SWORD ART ONLINE VOL 1 - AINCRAD Sebuah kastil besar yang
terbuat dari batu dan baja melayang di langit tak berujung.Hanya
itulah isi dari dunia ini.Butuh waktu sebulan bagi berbagai
kelompok pengrajin untuk meninjau lantai dasar yang berdiameter
sekitar 10 kilometer cukup luas untuk memasukkan seluruh
Setagaya[1]ke dalamnya. Di atasnya terdapat 100 lantai yang
tersusun lurus ke atas; ukurannya sangat luar biasa. Sekedar
menebak berapa banyak data yang digunakan untuk membuatnya pun
mustahil.Di dalamnya terdapat beberapa kota besar, dengan banyak
kota dan desa kecil, hutan serta padang rumput, dan bahkan danau.
Hanya satu tangga yang menghubungkan setiap lantai, dan tangga itu
berada di dungeon[2]tempat monster-monster berkeliaran. Karena itu,
menemukan dan melewatinya bukan hal yang mudah. Namun, ketika
seseorang melewatinya dan tiba di sebuah kota di lantai atas,
Gerbang Teleportasi antara lantai itu dan semua kota di lantai
bawah akan terhubung, sehingga semua orang dapat bergerak dengan
bebas dari lantai ke lantai.Di bawah kondisi ini, kastil raksasa
itu terus menerus ditaklukkan sejak dua tahun lalu. Garis depan
sekarang ada di Lantai ke-74.Nama kastil itu adalah Aincrad, sebuah
dunia pertarungan pedang yang terus melayang, melingkupi kurang
lebih enam ribu orang di dalamnya. Dikenal juga dengan nama...Sword
Art Online
Catatan Penerjemah1. Setagaya adalah nama dari salah satu
distrik di Jepang2. Arti harfiahnya adalah gua, tapi sebenarnya
dungeon itu adalah tempat untuk berburu yang monsternya lebih
banyak dari tempat lain dan biasanya ada bosnya
Chapter 1 Sang Pendekar Hitam(Lantai ke-35 Aincrad, Februari
2024)Silica adalah salah satu dari Beast Tamer[1] yang langka di
SAO, atau mungkin lebih tepatnya pernah. Familiar[2]miliknya,
simbol dari seorang beast tamer, sudah tidak ada lagi.Beast Tamer
bukanlah class[3]atau skill[4]yang diberikan oleh sistem, melainkan
istilah yang digunakan oleh para pemain.Dalam suatu kejadian yang
langka, monster yang agresif menunjukkan ketertarikannya terhadap
para pemain. Kalau kalian tidak melewatkan kesempatan itu, kalian
bisa berhasil menjinakkan monster tersebut dengan memberikannya
sesuatu untuk dimakan. Lalu si monster akan menjadi Familiar si
pemain dan mengabdi sebagai rekan yang berharga yang membantu si
pemain dengan berbagai cara. Para pemain menyebut mereka yang telah
berhasil melakukan hal itu sebagai beast tamer disertai campuran
pujian dan rasa iri.Tentu saja, tidak semua monster bisa menjadi
familiar; hanya sedikit sekali ragam monster yang bisa. Kondisi
untuk memicu terjadinya event[5]tersebut pun tidak jelas, namun
satu-satunya syarat yang diyakini semua orang adalah eventnya tidak
akan terjadi jika si pemain membunuh terlalu banyak monster jenis
itu.Ini adalah kondisi yang lumayan susah jika kalian pikirkan
lagi. Bahkan jika seseorang mencoba untuk mendapatkan seekor
familiar dengan menemui monster itu berulang-ulang, monster-monster
tersebut bersifat agresif dan sang pemain tidak bisa menghindari
pertarungan dengan mereka. Dengan kata lain, jika seseorang
berkeinginan untuk menjadi seorang Beast Tamer, mereka harus terus
menemui monster yang diinginkan, dan jika eventnya tidak terjadi
mereka harus terus kabur. Tidak sulit untuk membayangkan betapa
merepotkannya semua hal tersebut.Kalian bisa bilang Silica sangat
beruntung dalam perkara ini.Dengan tanpa pengetahuan tentang
permasalahan tadi, ia telah memasuki suatu hutan tanpa alasan
apapun di lantai yang ia kunjungi hanya karena ia sedang ingin
saja. Monster pertama yang ia jumpai tidak menyerangnya, tetapi
hanya mendekatinya. Kemudian ia memberikan monster itu sebuah
kacang yang ia beli hari sebelumnya tanpa banyak pikir, dan
ternyata kacang itu adalah makanan yang disukai oleh si
monster.Monster tersebut adalah seekor Naga Berbulu. Seluruh
tubuhnya dilapisi oleh bulu-bulu biru pucat yang lembut, dan ia
memiliki dua bulu yang panjang sebagai ganti dari ekor. Naga kecil
tersebut adalah monster yang sangat jarang dijumpai. Mungkin Silica
adalah orang pertama yang berhasil menjinakkannya, karena ia
langsung menjadi pusat perhatian saat ia kembali ke kota asalnya
Friben di lantai delapan dengan si naga kecil menduduki pundaknya.
Hari berikutnya, tak terhitung banyaknya pemain yang mencoba untuk
menjinakkan Naga Berbulu setelah mendengar informasi dari Silica,
namun tidak ada yang berhasil.Silica menamai naga kecil tersebut
Fina. Nama itu sama dengan nama yang ia berikan pada kucing
miliknya di dunia nyata.Monster-monster familiar dikenal memiliki
stats[6]yang rendah untuk pertarungan sebenarnya dan Fina bukanlah
pengecualian. Tapi sebagai gantinya mereka memiliki sejumlah skill
spesial: kemampuan memindai yang memperingatkan sang pemain bahwa
ada monster yang mendekat, skill yang sedikit menyembuhkan si
pemain, dan sebagainya. Semua skill tersebut lumayan berguna dan
menjadikan perburuan sehari-hari jauh lebih mudah. Tapi yang paling
menyenangkan Silica adalah kehangatan dan kenyamanan yang dibawa
oleh keberadaan Fina.AI[7]dari seekor familiar memang tidak begitu
hebat. Tentu saja, familiar tidak bisa bicara, dan mereka hanya
bisa mengerti beberapa lusin perintah. Tapi bagi Silica, yang
memasuki game tersebut saat dia hanya berusia dua belas dan tengah
diliputi rasa takut dan gelisah, Fina adalah penyelamat yang sulit
dijelaskan dengan kata-kata. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan
bahwa Petualangan Silica --- yang sebenarnya berarti Hidup di sini
--- dimulai oleh Fina.Setelah setahun, Silica dan Fina telah naik
level dengan lancar dan kemampuannya sebagai pemakai pisau sudah
cukup baik. Itulah yang membuatnya lumayan terkenal diantara para
pemain level pertengahan sebagai salah satu yang terbaik dari
mereka.Tentu saja, dia masih jauh dari para petarung kelas atas
yang bertempur di garis depan; tapi di sisi lain, beberapa ratus
orang yang bertekad untuk menyelesaikan game ini diantara total
tujuh ribu pemain lebih jarang terlihat dibanding para beast tamer.
Karena itulah, menjadi terkenal diantara para pemain rata-rata
kurang lebih sama dengan menjadi seorang idola di dalam game
ini.Karena pemain perempuan itu agak jarang, apalagi yang
seumurannya, tidak butuh waktu lama bagi Dragon Master Silica[8]
untuk menjadi pemain terkenal dengan banyak penggemar. Ia menerima
banyak sekali undangan dari kelompok dan guild[9]yang menginginkan
seorang pemain idola dan bagi Silica yang baru berusia tiga belas
tahun, menjadi terlalu bangga dengan dirinya sendiri sudah tak
terhindarkan lagi. Tetapi akhirnya, harga diri itu menyebabkannya
melakukan kesalahan yang tidak dapat dia ubah lagi sebesar apapun
penyesalannya.Sebuah pertengkaran karena hal kecil memulai
semuanya.Waktu itu Silica berada di dalam hutan yang sangat luas di
utara lantai tiga puluh lima, dikenal sebagai Hutan Pengembaraan,
dengan kelompok yang ia jumpai dua minggu sebelumnya. Saat itu,
garis depan sudah jauh di lantai lima puluh lima, jadi lantai tiga
puluh lima sudah terselesaikan. Tapi para petarung kelas atas tidak
peduli dengan hal selain menyelesaikan area labirin, jadilah
sub-dungeon[10]seperti Hutan Pengembaraan populer sebagai target
bagi para pemain rata-rata.Karena kelompok enam orang yang dimasuki
Silica tersusun dari para petarung tangguh, mereka telah bertempur
dari pagi dan menemukan item yang lumayan banyak, termasuk beberapa
peti harta karun. Tapi ketika matahari mulai terbenam dan mereka
semua mulai kehabisan ramuan penyembuh, mereka mulai berjalan
pulang ke area tempat tinggal. Seorang pemain wanita yang langsing
yang menggunakan tombak lalu mengucapkan sesuatu, mungkin untuk
mengatur Silica."Kita akan membagikan item-itemnya begitu sampai.
Tapi karena kamu disembuhkan kadalmu, kamu ga akan butuh kristal
penyembuhnya kan?"Silica merasa tersinggung lalu menyerang
balik."Kamu bahkan tidak maju ke depan dan cuma berkeliaran di
belakang kelompok, jadi kamu juga tidak pakai kristal."Setelah itu,
pertengkaran semakin memanas, dan usaha sang ketua tim, seorang
pengguna pedang dan perisai, untuk menghentikannya sama sekali
diabaikan. Akhirnya, dalam kemarahan Silica berkata:"Aku tidak
butuh item-itemnya. Aku tidak akan sekelompok dengan kalian lagi.
Lagian banyak orang yang ingin sekelompok denganku!"Mengabaikan
saran sang ketua untuk setidaknya tetap bersama dengan kelompok
sampai mereka keluar dari hutan tersebut dan sampai di area tempat
tinggal, dia meninggalkan grup itu dan berjalan tanpa arah di
sebuah jalur kecil.Walaupun dia sendirian, dia telah menguasai
tujuh puluh persen skill pisaunya dan mempunyai Fina untuk
mendukungnya, jadi monster-monster lantai tiga puluh lima bukan
masalah baginya. Dia dapat melalui hutan itu dan kembali ke area
tempat tinggal tanpa masalah apapun. Itu, kalau dia tidak
tersesat.Bukan tanpa alasan hutan itu dijuluki Hutan
Pengembaraan.Hutan yang sangat besar itu dipenuhi pohon-pohon besar
yng menjulang tinggi dan terbagi menjadi area-area seperti papan
catur; satu menit setelah kalian menjejakkan kaki di sebuah area,
area itu akan disambungkan oleh warp[11]ke area lain yang sama
sekali berbeda secara acak. Jika kalian ingin keluar dari hutan
itu, kalian harus melalui setiap area dalam satu menit, atau
membeli peta yang mahal dari sebuah toko di area tempat tinggal,
yang memeriksa area-area yang tersambung dengan lokasi kalian
ketika kalian melewati hutan tersebut.Tapi satu-satunya orang
dengan peta itu hanyalah si ketua. Karena menggunakan kristal
teleport di dalam Hutan Pengembaraan justru menteleport[12]kalian
ke area lain di hutan bukannya kembali ke kota, Silica harus
mencoba melewati tiap area. Namun berlarian diantara akar pohon
yang besar-besar dan mengikuti jalan setapak yang berliku-liku
ternyata lebih sulit dari yang ia bayangkan.Silica memutuskan untuk
terus menuju arah utara, tetapi karena batas waktunya selalu
terlewat persis sebelum dia dapat mencapai ujung area tersebut,
maka dia selalu berakhir di suatu area tak dikenal lagi dan lagi.
