PENDAHULUAN Latar BelakangBahan pangan yang berasal dari hewan
merupakan sumber utama bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi.
Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat terbawa ke
dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses pengolahan.
Banyak hewan-hewan yang disembelih membawa mikroorganisme seperti
Salmonella dan Campylobacter, selain mikrooranisme yang secara
alami terdapat pada saluran pencernaan seperti Clostridium
perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan Listeria
monocytogenes. Proses pemotongan unggas secara kontinyu,
meningkatkan penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang
lainnya. Demikian juga penggilingan daging dalam pembuatan daging
cincang dapat menyebarkan mikroorganisme, sehingga dagin cincang
merupakan produk daging yang beresiko tinggi.Gastroenteritis parah
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia
dan paling berkontribusi dalam kematian dan penularan penyakit di
Negara berkembang (Collard JM et al. 2007). salah satu penyebab
gastroenteritis adalah Salmonella. Salmonellosis mungkin adalah
penyakit zoonosis yang tersebar paling luas di seluruh dunia. Salah
satu Salmonella yang berperan penting dalam zoonosis di dunia
adalah Salmonella enteritidis. Data surveilans secara global
mengindikasikan insiden infeksi gastroentritis yang disebabkan oleh
Salmonella enteritidis telah meningkat selama beberapa dekade
terakhir (Akhtar et al. 2010).Salmonella enteritidis secara luas
dilaporkan sebagai penyebab utama food-borne gastroenteritis pada
manusia dan telah diisolasi dari kasus pada manusia. Hewan dan
produknya khususnya ayam, daging dan telur merupakan sumber utama
infeksi pada manusia yang diakibatkan oleh patogen ini (Porier et
al. 2008). Saat ini Salmonella enteritidis menjadi serotip yang
paling banyak diisolasi dari makanan dan khususnya bertanggungjawab
untuk secara keseluruhan meningkatnya kasus infeksi salmonellosis
pada manusia. Serotip ini juga paling banyak dihubungkan dengan
infeksi Salmonella di seluruh dunia (Molbak & Neimann
2002).Salmonella enteritidis merupakan penyebab penting pada
salmonellosis pada manusia dan hubungannya dengan keracunan makanan
dengan konsumsi telur ayam yang terkontaminasi dan produk unggas.
Salmonella enteritidis merupakan serovar yang paling banyak
diisolasi dari salmonellosis pada unggas dan manusia. Keracunana
makanan pada manusia akibat salmonelosis biasanya dimanifestasikan
dengan gastroenteritis yang dikarakteristikan dengan diare, kram
perut dan bakterimia. Selain wabah yang terjadi di Amerika, Inggris
dan beberapa negara eropa lainnya, studi juga menunjukan bahwa
Salmonella enteritidis yang merupakan serovar Salmonella paling
banyak dalam wabah foodborne terjadi di Brazil (Oliveira et al
2006).Di Amerika setiap tahun terjadi 204 juta kasus dengan
kematian rata-rata 500-1000 dan kerugian ekonomi mencapai 3 milyar
dolar. Data CDC juga melaporkan adanya indikasi bahwa insidensi
kasus Salmonella enterica serovar Typhimurium berkurang secara
signifikan mencapai (42%), namun terjadi peningkatan kejadian
serovoar yang lain yaitu S. enterica serovar Enteritidis dan S.
enterica serovar Heidelberg sebanyak 25%, dan S. enterica serovar
Javiana meningkat mencapai 82% (Bhunia 2008).TUJUANTujuan
penulissan makalah ini adalah untuk mengenal Salmonella enteritidis
mulai dari morfologi, kerusakan yang ditimbulkan pada makanan, pada
manusia sampai pencegahan dan penggobatannya. TINJAUAN PUSTAKA
SalmonellaSalmonella pertama kali menemukan bakterium tahun 1885
pada tubuh babi oleh Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya
pada anafilaksis), namun Salmonella dinamai dari Daniel Edward
Salmon, ahli patologi Amerika (Ryan KJ dan Ray CG 2004). Gambar 1
Bakteri Salmonella
Genus Salmonella masuk dalam anggota family Enterobacteriaceae.
Bakteri ini bergram negatif, tidak berspora, panjang rata-rata 2 -
5 m dengan lebar 0.8 1.5 m, bentuk bacillus. Salmonella merupakan
bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan Salmonella
Gallinarum) dan memiliki banyak flagela (peritrichous flagella).
Bakteri ini fakultatif anaerob yang dapat tumbuh pada temperatur
dengan kisaran 545C dengan suhu optimum 3537C. Bentuk Salmonella
berupa rantai filamen panjang ketika berada pada temparatur ekstrim
yaitu 4-8C atau pada suhu 45C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4.
Salmonella merupakan bakteri motil yang menggunakan flagella
peritrichous dalam pergerakannya. Secara umum Salmonella tidak
mampu memfermentasikan laktosa, sukrosa atau salicin, katalase
positif, oksidase negatif dan mefermentasi glukosa dan manitol
untuk memproduksi asam atau asam dan gas (Jay et al. 2005). Bakteri
ini dapat tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada
konsentrasi garam tinggi. (Bhunia 2008 ; Percival et al.
