SEBUAH KONSTRUKSI PENGGUNAAN HIJAB MELALUI KOMUNITAS HIJABERS Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Sosiologi Dosen Pengampu: Prof. Dr. Soehardi, M.A. Oleh: Sherlie Dwi Hapsari 14/371002/PSA/7739 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGUISTIK FAKULTAS ILMU BUDAYA 1
SEBUAH KONSTRUKSI PENGGUNAAN HIJAB MELALUI KOMUNITAS HIJABERS
Tugas Akhir Mata Kuliah Teori Sosiologi
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Soehardi, M.A.
Oleh:
Sherlie Dwi Hapsari
14/371002/PSA/7739
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGUISTIK
FAKULTAS ILMU BUDAYA
1
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan mayoritas
penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Berdasarkan hasil
sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak
207.176.162 penduduk Indonesia memeluk agama Islam pada tahun
2010. Jika dihitung dalam persentasenya setara dengan 87.18%
dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Hal ini memicu
berkembangnya berbagai fashion yang menawarkan berbusana
muslim, baik wanita maupun pria. Salah satu trend berbusana
muslim untuk wanita yang menjadi pusat perhatian dan sangat
digandrungi akhir-akhir ini adalah fashion hijab.
Jilbab adalah salah satu busana yang wajib dikenakan oleh
wanita muslim. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI), jilbab diartikan sebagai kerudung lebar yang dipakai
wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada.
Sehingga dapat diartikan bahwa jilbab berbentuk kain yang
kemudian dililitkan atau dibentuk sedemikian rupa untuk
menutupi kepala hingga dada.
2
Banyak wanita muslim dulunya memilih untuk tidak
menggunakan jilbab dikarenakan persepsi orang yang menganggap
bahwa jilbab menjadikan wanita tidak trendy dan terkesan kuno.
Namun, pada masa modern saat ini, persepsi masyarakat terhadap
penggunaan jilbab berubah 180̊, dimana jilbab sudah tidak lagi
ketinggalan jaman. Menggunakan jilbab bahkan telah merubah
image wanita menjadi terlihat lebih cantik dan lebih modis
dengan tetap menunjukkan diri sebagai wanita muslim. Hal ini
dipengaruhi oleh munculnya sebuah komunitas hijab yang
membentuk citra baru terhadap penggunaan hijab dan fashion
hijab. Sehingga, kini fashion hijab sangat digandrungi oleh
seluruh wanita muslim di Indonesia, dan menjadikannya trend
dalam berbusana.
Fashion hijab awalnya diperkenalkan oleh sebuah komunitas
Hijabers yang berdiri pada tahun 2010, yang kemudian
memperkenalkan gaya berjilbab yang beragam dan trendy.
Komunitas ini awalnya dibangun oleh seorang perempuan bernama
Dian Pelangi. Komunitas Hijabers berusaha menumbuhkan kecintaan
terhadap Islam melalui fashion dan menunjukkan bahwa Islam
dapat mengikuti perkembangan gaya busana terkini. Dalam hal
ini, komunitas Hijabers adalah salah satu pendukung utama
3
sebagai subjek yang mengonstruksi realitas penggunaan jilbab
dalam lingkungan sosial. Hijabers ini berasal dari kata dasar
hijab yang sesuai dengan namanya, yaitu komunitas yang
megkampanyekan pemakaian jilbab. Hijabers dapat diartikan sebagai
suatu cara berjilbab yang fashionable, nyaman dan stylish tetapi
tetap syar’i. Komunitas ini dibangun pada tahun 2010 di kota
Jakarta, dan kemudian merambah di kota-kota lain salah satunya
adalah kota Surabaya.
Komunitas Hijabers Surabaya didirikan pada tahun 2012 oleh
seorang wanita bernama Alvia Enawani Nataprawira (Bunda Via).
Komunitas ini memiliki tujuan yang sama dengan komunitas
pendahulunya yaitu sebagai wadah untuk wanita muslim yang
ingin mengkreasikan jilbab yang dipakainya agar tidak
ketinggalan dengan perkembangan gaya busana pada saat ini.