Sebentar kemudian dia mendekati batas kesadarannya sebelum pingsan
karena kelelahan. Cahaya merah dari matahari terbenam semakin menua
dan dia merasa semakin cemas melihat langit menggelap dan
peluangnya keluar dari dungeon tersebut makin mengecil.Akhirnya,
Silica berhenti berlari dan mulai berjalan, berharap dia bisa
sampai ke area di ujung hutan secara kebetulan. Tapi keberuntungan
tidak berpihak padanya, dan banyak monster yang menyerangnya setiap
kali dia tersandung. Bahkan dengan levelnya yang jauh lebih tinggi,
saat hari semakin gelap dia bahkan tidak bisa melihat apa yang ada
di tanah dengan jelas. Walau dia memiliki Fina untuk menolongnya,
dia tidak berhasil keluar dari setiap pertarungan tanpa terluka dan
akhirnya dia menghabiskan tidak hanya ramuannya yang tersisa tapi
juga ramuan penyembuh darurat miliknya.Seakan merasakan kegelisahan
Silica, Fina membelai pipi Silica dengan kepalanya selagi
mendengkur di bahunya. Silica menyesali ketergesaan dan harga
dirinya yang telah membuatnya terjebak dalam situasi ini seraya
membelai leher panjang partnernya dengan gaya menenangkan.Sambil
berjalan dia bergumam dalam pikirannya:"Maafkan aku. Aku tak lagi
berpikir aku ini istimewa. Jadi tolong biarkan aku keluar dari
hutan ini saat aku melakukan warp berikutnya."Dia melangkah ke zona
warp lain sambil berdoa. Setelah gelombang memusingkan yang
singkat, yang muncul di hadapannya adalah hutan belantara yang sama
dengan yang telah ia lihat di waktu-waktu sebelumnya. Bahkan tidak
ada tanda-tanda dataran di kegelapan dibalik pohon-pohon tinggi
itu.Ketika Silica yang kecewa mulai berjalan lagi, Fina dengan
cepat mengangkat kepalanya dan mengeluarkan pekikan tajam. Sebuah
peringatan. Silica segera mengambil pisaunya dan mengarahkannya ke
arah yang ditatap Fina dari tadi.Beberapa detik kemudian, sebuah
geraman pelan terdengar dari balik sebuah pohon besar yang tertutup
lumut. Begitu Silica memfokuskan pandangannya, muncul sebuah kursor
kuning. Mereka ada beberapa. Dua, bukan... tiga. Nama monsternya
Kera Mabuk. Mereka salah satu monster terkuat di Hutan
Pengembaraan. Silica menggigit bibirnya.Walaupun begitu---Mereka
tidak seberbahaya itu jika hanya melihat levelnya. Ketika pemain
level menengah, seperti Silica, pergi ke medan perburuan, sudah
menjadi akal sehat untuk beberapa level lebih tinggi dari monster
yang muncul. Biasanya, level mereka cukup tinggi untuk mengalahkan
lima monster sendirian tanpa menggunakan item penyembuh.Alasannya
adalah, tidak seperti para petarung kelas atas di garis depan,
pemain-pemain kelas menengah berpetualang untuk mendapatkan coll
yang cukup untuk hidup sehari-sehari, untuk mendapatkan cukup
experience[13]supaya dapat bertahan di kisaran level rata-rata, dan
terakhir untuk menghilangkan kebosanan. Diantara alasan-alasan ini,
tidak satupun yang patut untuk mempertaruhkan nyawa kalian
untuknya. Bahkan, masih ada sekitar seribu pemain di Starting City
yang menolak untuk meningkatkan kemungkinan tewas sekecil
apapun.Tapi seseorang butuh penghasilan tetap untuk makan dan
tidur. Ditambah lagi, semua pemain MMORPG[14]seperti terkena wabah
yang membuat mereka merasa tidak aman jika mereka setidaknya berada
di level rata-rata. Karena inilah, setelah satu tahun setengah
setelah game ini dimulai, kebanyakan pemain sekarang bepergian ke
medan perburuan dengan level yang jauh lebih tinggi untuk menikmati
petualangan di dunia ini.Karenanya, para Kera Mabuk, yang
dibanggakan sebagai salah satu dari monster terkuat di lantai tiga
puluh lima, bukan benar-benar tantangan bagi Silica; setidaknya
begitulah yang seharusnya.Silica mengangkat pisaunya seraya memaksa
pikirannya untuk berkonsentrasi. Fina juga melayang naik sebagai
persiapan bertarung.Monster-monster yang muncul dari belakang pohon
tersebut merupakan antropoid yang tertutup bulu merah tua. Mereka
memegang pentungan kasar di tangan kanannya dan sejenis
kundur[15]yang diikat oleh sebuah benang di tangan kirinya.Begitu
kera-kera tersebut mengangkat pentungannya dan memperlihatkan gigi
mereka untuk meraung, Silica menyerbu ke arah kera yang di depan
untuk melakukan serangan pertama. Dia berhasil melakukan pukulan
telak dan mengurangi HP[16]kera itu lumayan banyak dengan Rapid
Bite, sebuah skill pisau tipe menyerbu kelas menengah, lalu
melakukan sebuah combo[17]berkecepatan tinggi yang merupakan salah
satu keuntungan terbesar dari menggunakan pisau.Para Kera Mabuk
menggunakan skill-skill gada tingkat rendah, dan walaupun setiap
pukulan memiliki kekuatan yang dahsyat, mereka lamban dan tidak
memiliki kombo multi-pukulan. Silica menghujani Kera Mabuk itu
dengan serangan lalu mundur sejenak hanya untuk menyerbu lagi untuk
memulai penyerangan baru. Setelah melakukannya beberapa kali, HP
Kera Mabuk tersebut telah berkurang banyak dalam waktu sebentar.
Kadang-kadang, Fina juga menggunakan serangan nafasnya yang seperti
gelembung untuk membingungkan musuh.Tetapi persis sebelum dia akan
menggunakan skill keempatnya Fad Edge dan membunuh kera
pertama...Seekor lawan baru muncul dari belakangnya, bertukar
dengan si kera pertama selama waktu jeda yang singkat. Silica tidak
punya pilihan selain mengganti sasarannya dan mulai menyerang si
kera kedua. Si kera pertama lalu mundur dan mengayunkan kundurnya
dengan tangan kirinyaSilica terkejut begitu dia melihat sekilas bar
HP si Kera Mabuk pertama. Bar HP nya terisi kembali dengan
kecepatan mengagumkan. Tampaknya kundur tersebut mengandung sejenis
cairan penyembuh.Dia telah menghadapi Kera Mabuk di lantai tiga
puluh lima sebelumnya, tetapi waktu itu mereka hanya berdua, dan
dia membunuh keduanya sebelum mereka punya kesempatan untuk
bertukar, jadi dia tidak mengetahui skill spesial ini. Silica
mengertak giginya dan berkonsentrasi untuk menghabisi si kera kedua
dengan benar.Namun begitu dia mengurangi bar HP si kera ke zona
merah dan memperlebar jarak diantara mereka untuk memulai serangan
terakhirnya, kera itu bertukar dengan kera lainnya. Kera mabuk yang
ketiga. Pada saat itu kera yang pertama sudah hampir mengisi penuh
bar HP nya.Kalau begini terus tidak akan ada akhirnya. Mulut Silica
mengering karena gelisah.Silica memang sebenarnya hampir tidak
punya pengalaman bertarung solo sama sekali. Walaupun dia mempunyai
keuntungan karena perbedaan level yang besar sekali, itu hanyalah
angka-angka; kemampuan sebenarnya si pemain adalah hal yang sama
sekali berbeda. Kegelisahan yang muncul di pikiran Silica mulai
berubah menjadi rasa bingung. Dia mulai lebih sering meleset,
sehingga memberikan ruang untuk lawannya menyerang balik.Ketika dia
berhasil mengurangi sekitar setengah HP kera mabuk ketiga, usahanya
untuk terus melakukan combo menyebabkannya terjerembab. Sang kera
tidak melewatkan kesempatan itu dan menyerang balik, yang berhasil
mendaratkan sebuah pukulan telak.Gada kayu nya dibuat dengan kasar,
namun damage dasar dari beratnya dikombinasikan dengan kekuatan si
Kera Mabuk menyebabkan HP Silica berkurang hampir tiga puluh
persen. Rasa takut pun menyerang sekujur tubuhnya.Fakta bahwa dia
telah kehabisan ramuan penyembuh menambah kegugupannya. Nafas Fina
memulihkan sekitar sepuluh persen HP nya, namun kemampuan itu
bukanlah sesuatu yang bisa Fina gunakan terlalu sering. Bahkan
dengan kemampuan itu pun, jika dia terkena serangan seperti itu
tiga kali lagi --- dia akan mati.Mati. Silica membeku begitu
kemungkinan tersebut melintas dalam pikirannya. Tangannya tidak mau
terangkat. Kakinya tidak mau bergerak.Sampai sekarang, bertarung
selalu mengasyikkan, tetapi selalu jauh dari bahaya sesungguhnya.
Silica sebelumnya tidak pernah berpikir bahwa bertarung itu
terhubung dengan Kematian sesungguhnya---Saat dia berdiri membeku
di depan Kera Mabuk yang meraung dan mengangkat pentungannya lagi,
Silica menyadari untuk kali pertama arti sebenarnya dari bertarung
dengan monster di SAO. Ini sebuah kontradiksi; SAO adalah sebuah
game, tapi di saat yang sama SAO bukanlah sesuatu untuk
dimainkan.Dengan suara tumpul gada yang membelah udara, serangan
tersebut membentur Silica begitu dia berdiri dengan tegar. Dia
tidak mampu menerima dampaknya dan roboh ke tanah. HP nya berkurang
banyak dan berubah menjadi oranye.Dia tidak bisa berpikir apa-apa
lagi. Dia bisa melarikan diri. Dia bisa menggunakan kristal
teleport. Masih ada pilihan lain yang bisa dia buat, namun dia
hanya terpana melihat pentungan itu saat si kera mengangkatnya
untuk kali ketiga.Senjata yang kasar itu mengeluarkan sebuah
kilauan merah, dan ketika dia akan menutup matanya secara
refleks---Sebuah sosok kecil melompat ke ruang diantara Silica dan
gada si kera. Sebuah suara yang berat dan menakutkan terdengar.
Bulu-bulu biru langit berhamburan seketika begitu bar HP yang kecil
itu turun ke angka nol.Fina menatap Silica dengan matanya yang
bulat dan biru setelah dia jatuh ke lantai. Ia mengeluarkan geraman
lemah lalu berhamburan menjadi polygon yang tak terhitung
banyaknya. Sebuah bulu ekor yang panjang melayang turun bagai
sedang menari.Sesuatu meletup dalam diri Silica. Benang yang telah
menjaganya sudah menghilang. Sebelum rasa sedih sempat menyeruak,
dia merasa marah: marah kepada dirinya sendiri karena tidak dapat
bergerak hanya karena telah terkena satu serangan; dan sebelum itu,
marah kepada dirinya sendiri karena takabur untuk mencoba melalui
hutan itu sendirian hanya karena ia merasa kesal oleh pertengkaran
kecil.Dengan gerakan yang luwes Silica melangkah mundur,
menghindari serangan yang diayunkan ke arahnya oleh si monster. Dia
lalu menyerbu dengan sebuah teriakan. Pisau di tangan kanannya
berkilau begitu menghujani si kera dengan serangan.Silica bahkan
tidak mencoba untuk menghindari pentungan kera yang bertukar dengan
temannya setelah melihat HP temannya itu berkurang, namun malah
menangkisnya dengan tangan kirinya. HP nya berkurang, walaupun
tidak sebanyak jika terkena langsung. Tetapi ia mengabaikannya dan
mengejar kera ketiga, kera yang telah membunuh Fina.Silica
memanfaatkan perawakannya yang kecil, menerjang langsung ke arah si
kera, dan menusukkan pisaunya ke kera tersebut. Dengan sebuah efek
pukulan kritikal yang menyilaukan, HP musuhnya habis tak bersisa.
Pertama suara jeritan, lalu suara benda pecah yang
terdengar.Diantara sisa-sisa yang sedang berhamburan, Silica
memalingkan tubuhnya dan menyerbu ke arah sasaran baru. Bar HP nya
sudah menjadi berwarna merah yang berarti bahaya, tapi dia sudah
tak peduli lagi. Dia hanya melihat musuh yang harus ia bunuh,
seakan diperbesar untuk memenuhi pandangan matanya.Dia bahkan lupa
rasa takutnya terhadap kematian dan baru akan mencoba melakukan
sebuah serbuan mematikan di bawah gada yang sedang mengayun.Sebuah
cahaya putih bersih memotong kedua Kera Mabuk itu begitu mereka
berdiri berdampingan.Badan kedua kera itu masing-masing terbelah
dua dalam sekejap; lalu mereka pecah dan menghilang.Silica berdiri
dengan lunglai ketika dia melihat seorang pemain pria dibalik
pecahan-pecahan yang berhamburan. Dia berambut hitam dan memakai
mantel hitam. Dia memang tidak terlalu tinggi, namun aura
keberadaan yang luar biasa terpancar dari dirinya. Silica melangkah
mundur begitu dia merasakan rasa takut yang naluriah. Mata mereka
bertemu.Tetapi matanya sunyi dan sedalam kegelapan. Anak laki-laki
itu menyarungkan pedang satu tangannya ke dalam sarung pedang di
punggungnya dengan bunyi berderang lalu membuka mulutnya."Maafkan
aku. Aku gagal menyelamatkan temanmu"Dia kehilangan tenaga begitu
mendengarnya. Dia tidak dapat lagi menahan air mata membasahi
pipinya. Dia bahkan tidak menghiraukan pisaunya terlepas dari
tangannya dan jatuh ke tanah. Segera setelah dia melihat bulu biru
langit di tanah, dia langsung berlutut di hadapannya.Setelah
kemarahannya hilang, perasaan sedih dan kehilangan menguasainya.
Mereka mewujud dalam bentuk air mata dan bergulir menuruni pipinya
tanpa henti.Familiar tidak diprogram untuk menghentikan serangan
sebagai perilaku normalnya. Fina telah menghadang serangan itu
dengan kemauannya sendiri --- bisa dibilang itulah hasil dari
cintanya terhadap Silica, yang telah menghabiskan waktu setahun
bersamanya.Sambil mencengkram dirinya sendiri, Silica bergumam
sambil menangis."Kumohon... jangan tinggalkan aku sendiri...
Fina..."Namun bulu biru langit itu tidak memberikan jawaban
apapun.
"...Aku minta maaf."Ucap si pemuda berpakaian serba hitam itu
lagi. Silica menggelengkan kepalanya dan mencoba mati-matian
menghentikan air matanya."...Tidak... Aku yang... bertindak
bodoh... terima kasih...telah menyelamatkanku..."Dia berhasil untuk
memaksakan diri mengucapkan kata-kata tersebut begitu dia berhenti
menangis.Pemuda itu berjalan perlahan ke arah Silica lalu berlutut
di depannya sebelum bertanya ragu-ragu."...Bulu itu, apa mungkin
bulu itu punya nama item?"Terkejut oleh pertanyaan yang diluar
perkiraan itu, Silica mengangkat kepalanya. Dia menyeka air matanya
lalu memalingkan tatapannya ke arah bulu yang dimaksud.Sekarang
ketika dia memikirkannya lagi, memang aneh cuma bulunya yang
tersisa. Baik itu monster maupun manusia, makhluk di dunia ini
biasanya tidak meninggalkan apa-apa setelah mati, bahkan
equipmentnya pun tidak. Silica dengan ragu meraih bulu tersebut
dengan tangannya lalu mengklik permukaannya dengan jari telunjuk.
