Top Banner
SASARAN PEMBELAJARAN Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menjelaskan tentang anatomi sendi lutut, tangan, dan kaki. 2. Menjelaskan tentang lingkup gerak sendi masing-masing sendi tersebut diatas. 3. Menjelaskan mekanisme nyeri akibat inflamasi (peradangan). 4. Menjelaskan mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik. 5. Mengetahui sendi-sendi yang sering mengenai arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis rheumatoid. 6. Menggambarkan kelainan-kelainan sendi akibat karena inflamasi dan gangguan mekanik. 7. Menyebutkan jenis-jenis pemeriksaan yang diperlukan untuk mengarahkan diagnosis penyakit ini. 8. Memberikan terapi yang sesuai dengan penyakitnya. 9. Menyebutkan komplikasi penyakit. 10. Menyebutkan diagnosis banding dari arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis rheumatoid. 11. Menyebutkan cara-cara pencegahan nyeri sendi. SKENARIO-1: Seorang wanita umur 58 tahun, Ibu Rumah Tangga, mengeluh nyeri kedua lutut dialami penderita sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari- jari tangan (+), tidak bersifat simetris. Penderita juga
38

SASARAN PEMBELAJARAN

Jan 30, 2016

Download

Documents

SASARAN PEMBELAJARAN
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SASARAN PEMBELAJARAN

SASARAN PEMBELAJARAN

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1.      Menjelaskan tentang anatomi sendi lutut, tangan, dan kaki.

2.      Menjelaskan tentang lingkup gerak sendi masing-masing sendi tersebut diatas.

3.      Menjelaskan mekanisme nyeri akibat inflamasi (peradangan).

4.      Menjelaskan mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik.

5.      Mengetahui sendi-sendi yang sering mengenai arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis

rheumatoid.

6.      Menggambarkan kelainan-kelainan sendi akibat karena inflamasi dan gangguan mekanik.

7.      Menyebutkan jenis-jenis pemeriksaan yang diperlukan untuk mengarahkan diagnosis penyakit

ini.

8.      Memberikan terapi yang sesuai dengan penyakitnya.

9.      Menyebutkan komplikasi penyakit.

10.  Menyebutkan diagnosis banding dari arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis rheumatoid.

11.  Menyebutkan cara-cara pencegahan nyeri sendi.

SKENARIO-1:

Seorang wanita umur 58 tahun, Ibu Rumah Tangga, mengeluh nyeri kedua lutut dialami

penderita sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku

pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun tidak ada tanda-

tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat simetris. Penderita juga

menderita kencing manis dan berobat teratur di Poliklinik Endokrin, berat badan 65 kg, dengan

tinggi badan 162 cm.

Kalimat kunci :

  Wanita umur 58 tahun

  Nyeri kedua lutut sejak 3 bulan lalu, terutama saat berjalan

Page 2: SASARAN PEMBELAJARAN

   Sulit berdiri dari posisi jongkok

  Kaku pagi hari, sekitar 10-15 menit

   Nyeri pada jari tangan tidak simetris

   Berat badan 65kg; tinggi badan 162cm

Penyelesaian :

IMT = BB   =     65 kg      = 24,7 kg/ m2             

            TB      (1.62)2 m

Hasil moderat 24,7 kg/ m2

Pertanyaan :

1.      Anatomi sendi lutut, tangan dan kaki serta persendian yang terkait dengan skenario ?

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit pada skenario?

3.      Bagaimana mekanisme nyeri sendi akibat inflamasi dengan nyeri akibat mekanik?

4.      Bagaimana cara pencegahan nyeri sendi?

5.      Apakah terjadi komplikasi penyakit?

6.      Diferensial diagnosis?

7.      Penyakit apa yang paling mendekati setelah melihat diferensial diagnosisnya ?

JAWABAN :

1.      Anatomi

a.       Anatomi sendi pada lutut

Gambar 1.1. Anatomi sendi lutut

            Articulatio genu

Dibentuk oleh ujung distal condylus femoris dengan ujung proximal condylus tibiae dan

dengan facies dorsalis patella. Tipe : Condiloidea.

Permukaan persendian dari condylus femoris yang berhadapan dengan tibia berbentuk

konveks; bentuk facies articulus pada uung condylus tibiae datar dan dilengkapi dengan suatu

fibrocartilago, yang dinamakan meniscus, yaitu meniscus lateralis dan meniscus medialis.

Stabilitas articulus ini tergantung pada ligamentum yang terdapat disitu.

Meniscus medialis dan meniscus lateralis adalah dua buah fibrocartilago yang berbentuk

cresentic (sebagian dari lingkaran), mengadakan perlekatan pada facies cranialis ujung proximal

tibia. Pada penampang melintang meniscus berbentuk segitiga. Meniscus medialis bentuknya

Page 3: SASARAN PEMBELAJARAN

lebih besar daripada meniscus lateralis, dengan bagian yang terbuka meliputi (kaki huruf “C”)

meniscus laterallis.

Pergerakan

Gerakan utama pada persendian ini adalah Flexi dan Extensi, yang terjadi terhadap axis

transversal. Axis ini tidak tetap, melainkan berpindah ke dorsal selama (mengikuti) gerakan Flexi

dan keadaan ini disebabkan oleh karena bentuk condylus femoris (bagian posterior yang makin

melengkung). Luas gerakan dari Extensi penuh sampai Flexi penuh kira-kira 130 derajat, dibatasi

oleh otot-otot di bagian dorsal region femoris dan region cruralis yang saling bertemu.

Articulatio Tibiofibularis

Antara tibia dan fibula terbentuk articulus pada ujung proximal, ujung distal dan di

sepanjang corpus kedua tulang tersebut. Persendian pada ujung proximal berupa suatu

articulation (diarthrosis) yang member kemungkinan gerakan menggelincir. Capsula

articularisnya kuat dibagian ventral, melebihi yang dibagian dorsal. Diantara tendo m.popliteus

dan capsula articularis terdapat bursa m.popliteus. persendian ini disebut articulatio

tibiofibularis.

