SASARAN PEMBELAJARAN Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menjelaskan tentang anatomi sendi lutut, tangan, dan kaki. 2. Menjelaskan tentang lingkup gerak sendi masing-masing sendi tersebut diatas. 3. Menjelaskan mekanisme nyeri akibat inflamasi (peradangan). 4. Menjelaskan mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik. 5. Mengetahui sendi-sendi yang sering mengenai arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis rheumatoid. 6. Menggambarkan kelainan-kelainan sendi akibat karena inflamasi dan gangguan mekanik. 7. Menyebutkan jenis-jenis pemeriksaan yang diperlukan untuk mengarahkan diagnosis penyakit ini. 8. Memberikan terapi yang sesuai dengan penyakitnya. 9. Menyebutkan komplikasi penyakit. 10. Menyebutkan diagnosis banding dari arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis rheumatoid. 11. Menyebutkan cara-cara pencegahan nyeri sendi. SKENARIO-1: Seorang wanita umur 58 tahun, Ibu Rumah Tangga, mengeluh nyeri kedua lutut dialami penderita sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari- jari tangan (+), tidak bersifat simetris. Penderita juga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan tentang anatomi sendi lutut, tangan, dan kaki.
2. Menjelaskan tentang lingkup gerak sendi masing-masing sendi tersebut diatas.
3. Menjelaskan mekanisme nyeri akibat inflamasi (peradangan).
4. Menjelaskan mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik.
5. Mengetahui sendi-sendi yang sering mengenai arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis
rheumatoid.
6. Menggambarkan kelainan-kelainan sendi akibat karena inflamasi dan gangguan mekanik.
7. Menyebutkan jenis-jenis pemeriksaan yang diperlukan untuk mengarahkan diagnosis penyakit
ini.
8. Memberikan terapi yang sesuai dengan penyakitnya.
9. Menyebutkan komplikasi penyakit.
10. Menyebutkan diagnosis banding dari arthritis gout, osteoarthritis, dan artristis rheumatoid.
11. Menyebutkan cara-cara pencegahan nyeri sendi.
SKENARIO-1:
Seorang wanita umur 58 tahun, Ibu Rumah Tangga, mengeluh nyeri kedua lutut dialami
penderita sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku
pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit. Bengkak kedua lutut, namun tidak ada tanda-
tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat simetris. Penderita juga
menderita kencing manis dan berobat teratur di Poliklinik Endokrin, berat badan 65 kg, dengan
tinggi badan 162 cm.
Kalimat kunci :
Wanita umur 58 tahun
Nyeri kedua lutut sejak 3 bulan lalu, terutama saat berjalan
Sulit berdiri dari posisi jongkok
Kaku pagi hari, sekitar 10-15 menit
Nyeri pada jari tangan tidak simetris
Berat badan 65kg; tinggi badan 162cm
Penyelesaian :
IMT = BB = 65 kg = 24,7 kg/ m2
TB (1.62)2 m
Hasil moderat 24,7 kg/ m2
Pertanyaan :
1. Anatomi sendi lutut, tangan dan kaki serta persendian yang terkait dengan skenario ?
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit pada skenario?
3. Bagaimana mekanisme nyeri sendi akibat inflamasi dengan nyeri akibat mekanik?
4. Bagaimana cara pencegahan nyeri sendi?
5. Apakah terjadi komplikasi penyakit?
6. Diferensial diagnosis?
7. Penyakit apa yang paling mendekati setelah melihat diferensial diagnosisnya ?
JAWABAN :
1. Anatomi
a. Anatomi sendi pada lutut
Gambar 1.1. Anatomi sendi lutut
Articulatio genu
Dibentuk oleh ujung distal condylus femoris dengan ujung proximal condylus tibiae dan
dengan facies dorsalis patella. Tipe : Condiloidea.
Permukaan persendian dari condylus femoris yang berhadapan dengan tibia berbentuk
konveks; bentuk facies articulus pada uung condylus tibiae datar dan dilengkapi dengan suatu
fibrocartilago, yang dinamakan meniscus, yaitu meniscus lateralis dan meniscus medialis.
Stabilitas articulus ini tergantung pada ligamentum yang terdapat disitu.
Meniscus medialis dan meniscus lateralis adalah dua buah fibrocartilago yang berbentuk
cresentic (sebagian dari lingkaran), mengadakan perlekatan pada facies cranialis ujung proximal
tibia. Pada penampang melintang meniscus berbentuk segitiga. Meniscus medialis bentuknya
lebih besar daripada meniscus lateralis, dengan bagian yang terbuka meliputi (kaki huruf “C”)
meniscus laterallis.
