1 Salawat Wahidiyah Karya K. H. Abdoel Madjid Ma’roef Kajian Bentuk dan Isi Cita Rochmatul Inayah dan Fauzan Muslim Program Studi Sastra Arab, FIB, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Email: [email protected]Abstrak Skripsi ini membahas Salawat Wahidiyah karya KH. Abdoel Madjid Ma’roef. Salawat Wahidiyah terdiri dari dua bentuk sastra: prosa dan puisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis melalui pendekatan struktural. Teori yang digunakan untuk menganalisis bentuk salawat tersebut adalah struktur bahasa untuk prosa dan teori ilmu ‘aruud untuk puisi, sedangkan untuk menganalisis makna menggunakan teori ilmu Ma’ani. Hasil analisis menunjukkan bahwa teks Salawat Wahidiyah menggunakan bahasa Arab yang mudah dipahami dan bentuk puisinya mengikuti gaya puisi Klasik. Unsur Ma’ani yang dominan dari salawat ini adalah al- ‘amr berjenis al-du’aa sehingga tema salawat ini adalah doa; doa kepada Allah, kepada Nabi Muhammad SAW, dan kepada Gauṡ. Form and Content Study Three Poems of Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Abstract This research about Salawat Wahidiyah of KH. Abdoel Madjid Ma’roef. This Salawat consist of two literature forms: proses and poetries. This research uses library research methods with structural approach. Grammatical in Arab language is theory which is used to analyze prose forms, and ‘aruud is theory which is used to analyze poetry forms. In besides, ma’ani is used to analyze the meaning. The result show that Salawat Wahidiyah uses Arabic language that easy to understand and appropriate Arabic classic poem style. Al-du’aa which is the type of Al-Amr form is the dominant elements in this salawat, its show that the theme of this salawat is prayer. There are three kinds of prayer: pray to Allah, pray to Prophet Muhammad SAW, and, pray to Gauṡ. Keywords: Salawat Wahidiyah, Allah, Nabi Muhammad SAW, Gauṡ, ‘ilm ‘aruud, ilmu ma’ani Pendahuluan Istilah salawat berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari kata ṣallaah. Dalam kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir (1997: 227) kata ṣallaah bermakna du’a, artinya berdoa. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lugah karangan Al-Khalil yang disebutkan dalam buku Rahasia Salawat Nabi karangan Maksum (2009:2), kata ṣallaah berarti menyebut yang baik, ucapan yang mengundang kebajikan, doa, dan curahan rahmat. Arti bersalawat dalam buku Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
18
Embed
Salawat Wahidiyah Karya K. H. Abdoel Madjid Ma’roef Kajian ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Salawat Wahidiyah Karya K. H. Abdoel Madjid Ma’roef Kajian Bentuk dan Isi
Cita Rochmatul Inayah dan Fauzan Muslim
Program Studi Sastra Arab, FIB, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Skripsi ini membahas Salawat Wahidiyah karya KH. Abdoel Madjid Ma’roef. Salawat Wahidiyah terdiri
dari dua bentuk sastra: prosa dan puisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis melalui pendekatan struktural. Teori yang digunakan untuk menganalisis bentuk salawat tersebut adalah struktur bahasa untuk prosa dan teori ilmu ‘aruud untuk puisi, sedangkan untuk menganalisis makna menggunakan teori ilmu Ma’ani. Hasil analisis menunjukkan bahwa teks Salawat Wahidiyah menggunakan bahasa Arab yang mudah dipahami dan bentuk puisinya mengikuti gaya puisi Klasik. Unsur Ma’ani yang dominan dari salawat ini adalah al-‘amr berjenis al-du’aa sehingga tema salawat ini adalah doa; doa kepada Allah, kepada Nabi Muhammad SAW, dan kepada Gauṡ.
Form and Content Study Three Poems of Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Abstract
This research about Salawat Wahidiyah of KH. Abdoel Madjid Ma’roef. This Salawat consist of two literature forms: proses and poetries. This research uses library research methods with structural approach. Grammatical in Arab language is theory which is used to analyze prose forms, and ‘aruud is theory which is used to analyze poetry forms. In besides, ma’ani is used to analyze the meaning. The result show that Salawat Wahidiyah uses Arabic language that easy to understand and appropriate Arabic classic poem style. Al-du’aa which is the type of Al-Amr form is the dominant elements in this salawat, its show that the theme of this salawat is prayer. There are three kinds of prayer: pray to Allah, pray to Prophet Muhammad SAW, and, pray to Gauṡ.
Keywords: Salawat Wahidiyah, Allah, Nabi Muhammad SAW, Gauṡ, ‘ilm ‘aruud, ilmu ma’ani
Pendahuluan
Istilah salawat berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari kata ṣallaah.
