Top Banner

of 27

Sastrawan Indonesia Pasca

Oct 10, 2015

Download

Documents

Dani Romeigo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SASTRAWAN INDONESIA PASCA-ANGKATAN 66Maman S. Mahayanahttp://mahayana-mahadewa.com/

BAGIAN I

Masalah angkatan dalam pelajaran kesusastraan Indonesia di sekolah-sekolah sering kali merepotkan para guru. Apakah setelah Angkatan 66, tidak ada lagi angkatan yang lahir kemudian? Jika ada, angkatan apakah namanya? Siapa pula yang termasuk angkatan ini dan apa saja karya yang telah dihasilkannya? Apa pula ciri-ciri yang menonjol yang diperlihatkan Angkatan pasca-66, sehingga ia berbeda dengan Angkatan 66?

Begitulah, sejumlah pertanyaan itu --yang diajukan siswa-- kerap membuat para guru sastra gelagapan. Persoalannya bukan karena ketidakmampuan para guru untuk menjawab pertanyaan itu, melainkan lebih disebabkan oleh kekhawatiran mereka jika jawabannya salah. Lebih jauh lagi, kekhawatairan, bagaimana jika kemudian pertanyaan sejenis itu, muncul dalam soal-soal Ebtanas (Evaluasi Belajar Tingkat Nasional/Ujian). Lalu, bagaimanakah para guru harus bersikap atau mencoba menerangkan duduk persoalannya?

Dalam kaitannya dengan masalah tersebut, guru sebaiknya tidak memberi pertanyaan pilihan, tetapi memberi pertanyaan esai. Dalam soal pertanyaan seperti, jawabannya bukanlah terletak pada benar atau salah, melainkan pada logis atau tidak, argumentatif atau tidak. Tujuannya, agar siswa belajar memahami pengetahuan yang didapat dari guru dan buku yang dibacanya. Siswa sekaligus juga belajar mengungkapkan sendiri lewat keterampilannya memahami bacaan dan merumuskan pikiran atau gagasannya dengan bahasanya sendiri.***

Harus diakui, setelah Angkatan 66 dengan salah seorang tokoh kuncinya, Taufiq Ismail, baru Pamusuk Eneste dalam bukunya Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern (Djambatan, 1988), yang membakukan Angkatan 70-an dalam buku pelajaran sastra untuk SLTA. Jadi, setelah Angkatan 66, sebenarnya telah muncul Angkatan 70-an dan mereka telah menghasilkan karya-karya penting. Justru setelah Angkatan 66 itulah, khazanah kesusastraan Indonesia memperlihatkan kesemarakannya yang luar biasa.

Secara kuantitatif dan kualitatif, karya-karya yang muncul kemudian jauh lebih beragam dan lebih berani menampilkan berbagai eksperimentasinya. Dan yang lebih penting lagi, karya-karya mereka sudah makin memperlihatkan kematangannya. Jika demikian, atas dasar pemikiran apa sehingga karya-karya mereka tidak dimasukkan ke dalam Angkatan 66? Untuk memperoleh gambaran mengenai hal tersebut, perlu kiranya kita menyimak dahulu dasar pemikiran H.B. Jassin dalam penyebutan Angkatan 66.

Dasar pemikiran Jassin mengenai penamaan Angkatan 66, bertumpu pada peristiwa tahun 1966 ketika mahasiswa, pelajar dan para pemuda kita mendobrak kebobrokan dan penyelewengan negara. ... kita pun menyaksikan satu ledakan pemberontakan dari penyair, pengarang dan cendekiawan, yang telah sekian lama dijajah jiwanya dengan slogan-slogan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Selanjutnya Jassin mengatakan: Siapakah pengarang-pengarang yang termasuk Angkatan 66 ini? Ialah mereka yang tatkala tahun 1945 berumur kira-kira 6 tahun dan ... tahun 1966 kira-kira berumur 25 tahun. Mereka ... telah giat menulis dalam majalah sastra dan kebudayaan sekitar tahun 55-an, seperti Kisah, Siasat, Mimbar Indonesia, Budaya, Indonesia, Konfrontasi, Tjerita, Prosa, Basis....

Dengan dasar pemikiran tersebut, maka H.B. Jassin memasukkan nama Motinggo Boesje, Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, Umar Kayam, Goenawan Mohamad, Arifin C. Noer, Ramadhan KH, Bur Rasuanto, Rendra, Ajip Rosidi, Subagio Sastrowardojo, Titie Said, Slamet Sukirnanto, Satyagraha Hoerip, N.H. Dini, dan beberapa nama lain. Sebagian besar dari nama-nama itu, memang terlibat aktif dalam pergolakan politik yang terjadi tahun 1960-an. Beberapa dari mereka, terutama Taufiq Ismail, Abdul Wahid Situmeang, Slamet Sukirnanto, Bur Rasuanto, juga menghasilkan karya yang memperlihatkan perlawanannya atas kebrengsekan yang dilakukan pemerintah waktu itu. Jadi, pemikiran Jassin lebih didasarkan pada usia pengarang dan kiprahnya pada pertengahan tahun 1950-an sampai tahun 1966, serta pada karya-karya yang menggambarkan perlawanan atau kritik sosial.

Setelah gerakan mahasiswa tahun 1966 berhasil menumbangkan rezim pemerintahan Orde Lama, kehidupan sosial budaya, terutama sastra, seolah-olah telah memperoleh saluran kebebasan berkreasi. Sejak akhir tahun 1967, dan terutama di awal tahun 1970-an, bermunculanlah karya sastra yang memperlihatkan semangat kebebasan itu. Maka, di antara karya-karya yang konvensional yang terbit tahun 1970-an, tidak sedikit pula yang memperlihatkan semangat kebebasan itu yang diejawantahkan dalam bentuk karya-karya eksperimental. Sementara itu, nama-nama yang oleh H.B. Jassin dimasukkan ke dalam Angkatan 66, dalam tahun 1970-an itu, justru makin memperlihatkan kematangannya.

Jika disederhanakan, sastrawan tahun 1970-an atau sebut saja Angkatan 70-an, berdasarkan karya-karya yang dihasilkannya, dapat dibagi ke dalam tiga kelompok.

Pertama, mereka yang termasuk Angkatan 66 atau yang telah berkarya pada da-sawarsa tahun 1960-an, tetapi mulai makin matang pada tahun 1970-an.Yang termasuk kelompok sastrawan dari golongan ini antara lain, Rendra, Nasyah Djamin, Umar Kayam, N,H. Dini, Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Titis Basino, Abdul Hadi WM, Slamet Sukirnanto, Sori Siregar, Gerson Poyk, Wing Kardjo, D. Zawawi Imron, M. Poppy Hutagalung, Husni Djamaludin, Muhammad Fudoli, Leon Agusta, dan Satyagraha Hoerip.