Layar setengah transparan yang muncul memperlihatkan nama dan berat
bulu tersebut.Fina's HeartBegitu Silica akan mulai menangis lagi
setelah melihatnya, si pemuda menghentikannya."Tu-tunggu-tunggu.
Kalau hatinya tertinggal, kamu bisa menghidupkannya
lagi.""Apa!?"Silica mengangkat kepalanya dengan tajam. Dia menatap
wajah si pemuda dengan mulut setengah terbuka."Itu ditemukan
beberapa waktu lalu, jadi masih banyak orang yang belum tahu. Ada
dungeon bernama Bukit Kenangan di wilayah utara lantai empat puluh
tujuh. Lumayan susah walaupun namanya begitu... tapi katanya bunga
yang mekar di puncaknya adalah item penghidup
famili-.""Be-Beneran!?"Silica berdiri dan bersorak sebelum si
pemuda selesai bicara. Rasanya harapan membanjiri dadanya, yang
dipenuhi rasa duka. Tapi"...Lantai empat puluh tujuh..."Silica
bergumam dan mengendurkan bahunya. Itu dua belas lantai di atas
level ini, lantai tiga puluh lima. Pastinya bukan area yang aman
bagi Silica.Persis ketika ia memalingkan matanya yang kecewa ke
lantai."Hmm"Pemuda di hadapannya berkata dengan suara
terganggu."Aku bisa mengambilkannya buatmu kalau kamu memberiku
ongkos dan sejumlah biaya, tapi mereka bilang bunga itu hanya
muncul kalau beast tamer yang kehilangan familiarnya ikut
pergi..."Silica tersenyum kepada swordsman yang tak disangka-sangka
ternyata baik itu dan berkata:"Tidak... Aku senang dengan informasi
yang kamu kasih. Kalau aku bekerja keras untuk naik level, suatu
hari aku akan bisa...""Alasan kenapa kamu ga bisa melakukan itu
adalah, katanya familiar cuma bisa dihidupkan lagi dalam waktu
empat hari setelah mereka mati. Setelah itu, nama itemnya akan
berubah dari Heart menjadi Remains...""Apa...!"Silica tidak mampu
menahan dirinya berteriak.Sekarang levelnya empat puluh empat.
Kalau SAO merupakan RPG biasa, lantai dungeon akan sesuai
kesulitannya dengan pemain berlevel sama. Tapi karena SAO adalah
game kematian yang gila, area yang aman adalah sekitar sepuluh
level di bawah sang pemain.Dengan kata lain, untuk menjelajahi
lantai empat puluh tujuh, Silica harus setidaknya mencapai level
lima puluh lima. Tetapi bagaimanapun ia memikirkannya, tidak
mungkin naik sepuluh level hanya dalam empat hari... tidak, dua
hari kalau dia menghitung waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
dungeonnya. Dia cuma berhasil mencapai levelnya sekarang karena dia
berpetualang dengan tekun.Silica menjatuhkan kepalanya dan
keputusasaan menguasainya sekali lagi. Dia mengambil bulu Fina dari
tanah dan memeluknya dengan lembut di dadanya. Air matanya
bermunculan saat dia mengutuk kebodohan serta
ketidakberdayaannya.Silica menyadari si pemuda mulai berdiri lagi.
Ia pikir dia akan pergi dan ia setidaknya harus mengucapkan selamat
jalan, namun ia tidak memiliki energi lagi untuk membuka
mulutnyaTapi tiba-tiba, layar setengah transparan muncul di
hadapannya. Sebuah layar transaksi. Saat Silica mengangkat
kepalanya, dia melihat pemuda itu sedang memanipulasi layar
lainnya. Item-item mulai bermunculan satu per satu dalam seksi
transaksi. Silver Thread Armor, Ivory Dagger... Semuanya adalah
equipment yang Silica bahkan belum pernah
melihatnya."Errm..."Ketika dia membuka mulutnya ragu-ragu, si
pemuda menjelaskan dengan santai:"Ini seharusnya cukup untuk
sekitar lima, enam level. Kalau aku pergi denganmu seharusnya tidak
apa-apa.""Apa...?"Silica berdiri dengan mulut sedikit terbuka. Dia
tidak bisa mengira apa yang dipikirkan pemuda itu, jadi dia melihat
langsung ke arahnya. Tapi karena sistemnya SAO, yang dapat
dilihatnya hanyalah bar HP si pemuda; dia bahkan tidak bisa
mengetahui nama atau levelnya.Sulit untuk menebak berapa umurnya.
Equipmentnya berwarna serba hitam. Kekuatan dan ketenangan yang
terpancar darinya membuatnya terlihat beberapa tahun lebih tua dari
Silica, namun matanya yang tertutup oleh poninya yang panjang entah
mengapa tampak tidak berdosa, dan garis-garis wajahnya yang feminin
membuatnya terlihat sedikit seperti perempuan. Silica dengan
hati-hati bertanya:"Kenapa... kamu baik banget...?"Sebenarnya, dia
sangat waspada.Sampai sekarang, beberapa pemain pria yang jauh
lebih tua dari Silica telah mencoba mendapatkan cintanya; bahkan
dia pernah mendapatkan lamaran sekali. Bagi Silica, yang baru
berusia tiga belas tahun, pengalaman-pengalaman ini hanya
memberinya rasa takut. Dia bahkan belum pernah mendapatkan
pernyataan cinta di dunia nyata.Tidak terelakkan lagi, Silica jadi
mulai menghindari pemain pria yang tampak memiliki ketertarikan
semacam itu. Lagipula, selalu ada motif dibalik kata-kata manis
adalah akal sehat di Aincrad.Pemuda itu menggaruk kepalanya lagi,
seakan kehabisan jawaban. Ia membuka mulutnya untuk mengatakan
sesuatu, lalu menutupnya lagi. Setelah itu, dia mengalihkan
pandangannya, kemudian bergumam dengan suara pelan:"...Yah, ini
bukan komik... Aku akan bilang kalau kamu janji ga akan
tertawa.""Aku ga akan ketawa.""Itu karena... kamu mirip sama
adikku."Mendengar jawaban seperti manga ini, Silica tidak bisa
menahan dirinya untuk tidak tertawa. Ia menutup mulutnya dengan
tangannya, tapi dia tidak bisa menahan tawanya yang
meluap-luap."Kamu, kamu bilang kamu ga akan ketawa..."Ekspresi
terluka terlihat di wajah si pemuda lalu dia mengendurkan bahunya
sambil mulai mendongkol. Membuat tawa Silica semakin keras lagi.Dia
bukan orang jahat...
Sambil tertawa, Silica memutuskan untuk mempercayai kebaikan
pemuda ini. Dia sudah pernah bertekad untuk mati. Kalau untuk
menyelamatkan Fina, tidak ada alasan baginya untuk menahan
diri.Silica membungkuk dan berkata:"Kuharap kita berteman baik.
Kamu sudah menolongku, dan bahkan menawarkan untuk melakukan hal
seperti ini untukku..."Dia menatap layar transaksi itu lalu
memasukkan semua Coll[18]yang dimilikinya. Ada lebih dari sepuluh
equipment yang diberikan pemuda itu, dan semuanya terlihat seperti
item langka yang tidak bisa dibeli di toko."Yah... mungkin ini
terlalu kecil, tapi...""Enggak, kamu ga perlu bayar. Ini semua cuma
cadangan dan ini juga berhubungan dengan alasan kenapa aku datang
ke sini..."Ketika dia mengucapkan sesuatu yang tidak dapat
dimengerti Silica, si pemuda menekan tombol OK tanpa menerima uang
sedikitpun."Terima kasih. Sungguh.... Oh, aku Silica."Saat dia
mengucapkan namanya, dia setengah berharap pemuda itu terkejut
karenanya, tapi nampaknya pemuda itu tidak mengenal namanya. Dia
merasa terabaikan untuk sejenak, tetapi kemudian dia ingat bahwa
sisinya yang inilah yang membuatnya berakhir seperti ini.Si pemuda
mengangguk kecil lalu menjulurkan tangan kanannya."Aku Kirito.
Salam kenal."Mereka berjabatan tangan.Pemain yang dipanggil Kirito
itu mengeluarkan sebuah peta Hutan Pengembaraan dari kantong yang
tergantung di ikat pinggangnya. Dia melihat area yang terhubung
dengan pintu masuk lalu mulai berjalan. Sambil mengikutinya, Silica
membenamkan bulu Fina ke bibirnya dan bergumam dalam
pikirannya.Tunggu, Fina. Sebentar lagi aku akan
menghidupkanmu...
Area tempat tinggal di lantai tiga puluh lima diliputi suasana
pedesaan dengan bangunannya yang putih-putih serta atapnya yang
merah-merah. Desanya sendiri memang tidak begitu besar, namun
merupakan area berpetualang utama bagi para pemain level menengah
saat ini, jadi ada lumayan banyak orang yang berjalan kesana
kemari.Kota asal Silica adalah Desa Friben, yang terletak di lantai
delapan; namun karena ia belum membeli rumah, tinggal di penginapan
manapun di lantai berapa saja tidak begitu terasa berbeda baginya.
Yang paling penting adalah rasa dari makanan yang disajikan. Silica
menyukai cheesecake yang dimasak NPC disini, jadi dia telah tinggal
disini sejak dua minggu lalu saat dia mulai berpetualang di Hutan
Pengembaraan.Sewaktu ia memandu Kirito, yang seakan terpesona
melihat sekelilingnya, beberapa wajah yang ia kenal memulai
percakapan dengannya. Mereka mencoba membujuk Silica untuk
bergabung dengan kelompoknya setelah mendengar rumor dia telah
keluar dari kelompok lamanya."Erm, Yaa... terima kasih atas
tawarannya, tapi..."Dia membungkuk saat menolak tawaran-tawaran itu
agar mereka tidak sakit hati. Kemudian dia melirik Kirito, yang
berdiri di sampingnya, dan melanjutkan perkataannya:"...Aku akan
sekelompok dengan orang ini untuk beberapa waktu..."Apa!? Beneran!?
Ucap orang-orang yang mengerumuni Silica dengan marah lalu menatap
Kirito dengan curiga.Silica sudah melihat sedikit kemampuan Kirito;
tapi ketika kalian memperhatikan swordsman[19]hitam yang cuma
berdiri disana, dia tidak terlihat sekuat itu.Dia tidak memakai
equipment mahal satupundia tidak pakai armor sama sekali dan hanya
memakai sebuah jaket tua yang terlihat usang di atas kaosnyayang ia
miliki hanyalah sebuah pedang satu tangan yang sederhana; dia
bahkan tidak punya tameng."Hei, kau"Pengguna dua pedang berpostur
tinggi yang tadi paling gigih mengajak Silica bergabung berjalan ke
arah Kirito. Sambil meremehkan Kirito dia membuka mulutnya:"Kau
wajah baru, tapi kau ga boleh memotong antrian. Kami sudah
mengincar Silica lumayan lama.""Yah, aku ga tahu; entah kenapa kita
berakhir seperti ini..."Kirito menggaruk kepalanya dengan muka
bermasalah.Dia setidaknya bisa berdebat sedikit, pikir Silica
dengan sedikit kecewa, kemudian ia berkata ke si pengguna dua
pedang:"Erm, itu aku yang minta. Aku minta maaf!"Silica membungkuk
untuk terakhir kalinya lalu melangkah pergi sambil menarik ujung
jaket Kirito."Aku akan mengirim pesan untuk kalian lain
kali~."Silica berjalan dengan cepat, hendak melepaskan diri dari
kerumunan itu, yang belum sepenuhnya menyerah, secepat mungkin. Dia
memotong melewati gerbang plasa menuju jalan utama.Ketika mereka
akhirnya tidak dapat para pemain itu lagi, Silica mengambil nafas
panjang dan melihat ke arah Kirito."...Aku, aku minta maaf. Karena
telah membuatmu mengalami semua masalah ini.""Tidak apa-apa."Kirito
menjawab dengan senyuman kecil seakan dia tidak terganggu sama
sekali."Silica-san lumayan populer ya.""Tolong panggil aku Silica
saja... Itu bukan karena aku populer; mereka cuma mengajakku
bergabung dengan kelompoknya untuk menjadi semacam maskot, sungguh.