2004).Salmonella merupakan bakteri yang sensitif panas dimana tidak
tahan pada suhu lebih dari 70 0C. Pasteurisasi pada suhu 71.1 0C
selama 15 menit dapat menghancurkan Salmonella pada susu. Bakteri
ini dapat bertahan pada kondisi dehidrasi dalam kurun waktu yang
sama pada feses dan makanan untuk konsumsi hewan dan manusia (PAN
America Health Organization 2001).
Gambar 2 Bentuk dan warna koloni Salmonella
Tabel 1. Serotipe Salmonella enterica dan target host (Sumber:
Bhunia 2008)Salmonella enteritica Serovar Enteritidis (Salmonella
Enteritidis)Salmonella enteritidis adalah salah satu serovar atau
serotipe dari subspesies Salmonella enteritica dan termasuk dalam
anggota famili Enterobacteriaceae. Hal ini didasarkan atas
sifat-sifat biokimianya sehingga Salmonella enteritidis merupakan
subspesies enteritica. Salmonella diklasifikasikan dalam group
sesuai dengan klasifikasi berdasarkan pada antigen badan somatik O
(ohne) dan antigen flagel H (hauch). Genus ini mempunyai struktur
antigen yang tidak stabil dan dapat mengalami perubahan
sewaktu-waktu dan bakteri ini pada suatu saat dapat membentuk
variasi secara tiba-tiba (Bhunia 2008). Sumber dan
TransmisiSalmonella terdapat pada usus unggas, reptil, katak,
seranga, hewan peternakan, dan manusia. Ternak merupakan sumber
utama untuk foodborne salmonellosis pada manusia, hal ini karena di
peternakan, dalam tubuh unggas terjadi kolonisasi pada usus unggas
dan secara cepat menyebar ke unggas lain. Kolonisasi intestinal
akibat Salmonella dalam tubuh unggas dapat meningkatkan risiko
kontamninasi selama pemotongan. Telur juga merupakan resevoir untuk
Salmonella khusunya S. Enteritidis sebagai organisme yang dapat
berkoloni pada ovarium ayam.Kontaminasi Salmonella enteritidis pada
telur diketahui dengan dua mekanisme yaitu melalui induk yang
terinfeksi oleh Salmonella enteritidis atau secara vertikal dan
secara horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai
kontaminasi transovarial (transovarial contaminated). Teori
penularan vertikal menyebutkan bahwa Salmonella enteritidis pada
telur ayam, berasal dari induk ayam yang terinfeksi (Cox et al.
2000).Transmisi melalui transovari yang menyebabkan bakteri bisa
mencapai bagian dalam telur sebelum pembentukan cangkang telur
dalam oviduk. Sebagai hasilnya, telur yang disimpan dalam
temperatur kamar dapat mengandung konsentrasi S. Enteritidis yang
tinggi, dapat mencapai 1011 sel per telur. Salmonellosis pada
manusia yang umumnya bersifat foodborne dapat diperoleh melalui
konsumsi makanan asal hewan seperti daging, susu, daging ayam dan
telur. Produk peternakan termasuk keju, es krim juga dapat
mengakibatkan kejadian outbreak bahkan baru-baru (tahun 2006-2007)
ini juga dilaporkan kasus outbreak akibat mengkonsumsi mentega.
Transmisi dapat terjadi antara hewan ke manusia, transmisi manusia
ke manusia juga dapat terjadi (Bhunia 2008).Pada penyakit enteritik
dapat digambarkan prosesnya dimulai masuknya salmonella kedalam
tubuh inang, Salmonella enteritidis tahan terhadap asam lambung,
menempel pada sel epitel ileum melalui mannose-resistant fimbriae.
Mereka ditelan oleh sel dalam proses yang dikenal sebagai receptor
mediated endocytosis. Kemampuan Salmonella untuk masuk ke sel
non-phago-cytic merupakan sifat penting untuk patogenisitasnya.