Antara corpus tibiae dan corpus fibulae terdapat membrane interossea, yang melekat pada

crista interossea tibiae dan crista interossea fibulae dengan arahnya ke caudal-lateral, membentuk

suatu Syndesmosis. Fungsi membrana interossea selain memfiksir tibia pada fibula juga tempat

melekat beberapa otot cruris.

Ujung distal tibia dan fibula membentuk suatu Syndesmosis, dan dihubungi satu sama

lain oleh ligamentum interosseum, yang membentuk membrane interossea. Hubungan ini

diperkuat dibagian anterior oleh ligamentum malleoli lateralis anterius, dan dibagian posterior

terdapat ligamentum malleoli lateralis posterior yang lebih kuat. Nama lain dari kedua ligamenta

tersebut adalah ligamentum tibiofibulare anterius dan ligamentum tibiofibularis posterius. Fungsi

ligament tersebut adalah menghalangi tettariknya fibula ke arah caudal.

b.      Anatomi sendi pada tangan

Gambar 1.2. Anatomi sendi pada tangan (manus)

Page 4: SASARAN PEMBELAJARAN

Articulation radiocarpalis (wrist joint)

Articulation ini bertipe ellipsoidea,dibentuk oleh os. naviculare manus, os. lunatum dan

os.triquetrum yg membentuk permukaan konveks dan pihak lain yg membentuk permukaan

konkaf.

Pergerakan

Gerakan flexi dan extensi terjadi pada transversalis. Gerakan abduksi (devisi radialis) dan

adduksi (deviasi ulnaris) terjadi terhadap axis antero posterior. Abduksi ulnaris lebih luas dari

pada abduksi radialis oleh karena processus styloideus radii lebih jauh menjulang ke distal dari

pada processus styloideus ulnae.

c.       Anatomi sendi pada kaki

Gambar 1.3. Anatomi sendi pada kaki (pedis)

Articulation talocruralis (ankle joint)

Persendian ini adalah suatu hinge joint yg terbentuk oleh os talus di satu pihak dan facies

distalis tibia, facies articularis malleoli lateralis et medialis serta ligamentum tibiofibularis

transverses di pahak lain, yg membentuk cavitas articularis. Ligamentum tibiofibularis

transverses adalah bagian dari ligamentum malleoli lateralis posterius (ligamentum tibiofibularis

posterior inferior) yg berada dibagian caudal dan profunda.

Pergerakan

Pada persedian ini terdapat axis transversalis yg melewati corpus tali, tetapi arahnya

miring (oblique), yaitu arah caudo-lateral. Mengangkat dorsum pedis di sebut dorsiflexion

(extension), menurunkan planta pedis disebut plantar flexion (flexi).

Tabilitas tubuh

Kerja pengungkit (lever) pada alat gerak

Mempunyai tiga buah komponen, yaitu (1) articulus titik penyokong, (2) otot sebagai

gaya dan (3) beban adalah berat vagian yang digerakkan.

Keseimbangan badan

Page 5: SASARAN PEMBELAJARAN

Pada sikap biasa titik berat badan berada diatas axis transversal yang melalui kedua

articulation coxae. Jadi badan berada dalam keseimbangan labil kerena titk berat terdapat di atas

titik penyokong.

Pada sikap ini panggul letaknya sedemikian rupa sehingga spina iliaca anterior superior

dan tuberculum pubicum terdapat dalam satu bidang frontal, incisura acetabuli menghadap ke

caudal, dan bidang yg melalui adirus pelvis membentuk sudut 60 derajat dengan bidang datar

(inclination pelvis = miring pelvis).

2.      Masing-masing sendi mjempunyai biomekanik, cedera dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran factor-faktor resiko tersebut untuk masing-masing tentu berbeda.

         UmurDari semua factor resiko untuk timbulnya OA, factor ketuaan adlah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hamper tak pernah pada anak-anak, jarang di bawah umur 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Akan tetapi harus di ingata bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA

         Jenis kelaminWanita sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi diatas 50 tahun ( setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menyebabkan adanya peran hormonal pada patogenesi OA.

         Suku bangsaPrevelensi dan pola terkenanay sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jaranga diantara orang-orang kulit hitam dan asia daripada Kaukasia. OA lebih sering di jumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan congenital dan pertumbuhan.

         GenetikFactor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus herbeden) terdapat dua kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempunya mempunyai cenderung 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak-anak perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsure-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA banyak sendi)

         Kegemukan dan penyakit metabolicBerat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun  pria. Kegemukan tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau sternoclavikula). Oleh karena itu di samping factor mekanis yang berperan (karena meningkatnya bebsebut. Peran factor metabolic an mekanis), diduga terdapat factor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran factor metabolic dan hormonal pada kaitan antara OA pada penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi.

Page 6: SASARAN PEMBELAJARAN

         Cedera sendi dan olah raga.Cedera sendi dan olah ragab yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan resiko OA yang lebih tinggi.

         PekerjaanPekerjaaan berat maupun dengan pemakaiaan satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan resiko OA tertentu.

         Kelainan pertumbuhanKelainan congenital pertumbuhan paha (misalnya penyakit Parthes dan dislokasi congenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu

         Factor-faktor lainTingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Factor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya memounyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negative antara osteoporosit dan OA.

3.      Mekanisme nyeri inflamasi dengan nyeri akibat mekanik

         Nyeri inflamasi

Pada proses inflamasi, misalanya pada artiritis, proses nyeri terjadi karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamsi terjadi. Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik yang dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang kemudian akan di ekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T membentuk kompleks trimolekuler. Komplek trimolekuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi imunoloik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL1, IL2) sehingga terjadi aktivasi, mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktivasi juga akan menghasilkan berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivai sel B untuk memproduksi antibody.

Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pembebasan metabolic asam arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ target tersebut.

Kompleks imun juga dapat mengaktivasi system komplemen dan membebaskan komponen aktif seperti C3A dan C5A yang merangsagn sel mast dan trombosit untuk membebaskan amina vasoaktif sehingga timbbul vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular. Selain itu komponen komplemen C5A juga mempunyai efek kemotaktik sehingga sel-sel polimorfonuklear dan mononuclear akan berdatangan ke daerah inflamasi.

Page 7: SASARAN PEMBELAJARAN

Sejak tahun 1975, telah diketahui bahwa produk jalur siklooksigenase (COX) metabolism asam arakidonat mempunyai peranan yang besar pada proses inflamasi. Terdapat dua isoform jalur COX yang disebut COX-1 dan COX-2. Jalur COX-1 mempunyai fungsi fisiologis yang aktifasinya aka membebaskan eikosanoid yang terlibat dalam proses fisiologis seperti prostasiklin, tromboksan-A2 dan prostaglandin-E2 (PGE2). Sebaliknyna, jalur COX-2 akan menghasilkan prostaglandin proinflamatif yagn akan bekerja sama dengan berbagai enizm protease dan mediator inflamasi lainnya dalam proses inflamasi.

Dalam proses inflamasi, jenis prostaglandin seperti PGE1, PGE2, PGI2, PGD2, dan PGA2 dapat menimbulkan vasodilatasi dan demam. Diantara berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI2 merupakan vasodilator terkuat.

Bukti prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan jaringan secaara langsung. Sebagian kerusakan jaringan pada proses inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksi bebas yang terbentuk selama konversi enzimatik dari PGG2menjadi PGH2 atau pada proses fagositosis.

Pada proses inflamasi, terjadi interaksi 4 system, yaitu system pembekuan darah, system kinin, system fibrinolisis dan system komplemen, yang akan membebaskan berbagai protein inflamatif baik aminfasoaktif maupun zat kemotaktik yang akan menarik lebih banyak sel radang ke daerah inflamasi.

Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonukear, terjadi peningkatan konsumsi O2 dan produksi radikal oksigen bebas seperti anionsuperoksida (O2-) dan hydrogen peroksidase (H2O2). Kedua radikal oksigen bebas ini akan membentuk radikal hidroksilreakif yang dapat menyebabkan depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak rawan sendi dan menurunkan viskositas cairan sendi.

Masing-masing mediator secara sendiri atau bersamaan merangsang nosiseptor yang

merupakan reseptor nyeri nosiseptik. Stimulasi nosiseptor ini kemudian diikuti proses transduksi

yaitu pengalihan stimulus menjadi proses neuronal, yang kemudian diteruskan sepanjang serabut

saraf eferen ke ganglion radiks dorsalis medulla spinalis membentuk sinaps tempat signal rasa

sakit mulai diproses dan kemudian ditransmisikan ke korteks serebri, menghasilkan rasa nyeri.

         MEKANISME NYERI MEKANIK

Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan

pisau dan lain-lain. Nyeri tersebut akan merangsang stimulus nociceptor oleh stimulus noxius

pada jaringan yang kemudian akan mengakibatkan stimulus nosiseptor dimana stimulus noxius

tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor.

Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditansmisikan menuju neuron saraf pusat  yang

berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen

primer ke kornu dorsalis medulla spinalis pada kornu ini neuron afferent primer bersinaps

dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas medulla

spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara

thalamus dan pusat- pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif

Page 8: SASARAN PEMBELAJARAN

yang berhubungan dengan nyeri.  Tetapi rangsangan nosiseptik tidak selalu menimbulkan

persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi dari nosisepti. Terdapat

modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang

paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis . Proses terakhir adalah persepsi,

dimana pesan nyeri di relay menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak

menyenangkan.

5. Cara pencegahan nyeri sendi

  Berolahraga secara teratur, selama 20-30 menit per hari. Hindari latihan yang dapat menyebabkan nyeri sendi.

  Jaga keseimbangan antara istirahat dan beraktivitas. Istirahat selama delapan jam di malam hari ideal untuk menjaga kesehatan otot dan urat agar terhindar dari nyeri sendi.

  Biasakan sikap tubuh yang baik. Angkat barang yang berat dengan tumpuan otot pangkal paha (pinggul), bukan dengan punggung karena bisa sebabkan nyeri sendi.

  Lindungi persendian. Dalam udara dingin gunakan sarung tangan untuk melindungi buku-buku jari, baju dalam panjang untuk melindungi lutut, dan kaus kaki tebal untuk melindungi pergelangan dan jari kaki agar nyeri sendi tidak menyerang.

  Pangkas berat badan jika Anda kegemukan. Mengurangi berat badan sebanyak 6 kg dapat memotong risiko nyeri sendi sampai 50 persen.

  Berendam dalam air hangat, terutama setelah latihan yang berat sangat efektif untuk nyeri sendi.

  Hindari nik-turun tangga.

  Duduk lebih baik daripada berdiri.

  Hindari berlutut dan jongkok.

  Makan makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan.

  Minum obat yang direkomendasikan dokter

  Mempertimbangkan menggunakan peralatan bantuan saat beraktifitas yang diperkurakan

membahayakan.

  Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.

  Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan tulang.

  Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban anda

6.      Komplikasi penyakitnya dan hubungan antara nyeri pada lutut dengan kencing manis

yang diderita pasien :

Page 9: SASARAN PEMBELAJARAN

Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam

darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh.

Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis

yang mempunyai jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia.

Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi

glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan

insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena

sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi

tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan.

Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni penderita

kencing manis akan mengandung gula sehingga sering dilebung atau dikerubuti semut.

Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus

dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Kandungan atau

kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau

normal lebih dari 200 mg/dl. Pada orang normal kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.

Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan

penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh

dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya.

Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh

sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta

melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang

sudah sakit.

Terdapat dua tipe diabetes mellitus, DM tipe 1 adalah di mana tubuh kekurangan hormon

insulin atau istilahnya Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 di mana

hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya atau istilahnya Non-Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).

Diabetes bukan 100% penyakit turunan. Diabetes melistus bisa disebakan riwayat

keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena penyakit

kencing manis baik tua maupun muda. Waspada bagi anda yang memiliki orang tua yang

merupakan pengidap diabetes, karena anda akan juga memiliki bakat gula darah jika tidak

menjalankan gaya hidup yang baik.

Jadi kesimpulannya DIABETES MILLITUS dapat memicu terjadinya OSTEOARTRITIS pada

seseorang.

7.      Diferensial diagnosis

Page 10: SASARAN PEMBELAJARAN

  Artrhitis GoutGout Arthritis merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal Monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ektraseluler.

Patologi Gout

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir Kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi disekeliling Kristal terutama terdiri dari sel mononuclear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi disekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominem di sekitar tofi. Kristal dalam tofi berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.

Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada arthritis gout akut cairan sendi juga mengandung Kristal monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada inflamasi akut akan ditemukan banyak Kristal di dalamleukosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis.

Patogenesis Arthritis Gout

Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar kadar urat serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar urat serum, dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian alcohol berat pada pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi kosentrasi urat serum. Hal ini dikarenakan meminum alcohol dapat meningkatkan produksi urat. Dimana kadar laktat akan meningkat sebagai akibta produk sampingan dari metabolisme normal alcohol. Asam laktat menghambat eksresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum.

Terdapat peranan temperature, PH, dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada termperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut.Predileksi pengendapan Kristal MSU pada metatarsofalangeal -1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

Konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari, selanjutnya bila cairan sendi diabsorbsi sewaktu berbaring, maka akan terjadi peningkatan kadar urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan (onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan.

Perandangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh nonspesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat gen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah :

         Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab.         Mencengah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas

Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu Kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini vbelum diketahui secara pasti. Hal ini

Page 11: SASARAN PEMBELAJARAN

diduga oleh peranan mediator kimia dan seluler. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur antara lain, aktivitas komplemen (C) dan seluler.

Gambaran Klinis

Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause, karena estrogen meningkatan eksresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.

Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah pada laki-laki. Gout dapat ditemukan diseluruh dunia pada seluruh ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetic dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agaknya memengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.

            Terdapat 4 tahap perjalan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati.

         Tahap Pertama,adalah Hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 1,0 mg/dl dan pada perempuan adalah 4,0 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada serangan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien Hiperurisemia Asimptomatik yang berlanjut menjadi serangan akut.

         Tahap kedua, Arthritis Gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal-1. Arthritis bersifat monoartikuler dan menunjukkan tanda0tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicun oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera.sendi-sendi lain yang dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10-14 hari.

         Tahap ketiga,disebut juga tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

         Tahap Keempat, Gout Kronik. Dengan timbunan asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak.Serangan akut arthritis gout dapat terjadi dalam tahap ini akan tampak tofus. Dimana secara klinis tofus ini sulit dibedakan dengan nodul rheumatic. Pada masa kini tofus jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat.

Gout dapat merusak ginjal sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam intertitium medulla, papilla, dan pyramid sehingga timbul protein uria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.

Diagnostik

Page 12: SASARAN PEMBELAJARAN

Dengan menemukan Kristal urat dalam tofus merupakan diagnosis spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua penderita memiliki tofi, sehingga tes diagnostic ini kurang sensitive. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menengakkan diagnosis.

         Riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1         Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas symptom         Revolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolksin         Hiperurisemia

Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout. Logan dkk mendapatkan 40% pasien gout mempunyai kadar asam urat normal. Hasil penelitian penulis didaptkan sebanyak 21% arthritis gout dengan asam urat normal. Walaupun hiperurisemia dan gout mempunyai hubungan kausal, keduanya mempunyai fenomena yang berbeda. Pemeriksaan radiografi pada serangan pertama arthritis gout akut adalah nonspesifik. Kelainan utama radiografi pada kronik gout adalah inflamasi asimetri, arthritis erosi yang kadang-kadang disetrai nodul jaringan lunak.          

Penatalaksanaan Arthritis GoutSecara umum penanganan arthritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,

istirahat sendi, dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan arthritis gout akut bertujuan menghilangkan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormone ACTH.

Obat penuruan asam urat seperti alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolsikin dosis standar untuk arthritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6mg/hari dengan dosis maksimal 6 mg. pemberian OAINS dapat pula diberikan. Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai. Disamping egekl inflamsi obat ini, juga mempunyai efek analgetik.Jenis OAINS yang banyak dipakai pada arthritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila kolsikin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan oral atau parentral. Indikasi pemberian pemberian adalah pada arthritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan untuk menurunkan kadar asam urat sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik yang lain.

   

  ARTRITIS REUMATOID

Page 13: SASARAN PEMBELAJARAN

DEFENISI

Artritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan

progresif, dimana sendi merupakan target utama. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan

sistemik kronik yang dapat melibatkan banyak jaringan dan organ-kulit, pembuluh darah, paru, jantung,

dan otot, tetapi terutama mengenai sendi, menyebabkan sinovitis proliferative dan inflamatorik

nonsupuratif yang sering menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi dan ankilosis sendi

EPIDEMIOLOGI

Pada kebanyakan populasi di dunia , prevalensi AR relative konstan berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi

yang tinggi didapatkan di Pima India dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%.

Prevalensi AR di India dan di Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China,

Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik didaerah urban maupun rural. Hasil survey

yang dilakukan di jawa tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di

daerah urban. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki

dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi

didapatkan pada decade keempat dan kelima.

