BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di daerah, keberadaan dan kedudukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu lebih dikuatkan sehingga mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya; b. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maka Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 3 Tahun 1989 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tingkat II Pati dipandang sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu ditinjau kembali dan disesuaikan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pati; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; SALINAN
21
Embed
SALINAN BUPATI PATI · Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi, dan Pengambilan Sumpah atau janji Pejabat Penyidik ... Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pati
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUPATI PATI
PROVINSI JAWA TENGAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI
NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG
PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PATI,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di daerah,
keberadaan dan kedudukan Pejabat Penyidik Pegawai
Negeri Sipil perlu lebih dikuatkan sehingga mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam
melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya;
b. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maka
Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 3 Tahun 1989
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Tingkat II Pati dipandang sudah
tidak sesuai lagi sehingga perlu ditinjau kembali dan
disesuaikan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pati;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
SALINAN
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3890);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5094);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Pelaksanaan koordinasi, Pengawasan dan
Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil dan Bentuk-bentuk Pengamanan
Swakarsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 74);
11. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah;
13. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan
Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
14. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor M.HH.01.AH. 09.01 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pengangkatan, Pemberhentian, Mutasi, dan
Pengambilan Sumpah atau janji Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk, Ukuran, Warna, serta
Pembuatan Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 3 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Pati (Lembaran
Daerah Kabupaten Pati Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Pati Nomor 22);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pati
(Lembaran Daerah Kabupaten Pati Tahun 2008 Nomor
12, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pati Nomor
29) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Pati Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan
atas Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pati
(Lembaran Daerah Kabupaten Pati Tahun 2013
Nomor 7);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PATI
dan
BUPATI PATI
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYIDIK PEGAWAI
NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN
PATI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Pati.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat
Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Pati.
4. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan.
5. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat dengan
PNS adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS
adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Pati yang diberi wewenang khusus
oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar hukumnya.
7. Atasan PPNS adalah PPNS yang ditunjuk oleh bupati
dan/atau secara struktural membawahi PPNS yang
ditugaskan menangani perkara tindak pidana tertentu yang
menjadi kewenangannya.
8. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya
disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
9. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
selanjutnya disingkat Penyidik Polri adalah Pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan.
10. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang - Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
11. Satuan Polisi Pamong Praja adalah Satuan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Pati.
12. Sekretariat PPNS adalah wadah koordinasi, fasilitasi, dan
administrasi pelaksanaan tugas PPNS.
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 2
(1) PPNS berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati.
(2) PPNS dalam melaksanakan tugasnya secara teknis
operasional di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik
Polri.
Pasal 3
(1) PPNS mempunyai tugas melakukan penyidikan atas
pelanggaran tindak pidana peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukumnya.
(2) PPNS dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendapat Surat Perintah dari atasan
PPNS.
Pasal 4
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, PPNS mempunyai wewenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana atas pelanggaran
peraturan perundang-undangan;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di
tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat
petunjuk dari Penyidik Polri bahwa tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polri
memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum,
tersangka dan keluarganya; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) PPNS dapat melakukan penangkapan dan/atau tindakan
penahanan sepanjang diberikan kewenangan oleh
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
hukumnya.
BAB III
SEKRETARIAT PPNS
Pasal 5
(1) Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4,
dibentuk Sekretariat PPNS pada Satuan Polisi Pamong
Praja.
(2) Sekretariat PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara ex-officio dipimpin oleh Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja.
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai Sekretariat PPNS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 7
(1) PPNS dalam melakukan tugas penyidikan berhak
mendapat biaya operasional dan uang insentif.
(2) Mekanisme dan besaran biaya operasional dan uang
insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Bupati dengan memperhatikan kondisi dan
kemampuan keuangan daerah.
Pasal 8
PPNS mempunyai kewajiban :
a. menerima laporan, pengaduan dan melakukan penyidikan
atas terjadinya pelanggaran peraturan perundang-
undangan;
b. menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum
melalui Penyidik Polri dalam wilayah hukum yang sama;
c. membuat berita acara setiap tindakan dalam hal:
1. pemeriksaan tersangka;
2. memasuki rumah dan atau tempat tertutup lainnya;
3. penyitaan benda;
4. pemeriksaan surat;
5. pemeriksaan saksi; dan
6. pemeriksaan tempat kejadian.
d. membuat laporan pelaksanaan tugas yang diketahui
pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah masing-masing
kepada Bupati melalui sekretariat PPNS.
BAB V
PENGANGKATAN, MUTASI DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 9
(1) PPNS diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi PPNS, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. masa kerja sebagai PNS paling sedikit selama 2 (dua)
tahun;
b. pangkat serendah-rendahnya Penata Muda/Golongan
IIIa;
c. berpendidikan paling rendah Sarjana (S1);
d. bertugas di bidang teknis operasional penegakan
hukum;
e. sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan
surat keterangan dokter pemerintah;
f. setiap unsur penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri
Sipil paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir; dan
g. mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di
bidang Penyidikan;
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf f diajukan Bupati kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Kementerian
Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur.
(4) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf g diselenggarakan oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia bekerjasama dengan instansi terkait.
Pasal 10
(1) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2), calon PPNS harus mendapat
pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia sesuai
peraturan perundang-undangan.
(2) Permohonan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh Bupati.
Pasal 11
(1) Mutasi PPNS ditetapkan oleh Bupati.
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
Bupati kepada Kementerian Dalam Negeri dengan
tembusannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Pasal 12
PPNS diberhentikan dari jabatannya karena :
a. diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. mendapat hukuman disiplin kepegawaian tingkat berat;
d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai PPNS;
e. tidak lagi bertugas dibidang teknis penegakan hukum;
atau
f. meninggal dunia.
Pasal 13
(1) Pemberhentian PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 diusulkan Bupati kepada Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia melalui Kementerian Dalam Negeri dengan