Endosit Salmonella melewati sel-sel epitel dalam vakuola membran
yang terikat, dimana Salmonella memperbanyak diri dan kemudian
keluar menuju lamina propria melalui membrane sel basal. Hal ini
menyebabkan sel inflamasi mengeluarkan prostaglandin yang
mengaktifkan adenylate cyclase memproduksi cairan yang disekresikan
kedalam lumen usus. Sementara pada penyakit sistemik prosesnya
dimulai dengan serotip yang dapat beradaptasi dengan inang lebih
invasif dan menyebabkan penyakit sistemik pada inang, sifat/cirri
ini dikaitkan dengan resisten terhadap fagositosis. Salmonella
melakukan penetrasi terhadap epithelium usus dan terbawa oleh
lymphatic ke limfonodus mensenterika. Setelah multiflikasi di
makrofag, Salmonella dilepaskan untuk mengalir kedalam aliran darah
dan kemudian disebarkan keseluruh tubuh. Salmonella dibersihkan
dari darah oleh makrofag tetapi kembali memperbanyak diri. Hal ini
mampu membunuh makrofag yang kemudian mengeluarkan bakteri dalam
jumlah banyak kedalam darah yang menyebabkan septicaemia (Adams
& Moss 2008). Gejala KlinisGejala klinis salmonellosis dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu enteritis dan penyakit
sistemik. Pertama, enteritis, gastroenteritis merupakan infeksi
utama yang terkait dengan serotip yang terjadi secara meluas pada
hewan dan manusia. Mereka dapat menyebabkan diare dalam berbagai
tingkatan sampai ke tingkat diare yang parah. Saat ini Salmonella
enteritidis merupakan Salmonella yang paling umum sebagai penyebab
enteritis. Periode inkubasi pada Salmonella penyebab enteritis
biasanya antara 6 48 jam. Gejala yang biasa muncul adalah demam
ringan, mual, muntah, sakit perut dan diare selama beberapa hari,
tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung selama satu minggu
atau lebih (Jay et al. 2005).Penyakit tersebut dapat bertahan
sampai 4-7 hari. Meskipun banyak penderita dapat sembuh sempurna
tanpa pemberian antibiotika. Namun, diare dapat berlebihan dan
memerlukan perawatan rumah sakit. Pada penderita dengan risiko
tinggi, infeksi dapat menyebar dari usus ke aliran darah atau ke
tempat lain di seluruh tubuh dan dapat menyebabkan kematian tanpa
pengobatan antibiotika pada penderita (CDC 2003). DiagnosaPada
manusia diagnosa klinis yang disebabkan oleh salmonella
dikonfirmasi dengan isolasi agen, serologis, dan ketika kita
membutuhkan tipe fase dan profil plasmid. Pada kasus septikemia,
agen dapat diisolasi dari darah selama minggu pertama dan feses
pada minggu kedua dan ketiga. Diagnosa salmonella pada manusia juga
dibuat dengan kultur feces. Screening test juga dapat digunakan
untuk membantu diagnosa awal Salmonella enteritidis. Uji serologis
dapat dilakukan dengan menggunakan ELISA dan PCR.
PengobatanPenggobatan gastroenteritis yang disebabkan oleh
Salmonella enteritidis tergantung dari berat ringannya gejala yang
ditimbulkan, usia pasien dan coomobidities penyakit lain yang
diderita pasien seperti diabetess, dll). Pengobatan yang diberikan
meliputi (Anonim 2010):
Menghindari dehidrasiTerapi oral : jika muntah dan dehidrasi
tidak berat, jumlahnya sedikit dan sering, idealnya diterapi dengan
larutan elektrolit yang seimbang, hindari minuman dengan kadar gula
yang tinggi karrena dapat memperparah diare dan dehidrasi. Terapi
nasogastrik di rumah sakit dapat dilakukan untuk menghindari terapi
melalui intravena. Terapi intravena bila kondisi muntah/ atau
dehidrasi yang parah, atau terjadi lemahnya tingkat kesadaran serta
memiliki penyakit lain. Penggobatan gejala klinis yang munculo
Pemberian paracetamol atau ibuprofen untuk pengobatan nyeri dan
demamo Anti emetic (anti muntah) diberikan bila disertai muntah,
namun tidak dianjurkan untuk anak anako Anti diare diberikan untuk
mengobati diare yang disebabkan bakterimia, dapat mengobati diare
ringan hingga sedang. Pemberian antibioticTidak dianjurkan secara
rutin karena cinderung meningkatkan efek samping. Diberikan pada
kondisi yang parah, anak anak berusia kurang dari 2 bulan, pasien
usia lanjut, serta pasien yang menunjukkan gganggguan usus yang
parah. Rawat inap, direkomendasikan untuk :Dilakukan terhadap
pasien ussia lanjut dan bayi di bawah 6 bulan, Pasien dengan
dehidrasi yang parah dan muntah terus menerus, Kondisi menurun
ssecara signifikan, Terjadi penurunan kesadaran
PEMBAHASANKeberadaannya Salmonella enteritidis Banyak kejadian
antara Salmonella enteritidis pada telur yang berasal dari
peternakan. Jumlah kejadian outbreak Salmonella enteritidis pernah
dilaporkan, termasuk mengkonsumsi telur mentah atau tidak dimasak
menghubungkan kejadian outbreak dengan telur yang dikonsumsi dengan
mengambil sampel dan mengisolasi Salmonella enteritidis yang sama
pada telur yang dicurigai sebagai penyebab outbreak. Penelitian
yang dilakukan dengan menggunakan ayam yang sedang bertelur dan
diinfeksi dengan S. Enteritidis, hal ini ternyata mengakibatkan
telur-telur yang dihasilkan tersebut terinfeksi dengan strain
Salmonella enteritidis yang sama. Salmonella enteritidis dapat
menginfeksi telur yang berasal dari induk ayam yang sehat dimana
kontaminasi terjadi sebelum kulit telur terbentuk, letak infeksi
biasanya di putih telur dekat membran kuning telur. Hasil survei
yang pernah dilakukan membuktikan adanya S. Enteritidis di
kerabang, kuning dan putih telur. S. Enteritidis juga di organ usus
buntu, hati, ginjal, indung telur dan saluran indung telur (Henzler
et al. 1994). PatogenesisPatogenesis ini sangat tergantung dari
faktor virulensi bakteri yaitu: (1) kemampuan invasi sel, (2)
lapisan lipopolisakarida yang lengkap, (3) kemampuan replikasi
intrasel, dan (4) kemungkinan perbanyakan toksin. Setelah bakteri
dicerna, organisme tersebut berkoloni di ileum dan kolon, memasuki
epitel usus dan terjadi proliferasi epitel dan folikel limfoid.