Kedua, mereka yang karya-karyanya baru muncul tahun 1970-an. Yang termasuk sastrawan golongan ini, antara lain, Korrie Layun Rampan, Emha Ainun Nadjib, Rayani Sriwidodo, Sri Rahayu Prihatmi, Wildam Yatim, Marianne Katoppo, Toeti Herati, Abrar Yusra, Aspar Paturisi, Emha Ainun Nadjib, Hamid Jabbar, Putu Arya Tirtawirya, Linus Suryadi, Arswendo Atmowiloto, Marianne Katoppo, dan Seno Gumira Ajidarma

Ketiga, mereka yang menghasilkan karya-karya dengan kecenderungan melakukan bentuk-bentuk eksperimentasi. Di antara mereka ada pula yang sudah berkarya sejak tahun 1960-an. Yang termasuk ke dalam golongan ini, antara lain, Iwan Simatupang, Arifin C. Noer, Danarto, Sutardji Calzoum Bachri, Kuntowijoyo, Putu Wijaya, Ikranegara, Budi Darma, Ibrahim Sattah, Leon Agusta, Adri Darmadji Woko, Darmanto Jatman, dan Yudhistira Ardi Noegraha.

Dari kelompok ketiga yang memperlihatkan bentuk eksperimentasi itu, pernyataan sikap penyair Sutardji Calzoum Bachri, dapatlah dianggap mewakili usaha pembaruan yang dilakukan mereka. Pada tanggal 30 Maret 1973, Sutardji Calzoum Bachri menyatakan pendirian kepenyairannya dalam sebuah pernyataan yang disebutnya Kredo Puisi. Berikut ini akan dikutip beberapa bagian dari Kredo Puisi tersebut.Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, ....Sebagai penyair saya hanya menjaga --sepanjang tidak mengganggu kebebasan-nya-- agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa men-dapatkan aksentuasi yang maksimal.Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata yang berarti mengembalikan kata-kata pada awal-mulanya. Pada mulanya--adalah Kata. Dan Kata Pertama adalah Mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.

Ciri-ciri yang menonjol dari eksperimentasi yang diperlihatkan karya-karya yang muncul dasawarsa 1970-an itu, dapatlah disebutkan beberapa di antaranya. Untuk novel dapat diwakili oleh karya Iwan Simatupang, Putu Wijaya dan Kuntowijoyo. Ciri khas yang menonjol dari karya mereka pada tema yang mengangkat masalah keterasingan manusia dan kehidupan yang absurd. Identitas tokoh menjadi tidak penting. Latar tempat dan latar waktu, dapat berlaku di mana dan kapan saja. Alur tidak lagi menekankan hubungan sebab-akibat (kausalitas). Peristiwa yang dihasilkan oleh lakuan dan pikiran, disajikan secara tumpang-tindih. Akibatnya, peristiwa itu seolah-olah tidak jelas lagi juntrungannya.

Untuk cerpen, dapat diwakili oleh karya-karya Danarto, Putu Wijaya, Kuntowijoyo. Lebih khusus lagi pada cerpen-cerpen Danarto, tokoh-tokoh yang muncul bisa apa saja. Air, batu, khewan, tanaman, atau benda dan binatang apapun, bisa saja menjadi tokoh yang juga dapat berdialog dengan tokoh utama. Kumpulan cerpen Godlob, dapatlah kiranya mewakili bentuk eksperimentasi cerpen Indonesia dasawarsa tahhun 1970-an itu.

Untuk bidang drama, dapat diwakili oleh karya-karya Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Rendra, dan Ikranegara. Ciri khas yang menonjol dari karya mereka adalah terbukanya peluang bagi para pemain untuk melakukan improvisasi. Dalam hal ini, identitas tokoh yang tidak jelas, juga memungkinkan seorang pemain, dapat memainkan peran dua tokoh atau lebih. Ciri khas yang lainnya lagi adalah lepasnya keterikatan pada panggung. Jika dalam naskah-naskah drama sebelumnya, latar tempat dengan materialnya yang serba jelas dan konkret, maka dalam sebagian naskah drama yang muncul tahun 1970-an itu, panggung tidak lagi menjadi penting. Artinya, pementasan itu dapat dilangsungkan di mana saja. Bahkan, Rendra tampil pula dengan drama mini kata, yaitu drama yang sengaja lebih mementingkan lakuan daripada dialog.

Untuk bidang puisi, ikatan pada bait dan larik, sama sekali diabaikan. Puisi tahun 1970-an cenderung lebih mementingkan ekspresi untuk mendukung tema yang hendak disampaikan. Karena itu, ada puisi naratif yang panjang menyerupai bentuk prosa, ada pula yang sengaja disusun pendek-pendek. Selain itu, gencar pula kecenderungan untuk mengali akar tradisi kultural tempat penyair itu lahir dan dibesarkan. Sutardji Calzoum Bachri, Ibrahim Sattah, Adji Darmadji Woko, Darmadji Woko adalah beberapa nama yang menonjol mengangkat tradisi kulturalnya.***

BAGIAN II

Kesemarakan sastra Indonesia tahun 1970-an, kemudian berlanjut pada tahun 1980-an. Pada dasawarsa tahun 1980-an ini, mereka yang sudah berkarya pada periode sebelumnya, juga masih terus berkarya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan sastrawan tahun 1980-an itu adalah mereka yang karya-karyanya baru muncul pada dasawarsa itu. Sekadar menyebut beberapa nama penting, mereka adalah: Hamsad Rangkuti, Ahmad Tohari, Eka Budianta, Y.B. Mangunwijaya, N. Riantiarno, F. Rahardi, Afrizal Malna, Darman Moenir, Pamusuk Eneste, Acep Zamzam Noor, Soni Farid Maulana, Diah Hadaning, Ahmadun Y. Herfanda, Adhi M. Massardi, dan Noorca M. Massardi.

Lalu bagaimanakah semangat yang diperlihatkan sastrawan tahun 1980-an ini? Secara keseluruhan, dibandingkan dengan periode sebelumnya, semangat eksperimentasi sastrawan tahun 1980-an, mulai mengendor, kecuali tampak pada diri Afrizal Malna (puisi), Darman Moenir (novel), Pamusuk Eneste (cerpen) dan N. Riantiarno (drama). Meskipun begitu, bukan berarti karya-karya mereka tidak penting. Novel Ahmad Tohari (Ronggeng Dukuh Paruk) dan Mangunwijaya (Burung-Burung Manyar) merupakan karya penting dalam perjalanan novel Indonesia modern. Demikian pula cerpen Hamsad Rangkuti (Lukisan Perkawinan) merupakan karya yang matang, meski tidak mengangkat tema-tema yang besar.