Komunitas Hijabers ini dipandang sebagai agen konstruksi sosial
yang mengidentifikasikan realitas lewat berbagai instrument
yang dimilikinya, dimana komunitas hijabers tersebut ikut dalam
pembentukan realitas oleh masyarakat. Teori yang akan
digunakan adalah teori konstruksi sosial yang diperkenalkan
oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann yang berpandangan
bahwa realitas memiliki dimensi subjektif dan objektif.
4
Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas yang
objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia
memengaruhinya melalui proses internalisasi yang mencerminkan
realitas yang subjektif.
Sehingga dalam makalah ini, peneliti ingin mengetahui
serta menganalisa proses konstruksi penggunaan jilbab pada
wanita muslim khususnya pada masyarakat Surabaya akibat
munculnya komunitas hijabers dengan melihat ketiga komponen
dialektisnya yaitu internalisasi , obyektivasi, dan
eksternalisasi.
II. KAJIAN PUSTAKA
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan
dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan
kajian penulis. Terdapat dua penelitian yang akan penulis
paparkan dalam makalah ini, yaitu yang pertama adalah
penelitian oleh Devi Anandita mahasiswa Universitas Brawijaya
pada tahun 2014 berjudul ‘Konsumsi Tanda pada Fashion Hijab’.
Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan teori dari Jean Paul
Baudrillard yang membahas mengenai budaya konsumsi pada
masyarakat postmodern yang berkaitan dengan perkembangan media
5
massa kontemporer. Penulis disini menganalisis konsumsi atas
fashion hijab berlandaskan pada teori masyarakat konsumsi yang
disajikan oleh Baudrillard. Dalam penelitiannya, peneliti
menggunakan paradigm penelitian kualitatif dengan tipe
penelitian deskriptif. Peneliti melakukan observasi
partisipasi dan wawancara mendalam terhadap anggota Hijab
Beauty Community Malang mengenai hijab dan fashion hijab serta
mengetahui konsumsi tanda atas tanda yang ada pada berbagai
artefak fashion hijab. Hasil dari penelitiannya membutktikan
bahwasanya muslimah berhijab adalah muslimah yang dapat tampil
modis dan cantik melalui fashion hijab. Demi mendapatkan label
muslimah yang modis ini, kegiatan konsumsi mereka atas hijab
tidak lagi mementingkan pertimbangan atas nilai guna komoditas
hijab.
Rujukan penelitian kedua dilakukan oleh Desy Utami
Prajayanti dan Suharnomo dari Universitas Diponegoro berjudul
‘Kepemimpinan Tepa Selira: Sebuah Konstruksi Sosial
Kepemimpinan Jawa Joko Widodo’. Penelitian ini mengkaji model
kepemimpinan Jokowi dalam mengelola kota Solo yang didasarkan
oleh gaya kepemimpinan yang Jokowi anut. Pendekatan penelitian
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan
6
pendekatan studi kasus (case study). Subjek dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling, yakni suatu
teknik pengambilan sampling atau teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu dari dari pihak
peneliti sendiri dimana narasumber yang dipilih adalah orang-
orang yang dianggap mengetahui secara mendalam mengenai focus
penelitian yang diteliti. Peneliti menggunakan teori
konstruksi sosial dari Bergen dan Luckmann (1990) melalui tiga
tahapan yaitu, eksternaliasi, obyektivikasi, dan
internalisasi. Peneliti juga meneliti gaya kepemimpinan Jokowi
menggunakan model kepemimimpinan Hasta Brata yaitu 8 sifat
alam, yang terdiri dari bumi, matahari, bulan, bintang, api,
angina, air, dan langit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa konstruksi sosial kepemimpinan Jawa pada Jokowi sesuai
dengan teori konstruksi sosial dari Berger dan Luckmann.
Ditemukan juga bahwa Jokowi memiliki kedelapan sifat seperti
konsep kepemimpinan Hasta Brata.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
proses kontruksi sosial komunitas hijaber pada wanita muslim
di Indonesia. Dalam makalah ini, peneliti akan menggunakan
teori konstruksi sosial Berger dan Luckmann (1990) untuk
7
melihat bagaimana komunitas hijaber mampu mengkonstruksi
penggunaan jilbab pada masyarakat. Penelitian juga akan
menggunakan data skunder dalam melihat fenomena komunitas
hijab pada komunitas hijabers Surabaya, melalui penelitian
yang dilakukan oleh Faizol Rudowan tahun 2013 berjudul ‘Makna
Jilbab Bagi Komunitas Hijabers Surabaya’. Data sekunder
lainnya juga peneliti dapatkan dari website dan blog yang
menjelaskan mengenai komunitas hijabers tersebut. Peneliti
akan melihat konsep pokok teori konstruksi sosial dalam tiga
momen dialektis yang simultan, yaitu ekternalisasi,
obyektivikasi dan interalisasi.