Tahap selanjutnya yaitu menginduksi membran enterosit yang
terganggu dan menstimulasi pinositosis organisme.Pada populasi
dewasa dan anak-anak yang berisiko untuk terinfeksi S. Enteritidis
dari telur, bahkan wanita hamil dan orang-orang dengan sistem imun
yang lemah memiliki risiko timbulnya penyakit ini yang lebih
serius. Pada wanita hami dan individu dengan gangguan sistem imun,
dengan jumlah bakteri yang relatif kecil sudah dapat mengakibatkan
penyakit (Cox et al. 2000).
Cara PenularanSemua jenis Salmonella merupakan patogen
fakultatif intraseluler dan dianggap sangat patogenik dan dapat
menyerang macrophages, dendritic dan sel epitel (Bhunia 2008).Rute
penularan Salmonella enteritidis pada telur dapat terjadi melalui
beberapa kemungkinan yaitu :1. Transovarial2. Translokasi dari
peritoneum ke kantung kuning telur atau oviduct3. Penetrasi kulit
oleh organisme pada telur melalui kloaka4. Pencucian telur5.
Penanganan makanan
Gambar 3. Salmonellosis, Mode of transmission (PAN American
Health Organization, 2001)Kemungkinan kontaminasi S. Enteritidis
pada kerabang telur ayam secara horizontal, diakibatkan oleh
infeksi dari saluran reproduksi induk ayam bagian bawah dan/ atau
kontaminasi feses dari induk ayam saat pengeraman. Kontaminasi ini
difasilitasi dengan kondisi kerabang-kerabang telur yang lembab,
penyimpanan pada suhu tinggi dan kerusakan kerabang telur.
Kontaminasi pada kerabang telur, tidak hanya meningkatkan resiko
terjadinya kontaminasi pada isi telur, tetapi juga meningkatkan
resiko terjadinya kontaminasi silang pada telur disekitarnya dan
produk-produk berbahan telur lainnya. Sejumlah penelitian
menunjukkan adanya penetrasi dan multiplikasi S. Enteritidis
diantara telur-telur ayam (CDC 2003).Teori penularan vertikal
menyebutkan bahwa S. Enteritidis pada telur ayam, berasal dari
induk ayam yang terinfeksi (). Penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan ayam yang sedang bertelur dan diinfeksi dengan S.
Enteritidis, ternyata mengakibatkan telur-telur tersebut terinfeksi
dengan strain S. Enteritidis yang sama. S. enteritidis dapat
menginfeksi telur yang berasal dari induk ayam yang sehat dimana
kontaminasi terjadi sebelum kulit telur terbentuk, letak infeksi
biasanya di putih telur dekat membran kuning telur. Survei tentang
keberadaan S. Enteritidis di tubuh ayam petelur ditemukan S.
Enteritidis juga ditemukan di organ usus buntu, hati, ginjal,
indung telur dan saluran indung telur (CDC 2003).Kehadiaran
Salmonella dalam box telur, ruangan hangat dan dingin, truk
peternakan, lingkungan peternakan dapat menyebabkan kontaminasi.
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi penetrasi S.
Enteritidis dalam telur. Faktor-fator tersebut diantaranya yaitu
kualitas kerabang telur, banyaknya pori-pori pada kerabang telur,
temperatur, kelembaban dan tekanan uap. Penetrasi pada isi telur
meningkat dengan lamanya kontak dengan bahan-bahan yang
terkontaminasi, khususnya selama penyimpanan dan kelembaban pada
temperatur tinggi (Cox et al. 2000 ; CDC 2003).Infeksi pada babi
diperoleh melalui pakan yang terkontaminasi (oral intake). Setelah
sembuh, babi dapat berperan sebagai, dimana salmonella bersarang
pada tonsil, usus dan limfonodus. Babi yang berperan sebagai
carrier tidak mengeluarkan bakteri pada sekretanya, Sifat carrier
ini bersifat permanen, dan sangat potensial sebagai sumber
penularan kepada hewan lain termasuk manusia. Setiap tahapan
pemotongan merupakan critical point terjadinya kontaminasi
Salmonella (Busser 2010).Berdasarkan laporan EFSA, 10,3% babi yang
dipotong di Eropa ditemukan terinfeksi salmonella pada limfonodus
dan 8,3% kontaminasi ditemukan pada karkas. Di Belgia dan sebelas
negara di Eropa kontaminasi salmonella ditemukan 13,9% pada
limfonodus, kontaminasi salmonella pada karkas sebayak 18,8%
ditemukan di Negara Belgia, Irlandia, Prancis dan Inggris (EFSA
2008). Kerusakan Yang Ditimbulkan Terhadap MakananKeberadaan
Salmonella dalam makanan dalam jumlah yang tinggi tidak menimbulkan
perubahan dalam hal warna, bau, rasa dari makanan tersebut. Semakin
tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan, semakin besar timbulnya
gejala infeksi pada orang yang mengkonsumsi makan tersebut, dan