Dalam tahun 1990-an ini, karya sastra yang muncul lebih banyak lagi. Dalam dasawarsa ini, terjadi inflasi puisi. Begitu banyak penulis puisi, tetapi sangat sedikit yang dapat dimasukkan sebagai penyair. Mereka banyak yang menerbitkan sendiri karyanya dengan biaya swadaya dan format seadanya. Sebagian besar, harus diakui, memperlihatkan talenta yang menjanjikan. Tetapi, untuk menjadi sastrawan besar, tentu saja bakat yang penuh harapan itu, harus pula dibarengi dengan wawasan dan penge-tahuan yang luas. Tanpa itu, sangat mungkin mereka akan kehabisan ide, dan tinggal menunggu namanya tenggelam.

Ciri yang menonjol yang terjadi dalam tahun 1990-an ini adalah adanya gerakan sastrawan daerah. Kondisi itu dimungkinkan oleh adanya majalah dan koran-koran daerah. Jadi, di antara mereka itu, ada yang hanya mempublikasikan karyanya di media massa lokal, tetapi ada juga yang dimuat di media massa ibukota. Dengan demikian, peta kesusastraan Indonesia tahun 1990-an ini, lebih beraneka ragam. Taufiq Ismail, Rendra, Sapardi Djoko Damono (Angkatan 66) masih terus berkarya. Abdul Hadi, Sutardji Calzoum Bachri, Danarto, Kuntowijoyo, Umar Kayam, Hamid Jabbar, Seno Gumira Ajidarma dan beberapa nama dari Angkatan 70-an, juga masih tetap aktif dan berkarya. Hal yang sama juga dilakukan oleh sastrawan tahun 80-an. Lihatlah Ahmad Tohari dan Hamsad Rangkuti masih menghasilkan sejumlah cerpen, Afrizal Malna, Ahmadun, Soni Farid Maulana atau Acep Zamzam Noor, juga masih menghasilkan antologi puisi.

Demikianlah, dasawarsa tahun 1990-an ini, dipenuhi oleh karya sastra dari beberapa angkatan. Bahwa karya-karya sastrawan Angkatan 66 dan sastrawan tahun 70-an dan 80-an, turut menyemarakkan peta kesusastraan Indonesia tahun 1990-an, masalahnya bahwa karya-karya mereka tidak hanya memperlihatkan kematangannya sebagai sastrawan senior, tetapi juga memang masih sangat menonjol, dibandingkan sastrawan yang muncul tahun 1990-an. Dalam hal ini, terbukti bahwa wawasan dan pengetahuan yang luas, telah memberi kekayaan luar biasa, sehingga mereka tidak kehabisan gagasan dan terus bertahan sampai enah kapan.

Sekadar menyebut beberapa nama penting atau yang potensial menghasilkan karya-karya yang memberi kontribusi bagi pemerkayaan khazanah kesusastraan Indonesia, di antaranya adalah: Gus tf (Padang), Taufik Ikram Jamil (Riau), Agus R. Sarjono, Cecep Samsul Hari, Oka Rusmini, Ahmad Syubbanudin Alwy, Saeful Badar, Karno Kartadibrata, Doddi Achmad Fawzy, Juniarso Ridwan, Beni Setia, Atasi Amin, Ahda Imran (Bandung), Naim Prahana, Hasanuddin Z. Arifin, Isbedy Stiawan ZS, Syaiful Irba Tanpaka, Panji Utama (Lampung), Toto St Radik (Banten), Wowok Hesti Prabowo (Tangerang), Anil Hukma (Ujung Pandang), Dorothe Rosa Herliani, Joko Pinurbo, Mathoti A. Elwa, Amin Wangsitalaja (Yogyakarta), Tomy Tamara (Makasar), dan Aspur Azhar (Jakarta). Selain itu, sejumlah nama lulusan FSUI, agaknya tidak mau ketinggalan. Asep Sambodja, Ihsan Abdul Salam, Purwadi Djunaedi, Rizal, dan belakangan Zeffry J. Alkatiri, memberi warna lain dalam peta puisi Indonesia tahun 1990-an. Antologi puisi yang telah dihasilkan nama-nama tersebut di atas memperlihatkan karya yang menjanjikan dan penuh pengharapan.

Sementara itu, para cerpenis yang muncul tahun 1990-an --yang juga bertebaran di pelosok tanah air ini-- beberapa di antaranya niscaya akan menjadi sastrawan penting. Jujur Prananto, Yanusa Nugroho, Kurnia Jaya Raya (Jakarta), M. Shoim Anwar, Sirikit Syah, Kusprihyanto Namma, Aria Kamandaka, Sony Karsono (Surabaya), Kazzaini Ks (Riau). Dari Yogyakarta, dua nama Agus Noor dan Joni Aridinata, juga mulai memperlihatkan kematangannya; di antara penulis wanita, Helvy Tiana Rosa dan Lea Pamungkas, patut pula kita perhitungkan. Karya-karya mereka memperlihatkan kualitas yang mumpuni dan memberi banyak harapan bagi karya-karya selanjutnya.

Bagaimanakah pula dengan prosa Indonesia tahun 1990-an? Dua nama, yaitu Ayu Utami (Saman, Jakarta: KPG, 1998) dan Taufik Ikram Jamil (Hempasan Gelombang, Jakarta: Grasindo, 1998) merupakan dua novel penting yang terbit tahun 1990-an ini. Kedua novel itu memperlihatkan usaha eksperimentasi yag serius. Memasuki tahun 2000, Gus tf Sakai, lewat novelnya, Tambo: Sebuah Pertemuan (Jakarta: Grasinso, 2000), juga sengaja menamp[ilkan bentuk eksperimentasi dengan memasukkan bentuk esai dan pola penceritaan yang gonta-ganti. Pada tahun berikutnya, seorang novelis --pendatang baru-- Dewi Lestari (Dee) juga membuat kejutan yang benar-benar mengagumkan lewat sebuah novel science, berjudul Supernova (Bandung: Truedee Books, 2001).

