1 PROPOSAL SKRIPSI Pengaruh Ekstrak Buah Kecapi (Sandoricum Koetjape) Terhadap kadar Glukosa Darah Mencit Balb/C Terinduksi Streptozotocin DIUSULKAN OLEH : SHANTY PAWANTI NIM I22111017 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PROPOSAL SKRIPSI
Pengaruh Ekstrak Buah Kecapi (Sandoricum Koetjape) Terhadap
kadar Glukosa Darah Mencit Balb/C
Terinduksi Streptozotocin
DIUSULKAN OLEH :
SHANTY PAWANTI
NIM
I22111017
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ABSTRACT......................................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ BAB III. METODE PENELITIAN...................................................................... DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
2
3
4
7
17
21
3
Abstract Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeratif yang
jumlah penderitanya meningkat secara signifikan setiap tahun. Meningkatnya prevalensi DM disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat. DM timbul akibat terjadinya defisiensi hormon insulin absolut dan relatif yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Kekurangan insulin absolut terjadi jika pankreas tidak berfungsi lagi untuk mensekresi insulin, sedangkan kekurangan insulin relatif terjadi jika produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi ini menyebabkan penderita menjadi mengalami ketergantungan obat, sementara harga obat DM termasuk mahal. Oleh karena itu diperlukan penggunaan bahan alam yang mudah diperoleh dan murah harganya sebagai alternatif pengobatan. Berdasarkan etnofarmakologi beberapa suku di Kalimantan Barat menggunakan ekstrak buah kecapi (Sandoricum koetjape) untuk pengobatan DM. Namun belum ditemukan bukti ilmiah tentang hal tersebut. Uji pendahuluan yang dilakukan menunjukkan buah kecapi mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, polifenol dan tanin. Golongan senyawa metabolit sekunder ini secara struktur berpeluang besar menunjukkan aktivitas antihiperglikemia. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi optimum ekstrak buah kecapi yang mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus yang terinduksi streptozotocin. Dalam penelitian ini langkah-langkah yang akan dilakukan terbagi dalam 2 tahap pelaksanaan selama 4 bulan. Pada tahap pertama : akan dilakukan pemilihan buah kecapi yang tepat dan melakukan determinasi tumbuhan. Pembuatan ekstrak dengan berbagai konsentrasi. Pada tahap kedua : akan melakukan uji aktivitas antihiperglikemia terhadap tikus wistar yang diinduksi streptozotocin. Streptozotocin diberikan secara intraperitonial dengan dosis dosis 65 mg/kgBB yang dilakukan dua kali dengan selang waktu induksi lima hari kemudian diukur GDS ± 2 hari setelah induksi STZ. Mencit dengan kadar GDS < 200 mg/dl dipisahkan (exclude) selanjutnya dikelompokkan secara simple random sampling menjadi 2. kelompok, masing-masing kelompok 8 ekor mencit . . Kelompok 1 diberi diet standard dan diberi metfomin dosis 1,3 mg/kgBB/hari dan Kelompok 2diberi diet standard dan diberi ekstrak buah kecapi dengan dosis 1000mg/mencit peroral setiap hari.Kadar glukosa darahnya diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 634 nm.
Kata Kunci: Sandoricum koetjapi Antihiperglikemia,Streptozotocin
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
defek kinerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association,
2005), juga dapat disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf,
pembuluh darah (Arifet al., 2001). Menurut data WHO, Indonesia menempati
urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia. Pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14
juta orang, dimana baru50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka
baru sekitar 30 persen yang melakukan pengobatan secara teratur.
Penanggulangan diabetes, obat merupakan pelengkap dari diet. Obat
diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berkhasiat mengendalikan
kadar gula darah. Obat antidiabetes oral mungkin berguna untuk penderita yang
alergi terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin.
Sementara penggunaannya harus dipahami, agar ada kesesuaian dosis dengan
indikasinya, tanpa menimbulkan hipoglikemia. Karena obat antidiabetes oral
kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan, maka para ahli
mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes mellitus yang
relatif aman.
