SAKSI KELUARGA DALAM PELANGGARAN TAKLIK TALAK DI PENGADILAN AGAMA KOTA BANJAR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: GHINAA HUSNA FITHRIYYAH NIM: 11150440000140 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2019 M
85
Embed
SAKSI KELUARGA DALAM PELANGGARAN TAKLIK TALAK DI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · buku-terkait,buku artikel dalam majalah/media elektronik, laporan penelitian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SAKSI KELUARGA DALAM PELANGGARAN TAKLIK TALAK
DI PENGADILAN AGAMA KOTA BANJAR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
GHINAA HUSNA FITHRIYYAH
NIM: 11150440000140
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/ 2019 M
iv
ABSTRAK
Ghinaa Husna Fithriyyah. NIM 11150440000140, SAKSI KELUARGA
DALAM PELANGGARAN TAKLIK TALAK DI PENGADILAN AGAMA
KOTA BANJAR. Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M. ix +
55 Halaman + 17 Lampiran
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang kekuatan pembuktian saksi dari
keluarga dalam perkara perceraian karena pelanggaran taklik talak dan mengenai pertimbangan hakim dalam perkara nomor 535/Pdt.G/2018/PA. Bjr ini sudah sesuai
hukum atau tidak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis dan studi kepustakaan
(library reseach) dengan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan,
buku-buku terkait, artikel dalam majalah/media elektronik, laporan penelitian atau
jurnal hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hakim menerima saksi keluarga dalam
perkara pelanggaran taklik talak, yaitu paman dan menantu. Alasan menerima saksi
tersebut karena dianggap telah memenuhi syarat formil saksi. Namun berdasarkan
analisis penulis, secara teori hukum perdata hakim salah menerapkan hukum. Dimana
hakim tidak memperhatikan salah satu syarat formil saksi. Karena dalam ketentuan
perundang-undangan, syarat formil pertama saksi tidak boleh berasal dari keluarga
sedarah atau keluarga semenda salah satu pihak dalam garis lurus sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 145 HIR. Kecuali, jika undang-undang menentukan lain.
Seperti halnya dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
menyebutkan bahwa alasan perceraian yang disebabkan perselisihan dan
pertengkaran itu dapat diterima setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang
yang dekat dengan suami istri itu. Sehingga seharusnya Pengadilan Agama Kota
Banjar menolak gugatan Penggugat karena dalam pembuktian saksi, salah satu syarat
formil mengandung cacat sehingga mengakibatkan alat bukti itu tidak sah sebagai alat
bukti saksi. Karena meskipun syarat materiil terpenuhi, akan tetapi hukum tidak
menolerirnya, karena syarat formil dan materiil bersifat komulatif yang
mengharuskan terpenuhi semua bukan alternatif sehingga dapat dikatakan bahwa
Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya. Akan tetapi, dalam
perkara nomor 535/Pdt.G/2018/PA. Bjr menurut penulis, alasan hakim menerima
saksi dari pihak keluarga karena dalam petitumnya akumulasi, yaitu terdapat
perselisihan dan percekcokan yang terus menerus. Jadi meskipun alasan perceraian
tersebut dikarenakan suami melanggar ikrar taklik talak, saksi keluarga masih dapat
diterima.
Kata Kunci : Taklik Talak, Pembuktian, Saksi, Saksi Keluarga, Putusan.
Pembimbing : Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.
Daftar Pustaka : 1974 s.d. 2018
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beserta
salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana pada program studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang penulis ajukan
adalah “Saksi Keluarga dalam Pelanggaran Taklik Talak di Pengadilan Agama Kota
Banjar”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis dengan senang hati menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ibu Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar
Lubis Lc. MA.
2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H, M.H, M.A Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Mesraini, M. Ag Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Bapak
Ahmad Chairul Hadi, M.A Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga
4. Bapak Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H Dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing skripsi.
5. Segenap bapak dan ibu dosen, pada lingkungan Program Studi Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga
kepada staf perpustakaan, karyawan-karyawan, yang telah banyak membantu
penulis memfasilitasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Teristimewa Ayahanda dan Ibunda penulis (H. Basuni & Hj. Dewi Nurul
Mustaqimah), adik tersayang (Muhammad Hanif Rafi Raidul Islam Ar-Rosyad)
dan juga keluarga besar. Terimakasih atas setiap cinta dan kasih sayang,
vi
perhatian, do’a restu, bimbingan, serta dukungan yang selalu mengiringi setiap
langkah penulis.
7. Terimakasih kepada Ketua Pengadilan Agama Kota Banjar, para hakim beserta
pihak-pihak yang terkait telah meluangkan waktu dan memudahkan penulisan
dalam penulisan skripsi ini.
8. Terimakasih kepada Bapak Tedy Hendrisman, S.H., M.H selaku guru penulis
yang selalu membantu dan membimbing penulis.
9. Terimakasih kepada sahabat penulis Thara Andani dan Farahdina Fairuz Iftinan
S.E yang selalu menemani dan mendukung penulis dari sejak Pesantren (SMP)
hingga saat ini.