Jika keempat nama itu ditempatkan dalam kotak yang mewakili novelis Indonesia mutakhir, maka tampak jelas bahwa akar tradisi yang melatarbelakangi kepengarangan mereka sangat mempengaruhi unsur intrinsik karya yang ditampilkannya. Ayu Utami dan Dewi Lestari adalah produk manusia kosmopolitan yang tak jelas akar tradisinya. Keduanya telah tercerabut dari masa lalu yang menjadi latar sejarah oetnis orang tua yang melahirkan dan membesarkannya. Akibatnya, mereka telah kehilangan identitas masing-masing dari kultur etnis. Itulah sebabnya, novel yang diangkatnya memperlihatkan kegelisahan manusia kosmopolitan. Bahkan, dalam novel Supernova, Dewi Lestari tidak hanya mencoba memanfaatkan deskripsi science sebagai bagian tak terpisahkan dari unsur intrinsik novel bersangkutan (tokoh, latar, dan tema), tetapi juga menyodorkan kontroversi tokoh gay (homoseksual) yang dalam sejarah novel Indonesia, belum pernah diungkapkan novelis lain.

Hal tersebut sangat berbeda dengan sosok Taufik Ikram Jamil dan Gus tf Sakai. Keduanya lahir dan dibesarkan di dalam lingkuran kultur etnis. Oleh karena itu, mereka mencoba menggali kekayaan, sekaligus kegelisahan kultur masyakaratnya. Itulah yang terjadi pada dua novel Hempasan Gelombang dan Tambo: Sebuah Pertemuan. Novel Hempasan Gelombang mencoba mengangkat sejarah Melayu (Riau) dalam konteks masa kini. Dengan begitu, tokoh-tokoh di sana, dalam beberapa peristiwa dapat ulang-alik, bolak-balik dari masa lalu ke masa sekarang. Latar waktu menjadi simbol yang mengisyaratkan tema. Dengan penyajian yang berbeda, Gus tf Sakai mencoba mengangkat tradisi kultural masyarakatnya (tambo), juga dalam konteks masa kini. Seperti juga masyarakat masa kini yang diplintir dan dieksploitasi oleh hegemoni atas nama ilmu pengetahuan, maka kultur, masyarakat atau apa pun, juga sering kali tidak dapat menghindar dari dominasi hegemoni itu. Itulah sebabnya, dalam beberapa bagian novel itu, Gus tf Sakai menyajikan semacam etnografi-sosiologis.***

Bahwa Korrie Layun Rampan memasukkan nama-nama itu ke dalam Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, hal tersebut mesti kita perlakukan sebagai usaha pemberian label saja. Masalahnya, nama angkatan, apalagi dikaitkan dengan latar waktu atau tarikh, secara logis lahir dari berbagai peristiwa yang sudah terjadi, dan bukan mengambil waktu yang peristiwanya sendiri belum terjadi. Penamaan Angkatan 2000, telah diproklamasikan Korrie tahun 1998, dua tahun sebelum memasuki tahun 2000 itu sendiri. Dari sudut penamaan angka tahun, jelas Korrie sekadar mengambil label. Dan momentum yang menurutnya tampak pas adalah angka tahun 2000 itu.

Meskipun demikian, usaha Korrie yang mencoba memberi landasan estetik terhadap sejumlah karya yang dimasukkannya ke dalam kotak Angkatan 2000, dengan sejumlah ciri yang membedakannya dengan angkatan sebelumnya, tentu saja patut kita hargai. Masalahnya tinggal, apakah kita setuju dengan penamaan Angkatan 2000 itu atau tidak. Jika setuju, kita harus menghargai sikap persetujuannya, jika pun tidak setuju, kita juga harus menghargai sikap ketidaksetujuannya. Sama halnya dengan sikap kita --setuju atau tidak setuju-- terhadap penamaan Angkatan 66, Sastrawan 70-an, Sastrawan 80-an, atau penamaan-penamaan lainnya. Yang penting dicermati adalah bahwa penamaan itu sekadar label. Dan kita harus terbuka pada gagasan siapa pun yang mencoba menyodorkan label-label itu.

Demikianlah, gambaran umum mengenai sastrawan-sastrawan pasca-Angkatan 66. Dalam perkembangannya nanti, kita akan menyaksikan, apakah nama-nama itu akan tengge-lam atau terus berkarya, sebagaimana yang diperlihatkan beberapa sastrawan Angkatan 66. Melihat sebagian besar dari nama-nama itu lebih banyak mengandalkan bakat alam, maka besar kemungkinan, di antara sederetan nama itu, hanya beberapa saja yang menonjol dan akan terus bertahan sampai tahun 2000 sekian.

Persoalannya tinggal, apakah mereka mampu mengeksploitasi dan mengeksplo-rasi berbagai problem sosio-kultural kita dengan dukungan intelektualitasnya. Tanpa usaha pen-dayagunaan, penjelajahan, dan perluasan wawasan, tanpa usaha penggalian dan pendalaman keberagaman kekayaan kultur kita, niscaya karya-karya yang akan dihasilkannya hanya sebagai karya yang baik, tetapi tidak cukup monumental. Jika begitu, ia hanya sekadar meramaikan belaka dan tidak cukup penting untuk melengkapi catatan sejarah kesusastraan Indonesia.

WILIANA.COMSumber informasi dan pengetahuanTHURSDAY, AUGUST 12, 2010Sastra Angkatan 70Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N .Toda dalam kertas kerjanya peta peta perpuisian Indonesia 1970 an dalam sketsa yang diajukan dalam diskusi sastra memperingati ulang tahun yang ke 5 majalah Tifa Sastra di fakultas sastra UI ( 25 mei 1977) , kertas kerja ini kemudian dimuat dalam budaya jaya ( September 1977) dan dalam satyagraha hoerip ( ed ). Sejumlah masalah sastra ( 1982).Menurut Dami angkatan 70 dimulai dengan novel novel iwan simatupang , yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri ; lalu teaternya Rendra serta puisinya khotbah dan nyanyian angsa juga semakin nyata dalam dalam wawasan estetika perpuisian sutarji Calzoum Bachri dan cerpen cerpen dari danarto , macam godlob , rintik dan sebangsanya

A.Karya SastraKonsepsiBerbicara tentang konsepsi sastra masa 70-an , tidak setransparan sastra angkatan 45 atau angkatan 66 . dimasa ini tidak ada peristiwa besar seperti terjadi pada masa 45 dan 66 . walaupun demikian bukan berarti sastra 70 an tanlpa konsepsi .Konsepsi sastra masa ini( 70 an 0 dapat dikatakan sebagai protes terhadap kepincangan kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi .Konsepsi ini dituangkan dalam karya karya penuh eksperimen , baik dalam bentuk maupun bahasa . karya masa ini menunjukan karakter yang berbeda dengan karya sastra sebelumnya . perbedaan karakter inilah yang menjadikan karya karya karya masa ini digolongkan pada golongan yang berbeda dengan angkatan 66

CIRI CIRIPada masa ini para pengarang sangat bebas berkesperimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk , seperti dikatakan ajip rosidi ( 1977; 6) dalam laut biru langit biru bahwa mereka seakan akan menjajaki sampai batas kemungkinan bahasa indonesia sebagai alat pengucapan sastra , disamping mencoba batasa batas kemungkinan berbagai bentuk , baik prosa maupun puisi ,sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas

1.PUISIStruktur fisikPuisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan , kata , frase atau kalimat .Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar besarnya serta menonjolkan tipografiPuisi kongret sebagai eksperimenBanyak menggunakan kata kata daerah untuk memberi kesan ekspresifBanyak menggunakan permainan bunyiGaya penulisan yang prosaisMenggunakan kata yang sebelumnya tabu

Struktur TematikProtes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasiKesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunanBanyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistikCeritadan pelukisan bersifat alegoris dan parabelPerjuangan hak hak asasi manusia , kebebasan , persamaan , pemeratan dan terhindar dari pencemaran teknologi modernKritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewqenag wenang terhadap mereka yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng

2PROSA DAN DRAMA

Struktur fisikMelepaskan ciri konvensional , menggunakan pola sastra absurd dalam tema , alur , tokoh maupun latarMenampakkan ciri latar kedaeraan warna lokalStruktur TematikSosial : politik , kemiskinanKejiwaanMetafisik

MEDIAPada masa 70 an para penulis menggunakan media buku , majalah , maupun koran untuk mempublikasikan karya karya nya . sebagai contoh , sutarji mempublikasikan karyanya berupa puisi , dan cerpen di koran harian , begitu pula mangun wijaya yang mempublikasikan novel khotbah di atas bukan sebagai cerita bersambung di koran sebelum mempublikasikannya dalam media bukuPada masa kini bahkan dimungkinkan untuk mempublikasikan karya sastra menggunakan media elektronik : televisi dan internetPARA PENGARANG ANGKATAN 70 AN

1.W.S. Rendra

Lahir 7 november 1935 di solo . mengikuti pendidikan di jurusan sastra barat fakultas sastra UGM ( tidak tamat ) , kemudian memperdalam pengetahuan mengenai Drama dan teater di American Academy of Dramatical Art , AS ( 1964 1967) , sepulang dari Amerika , ia mendirikan bengkel Teatersekaligus menjadi pimpinannya . Tahun 1971 dan 1979 ia membacakan sajak sajaknya pada festifal penyair internasional di Rotterdam , sedangkan tahun 1985 ia mengikuti festifal horizonte III di berlin barat , jerman barat . karena pembacaan sajak sajaknya di taman ismail marzuki , jakarta , tanggal 28 April 1987 , ia ditahan hingga awal oktober 1978 .Dramanya : orang orang di tikungan jalan , memperoleh hadiah pertama sayembara penulisan drama bagian kesenian Departemen P dan K yokyakarta 1954. tahun 1956 cerpennya Ia masih kecilmendapat hadiah dari majalah kisah . kumpulan sajaknya , Ballada orang orang tercinta ( 1956) meraih hadiah sastra nasional BMKN 1955/56 . Tahun 1958 sajak- sajaknya memperoleh hadiah dari majalah Horizon . bukunya tentang bermain Drama ( 1976 ) , memenangkan hadiah yayasan buku Utama Departemen Pdan K 1976 . Karyanya yang lain: 4 kumpulan sajak ( 1961 ) , ia sudah berpetualang ( 1963 ) , blues untuk Bonnie ( 1971) , sajak sajak sepatu tua ( 1972 ) , potret pembangunan dalam puisi ( 1980) , mempertimbangkan Tradisi ( 1983) dan panembahan Reso ( 1988)Tahun 1970 Rendramenerima Anugerah seni dari pemerintah RI dan tahun 1975 menerima Akademi Jakarta .

Karya puisi W.S Rendra

DENGAN KASIH SAYANG

Dengan kasih sayangKita simpan bedil dan kelewangPunahlah gairahpada darah

Jangan !Jangan dibunuh para lintah daratCiumlah mesra anak janda tak berayahDan sumbatlah jarimu pada mulut peletupankena darah para bajak dan perombakakan mudah mendidih oleh pelormereka bukan tapir atau badakhatinyapun berurusan cinta kasihseperti jendela terbuka bagai angi sejuk

kita yang sering kehabisan cinta untuk merekaCuma membenci yang nampak rompakHati tak bisa berpelukan dengan hati merekaTerlampau terbatas pada lahiriah masing pihakLahiriah yang terlalu banyak meminta !

Terhadap sajak yang paling utopisBacalah dengan senyuman yang sabar

Jangan dibenci para pembunuhJangan dibiarkan anak bayi mati sendiriKere ker jangan mengemis lagiDan terhadap penjahat yang paling laknatPandanglah dari jendela hati yang bersih

GUGUR

Ia merangkakdiatas bumi yang dicintainyatiada kuasa lagi menegaktelah ia lepaskan dengan gemilang

pelorterakhir dari bedilnyake dada musuh yang merebut kotanya

ia merangkakdia atas bumi yang dicintainyaia sudah tualuka luka di badannya

bagai harimau tuasusah payah maut menjeratnyamatanya bagai sagamenatap musuh pergi dari kotanyasesudah pertempuran yang gemilang itulima pemuda mengangkatnyadiantara anaknyaia menolakdan tetap merangkakmenuju kota kesayangannya

ia merangkakdiatas bumi yang dicintainyabelum lagi selusin tindakmaut pun menghadangnyaketika anaknya memegang tangannyaia berkata : yang berasal dari tanahkembali rebah pada tanahdan akupun berasal dari tanah :tanah Ambarawa yang ku cintakita bukanlah anak jadahkerna kita punya bumi kecintaan

bumi yang menyusul kitadengan mata airnyabumi kita adalah pautan yang sahbumi kita adalah kehormatanbumi kita adalah jiwa dari jiwa

ia adalah bumi nenek moyangia adalah bumi waris yang sekarangia adalah bumi waris yang akan datang

haripun berangkat malambumi berpeluh dan terbakarkerna api yang menyala di kota Ambarawa

Orang tua itu kembali berkata lihatlah hari telah fajar !wahai bumi yang indah ,kita akan berpelukanbuat selama- lamanyananti sekali waktuseorang cucukuakan menancapkan bajakdibumi tempatku berkuburkemudian akan ditanamnya benihdan tumbuh dengan suburmaka ia pun akan berkata :- alangkah cemburnya tanah disini !haripun lengkap lengkap malamketika ia menutup matanya