semakin cepat pula waktu inkubasinya sampai menimbulkan gejala
infeksi (Supardi dan Sukamto 1999).S. Enteritidis merupakan salah
satu emerging foodborne zoonotic pathogens. Habitat utamanya berada
dalam saluran pencernaan hewan dan manusia tapi dapat ditemukan
pada spesies unggas dan dengan mudah dapat ditularkan ke manusia
melalui telur atau daging ayam yang terkontaminasi. Infeksi bakteri
ini pada hewan dan manusia dapat mengakibatkan penyakit dengan
gangguan pada bagian saluran pencernaan atau gastroenteritis dan
penyakit akibat infeksi Salmonella atau salmonellosis. Banyak
laporan hasil penelitian menyebutkan telur ayam sebagai sumber
infeksi S. Enteritidis pada manusia yang menyebabkan salmonellosis
(Wang & Slavik 1998).Data menyebutkan bahwa lebih dari 44%
outbreak salmonellosis yang terjadi di seluruh dunia melibatkan
konsumsi telur ayam dan cara pengolahan atau proses memasak telur
ayam yang kurang sempurna seperti telur yang dimasak setengah
matang atau dikonsumsi masih mentah. Hal ini dapat terjadi pada
telur-telur ayam yang telah dibekukan atau dikeringkan, telur ayam
utuh yang tidak disimpan dalam refrigerator baik selama di pedagang
eceran bahkan di rumah tangga dan rumah makan atau usaha katering
mampu menjadi sumber kontaminasi makanan (Lillehoj et al. 2000).
Kerusakan Yang Ditimbulkan Terhadap Kesehatan ManusiaInfeksi S.
Enteritidis dapat terjadi dengan mengkonsumsi sedikitnya 1 sampai
10 sel dapat menyebabkan penyakit salmonellosis yang mampu
melakukan penentrasi pada epitel di usus halus. Salmonella ini
dapat tumbuh pada jaringan sehingga menyebabkan kerusakan epitel
usus. Gejala yang ditimbulkan berupa diare, sakit perut, tanpa atau
dengan gejala demam, gastroenteritis, demam enterik, septikemia dan
infeksi fokal. Penyakit biasanya tidak hanya pada orang dewasa tapi
juga pada anak kecil dan usia lanjut (DAoust, 1997).Salmonella
memiliki kemampuan untuk memproduksi sedikitnya tiga jenis zat
toxin. Sebuah enterotoksin termolabil adalah salah satunya, dan itu
mengikat gangliosides, meningkatkan tingkat monofosfat adenosin
intraseluler siklik (cAMP), dan mengintensifkan sekresi cair. Yang
kedua adalah cytotoxin, non - lipopolysaccharidic komponen dari
membran luar, yang menghambat sintesis protein pada eukariota
mengarah pada pemanjangan sel kultur jaringan - CHO (Chinese
Hamster Ovarium) sel. Endotoksin, lipid A, komponen dari
lipopolisakarida dinding sel, mengaktifkan makrofag dan limfosit,
dan akibatnya memicu serangkaian efek biologis: demam,
leukositosis, menurunkan tekanan darah (Biljana 2010).Invasi
Salmonella tergantung dari pengaturan sel sitoskeleton dan
kemungkinan melibatkan peningkatan fosfat inositol dan kalsium sel.
Perlekatan dan invasi tersebut di bawah regulasi genetik dan
melibatkan gen ganda pada kromosom plasmid. Setelah menginvasi
epitel usus, bakteri ini menginduksi respon inflamasi yang dapat
menyebabkan ulserasi dan peningkatan sitokin sehingga menghambat
sintesis protein. Mekanisme tersebut belum diketahui secara pasti.
Namun, invasi pada mukosa menyebabkan sel epitel mensintesis dan
melepaskan berbagai sitokin proinflamasi, seperti IL-1, IL-6, IL8,
TNF2. Hal ini membangkitkan respon inflamasi akut dan juga
meningkatkan terjadinya kerusakan usus karena reaksi inflamasi
usus.Invasi mukosa usus diikuti aktivasi adenylate cyclase dan
peningkatan keseimbangan sekresi siklik AMP (c-AMP). Mekanisme
tersebut juga belum diketahui dengan pasti, kemungkinaan adanya
keterlibatan produksi lokal dari prostaglandin atau komponen lain
dari prostaglandin akibat reaksi inflamasi. Strain-strain
Salmonella mengeluarkan satu atau lebih substansi enterotoksin yang
menstimulasi sekresi usus, namun peran toksin tersebut pada
patogenesis S. Enteritidis masih belum pasti (Cox et al. 2000).Di
Amerika dan Eropa dilaporkan bahwa kasus atau wabah karena infeksi
S. enteritidis berkaitan dengan konsumsi telur dan produknya yang
dimasak kurang sempurna (mentah atau setengah matang). Antara tahun
1985-1991 dilaporkan bahwa 82% telur kualitas A tercemar S.
enteritidis (Baharudin 2010). Salmonella merupakan salah satu
bakteri pathogen terpenting di Eropa, dan merupakan sumber infeksi
utama pada manusia yang mengkonsumsi daging babi (Van Loock et al.