Pergerakan
Gerakan utama pada persendian ini adalah Flexi dan Extensi, yang terjadi terhadap axis
transversal. Axis ini tidak tetap, melainkan berpindah ke dorsal selama (mengikuti) gerakan Flexi
dan keadaan ini disebabkan oleh karena bentuk condylus femoris (bagian posterior yang makin
melengkung). Luas gerakan dari Extensi penuh sampai Flexi penuh kira-kira 130 derajat, dibatasi
oleh otot-otot di bagian dorsal region femoris dan region cruralis yang saling bertemu.
Articulatio Tibiofibularis
Antara tibia dan fibula terbentuk articulus pada ujung proximal, ujung distal dan di
sepanjang corpus kedua tulang tersebut. Persendian pada ujung proximal berupa suatu
articulation (diarthrosis) yang member kemungkinan gerakan menggelincir. Capsula
articularisnya kuat dibagian ventral, melebihi yang dibagian dorsal. Diantara tendo m.popliteus
dan capsula articularis terdapat bursa m.popliteus. persendian ini disebut articulatio
tibiofibularis.
Antara corpus tibiae dan corpus fibulae terdapat membrane interossea, yang melekat pada
crista interossea tibiae dan crista interossea fibulae dengan arahnya ke caudal-lateral, membentuk
suatu Syndesmosis. Fungsi membrana interossea selain memfiksir tibia pada fibula juga tempat
melekat beberapa otot cruris.
Ujung distal tibia dan fibula membentuk suatu Syndesmosis, dan dihubungi satu sama
lain oleh ligamentum interosseum, yang membentuk membrane interossea. Hubungan ini
diperkuat dibagian anterior oleh ligamentum malleoli lateralis anterius, dan dibagian posterior
terdapat ligamentum malleoli lateralis posterior yang lebih kuat. Nama lain dari kedua ligamenta
tersebut adalah ligamentum tibiofibulare anterius dan ligamentum tibiofibularis posterius. Fungsi
ligament tersebut adalah menghalangi tettariknya fibula ke arah caudal.
b. Anatomi sendi pada tangan
Gambar 1.2. Anatomi sendi pada tangan (manus)
Articulation radiocarpalis (wrist joint)
Articulation ini bertipe ellipsoidea,dibentuk oleh os. naviculare manus, os. lunatum dan
os.triquetrum yg membentuk permukaan konveks dan pihak lain yg membentuk permukaan
konkaf.
Pergerakan
Gerakan flexi dan extensi terjadi pada transversalis. Gerakan abduksi (devisi radialis) dan
adduksi (deviasi ulnaris) terjadi terhadap axis antero posterior. Abduksi ulnaris lebih luas dari
pada abduksi radialis oleh karena processus styloideus radii lebih jauh menjulang ke distal dari
pada processus styloideus ulnae.
c. Anatomi sendi pada kaki
Gambar 1.3. Anatomi sendi pada kaki (pedis)
Articulation talocruralis (ankle joint)
Persendian ini adalah suatu hinge joint yg terbentuk oleh os talus di satu pihak dan facies
distalis tibia, facies articularis malleoli lateralis et medialis serta ligamentum tibiofibularis
transverses di pahak lain, yg membentuk cavitas articularis. Ligamentum tibiofibularis
transverses adalah bagian dari ligamentum malleoli lateralis posterius (ligamentum tibiofibularis
posterior inferior) yg berada dibagian caudal dan profunda.
Pergerakan
Pada persedian ini terdapat axis transversalis yg melewati corpus tali, tetapi arahnya
miring (oblique), yaitu arah caudo-lateral. Mengangkat dorsum pedis di sebut dorsiflexion
(extension), menurunkan planta pedis disebut plantar flexion (flexi).
Tabilitas tubuh
Kerja pengungkit (lever) pada alat gerak
Mempunyai tiga buah komponen, yaitu (1) articulus titik penyokong, (2) otot sebagai
gaya dan (3) beban adalah berat vagian yang digerakkan.
Keseimbangan badan
Pada sikap biasa titik berat badan berada diatas axis transversal yang melalui kedua
articulation coxae. Jadi badan berada dalam keseimbangan labil kerena titk berat terdapat di atas
titik penyokong.