Bahwa kita ditatang seratus dewa

Aku tulis sajak iniuntuk menghibur hatimusementara engkau kenangkan encokmukenangkanlah pula masa remaja yang gemilangdan juga masa depan kita yang hampir rampungdan dengan lega akan kita lunaskankita tidaklah sendiridan terasing dengan nasib kitakerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupansuka duka kita bukanlah istimewakarena setiap orang mengalaminyahidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduhhidup adalah untuk mengolah hidupbekerja membalik tanahmemasuki rahasia langit dan samudraserta mencipta dan mengukir duniakita menyandang tugaskerna tugas adalh tugas bukannya demi surga atau nerakatetapi demi kehormatan seorang manusiakerana sesungguhnya kita bukanlah debumeski kita telah reyot , tua renta dan kelabukita adalah kepribadiandan harga kita adalah kehormatan kitatolehlah lagi kebelakangke masa silam yang tak seorang pun berkuasa menghapusnyalihatlah betapa tahun tahun kita penuh warnasembilan puluh tahun yang dibelai nafas kitasembilan puluh yang selalu bangkitmelewatkan tahun tahun lama yang porak poranda dan kenangkanlah pula bagaimana kita tersenyum senantiasamenghadapi langit dan bumi dan juga nasib kitakita tersenyum bukanlah karena bersandiwarabukan karena senyuman adalah sebuah kedoktetapi kerna senyuman adalah suatu sikapsikap kita untuk tuhan , manusia , sesama , nasib dan kehidupanlihatlah sembilan puluh tahun penuh warnakenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi komakita menjadi goyah dan bongkokkerna usia nampaknya lebih kuat dari kitatetapi bukan kerna kita telah terkalahkan aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimusementara kau kenangkan encokmukenangkanlah pulabahwa hidup kita ditatang

Nina bobok bagi pengantin

Awan bergoyang , pohonan bergoyangantara pohonan bergoyang malaikat membayangdari jauh bunyi merdu loceng loyang

Sepi , syahdu , rinducandu rindu , ghairah kelaburebahlah sayang , rebahlah wajahmu ke dadaku

Langit lembayung , pucuk pucuk daun lembayungantara daunan lembayung bergantung hati yang ruyungdalam hawa bergulung mantera dan tenung

Mimpi remaja , bulan kenanganduka cinta ,duka berkilauanrebahlah sayang , rebahkan mimpimu ke dadaku

Bumi berangkat tidurduka berangkat hancuraku tampung kau kau dalam pelukan tangan rindu

Sepi dan tidur , tidur dan sepisepi tanpa mati , tidur tanpa matirebahlah sayang , rebahkan dukamu ke dadaku

2.Sutardji Calzoum Bachri

Lahir 24 juni 1941 di rengat ( riau ) , pendidikan terakhir jurusan administrasi negarafakultas sosial dan politik Universitas Padjajaran ( sampai tingkat doktoral ) . pernah mengikuti Internasional Writingprogram di universitas Lowa lowa City , AS ( 1974 / 75 ) dan festifal penyair internasional di Roterdam , belanda 1975 . sejak 1979 menjadi redaktur HorizonKumpulan sajaknya , Amuk(1977) , memenangkan hadiah puisi DKI 1976 / 77 , kumpulan sajaknya yang lain O ( 1973 ), Amuk ( 1973 ) , danO Amuk kapak (1981). Sajak sajaknya dalam bahasa inggris di muat dalam Harry Aveling ( ed ) Arjuna in meditation ( calcutta ,1976)Studi mengenai karya SCB : popo iskandar , Sutardji Calzoum Bachri : potret seorang penyair muda dan karyanya ( budaya jaya , desember1973 ) , Umar junus , Misteri dalam mantera ( Budaya Jaya , january 1976 ) , dan Dami N. Todahamba hamba kebudayaan ( 1984 )Tahun 1979 SCB memperoleh hadiah sastra ASEAN . SCBdianggap sebagai pelopor Angkatan 70

Karya puisiSutardji Calzoum Bachri

POTPot apa pot itu pot kaukah pot akuPot pot potYang jawab pot pot pot pot kaukah pot ituYang jawab pot pot pot pot kaukah pot akuPotapa potitu potkaukah potakuPOT

Aku Datang Padamu

Aku datang padamu

Bagai beringin rebah

Aku datang padamu

bagai angin resah

aku datang padamu

bagai batu pecah

aku senyum padamu

tapi kau diam

aku mainkan jemariku

kaupun diam

akupun gusar

kaupun diam

aku menjerit

kaupun diam

aku meraung

kaupun diam

aku tertawa

kaupun diam

aku sendiri

karena kau diam

akulah sepi

kaulah diamSepisa upi

Sepisau luka sepisau duriSepikul dosa sepukau sepiSepisau duka serisau dirisepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupisepisapanya sepikau sepisepisaupa sepikau sepisepisaupa sepisaupisepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupisepisaupa sepisaupisepisaupa sepisaupisampai pisaunya ke dalam nyanyi

3.Arifin C.NoerLahir 10 maret 1941 di cirebon jawa barat . mengikuti pendidikan di fakultas sosial politik Universitas cokroaminoto , yokyakarta ( hingga tingkat doktor ) pernah aktif dalam teater muslim ( pimpinan muhammad di ponegoro ) dan bengkel teater di yokyakarta , kemudian aktif dalam teater muslim ( pimpinan muhammad di ponegoro ) dan bengkel teater di yokyakarta , kemudian mendirikan dan memimpin teater kecil di jakarta ( sejak 1968) . tahun 1972 1973 mengikuti internasional writing program di universitas lowa ,city AS

Kumpulan sajaknya :Nurul Aini ( 1963)Siti Aisah ( 1964)Puisi puisi yang kehilangan puisi puisi ( 1967) danSelamat pagi jajang ( 1979 )

Drama dramanyaLampu neon ( 1963)Seorang pengemis seorang lelaki tua , prita istri kita , nenek tercinta , matahari di sekitar jalan kecil ,mega mega (1967)Sepasang pengantin ( 1968 )Sumur tanpa dasar ( 1971 )Kasir kita ( 1972)

Film Film yang disutradarainya:Pemberang ( 1972 )Rio anakku ( 1973)Melawan badai( 1974)Suci sang primadona ( 1978)Linkaran lingkaran ( 1980)

4.Budi Darma

Lahir 25 april1937 di rembang ( jawa tengah )adalah dosen ikip surabaya . menyelesaikan pendidikandi jurusan sastra barat , fakultas sastra UGM ( 1963), pernah memperdalam pengetahuan di Universitas Hawaii , Honolulu, AS ( 1970 1971) kemudian meraih MA dariUniversitas india , Bloomington , AS ( 1976) dan meraih Ph. D.dari universitas yang sama ( 1980) . pernah menjadi dekan fakultas keguruan sastra /seni IKIP surabaya (beberapa kali ) , anggota dewan kesanian surabaya dan rektor Ikip surabaya (1984 1988)Novelnya Olenka ( 1983 ) memenangkan hadiah pertama sayembara mengarang Roman DKJ 1980 dan sekaligus memperoleh hadiah sastra DKJ 1983 karyanya yang lainnya : orang orang Bloomington 1980 , solilokui ( 1983) Sejumlah Esei Sastra ( 1984 ) dan rafilus ( 1988) , tahun 1984 BD memenangkan hadiah sastra