III. PROBLEMATIK
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan,
peneliti memiliki sebuah problematik yang berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu:
‘Bagaimanakah proses konstruksi penggunaan jilbab akibat
munculnya komunitas Hijabers?’
Berdasarkan problematika ini, peneliti bertujuan untuk
menjelaskan proses kontruksi penggunaan jilbab akibat
8
munculnya komunitas Hijabers dengan menggunakan teori Berner dan
Luckman (1990).
IV. LANDASAN TEORI
Dalam bab ini, peneliti menggunakan teori konstruksi
sosial oleh Peter L. Berner dan Thomas Luckman (1990). Teori
kontruksi sosial adalah teori yang dikembangkan oleh Peter L.
Berner dan Thomas Luckman dimana mereka berpandangan bahwa
realitas sosial kehidupan sehari-hari memiliki dimensi
subjektif dan objektif (dalam Muslich 2008:150). Kenyataan
atau realitas obyektif adalah kenyataan yang berada di luar
diri manusia, sedangkan kenyataan subyektif adalah kenyataan
yang berada di dalam diri manusia. Dalam teori konstruksi ini,
manusia merupakan instrument dalam menciptakan realitas sosial
yang obyektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia
mempengaruhinya melalui proses internalisasi yang mencerminkan
realitas subjektif. Dalam hal ini manusia tidak hanya sebagai
produk masyarakat, namun juga masyarakat sebagai produk
manusia dimana kedua hal ini berlangsung secara dialektis:
tesis, antithesis, dan sintesis. Kedialektisan ini disebut
juga sebagai penanda bahwa masyarakat tidak pernah menjadi
produk akhir, namun tetap sebagai proses yang sedang
9
terbentuk. Berger dan Luckmann menemukan konsep untuk
menghubungkan antara yang subjektif dan objektif itu melalui
konsep dialektika, yang dikenal sebagai eksternalisasi,
obyektivikasi dan internalisasi.
Ekternalisasi adalah usaha ekspresi diri manusia kedalam
dunia luar, baik kegiatan mental maupun fisik. Kedirian
manusia adalah melakukan eksternalisasi yang terjadi sejak
awal, karena ia dilakhirkan belum selesai, berbeda dengan
binatang yang dilahirkan dengan organisme yang lengkap. Untuk
menjadi manusia, ia harus mengalami perkembangan kepribadian
dan perolehan budaya (Berger, 1994, dalam Manuaba, 2010).
Artinya, selama hidup manusia selalu menemukan dirinya dengan
jalan mencurahkan dirinya dalam dunia. Sifat belum selesai itu
dilakukan terus-menerus dalam rangka menemukan dan membentuk
eksistensi diri (Mursanto, 1993, dalam Muchlis:152).
Selanjutnya yang disebut dengan objektivikasi adalah
hasil yang telah dicapai baik mental maupun fisik dari
kegiatan eksternalisasi manusia (Muchlis, 2008:152). Hasilnya
berupa realitas objektif yang terpisah dari dirinya. Bahkan,
realitas objektif yang dihasilkan berpotensi untuk berhadapan
(bahkan mengendalikan) dengan si penghasilnya. Misalnya, dari
10
kegiatan eksternalisasi manusia menghasilkan alat demi
kemudahan hidupnya: cangkul untuk meningkatkan pengolahan
pertanian atau bahasa untuk melancarkan komunikasi. Kedua
produk itu diciptakan untuk menghadapi dunia. Setelah
dihasilkan, kedua produk itu menjadi realitas yang objektif
(objektivikasi). Ia menjadi dirinya sendiri, terpisah dengan
individu penghasilnya. Bahkan, dengan logika -nya sendiri, ia
bisa memaksa penghasilnya. Realitas objektif cangkul bisa
menentukan bagaimana petani harus mengatur cara kerjanya. Ia
secara tidak sadar telah didikte oleh cangkul yang
diciptakannya sendiri. Sama seperti bahasa yang mampu
mengendalikan manusia. Bahkan, mereka bisa bersengketa dan
perang karena bahasa. Realitas objektif itu berbeda dengan
kenyataan subjektif individual. Realitas objektif menjadi
kenyataan empiris, bisa dialami oleh setiap orang dan
kolektif.