Pada sikap ini panggul letaknya sedemikian rupa sehingga spina iliaca anterior superior
dan tuberculum pubicum terdapat dalam satu bidang frontal, incisura acetabuli menghadap ke
caudal, dan bidang yg melalui adirus pelvis membentuk sudut 60 derajat dengan bidang datar
(inclination pelvis = miring pelvis).
2. Masing-masing sendi mjempunyai biomekanik, cedera dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran factor-faktor resiko tersebut untuk masing-masing tentu berbeda.
UmurDari semua factor resiko untuk timbulnya OA, factor ketuaan adlah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hamper tak pernah pada anak-anak, jarang di bawah umur 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. Akan tetapi harus di ingata bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA
Jenis kelaminWanita sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi diatas 50 tahun ( setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menyebabkan adanya peran hormonal pada patogenesi OA.
Suku bangsaPrevelensi dan pola terkenanay sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jaranga diantara orang-orang kulit hitam dan asia daripada Kaukasia. OA lebih sering di jumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan congenital dan pertumbuhan.
GenetikFactor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus herbeden) terdapat dua kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempunya mempunyai cenderung 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak-anak perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsure-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA banyak sendi)
Kegemukan dan penyakit metabolicBerat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pria. Kegemukan tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau sternoclavikula). Oleh karena itu di samping factor mekanis yang berperan (karena meningkatnya bebsebut. Peran factor metabolic an mekanis), diduga terdapat factor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran factor metabolic dan hormonal pada kaitan antara OA pada penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi.
Cedera sendi dan olah raga.Cedera sendi dan olah ragab yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan resiko OA yang lebih tinggi.
PekerjaanPekerjaaan berat maupun dengan pemakaiaan satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan resiko OA tertentu.
Kelainan pertumbuhanKelainan congenital pertumbuhan paha (misalnya penyakit Parthes dan dislokasi congenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu
Factor-faktor lainTingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Factor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya memounyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negative antara osteoporosit dan OA.
3. Mekanisme nyeri inflamasi dengan nyeri akibat mekanik
Nyeri inflamasi
Pada proses inflamasi, misalanya pada artiritis, proses nyeri terjadi karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamsi terjadi. Inflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik yang dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang kemudian akan di ekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut akan diikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan sel T membentuk kompleks trimolekuler. Komplek trimolekuler tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi imunoloik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL1, IL2) sehingga terjadi aktivasi, mitosis dan proliferasi sel T tersebut. Sel T yang teraktivasi juga akan menghasilkan berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivai sel B untuk memproduksi antibody.
Setelah berikatan dengan antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan mengendap pada organ target dan mengaktifkan sel radang untuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pembebasan metabolic asam arakidonat, radikal oksigen bebas, enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada organ target tersebut.
Kompleks imun juga dapat mengaktivasi system komplemen dan membebaskan komponen aktif seperti C3A dan C5A yang merangsagn sel mast dan trombosit untuk membebaskan amina vasoaktif sehingga timbbul vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular. Selain itu komponen komplemen C5A juga mempunyai efek kemotaktik sehingga sel-sel polimorfonuklear dan mononuclear akan berdatangan ke daerah inflamasi.
Sejak tahun 1975, telah diketahui bahwa produk jalur siklooksigenase (COX) metabolism asam arakidonat mempunyai peranan yang besar pada proses inflamasi. Terdapat dua isoform jalur COX yang disebut COX-1 dan COX-2. Jalur COX-1 mempunyai fungsi fisiologis yang aktifasinya aka membebaskan eikosanoid yang terlibat dalam proses fisiologis seperti prostasiklin, tromboksan-A2 dan prostaglandin-E2 (PGE2). Sebaliknyna, jalur COX-2 akan menghasilkan prostaglandin proinflamatif yagn akan bekerja sama dengan berbagai enizm protease dan mediator inflamasi lainnya dalam proses inflamasi.
Dalam proses inflamasi, jenis prostaglandin seperti PGE1, PGE2, PGI2, PGD2, dan PGA2 dapat menimbulkan vasodilatasi dan demam. Diantara berbagai jenis prostaglandin tersebut, PGI2 merupakan vasodilator terkuat.
Bukti prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan jaringan secaara langsung. Sebagian kerusakan jaringan pada proses inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksi bebas yang terbentuk selama konversi enzimatik dari PGG2menjadi PGH2 atau pada proses fagositosis.
Pada proses inflamasi, terjadi interaksi 4 system, yaitu system pembekuan darah, system kinin, system fibrinolisis dan system komplemen, yang akan membebaskan berbagai protein inflamatif baik aminfasoaktif maupun zat kemotaktik yang akan menarik lebih banyak sel radang ke daerah inflamasi.
Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonukear, terjadi peningkatan konsumsi O2 dan produksi radikal oksigen bebas seperti anionsuperoksida (O2-) dan hydrogen peroksidase (H2O2). Kedua radikal oksigen bebas ini akan membentuk radikal hidroksilreakif yang dapat menyebabkan depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak rawan sendi dan menurunkan viskositas cairan sendi.
Masing-masing mediator secara sendiri atau bersamaan merangsang nosiseptor yang
merupakan reseptor nyeri nosiseptik. Stimulasi nosiseptor ini kemudian diikuti proses transduksi
yaitu pengalihan stimulus menjadi proses neuronal, yang kemudian diteruskan sepanjang serabut
saraf eferen ke ganglion radiks dorsalis medulla spinalis membentuk sinaps tempat signal rasa
sakit mulai diproses dan kemudian ditransmisikan ke korteks serebri, menghasilkan rasa nyeri.
MEKANISME NYERI MEKANIK
Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan
pisau dan lain-lain. Nyeri tersebut akan merangsang stimulus nociceptor oleh stimulus noxius
pada jaringan yang kemudian akan mengakibatkan stimulus nosiseptor dimana stimulus noxius
tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor.
Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditansmisikan menuju neuron saraf pusat yang
berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen
primer ke kornu dorsalis medulla spinalis pada kornu ini neuron afferent primer bersinaps
dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas medulla
spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara
thalamus dan pusat- pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif
yang berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptik tidak selalu menimbulkan
persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi dari nosisepti. Terdapat
modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang
paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis . Proses terakhir adalah persepsi,
dimana pesan nyeri di relay menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak
menyenangkan.
5. Cara pencegahan nyeri sendi
Berolahraga secara teratur, selama 20-30 menit per hari. Hindari latihan yang dapat menyebabkan nyeri sendi.
Jaga keseimbangan antara istirahat dan beraktivitas. Istirahat selama delapan jam di malam hari ideal untuk menjaga kesehatan otot dan urat agar terhindar dari nyeri sendi.
Biasakan sikap tubuh yang baik. Angkat barang yang berat dengan tumpuan otot pangkal paha (pinggul), bukan dengan punggung karena bisa sebabkan nyeri sendi.
Lindungi persendian. Dalam udara dingin gunakan sarung tangan untuk melindungi buku-buku jari, baju dalam panjang untuk melindungi lutut, dan kaus kaki tebal untuk melindungi pergelangan dan jari kaki agar nyeri sendi tidak menyerang.
Pangkas berat badan jika Anda kegemukan. Mengurangi berat badan sebanyak 6 kg dapat memotong risiko nyeri sendi sampai 50 persen.
Berendam dalam air hangat, terutama setelah latihan yang berat sangat efektif untuk nyeri sendi.
Hindari nik-turun tangga.
Duduk lebih baik daripada berdiri.
Hindari berlutut dan jongkok.
Makan makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan.
Minum obat yang direkomendasikan dokter
Mempertimbangkan menggunakan peralatan bantuan saat beraktifitas yang diperkurakan
membahayakan.
Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.
Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan tulang.
Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban anda
6. Komplikasi penyakitnya dan hubungan antara nyeri pada lutut dengan kencing manis
yang diderita pasien :
Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam
darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh.
Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis
yang mempunyai jumlah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia.
Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi
glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan
insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena
sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi
tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan.
Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni penderita
kencing manis akan mengandung gula sehingga sering dilebung atau dikerubuti semut.
Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus
dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Kandungan atau
kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau
normal lebih dari 200 mg/dl. Pada orang normal kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan
penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh
dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya.
Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh
sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta
melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang
sudah sakit.
Terdapat dua tipe diabetes mellitus, DM tipe 1 adalah di mana tubuh kekurangan hormon
insulin atau istilahnya Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 di mana
hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya atau istilahnya Non-Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Diabetes bukan 100% penyakit turunan. Diabetes melistus bisa disebakan riwayat
keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena penyakit
kencing manis baik tua maupun muda. Waspada bagi anda yang memiliki orang tua yang
merupakan pengidap diabetes, karena anda akan juga memiliki bakat gula darah jika tidak
menjalankan gaya hidup yang baik.
Jadi kesimpulannya DIABETES MILLITUS dapat memicu terjadinya OSTEOARTRITIS pada
seseorang.
7. Diferensial diagnosis
Artrhitis GoutGout Arthritis merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal Monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ektraseluler.