Keanekaragaman hayati Indonesia merupakan sumber bahan baku obat
yang tidak ternilai harganya. Saat ini bahan baku produksi obat Indonesia masih
bergantung dari luar negeri. Hal ini menyebabkan harga obat menjadi tinggi. Ini
juga ironi sekali, Indonesia yang dikenal sebagai megadiversiti ke-2 setelah Brazil
seharusnya mampu memanfaatkan bahan baku kekayaan hayati yang melimpah
untuk produksi obat. Perpaduan kekayaan alam dan kekayaan budaya akan
menghasilkan pengetahuan awal untuk penggunaan tumbuhan sebagai
5
pengobatan. Melalui informasi etnobotani dan etnofarmakolgi dimulai awal
pencarian informasi penggunaan buah kecapi. Buah kecapi merupakan tumbuhan
tropis yang buahnya sudah banyak digunakan masyarakat sebagai sumber vitamin
C Beberapa masyarakat pedalaman Kab. Sintang Kalimantan Barat memanfaatkan
ekstrak buah kecapi untuk menurunkan kadar gloksa darah penderita DM. Namun
penelusuran literatur menunjukkan belum ditemukan penggunaan infusa buah
kecapi sebagai antihiperglikemia. Oleh karena itu perlu dilakukan pembuktian
ilmiah mengenai khasiat buah kecapi untuk penderita DM..
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa konsentrasi optimum ekstrak buah kecapi yang mampu
menurunkan kadar glukosa darah pada mencit Balb/C terinduksi
streptozotocin ?
2. Golongan senyawa apakah yang bertanggung jawab terhadap penurunan
glukosa darah mencit Balb/C terinduksi streptozotocin ?
3. Bagaimana prediksi mekanisme penurunan kadar glukosa darah mencit
Balb/C terinduksi streptozotocin akibat pemberian ekstrak buah kecapi?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi optimum ekstrak
buah kecapi yang mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus yang terinduksi
streptozotocin. Ekstrak buah kecapi dilakukan deteksi fitokimia untuk
memprediksi mekanisme penurunan kadar glukosa darah berdasarkan kandungan
golongan senyawa kimia yang dikandungnya.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini merupakan langkah awal untuk pembuktian ilmiah mengenai
khasiat buah kecapai terhadap penurunan kadar glukosa darah pada mencit Balb/C
terinduksi streptozotacin.
6
2. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini akan membantu masyarakat meningkatkan derajat
kesehatannya melalui pemanfaatan kearifan lokal berupa tanaman obat
tradisional bagi penderita DM.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Kecapi (Sandoricum koetjape)
1. Klasifikasi
Klasifikasi tumbuhan kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) sebagai berikut
(Tjitrosoepomo, 2004 dan Corner and Watanabe, 1969):
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Ordo : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Sandoricum
Spesies : Sandoricum koetjape Merr.
2. Deskripsi Tanaman
Tumbuhan kecapi banyak tumbuh secara alami di dataran rendah sampai
daerah pegunungan dengan ketinggian 1200 meter atau lebih. Kecapi diperkirakan
berasal dari Indocina dan Semenanjung Malaya. Berabad-abad yang silam,
tumbuhan ini dibawa dan dimasukkan ke India, Indonesia (Borneo, Maluku),
Mauritius dan Filipina. Dan sekarang tanaman kecapi pada umumnya ditanam di
kebun atau pekarangan secara sederhana (Mabberley,D.J., et al, 1995).
3. Efek Farmakologis
Penelitian tentang buah kecapi menunjukkan khasiat yang sangat
mengagumkan. Ekstak n-heksan kulit batang tumbuhan buah kecapi bersifat
sitotoksik dan antikanker (Aisha et al., 2009). Sementara penelitian Pisutthanan et
al., 2004, juga menunjukkan ekstrak kulit batang tumbuhan kecapi bersifat
sitotoksik. Nassar et al., (2011), menunjukkan adanya metabolit sekunder
triterpenoid sebagai senyawa aktif yang berkhasiat antiangiogenik dari kulit
8
batang tumbuhan kecapi. Sementara Utama et al., (2013), menemukan seyawa
triterpenoid yang bersifat sitotoksik dari kulit batang tumbuhan kecapi. Roy et al.,
(2006), mengungkapkan bahwa tumbuhan kecapi yang termasuk dalam famili
Meliaceae memang merupakan sumber metabolit sekunder triterpenoid. Tukiran
(2013), melakukan penelitian yang menunjukkan adanya sifat insektisidal kulit
batang tumbuhan kecapi. Sementara menurut Leatemia dan Isman, (2004), biji
buah kecapi juga bersifat insektisidal.