Internalisasi adalah penyerapan kembali dunia objektif ke
dalam kesadaran subjektif sedemikian rupa sehingga individu
dipengaruhi oleh struktur sosial atau dunia sosial. Berbagai
macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan
ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, dan
11
sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi itu, manusia menjadi produk masyarakat. Salah
satu wujud internalisasi adalah sosialisasi. Bagaimana suatu
generasi menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma sosial
(termasuk budaya) yang ada kepada generasi berikutnya.
Generasi berikut diajar (lewat berbagai kesempatan dan cara)
untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mewarnai
struktur masyarakatnya. Generasi baru dibentuk oleh makna-
makna yang telah diobjektivikasikan. Generasi baru
mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai tersebut. Mereka
tidak hanya mengenalnya tetapi juga mempraktikkannya dalam
segala gerak kehidupannya. (Lihat Eriyanto, 2002, dalam
Muchlis, 2008:152).
V. KERANGKA TEORI
Hipotesa sementara dari penelitian ini terdiri dari:
1. Komunitas Hijabers adalah komunitas yang mampu
mengkonstruksi pandangan hijab yang awalnya kuno dan tidak
modis menjadi sebuah trend gaya berbusana baru yang trendy
dan modis.
12
2. Fashion hijab dimulai karena adanya Komunitas Hijabers yang
kemudian menjadikannya sebuah pengetahuan baru pada
masyarakat.
VI. PENDEKATAN METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
tipe penelitian deskriptif. Sedarmayanti dan Hidayati
(2011:33) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang dilakukan pada kondisi obyek yang alami,
peneliti sebagai instrument kunci, dan data yang dihasilkan
bersifat deskriptif. Lebih lanjut penelitian deskriptif
diartikan sebagai metode dalam pencarian fakta status
sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi suatu system
pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan
interpretasi yang tepat. Dengan menggunakan teknik penilitian
kualitatif tipe deskriptif, peneliti akan menjelaskan proses
dari penelitian yang akan dikaji secara lebih mandalam.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tanda kedua). Data sekunder yang diperoleh peneliti diambil
13
dari penelitian yang dilakukan oleh Faizol Ruduwan dari UIN
Sunan Ampen Surabaya pada tahun 2013 yang berjudul ‘Makna
Jilbab Bagi Komunitas Hijabers Surabaya’. Penelitian tersebut
menganalisa pemaknaan jilbab bagi komunitas hijabers di
Surabaya, dan peneliti akan mengambil data yang berupa
wawancara dengan beberapa informan. Informan yang dipilih
adalah yang menguasai atau memahami serta menghayati suatu
kejadian, mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung pada
kegiatan yang diteliti. Pemilihan subjek penilitian tersebut
adalah anggota komunitas Hijaber Surabaya. Peneliti juga
mengambil data dari website, blog dan berbagai sumber data
tentang komunitas Hijabers di Indonesia.
Dalam analasis data ini dilakukan proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari penelitian
yang dilakukan oleh Faizal Riduwan (2013) dan juga data
sekunder yang peneliti ambil mengenai Komunitas Hijabers.
Penelitian kali ini menggunakan tiga tahapan analisis yaitu
reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Dalam tahap
reduksi data, data dikelompokkan dari berbagai sumber yang
telah diperoleh dan kemudian membuang data yang tidak penting.
Pengelompokan data sesuai dengan focus penelitian yang telah
14
ditentukan. Tahap selanjutnya adalah penyajian data dimana
setelah data dipilah-pilah maka data ditulis dan disajikan
sesuai dengan kategori dalam fokus penelitian. Tahap akhir
adalah kesimpulan dimana data yang sudah dikelompokan tadi
disimpulkan sehingga rumusan masalah dapat terjawab.