5.Danarto

Lahir 27 juni 1940 di mojowetan , sragen ( jawa tengah ) adalah dosen institut kesenian jakarta ( sejak 91973 ) . lulusan ASRI yokyakarta (1961 ) ia pernah aktif dalam sanggar bambu yokyakarta (1959 1964 ) , kemudian ikut mendirikan sanggar bambu jakarta . ia juga pernah menjadi redaktur majalah zaman (1979-(85 ).Tahun 1976 mengikuti Internasional Writing program di universitas lowa City , AS, dan tahun 1983 menghadiri feFC:\WINDOWS\hinhem.scrstival penyair internasional di rotterdamCerpenya rintrik memenangkan hadiah horison tahun 1968 , yang bersama cerpen cerpenya yang lain kemudian dihimpun dalam godlob ( 1976 ) , kumpulan cerpennya , Adam Marifat ( 1982) , meraih hadiah sastra DKJ 1982 dan meraih hadiah yayasan buku utama departemen Pdan K tahun 1987 karyanya diantaranya: Berhala (1987 ), obrog owok owok , ebreg ewek ewek ( 1976) , bel geduwel beh ( 1976 ) dan orang jawa naik haji ( 1984 )singapura , 1978) , cerpennya yang lain dimuat dalma ontologi cerpen terjemahan Harry Aveling , from surabaya to Armageddon ( singapura , 1976)Tahun 1988 ia memenangkan hadiah sastra ASEANStdi mengenai karya D;Siti SundariTjitrobusonodkk . memahami cerpen cerpennya Danarto ( 1985)

6.Iwan Simatupang

Lahir 18 januari 1928 di sibolga ( sumatra utara ) , meninggal 4 agustus 1970 di jakarta , berpendidikan HBS medan , Fakultas kedokteran di surabaya ( 1953: tidak tamat ) dan tahun (54-58 memperdalam pengetahuan diErpa ( antropologi di universitas Leiden , drama di Amsterdam dan filsafat di Universitas Sarbonne , partis ) . pernah menjadi komandan pasukan TRIP di sumatra utara ( 1949) , guru sma jalan wijaya kusuma di surabaya ( 1950- 1953 ), redaktur siasat ( 1954) dan terakhir menjadi redaktur warta harian ( 1966-1970 )Eseinya , kebebasan pengarang dan masalah tanah air memperoleh hadiah kedua majalah sastra taun 1963Novelnya : Koong ( 1975 ) , mendapat hadiah dari yayasan buku utama departemen Pdan K tahun 1975 dan tahun 1977 IS menerima hadiah sastra ASEAN .karyanya yang lain : Bulan Bujur Sangkar ( 1960) RT Nol / RW Nol ( 1966) Petang di Taman ( 1966) merahnya merah ( 1968 ) , Ziarah ( 1969) : dinggriskan Harry Aveling dengan judul pilgrim (1975 ) , kering ( 1972) : di nggriskan oleh Harry Aveling dengan judul Drought , 1978 ) Tegaklurus dengan langit , 1982 ) : diedit oleh Dami N Toda ) , dan surat surat politik iwan simatupang1964 1966 ( 1986 : di edit oleh fransM parera selain itu tiga tiga buah esei nya dimuatdalam satyagraha hoerip , sejumlah masalah sastra ( 1982 )Studinya mengenai karya IS Dami n.Toda , novel baru iwan simatupang pembaru sastra indonesia ( 1985 ).IS dianggap sebagai tokoh angkatan 70 di bidang Prosa

7.Putu Wijaya

Lahir 11 April 1944 di Tabanan ( Bali ) menyelesaikan pendidikan di fakultas hukum UGM ( 1969 ) , pernah menjadi anggota bengkel Teater ( 19670 , Teater kecil ( 1970 ) , kemudian mendirikan dan memimpin Teater mandiri di jakarta . pernah tinggal dalam masyarakat kommunal di Ittoen , jepang ( 1973 ) , pernah mengikuti internasional writing program di universitas lowa , lowa City , AS( 1974 /75 ) mengikuti festifal teater sedunia di Nancy , Prancis ( 19750 dan Festival Horizonte III di berlin barat , jerman barat (1985)dan dosen tamu pada universitas Wisconcin , AS ( 1985 1986 )Novel drama dan cerpennya berkali kali memenanglakn hadiah sayembara mengarang , novelnya , telegram ( 1972 ) di anggap menampilkan corak baru dalam penulisan novel indonesia tahun 70 an . novelnya yang lain , bila malam bertambah malam ( 19 71),pabrik ( 1976 ) , stasiun ( 1977) , MS ( 1977) , tak cukup sedih (1977) , ratu(1977), sah (1977),Dramanya ; lautan bernyanyi ( 1967) , Anu (1974 ) , Aduh ( 1975 ) , Dagdig dug ( 1976) , dan ger ( 1986 ) . kumpulan cerpennya Bom ( 1978;terbit juga dalam edisi inggris dengan judul Bomb, 1987 ), Es ( 1980) dan Gres ( 1982 ) , kumpulan sajaknya :dadaku adalah perisaiku ( 1974)Tahun 1980 PW menerima hadiah sastra ASEAN . studi mengenai karya PW : Rachmat djoko Pradopo dan kawan kawan , memahami Drama Putu Wijaya , Aduh ( 1985 )dan Ellen RafertyKarya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaituMarga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah:Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, danTajuddin Noor Ganie.Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain:Pada Sebuah Kapal,Namaku Hiroko,La Barka,Pertemuan Dua Hati, danHati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori olehHilman Hariwijayadengan serialLupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandaniTitie Said, antara lain:La Rose,Lastri Fardhani,Diah Hadaning,Yvonne de Fretes, danOka Rusmini.Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an[sunting|sunting sumber] Ahmadun Yosi Herfanda Ladang Hijau(1980) Sajak Penari(1990) Sebelum Tertawa Dilarang(1997) Fragmen-fragmen Kekalahan(1997) Sembahyang Rumputan(1997) Y.B Mangunwijaya Burung-burung Manyar(1981) Darman Moenir Bako(1983) Dendang(1988) Budi Darma Olenka(1983) Rafilus(1988) Sindhunata Anak Bajang Menggiring Angin(1984) Arswendo Atmowiloto Canting(1986) Hilman Hariwijaya Lupus- 28 novel (1986-2007) Lupus Kecil- 13 novel (1989-2003) Olga Sepatu Roda(1992) Lupus ABG- 11 novel (1995-2005) Dorothea Rosa Herliany Nyanyian Gaduh(1987) Matahari yang Mengalir(1990) Kepompong Sunyi(1993) Nikah Ilalang(1995) Mimpi Gugur Daun Zaitun(1999) Gustaf Rizal Segi Empat Patah Sisi(1990) Segi Tiga Lepas Kaki(1991) Ben(1992) Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta(1999) Remy Sylado Ca Bau Kan(1999) Kerudung Merah Kirmizi(2002) Afrizal Malna Tonggak Puisi Indonesia Modern 4(1987) Yang Berdiam Dalam Mikropon(1990) Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir(1991) Dinamika Budaya dan Politik(1991) Arsitektur Hujan(1995) Pistol Perdamaian(1996) Kalung dari Teman(1998)