Tumbuhan kecapi ini telah banyak digunakan oleh masyarakat di Malaysia
sebagai tanaman obat karena khasiatnya yang banyak (Jantan, 2004). Di
Kalimantan Barat tumbuhan ini juga banyak tumbuh dan dimanfaatkan sebagai
tumbuhan obat (Silk et al., 2003).Belum ditemukan publikasi penelitian yang
mengungkapkan aktivitas biologik antihiperglikemia dari ekstrak buah kecapi
sehingga penelitian penting untuk memberikan bukti ilmiah atas penggunaan buah
kecapi sebagai penurun gula darah oleh beberapa penderita DM di Kab. Sintang
Kalimantan Barat.
2.2 Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Mellitus(DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, defek kinerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes
Association, 2005).
2. Patofisiologi
Hiperglikemia terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel
disertai oleh peningkatan pengeluran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh
hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa, yaitu
glikogenolisis dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena
insulin tidak ada. Ketika kadar glukosa darah meningkat sampai
jumlahglukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan
reabsorbsi, maka glukosa akan timbul di urin (glukosuria). Glukosa di urin
9
menimbulkan efek osmotik yang menarik air bersamanya, menimbulkan
diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria(sering berkemih). Cairan yang
berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi, sehingga dapat
menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun secara
mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan
kematian karena aliran darah ke otak turun atau dapat menimbulkan gagal
ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat. Selain itu, sel-sel
kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik
air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik. Sel-sel otak sangat peka
sehingga timbul gangguan fungsi sistem syaraf yaitu polineuropati.
Gejala khas lain pada diabetes melitus adalah polidipsia (rasa haus
berlebihan) yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mengatasi
dehidrasi akibat poliuria. Karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, maka
kompensasi tubuh merangsang saraf sehingga nafsu makan meningkat dan
timbul polifagia(pemasukan makanan berlebihan). Akan tetapi, walaupun
terjadi peningkatan intake makanan, berat tubuh menurun secara progresif
akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesis
trigliserida menurun saat lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi
asam lemak berlebihdari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak
dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi
alternatif(Santoso, 2001).
3. Kriteria Diagnosis DM
a) Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.
Gejala klasik DM antara lainpoliuria, polifagi, polidipsi, dan
penurunan berat badan setelah menyingkirkan penyebab lain(Gustaviani, 2007).
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
b) Gejala klasik + kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya
selama 8 jam.
10
c) Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) ≥ 200 mg/dl.
TTGO dilakukan menurut standard WHO menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air (Arif
et al., 2001).
4. Klasifikasi Diabetes Melitus
a) Diabetes Melitus Tipe I ((Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Menurut Gustaviani (2007), pada diabetes tipe ini terjadi destruksi sel
beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, bisa melalui proses
imunologik ataupun bisa idiopatik yang ditandai oleh tidak adanya sekresi
insulin. Sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau
kurus dan memiliki prevalensi yang lebih besar pada anakanak (Santoso, 2001).
b) Diabetes Melitus Tipe II ((Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus)
Penyebab utama terjadinya diabetes tipe ini sangat bervariasi mulai dari
predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai dengan
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin, ditandai dengan
adanya sekresi insulin yang normal atau bahkan meningkat, tetapi terjadi
penurunan kepekaan sel sasaran terhadapinsulin (Santoso, 2001). 75% penderita
DM tipe ini dengan obesitas dan baru diketahui setelah berumur 30 tahun.
c) Diabetes Gestasional
Merupakan diabetes yang timbul selama masa kehamilan karena pada
kehamilan terjadi perubahan hormonal dan metabolik sehingga ditemukan
jumlah atau fungsi insulin yang tidak optimal yang dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi yang meliputi preeklampsia, kematian ibu, abortus
spontan, kelainan kongenital, prematuritas, dan kematian neonatal. DM
gestasional meliputi 2-5% dari seluruh diabetes (Arif et al.,2001).
d) Diabetes Tipe Lain
Dapat berupa defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat/zat kimia,
infeksi, imunologi, sindrom genetik lain.