Tapi... Kupikir aku ini spesial... dan masuk ke hutan sendirian...
dan akhirnya..."Air matanya mengalir alami begitu dia teringat
dengan Fina."Tenanglah."Ujar Kirito dengan suara kalem."Kita pasti
akan menghidupkan Fina lagi, jadi jangan khawatir."Silica menghapus
air matanya dan tersenyum pada Kirito. Cukup aneh memang, rasanya
dia mempercayai kata-kata orang ini.Akhirnya, mereka dapat melihat
sebuah bangunan dua lantai di sebelah kanan mereka. Itu penginapan
yang sering digunakan Silica: Weathercock Tavern. Sekarang begitu
mereka sudah sampai, Silica sadar bahwa dia telah membawa Kirito ke
sini tanpa mengatakan apa-apa."Ah, rumahmu dimana, Kirito
onii-chan?""Oh, di lantai lima puluh.... Tapi terlalu merepotkan
untuk pergi ke sana sekarang, jadi kayaknya aku akan bermalam di
sini saja.""Ah, oke!"Silica kegirangan karena beberapa alasan lalu
menepukkan kedua tangannya."Cheesecake disini benar-benar enak."Dia
baru saja akan mengajak Kirito masuk ke penginapan dengan menarik
jaketnya ketika empat pemain keluar dari toko disebelah mereka
berdua. Mereka adalah anggota kelompok yang berburu bersamanya
selama dua minggu terakhir. Pemain-pemain pria yang muncul pertama
tidak melihat Silica dan langsung menuju ke plasa, tapi pemain
wanita yang muncul belakangan menoleh ke belakang dan refleks, mata
mereka bertemu."...!"Itu wajah yang paling tidak ingin dilihat
Silica saat ini. Pengguna tombak yang menyebabkan pertikaian yang
membuat Silica keluar dari kelompoknya. Dia baru saja akan
melangkah masuk ke penginapan dengan kepala ditundukkan tapi..."Oh,
bukannya ini Silica?"Panggil si pengguna tombak, menyebabkan Silica
tidak punya pilihan selain berhenti melangkah."...Iya.""Ho~, entah
bagaimana kamu berhasil keluar dari hutan itu. Itu
melegakan."Pemain bernama Rosalia itu, dengan rambut merah tuanya
yang keriting acak-acakan, berkata dengan senyum miring."Tapi kamu
sudah telat. Kita sudah membagi-bagikan item-itemnya.""Sudah
kubilang aku ga membutuhkannya! Aku sedang sibuk sekarang jadi
selamat tinggal!"Silica mencoba mengakhiri percakapan itu, tapi
tampaknya pihak yang satu lagi tidak berniat membiarkannya pergi
saja."Oh? Apa yang terjadi sama kadal itu?"Silica menggigit
bibirnya. Kalian tidak bisa menaruh familiar di inventaris atau
menitipkannya ke orang lain. Dengan kata lain, hanya ada satu
alasan mengapa familiarnya tidak ada. Rosalia kemungkinan besar
juga mengetahuinya, tetapi dia melanjutkannya dengan senyuman
kecil."Oh, apa mungkin...?""Mati.... Tapi!"Silica membelalak kepada
si pengguna tombak."Aku akan menghidupkan Fina lagi!"Rosalia, yang
tengah tersenyum dengan sangat puas, melebarkan matanya. Dia bahkan
melakukan siulan pelan."Ho, jadi kamu mau pergi ke Bukit Kenangan?
Tapi memangnya kamu bisa sampai ke sana dengan level
segitu?""Bisa."Umum Kirito sebelum Silica sempat menjawab. Dia
menyembunyikan Silica di belakang jaketnya seakan untuk
melindunginya."Dungeonnya tidak sesulit itu juga sih."Rosalia
melihat Kirito ke atas dan ke bawah dengan tatapan kasar kemudian
mengejeknya:"Kau satu lagi yang naksir dia? Kau ga kelihatan
kuat."Silica mulai gemetar dengan geram. Dia melihat ke bawah
sambil mencoba menahan air matanya."Ayo pergi."Kirito meletakkan
sebelah tangannya di bahu Silica, kemudian Silica mulai berjalan ke
arah penginapan yang mereka tuju."Yah, semoga beruntung."Suara tawa
Rosalia terdengar di belakangnya, tapi dia tidak menengok ke
belakang.
Lantai pertama dari Weathercock Tavern adalah restoran besar.
Kirito mendudukkan Silica di sebuah meja lalu berjalan ke konter
depan dimana seorang NPC sedang menunggu. Setelah dia selesai check
in, dia mengklik menu di konter kemudian kembali dengan
cepat.Segera setelah Kirito duduk di hadapannya, Silica membuka
mulutnya untuk meminta maaf karena dia telah membuat Kirito
mengalami situasi yang begitu tidak menyenangkan. Namun Kirito
menghentikannya dengan mengangkat tangannya kemudian tersenyum."Ayo
kita makan dulu."Seorang pelayan membawa dua mug panas tepat pada
waktunya. Kedua cangkir di depan mereka itu dipenuhi cairan merah;
sebuah aroma misterium tercium darinya."Untuk pembentukan kelompok
kita."Mereka menepukkan mug mereka masing-masing saat Kirito
bersulang. Silica lalu meneguk seisap cairan panas
itu."...Enak..."Bau dan rasa asam manisnya serupa dengan anggur
yang dibolehkan oleh ayahnya untuk dicoba di waktu silam. Tapi
walaupun Silica sudah mencoba setiap minuman yang ada di restoran
ini selama dua minggu terakhir, dia tidak ingat pernah mencoba yang
ini."Erm, ini apa...?"Kirito tersenyum sebelum dia menjawab:"Kamu
bisa bawa minuman botol denganmu ke restoran NPC. Ini item yang
kusebut Ruby Ichor. Kalau kamu minum ini secangkir, ketangkasanmu
akan naik satu poin.""Ini, ini sangat berharga...!""Yah, alkohol
juga ga akan tambah enak kalau kusimpan di inventarisku juga sih,
dan aku ga kenal banyak orang jadi aku ga punya banyak kesempatan
untuk meminumnya..."Kirito mengangkat bahunya dengan konyol. Silica
tertawa kemudian meneguk seisap lagi. Cita rasa yang entah
bagaimana merindukan pelan-pelan melembutkan hatinya, yang telah
mengeras dikarenakan banyaknya hal menyedihkan yang terjadi hari
ini.Setelah selesai minum, Silica menempelkan cangkirnya ke dadanya
seakan ia masih menantikan kehangatannya. Lalu dia menurunkan
tatapannya ke meja dan berkata pelan:"...Kenapa... mereka bicaranya
sekejam itu sih..."Ekspresi Kirito berubah serius begitu ia
meletakkan cangkirnya dan kemudian membuka mulutnya."Apa SAO MMORPG
pertamamu?""Iya.""Oh iya Di game online manapun, ada banyak pemain
yang kepribadian berubah begitu mereka memakai karakter mereka
sebagai topeng. Ada yang menjadi baik, ada juga yang menjadi jahat
Dulu mereka menyebutnya roleplaying, tapi kupikir di SAO itu
berbeda."Tatapan Kirito menajam."Padahal kita lagi dalam situasi
sulit... Yah, memang tidak mungkin untuk semua pemain bekerjasama
menyelesaikan game ini. Tapi terlalu banyak orang yang senang
melihat penderitaan orang lain, mencuri itemdan bahkan mereka yang
membunuh sesamanya."Kirito melihat lurus ke arah Silica. Tampak ada
kesedihan yang mendalam di balik kemarahannya."Menurutku orang yang
melakukan kejahatan disini juga benar-benar sampah di dunia
nyata."Dia hampir mengatakan ini. Tapi kemudian dia sadar bahwa
Silica sedikit gemetar ketakutan, jadi dia tersenyum dan meminta
maaf:"Maaf... Aku bahkan tidak dalam posisi untuk membicarakan
orang lain. Aku jarang membantu orang lain. Bahkan akumenyebabkan
kematian rekan-rekanku...""Kirito onii-chan..."Silica menyadari
kalau swordsman hitam yang duduk di hadapannya memikul bekas luka
yang mendalam di dirinya. Dia ingin menghiburnya, namun ia membenci
fakta bahwa kata-kata terlalu dangkal untuk menyampaikan apa yang
ingin dia ucapkan. Ia malah menggenggam tangan Kirito secara tidak
sadar, yang terkepal di atas meja, dengan kedua tangannya."Kirito
onii-chan adalah orang baik. Onii-chan sudah menyelamatkan
aku."Pertama-tama, Kirito terkejut dan mencoba menarik kembali
tangannya, tapi dia segera tenang. Sebuah senyuman lembut tampak di
bibirnya."...Nampaknya malah aku yang dihibur. Terima kasih,
Silica."Saat itu juga, Silica merasakan sebuah perasaan
menyakitkan, seakan jantungnya mengerut. Detak jantungnya bertambah
cepat tanpa alasan. Wajahnya terasa panas.Dia dengan cepat menarik
tangannya dan menekankannya di dadanya. Tetapi rasa sakitnya tidak
berhenti."Kamu ngapain...?"Begitu Kirito bersandar mencondong ke
depan di atas meja, Silica menggelengkan kepalanya dan berhasil
tersenyum."Bu, bukan apa-apa! Ah, Aku lapar!"
Setelah mereka selesai makan roti dan stew mereka dengan
beberapa cheesecake sebagai penutup, sudah jam delapan lewat.
Mereka memutuskan untuk cepat tidur sebagai persiapan untuk pergi
ke lantai empat puluh tujuh besok. Dua orang itu naik ke lantai
dua, dimana ada kamar-kamar yang tak terhitung banyaknya di kedua
sisi koridor.Kamar yang disewa Kirito, secara kebetulan, berada
disamping kamar Silica. Mereka saling mengucapkan selamat malam
dengan senyuman.Sesaat setelah memasuki kamarnya, Silica memutuskan
sebelum dia berganti pakaian, dia akan melatih beberapa combo untuk
membiasakan diri dengan pisau baru yang diberikan Kirito padanya.
Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada senjatanya, yang sedikit
lebih berat dari yang biasa ia pakai, tapi sakit di dadanya
menyulitkannya.Setelah dia entah bagaimana berhasil merangkai lima
serangan beruntun, dia membuka layarnya, melepas perlengkapannya,
dan kemudian berbaring di kasur dengan pakaian dalamnya. Kemudian
dia mengetuk dinding untuk mengeluarkan menu pop-up lalu mematikan
lampunya.Seluruh tubuhnya terasa sangat letih, jadi ia pikir ia
bisa tidur dengan mudah. Namun untuk beberapa alasan, dia bahkan
merasa kurang mengantuk dibanding biasanya.Semenjak mereka menjadi
sahabat, dia selalu tidur dengan badan Fina yang lembut di
lengannya, jadi kasur yang luas itu seperti terasa kosong. Dia
berguling dan memutar badannya bolak-balik sebentar sebelum ia
menyerah untuk tidur dan kembali duduk. Dia terus memandang ke arah
sebelah kirinyatempat berdirinya dinding yang terhubung dengan
kamar Kirito.Ia ingin mengobrol lebih banyak lagi dengannya.Dia
terkejut kepada dirinya begitu memikirkan ini. Orang ini adalah
pemain pria yang baru ia kenal kurang dari sehari. Dia sudah
menghindari pemain-pemain pria sampai sekarang, tapi kenapa
swordsman yang ia tidak tahu apa-apa tentangnya ini terus muncul di
pikirannya?Dia tidak bisa menjelaskan perasaannya sendiri. Saat dia
melirik jam yang berada di bagian bawah penglihatannya, sudah jam
sepuluh. Dia sudah tidak bisa mendengar suara langkah kaki
pemain-pemain lain dari jendelanya, hanya suara anjing menggonggong
di kejauhan.'Yah, itu ga masuk akal, jadi ayo tidur saja lah.'Pikir
Silica dalam kepalanya. Tetapi untuk beberapa alasan, dia bangkit
dari tempat tidurnya dan melangkah pelan ke lantai. Setelah
mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia hanya akan mengetuk
pintu lalu melambaikan tangannya, dia membuka layar menu, memilih
baju tercantik yang ia miliki, kemudian memakainya.Dia berjalan
beberapa langkah di koridor yang diterangi lilin itu. Lalu, setelah
ragu-ragu di depan pintu selama beberapa puluh detik, dia mengetok
pintu itu dua kali.
"Huh? Ada masalah?""Yaa---"Silica baru sadar kalau dia belum
menyiapkan alasan yang tepat untuk datang lalu kebingungan. 'Aku
hanya ingin mengobrol' terdengar terlalu kekanak-kanakan."Yah, itu
errah, aku ingin tahu lebih banyak tentang lantai empat puluh
tujuh!"Untungnya, Kirito tidak mencurigai apa-apa dan langsung
mengangguk."Oke kalau begitu. Apa kita perlu ke bawah?""Enggak
usah, yaakalau boleh, di kamar onii-chan..."Ia menjawab tanpa
berpikir lalu dengan cepat menambahkan:"Ka-karena, kita tidak bisa
membiarkan orang lain mendengar informasi yang berharga!""Erm...
yaa... iya sih, kamu benar. Tapi..."Kirito menggaruk kepalanya
dengan sedikit ekspresi tidak nyaman, kemudian..."Yah, kurasa tidak
apa-apa."Gumamnya, lalu dia membuka pintunya dengan sopan lalu
mundur selangkah.Tentu saja, kamarnya Kirito sama dengan kamarnya
sendiri: sebuah kasur di sebelah kiri, ditambah sebuah meja dan
kursi sedikit lebih jauh lagi. Itulah semua perabotan yang ada
disitu.Kirito menawarkan kursinya sebelum ia duduk di kasur dan
membuka sebuah layar. Dia memanipulasinya dengan cepat dan
mengeluarkan sebuah kotak kecil.Kotak yang telah diletakkan di meja
itu memiliki sebuah bola kristal kecil di dalamnya. Bola kristal
itu bersinar di bawah cahaya lentera."Indahnya... ini apa?""Ini
item bernama Mirage Sphere."Saat Kirito mengklik bola kristal
tersebut, muncul sebuah layar menu. Dia dengan cepat
memanipulasinya dan memencet tombol OK.Segera setelahnya, bola
kristal itu mulai memancarkan sebuah cahaya biru muda, lalu
muncullah sebuah hologram besar berbentuk bola. Gambarnya tampak
seperti keseluruhan sebuah lantai di Aincrad. Kristal itu
menampilkan desa-desa dan setiap pohon dengan sangat detil, dan
sama sekali berbeda dengan peta sederhana yang bisa ditemukan di
menu sistem."Uwaa...!"Silica terpaku memandang peta setengah
transparan itu. Rasanya kristal itu dapat menunjukkan orang-orang
berjalan kesana kemari jika ia terus menatapnya."Ini area tempat
tinggalnya, dan ini Bukit Kenangan. Kamu harus melewati jalan
ini... dan ada sejumlah monster kuat di sekitar sini..."Kirito
menunjuk ke sini dan ke sana seraya menjelaskan geografi lantai
empat puluh tujuh tanpa berhenti. Silica merasa hangat hanya dengan
mendengarkan suara yang kalem itu."Dan setelah kamu melewati
jembatan ini kamu bisa melihat bu..."Tiba-tiba Kirito berhenti
bicara."...?""Shh..."Saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat
expresi Kirito was hard dan dia sedang menaruh sebuah jari di
bibirnya. Dia membelalak ke arah pintu dengan tatapan tajam.Kirito
langsung beraksi. Dia melompat dari kasur dengan kecepatan cahaya
dan membuka pintunya."Siapa disitu...!?"Silica dapat mendengar
suara langkah orang lari. Dia berlari menyusul dan melihat keluar
dari bawah badan Kirito, dimana dia melihat bayangan seseorang
sedang berlari menuruni tangga."I-itu tadi apa!!?""...Kupikir dia
tadi menguping.""Apa...? Tapi kita ga bisa mendengar apa-apa dari
balik tembok kan?""Bisa kalau level mengupingnya cukup tinggi.