10. Terimakasih kepada teman sekaligus sahabat penulis Ariyall Hikam Pratama
S.H, Isrofiah, Nailah Ummi Huwaina, dan Nur Ilhamilaili F. Miswin yang selalu
mendukung penulis selama di kampus.
11. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan Program Studi Hukum Keluarga
angkatan 2015 dan mereka yang tidak dapat disebutkan satu-persatu semoga
sehat dan sukses selalu.
12. Terimakasih kepada keluarga besar IKADA Jabodetabek dan HMI Hukum
Keluarga yang telah menemani, membantu, dan mengajarkan berbagai hal
kepada penulis.
Semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan dan manfaat kepada
para pembaca.
Jakarta, Agustus 2019
Ghinaa Husna Fithriyyah
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... ii
LEMBAR PENYATAAN ............................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ......................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 5
E. Review Studi Terdahulu ............................................................ 6
F. Metode Penelitian ...................................................................... 7
G. Kerangka Teori .......................................................................... 10
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 11
Talak Khulu atau biasa disebut dengan talak tebusan adalah talak
yang dijatuhkan atas permintaan istri dengan membayar sejumlah tebusan
(iwadl) kepada suaminya agar terlepas dari ikatan perkawinannya.1
Terkait dengan terjadinya perceraian, ditegaskan bahwa perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan
melakukan berbagai usaha untuk mendamaikan para pihak namun tidak
berhasil. Itupun harus ada alasan yang jelas bahwa kedua belah pihak tidak
dapat rukun kembali.2
Pada pasal 19 Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 j.o pasal
116 Kompilasi Hukum Islam perceraian dapat terjadi karena alasan atau
alasan-alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi,
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga;
g. Suami melanggar taklik talak;
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
1 Hasanudin, “Kedudukan Taklik Talak dalam Perkawinan Ditinjau dari Hukum Islam dan
Hukum Positif “, Medina-Te, Jurnal Studi Islam Volume 14, Nomor 1, (Juni: 2016), h. 49 2 Ahmad Thalabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.
229
2
Dalam perkara yang diajukan kepada Pengadilan Agama saat ini
banyaknya perkara gugatan perceraian yang diajukan oleh istri dengan
berbagai macam alasan, diantaranya suami telah melanggar taklik talak.
Taklik talak adalah jaminan suami terhadap istri yang menyatakan bahwa ia
sanggup melaksanakan kewajibannya. Taklik talak adalah perjanjian yang
diucapkan suami setelah akad nikad yang dicantumkan dalam akta nikah
berupa janji talak yang digantungkan pada suatu keadaan tertentu yang
mungkin akan terjadi di masa yang akan datang.3 Taklik talak di Indonesia
sudah ada sejak dahulu, terutama dalam perkawinan yang dilaksanakan
menurut agama Islam. Meskipun pembacaan shigat taklik talak ini bersifat
sukarela, namun sudah mendarah daging hingga saat ini, seolah pembacaan
taklik talak tersebut sebuah kewajiban bagi suami.4
Adapun dalam hal suami melanggar taklik talak adalah setelah
suami akad nikah mengucapkan ikrar taklik talak: yaitu apabila saya: (1)
meninggalkan istri saya tersebut 2 (dua) tahun berturut-turut; (2) atau saya
tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya; (3) menyakiti
badan atau jasmani istri saya itu; (4) atau membiarkan (tidak
memperdulikan) istri saya itu 6 bulan lamanya. Kemudian istri saya tidak
ridha dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama atau petugas yang
diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta
diterima oleh Pengadilan atau petugas tersebut dan istri saya itu membayar
uang sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti
kepada saya, maka jatuhlah talak satu kepadanya).
Setelah perkara yang diajukan telah diproses oleh pengadilan,
terdapat hal terpenting dalam persidangan yaitu pada tahap pembuktian.
Menurut Subekti, hukum pembuktian adalah cara meyakinkan hakim dalam
membenarkan dalil- dalil yang dikemukan dalam persengketaan dan
3 Abdul Majid, “Putusnya Perkawinan Berdasarkan Gugatan yang Diakibatkan oleh
Pelanggaran Taklik Talak”, (Peradilan Agama Akhwal Al Syakhsiah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta: 2009), h. 58 4 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
(Jakarta: PrenadaMedia Group, 2016, Cet. Ke-8), h. 415
3
diajukan oleh pihak yang berperkara (penggugat/tergugat).5 Pembuktian
adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim
yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang dikemukakan. Pembuktian diperlukan dalam
suatu perkara yang mengadili suatu sengketa di muka pengadilan (juridicto
contentiosa) maupun dalam perkara-perkara permohonan yang
menghasilkan suatu penetapan (juridicto voluntair). Hal tersebut telah
tertuang dalam pasal 163 HIR :“Barangsiapa yang mengaku mempunyai
hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya
itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak
atau peristiwa itu”. Dalam pembuktian terdapat beberapa macam alat bukti
yang diatur dalam pasal 164 HIR, antara lain bukti dengan surat, bukti
dengan saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Dalam proses pembuktian ini, alat bukti tertulis ditempatkan di
urutan pertama. Hal ini sesuai dengan kenyataan jenis surat atau akta dalam
perkara perdata, memegang peran yang penting. Semua kegiatan yang
menyangkut dalam bidang perdata, sengaja dicatat atau dituliskan.6 Seperti
Kartu Tanda Pengenal (KTP), Surat Nikah atau surat–surat lain yang
berkaitan dengan perkara yang diajukan. Kemudian alat bukti saksi yang
dihadirkan oleh penggugat/pemohon dengan menghadirkan 2 orang saksi.