2000).Pada populasi dewasa dan anak-anak yang berisiko untuk
terinfeksi S. Enteritidis dari telur, bahkan wanita hamil dan
orang-orang dengan sistem imun yang lemah memiliki risiko timbulnya
penyakit ini yang lebih serius. Pada wanita hami dan individu
dengan gangguan sistem imun, dengan jumlah bakteri yang relatif
kecil sudah dapat mengakibatkan penyakit (Cox et al. 2000).Ada
beberapa bentuk salmonellosis yang terjadi pada manusia yaitu
gastroenteritis, demam enteric dan septicaemia. Gastroenteritis
merupakan infeksi pada colon yang biasanya terjadi selama 18-48 jam
setelah masuknya salomenlla dalam tubuh manusia. Gastroenteritis
dicirikan dengan diare, demam dan sakit perut.Salmonella pada
manusia dapat menyebabkan infeksi intestinal yang
dikarakteristikkan dengan periode inkubasi 6-72 jam setelah
masuknya makanan yang terkontaminasi dan dmemam mendadak, mialgia,
cephalalgia, dan malaise (tidak enak). Gejala utama pada manusia
berupa sakit perut, mual, muntah dan diare. Umumnya penderita
salmonellosis akan kembali pulih setelah dua sampai empat jam.
Carrier dapat menyebarkan salmonella selama beberapa
minggu.Gejala-gejalanya terdiri dari mual, muntah, sakit perut,
sakit kepala, kedinginan an diare. Gejala-gejala ini biasanya
diikuti dengan kelemahan, kelemahan otot, faintness, demam,
gelisah, dan mengantuk. Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung
selama 2-3 hari (Jay et al. 2005).Sumber utama infeksi pada manusia
adalah telur, produk telur dan daging unggas (Porier et al. 2008).
Selain ditemukan pada unggas dan produknya, salmonella enteritidis
juga dapat ditemukan pada babi. Daging babi, daging sapi, susu dan
produknya (es krim, keju). Studi yang dilakukan di China
menunjukkan adanya Salmonella enteritidis pada daging yang dijual
di pasar (Yang et al. 2010).
Cara PenanggulangannyaPrinsip pencegahan dan pengendalian
Salmonella enteritidis berbasis pada perlindungan manusia dari
infeksi dan mengurangi prevalensinya pada hewan. Inspeksi daging
dan unggas serta pengawasan pasteurisasi susu dan produksi telur
menjadi hal penting dalam perlindungan terhadap konsumen. Tindakan
pengendalian penting lainnya adalah pendidikan mengenai penanganan
makanan yang tepat, baik pada perusahaan maupun rumah tangga,
tentang memasak yang benar, praktek-praktek pendinginan untuk
pangan asal hewan dan tentang tentang higiene personal dan
lingkungan. Higiene personal seperti tindakan mencuci tangan dalam
penanganan makanan dan juga sebelum mengkonsumsi makanan menjadi
hal penting. Terhadap wabah yang terjadi di restoran di Minnesota
menunjukan bahwa pekerja restoran yang menyajikan makanan menjadi
media penyebaran Salmonella enteritidis kepada pengunjung restoran.
Maka penanganan makanan yang tepat termasuk higiene personal
didalamnya menjadi hal penting dalam pencegahan penyebaran
Salmonella enteritidis (Hedican et al 2009).Pada hewan tindakan
yang dapat dilakukan meliputi eliminasi carriers, control bakteri
pada pangan, imunisasi/vaksinasi dan manajemen pengelolaan ternak
yang tepat dan peternakan unggas. Peningkatan jumlah kasus manusia
akibat infeksi salmonella yang penularannya melalui telur tidak
membuat strategi hanya dilakukan pada penghasil telur/ayam tetapi
juga peningkatan rekomendasi untuk konsumen dalam menangani dan
memakan telur dan produknya (Okamura et al. , 2007).Penelitian
menunjukkan bahwa pembersihan secara intensif dan penggunaan
desinfektan dapat mengurangi keberadaan bakteri tersebut. Telur
seperti juga daging, hasil ternak, susu dan bahan olahan lainnya
akan aman bila diolah dengan baik. Telur ayam akan aman bila
disimpan dalam pendingin (refrigerator) tersendiri dan dimasak
serta dikonsumsi segera. Diperkirakan 100 sel S. Enteritidis pada
100 gram telur, akan memudahkan timbulnya penyakit. Penyimpanan
telur pada pendingin secara baik dapat mencegah perbanyakan bakteri
tersebut pada telur, sehingga telur sebaiknya disimpan pada
pendingin, sampai saat akan digunakan. Pemasakan juga akan
mengurangi jumlah bakteri yang ada pada telur, namun putih telur
dan kuning telur yang belum matang, akan berisiko lebih besar
menimbulkan infeksi dibandingkan dengan telur yang telah matang
karena S. Enteritidis akan mati karena pemanasan paling sedikit
selama 12 menit pada suhu 66 oC atau 77-83 menit pada suhu 60 oC
(CDC 2003).Penelitian yang dilakukan oleh Oliveira et al (2006).