Walaupun... tidak banyak... orang yang melatih skill ini..."Kirito
menutup pintunya dan berjalan kembali ke kamarnya. Dia duduk di
kasur dengan ekspresi merenung di wajahnya. Silica duduk di
sebelahnya and membelitkan kedua tangannya ke sekeliling badannya.
Dia diliputi oleh rasa takut yang tidak bisa ia jelaskan."Kenapa
orang itu menguping...?""Kita akan tahu sebentar lagi, mungkin. Aku
punya pesan untuk dikirim, bisa kamu menunggu sebentar?"Kirito
tersenyum kecil sebelum dia menutup map kristal itu dan membuka
sebuah layar. Dia mulai menggerakkan jari-jarinya di atas sebuah
keyboard holografik.Silica menggelut di kasur Kirito. Sebuah
kenangan lama dari dunia nyata kembali padanya. Ayahnya adalah
seorang reporter. Dia selalu berada di depan sebuah PC lama,
mengetikkan sesuatu dengan ekspresi serius. Silica suka
memperhatikan punggung ayahnya saat dia melakukan itu.Silica tidak
merasa takut lagi. Saat dia mengamati wajah Kirito dari belakang,
rasanya seakan dia diliputi kehangatan yang telah dilupakannya
begitu lama. Sebelum ia mengetahuinya, matanya sudah terpejam
dengan sendirinya.
Silica terbangun mendengar bunyi bising yang berdering di
telinganya. Itu adalah alarm pagi yang hanya bisa didengar olehnya.
Waktu yang diaturnya adalah jam tujuh pagi.Dia membuka selimutnya
lalu duduk. Biasanya ia sulit untuk bangun pagi-pagi, namun hari
ini dia bisa membuka matanya dengan perasaan baik. Kepalanya terasa
segar, seakan semuanya telah tercuci bersih oleh tidurnya yang
lelap.Setelah meregangkan badannya, Silica baru saja akan turun
dari tempat tidur ketika ia membeku.Ada seseorang yang sedang tidur
terlentang; cahaya matahari pagi yang melalui jendela menyinarinya.
Persis saat Silica menarik nafas untuk berteriak, disangkanya orang
itu seorang penyusup, dia ingat dimana ia jatuh tertidur tadi
malam.---Aku, di kamar Kirito onii-chan...Segera setelah dia
menyadari fakta tersebut, wajahnya memanas seperti telah terkena
serangan nafas api. Karena di SAO emosi ditampilkan agak
berlebihan, mungkin uap memang benar-benar keluar dari wajahnya
saat ini. Tampaknya Kirito membiarkan Silica tidur di kasur
sedangkan ia tidur di lantai. Silica mengerang sambil menutupi
mukanya karena rasa malu dan sesal.Setelah berhasil menenangkan
dirinya selama beberapa lusin detik, Silica diam-diam turun dari
tempat tidur dan berdiri. Kemudian dia berjalan ke arah Kirito
dengan langkah kaki tak bersuara lalu menatap wajahnya.Wajah tidur
sang swordsman hitam itu terlihat begitu tidak berdosa hingga
Silica tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Silica
kira dia beberapa tahun lebih tua darinya karena tatapannya yang
tajam. Namun yang mengejutkan, ketika Silica melihatnya seperti
sekarang ini, dia tidak tampak seberbeda itu dengannya.Menyenangkan
bagi Silica untuk mengamati wajah tidurnya; tapi ia tidak bisa
begini terus, jadi dia dengan lembut menggoyangkan bahunya lalu
berkata padanya."Kirito onii-chan, sudah pagi~."Kirito membuka
matanya lebar-lebar lalu berkedip beberapa kali begitu dia menatap
wajah Silica dengan tatapan kosong selama beberapa saat. Kemudian
ekspresinya berubah menjadi malu dengan cepat."Ah... Ma-maaf!"Dia
tiba-tiba menundukkan kepalanya."Aku ingin membangunkan onii-chan
tapi onii-chan tidurnya nyenyak banget... dan aku ga bisa membuka
pintu ke kamar onii-chan, jadi..."Kamar yang disewa pemain diatur
oleh sistem agar tidak bisa ditembus, jadi tidak mungkin kalian
bisa masuk ke dalamnya kecuali kalian adalah teman pemain tersebut.
Silica dengan cepat mengibaskan tangannya dan bilang:"Enggak,
enggak, aku yang harusnya minta maaf! Sudah mengambil tempat
tidurnya onii-chan... ""Enggak, gapapa kok. Kita ga akan nyeri otot
bagaimanapun kita tidur ini."Setelah berdiri, Kirito merenggangkan
lehernya, yang membuat bunyi retak-retak, kontradiksi dengan
kata-kata yang baru ia ucapkan. Dia kemudian mengangkat tangannya
dan merenggangkannya. Dia memandang Silica seakan dia baru saja
terpikir sesuatu sebelum membuka mulutnya:"...Omong-omong, selamat
pagi.""Se-selamat pagi."Keduanya melihat satu sama lain dan
tersenyum.
Hari sudah terang ketika mereka melangkah keluar setelah
menyantap makanan sebagai persiapan menjelajahi Bukit Kenangan di
lantai empat puluh tujuh. Pemain-pemain yang bersiap memulai
harinya dan para pemain yang baru kembali dari petualangan malam
mereka mempunyai ekspresi yang kontras.Setelah mengisi persediaan
ramuan mereka di sebuah toko di sebelah penginapan mereka, keduanya
berjalan menuju gerbang plasa. Untungnya, mereka berhasil mencapai
gerbang teleport tanpa harus bertemu dengan orang-orang yang ingin
merekrut Silica ke dalam kelompoknya seperti kemarin. Persis
sebelum dia akan mulai berlari ke area teleport yang berwarna biru
berkilauan, Silica berhenti."Ah... aku ga tahu nama desa di lantai
empat puluh tujuh..."Dia baru akan memeriksa petanya ketika Kirito
menawarkan tangan kanannya."Tidak apa-apa. Aku akan mengatur
tempatnya."Silica merasa berterima kasih seraya dia menggenggam
tangan Kirito."Teleport! Floria!"Segera setelah Kirito berkata,
sebuah cahaya membutakan meliputi mereka berdua.Setelah cahaya
tersebut pudar, diikuti terasanya sebuah perasaan transportasi,
warna-warna yang tak terhitung banyaknya meledak di pengelihatan
Silica."Uwa..."Tanpa sadar dia bersorak.Gerbang plasa lantai empat
puluh tujuh dibanjiri oleh bunga-bunga. Dua jalan kecil memotong
plasa itu dengan bentuk palang. Disamping itu, sisa tempat yang ada
seluruhnya ditempati oleh petak-petak bunga, setiap petak bunga
tersebut dikelilingi oleh bata-bata merah dan dipenuhi dengan bunga
yang tidak diketahui Silica."Indahnya...""Lantai ini juga disebut
Taman Bunga, karena bukan hanya desanya tapi juga seluruh lantainya
dilimpahi bunga-bunga. Kalau kita punya waktu, kita juga bisa pergi
ke Hutan Bunga Raksasa di utara...""Aku ingin bisa datang ke sana
lain waktu."Silica tersenyum pada Kirito sebelum dia membungkuk di
depan sebuah petak bunga. Dia mendekatkan wajahnya ke sebuah bunga
kebiru-biruan yang serupa dengan cornflower[20]lalu menghirup
aromanya.Bunga tersebut dibuat dengan detil yang mengejutkan: mulai
dari vena-vena bunganya, kelima kelopaknya, benang sarinya yang
putih, sampai tangkainya yang hijau.Tentu saja tidak semua benda di
Aincrad, termasuk taman bunga ini, dan seluruh tanaman serta
bangunan lain, digambarkan sedetil tadi setiap saat. Kalau mereka
membuatnya seperti itu, maka mainframe SAO sekalipun, setinggi
apapun performanya, akan kekurangan sumber daya untuk
sistemnya.Untuk menghindari hal tersebut sembari tetap memberikan
para pemain lingkungan yang sedetil dan semirip mungkin dengan
kenyataan, SAO menggunakan Sistem Pemfokusan Digital. Sistem itu
merupakan sistem yang menampilkan detil yang lebih halus dari
sebuah objek hanya saat seorang pemain menunjukkan ketertarikannya
dan fokus dengan objek itu.Setelah Silica mendengar tentang sistem
ini, dia menjadi takut kalau ketertarikannya pada suatu benda akan
membebani sistem SAO; tetapi dia tidak bisa menahan dirinya sendiri
saat ini dan tetap memandangi bunga yang bermacam-macam itu.Ketika
dia akhirnya berhasil menghentikan dirinya berjalan tanpa sadar
sambil menikmati aroma harum di sekitarnya, Silica memandang
sekelilingnya.Kebanyakan orang yang berada disini adalah pasangan
pria dan wanita. Semuanya saling bercakap-cakap dengan senang,
entah sambil berpegangan tangan atau sambil bergandengan lengan.
Sepertinya tempat ini sudah menjadi tempat-tempat semacam itu.
Silica memandang Kirito, yang sedang melamun disampingnya.---Apa
kita juga kelihatan seperti itu...?Setelah memikirkan hal ini,
Silica berkata dengan keras untuk menutupi fakta kalau mukanya
memerah:"Ayo-ayo kita cepat pergi ke luar!""Hah? Ah, iya."Kirito
terpaku berkedap-kedip untuk beberapa detik sebelum dia mengangguk
dan mulai berjalan disamping Silica.Mereka meninggalkan gerbang
plasa hanya untuk menemukan bahwa jalan utama desa tersebut pun
diselimuti oleh bunga-bunga. Seraya mereka berdua berjalan
beriringan, Silica ingat saat dia pertama kali bertemu Kirito. Dia
tak percaya baru satu hari terlewati sejak saat itu. Swordsman itu
sudah menjadi sosok yang penting di hatinya.Silica melirik ke
arahnya dan bertanya-tanya bagaimana perasaannya, namun Kirito
masih diliputi perasaan misterius dan sulit untuk menebak apa yang
ada di pikirannya. Silica ragu-ragu untuk beberapa saat sebelum dia
mempersiapkan diri dan membuka mulutnya:"Ermm... Kirito onii-chan.
Boleh aku bertanya tentang adik perempuanmu...""Ke-kenapa
tiba-tiba?""Kirito onii-chan bilang aku mengingatkanmu pada dia.
Jadi, aku penasaran saja..."Membicarakan dunia nyata adalah salah
satu hal yang paling tabu di Aincrad. Ada banyak alasan, tapi yang
terbesar adalah jika gagasan bahwa 'dunia ini virtual dan karenanya
adalah dunia palsu' mengakar di dalam pikiran para pemain, maka
mereka tidak akan bisa terima kalau kematian di SAO sebagai
kenyataan.Tapi Silica ingin bertanya tentang adik perempuan Kirito,
yang kata Kirito mirip dengannya. Dia ingin tahu apakah Kirito
menginginkan sesuatu darinya sebagai seorang adik
perempuan."...Kita...ga sedekat itu kok..."Kirito mulai bicara."Aku
pernah bilang dia itu adik perempuanku, tapi sebenarnya dia itu
sepupuku. Karena suatu keadaan, dia tumbuh besar bersama dengan
keluargaku sejak lahir. Dia ga tahu ini sih. Yah, mungkin karena
ini... tapi aku terus menjaga jarak darinya tanpa maksud yang
jelas. Aku bahkan menghindari untuk bertemu dengannya di
rumah."Kirito mendesah kecil."...Ditambah lagi, kita punya kakek
yang keras. Dia memaksaku ikut dojo kendo waktu aku berumur delapan
tahun, tapi aku tidak bisa benar-benar berminat melakukannya lalu
berhenti setelah dua tahun. Kakekku memukulku lumayan keras... tapi
saat dia melakukan itu, adikku mulai menangis dan melindungiku
dengan bilang kalau dia bahkan akan melakukan bagianku supaya
kakekku berhenti. Setelah itu, aku mulai main komputer dan
tenggelam di dalamnya, tapi adikku benar-benar mengabdikan dirinya
buat kendo dan bahkan berhasil sampai cukup jauh di kejuaraan
nasional sebelum kakekku meninggal. Itu sudah cukup untuk
menyenangkan bahkan dia sekalipun... Tapi aku selalu merasa
bersalah; aku selalu ingin tahu kalau adikku benar-benar ingin
melakukannya dan apa dia benci padaku. Karena itulah aku terus
menghindarinya... dan akhirnya kita jadi seperti ini."Kirito
berhenti bicara dan melirik wajah Silica."Jadi mungkin aku
menyelamatkanmu untuk memuaskan diriku sendiri, untuk menebus masa
laluku... Maaf."Silica masih anak-anak jadi dia tidak bisa mengerti
benar semua perkataan Kirito. Namun karena beberapa alasan, dia
merasa seakan dia dapat mengerti adik perempuan Kirito
itu."...Adiknya Onii-chan... dia ga benci Onii-chan. Kalau dia
tidak menyukainya, maka dia ga mungkin bisa sebaik itu. Kemungkinan
besar dia sangat suka kendo."Selagi Silica berucap, memilih
kata-katanya dengan hati-hati, Kirito tersenyum."Kayaknya aku terus
yang dihibur... Apa benar seperti itu? ...Baguslah kalau benar
seperti itu."Silica merasa sesuatu yang hangat menjalar di hatinya.