Dalam kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir (1997: 227) kata ṣallaah bermakna du’a, artinya
berdoa. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lugah karangan Al-Khalil yang disebutkan dalam buku
Rahasia Salawat Nabi karangan Maksum (2009:2), kata ṣallaah berarti menyebut yang baik,
ucapan yang mengundang kebajikan, doa, dan curahan rahmat. Arti bersalawat dalam buku
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
2
Dahsyatnya Doa dan Berdzikir dapat dijelaskan berdasar pada pelakunya. Salawat dari Allah
adalah limpahan rahmat, anugerah, dan keridaan. Salawat dari malaikat adalah permohonan
maghfirah dan doa. Sedangkan, salawat dari orang- orang yang beriman berarti penghormatan
dan doa supaya Allah menambah kemuliaan dan kehormatan bagi beliau (Harahap, 2008: 66).
Membaca salawat sangat dianjurkan oleh Allah swt seperti firman-Nya, dalam Q.S. Al-Ahzab: 56,
yang berbunyi:
واا صلو االذیين ءاامن ھها ي یيأیي ب لن ى اا ل ونن ع صل ھه, یي ت لئك الله ووم یيماإإنن لموااتسل یيھه ووس ل اا ع
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang- orang yang beriman, bersalawatlah dirimu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan baginya”. Dijelaskan dalam buku Kuliah Wahidiyah yang diterbitkan oleh Dewan Pimpinan Pusat
Penyiar Salawat Wahidiyah (DPP-PSW) (2010: 68-72), terdapat dua macam salawat yaitu
salawat ma’ṡuurah (salawat yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW) dan salawat gairu
ma’ṡuurah (salawat yang disusun oleh selain Rasulullah SAW yaitu oleh para sahabat, tabi’in,
shalihin, ulama, dan umumnya oleh orang Islam). Contohnya salawat ma’ṡuurah yaitu Salawat
Ibrahimiyah yang bacaannya termasuk kedalam tahiyyat shalat. Bacaan salawat Ibrahimiyyah
adalah sebagai berikut, برھھھهیيمااللھه إإبرھھھهیيم ووعلى آآلل إإ یيت على د كما صل ووعلى آآلل محم مد على مح صل م . Contoh
burdah4, salawat masyisyiyah5, dan sebagainya. Salawat Wahidiyah yang akan dikaji oleh penulis
dalam skripsi ini juga termasuk dalam jenis salawat gairu ma’ṡuurah.
Sebagai salah satu salawat gairu ma’ṡuurah, Salawat Wahidiyah merupakan salawat yang
diamalkan oleh kelompok pembacanya. Nama wahidiyah merupakan tabarukan6 dari asma’ul
husna, al-wahidu, yang berarti satu (Esa) tidak ada penyekutu-Nya. Selain itu, nama wahidiyah
dipilih karena kata al-wahidu terdapat pada salawat pertama dari teks Salawat Wahidiyah.
1 Salawat ini disusun oleh Syekh Imam Musa Ad-Dahiri, bermanfaat untuk memohon keselamatan dari suatu musibah (DPP-PSW, 2010:73). 2 Salawat ini juga disebut dengan salawat tafrijiyah. Diciptakan oleh Syekh Imam At- Tazi berisi permohonan bagi keselamatan dan kesejahteraan umat (DPP-PSW, 2010:73). 3 Salawat ini disusun oleh Syaikh Aḥmad al-Badawi, bermanfaat untuk meohon kemurahan rizki dalam segala perkara (DPP-PSW, 2010:73). 4 Salawat ini disusun oleh Syaikh Muhammad Al-Bushairi berisi dorongan batin yang menggugah serta menumbuhka rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW (DPP-PSW, 2010:73). 5 Salawat ini disusun oleh Syaikh Abdus Salam bin Masyisy berisi ajaran tauhid (DPP-PSW, 2010:73). 6 Tabarukan adalah mengambil berkah dari sesuatu. Dengan nama Salawat Wahidiyah diharapkan dapat akan mendapat berkah dari Asmaul aẓam tersebut, dan memberi berkah kepada pengamal, masyarakat, bangsa, dan Negara .