Ide untuk diping atau mencuci telur dengan disinfektan telah lama
diketahui. Banyak disifektan yang direkomendasikan karena telah
banyak diuji baik dalam jumlah maupun bahan yang aman digunakan
(Cox et al. 2000). Beberapa campuran kimia digunakan sebagai bahan
aditif untuk pengawetan seperti potassium sorbate (E202), potassium
benzoate (E213), nisin (E234), dimethyl dicarbonate (DMDC; E242),
dan lysozyme (E1105). Selain itu beberapa bahan aditif bersifat
suplemen seperti disodium EDTA (E385) dan triethyl citrate (E1505)
yang digunakan sebagai bahan pengawet dan juga menghambat perubahan
warna pada telur (Cho et al. 2009).Upaya lain yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kontaminasi S. Enteritidis pada pangan asal hewan
antara lain dengan menghindari makan telur mentah (minuman yang
dicampur dengan telur atau jamu, bahan pembuatan es krim) atau
telur setengah matang, menghindari restoran yang menyediakan
makanan dari telur-telur mentah yang tidak dimasak dengan matang
dan tidak dipasteurisasi, apabila terdapat telur-telur yang retak
dan kotor karena feses sebaiknya dibuang dan tidak dianjurkan
menyimpan telur-telur pada temperatur yang panas (40-140oC) selama
lebih dari 2 jam. Memasak secara sempurna telur dan produk
olahannya, mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang telur
mentah, menggunakan alat-alat memasak yang telah dicuci bersih
(Schlundt et al. 2004). Pengetahuan dan keperdulian masyarakat
terhadap bahaya infeksi Salmonella perlu ditingkatkan (Schlundt et
al. 2004).
KESIMPULANSalmonella enteritidis adalah salah satu serovar atau
serotipe dari subspesies Salmonella enteritica yang merupakan salah
satu emerging foodborne zoonotic pathogens. Habitat utamanya berada
dalam saluran pencernaan hewan dan manusia tapi dapat ditemukan
pada spesies unggas dan dengan mudah dapat ditularkan ke manusia
melalui telur atau daging ayam yang terkontaminasi. Kontaminasi S.
Enteritidis pada telur diketahui dengan dua mekanisme yaitu melalui
induk yang terinfeksi oleh S. Enteritidis atau secara vertikal dan
secara horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai
kontaminasi transovarial (transovarial contaminated) dan secara
horisontal dari ayam terinfeksi ke ayam lain atau telur yang
terkontaminasi ke telur lainnya.Dalam meminimalkan risiko infeksi
S. Enteritidis pada telur yang akan dikonsumsi, maka dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: (1) simpan telur
pada pendingin, (2) buang telur yang telah pecah atau kotor, (3)
cuci tangan dan rebus peralatan rumah tangga dengan sabun dan air
setelah kontak dengan telur mentah, (4) makan segera telur setelah
dimasak dan jangan menyimpan telur matang pada suhu kamar lebih
dari 4 jam, (5) dinginkan telur yang belum digunakan, (6) hindarkan
makan telur mentah (seperti telur campuran es krim produksi rumah
tangga atau telur mentah yang dicampur dalam minuman) dan (7)
hindari memakan makanan restoran yang menggunakan bahan telur
mentah atau telur yang tidak dipasteurisasi.
DAFTAR PUSTAKAAdams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology Third
Edition. RSC Publishing; 235 - 249. UK.Akhtar F, Khan A, Rahman SU.
2010. Prevalence and Antibiogram Studies of Salmonella enteritidis
Isolated from Human and Poultry Sources. Pakistan Veterinary
Journal (22)Anonim. 2010. Reatments For Salmonella
http://www.wrongdiagnosis.com/s/salmonella_enteritidis/treatments.htmBaharuddin.
2010. Bahaya Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Ternak. Diseminasi
pada RPC pada hari Rabu, 2 April 2008 oleh Dr. Anni Kusumaningsih,
M.Sc, peneliti senior pada Kelti Bakteriologi BbalitvetBhunia A.
2008. Foodborne Microbial Pathogens. Springer. USA.Biljana
Miljkovi, Ttatjana Babi, dan Predrag Stojanovi. 2010 . Salmonella
Enterica Subspecies Enterica Serovar Enteritidis actualities and
importance . Acta medica medianae 2010, vol.49(3). Review article
udc: 579.842:616.981.49Busser E.V. De . Maes D., Houf K., Dewulf
J., Imberechts H., Bertrand S., Zutter L. De , 2010, Detection and
characterization of Salmonella in lairage, on pig carcasses and
intestines in five slaughterhouses, International Journal of Food
Microbiology 145 (2011) 279286a.[CDC] Centers for Disease Control
and Prevention. 2003. Salmonella
Enteritidis.http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/salmentg.htm
[25 Des 2005].Cho S, Jang JW, Jung Sh, Lee BR, Lee KH. 2009.