Dia senang Kirito telah terbuka padanya.Keduanya segera tiba di
gerbang masuk utara desa itu. Bunga putih yang tak terhitung tumbuh
dari tumbuhan merambat yang melilit busur logam langsing berwarna
perak. Jalan utama desa melewatinya dan terus merentang hingga
menjadi jalan besar yang dikelilingi bukit-bukit hijau sebelum
menghilang dalam kabut."Yah... petualangan kita akhirnya
dimulai.""Iya."Silica menjauh dari lengan Kirito, memantapkan
ekspresinya, lalu mengangguk."Dengan level dan equipment kamu,
monster-monster di sekitar sini harusnya tidak terlalu susah untuk
dikalahkan. TapiSeraya berkata, Kirito mengobrak-abrik kantong yang
bergantung di ikat pinggangnya, mengeluarkan sebuah kristal
berwarna biru langit, dan kemudian meletakkannya di tangan Silica.
Benda itu adalah Kristal Teleport."Kita ga tahu apa yang akan
terjadi di lapangan nanti. Jadi camkan ini dalam pikiranmu. Kalau
terjadi sesuatu yang diluar perkiraan dan aku menyuruhmu untuk
kabur, maka gunakan kristal itu untuk pergi. Desa manapun ga
masalah. Kamu ga usah mengkhawatirkanku.""Ta-tapi...""Janjilah
padaku. Aku... pernah menghancurkan satu kelompok. Aku ga mau
mengulangi kesalahan yang sama lagi."Ekspresi Kirito begitu serius
hingga Silica tak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengangguk.
Setelah Kirito menerima jawabannya dia tersenyum lega."Kalau
begitu, ayo berangkat!""Oke!"Silica memastikan pisaunya sudah
melengkapi sisinya lalu memantapkan keyakinan dalam pikirannya;
setidaknya dia tidak akan kebingungan seperti kemarin dan dia akan
bertarung sebaik-baiknya.Tetapi---"Kya-aaaaaa!? Itu apa--!? Itu,
itu kelihatan mengerikan-----!!"Mereka bertemu monster pertama
hanya dalam beberapa menit setelah mereka mulai berjalan ke arah
utara di medan perburuan lantai empat puluh tujuh."U-uwaa!! Pergi
sana----!"Makhluk yang muncul dan berjalan menembus semak-semak
memiliki bentuk yang tak pernah terbayangkan oleh Silica. Sebuah
bunga berjalan mungkin deskripsi yang paling tepat untuk
menggambarkannya. Dengan batang hijau tua yang setebal lengan
manusia dan berdiri dengan akar-akarnya yang terbagi di beberapa
tempat. Batang atau badannya menopang sebuah bunga kuning besar
yang serupa dengan bunga matahari. Mulutnya terbuka, gigi-giginya
menyembur keluar, mengungkapkan kilasan-kilasan merah dari
dalamnya.Tanaman itu memiliki dua cabang yang menjalar dari bagian
tengah batangnya, yang mengingatkan orang pada lengan yang dimiliki
binatang. Tampaknya, tanaman itu menggunakan lengan-lengan tersebut
beserta mulutnya untuk menyerang. Tanaman pemakan orang itu berlari
menuju Silica dengan tersenyum sambil mengayunkan lengan-lengannya
yang mirip tentakel. Makhluk yang terlihat seperti karikatur yang
sangat aneh ini membuat Silica merasa jijik."Kubilang
pergi---!"Silica mengayunkan pisaunya dengan liar dengan matanya
hampir tertutup. Kirito, yang berdiri di sebelahnya, berkata dengan
suara bingung:"Te-tenang saja. Monster itu sangat lemah. Kalau kamu
mengincar bagian putih tepat di bawah bunganya, maka kamu dengan
mudah bisa...""Ta-tapi itu kelihatan mengerikan--!""Kalau makhluk
itu saja terlihat mengerikan maka perjalanan ini akan susah. Ada
juga monster yang punya banyak bunga, ada yang terlihat seperti
tumbuhan karnivora, dan bahkan ada yang punya banyak tentakel
lengket..."Kya----!!"Sambil berteriak saat Kirito berbicara, Silica
mengaktifkan sebuah skill pedang; tentu saja, skill itu hanya
memotong udara kosong. Selama jeda yang singkat setelahnya, dua
tentakel membelit kedua kaki Silica lalu mengangkatnya dengan
kekuatan yang mengejutkan."Uwah!?"
Silica mendapati dirinya tergantung terbalik beserta
penglihatannya sementara roknya, setia dengan gravitasi virtual,
merosot ke bawah."Uaaa!?"Dia dengan cepat menahan ujung roknya dan
mencoba memotong cabang yang menjalar itu. Namun karena posisinya
yang memalukan, upayanya itu tidak begitu berhasil. Silica
berteriak dengan wajah merah:"Ki-Kirito onii-chan, tolong! Jangan
lihat saja dan tolong aku!!""I-Itu sedikit sulit."Dengan tangan
kirinya menutupi kedua matanya, Kirito menjawab dengan ekspresi
tidak nyaman sementara bunga raksasa itu terus mengayunkan Silica
kesana kemari."Berhenti!"Silica tidak punya pilihan selain
melepaskan roknya, menggenggam cabang menjalar itu, dan
memotongnya. Bagian belakang leher bunga tersebut masuk ke dalam
jangkauannya begitu dia jatuh lalu dia menggunakan sebuah skill
pedang. Kali ini skill itu mengenai sasarannya, dan seraya
kepalanya jatuh, seluruh badannya meledak lalu lenyap. Silica, yang
mendarat dengan halus diantara hujan debris[21]poligon, langsung
bertanya pada Kirito segera setelah dia berbalik."...Tadi lihat
ya?"Swordsman hitam itu memandang Silica melalui celah-celah
diantara jari-jarinya dan menjawab:"...Enggak, aku ga lihat."
Mereka membutuhkan lima pertarungan lagi sampai terbiasa dengan
monster-monster disini sebelum mempercepat ritme mereka; walau
Silica hampir pingsan saat sebuah monster yang mirip anemon laut
mencengkramnya dengan tentakel yang lengket.Kirito tidak
berpartisipasi banyak dalam pertarungan dan kebanyakan dia hanya
membantu Silica, sekali-sekali menahan sekarang saat Silica dalam
bahaya. Experience kelompok terbagi sesuai dengan jumlah damage
yang diberikan setiap anggota kelompok ke monster. Karena Silica
mengalahkan monster-monster berlevel tinggi, dia memperoleh poin
experience beberapa kali lebih cepat dari biasanya dan dia pun
lekas naik level.Selagi mereka terus mengikuti jalan batu bata
merah yang tak berujung, muncul sebuah jembatan yang melewati
sungai kecil. Setelahnya terlihat sebuah bukit besar, dan jalan
tersebut tampak menuju ke puncaknya."Itulah Bukit
Kenangan.""Sepertinya tidak ada persimpangan jalan.""Iya. Kita cuma
harus terus naik, jadi ga perlu khawatir akan tersesat. Tapi
katanya ada banyak monster. Kita berhati-hati saja.""Oke!"Sebentar,
sebentar lagi dia bisa menghidupkan Fina. Begitu Silica memikirkan
ini, langkah kakinya refleks makin cepat.Saat mereka mulai berjalan
melalui jalan menanjak yang penuh dengan bunga-bunga yang sedang
mekar, mereka dihadang lagi oleh monster-monster seperti yang telah
diprediksi. Monster-monster berjenis tumbuhan itu juga jauh lebih
besar, tetapi pisau hitam Silica ternyata jauh lebih kuat dari yang
ia kira, membuatnya bisa mengalahkan kebanyakan dari mereka hanya
dengan sebuah combo.Tapi kemampuan Kirito bahkan lebih mengejutkan
lagi.Silica telah menduga kalau dia adalah swordsman yang levelnya
lumayan tinggi setelah menyaksikannya mengalahkan dua Kera Mabuk
dengan sebuah ayunan pedang. Namun setelah naik dua belas lantai
sekalipun, dia masih tidak kehilangan ketenangannya sedikitpun.
Ketika sejumlah besar monster muncul, dia menolong Silica dengan
mengalahkan mereka semua kecuali satu.Seraya mereka melanjutkan
perjalanan, Silica tidak dapat berhenti bertanya-tanya apa yang
dilakukan pemain berlevel setinggi itu di lantai tiga puluh
lima.Berdasarkan perkataannya, sepertinya ia punya sesuatu yang
harus ia lakukan di Hutan Pengembaraan. Namun Silica tidak pernah
mendengar kalau ada monster atau item langka disitu.Akan kutanya
dia setelah petualangan ini selesai--- pikir Silica selagi dia
mengayunkan pisaunya; selagi dia melakukan ini pun, jalan yang
sempit itu perlahan-lahan makin curam. Merekapun terus menembus
hutan yang lebat itu sambil mengalahkan monster-monster yang makin
lama semakin agresif---Mereka telah sampai di puncak
bukit."Uwa--!"Silica menahan diri sambil dia berlari beberapa
langkah ke depan dan berseru.Taman langit--- tempat ini memang
benar-benar sesuai dengan namanya. Ruang terbuka yang dikelilingi
hutan lebat itu penuh dengan bunga-bunga yang saling berdesakan
satu sama lain selagi mereka mekar."Akhirnya kita sampai."Ujar
Kirito seraya dia berjalan ke arah Silica dan menyarungkan
pedangnya."Bunganya... disini...?""Iya. Ada batu di tengah-tengah
dan diatasnya..."Silica sudah berlari bahkan sebelum Kirito selesai
bicara. Dia memang bisa melihat sebuah batu putih yang bersinar di
tengah-tengah petak-petak bunga itu. Dia berlari kesana, mengambil
nafas pendek, dan kemudian dengan hati-hati memeriksa bagian atas
batu yang setinggi dadanya itu."Huh......?"Tetapi tidak ada apa-apa
disana. Hanya ada sedikit rumput di tengah-tengah lekukan batu
tersebut; tidak ada sesuatu apapun yang dapat disebut sebagai
bunga."Bunganya... Bunganya ga ada, Kirito onii-chan!"Dia berteriak
pada Kirito, yang telah berlari ke sisinya. Air mata mulai
bermunculan di matanya."Ga mungkin... ---Ah, lihat."Silica
mengikuti tatapan Kirito dan memandang lagi batu tersebut.
Kemudian---"Ah..."Sebuah tunas kecil tumbuh di tengah-tengah rumput
yang lembut itu. Begitu Silica melihatnya, sistem fokus menjadi
aktif dan tanaman muda itu pun terlihat lebih detil. Dua daun putih
terbuka bagai sebuah kerang dan sebuah batang tumbuh darinya dengan
cepat.Batang itu meninggi dalam sekejap, persis seperti yang ia
lihat saat pelajaran sains bertahun-tahun lalu, kemudian sebuah
kuncup kecil muncul di ujungnya. Kuncup kecil berbentuk tetesan
hujan itu memancarkan cahaya berwarna putih mutiara.Selagi Kirito
dan Silica mengamatinya sambil menahan nafas, ujung kuncup tersebut
mulai terbuka; kemudian--- dengan bunyi mirip gemerincing lonceng,
kuncup itupun terbuka. Sebuah bintik cahaya menari-nari di
udara.Keduanya terpaku mengamati tumbuhnya sebuah bunga putih tanpa
bergerak sedikitpun. Tujuh kelopak bunga menggapai keluar seperti
sinar bintang, dan dari tengah-tengahnya terpancar kilauan cahaya,
bercampur dengan cahaya langit.Silica memandang Kirito, ia merasa
kalau seharusnya ia tidak menyentuh bunga ini. Kirito tersenyum
lembut lalu mengangguk.Silica membalas dengan anggukan dan kemudian
menyentuh bunga itu dengan tangan kanannya. Saat ia menyentuhnya,
batang yang setipis benang sutra itu hancur seakan seperti terbuat
dari es, dan hanya tinggal bunganya yang tertinggal di tangan
Silica. Dia kemudian menyentuh bunga itu dengan halus seraya
bernafas lembut. Layar namanya muncul tanpa suara. Bunga
Pneuma---"Sekarang... kita bisa menghidupkan Fina lagi...""Ya. Kamu
cuma harus meneteskan tetesan air dalam bunga itu ke hati Fina.