Patologi Gout
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir Kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi disekeliling Kristal terutama terdiri dari sel mononuclear dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi disekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya prominem di sekitar tofi. Kristal dalam tofi berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier.
Komponen lain yang penting dalam tofi adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada arthritis gout akut cairan sendi juga mengandung Kristal monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada inflamasi akut akan ditemukan banyak Kristal di dalamleukosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis.
Patogenesis Arthritis Gout
Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar kadar urat serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar urat serum, dapat mempresipitasi serangan gout akut. Pemakaian alcohol berat pada pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi kosentrasi urat serum. Hal ini dikarenakan meminum alcohol dapat meningkatkan produksi urat. Dimana kadar laktat akan meningkat sebagai akibta produk sampingan dari metabolisme normal alcohol. Asam laktat menghambat eksresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum.
Terdapat peranan temperature, PH, dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada termperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut.Predileksi pengendapan Kristal MSU pada metatarsofalangeal -1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.
Konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari, selanjutnya bila cairan sendi diabsorbsi sewaktu berbaring, maka akan terjadi peningkatan kadar urat lokal. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan (onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan.
Perandangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis gout terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh nonspesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat gen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah :
Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab. Mencengah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas
Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu Kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini vbelum diketahui secara pasti. Hal ini
diduga oleh peranan mediator kimia dan seluler. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur antara lain, aktivitas komplemen (C) dan seluler.
Gambaran Klinis
Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause, karena estrogen meningkatan eksresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah pada laki-laki. Gout dapat ditemukan diseluruh dunia pada seluruh ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetic dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang agaknya memengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.
Terdapat 4 tahap perjalan klinis dari penyakit gout yang tidak diobati.
Tahap Pertama,adalah Hiperurisemia asimtomatik. Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 1,0 mg/dl dan pada perempuan adalah 4,0 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada serangan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari pasien Hiperurisemia Asimptomatik yang berlanjut menjadi serangan akut.
Tahap kedua, Arthritis Gout akut. Pada tahap ini terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal-1. Arthritis bersifat monoartikuler dan menunjukkan tanda0tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan sejumlah leukosit. Serangan dapat dipicun oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera.sendi-sendi lain yang dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10-14 hari.
Tahap ketiga,disebut juga tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
Tahap Keempat, Gout Kronik. Dengan timbunan asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak.Serangan akut arthritis gout dapat terjadi dalam tahap ini akan tampak tofus. Dimana secara klinis tofus ini sulit dibedakan dengan nodul rheumatic. Pada masa kini tofus jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat.
Gout dapat merusak ginjal sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam intertitium medulla, papilla, dan pyramid sehingga timbul protein uria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.
Diagnostik
Dengan menemukan Kristal urat dalam tofus merupakan diagnosis spesifik untuk gout. Akan tetapi tidak semua penderita memiliki tofi, sehingga tes diagnostic ini kurang sensitive. Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk menengakkan diagnosis.
Riwayat inflamasi klasik arthritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1 Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas symptom Revolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolksin Hiperurisemia
Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout. Logan dkk mendapatkan 40% pasien gout mempunyai kadar asam urat normal. Hasil penelitian penulis didaptkan sebanyak 21% arthritis gout dengan asam urat normal. Walaupun hiperurisemia dan gout mempunyai hubungan kausal, keduanya mempunyai fenomena yang berbeda. Pemeriksaan radiografi pada serangan pertama arthritis gout akut adalah nonspesifik. Kelainan utama radiografi pada kronik gout adalah inflamasi asimetri, arthritis erosi yang kadang-kadang disetrai nodul jaringan lunak.
Penatalaksanaan Arthritis GoutSecara umum penanganan arthritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi, dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan arthritis gout akut bertujuan menghilangkan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormone ACTH.
Obat penuruan asam urat seperti alopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut. Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pemberian kolsikin dosis standar untuk arthritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0,5-0,6mg/hari dengan dosis maksimal 6 mg. pemberian OAINS dapat pula diberikan. Dosis tergantung dari jenis OAINS yang dipakai. Disamping egekl inflamsi obat ini, juga mempunyai efek analgetik.Jenis OAINS yang banyak dipakai pada arthritis gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah 150-200mg/hari selama 2-3 hari dan dilanjutkan 75-100mg/hari sampai minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH diberikan apabila kolsikin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi. Pemakaian kortikosteroid pada gout dapat diberikan oral atau parentral. Indikasi pemberian pemberian adalah pada arthritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan untuk menurunkan kadar asam urat sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat allopurinol bersama obat urikosurik yang lain.