VII. DESKRIPSI FAKTUAL
Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan hasil penelitian
dengan menggunakan teori konstruksi sosial dari Berger dan
Luckmann (1990) dengan tiga komponennya yaitu eksternalisasi,
obyektivasi dan internalisasi.
7.1 Eksternalisasi Komunitas Hijabers
Eksternalisasi adalah usaha ekspresi diri manusia kedalam
dunia luar, baik kegiatan mental maupun fisik. Dalam momen
ini, komunitas hijab adalah suatu subjek yang memunculkan
begitu banyak inovasi khususnya fashion hijab. Fashion hijab yang
diciptakan oleh komunitas ini mampu membangun image baru pada
15
masyarakat bahwa pemakai jilbab tidak lagi hanya orang-orang
kuno ataupun ketinggalan jaman. Jilbab diaplikasikan dengan
berbagai model dan bentuk, dengan model stylish dan unik membuat
pemakai hijab terlihat semakin cantik dan tetap modis. Jilbab
pada awalnya hanya dipakai tanpa adanya model yang menarik,
hanya berbentuk segiempat atau model bergo (jilbab siap
pakai), namun sejak munculnya komunitas Hijaber pada tahun
2010, model pemakaian hijab menjadi lebih beragam dan
berwarna. Konstruksi sosial yang dilakukan oleh komunitas
hijabers terhadap penggunaan hijab juga melalui berbagai
kegiatan positif. Dengan diadakannya berbagai kegiatan
memancing wanita muslim untuk ikut bergabung dan kemudian
mulai menggunakan hijab. Kegiatan yang rutin mereka lakukan
antara lain adalah kelas hijab, talk show, fashion show, acara sosial,
kelas make up, fotografi, modeling, dan sebagainya. Kegiatan
yang diciptakan oleh komunitas hijabers ini mampu menarik
perhatian wanita muslim, baik remaja maupun dewasa untuk
bergabung dan ikut berpartisipasi.
16
7.2 Obyektivasi Komunitas Hijabers
Obyektivasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental
maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. Hasilnya
berupa realitas objektif yang terpisah dari dirinya, namun
berpotensi untuk berhadapan (bahkan mengendalikan)
penghasilnya. Proses obyektivitas komunitas hijabers pada
penggunaan hijab terjadi pada para anggota komunitas hijabers
yang kemudian merambat pada wanita-wanita muslim lain dengan
melihat busana berpakaian para anggota komunitas Hijabers.
Anggota dalam komunitas dapat berubah dalam penggunaan hijab
dari yang sebelumnya tidak mengenal model penggunaan hijab
yang modern, menjadi sadar akan penggunaannya. Adanya
komunitas hijabers ini membuat para anggota selalu
mengaplikasikan hijab modern dalam berbagai acara. Salah satu
bukti adalah wawancara yang dilakukan pada salah satu
komunitas Hijabers Surabaya yang mengaku selalu berganti model
hijab setiap adanya event yang berbeda.
“Saya kalau ganti model jilbab itu sebulan ya 30
kali, sungkan kalo make kudung yang itu-itu aja,
kan kita juga uda diajari cara membuat jilbab
yang cocok dengan kita. Setiap ada event apalagi,
kita harus tampil beda dengan yang biasanya kita
17
pake sehai-hari. Dalam event itu kan uda ada
temanya, make nya ya sesuai dengan temanya
itu, jadi kita nanti semuanya sama di acara itu”.
Dalam hal ini membuktikan bahwasanya komunitas Hijabers
mampu membentuk perilaku seseorang yang awalnya tidak biasa
menggunakan kreasi hijab modern menjadi lebih kreatif dan
selalu mengaplikasikan model jilbab tersebut di berbagai event.
Sebuah pendapat juga disampaikan oleh seorang anggota
komunitas Hijabers Surabaya yang mengatakan bahwa jilbab
modern mampu membuatnya menjadi lebih percaya diri dari
sebelumnya.