11
5. Terapi Diabetes Melitus
Penatalaksanaan DM terdiri dari terapi non farmakologis yang meliputi
perubahan gaya hidup dengan meningkatkan aktivitas jasmani dan pengaturan
pola diet, serta terapi farmakologis berupa pemberian obat antidiabetes oral
dan atau injeksi insulin. Terapi farmakologis ini sebaiknyadipilih apabila terapi
nonfarmakologis telah dilakukan tetapi tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah sebagaimana yang diharapkan (Yunir dan Soebardi, 2007).
Terapi farmakologis yang dapat digunakan sebagai terapi DM, yaitu :
i. Obat antidiabetik oral
a) Pemicu sekresi insulin
i) Sulfonilurea
Menurut Karam (2001), Mekanisme kerja obat golongan
Sulfonilurea adalah sebagai berikut:
a) Menstimulasi pelepasan insulin dari sel β pancreas
b) Menurunkan kadar glukagon dalam serum
c) Meningkatkan sekresi insulin akibat rangsang glukosa
Dikenal dua generasi Sulfonilurea, generasi I terdiri dari
tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Generasi II
memiliki potensi hipoglikemik yang lebih besar, yaitu glibenklamid, glipizid,
gliklazid, dan glimepirid.
ii. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama seperti
Sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari dua macam obat, yaitu repaglinid (derivat asam benzoat)
dan nateglinid (derivat fenilalanin).
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
i. Biguanid
Berbeda dengan sulfonilurea, obat ini tidak menstimulasi pelepasan
insulin dan tidak menurunkan gula darah pada orang sehat, dapat menekan
nafsu makan sehingga tidak meningkatkan berat badan. Sampai saat ini
12
mekanisme kerjanya belum diketahui secara ilmiah (Tjay dan Rahardja,
2002). Golongan ini terdiri dari fenformin, buformin, dan metformin.
iii. Penghambat α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga menurunkan penyerapan glukosa
dan menurunkan hiperglikemia postpandrial. Akarbose senyawa tetra-
maltosa) dan miglitol (derivat piperidintriol) merupakan contoh obat
golongan ini (Tjaydan Rahardja. 2002).
iv. Tiazolidindion
Senyawa ini memperbaiki sensitivitas insulin di antara lain
jaringan lemak, otot, dan hepar. Efek protektif terhadap sel β ini
kemungkinan dapat menghindarkan komplikasi makrovaskuler diabetes
jangka panjang (retinopati, nefropati, dan neuropati). Zat ini merupakan
agonis PPAR-gamma sehingga meningkatkan sensitivitas adiposit bagi
insulin (Tjay dan Rahardja, 2002). Preparat yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah pioglitazon, troglitazon, dan ciglitazon (Karam, 2001).
ii. Insulin
Secara kimiawi, insulin terdiri dari dua rantai peptide (rantai A dan B)
dengan masing-masing 21 dan 30 asam amino yang saling dihubungkan oleh 2
jembatan disulfida. Insulin tidak dapat digunakan peroral karena terurai
oleh pepsin lambung, sehingga selalu diberikan sebagai injeksi s.c setengah
jam sebelum makan. Zat ini dirombak dengan cepat terutama di hati, ginjal,
dan otot (Tjay dan Rahardja, 2002). Indikasi penggunaannya pada DM
dengan penurunan berat badan secara cepat, ketoasidosis, asidosis laktat,
koma hiperosmolar, DM dengan stress berat, DM gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan diet, dan DM yang tidak berhasil dikelola
dengan obat antidiabetik oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi.
6.Glukosa Darah
Glukosa merupakan suatu monosakarida aldoheksosa yang dalam
bentuk D- pada buah dan tanaman lain dan dalam darah hewan
normal, juga dalam
13
bentuk terikat dengan glukosida dan di-, oligo-, dan polisakarida; merupakan
produk akhir metabolismekarbohidrat dan energi utama makhluk hidup yang
dikontrol insulin (Dorland, 2002).