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
3
Salawat ini disusun oleh K.H. Abdoel Madjid Ma’roef. Beliau adalah pendiri sekaligus
pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo yang berada di desa Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto,
Kota Kediri, Jawa Timur. K. H. Abdoel Madjid Ma’roef lahir pada tahun 1920 dan wafat pada
tanggal 7 Maret 1989 M. Beliau sangat dihormati oleh santrinya, pengikut Wahidiyah, dan oleh
ulama lain. Bagi kalangan Wahidiyah dalam penyebutan namanya sering kali didahului dengan
sebutan Al-Mukarram “yang terhormat” Romo Kyai Haji dan dibelakang namanya ditambah
dengan raḍiyallahu ‘anhu “semoga ridha Allah swt atasnya”, yang biasa disingkat menjadi r.a.,
secara lengkap nama beliau sering disebutkan Al-Mukarram Romo Kyai Haji Abdoel Madjid
Ma’roef raḍiyallahu ‘anhu. Penjelasan tersebut terdapat dalam Anggaran Dasar Penyiar Salawat
Wahidiyah (PSW), disebutkan bahwa muallif Salawat Wahidiyah adalah Al-Mukarram Romo
Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef radliyallahu ‘anhu, pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo,
Desa Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Propinsi Jawa Timur, Indonesia (DPP
PSW, 2006: pasal 1:2).
Salawat Wahidiyah disusun secara bertahap mulai tahun 1963 – 1981 M. Dalam buku
Lahirnya Salawat Wahidiyah yang diterbitkan oleh DPP-PSW (2008:16), penyusunan Salawat
Wahidiyah disebabkan karena adanya alamat ghaib7 sebanyak tiga kali. Alamat ghaib yang
pertama datang pada tahun 1959. Setelah menerima alamat ghaib tersebut beliau berusaha lebih
mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak membaca dzikir dan salawat seperti
salawat nariyyah dan salawat munjiyah. Setelah mendapat alamat ghaib yang ketiga, barulah K.H
Abdoel Madjid Ma’roef menyusun sebuah salawat yang pertama yaitu berupa salawat ma’rifat.
Kemudian beliau terus menyusun salawat kedua yaitu salawat wahidiyah, selanjutnya salawat
ketiga yaitu salawat ṡaljul qulub, dan salawat serta doa-doa lainnya hingga akhirnya tersusunlah
teks salawat wahidiyah sebuah rangkaian salawat. Selain itu, penyusunan salawat ini juga
dilatarbelakangi oleh keadaan masyarakat Kediri dan sekitarnya yang pada waktu itu jauh dari
nilai-nilai agama terutama agama Islam. Masyarakat lebih mementingkan kehidupan duniawi dan
mengukur kehidupan semata-mata dari sudut pandang kebendaan saja, sehingga beliau
menganggap bahwa masyarakat telah mengalami kekosongan jiwa dan agama (Dhofier: 1990:
143).
7 Alamat ghaib tersebut berupa seperti bisikan dalam keadaan terjaga. Isi dari alamat ghaib tersebut adalah supaya mengangkat masyarakat yang dimaksud yaitu ikut serta memperbaiki atau membangun mental masyarakat khususnya melalui kesadaran batiniyah yaitu meningkatkan kesadaran (ma’rifat) masyarakat kepada Allah swt wa Rasulihi SAW (DPP-PSW, 2008:16).
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
4
Pada tahun 1964 Salawat Wahidiyah dicetak dan disebarkan. Pada saat itu salawat yang
disebarkan masih salawat ma’rifat saja. Sejak itu Salawat Wahidiyah dikenal oleh masyarakat
dan mempunyai kelompok pembaca atau pengamal. Masyarakat yang mengamalkan Salawat
Wahidiyah disebut pengamal Salawat Wahidiyah, seperti disebutkan dalam Anggaran Dasar
PSW pasal 12, yang berbunyi:
Siapa saja yang mengamalkan Salawat Wahidiyah disebut pengamal Salawat Wahidiyah atau Pengamal Wahidiyah atau Pengamal (DPP-PSW, 2006: 6).
Untuk memudahkan pengamal Salawat Wahidiyah, DPP-PSW mengeluarkan lembaran8 teks
Salawat Wahidiyah berserta tata cara mengamalkannya. Fathimah (2012) dalam skripsinya
menjelaskan bahwa pengamal Salawat Wahidiyah adalah seseorang atau kelompok masyarakat
yang sudah mengamalkan Salawat Wahidiyah selama 40 hari berturut-turut atau membaca ديي یيا سیي
yaa Sayyidi yaa Rasulallah/ selama 30 menit berturut-turut selama 40 hari. Pengamal/یياررسولل الله
Salawat Wahidiyah tersebar diberbagai wilayah di Indonesia yaitu Banten9, Jawa Barat10, Jawa
Timur11, Jawa Tengah12, D. I. Yogyakarta13, DKI Jakarta14, Bengkulu15, Kalimantan Timur16,
Riau Daratan17, Kepulauan Riau18, dan Lampung19. Hal itu dapat diketahui berdasarkan adanya
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PSW yang berada di
wilayah tersebut.
