 Perbesaran

Pemeriksa : Ramadan Sari Nama

Lapangan

Batuan beku

intrusi 50x

Jenis batuan : Batuan beku Nama

Petrografi

Quartz-rich granodiorite

(IUGS)

Nikol sejajar

Nikol bersilang

Deskripsi petrografi: Sayatan berwarna putih kecoklat – coklatan (nikol sejajar) dan hitam keabu – abuan (nikol bersilang). Mempunyai tekstur

faneritik dan perlitik. Ukuran butir 0,03 – 0,5 mm dengan komposisi mineral kuarsa, albit, klinopiroksen, mineral pengotor dan mineral opak.

Komposisi mineralogy

1. Kuarsa (F9) Berwarna putih (nikol sejajar),

warna interferensi putih, berukuran 0,3-0,5 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme serta tidak mempunyai belahan. Kelimpahan 85%.

2. Albit (F14) Berwarna putih (nikol sejajar),

warna interferensi putih, berukuran 0,1-0,3 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme. Mempunyai kembaran dan belahan dua arah dan kedudukan gelapan miring. Kelimpahan 6%.

3. Klinopiroksen (F12) Berwarna kuning (nikol sejajar), warna interferensi kuning, berukuran 0,2-0,3 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme. Mempunyai belahan dua arah

dan kedudukan gelapan miring. Kelimpahan 4%.

4. Mineral pengotor (A6) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi kuning, berukuran 0,03-0,3 mm. Mempunyai relief sedang, belahan tidak terlihat.

Kelimpahan 3%.

5. Mineral opak (A12) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,1-0,3 mm. Mempunyai relief tinggi, belahan tidak terlihat. Kelimpahan 2%.

Page 11: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

11

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FT UGM

LOKASI SATUAN

Mojosari, Bayat -

Analisa sayatan tipis batuan No. Peraga BBM-M46 Perbesaran

Pemeriksa : Ramadan Sari Nama

Lapangan Diorite 50x

Jenis batuan : Batuan beku Nama

Petrografi Syenite (IUGS)

Nikol sejajar

Nikol bersilang

Deskripsi petrografi: Sayatan berwarna putih kecoklat – coklatan (nikol sejajar) dan hitam keabu – abuan (nikol bersilang). Mempunyai tekstur fanero porfiritik. Ukuran butir 0,1 – 4 mm dengan komposisi mineral sanidin, mineral pengotor, kuarsa dan mineral opak.

Komposisi mineralogy 1. Sanidin (D15)

Berwarna putih (nikol sejajar), warna interferensi putih, berukuran 1-4 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme. Mempunyai kembaran dan belahan dua arah

dan kedudukan gelapan miring. Kelimpahan 70%.

2. Mineral pengotor (E22) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi kuning, berukuran 0,5-0,3 mm. Mempunyai relief sedang, belahan tidak terlihat.

Kelimpahan 25%.

3. Kuarsa (G10) Berwarna putih (nikol sejajar), warna interferensi putih, berukuran 0,5-1 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme serta

tidak mempunyai belahan. Kelimpahan 4%.

4. Mineral opak (I2) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,1-0,3 mm. Mempunyai relief tinggi, belahan tidak terlihat. Kelimpahan 1%.

Page 12: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

12

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FT UGM

LOKASI SATUAN

Mojosari, Bayat -

Analisa sayatan tipis batuan No. Peraga BBN-R27 Perbesaran

Pemeriksa : Ramadan Sari Nama

Lapangan Lava Bantal 50x

Jenis batuan : Batuan beku Nama

Petrografi Basalt andesite (IUGS)

Nikol sejajar

Nikol bersilang

Deskripsi petrografi: Sayatan berwarna putih kecoklat –

coklatan (nikol sejajar) dan hitam keabu – abuan (nikol bersilang). Mempunyai tekstur fanero porfiritik dan variolitik basalt. Ukuran butir 0,1 – 2 mm dengan komposisi mineral andesin, klinopiroksen, mineral pengotor dan mineral opak.

Komposisi mineralogy

1. Andesin (F8) Berwarna putih (nikol sejajar), warna interferensi putih, berukuran 0,1-2 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme. Mempunyai kembaran dan belahan dua arah dan kedudukan

gelapan miring. Kelimpahan 92%.

2. Klinopiroksen (H5) Berwarna merah (nikol sejajar), warna interferensi merah, berukuran 0,5-1 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak

mempunyai pleokroisme. Mempunyai belahan dua arah dan kedudukan gelapan miring. Kelimpahan 5%.

3. Mineral pengotor (I20) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi kuning, berukuran 0,1-0,2 mm.

Mempunyai relief sedang, belahan tidak terlihat. Kelimpahan 2%.