Kadar glukosa serum puasa dalam keadaan normal adalah 70-110
mg/dl. Didefinisikan sebagai hiperglikemia jika kadar glukosaserumpuasa lebih
tinggi dari 110 mg/dl, sedangkan hipoglikemia jika kadarnya kurang dari 70
mg/dl. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu
plasma vena atau darah kapiler ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa darah puasa plasma
vena ≥ 126 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa darah kapiler ≥ 110
mg/dl (Gustaviani, 2007).
7.Metformin
Biguanida ditemukan pada awal tahun 1959, tergolong ke dalam
senyawa antidiabetes dan merupakan obat antidiabetik oral yang tidak
menstimulasi pelepasan insulin serta tidak menurunkan kadar gula darah pada
orang normal, di samping itu zat ini juga menekan nafsu makan (efek anoreksan)
sehingga tidak
meningkatkan berat badan, sangat cocok jika diberikan pada pasien DM
yang mengalami obesitas (BMI>27) karena biasanya terdapat resistensi insulin
yang tinggi. Kira-kira 80% dari semua pasien DM tipe 2 terlalu gemuk dengan
kadar gula tinggi, sampai dengan 17-22 mmol/l (=300-400 mg/100 ml).
Biguanida berdaya mempengaruhi kerentanan sel bagi insulin (Tjaydan Rahardja,
2002).
Metformin merupakan derivat-dimetil dari kelompok biguanida
yang berkhasiat memperbaiki sensitivitas insulin, terutama menghambat
pembentukan glukosa dalam hati, serta menurunkan kolesterol-LDL dan
trigliserida (U.K. Prospective Diabetes study, 1998). Resorpsinya dari usus tidak
lengkap, BA-nya 50-60%, PP-nya rendah. Praktis tidak dimetabolisir dan
diekskresikan utuh lewat kemih. Plasma t1/2-nya 3-6 jam (Tjay dan Rahardja,
2002). Daya kerja supresi produksi dan penyerapan glukosa menyebabkan
fluktuasi gula darah menjadi lebih kecil dan nilai rata-ratanya menurun,
14
sehingga dapat digunakan pada diabetes tipe 2 jika diet tunggal tidak
mencukupi. Dosis biasanya 3 dd 500 mg atau 2 dd 850 mg d.c.
8.Streptozotocin (STZ)
Streptozotocin memiliki rumus kimia (2-deoxy-2(3-(methyl-3-
nitrosoureido)-D-glucopyranose)) disintesis oleh Streptomycetes
acrhomogenes(Szkudelski, 2001)dan sering digunakan sebagai induksi insulin-
dependent dan non-insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM dan NIDDM)
pada hewan uji karena selektif merusak sel β pankreas (Pathak et al., 2008).
Streptozotocin bekerja langsung pada sel β pankreas, dengan aksi sitotoksiknya
dimediatori oleh reactive oxygen species (ROS) sehingga dapat digunakan
sebagai induksi DM. Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose
transporter (GLUT2) dan akan menyebabkan alkilasi DNA. Alkilasi atau
masuknya gugus metil dari STZ ke dalam molekul DNA ini akan menyebabkan
kerusakan fragmentasi DNA (Elsneret al., 2000). Protein glycosylation diduga
sebagai faktor kerusakan yang utama.
Gambar 1 Struktur kimia Sreptozotocin (Lenzen, 2008)
2.3 Landasan Teori
Penelusuran literatur menunjukkan bahwa aktivitas antihiperglikemia suatu
tanaman terkait dengan interaksi struktur kandungan kimia tanaman tersebut
terutama metabolit sekundernya dengan enzim yang mengatur metabolisme
glukosa dalam tubuh.Beberapa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
15
antihiperglikemia adalah flavonoid, polifenol, terpenoid dan alkaloid (Yamashita
et al., 2012; Meera et al., 2013).