ETIOLOGI

Faktor Genetik

Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor

genetic dan lingkungan. Faktor genetic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka

kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR

telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR

seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor I nuclear factor

kappa B (NF-kB). Gen ini berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim

seperti methyltransferase reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolism

methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetic.pada kembar monosigot

mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit

putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka

kesesuaian sebesar 80%.Hormone Sex

Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga

hormone sex berperan dalam pekembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa

terjadi perbaikan gejala AR selama  kehamilan. Perbaikan ini diduga karena : 1. Adanya

aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi

epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. 2. Adanya perubahan profil

hormone. Placental corticotropinreleasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi

Page 14: SASARAN PEMBELAJARAN

dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang

dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun

selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.

Estrogen dan progesterone menstimulasi respon imun humoral. (Th2) dan menghambat respon

imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan

progesterone mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian

kontasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan

insiden AR yang lebih berat.

PATOGENESIS

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial setelah

adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah

perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi.

Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel

inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamsi

sehingga membentuk jaringan pannus (suatu massa sinovium dan stroma sinovium yang terdiri

dari sel radang, jaringan granulasi, dan fibroblast, yang tumbuh menutupi tulang rawan sendi dan

menyebabkan erosi). Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam

sitokin, interleukin, proteinase, dan fakrot pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan

destruksi sendi dan komplikasi sistemik.

Peran sel T

Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid di awali oleh interaksi antara sel T denganshare

epitope dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptide padaantigen-

presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang

diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (intracellular adhesion molucle-1) (CD54), OX40L

(CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand (CD275), B7-1 (CD80) dan B7-2 (CD86),

berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan lymphocyte function-associated

antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18), OX40( CD134), ICOS (CD278), dan CD28.Fibroblast-like

synoviocutes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam presentasi antigen dan

mempunyai molekul tambahan seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell

adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2 dan

CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta(TGF-β) kebanyakan berasal dari

APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksi pengeluaran Il-17.

IL-17 mempunyai efek indepeden dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF- α

dan IL- β) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin, produksi metalloproteinase,

ekspresi ligan RANK/ RANK (CD265/ CD254) dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L

(CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) synovial,

Page 15: SASARAN PEMBELAJARAN

FLS, dan sel B. walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan adanya sel T regulator

CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin di

non-aktifkan oleh TNF- α synovial IL-10 banyak didapatkan pada cairan synovial tetapi efeknya

oada regulasi Th17 belum diketahui. Ga

Peran sel B

Peran sel B dalam immunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah

peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B. keterlibatan sel B

dalam pathogenesis AR diduga melalaui mekanisme sebagai berikut:

1.      Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal konstimulator yang penting untuk clonal

expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.

2.      Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNF- α dan

kemokin.

3.      Membrane synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor rheumatoid (RF)

AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit artikular yang lebih agresif,

mempunyai prevalensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas  dan

mortalitas  yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang

mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga

akan memproduksi RF. Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen,

kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg, sehingga mencetuskan kaskade

inflamasi.

4.      Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis AR. Bukti terbaru

menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya sel B. berdasarkan mekanisme

diatas, mengindiaksikan bahwa sel B berperanan penting dalam penyakit AR, sehingga layak

dihjadikan target dalam terapi AR.

Sel B mature yang terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like receptor ligand)akan

berdiferensiasi menjadi short-lived plasma cells atau masuk kedalam reaksi GC (germinal

centre) sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-lived plasma cellsyang

dapat  memproduksi autoantibody. Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjutnya

akan mengaktivasi system imun melalui reseptor Fc dan reseptor komplemen yang terdapat pada

sel target. Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya disajikan kepada sel T sehingga

menginduksi diferensiasi sel T efektor utnuk memproduksi sitokin proinflamasi, dimana sitokin

ini diketahui secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang dan tulang

rawan. Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi sel B yang memproduksi IL-1ng0 yang

dapat menginduksi respon autoreaktif sel T.

MANIFESTASI KLINIS

Awitan (onset)

Page 16: SASARAN PEMBELAJARAN

Penyakit timbul secara perlahan dan samar pada lebih dan separuh pasien. Awalnya terdapat

malaise, lesu, dan nyeri muskuloskletal menyeluruh, kemudian sendi mulai jelas memperlihatkan

gejala-gejala. Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris

terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih

15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai

beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan  fulminant berupa arthritis

poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala

muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti oleh

kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih.

Manifestasi artikular

Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku banyak sendi, walaupun ada

sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda

cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai

pada AR yang kronik).

Penyebab arthritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial

yang membungkus sendi. Pada umunya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki dan

vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang

terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis

akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi.

Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa

terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan

tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal.

Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.

Manisfestasi Ekstraartikular

Manifestasi ekstraartikular pada umunya didapatkan pada penderita yang mepunyai titer faktor

rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering

dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya

ditemukan didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olekranon. Nodul

rheumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor rheumatoid positif (sering

titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xathoma atau

nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric

reticulohistiocytosis. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik

hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikuler seperti vaskulitis dan felty

syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik.

Page 17: SASARAN PEMBELAJARAN

PENATALAKSANAAN

TERAPI NON FARAMAKOLOGIK

Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa, suplementasi

asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen

minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR.

Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan

manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,acupuncture dan splinting belum didapatkan

bukti yang meyakinkan.

Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan

kerusakan sendi yang ekstensif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi

yang berat, 3. Ada rupture tendon.

TERAPI FARMAKOLOGIK

OAINS

OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena

obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal.

Penderita AR mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat

penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoarthritis. Oleh karena itu, perlu

pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal.