Precursor effects of citric acid and citrates on ZnO Crystal
formation. Langmuir 25 (6): 38253831.Collard JM, Bertrand S,
Dierick K, Godard C, Wildemauwe C, Vermeersch K, Duculota J,
Immerseel FV, Pasman F, Imberecht H, Quinet C. 2010. Drastic
decrease of Salmonella Enteritidis isolated from humans in Belgium
in 2005, shift in phage types and inuence on foodborne outbreaks.
Epidemiol. Infect. (2008), 136, 771781 (9)Cox NA, Berrang ME, Cason
JA. 2000. Salmonella penetration of egg shell and proliferation in
broiler hatching eggs-a review. Poultry Science 79:
1571-1574.DAoust JY. 1997.Salmonella. Pages 129158 in: Food
Microbiology Fundamentals and Frontiers. M. P. Doyle, L. R.
Beu-chat, and T. J. Montville, ed. ASM Press, Washington, DC.[EFSA]
European Food Safety Authority, 2008, Report of the Task Force on
Zoonoses Data Collection on the analysis of the baseline survey on
the prevalence of Salmonella in slaughter pigs, part A. The EFSA
Journal 135, 1111.Hedican E, Hooker C, Jenkins T, Medus C, Jawahir
S, Leano F, Smith K. 2009. Restaurant Salmonella Enteritidis
Outbreak Associated with an Asymptomatic Infected Food Worker.
Journal of Food Protection, Vol. 72, No. 11, 2009, Pages
23322336Henzler DJ, Ebel JE, Sanders D, Kradel, dan Mason J. 1994.
Salmonella enteritidis in eggs from commercial chicken layer flocks
implicated in human outbreaks. Avian Dis. 38:3743.Jay James M,
Loessner Martin J, Golden David A. 2005. Modern Food Microbiology
Seventh Edition Foodnorne Gastroenteritis Caused by Salmonella and
Shigella. Springer. page : 619-631Lillehoj EP, Lillehoj HS, Yun CH.
2000. Vaccines Against The Avian Enterophatogenes Eimeria,
Cryptosporidium and Salmonella. Animal Health Res Reviews 1(1):
47-65.Mlbak K and Neimann J. 2002. Risk Factors for Sporadic
Infection with Salmonella Enteritidis, Denmark, 19971999. American
Journal of Epidemiology; Vol. 156, No. 7Okamura M, Kikuchi S,
Suzuki A, Tachizaki H, Takehara K, Nakamura M. 2007. Eect of Fixed
or Changing Temperatures During Prolonged Storage On the Growth of
Salmonella enterica serovar Enteritidis Inoculated Articially Into
Shell Eggs. Epidemol. Infect. (2008). 136, 1210-1216Oliveira FA,
Brandelli A, Tondo EC. 2006. Antimicrobial resistance in Salmonella
Enteritidis from foods involved in human salmonellosis outbreaks in
southern Brazil. The New Microbiologica, 29, 49-54 (01)PAN American
Health Organization. 2001. Zoonoses And Communicable Diseases
Common To Man And Animals Thrid Edition Volume 1 Bacterioses and
Mycoses. PAN American Health Organization; 233 246Percival S,
Chalmers R, Embrey M, Hunter P, Sellwood J and Wyn-Jones P. 2004.
Microbiology of Waterborne Diseases Salmonella. Elsevier Academic
Press ; 173 182Poirier E, Watier L, Espie E, Weill FX, Devalk H,
Desenclos JC. 2008. Evaluation of the impact on human salmonellosis
of control measures targeted to Salmonella Enteritidis and
Typhimurium in poultry breeding using time-series analysis and
intervention models in France. Epidemiol. Infect. (2008), 136,
12171224Ryan KJ, Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical
Microbiology (edisi ke-4th ed.). McGraw Hill. ISBN
0-8385-8529-9Schlundt JH, Toyofuku H, Jansen J, Herbst SA. 2004.
Emerging Food Borne Zoonoses. Rev Sci Tech of Int Epiz 23(2):
512-515; 522-527.Supardi Imam dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam
Pengolahan dan Keamanan Pangan. Edisi Pertama tahun 1999.
Diterbitkan atas kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford
Foundation ISBN 979-414-038-4 halaman 157 175Van Loock, F.,
Ducoffre, G., Dumont, J.M., Libotte-Chasseur, M.L., Imberechts, H.,
Gouffaux, M., Houins-Roulet, J., Lamsens, G., De Schrijver, K.,
Bin, N., Moreau, A., De Zutter, L., Daube, G., 2000. Analysis of
foodborne disease in Belgium in 1997. Acta Clinica Belgica 55,
300306.Wang H, Slavik MF. 1998. Bacterial Penetration into Eggs
Washed with Various Chemical and Stored at Different Temperatures
and Times. J Food Protect 61(3): 276-279.Yang B, Qu D, Zhang X,
Shen J, Cui S, Shi Y, Xi M, Sheng M, Zhi S, Meng J. 2010.
Prevalence and characterization of Salmonella serovars in retail
meats of marketplace in Shaanxi, China. International Journal of
Food Microbiology 141 (2010) 6372