Tapi ada banyak monster yang kuat disini, jadi lebih baik
melakukannya setelah kita kembali ke desa. Lebih baik kita sabar
sedikit dan lekas pulang sekarang."Oke!"Silica mengangguk lalu
membuka layar utamanya sebelum menaruh bunganya disana. Dia
memastikan bunga itu berada di inventaris item sebelum menutup
layar tersebut.Sesungguhnya, dia ingin menggunakan sebuah kristal
teleport untuk langsung kembali ke desa, namun Silica menahan
dirinya dan mulai berjalan. Sudah menjadi aturan tidak tertulis
untuk tidak pernah menggunakan kristal yang mahal itu kecuali
keadaannya benar-benar berbahaya.Untungnya, mereka tidak berjumpa
dengan banyak monster saat perjalanan pulang. Tidak lama kemudian
mereka sampai di tepi sungai setelah turun dengan tempo yang
cepat.Sekarang aku bisa bertemu Fina paling lama sejam
lagi---Silica memeluk dadanya, yang terasa seperti mau meledak, dan
persis sebelum menyebrangi jembatan---Tiba-tiba Kirito memegang
bahunya. Dia menoleh ke belakang, jantungnya berdetak kencang, dan
melihat Kirito membelalak ke arah kumpulan pepohonan yang tebal di
seberang jembatan dengan ekspresi yang menakutkan. Kemudian dia
membuka mulutnya lalu berkata dengan suara yang rendah dan
menegangkan:"---Kalian yang bersembunyi untuk menyergap kami,
keluar sekarang juga.""Apa...!?"Silica segera melihat tepi lain
sungai tersebut, namun disana tidak ada siapa-siapa. Setelah
beberapa detik yang menegangkan, dedaunan mulai bergerak dengan
suara gemerisik. Muncul sebuah kursor yang mewakili pemain.
Warnanya hijau, jadi dia bukan kriminal.Anehnya --- orang yang
muncul di seberang jembatan pendek itu adalah seseorang yang
dikenal Silica.Rambut merah api, dengan bibir berwarna sama;
petarung bertombak itu memegang sebuah tombak berbentuk palang yang
ramping dan memakai armor berwarna hitam yang bersinar seperti
lapisan email."Ro-Rosalia-san...!? Kenapa kamu ada di tempat
seperti..."Rosalia tersenyum miring dan mengabaikan pertanyaan
Silica yang matanya terbuka lebar dengan dipenuhi rasa terkejut."Ga
nyangka ternyata kau bisa tahu persembunyianku; sepertinya skill
scanmu lumayan tinggi, swordsman. Apa aku sedikit
meremehkanmu?"Lalu dia berpaling ke arah Silica:"Sepertinya kamu
dengan beruntung berhasil dapetin Bunga Pneuma. Selamat,
Silica."Silica, yang tidak dapat memahami tujuan Rosalia yang
sebenarnya, mundur beberapa langkah ke belakang. Dia merasakan
perasaan buruk yang tidak dapat dijelaskan tentang ini.Rosalia
tidak mengkhianati ekspektasinya dan mulai berbicara sedetik
kemudian:"Serahkan bunga itu sekarang juga."Silica tidak tahu harus
berkata apa."...!? Apa... kamu bilang apa...?"Kemudian, Kirito,
yang dari tadi diam saja, melangkah maju dan membuka mulutnya:"Aku
ga bisa membiarkanmu melakukan itu, Rosalia-san. Enggak--- harusnya
aku memanggilmu pemimpin guild oranye Titan's Hand."Alis Rosalia
mengerut naik dan senyum menghilang dari wajahnya.Dalam SAO,
pemain-pemain yang melakukan tindakan yang dianggap kriminal,
seperti mencuri, menyakiti pemain lain, atau membunuh mereka, warna
kursornya berubah dari hijau menjadi oranye. Karenanya, orang-orang
menyebut para kriminal individu sebagai pemain oranye dan guild
yang terdiri dari mereka sebagai guild oranye. Silica tahu tentang
ini, tetapi dia belum pernah bertemu mereka sebelumnya.Tetapi
kursor HP Rosalia, yang bisa dia lihat tepat di depan matanya,
berwarna hijau bagaimanapun cara dia melihatnya. Silica menengadah
ke wajah Kirito, yang berdiri disampingnya, dan bertanya dengan
suara kering:"Hei... tapi... lihatlah... barnya Rosalia-san,
warnanya hijau...""Di guild oranye sekalipun, seringkali tidak
semua anggotanya oranye. Anggota-anggota yang hijau mencari mangsa
dan bersembunyi diantara kelompok mereka sebelum memancing mereka
ke tempat penyergapan. Orang yang semalam menguping pembicaraan
kita pasti anggota kelompoknya juga.""A-apa..."Silica memandang
Rosalia dengan rasa terkejut dan benci."Ka---kalau gitu, alasan dia
bergabung dengan kelompokku selama dua minggu terakhir
adalah..."Rosalia sekali lagi tersenyum berbisa dan berkata:"Iya~
Aku mengecek sekuat apa kelompok itu, dan disaat bersamaan menunggu
mereka gemuk dengan uang yang mereka dapat dari berpetualang.
Sebenarnya, aku akan mengurus mereka hari ini."Dia menjilat
lidahnya sambil tetap menatap Silica."Aku sedang keheranan kenapa
orang yang paling ingin kuburu tiba-tiba pergi, terus aku dengar
kamu ingin dapetin item langka. Bunga Pneuma sekarang ini lumayan
mahal. Ngumpulin informasi itu ternyata memang penting~"Kemudian
dia berhenti bicara sesaat, memandang Kirito, lalu mengangkat
bahunya."Tapi swordsman, kau bermain dengan bocah ini walaupun kau
tahu itu? Kau ini bodoh ya? Atau kau benar-benar naksir dia?"Muka
Silica memerah dengan amarah mendengar penghinaan Rosalia.
Tangannya bergerak untuk mengambil pisaunya. Namun Kirito memegang
pundaknya."Enggak, bukan hal semacam itu."Ujar Kirito, suaranya
dingin."Aku juga sedang mencarimu, Rosalia-san.""---Apa
maksudmu?""Kau yang menyerang guild Silver Flag sepuluh hari lalu
di lantai tiga puluh delapan, kan? Dimana empat aggotanya tewas dan
cuma ketuanya yang selamat.""Ah~, para gelandangan itu?"Rosalia
bahkan tidak bergeming saat dia mengangguk."Ketuanya itu... dia
mencari seseorang untuk membalaskan dendam timnya di gerbang plasa
di garis depan, menangis dari pagi hingga malam."Rasa dingin yang
menakutkan terasa dari ucapan Kirito. Rasanya seperti pedang es
yang telah diasah untuk memotong apapun yang mendekat."Tapi waktu
aku menerima permohonannya, dia tidak memintaku untuk membunuhmu.
Ia hanya minta kepadaku untuk menjebloskan kalian semua ke penjara
di Kastil Besi Hitam --- bisakah kau mengerti perasaannya?""Tidak
sama sekali."Rosalia menjawab seperti dia tidak peduli sama
sekali."Apa? Kenapa kau serius banget? Kau bodoh ya? Bagaimanapun
ga ada bukti kalau orang itu mati di kehidupan nyata kalau kau
bunuh mereka disini. Lagipula, ini ga akan jadi perbuatan kriminal
saat kita kembali ke dunia nyata. Kita bahkan ga tahu apa kita bisa
kembali, tapi disini kau ngomongin keadilan dan aturan; itu bahkan
ga lucu. Aku paling benci orang sepertimu --- orang yang bawa-bawa
logika aneh saat mereka datang ke dunia ini."Mata Rosalia makin
dipenuhi rasa marah."Jadi, kau ingin mengatakan padaku kalau kau
menganggap serius ucapan seseorang yang bahkan ga bisa mati dengan
benar dan mencari kami? Kau benar-benar ga punya kerjaan ya. Yah,
kuakui aku termakan umpanmu. Tapi... apa kau benar-benar berpikir
kalau kau bisa berbuat sesuatu hanya dengan dua orang...?"Sebuah
senyum kejam muncul di mukanya lalu Rosalia melambaikan tangannya
dua kali di udara.Pada saat itu juga, pepohonan di sisi lain tepi
sungai itu bergoncang kasar, dan sekelompok orang muncul dari
baliknya. Kursor-kursor memasuki penglihatan Silica satu demi satu.
Kebanyakan oranye. Jumlahnya mereka mencapai sepuluh orang. Kalau
saja mereka menyebrangi jembatan itu tanpa sadar bahwa mereka akan
disergap, maka mereka sudah terkepung sekarang. Ada seorang hijau
lagi diantara para pemain oranye--- gaya rambut jabriknya, tak
diragukan lagi, sama dengan yang mereka lihat kemarin malam di
penginapan.Para bandit yang baru muncul semuanya dalah pemain pria
yang berpakaian norak. Mereka semua memiliki aksesori berwarna
perak dan sub-equipment bergantungan di sekujur tubuhnya.Silica
bersembunyi dibalik mantel Kirito begitu rasa muak semakin
meliputinya. Dia berbisik pelan:"Ki-Kirito onii-chan... musuhnya
terlalu banyak. Kita harus lari...!""Tenang saja. Siapkan saja
kristal kamu sampai kuberi tanda untuk lari."Kirito menjawab dengan
suara kalem, membelai rambut Silica, kemudian berjalan ke sisi lain
jembatan tersebut. Silica hanya terdiam dengan kaget. Ini terlalu
nekat. Pikir Silica, lalu dia memanggil Kirito:"Kirito
onii-chan...!"Begitu suaranya terdengar---"Kirito...?"Gumam salah
satu bandit. Senyumnya memudar dan dia terpana; bola matanya
bergerak dari satu sisi ke sisi lain seperti sedang mencoba
mengingat sesuatu."Pakaian itu... pedang satu tangan tanpa
perisai... The Black Swordsman...?"Wajahnya berubah pucat seraya
dia melangkah mundur."Ini serius Rosalia-san! Bajingan itu... dia
seorang beater dan... clearer...!"Mendengar kalimat itu, ekspresi
seluruh anggota lainnya mengeras kaget. Silica juga terkejut. Dia
hanya menatap bahu Kirito, yang tidak bisa dibilang lebar,
benar-benar tercengang.Silica tahu bahwa dia adalah pemain yang
berlevel cukup tinggi setelah melihatnya bertarung. Namun dia
bahkan tidak pernah bermimpi kalau dia adalah salah seorang
Clearer, grup elit dari para pemain kelas atas yang bertarung di
dungeon garis depan, dimana tidak seorangpun pernah menjejakkan
kakinya, dan bahkan mengalahkan para bos. Dia pernah dengar bahwa
mereka berkonsentrasi sepenuhnya untuk menyelesaikan SAO, dan
bahkan sangat sulit untuk bertemu mereka di lantai
pertengahan---Rosalia sekalipun terdiam disana dengan mulut terbuka
untuk beberapa detik sebelum dia tersadar dan berteriak:"Ke-kenapa
seorang clearer berkeliaran di sekitar sini!? Dia mungkin cuma
menyebut dirinya sendiri begitu untuk menakuti kita! Yang
dipakainya hanyalah sebuah cosplay. Dan--- kalau pun dia
benar-benar The Black Swordsman, dia pasti kalah dengan orang
sebanyak ini!!"Sepertinya semangat mereka telah dikembalikan oleh
kata-katanya, pengguna kapak raksasa yang berdiri di depan para
pemain oranye itu menyahut:"I-iya! Kalau dia seorang clearer
pastinya dia punya banyak item dan uang juga kan!? Ini bener-bener
kesempatan besar!"Semua bandit itu sepakat lalu mengeluarkan
senjata mereka. Kepingan-kepingan logam itu mengilatkan cahaya
jahat."Kirito onii-chan... kita ga mungkin menang, ayo
lari!!"Silica berteriak mati-matian dengan kristal tergenggam erat
di tangannya. Seperti yang dikatakan Rosalia, Kirito tidak mungkin
menang melawan musuh sebanyak ini sekuat apapun dia. Tapi Kirito
tidak bergerak. Ia bahkan tidak mengeluarkan senjatanya.Sepertinya
mereka menganggapnya sebagai bentuk kepasrahan; kesembilan pemain
tersebut, tidak termasuk Rosalia dan pemain hijau lain, seluruhnya
mengeluarkan senjata mereka dan berpacu satu sama lain untuk
menyerang Kirito. Mereka menerjang melewati jembatan kecil itu dan
lalu---"Yiaaa!!""Mati kauuu!!"Mereka mengepung Kirito, yang
kepalanya tertunduk, dalam formasi setengah lingkaran sebelum
mereka semua menyerangnya dengan senjata masing-masing. Badan
Kirito bergetar hebat akibat kekuatan sembilan serangan
itu."Tidak---!!"Silica berteriak sambil menutupi wajahnya dengan
kedua tangannya."Enggak! Berhenti! Kirito onii-chan akan,
m...mati!!"Tapi mereka tidak mendengarkan.Beberapa dari mereka
tertawa gila, sementara yang lain terus mengucapkan sumpah serapah
selagi mereka menyerang Kirito bagai dimabukkan oleh rasa kejam.