Glukortikoid

Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg/hari cukup efektif untuk

meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam

dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis, katarak,

gejala Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah. ACR merekomendasikan bahwa penderita

yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500mg dan

vitamin D 400-800 IU per hari. Bila arthritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan

disabilitas yang bermakna, maka injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya

bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus disingkirkan sebulum dilakukan injeksi. Gejala

mungkin akan kambuh kembali bila steroid dihentikan, terutama bila diguankan steroid dosis

tinggi, sehingga kebanyakanRheumatologist menghentikan steroid secara perlahan dalam satu

bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan

sebagai bridging therapyselama periode inisiasi DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru saat

ini mempunyai mula keja relative.

DMARD

Page 18: SASARAN PEMBELAJARAN

Pemberian DMARD haarus dipertimbangkan untuk semua penderita AR. Pemilihan jenis

DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter dan

adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX,

hidroksisiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximad dan etanercept.

Sulfasalazin, hidroksisiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal,

tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai

terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD lebih efektif

dibandingkan dengan terapi tunggal.

Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraselular yang diperlukan

untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi. Leflunomide memperlambat perburukan

kerusakan sendi yang diukur secara radiologis dan juga mencegah erosi sendi yang baru 80%

penderita dalam periode 2 tahun. Antagonis TNF menurunkan kosentrasi TNF-α, yang

kisentrasinya ditemukan meningkat pada cairan sendi penderita AR. Entanercept adalah suatu

soluble TNF-receptor fusion protein, dimana efek jangka panjangnya sebanding dengan MTX,

tetapi lebih cepat dalam meperbaiki gejala, sering dalam 2 minggu terapi. Antagonis TNF yang

lain adalah infliximad, yang merupakanchimeric IgG1 anti TNF-α antibody. Penderita AR

dengan respon buruk terhadap MTX, mempunyai respon lebih baik dengan pemberian infliximad

dibandingkan placebo. Adalimumabuga merupakan rekombinan human IgG1 antibody, yang

mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan MTX. Pemberian antagonis TNF berhubungan

dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi, khususnya reaktivasi tuberculosis.

Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor IL-1. Beberapa uji klinis tersamar ganda

mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan dengan placebo, baik diberikan secara

tunggal maupun dikombinasi dengan MTX. Efek sampingnya antara lain iritasi kulit pada tempat

suntikan, peningkatan risiko infeksi dan leucopenia. Ritusimab merupakan antibody terhadap

reseptor permukaan sel B (anti-CD20) menunjukkan efek cukup baik. Antibody terhadap

reseptor IL-6 juga sedang dalam evaluasi.

ARTRITIS SEPTIK

DEFINISI

Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak

kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibel. Diagnosis awal yang

diikuti dengan terapi yang tepat dapat menghindari terjadinya kerusakan sendi dan kecacatan

sendi.

Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per

100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun)

Page 19: SASARAN PEMBELAJARAN

Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10-

15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh

sendi panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%.

Artritis septik masih merupakan tantangan bagi para klinisi sejak dua puluh tahun terakhir,

dengan penanganan yang dini dan tepat maka diharapkan dapat menurunkan kehilangan fungsi

yang permanen dari sendi dan menurunkan mortalitas

PATOGENESIS

Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi patogen

bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga

tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes

GANBARAN KLINIS

Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang

terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi.

Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja.Demam dilaporkan 60-80% kasus,

biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 390C.

Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan

gerakan aktif maupun pasif.

Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor predisposisi, mencari sumber

bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya

tindakantindakan invasiv, pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik

yang mengenai sendi atau adanya trauma sendi.

Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena pada dewasa maupun anak-anak berkisar

45%-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-38%. Artritis septik poliartikular, yang khasnya

melibatkan dua atau tiga sendi terjadi pada 10%-20% kasus dan sering.

dihubungkan dengan artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid

maka perlu dipikirkan kemungkinan artritis septik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

         Pemeriksaan darah tepi

Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental, peningkatan laju endap

darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda

tambahan dalam diagnosis khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah

memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.

         Pemeriksaan cairan sendi

Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis septik, bila sulit

dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan alat pemandu radiologi. Pada

pemeriksaan ini juga dapat mengetahui adanya inflamasi akibat penumpukkan kristal maupun

inflamasi lainnya seperti artritis reumatoid

Page 20: SASARAN PEMBELAJARAN

         Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan gambaran normal atau

adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi dan

jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.

Osteoporosis periartikular terjadi pada

minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi difusi dan

erosi karena destruksi kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak mendapatkan terapi adekuat,

gambaran radiologi nampak destruksi sendi, osteomyelitis, ankilosis, kalsifikasi jaringan

periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan sklerosis reaktif. Dapat juga

dengan melakukan emeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun

ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitif untuk mendeteksi

adanya efusi sendi minimal (1-2 mL),termasuk sendi-sendi yang dalam seperti pada sendi

panggul. Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran

karakteristik artritis septik.

Brusch JL. Septic arthritis. Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic3394.htm. Accessed on: 15 April 2008.

Burreu NJ, Cheem RK, Cardinal E. Musculoskeletalinfections: US manifestations. Radiographics

1999;211(2):1585-92.

Page 21: SASARAN PEMBELAJARAN

Gejala Differential diagnosis

OA RA GOUT

Nyeri (+)Gangguan mekanik

(+)Inflamasi

(+)Inflamasi

Kaku pada pagi hari

(+)Lama : < 30 menit

(+)Lama : > 30 menit

(+)Lama : > 30 menit

Bengkak kedua lutut (efusi)

(+)Tidak Disertai kemerahan

(+)Disertai kemerahan

(+)Disertai kemerahan

Peradangan (-)Gangguan mekanik

(+)Inflamasi

(+)

Lokasi sendi Menyerang sendi-sendi besar/penopang tubuh( lutut, sendi panggul, tulang belakang,),pergelangan kaki, dan sendi kecil terutama DIP, serta sendi-lainnya

Menyerang sendi-sendi kecil kecuali DIP, artikulatio cubiti, phalanges, panggul, art.genu, tarsal

MTP 1, dorsum pedis, auricularis (telinga), dekat tendo achilles

Faktor lain (komplikasi DM)

(+) (-) (-)

Diet Tidak ada makanan yang spesifik

Tidak ada makanan yang spesifik

Makanan yang mengandung tinggi purin/protein

Progresivitas Lambat Cepat Cepat

8.      Osteoartritis

Page 22: SASARAN PEMBELAJARAN

a.      Definisi osteoartritis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya rawan

sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan

terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).

b.      Etiologi

Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan osteoartritis

idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi,

infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut

dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada

penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan

anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara

osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau

beberapa sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun

menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia diatas 65

tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat proses

wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65 tahun,

hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit dijelaskan.

Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga,

osteoartritis bukan merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi. Meskipun akhiran –itis

menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu penyakit inflamasi dan ada beberapa bukti

sering terjadi sinovitis, inflamasi bukan merupakan komponen utama dari kelainan yang terjadi

pada pasien. Tidak seperti kerusakan sendi yang disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis

merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matrik yang berakibat kerusakan struktur

dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi perbaikan dan remodeling tulang. Karena

reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi permukaan artikuler 2 pada osteoartritis

tidak bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bervariasi pada tiap individu dan sendi.

Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar kasus osteoartritis berkembang lambat

selama bertahun-tahun, meskipun dapat menjadi stabil atau bahkan membaik dengan spontan

dengan restorasi parsial yang minimal dari permukaan sendi dan pengurangan gejala.

Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial, termasuk

rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot –

otot yang bekerja melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi,

remodeling tulang subchondral, dan pembentukan osteofit. Perubahan struktur tulang rawan

sendiyang paling dini terlihat pada osteoartritis adalah kerusakan atau fibrilasi zona superfisial

sampai ke zona transisional dan violasi oleh pembuluh darah tulang subchondral. Berberapa

peneliti memperkirakan bahwa kekakuan tulang subchondral menyebabkan dan mempercepat

Page 23: SASARAN PEMBELAJARAN

degenerasi rawan sendi, dan progresi degenerasi kartilago mengakibatkan kekakuan tulang

subchondral, tapi beberapa peneliti lain mengatakan bahwa kerusakan tulang rawan

sendimeningkatkan stress pada tulang subchondral yang menyebabkan remodeling tulang.

Degenerasi kartilago artikuler dan remodeling tulang subchondral muncul pada pasien yang

mengeluhkan gejala, dan kerusakan rawan sendilah yang mengakibatkan kerusakan fungsi sendi.

Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata proses OA bukan sekedar

suatu proses wear and tear yang terjadi pada sendi di sepanjang kehidupan.

Menurut penyebabnya dibagi atas :

1) Osteoartritis Primer jika penyebabnya tidak diketahui

2) Osteoartritis Sekunder, dapat disebabkan karena kelainan kongenital, penyakit metabolik,

trauma, inflamasi, penyakit endokrin dan degenerasi.

Menurut distribusinya dibagi atas :

1) Osteoartritis Perifer, dapat terjadi bilateral (85%) atau monoartikuler (10%). Biasanya

mengenai sendi lutut (75%), tangan dan jari-jari (60%), kaki (40%), panggul (25%), bahu (15%).

2) Osteoartritis Spinal : Biasanya mengenai daerah lumbal (30%) dan cervical (20%).

Dikatakan demikian karena beberapa hal.

1) Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat molekuler yang terjadi akibat proses menua

berbeda dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA.

2) Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi percobaan berusia muda yang

dirangsang dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.

c.       Penyebab 

Bukan tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktor, antara lain usia,

mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak

dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut

sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh

untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan

pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan

struktur tulang.

d.      Patogenesis

1. Tulang rawan sendi.

Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan peningkatan

konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks,

atau perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi

jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan

menurun.

Page 24: SASARAN PEMBELAJARAN

Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika kondrosit

mendeteksi gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis

dan degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,

mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung

selama bertahun-tahun.

Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan

atau mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan

diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui,

namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan

downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.

2. Perubahan Tulang.

Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi meliputi

peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga- rongga yang menyerupai kista

yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering

pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit

(crescent).Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru

pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada tulang

subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga – rongga terbentuk sebelum peningkatan densitas

tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak

seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini berartikulasi dengan

permukaan tulang "denuded" dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan kerusakan

tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan

ketidakstabilan tungkai yang terlibat. Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit

diikuti dengan perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal.

Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit

marginal biasanya muncul pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang

insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari

permukaan sendi yang mengalami degenerasi disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit

marginal memiliki pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan

dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat

diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap

sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul,

osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur.

Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi

pada pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap

proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan

Page 25: SASARAN PEMBELAJARAN

sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik

kartilageneus.

3. Jaringan Periartikuler.

      Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium, ligamen,

kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering mengalami

reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan

sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi

dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan

kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.

e.       Faktor resiko

Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor resiko osteoartritis sedangkan

usia merupakan faktor resiko yang paling penting. Bebannya mekanik yang mempengaruhi

kemampuan sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga merupakan faktor bentuk

sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan displasia sendi dapat menghasilkan tekanan

mekanik yang merusak permukaan sendi tulang rawan.

1. Usia Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini mensintesis aggrecans

yang lebih kecil dan protein penghubung yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan

pembentukan agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan sintesis

menurun dengan bertambahnya usia, dan mereka kurang responsif terhadap sitokin anabolik dan

rangsang mekanik.

2. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang. Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi

synovial yang normal dilakukan melalui penggunaan sendi yanng teratur dalam aktivitas sehari-

hari. Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi yang normal dapat meningkatkan

resiko kerusakan degeneratif pada sendi.