ARTRITIS REUMATOID
DEFENISI
Artritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan
progresif, dimana sendi merupakan target utama. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan
sistemik kronik yang dapat melibatkan banyak jaringan dan organ-kulit, pembuluh darah, paru, jantung,
dan otot, tetapi terutama mengenai sendi, menyebabkan sinovitis proliferative dan inflamatorik
nonsupuratif yang sering menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi dan ankilosis sendi
EPIDEMIOLOGI
Pada kebanyakan populasi di dunia , prevalensi AR relative konstan berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi
yang tinggi didapatkan di Pima India dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%.
Prevalensi AR di India dan di Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China,
Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik didaerah urban maupun rural. Hasil survey
yang dilakukan di jawa tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di
daerah urban. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki
dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi
didapatkan pada decade keempat dan kelima.
ETIOLOGI
Faktor Genetik
Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor
genetic dan lingkungan. Faktor genetic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR
telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR
seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor I nuclear factor
kappa B (NF-kB). Gen ini berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim
seperti methyltransferase reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolism
methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetic.pada kembar monosigot
mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit
putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuaian sebesar 80%.Hormone Sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga
hormone sex berperan dalam pekembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa
terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena : 1. Adanya
aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi
epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. 2. Adanya perubahan profil
hormone. Placental corticotropinreleasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi
dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang
dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun
selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Estrogen dan progesterone menstimulasi respon imun humoral. (Th2) dan menghambat respon
imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan
progesterone mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian
kontasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan
insiden AR yang lebih berat.
PATOGENESIS
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial setelah
adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamsi
sehingga membentuk jaringan pannus (suatu massa sinovium dan stroma sinovium yang terdiri
dari sel radang, jaringan granulasi, dan fibroblast, yang tumbuh menutupi tulang rawan sendi dan
menyebabkan erosi). Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam
sitokin, interleukin, proteinase, dan fakrot pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan
destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
Peran sel T
Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid di awali oleh interaksi antara sel T denganshare
epitope dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptide padaantigen-
presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang
diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (intracellular adhesion molucle-1) (CD54), OX40L
berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan lymphocyte function-associated
antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18), OX40( CD134), ICOS (CD278), dan CD28.Fibroblast-like
synoviocutes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam presentasi antigen dan
mempunyai molekul tambahan seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell
adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2 dan
CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta(TGF-β) kebanyakan berasal dari
APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksi pengeluaran Il-17.
IL-17 mempunyai efek indepeden dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF- α
dan IL- β) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin, produksi metalloproteinase,
ekspresi ligan RANK/ RANK (CD265/ CD254) dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L
(CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) synovial,
FLS, dan sel B. walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan adanya sel T regulator
CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin di
non-aktifkan oleh TNF- α synovial IL-10 banyak didapatkan pada cairan synovial tetapi efeknya
oada regulasi Th17 belum diketahui. Ga
Peran sel B
Peran sel B dalam immunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah
peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B. keterlibatan sel B
dalam pathogenesis AR diduga melalaui mekanisme sebagai berikut:
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal konstimulator yang penting untuk clonal
expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.
2. Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNF- α dan
kemokin.
3. Membrane synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor rheumatoid (RF)
AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit artikular yang lebih agresif,
mempunyai prevalensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang
mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga
akan memproduksi RF. Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen,
kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg, sehingga mencetuskan kaskade
inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis AR. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya sel B. berdasarkan mekanisme
diatas, mengindiaksikan bahwa sel B berperanan penting dalam penyakit AR, sehingga layak
dihjadikan target dalam terapi AR.
Sel B mature yang terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like receptor ligand)akan
berdiferensiasi menjadi short-lived plasma cells atau masuk kedalam reaksi GC (germinal
centre) sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-lived plasma cellsyang
dapat memproduksi autoantibody. Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjutnya
akan mengaktivasi system imun melalui reseptor Fc dan reseptor komplemen yang terdapat pada
sel target. Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya disajikan kepada sel T sehingga
menginduksi diferensiasi sel T efektor utnuk memproduksi sitokin proinflamasi, dimana sitokin
ini diketahui secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang dan tulang
rawan. Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi sel B yang memproduksi IL-1ng0 yang
dapat menginduksi respon autoreaktif sel T.