“Saya masuk komnitas ini ingin mengetahui
banyak tentang model-model jilbab yag modis dan
gaul lalu saya mengaplikasikanya dalam keseharian
saya, biar gak malu kalo pake jilbab. Dlukan
kalo pake jilbab, saya ya pake jilbab yang
sebisanya saja, jadi saya malu biasanya, dengan
tahu banyak bentuk jilbab yang modis saya
menjadi PD bila keluar ma temen”.
Penggunaan hijab modern membuat wanita lebih percaya diri
dan terlihat modis dibandingkan dengan jilbab yang biasa-biasa
18
saja. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas Hijabers sangat
membantu para anggotanya untuk menjadi pribadi yang percaya
diri dan trendy dengan menggunakan hijab modern.
Hal ini tidak hanya terjadi pada anggota dari komunitas
Hijabers, namun juga pada wanita muslim di Indonesia.
Komunitas Hijabers ini seringkali memposting kegiatan dan foto
terbaru mereka melalui media sosial seperti facebook, website
dan twitter yang kemudian menjadi trend dalam busana muslim
Indonesia. Banyak wanita muslim yang kemudian meniru pemakaian
jilbab ini karena terlihat lebih modis dan gaul. Salah satu
contohnya adalah hasil wawancara pada salah satu anggota
komunitas yang mengatakan bahwa jilbab yang dia gunakan
menarik teman-teman yang melihatnya dan kemudian berminat
untuk memakai juga.
“Memakai jilbab itu bisa menunjukan kalau kita
itu wanita yang modis, kan di Komunitas Hijabers
Surabaya, pemakain jilbab selalu dikreasikan
dengan model yang sedang boming. Jadi kita tidak
perlu khawatir karena memakai jilbab juga bisa
terlihat tetap modis atau fashionable. Kami selalu
bermusyawarah lalu belajar bareng untuk
membuat kreasi model jilbab yang modis sehingga
kami bisa nyaman dalam memakainya. Sekaranng
19
banyak juga artis di televisi yang memakai jilbab
tetapi tetap kan masih kelihatan cantik dan tetap
laris pula di televisi. Saya juga gak mau
memakai jilbab yang simple, kayak yang dipakai
orang-orang biasanya, saya senang jika
mengkreasikan jilbab yang saya pakai dengan
model yang lagi boming. Teman-teman saya yang
melihat juga pengen diajarin cara memakai
kerudung kayak yang saya pakai ini. Saya
jadi tahu kerudung apa yang sesuai dengan
wajah kita, jadi kita juga bisa menutupi
kekurangan kita dengan memakai jilba itu. Kami
disini rata-rata semuanya ganti model jilbab setiap
hari jadi tidak sama setiap harinya.
Hal ini telah menunjukkan bahwasanya munculnya komunitas
hijab mampu membangun fashion hijab modern pada wanita muslim.
Hal ini membuat para pengguna jilbab selalu tertarik untuk
mengkreasikan model jilbabnya dengan model yang lebih cantik
dan trendy. Hal ini membuktikan bahwasanya fashion hijab yang
dibangun oleh komunitas Hijabers dapat menkonstruksi model
berjilbab pada wanita muslim, yang awalnya hanya biasa-biasa
saja menjadi modis dan gaul.
7.3 Internalisasi Komunitas Hijabers
Internalisasi adalah penyerapan kembali dunia objektif
kedalam kesadaran subjektif sedemikian rupa sehingga individu
20
dipengaruhi oleh struktur sosial atau dunia sosial. Berbagai
macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan
ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, dan
sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Dalam hal
ini komunitas hijabers menjadi pendukung utama dalam
internalisasi pengetahuan baru yaitu berupa fashion hijab
modern. Proses internalisasi sangat dipengaruhi oleh orang-
orang yang berpengaruh didalam masyarakat, dan para anggota
pada komunitas hijabers yang telah berdiri dari tahun 2010
mampu menjadi pedoman cara berhijab modern dan meninggalkan
model jilbab yang biasa-biasa saja oleh wanita muslim di
Indonesia.