Induksi dilakukan dengan pemberian i.p STZdalam 0.15 M NaCl dan 100
mMbuffer sitrat pH 4.5 (Nakhaee, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh
Arora et.al (2009) menggunakan dosis tunggal STZ 180 mg/kgBB dapat
menginduksi DM tipe I sedangkan dosis STZ40 mg/kgBB yang diberikan
selama 5 hari berturut-turut dapat menyebabkan DM tipe II. Pada penelitian
lain juga digunakan dosis tunggal STZ 240mg/kgBB dapat menginduksi DM tipe
I pada mencit (Nacci et.al, 2009). Sedangkan pada penelitian Ocktarini (2010)
menggunakan dosis 65 mg/kgBB yang diberikan dua kali dengan selang
waktu 5 hari. Bila berat mencit rata-rata adalah 30 gram, maka dibutuhkan 1,95
mg STZ untuk setiap ekor mencit. Jika 1 ml larutan mengandung 10 mg STZ,
maka induksi i.pmemerlukan 0,195ml larutan.
Penelitian ini mengguakan metode yang digunakan oleh Ocktarini
dikarenakan selain hewan uji yang digunakan sama yaitu mencit,Hal lain yang
menjadi pertimbangan karena metode ektraksi yang digunakan sama yaitu
ekstraksi secara perkholasi dengan menggunakan pelarut etanol,selain itu kontol
positif yang digunakan juga sama yaitu metformin.
Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai hewan
uji dari berbagai spesies dan manusia, maka konversi dosis manusia dengan berat
badan 70 kg pada mencit dengan berat badan 20 g adalah 0,0026(Ngatidjan,1991).
Dosis metformin yang digunakan untuk orang dewasa adalah 500 mg/hari,
dengan demikian perhitungan dosis untuk mencit 20gram adalah (500mg x
0,0026), sehingga tiap mencit mendapatkan metformin sebanyak 1,3
mg/mencit/hari.Karena pemberian metformin dilakukan peroral,maka perlu
dilakukan pelarutan, 26 mgmetformin dilarutkan dalam 2ml aquades. Bila
dosis tiap mencitadalah 1,3 mg maka volume metformin yang diberikan adalah
0,1 ml tiap mencitsetiap hari.
16
2.4 Hipotesis
Ekstrak buah Kecapi (Sandoricum koetjape Merr.) dapat menurunkan
kadar glukosa darah mencit Balb/C terinduksi streptozotocin dikarenakan
diduga mengandung senyawa flavonoid,polifenol,terpenoid dan alcoholic.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitianyang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik
dengan rancangan penelitian pre and post test control group design.
3.2 Alat dan Bahan
Mencit Balb/C jantan, sehat dan mempunyai aktivitas normal, tidak
kawin, berumur kira-kira 4-6 minggu dengan berat kira-kira 20-30 gram,
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Buah kecapi diperoleh dari masyarakat
Kab. Sintang Kalbar.Metformin ,etanol 70%, bahan–bahan yang dipakai untuk
pengukuran kadar glukosa darah meliputi pereaksi ortho–toluidin (E.Merck),
heparin sodium injeksi U.S.P 5000 IU (B.Braun), D-glukosa monohidrat
(Sigma Aldrich USA). akuadest dan akua bidestillata.
Spektrofotometer mini 1240 UV – Vis Shimadzu , mikroskop optic
(Digital Olimpus), mikrotom,dan berbagai alat gelas laboratorium.
3.2 Cara Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Gambar 2
Keterangan :
S : Sampel hewan uji (16 ekor)
G I : Pengukuran kadar GDS normal
18
STZ : Induksi Streptozotocin dosis 65 mg/kgBB i.p
G II : Pengukuran kadar GDS postinduksi STZ
M : Kelompok perlakuan Metformin
A : Kelompok perlakuan ekstrak buah kecapi
G III : Pengkuran GDS setelah pemberian Metformin
G IV : Pengukuran GDS setelah pemberian ekstrak buah kecapi
3.2.2 Variabel
1. Variabel terikat
Variabel terikat : Kadar glukosa darah mencit Balb/C jantan
Skala variable : numeric
2. Variabel Bebas
Variabel bebas : ekstrak herba Anting-anting(Acalypha australis L.)