Salawat Wahidiyah ini disusun dengan menggunakan bahasa Arab. Di dalamnya terdapat
dua bentuk, yaitu puisi dan prosa. Puisi secara bahasa berasal dari kata شعراا - شعورراا شعر – یيشعر -
yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengomposisi, atau menggubah sebuah syair
(Muzakki, 2009:14). Secara istilah, puisi atau asy-syi`ru merupakan seni sastra yang 8Lembaran teks Salawat Wahidiyah adalah lembaran yang berjumlah dua halaman yang berisi teks salawat wahidiyah dan terjemahannya. Terdapat pula lembaran yang berisi teks Salawat Wahidiyah berbahasa Arab pegon dan tata cara pengamalan. (lihat lampiran). 9 DDPC PSW Banten berada di daerah Cilegon, dan Serang. 10 DPC PSW Jawa Barat Berada di daerah Bekasi, Kabupaten Bandung, dan kabupaten Sumedang. 11 DPC PSW Jawa Timur berada hampir merata di setiap daerah yaitu Banyuwangi, Blitar, Bojonegoro, Gresik, Jombang, Kediri, Lamongan, Lumajang, Madiun, Magetan, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pasuruan, Ponorogo, Probolinggo, Sidoarjo, Sumenep, Surabaya, Trenggalek, Tuban, Tulungagung. 12 DPC PSW Jawa Tengah berada di daerah Banjarnegara, Banyumas, Blora, Boyolali, Cilacap, Demak Kabupaten Semarang, Kebumen, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kudus, Magelang, Purworejo, Sragen, Surakarta, Tegal, Wonogiri, Wonosobo. 13 DPC PSW D. I Yogyakarta berada di daerah bantul dan Kota Yogyakarta. 14 DPC PSW DKI Jakarta berada di daerah Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara. 15 DPC PSW Bengkulu berada di daerah Bengkulu Utara. 16 DPC PSW Kalimantan Timur berada di daerah Tarakan. 17 DPC PSW Riau Daratan berada di daerah Kuantan Singingi dan Kampar. 18 DPC PSW Kepulauan Riau berada di daerah Bintan dan Kota Bintan. 19 DPC PSW Lampung berada di daerah Lampung Barat, Lampung Selatan, Tanggamus, dan Way Kanan.
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
5
menggambarkan kehidupan sebagaimana yang dirasakan penyair, yang dibangun dengan struktur,
perasaan dan imajinasi (Lesmana, 2010:87), sedangkan prosa adalah perpaduan atau kerja sama
antara pikiran dan perasaan. Dalam pengertian kesusasteraan, prosa merupakan cerita rekaan
(Rokhmansyah: 2014: 30). Berikut ini merupakan kutipan bentuk prosa dan puisi dalam teks
ووولیيس لي یياسـیيدىى ااكاس لكاھھھهاـفانن تردد كنت شخصا
1. Duhai Nabi pemberi syafa’at makhluk, salawat dan salam kepadamu kusanjungkan, Duhai Nur cahaya makhluk pembimbing manusia
2. Duhai unsur dan jiwa makhluk, didiklah diriku dan bimbinglah diriku, Sungguh aku dhalim selalu
3. Tiada arti diriku tanpamu Ya Sayyidi, jika Engkau hindari aku, pastilah aku ‘kan hancur binasa20
Bentuk prosa diatas memiliki pengulangan rima akhir. Pengulangan pada bentuk prosa berupa
huruf دد /dal/ dan yang menunjukkan bahwa teks ini mempunyai nilai sastra sedangkan pada puisi
cara membacanya yaitu dilagukan ketika mujahadah21 secara berjamaah.
Berdasarkan pada kedua contoh kutipan salawat di atas dapat dilihat bahwa Salawat
Wahidiyah disusun dengan menggunakan gaya bahasa dan kata-kata yang indah. Keindahan kata-
kata yang digunakan dalam salawat tersebut berada dalam ruang lingkup bahasan ilmu balagah.
Balagah adalah ilmu yang memfokuskan pada pengolahan makna yang tinggi dan jelas, dengan
disertai ungkapan yang benar dan fashih dari pembicara yang kemudian memberikan kesan yang
mendalam di dalam jiwa dan sesuai dengan situasi dan kondisi orang-orang yang diajak bicara
(Al-Jarim, 2010: 8).
Selain itu bentuk puisi yang terdapat dalam Salawat Wahidiyah seperti mengikuti gaya
puisi Arab Klasik yang masih terikat oleh ‘aruuḍ. ‘Aruuḍ adalah ilmu yang membahas benar
20 Arti dari salawat tersebut berdasarkan terjemahannya yang dikeluarkan oleh DPP-PWS pada lembaran Sholawat Wahidiyah. 21 Mujahadah adalah kegiatan membaca Salawat Wahidiyah baik sendiri maupun berjamaah.