VIII.PENJELASAN DAN TAFSIR
Berdasarkan hasil yang telah ditemukan, dibuktikan
bahwasanya komunitas Hijabers adalah suatu subjek yang mampu
menkonstruksi penggunaan jilbab pada wanita Indonesia dengan
melihat dari sudut pandang teori konstruksi sosial Berger dan
Luckmann (1990). Komunitas Hijabers Surabaya yang menjadi objek
kajian dalam makalah ini menunjukkan salah satu bukti
bagaimana komunitas ini dapat membuat suatu perubahan dari
21
masyarakat yang awalnya tidak menyukai jilbab karena kesannya
yang kuno dan ketinggalan jaman, menjadi suatu trend berbusana
yang trendy. Wanita yang belum menggunakan jilbab-pun menjadi
terdorong untuk memakainya karena kesan yang ditampilkan
tersebut, masih tetap trendy dan modis tanpa meninggalkan
syar’i.
IX. KESIMPULAN
Proses konstruksi sosial komunitas Hijabers pada penggunaan
jilbab sesuai dengan teori konstruksi sosial dari Berger dan
Luckman (1990) adalah melalui tiga tahapan yaitu:
Tahapan eksternalisasi membuktikan bahwa komunitas hijab
adalah suatu subjek yang memunculkan begitu banyak inovasi
baru khususnya fashion hijab. Fashion hijab kemudian menjadi trend
dan gaya busana terbaru pada wanita muslim Indonesia.
Komunitas ini juga mengadakan berbagai macam kegiatan yang
membuat mayarakat tertarik untuk ikut bergabung, yaitu kelas
hijab, talk show, fashion show, acara sosial, kelas make up, fotografi,
modeling, dan sebagainya.
Tahapan obyektivasi membuktikan bahwa penggunaan hijab
modern dilakukan oleh para anggota komunitas hijabers yang
22
kemudian merambat pada wanita-wanita muslim lain dengan
melihat busana berpakaian para hijabers. Anggota dalam
komunitas dapat berubah dalam penggunaan hijab dari yang
sebelumnya tidak mengenal model penggunaan hijab yang modern,
menjadi sadar akan penggunaannya yang mampu membuat seseorang
menjadi terlihat lebih cantik, percaya diri dan modis.
Tahapan terakhir yaitu internalisasi membuktikan bahwa
fashion hijab mampu mempengaruhi penggunaan jilbab para wanita
di Indonesia dimana mereka melihat dan kemudian menerima fashion
hijab modern tersebut untuk diinternalisasikan kedalam diri
mereka. Fashion hijab yang diperkenalkan oleh komunitas Hijabers
ini kemudian menjadi sebuah pengetahuan baru yang membentuk
realitas baru dalam gaya berbusana muslim wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Ananditi, Devi. (2014). Konsumsi Tanda pada Fashion Hijab. Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik: Universitas Brawijaya.
Demartoto, Argyo. (2013). Teori Konstruksi Sosial dari Peter
L. Berger dan Thomas Luckman. [online].
(http://argyo.staff.uns.ac.id/2013/04/10/teori-konstruksi-
23
sosial-dari-peter-l-berger-dan-thomas-luckman/, diakses 27
Desember)
Muslich, Masnur. (2008). Kekuasaan Media Massa Mengonstruksi
Realitas. Jurnal Bahasa dan Seni. Vol. 36, no. 2, pp. 150-159.
[online].
(http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Kekuasa
an-Media-Massa-Mengontruksi-Realitas-Masnur-Muslich.pdf,
diakses 26 Desember 2014)
Manuaba, I. B. Putera. (2010). Memahami Teori Konstruksi
Sosial. Jurnal Masyarakat dan Politik. Vol. 21, no. 3, p. 221-230.
[online]. (http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=119:memahami-teori-
konstruksi-sosial&catid=34:mkp&Itemid=62, diakses 27
Desember 2014)
Pakuna, Hatim Badu. (2014). Fenomena Komunitas Berjilbab;
Antara Ketaatan dan Fashion. Jurnal Farabi. Vol. 11, no. 1, pp.
1-11.
Riduwan, Faizol. (2013). Makna Jilbab bagi Komunitas Hijabers
Surabaya. Jurnal Sosiologi Islam. Vol. 3, no. 1, pp. 65-87.
Sedarmayanti; Hidayat, Syarifuddin. Metodologi Penelitian. (2012).
Metodologi Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju.
Tqn, Santri. (2013). Presentase Jumlah Umat Islam Berbagai
Daerah di Indonesia. [online].
(http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/07/persentase-
24