4. Mineral opak (C10) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,1-0,3 mm. Mempunyai relief tinggi, belahan

tidak terlihat. Kelimpahan 1%.

Page 13: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

13

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FT UGM

LOKASI SATUAN

Mojosari, Bayat -

Analisa sayatan tipis batuan No. Peraga KK M174 Perbesaran

Pemeriksa : Ramadan Sari Nama

Lapangan

Konglomerat

kuarsit 50x

Jenis batuan : Batuan sedimen Nama

Petrografi Lithic arenite (Pettijohn,1987)

Nikol sejajar

Nikol bersilang

Deskripsi petrografi: Sayatan berwarna putih kecoklat – coklatan

(nikol sejajar) dan hitam keabu – abuan (nikol bersilang). Mempunyai fabric grain supported, dan hubungan antar butir point contact dan long contact. Ukuran butir <0,03 – 2 mm dengan komposisi mineral kuarsa polykristalin, mineral pengotor dan mineral opak, serta terdapat litik dengan komposisi kuarsa dan plagioklas.

Komposisi mineralogy

1. Kuarsa polykristalin (E4) Berwarna putih (nikol sejajar), warna interferensi putih, berukuran 0,1-2 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme serta

tidak mempunyai belahan. Kelimpahan 50%.

2. Litik sedimen (C13) Berwarna coklat (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,5-2 mm. Mempunyai relief tinggi dan di dalamnya terdapat mineral

kuarsa dan plagioklas berukuran 0,1-0,2 mm sehingga sulit diamati lebih jauh terutama untuk jenis plagioklasnya. Kelimpahan 30%.

3. Mineral pengotor (G19) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi kuning,

berukuran 0,1-0,5 mm. Mempunyai relief sedang, belahan tidak terlihat. Kelimpahan 10%.

4. Matriks (G22) Berwarna putih keabu – abuan (nikol sejajar), warna interferensi putih, relief rendah, berukuran

<0.03 mm. Kelimpahan 5%

5. Mineral opak (A15) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,1-0,2 mm. Mempunyai relief tinggi, belahan tidak terlihat. Kelimpahan 5%.

Page 14: Sedimentasi Terpicu Gaya-Berat di Bagian Bawah Formasi Kebo, Mojosari, Bayat, Jawa Tengah

14

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FT UGM

LOKASI SATUAN

Mojosari, Bayat -

Analisa sayatan tipis batuan No. Peraga BG M80 Perbesaran

Pemeriksa : Ramadan Sari Nama

Lapangan

Batugamping

pasiran 50x

Jenis batuan : Batuan karbonat Nama

Petrografi Grainstone (Embry & Klovan, 1971)

Nikol sejajar

Nikol bersilang

Deskripsi petrografi: Sayatan berwarna merah kecoklat –

coklatan (nikol sejajar) dan hitam kecoklat – coklatan (nikol bersilang). Mempunyai fabric grain supported, dan hubungan antar butir point contact dan long contact. Ukuran butir <0,03 – 2 mm dengan komposisi mineral dolomit, albit, klinopiroksen, mineral pengotor dan mineral opak.

Komposisi mineralogy

6. Kalsit (F3) Berwarna merah (nikol sejajar), warna interferensi merah, berukuran 0,5-2 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief sedang dan tidak mempunyai pleokroisme. Belahan tidak dapat teramati. Kelimpahan

50%.

7. Kuarsa (E9) Berwarna putih (nikol sejajar), warna interferensi putih, berukuran 0,2-1 mm dan berbentuk prismatik. Mempunyai relief rendah dan tidak mempunyai pleokroisme serta tidak mempunyai belahan. Kelimpahan

20%.

8. Litik sedimen (F18) Berwarna coklat (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,5-2 mm. Mempunyai relief tinggi dan di dalamnya terdapat mineral kuarsa dan plagioklas berukuran 0,1-0,2 mm sehingga sulit diamati lebih jauh

terutama untuk jenis plagioklasnya. Kelimpahan 25%.

9. Skeletal grains (D1) Berwarna coklat (nikol sejajar), warna interferensi coklat, berukuran 0,5-1,5 mm dan mempunyai relief sedang. Kelimpahan 10%.

10. Mikrit (I5) Berwarna merah kecoklat – coklatan (nikol sejajar), warna interferensi merah, relief rendah, berukuran <0.03 mm. Kelimpahan 5%

11. Nummulites (C15) Berwarna coklat (nikol sejajar), warna interferensi coklat, berukuran 0,5-1 mm dan mempunyai relief sedang. Kelimpahan 2%.

12. Mineral opak (B22) Berwarna hitam (nikol sejajar), warna interferensi hitam, berukuran 0,1-0,3 mm. Mempunyai relief tinggi, belahan tidak terlihat. Kelimpahan 2%.