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
6
tidaknya bahr (wazan) dan perubahan (varian)-nya yang dipakai dalam suatu syair (puisi Arab
konvensional) (Kamil, 2009: 13). Puisi Arab klasik dengan susunan pola yang teratur sudah ada
sejak zaman Jahiliyyah. Perjalanan puisi Arab cukup panjang, namun saat ini sudah jarang
ditemukan susunan puisi yang polanya beraturan. Puisi kontemporer lebih bebas dan susunannya
tidak teratur seperti puisi klasik. Salawat Wahidiyah disusun tahun 1963, pada zaman modern
tetapi masih menggunakan gaya puisi Arab Klasik.
Salawat Wahidiyah berisi salawat kepada Nabi Muhammad saw dan doa-doa lainnya.
Namun terdapat hal yang berbeda dalam Salawat Wahidiyah, yaitu adanya permintaan doa
kepada Gauṡu Haẑaz Zaman. Tidak disebutkan perihal siapa Gauṡu tersebut oleh Muallif Salawat
Wahidiyah tetapi pengamal Salawat Wahidiyah menyakini bahwa Gauṡu tersebut adalah muallif.
Dari hal yang sudah dijelaskan di atas, salawat Wahidiyah mempunyai keunikan
tersendiri yaitu, (1) disusun oleh orang Indonesia dan diamalkan oleh pengamal Salawat
Wahidiyah yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, (3) bentuk salawat yang terdiri dari
prosa dan puisi, (2) tidak hanya berisi salawat kepada Nabi Muhammad SAW dan berdoa kepada
Allah serta Nabi Muhammad melainkan juga terdapat permohonan doa kepada Gauṡ sebagai
guru rohani. Hal itulah yang mendorong penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai Salawat
Wahidiyah dari segi bentuk dan isi. Pengkajian mengenai Salawat Wahidiyah tersebut
menggunakan analisis yang biasa diterapkan pada pengkajian teks sastra.
Metode Penelitian
Dalam menganalisis Salawat Wahidiyah karya K.H. Abdoel Madjid Ma’roef, metode
yang digunakan penulis adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis, yaitu suatu
metode dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta kemudian dilanjutkan dengan analisis. Format
penelitian ini menggunakan studi pustaka yang mencakup studi terhadap objek penelitian sebagai
data penelitian. Deskriptif berarti penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan
fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya,
sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya
seperti potret yaitu berupa paparan seperti apa adanya (Ratna, 2004:53).
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
7
Metode deskriptif analitik juga dapat digabungkan dengan metode formal. Mula-mula
data dideskripsikan dengan maksud untuk menemukan unsur-unsur unsurnya, kemudian
dianalisis, bahkan juga diperbandingkan (Ratna, 2004: 53)
الله تعالى عنھهم االفاتحةووإإلى حضرةة غوثث ھھھهذاا االزمانن ووأأعواانھه ووسائر أأوولیياء الله ررضي
س لى آآلل ووع مد نا مح د لى سیي ارركك ع ب لم وو ل ووس , ص اادد و یيا ج د ووااج یيا حد ا اا لھهم یيا ووااحد یي لمحة اال ل ى ك د, ف حم ا م دن یي
دااددهه م تھه وواا یيوضا ف وماتت الله وو عل س بعددد م ف وون
“Ya Allah, Ya Tuhan Maha Esa. Ya Tuhan Maha Satu, Ya Tuhan Maha
Menemukan, Ya Tuhan Maha Pelimpah, Limpahkanlah salawat salam barakah
atas junjungan kami Nabi Muhammad dan atas keluarga Nabi Muhammad pada
setiap kedipnya mata dan naik turunnya napas sebanyak bilangan segala yang
Allah Maha Mengetahui dan sebanyak kelimpahan pemberian dan kelestarian
pemeliharaan Allah”
یيبنا ووقرةة ب ح ا وو نا ووشفیيعن ولا م یيد نا وو لى س ع ارركك ب م وو سل ھه, صل وو ل ااھھھه ت ما اان م ك لھه یيھه اال ل لى الله ع د ص م ح ا م نن یي ااع
نر ى لا , حت ةة حد االو ر ا فى لجة بح غرقن نن ت ھه اا بحق م للھه لك اا أ , نس ااھھھهلھه ا ھھھهو لم كم وولا ووس د ج وولا ن مع س ىى وولا ن
adalah orang yang bersalah. Nabi Ya’qub berkata “ aku akan memohonkan ampun bagimu
kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” ayat
ini menjelaskan bahwa bertawasul kepada orang mulia kedudukannya di sisi Allah. (3) Q. S. Al-
Baqarah ayat 37yaitu, “kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya,
22 http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id-1085:hukum-berdoa-dengan-tawassul&catid=13:mozaik-fikih&<emid=55 dan http://www.islam-institute/tawassul-pengertian-tawassul-dan-dalil-dalil-tawassul.html
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
13
kemudian Allah menerima taubatnya, Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang”. Beberapa kalimat dalam ayat tersebut menurut para mufassir berdasarkan sejumlah
hadis adalah tawasul kepada Nabi Muhammad sekalipun pada saat itu Nabi Muhammad belum