Skala variabel : nominal
3.2.3 Teknik Sampling
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling,
setelah dilakukan induksi STZ dan pengukuran kadar GDS dan mencit dengan
kadar GDS < 200 mg/dl dipisahkan(exclude) kemudian dilanjutkan simple
random sampling untuk membagi subyek menjadi dua kelompok
3.2.4 Prosedur Kerja
1. Pembuatan Ekstrak Buah Kecapi
Ekstrak Buah kecapi diperoleh dari buah kecapi yang dikeringkan,
dihaluskan, kemudian diekstraksi dengan cairan penyari etanol 70%. Ekstraksi
dilakukan dengan metode perkholasi, ekstrak dibuat di Laboratorium
Penelitian Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN. Pemberian
ekstrak buah Kecapi secara peroral dengan dosis 1000 mg/kgBB. Bila setiap
mencit mempunyai berat 30gram, maka :
Karena volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada mencit adalah
1 ml/20 grBB (Ngatidjan,1991), disarankan takaran pemberian tidak melebihi
setengah kali volume maksimalnya. Oleh karena itu dilakukan pengenceran
ekstrak, dengan rincian 60gram ekstrak dilarutkan dalam 300 ml aquades.
19
Atau dengan kata lain 1 ml larutan mengandung 200 mg ekstrak. Bila
dosis tiap mencit adalah 30 mg maka volume ekstrak yang diberikan adalah
0,15ml tiap mencit setiap hari.
2. Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Uji :
Kandang mencitdisiapkan,Mencitdiadaptasikan dengan lingkungan selama
± 3 hari.Mencitsebanyak 16ekor diukur kadar GDS kemudian dicatat sebagai
kadar GDS awal. Kemudian dilakukan induksi STZ dosis 65 mg/kgBB yang
dilakukan dua kali dengan selang waktu induksi lima hari kemudian diukur
GDS ± 2 hari setelah induksi STZ. Mencit dengan kadar GDS < 200 mg/dl
dipisahkan (exclude) selanjutnya dikelompokkan secara simple random
sampling menjadi 2. kelompok, masing-masing kelompok 8 ekormencit,yaitu:
a. Kelompok 1 diberi diet standard dan diberi metfomin dosis 1,3
mg/kgBB/hari (Rao dan Nammi, 2006).
b. Kelompok 2diberi diet standard dan diberi ekstrak buah kecapi
dengan dosis 1000mg/mencit peroral setiap hari.
3. Pengukuran kadar glukosa darah :
Sampel darah diambil melalui vena lateralis ekor mencit pada waktu
sebelum perlakuan (diukur dengan spektrofotometer sebagai kadar gula darah
awal ) dan pada hari ke-0 ( setelah mencit di induksi aloksan dan menjadi
diabetes ), pada hari ke 4, 7, 10, dan 14 setelah perlakuan.
3.3 Analisis Hasil
3.3.1 Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistikmenggunakan program
Statistical Products and Service Solutions(SPSS) for Windows Release 18.0
(Morgan et al., 2001) dan p< 0,05 dipilih sebagai tingkat minimal
signifikansinya. Karena kelompok yang akan diuji adalah dua kelompok,
20
maka digunakan uji statistik Independent-Samples T test dengan syaratnya yaitu
data yang dimiliki terdistribusi normal (Sopiyudin, 2008).
3.3.2 Jumlah Sampel
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sampel tidak
berpasangan, dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan :
Zα : 1,960 (merupakan suatu ketetapan)
s : simpangan baku pada dua kelompok
d : tingkat ketepatan absolut dari beda rerata
Karena insidensi belum diketahui, makanilai s dianggap sama dengan
nilai d.Banyaknya sampel yang diperlukan, menurut rumus sampel tidak
berpasangan :
(Arief,2004)
Jumlah sampel lebih kurang sama dengan 8 ekor mencittiap kelompok.