Rosalia, yang berdiri di tengah-tengah jembatan, tidak bisa
menyembunyikan kegembiraannya selagi dia menatap tragedi tersebut
sambil menjilati jarinya.Silica menyeka air matanya lalu
menggenggam gagang pisaunya. Dia tahu kalau dia tidak dapat berbuat
apa-apa sekalipun ia ikut bertarung, tapi dia tidak lagi bisa untuk
hanya berdiri disitu dan menonton. Kemudian, persis sebelum dia
melangkah ke arah Kirito--- dia menyadari sesuatu dan berhenti.Bar
HP Kirito tidak berkurang.Tidak, sebenarnya bar HP itu hanya
berkurang sedikit sekali, meskipun digempur hujan serangan yang
tidak berkesudahan. Itupun akan terisi kembali setelah beberapa
detik.Bandit-bandit itu akhirnya sadar kalau swordsman hitam di
depan mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan tumbang. Ekspresi
bingung muncul di wajah mereka."Kalian pada ngapain sih!? Bunuh
dia!!"Mendengar perintah Rosalia, hujan serangan pun berlanjut
selama beberapa detik kemudian. Namun situasinya tidak
berubah."Hei... apa yang terjadi...?"Salah satu bandit membuat
wajah seakan dia telah melihat sesuatu yang benar-benar ganjil
sebelum dia berhenti bergerak dan melangkah mundur. Keterkejutannya
itu dengan cepat menyebar ke delapan orang lainnya, yang kemudian
berhenti menyerang lalu menjauhkan diri mereka dari Kirito.Tempat
itu hening seketika, kemudian di tengahnya, Kirito pelan-pelan
mengangkat kepalanya. Sebuah suara pelan terdengar:"---Sekitar 400
setiap 10 detik? Itu jumlah damage yang kalian bersembilan berikan
padaku. Aku level 78, HP ku 14,500 ditambah aku otomatis mendapat
600 poin setiap 10 detik dengan Battle Healing. Kalian semua tidak
akan bisa mengalahkanku walau terus memukulku berjam-jam."
Bandit-bandit itu terdiam di tempat dengan mulut terbuka lebar,
seperti terkena syok. Akhirnya, si pengguna dua pedang, yang
sepertinya adalah wakil ketua mereka, berkata dengan suara
kering."Ini... apa benar bisa begini...? Ini bahkan sama sekali ga
masuk akal...""Iya lah."Kirito pun mengeluarkan ucapan ini:"Cuma
perbedaan angka saja akan membuat perbedaan kekuatan yang sangat
besar; itulah bagian ga masuk akal dari sistem level MMORPG!"Para
bandit itu melangkah mundur, seakan mereka terintimidasi oleh suara
Kirito, yang tampak seperti menyembunyikan sesuatu dibaliknya.
Wajah-wajah kaget mereka digantikan dengan muka
ketakutan."Che."Rosalia menggerutu lalu kemudian mengeluarkan
sebuah kristal teleport dari pinggangnya. Dia mengangkatnya
tinggi-tinggi dan membuka mulutnya:"Teleport---"Bahkan sebelum dia
dapat menyelesaikan kalimatnya, udara tampak bergetar selama
sepersekian detik dan kemudian Kirito sudah berdiri tepat di
depannya."Ack..."Begitu Rosalia membeku sesaat, Kirito merebut
kristal dari tangannya, lalu menggenggam kerahnya dan menariknya
kembali ke arah bandit-bandit lainnya."Le-lepaskan aku!! Kau ingin
melakukan apa brengsek!!"Kirito melemparnya ke arah sekelompok
bandit tersebut, yang sedang berdiri terpana, dan kemudian mulai
mengobrak-abrik kantongnya tanpa berkata apa-apa. Kristal yang
dikeluarkannya juga berwarna biru. Tapi warnanya jauh lebih tua
daripada kristal teleport."Orang yang memintaku melakukan ini
membeli kristal koridor ini dengan semua uang yang dimilikinya.
Katanya dia sudah mengatur Kastil Besi Hitam sebagai tempat
keluarnya.. Jadi aku akan menteleport kalian semua ke penjara,
terus The Army bisa mengurus sisanya dari situ."Rosalia, yang
sedang duduk di bawah, terdiam selama beberapa saat sebelum dia
tersenyum seperti itu hanya gertakan."Dan kalau aku bilang aku ga
mau?""Akan kubunuh kalian semua."Senyum di wajahnya membeku begitu
mendengar jawaban singkat Kirito."adalah yang ingin kukatakan...
tapi jika begitu maka aku akan menggunakan ini."Kirito mengambil
sebuah pisau kecil dari dalam mantelnya. Jika diperhatikan dengan
seksama, terlihat sebuah cairan hijau yang samar-samar di
permukaannya."Racun pelumpuh; ini racun level lima, jadi kalian ga
akan bisa bergerak untuk sekitar sepuluh menit. Waktu segitu cukup
untuk memasukkan kalian semua ke koridor... Jalan sendiri, atau
kujebloskan; itu pilihanmu."Tidak ada yang menggertak sekarang.
Setelah melihat mereka semua menundukkan kepalanya tanpa suara,
Kirito melepaskan pisaunya, mengangkat kristal biru tua itu
tinggi-tinggi, kemudian berteriak."Koridor terbukalah!"Kristal itu
pecah berkeping-keping dalam sekejap lalu muncul sebuah pusaran
biru cahaya."Dasar sial..."Pengguna kapak yang berpostur tinggi
adalah yang pertama berjalan ke koridor dengan bahu tergantung.
Sisa pemain-pemain oranye kemudian lenyap di dalam cahaya satu demi
satu, beberapa dengan diam, beberapa lagi sambil menyumpah-nyumpah
ketika berjalan memasukinya. Setelah pemain hijau yang mengumpulkan
informasi mengikuti mereka, yang tersisa hanyalah Rosalia.Bandit
berambut merah itu mencoba bergerak sekalipun tidak bahkan setelah
semua kawanannya lenyap ke koridor. Dia duduk dengan kaki bersila
dan menatap Kirito seperti mau menantangnya."...Yah, coba saja
kalau bisa. Kalau kau menyakiti pemain hijau kau akan menjadi
pemain oranye..."Kirito menggenggam kerahnya bahkan sebelum ia
selesai bicara."Kuberitahu kau: aku ini solo; menjadi oranye untuk
sehari dua hari ga berarti apa-apa bagiku."Kirito berkata dengan
dingin sebelum menyeretnya ke koridor. Rosalia melawan dengan
memukul-mukulkan lengan dan kakinya."Tunggu, kumohon, berhenti!
Maafkan aku! Huh?! ...Ah, benar, kau, maukah kau bekerja denganku?
Dengan kemampuanmu kita bisa mengalahkan guild manapun..."Rosalia
tidak pernah menyelesaikan perkataannya. Kirito melempar Rosalia ke
koridor dengan kepala duluan. Setelah dia menghilang, koridor itu
bersinar terang selama sesaat kemudian lenyap.Semuanya menjadi
tenang lagi.Padang bunga yang penuh dengan suara-suara alami,
kicauan burung dan aliran air, menjadi sepi kembali seakan semua
yang baru saja terjadi hanyalah sebuah kebohongan. Tapi Silica
tidak bisa bergerak. Kekagetannya terhadap identitas asli Kirito,
kelegaannya terhadap perginya para bandit, semua emosi ini
membanjir secara bersamaan, membuatnya tidak mampu untuk membuka
mulutnya sekalipun.Kirito memiringkan kepalanya dan diam-diam
mengamati Silica yang sedang terkesima selama beberapa saat sebelum
dia akhirnya mengatakan sesuatu hampir seperti bisikan:"...Maaf,
Silica. Sepertinya aku malah menggunakanmu sebagai umpan. Aku sudah
mempertimbangkan untuk memberitahumu sendiri... tapi kupikir kamu
akan ketakutan sehingga aku tidak jadi melakukannya."Silica
mati-matian mencoba menggelengkan kepalanya, namun ia tidak bisa;
saking banyaknya pikiran-pikiran yang berputar membanjiri
kepalanya."Aku akan mengantarmu ke desa."Ujar Kirito lalu dia mulai
berjalan. Silica entah bagaimana berhasil memaksa suaranya keluar
menuju Kirito."Kakikukakiku tidak mau bergerak."Kirito menengok ke
belakang dan menawarkan tangan kanannya disertai sebuah senyuman;
Silica akhirnya tersenyum begitu ia memegang erat tangan itu.
Keduanya tetap terdiam sampai mereka tiba di Weathercock Tavern
di lantai tiga puluh lima. Ada banyak sekali hal yang ingin
dikatakan Silica, tapi ia tak mampu mengatakannya, seakan ada batu
koral yang tersangkut di kerongkongannya.Ketika mereka naik ke
lantai dua dan memasuki kamar Kirito, cahaya merah matahari
terbenam sudah mengalir masuk melalui jendela. Silica akhirnya
berhasil berbicara dengan suara gemetar kepada Kirito, yang sudah
tampak seperti siluet hitam karena cahaya matahari."Kirito
onii-chan... kamu mau pergi...?"Setelah terdiam lama, siluet itu
pun mengangguk pelan."Iya... aku sudah pergi dari garis depan
selama lima hari. Aku harus kembali mulai menyelesaikan game ini
lagi secepat mungkin...""...Benar juga..."Sebenarnya, Silica ingin
memintanya untuk membawa serta dirinya.Tapi ia tidak bisa.Levelnya
Kirito 78. Levelnya dia 45. Dengan selisih level 33--- perbedaan
yang memisahkan mereka jelas sangat menyakitkan. Jika dia mengikuti
Kirito ke garis depan, Silica akan mati dalam sekejap. Walaupun
mereka berada dalam game yang sama, dinding yang lebih tinggi dari
apapun di kehidupan nyata berdiri diantara dunia mereka yang begitu
berbeda."...A...Aku..."Silica menggigit bibirnya dan mati-matian
berusaha untuk menahan emosinya yang terancam meluap; dua aliran
air mata yang terbentuk sebagai hasil dari perasaannya itu lalu
bergulir menuruni pipinya.Tiba-tiba, dia merasakan tangan Kirito di
pundaknya. Sebuah suara pelan yang lembut berbisik tepat
disampingnya:"Level itu cuma angka-angka. Kekuatan di dunia ini tak
lebih dari sebuah ilusi. Ada hal-hal yang jauh lebih penting dari
itu. Jadi ayo kita bertemu lagi di dunia nyata. Kalau kita bertemu
lagi, kita akan bisa berteman lagi."Sebenarnya, Silica ingin
bersandar ke Kirito di depannya. Namun begitu ia merasakan ucapan
Kirito menyebarkan kehangatannya dalam hatinya yang sedang hancur,
ia menyadari kalau dia tidak boleh berharap lebih darinya. Kemudian
dia menutup matanya dan bergumam:"Oke. Iniini janji ya."Dia
memisahkan dirinya dari Kirito, menatap wajahnya, dan akhirnya dia
bisa tersenyum dengan sungguh-sungguh. Kirito juga tersenyum lalu
berkata:"Jadi, ayo kita panggil Fina.""Oke!"Silica mengangguk lalu
melambaikan tangan kanannya untuk memunculkan layar utama. Dia
menggulung inventaris itemnya dan mengeluarkan Fina's Heart.Dia
meletakkan bulu biru langit yang keluar dari layar di meja lalu dia
juga mengeluarkan Bunga Pneuma.Dengan bunga putih mutiara di
tangannya, dia menutup layar itu lalu memandang Kirito."Yang harus
kamu lakukan hanyalah meneteskan tetesan air yang ada di
tengah-tengah bunga itu ke bulu Fina. Setelah kamu melakukan itu
Fina akan kembali.""Oke..."Sambil memandangi bulu biru langit itu,
Silica berbisik dalam pikirannya.Fina... aku punya banyak sekali
cerita untukmu; tentang petualangan menakjubkan yang kualami hari
ini... dan tentang orang yang menyelamatkanmu, orang yang menjadi
kakakku hanya untuk sehari.Dengan air mata di matanya, Silica
memiringkan bunga di tangan kanannya menuju bulu tersebut.
Catatan Penerjemah1. Secara harfiah, artinya penjinak binatang
buas.2. Semacam pengikut, baca Zero no Tsukaima untuk lebih
jelasnya.3. Artinya profesi atau pekerjaan4. Artinya jurus atau
kemampuan5. Artinya kurang lebih suatu kejadian yang dipicu suatu
syarat tertentu, banyak terjadi dalam game.6. Maksudnya kemampuan
yang dimiliki, misalnya kemampuan bertahan, menyerang, kecerdasan,
dll.7. Artificial Intelligence alias Kecerdasan Buatan8. Silica si
Penguasa Naga9. Sejenis organisasi untuk petarung, banyak ada di
game online10. Arti harfiahnya adalah gua, tapi sebenarnya dungeon
itu adalah tempat untuk berburu yang monsternya lebih banyak dari
tempat lain dan biasanya ada bosnya11. Dalam konteks ini artinya
pintu yang memindahkan pemain dari suatu area ke area lain12.
Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain secara instan13.
Experience alias pengalaman adalah sejenis parameter/syarat untuk
naik level dalam game14. Massive Multiplayer Online Role Playing
Game, sejenis tipe game online dimana kita bisa bertemu banyak
orang lainnya dan berpetualang15.
http://www.gourdfarmer.com/node/1216. HP(Health Point) atau biasa
disebut darah di Indonesia adalah ukuran kehidupan sang pemain,
kalau habis maka si pemain tersebut mati. Kalau bar HP maksudnya
persegi panjang warna hijau yang biasanya ada di pojok atas game
berantem.17. Serangan berturut-turut yang cepat18. Mata uang di
SAO19. Swordman disini maksudnya ahli pedang; disebut swordsman
mungkin karena Kirito menggunakan 2 pedang20.
http://en.wikipedia.org/wiki/Cornflower21.
Reruntuhan/sisa-sisa/pecahan dari suatu benda
Chapter 2 Kehangatan Hati(Lantai ke-48 Aincrad, Juni 2024)Kincir
air yang besar itu berputar dengan mantap, memenuhi seluruh toko
dengan suara menenangkan.Walaupun ini hanya rumah kecil untuk
digunakan kelas support diantara perumahan khusus pemain, harganya
naik seperti pasang karena kincir air itu. Saa