lahir. (4) Q. S. An-Nisa ayat 64 yaitu, “dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk
ditaati dengan izin Allah. dan sungguh sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya sendiri
datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan
ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang ”. ayat tersebut menerangkan bahwa taubat mereka pasti akan diterima jika mereka
datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah. Berikut ini juga dalil dari
hadis yang membolehkan adanya tawasul yaitu, (1) Tawasul kepada Nabi Muhammad SAW
ketika beliau sebelum dilahirkan. Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Hakim
dengan sanad sahih yaitu, “Rasulullah SAW bersabda: ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia
berkata ‘Ya Tuhanku sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar kamu ampuni
diriku’, lalu Allah berfirman: ‘Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum
aku jadikan?’ Adam menjawab, ‘Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tangan-Mu
dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian ruh-Mu, maka aku angkat kepalaku dan aku
melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis “laa ilaha illallaah muhammadun rasulullah” maka
aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada nama-Mu kecuali nama
makhluk yang paling Engkau cintai. Allah menjawab: ‘Benar Adam, sesungguhnya ia adalah
makhluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu
dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu”. Dalam menghukumi
hadis ini pandangan ulama berbeda, disebabkan perbedaan mereka dalam penilaian kuat atau
tidaknya terhadap seorang rowi. (2) Tawasul kepada Nabi Muhammad SAW semasa beliau masih
hidup seperti yang disebutkan dalam hadist riwayat Imam Hakim yaitu, “Dari Usman bin Hunaif:
Suatu hari seorang yang lemah dan Buta datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: ‘Ya
Rasulullah aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat’, Rasulullah
berkata, ‘ambilah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan salat dua rakaat’, dan berkata: ‘bacalah
doa “Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui NabiMu yang
penuh kasih saying, Wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadaMu dan meminta
TuhanMu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah
aku syafaat”. Utsman berkata:’Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
14
pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar’. (3) Tawasul kepada
Nabi Muhammad SAW setelah beliau meninggal seperti yang disebutkan dalam hadis riwayat
Imam Bukhari yaitu, “dari Anas bin Malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadap kemarau
panjang, mereka meinta hujan melalui Abbas bin Abdul Muthalib, lalu Abbas berkata: ‘Ya
Tuhanku sesungguhnya kami bertawasul kepadaMu melalui Nabi kami maka turunkanlah hujan
dan kami bertawasul dengan paman nabi kami makana turunkanlah hujan kepada kami’ lalu
turunlah hujan”.
Berikut ini juga dalil-dalil yang melarang tawasul, yaitu (1) Q. S. Az-Zumar ayat 2,
“Ingatlah hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik ). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan diantara mereka tentang apa mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang pendusta dan sangat ingkar. (2) Q. S Al-Baqarah ayat 186, “Dan apabila
hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apanila ia memohon kepada-ku maka
hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (3) Q. S Jin ayat 18, “Sesungguhnya mesjid-
mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di
dalamnya di samping (menyembah) Allah”.
Menurut kesepakatan ulama tawasul yang diperbolehkan dan tidak ada perdebatan
tentangnya yaitu tawasul dengan Asma Allah, amal salih yang dikerjakan,ndan doa orang salih
yang masih hidup (Jawaz, 2006: 445). Selain tawasul kepada tiga hal tersebut, masih terdapat
perbedaan antar ulama. Bagi Ulama yang membolehkan tawasul beranggapan bahwa tawasul
dilakukan dengan berkeyakinan bahwa Allahlah yang berhak mengabulkan permintaan ataupun
meolaknya sedangkan perantara yang digunakan hanya sebagai perantara yang tidak bisa member
manfaat maupun madarat. Dalam hukumnya tawasul adalah masalah khilafiyah atau perbedaan
para ulama Islam ada yang memperbolehkan dan ada juga yang melarang, ada yang menganggap
sunnah ada pula yang menganggap makruh.