MANIFESTASI KLINIS
Awitan (onset)
Penyakit timbul secara perlahan dan samar pada lebih dan separuh pasien. Awalnya terdapat
malaise, lesu, dan nyeri muskuloskletal menyeluruh, kemudian sendi mulai jelas memperlihatkan
gejala-gejala. Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris
terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih
15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai
beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant berupa arthritis
poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala
muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering kali diikuti oleh
kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih.
Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku banyak sendi, walaupun ada
sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda
cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai
pada AR yang kronik).
Penyebab arthritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial
yang membungkus sendi. Pada umunya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki dan
vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang
terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis
akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi.
Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa
terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan
tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal.
Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat.
Manisfestasi Ekstraartikular
Manifestasi ekstraartikular pada umunya didapatkan pada penderita yang mepunyai titer faktor
rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering
dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya
ditemukan didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olekranon. Nodul
rheumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor rheumatoid positif (sering
titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xathoma atau
nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric
reticulohistiocytosis. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik
hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikuler seperti vaskulitis dan felty
syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik.
PENATALAKSANAAN
TERAPI NON FARAMAKOLOGIK
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa, suplementasi
asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen
minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR.
Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan
manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,acupuncture dan splinting belum didapatkan
bukti yang meyakinkan.
Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi
yang berat, 3. Ada rupture tendon.
TERAPI FARMAKOLOGIK
OAINS
OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena
obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal.
Penderita AR mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat
penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoarthritis. Oleh karena itu, perlu
pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal.
Glukortikoid
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg/hari cukup efektif untuk
meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam
dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis, katarak,
gejala Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah. ACR merekomendasikan bahwa penderita
yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500mg dan
vitamin D 400-800 IU per hari. Bila arthritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan
disabilitas yang bermakna, maka injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya
bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus disingkirkan sebulum dilakukan injeksi. Gejala
mungkin akan kambuh kembali bila steroid dihentikan, terutama bila diguankan steroid dosis
tinggi, sehingga kebanyakanRheumatologist menghentikan steroid secara perlahan dalam satu
bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan
sebagai bridging therapyselama periode inisiasi DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru saat
ini mempunyai mula keja relative.
DMARD
Pemberian DMARD haarus dipertimbangkan untuk semua penderita AR. Pemilihan jenis
DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter dan
adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX,
hidroksisiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximad dan etanercept.
Sulfasalazin, hidroksisiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal,
tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai
terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD lebih efektif
dibandingkan dengan terapi tunggal.
Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraselular yang diperlukan
untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi. Leflunomide memperlambat perburukan
kerusakan sendi yang diukur secara radiologis dan juga mencegah erosi sendi yang baru 80%
penderita dalam periode 2 tahun. Antagonis TNF menurunkan kosentrasi TNF-α, yang
kisentrasinya ditemukan meningkat pada cairan sendi penderita AR. Entanercept adalah suatu
soluble TNF-receptor fusion protein, dimana efek jangka panjangnya sebanding dengan MTX,
tetapi lebih cepat dalam meperbaiki gejala, sering dalam 2 minggu terapi. Antagonis TNF yang
lain adalah infliximad, yang merupakanchimeric IgG1 anti TNF-α antibody. Penderita AR
dengan respon buruk terhadap MTX, mempunyai respon lebih baik dengan pemberian infliximad
dibandingkan placebo. Adalimumabuga merupakan rekombinan human IgG1 antibody, yang
mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan MTX. Pemberian antagonis TNF berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi, khususnya reaktivasi tuberculosis.
Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor IL-1. Beberapa uji klinis tersamar ganda
mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan dengan placebo, baik diberikan secara
tunggal maupun dikombinasi dengan MTX. Efek sampingnya antara lain iritasi kulit pada tempat
suntikan, peningkatan risiko infeksi dan leucopenia. Ritusimab merupakan antibody terhadap
reseptor permukaan sel B (anti-CD20) menunjukkan efek cukup baik. Antibody terhadap
reseptor IL-6 juga sedang dalam evaluasi.
ARTRITIS SEPTIK
DEFINISI
Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak
kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibel. Diagnosis awal yang
diikuti dengan terapi yang tepat dapat menghindari terjadinya kerusakan sendi dan kecacatan
sendi.
Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per
100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun)
Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10-
15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh
sendi panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%.
Artritis septik masih merupakan tantangan bagi para klinisi sejak dua puluh tahun terakhir,
dengan penanganan yang dini dan tepat maka diharapkan dapat menurunkan kehilangan fungsi
yang permanen dari sendi dan menurunkan mortalitas
PATOGENESIS
Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi patogen
bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga
tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes
GANBARAN KLINIS
Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang
terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi.
Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja.Demam dilaporkan 60-80% kasus,
biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 390C.
Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan
gerakan aktif maupun pasif.
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor predisposisi, mencari sumber
bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya
tindakantindakan invasiv, pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik
yang mengenai sendi atau adanya trauma sendi.
Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena pada dewasa maupun anak-anak berkisar
45%-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-38%. Artritis septik poliartikular, yang khasnya
melibatkan dua atau tiga sendi terjadi pada 10%-20% kasus dan sering.
dihubungkan dengan artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid
maka perlu dipikirkan kemungkinan artritis septik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah tepi
Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan neutrofil segmental, peningkatan laju endap
darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda
tambahan dalam diagnosis khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah
memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.
Pemeriksaan cairan sendi
Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis septik, bila sulit
dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan alat pemandu radiologi. Pada
pemeriksaan ini juga dapat mengetahui adanya inflamasi akibat penumpukkan kristal maupun
inflamasi lainnya seperti artritis reumatoid
Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan gambaran normal atau
adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal berupa pembengkakan kapsul sendi dan
jaringan lunak sendi yang terkena, pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi.
Osteoporosis periartikular terjadi pada
minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14 hari, penyempitan ruang sendi difusi dan
erosi karena destruksi kartilago. Pada stadium lanjut yang tidak mendapatkan terapi adekuat,
gambaran radiologi nampak destruksi sendi, osteomyelitis, ankilosis, kalsifikasi jaringan
periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan sklerosis reaktif. Dapat juga
dengan melakukan emeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra maupun
ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. Sangat sensitif untuk mendeteksi
adanya efusi sendi minimal (1-2 mL),termasuk sendi-sendi yang dalam seperti pada sendi
panggul. Cairan sinovial yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran
karakteristik artritis septik.
Brusch JL. Septic arthritis. Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic3394.htm. Accessed on: 15 April 2008.
Burreu NJ, Cheem RK, Cardinal E. Musculoskeletalinfections: US manifestations. Radiographics
1999;211(2):1585-92.
Gejala Differential diagnosis
OA RA GOUT
Nyeri (+)Gangguan mekanik
(+)Inflamasi
(+)Inflamasi
Kaku pada pagi hari
(+)Lama : < 30 menit
(+)Lama : > 30 menit
(+)Lama : > 30 menit
Bengkak kedua lutut (efusi)
(+)Tidak Disertai kemerahan
(+)Disertai kemerahan
(+)Disertai kemerahan
Peradangan (-)Gangguan mekanik
(+)Inflamasi
(+)
Lokasi sendi Menyerang sendi-sendi besar/penopang tubuh( lutut, sendi panggul, tulang belakang,),pergelangan kaki, dan sendi kecil terutama DIP, serta sendi-lainnya
Menyerang sendi-sendi kecil kecuali DIP, artikulatio cubiti, phalanges, panggul, art.genu, tarsal
MTP 1, dorsum pedis, auricularis (telinga), dekat tendo achilles
Faktor lain (komplikasi DM)
(+) (-) (-)
Diet Tidak ada makanan yang spesifik
Tidak ada makanan yang spesifik
Makanan yang mengandung tinggi purin/protein
Progresivitas Lambat Cepat Cepat
8. Osteoartritis
a. Definisi osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya rawan
sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan
terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).
b. Etiologi
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan osteoartritis
idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi,
infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut
dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada
penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan
anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara
osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau
beberapa sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun
menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia diatas 65
tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat proses
wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65 tahun,
hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit dijelaskan.
Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga,
osteoartritis bukan merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi. Meskipun akhiran –itis
menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu penyakit inflamasi dan ada beberapa bukti
sering terjadi sinovitis, inflamasi bukan merupakan komponen utama dari kelainan yang terjadi
pada pasien. Tidak seperti kerusakan sendi yang disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis
merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel dan matrik yang berakibat kerusakan struktur
dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi perbaikan dan remodeling tulang. Karena
reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi permukaan artikuler 2 pada osteoartritis
tidak bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bervariasi pada tiap individu dan sendi.
Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar kasus osteoartritis berkembang lambat
selama bertahun-tahun, meskipun dapat menjadi stabil atau bahkan membaik dengan spontan
dengan restorasi parsial yang minimal dari permukaan sendi dan pengurangan gejala.
Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial, termasuk