Dalam penelitian ini, setiap kelompok terdiri dari 8 ekor mencit, sehingga
banyaknya sampel telah memenuhi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aisha, A.F.A., Abu-Salah, K.M., Darwis, Y., and Abdul majid, A.M.S., 2009, Cytotoxic and Antiangiogenic Properties of The Stem Bark of Sandoricum koetjape, Intern. J. Cancer Res., 5(30, 105-114 Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi MR, Jamshidi S, Farhangi A et al. 2007. Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rats. Indian Journal of Chemical Biochemistry22 (2):60-64 Altman DG. 1999. Practical Statistics for Medical Research. London: Chapman&Hall, pp: 213-15. American Diabetes Association. 2008. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care31 (Supl 1) Arief MTQ. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmo Kesehatan. Klaten : Team CSGF, hal:132 Arora S, Ojha SK, and Vohora D. 2009. Characterisation of Streptozotocin Induced Diabetes Mellitus in Swiss Albino Mice. Global J. Pharmacol3 (2): 81-84 Dorland WA. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-29. Jakarta: EGC, p:931. Elgazar, A.F., Rezq, A.A., and Bukhori, H.M., 2013, Antihyperglycemic Effect of Saffron Extract in Alloxan-Induced Diabetic Rats, European J. Biol. Sci., 5 (1), 14-22 Hsu, Y.J., Lee, T.H., Chang, C.L.T., Huang, Y.T and Yang, W.C., 2009, Antihyperglycemic Effect and Mechanism of Bidens pilosa Water Extract, J. Ethnopharm., 122, 379-383 Kant, T.H., Zabeer, A., Pooja, and Samanta, K.C., 2011, Antihyperglycemic Activity of Petroleum Ether and Ethyl Acetate Extract of Sarcococca saligna, Intern. J. Curr. Pharm. Res. 3(1), 26-29 Meera, R., Shabina, S., Devi, P., Venkataraman, S., Parameswari, S.P.T., Nagarajam, K., and Aruna, A., 2013., Anti-hyperglycemic Effect of Aqueous and Ethanolic Extracts of Leaf and Stem Bark of Alangium salvifolium (L.F.) Wang in Alloxan Diabetic Rats, Intern.J. Pharm.& Allied Sci. 2 (4), 28-32 Murray RK, Daryl KG, Peter AM, and Viktor WR. 2003. Biokimia Harper.Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp:195-205.276 –283.581-595.
22
Nassar, Z.D., Aisha, A.F.A., Ahamed, A.B.K., Ismail, Z., Abu-Salah, K.M., Alrokayan, S.A., and Abdul Majid, A.M.S., 2011, Antiangiogenic properties of Koetjapic Acid, A Natural Triterpene Isolated from Sandoricum koetjape, Cancer Cell Intern. 11, 1-8 Paul, T., Das, B., Apte, K.G., Banerjee, S., and Saxena, R.C., 2012, Evaluation of Antihyperglycemic Activity of Adiantum philippense Linn, a Pterydophyte in Alloxan Diabetic Rats, J. Diabetes Metab., 3-9 Pisutthanan, s., Plianbangchang, P., Pisutthanan, N., Ruanruay, S., and Muanrit, O., 2004, Brine Shrimp Lethality Activity of Thai medicinal Plants in the Family Meliaceae, Naresuan Univ. J., 12(20, 13-18 Roy, A., and Saraf, S., 2006, Limonoid : Overview of Significant Bioactivity Triterpenes Distribute in Plants Kingdom, Biol. Bull., 29 (2), 191-201 Tukiran, 2013, Bioinsecticide Test of Crude Stem Bark Extract of Some Meliaceous Plants Against Spodoptera litura, Global J. Biol.Agr. Healt Sci., 2(3), 28-31 Utama, W.A., Efdi, M., dan Santoni, A., 2013, Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Fraksi Aktif Kulit Batang Kecapi (Sandoricum koetjape) dan Uji Bioaktivitas BSLT., J. Kim. Unand, 2 (1), 1-5 Yamashita, Y., Okabe, M., Natsume, M., and Ashida, H., 2012, Comparison of Anti-hyperglycemic Activities Between Low and High-Degree of Polymerization Procyanidin Fraction from Cacao Liquor Extract, J. Food & Drug Analys. 20(1), 283-287
Zhao, Y., Son, Y.O., Kim, S.S., Jang, S.S., and Lee, J.C., 2007, Antioxidant and Antihyperglycemic Activity of Polysaccaride Isolated from Dendrobium chrysotoxum Lindl, J. Biochem. Molec. Biol., 40 (5), 670-677