Al-nidaa’ artinya adalah “meminta datangnya sesuatu yang diajak berbicara”. Al-nidaa’
termasuk ke dalam al-insyaa’ thalabi karena menghendaki terjadinya sesuatu yang belum terjadi
pada saat kalimat itu diucapkan. Unsur nida’ juga terdapat hampir di semua salawat . Nidaa’,
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
15
paling banyak ditemukan yaitu nidaa’ kepada Allah berjumlah. Kemudian nidaa’ kepada Nabi
Muhammad SAW, dan yang terakhir nidaa’ kepada Gauṡ. Al-Qaṣr adalah mengkhususkan
sesuatu dengan sesuatu dengan cara yang khusus. Dalam teks Salawat Wahidiyah terdapat 1
kalimat yang mengandung unsur al-qaṣr. Al-Musaawaat adalah pengungkapan kalimat yang
maknanya sesuai dengan banyaknya kata-kata, dan kata-katanya sesuai dengan luasnya makna
yang dikehendaki, tidak ada penambahan maupun pengurangan. Dalam teks Salawat Wahidiyah
hampir semuanya merupakan al-musaawaat, hal ini bertujuan agar mudah dipahami oleh
pembaca karena tidak menggunakan bahasa yang panjang ataupun yang terlalu ringkas. Al-ii’jaz
adalah cara mengungkapkan makna dengan sedikit kata. Dalam teks Salawat Wahidiyah terdapat
beberapa kalimat yang mengandung unsur al-ii’jaz. Al-‘Iṭnab adalah bertambahnya lafadz dalam
suatu kalimat melebihi makna. Al-‘Iṭnab yang terdapat dalam Salawat Wahidiyah berupa ithnab
tikrar (pengulangan). Tujuan dari pengulangan tersebut adalah untuk menegaskan dan
memantapkan maknanya di hati pembaca salawat. Selain itu tujuan dari ithnab tikrar dalam
ungkapan ini adalah untuk tahassur (menampakkan kesedihan).
Kesimpulan
Salawat Wahidiyah adalah salawat karya K.H Abdoel Madjid Ma’roef (Kediri). Salawat
ini terdiri dari beberapa rangkaian salawat. Salawat ini merupakan salah satu salawat gairu
ma’ṡurah yang diamalkan oleh sebagian masyarakat yang disebut dengan pengamal Salawat
Wahidiyah. Pengamal Saalawat Wahidiyah sudah menyebar diberbagai wilayah di Indonesia.
Salawat ini mempunyai keunikan bentuk dan isinya. Struktur bahasa Arab dan ilmu ‘aruuḍ
digunakan untuk menganalisis bentuk Salawat Wahidiyah. Dari hasil analisis bentuk prosa
Salawat Wahidiyah dapat disimpulkan bahwa salawat ini mengkuti struktur bahasa Arab yang
mudah dipahami dan mengandung unsur sastra berupa pengulangan bunyi-bunyi akhir. Selain itu
juga terdapat beberapa pengulangan kata. Menurut penulis hal ini dikarenakan penyusun Salawat
Wahidiyah adalah orang Indonesia sehingga tidak menggunakan bahasa Arab yang sulit dan agar
mudah dipahami oleh pengamal Salawat Wahidiyah.
Sedangkan hasil analisis bentuk puisi yaitu mengikuti bahr rajz. Penggunaan bahr rajz
pada salawat ini bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam pembacaan dan menghapal. Bahr
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
16
rajz mudah ditemukan dalam berbagai buku sastra, keagamaan, dan tata bahasa karena bahr ini
termasuk dalam bahr favorit para penyair Arab. Puisi yang menggunakan bahr rajz, misalnya
bisa ditemukan dalam buku semisal tata bahasa (nahwu) al-fiyyah karya Ibnu Malik yang sangat
terkenal di pesantren Indonesia. Walaupun salawat ini dibuat pada zaman modern namun masih
menggunakan kaidah sastra klasik. Kecuali tidak adanya qafiyat pada setiap akhir salawat.
Penggunaan kaidah sastra Arab Klasik disebabkan karena pengaruh pendidikan penyair yang
pernah mempelajari sastra arab klasik di pesantren tempat beliau menuntut ilmu.
Pengkajian isi Salawat Wahidiyah dilakukan dengan menggunakan unsur ma’ani karena
unsur tersebut yang paling banyak ditemukan. Tujuan penggunaan unsur ma’ani adalah untuk
memudahkan pembaca atau pengamal Salawat Wahidiyah dalam memahami dan menghapalkan
teks salawat. Jika Salawat Wahidiyah banyak menggunakan majaz atau konotasi maka akan
mempersulit pembaca dan pesan yang ingin disampaikan penyusun tidak akan sampai kepada
pembaca. Oleh karena itu pemilihan unsur ma’ani dalam penyusunan salawat ini sudah tepat
menurut penulis. Unsur ma’ani yang paling banyak ditemukan yaitu al-amr jenis al-du’aa
sehingga dapat disimpulkan Salawat Wahidiyah berisi mengenai doa. Ada tiga tujuan yang
berbeda dalam doa pada Salawat Wahidiyah, yaitu doa kepada Allah, doa kepada Nabi
Muhammad SAW, dan doa kepada Gauṡ.