3. Riwayat Penyakit Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa selama beberapa puluh tahun,

pemeriksaan radiologi pasien dengan osteoartritis sendi panggul dan lutut, tidak berkembang

pada 1/3 sampai 2/3 pasien. Tidak terdapat hubungan kuat antara perubahan radiografik dan

klinis. Faktor lain yang sukar dinilai adalah hubungan antara derajat degenerasi sendi dengan

gejala yang ditimbulkannya. Meskipun gejala osteoartritis utama yaitu nyeri dan kekakuan sendi,

muncul dari degenerasi sendi, tingkat keparahan kerusakan tulang rawan tidak memiliki korelasi

kuat dengan tingkat keparahan gejala. Pasien dengan degenerasi sendi yang berat dapat

merasakan nyeri yang minimal dan ruang gerak yang luas, dan sebaliknya. Oleh karena itu,

sangatlah penting untuk membedakan riwayat klinis dan riwayat penyakit.

Tabel 1.2. Faktor resiko dari penyakit nyeri sendi

Page 26: SASARAN PEMBELAJARAN

Factor Resiko OA RA GOUT

Umur (+) (-) (+)

Jenis kelaminWanita : Pria

W>P 3:1 W<P

Kegemukan dan Penyakit metabolik

(+) (-) (+)

Cedera sendi (+) (-) (-)

Factor-faktor lain

Faktor resiko lainnya yang dapat meneybabkan nyeri pada sendi

a.       Umur. Osteoartritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut, jarang dijumpai penderita

osteoartritis yang berusai di bawah 40 tahun.

b.       Kelamin. Wanita memiliki kecenderungan menderita osteoartritis lebih besar. Belum diketahui

mengapa.

c.        Cacat tulang. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan engsel tulang akan lebih besar

kemungkinan mengalami osteoartritis

d.       Cidera engsel. Cedera yang terjadi karena aktifitas seperti olah raga atau kegiatan lain juga

meningkatkan resiko terkena osteoartritis ini.

e.        Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat engsel sambungan tulang bekerja lebih

berat, ditengarai memberi andil terjadinya osteoartritis.

f.        Penyakit lain. Encok dan rematik juga dianggap memberi kontribusi pada timbulnya

osteoartritis.

4.      Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada penderita osteoartritis

a.      Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik ini berupa Krepitasi, perubahan bentuk (deformitas ) sendi yang

permanen, serta perubahan gaya berjalan.

b.      Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik (radiographis) diharapkan didapatkan ciri-ciri :

1.        Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris.

2.        Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subchondral.

3.        Kista tulang

4.        Osteofit pada pinggir sendi

5.        Perubahan struktur anatomi sendi

Page 27: SASARAN PEMBELAJARAN

c.       Pemeriksaan laboratorium

Pada Osteoartritis yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,

plesmolisis       ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (< 8000)

dan peningkatan protein. Jadi dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan suatu

diagnosis yang benar.

d.      Pemantauan progresivitas

Terdapat 3 cara utama untuk memantau progresivitas dan outcome Osteoartritis:

1.        Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien.

2.        Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi terserang.

3.        Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan perubahan metabolism atau perubahan

kemampuan fungsional dari rawn sendi artikuler, tulang subkondral atau jaringan sendi lainnya.

e.  Medikamentosa

a. Lini Pertama

Pengobatan OA yang ada saat ini barulah bersifat simptomatik dengan obat anti inflamasi non

steroid (OAINS) dikombinasi dengan program rehabilitasi dan proteksi sendi. Pada stadium

lanjut dapat dipikirkan berbagai tindakan operatif. Pengetahuan tentang patogenesis OA

mendorong para peneliti untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat menghambat

perjalanan/progresivitas penyakit yang disebut sebagai Disease-Modifying Osteoarthritis Drugs

(DMOA), sayang hingga saat ini obat tersebut masih dalam taraf penelitian. Tabel . Obat-obatan

pada Penatalaksanaan OA Pengobatan simptomatik (* dalam penelitian) Short acting Obat

antiinflamasi non steroid Analgetik non-antiinflamasi (opioid, non-opioid) Antispasmodik Long

acting Depokortikosteroid infra-artikuler Asam hialuronat infra-artikuler*S-adenosilmetionin

(SAM)* Kondroitin-sulfat oral* Glukosamin-sulfat (Dona)* Orgotein intra-artikuler*

Diacerhein* Avocado/soy nonsaponifiables* Disease Modifying Osteoarthritis Drugs (* dalam

penelitian) Tetrasiklin* Glycosaminoglycan polysulfuric acid (GAPS)* Glycosaminoglycan

peptide complexes* Pentosan polysulfate* Growth factors dan sitokin (TGF-()* Tetapi genetik*

Transplantasi stem cell den Osteochondral Graft*

b. Lini Kedua

Penggunaan nutrisi seperti glukosamin dan chondroitin sulfat msih controversial, pada

penelitian masih belum menunjukkan hasil yang bagus. Injesi articular : - Dengan kortikosteroid,

dapat menurunkan rasa sakit pada jangka waktu yang pendek - Dengan asam hialuronat dapat

menurunkan sedikit rasa sakit Pemberian opioid dapat digunakan pada pasien dengan rasa sakit

yang sangat berat dan pasien yang tidak kooperatif. 10

Page 28: SASARAN PEMBELAJARAN

Pembedahan :

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint :

1. Realignment osteotomi Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan

merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang

sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair

2. Arthroplasty Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru

ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density

polyethylene. Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis : a) Partial

replacement/unicompartemental b) High tibial osteotmy : orang muda c) Patella &condyle

resurfacing d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh

ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan. e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada

tulang hilang&severe instability.

Indikasi total knee replacement

1.               Nyeri

2.               Deformitas

3.               Instability

4.                Akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis Kontraindikasi :

1.               Non fungsi otot ektensor

2.               Neuromuscular dysfunction

3.               Infection

4.               Neuropathic Joint

5.               Prior Surgical fusion Komplikasi :

a.         Deep vein thrombosis

b.        Infeksi

c.         Loosening

d.        Problem patella ; rekuren sublukssasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching

soft tissue

e.         Tibial tray wear.

f.         Peroneal palsy .