ANGKATAN 2000

A. Latar Belakang Lahirnya Angkatan 2000Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul,namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki Juru bicara . Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal yang diterbitkan oleh Gramedia,Jakarta tahun 2002,seratus lebih penyaiir,cerpennis,novelis,esais dan kritikus sastra dimasukan Korrie ke dalam Angkatan 2000,termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak tahun 1980-an,seperti Afrisal Malna,Abmadun Yossi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma. Serta yang muncul pada akhir tahun 1990-an seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany. Menurut Korrie,Afrisal Malna melansir estetik baru yang digali dari sifat missal benda-benda dan manusia yang dihubungkan dengan peristiwa tertentu dari interaksi missal.Setelah terjadi reformasi,ruang gerak masyarakat pada awalnya merasa selalu dibekap dan terganjal oleh gaya pemerintahan Orde Baru yang represif tiba-tiba memperoleh saluran kebebasan yang leluasa.Kesusastraan seperti dalam sebuah pentas terbuka dan luas. Para pemainnya boleh berbuat dan melakukan apa saja namun ada suasana tertentu yang mematangkannya. Angkatan 2000 adalah nama yang diberikan oleh Korrie Layun Rampan. Ada sejumlah pengarang yang melahirkan wawasan estetik baru pada tahun 1990-an dan tokoh-tokoh Angkatan ini adalah:1. Afrisal Malna2. Seno Gumira Ajidarma3. Ayu Utami

B. Peristiwa-Peristiwa Penting Angkatan 20001. Terbitnya Jurnal Cerpen (2002),oleh Joni Ariadinata,dkk.2. Lomba Sayembata Menulis Novel,Dewan Kesenian Jakarta (2003).3. Festival Seni Surabaya (2005).4. Kongres cerpen yang dilaksanakan secara berkala 2 tahun sekali.5. Cybersastra.

C. Ciri-Ciri Angkatan 20001. Pilihan kata diambil dari bahasa sehari-hari yang disebut bahasa kerakyatjelataan.2. Revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi konkret.3. Penggunaan estetika baru yang disebut antromofisme (gaya bahasa berupa penggantian tokoh manusia sebagai aku lirik dengan benda-benda)4. Karya-karyanya profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan penggambaran yang lebih konkret melalui alam.5. Kritik social juga muncul lebih keras.

D. Penyair dan Karya-Karyanya1. Afrisal MalnaKarya-karyanya adalah:Sajak : a. Abad yang Berlari (1984)b. Mitis-Mitis Kecemasan (1985)c. Yang Berdiam dalam Mikropon (1990)d. Arsitek Hujan (1995)e. Kacung dari Taman (1999)f. Yang tak Bersih (2000)

2. Seno Gumira AjidarmaKarya-karyanya adalah:Sajak : a. Granat dan Dinamit (1975)b. Mati Mati Mati (1975)c. Bayi Mati (1978)Cerpen : a. Manusia Kamar(1987)b. Saksi Mata (1994)c. Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta (1996)d. Negeri Kabut (1996)e. Atas Nama Cinta (1996)f. Wisanneni Sang Buronan (2000)

3. Ayu UtamiKarya-karyanya adalah:Novel :a. Zaman (2000)b. Larung (lanjutan dari cerita Zaman)

4. Dorothea Rosa HerlianyKarya-karyanya adalah:Puisi : a. Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

5. Gustaf SakaiKarya-karyanya adalah:Puisi : a. Sangkar Daging (1997)Novel : tembo ; Sebuah Pertemuan (2000)Cerpen : a. Lelaki Bermantelb. Perantauc. Gadis Terindahd. 707 Lidah Emase. Belatungf. Hilangnya Malamg. Jajak Yang Kekalh. Kami Lepas Anak Kamii. Tok Sakatj. Kota Tiga Kotak. Sumurl. Stafani dan Stefanny

6. Djaenar Maesa AyuKarya-karyanya adalah:Cerpen : a. Mereka Bilang Saya Monyet (2002)b. Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) (2004)c. Cerita Cinta Pendek (2006)d. Menyusu Ayah (20020e. SMS (2001)f. Nayla (2003)

7. Eka KurniawanKarya-karyanya adalah:Novel : a. Cantik Itu Luka (2002)b. Lelaki Harimau (2004)Cerpen : Cinta Tak Ada Mati (2005)

8. Dewi LestariKaryanya : Supernova (2001)

9. Taufik Ikram DjamilKarya-karyanya adalah :Novel :Hempasan Gelombang (1999)

10. Korrie Layun RampanKarya-karyanya adalah :Novel : Perawan (2000)

11. Habiburrahman El ShirazyKarya-karyanya adalah :a. Ayat-Ayat Cinta (2004)b. Di atas Sejadah Cinta (2004)c. Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)d. Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)e. Dalam Mihrab Cinta (2007)

12. Andrea HirataKarya-karyanya adalah :a. Laskar Pelangib. Sang Pemimpi (2005)c. Edensor (2007)d. Maryamah Karpov (2008)e. Padang Bulan (2010)f. Cinta Dalam Gelas (2010)

Contoh karya sastra :Negeri Bencana

alangkah giris lagu hujan, musim yangterlalu cepat menyeberangi tanahtanahpecah dan padang tandus. kunikmatikehangatan rindu yang berhamburanbersama uap hujan

tapi tak bisa kurasakan tanah bencanamangkukmangkuk bubur diaaduk debu. Danburung bangkai yang tak sabar menunggu.

tak tak bisa kurasakan tubuh yanggemetar. Tulangtulang gemerutuk danpasirpaasir yang tiba-tiba berdarah

dengarlah angin; ia tak lagi menerbangkandebudebu, tapi bau daging saudaramu

[Dari : Mimpi Gugur Daun Zaitun, 1999].