Doa kepada kepada Nabi Muhammad SAW dan Doa kepada Gauṡ haẑaz zaman dalam
salawat ini merupakan bentuk tawasul dan istigasah kepada keduanya. Tawasul dan istigasah
adalah memohon sesuatu atau memohon pertolongan Allah dengan perantara sesuatu yang lain,
yang dianggap akan lebih mendekatkan kepada yang diminta pertolongan yaitu Allah. Menurut
kesepakatan ulama tawasul yang diperbolehkan dan tidak ada perdebatan tentangnya yaitu
tawasul dengan Asma Allah, amal salih yang dikerjakan,ndan doa orang salih yang masih hidup.
Selain tawasul kepada tiga hal tersebut, masih terdapat perbedaan antar ulama termasuk
bertawasul kepada Rasulullah dan kepada Gauṡ haẑaz zaman karena keduanya telah wafat. Bagi
Ulama yang membolehkan tawasul beranggapan bahwa tawasul dilakukan dengan berkeyakinan
bahwa Allahlah yang berhak mengabulkan permintaan ataupun meolaknya sedangkan perantara
yang digunakan hanya sebagai perantara yang tidak bisa member manfaat maupun madarat.
Tawasul adalah masalah khilafiyah atau perbedaan para ulama Islam ada yang memperbolehkan
dan ada juga yang melarang, ada yang menganggap sunnah ada pula yang menganggap makruh.
Gauṡ haẑaz zaman adalah seorang yang dianggap sebagai pembimbing rohani dalam konsep
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
17
Wahidiyah.. Selain itu ghoutsu haẑaz zaman dalam dunia wali juga disebut dengan sulthanul
‘auliyaa (pemimpim para wali), jadi yang dimaksud gauṡu haẑaz zaman adalah pemimpin para
wali Allah swt pada zaman sekarang. Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Hakim, al-Baihaqi
dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Allah swt mengutus orang yang memperbaharui
(pelaksanaan agamanya) kepada ummat pada setiap penghujung seratus tahun. Para ulama shufi
berkeyakinan bahwa yang dimaksud orang yang memperbaharui agamanya adalah sulthanul
‘auliyaa atau Gauṡu hadẑaz zaman.
Kemudian unsur yang banyak ditemukan juga al-khabar yang berfaidah laazim al-fa’idat
karena mengetahui keadaan lawan bicara yaitu Allah swt, Nabi Muhammad SAW, dan Gauṡ
haẑaz zaman. Selanjutnya unsur al-musawah juga banyak ditemukan. Tujuan penggunaan al-
musawah adalah untuk memudahkan pengamal salawat dalam memahami teks salawat karena
makna yang terkandung dalam musawah sesuai dengan kalimat yang diucapkan tidak kurang
tidak lebih.
Saran
Penelitian ini diharapkan menjadi dasar bagi penelitian lanjutan terhadap Salawat
Wahidiyah karya K.H Abdoel Madjid Ma’roef dari segi sastra karena memiliki keunikan
tersendiri sebagaimana yang telah penulis temukan dalam penelitian ini. Semoga penelitian
terhadap Salawat Wahidiyah dari segi sastra berlanjut guna mendapatkan keunikan dan pesan
yang terkandung di dalamnya karena penulis belum menemukan penelitian dari segi sastra pada
Salawat ini.
Daftar Referensi
Buku Departemen Agama RI. Al-Qur’anul dan Terjemahnya. Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006.
Dhofier, Zamakkhsyari. Tradisi Pesantren: studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LP3ES, 1990.
DPP-PSW. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, 2006.
Salawat wahidiyah karya..., Cita Rochmatul Inayah, FIB UI, 2014
18
DPP-PSW. Kuliah Wahidiyah untuk Menjernihkan Hati dan Ma’rifat Billah wa Birrasulihi saw, cetatakan ke-13, 2010.
DPP-PSW. Sejarah Singkat Lahirnya Sholawat Wahidiyah, 2008.
Jarim, Ali dan Amin, Musthafa. Terjemahan Al-Balaghatul Waadhihah; Mujiyo Nurkholis dan Bahrun Abu Bakar, penerjemah, Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo, 2010
Jawaz, Yazid bin Abdul Qadir. Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2006.
Kamil, Syukron. Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008 .
Lesmana, Maman. Kritik Sastra Arab dan Islam, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010.
Maksum, MS. dan Fathoni, A. Rahasia Salawat Rasulullah saw. Yogyakarta: Mutiara Media, 2009.
Munawir. A. Warson. Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Muzakki, Akhmad. Teori Metode Kesusasteraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.