Akan tetapi, ada beberapa orang yang tidak bisa dijadikan saksi.
Hal tersebut tercantum dalam pasal 145 (1) HIR yang menyatakan:
“ Yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:
1. Keluarga sedarah atau keluarga semenda salah satu pihak dalam garis
lurus;
2. Istri atau suami salah satu pihak, meskipun sudah bercerai;
3. Anak-anak yang umurnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka
sudah lima belas tahun;
4. Orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang.”
5 I.G.A.A. Ari Krisnawati, “Diktat Kuliah, Pembuktian Perkara Perdata”, (Fakultas
Hukum Universitas Udayana: 2015), h. 4 6 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 556-557
4
Larangan didengarnya saksi dari pihak keluarga, karena
dikhawatirkan mereka akan memberikan keterangan yang palsu
dipersidangan, karena disebabkan hubungan keluarga yang dekat.7
Sedangkan saksi keluarga baru dapat didengar keterangannya
apabila alasannya sebagaimana diatur dalam pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor. 9 Tahun 1975 j.o pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam yaitu antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga, sebagaimana ditentukan pada pasal 76 (1) UU No 7 Tahun 1989
dan pasal 22 (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 9 tahun 1975.
Dalam salah satu putusan nomor 535/Pdt.G/2018/PA.Bjr pihak istri
selaku Penggugat mengajukan saksi yang masih memiliki hubungan
kekeluargaan yaitu Paman dan Menantu Penggugat. Sementara berdasarkan
penjelasan diatas, sebagaimana kita ketahui hal tersebut dilarang dalam hal
pembuktian. Akan tetapi, menariknya disini Hakim justru tetap menerima
keterangan saksi tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dan menyajikannya dalam sebuah skripsi dengan
judul: “Saksi Keluarga Dalam Pelanggaran Taklik Talak di Pengadilan
Agama Kota Banjar.”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan tema yang dibahas. Ragam masalah yang muncul adalah
sebagai berikut:
1. Banyaknya kasus perceraian yang disebabkan oleh pelanggaran taklik
talak.
2. Banyaknya keterangan saksi keluarga dalam masalah perceraian.
7 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek. (Bandung: Mandar Maju, Cet-11 2009), h. 64
5
3. Terdapat pertimbangan hukum yang tetap menerima kekuatan saksi
keluarga sebagai alat bukti.
C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya
lebih jelas dan terarah. Peneliti membatasi pembahasan pada saksi dan
pertimbangan hukum Pengadilan Agama Kota Banjar Nomor.
535/Pdt.G/2018/PA. Bjr dimana penggugat mengajukan gugatan
perceraian dengan alasan suami melanggar taklik talak, dan pada saat
pembuktian menghadirkan pihak keluarga sebagai saksi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah
diatas, selanjutnya peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pembuktian saksi dari keluarga dalam perkara perceraian
karena pelanggaran taklik talak ?
b. Apa alasan hakim menerima saksi dari pihak keluarga dalam putusan
perkara nomor 535/Pdt.G/2018/PA. Bjr ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian:
a. Untuk mengetahui dan menganalisa pembuktian saksi dari keluarga
dalam perkara perceraian karena pelanggaran taklik talak.
b. Untuk mengetahui dan menganalisa pertimbangan hakim dalam
perkara nomor 535/Pdt.G/2018/PA. Bjr sudah sesuai hukum atau
tidak.
2. Kegunaan penelitian:
a. Memberikan penjelasan tentang cara hakim memutuskan perkara dan
metode apa saja yang digunakan dalam menetapkan perkara.
6
b. Sebagai sumbangsih kepustakaan bagi mahasiswa Fakultas Syariah
dan Hukum serta masyarakat luas pada umumnya.
c. Sebagai kontribusi ilmiah dalam memperkaya khazanah kepustakaan
Islam. Khususnya dalam bidang studi Hukum Keluarga
d. Memberikan pandangan dan menambah wawasan baru dalam
persoalan fikih kontemporer yang berkaitan dengan pemanfaatan
teknologi.
E. Review Studi Terdahulu
Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis
melakukan review kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang
penulis bahas. Review kajian terdahulu yang berkaitan dengan penulis
diantaranya :
Skripsi dengan judul “Tinjauan Maqashid Al Syariah Tentang
Taklik Talaq di Indonesia” oleh Muhammad Hilman Tohari, konsentrasi
Perbandingan Madzhab Fiqh, Jurusan Perbandingan Madzhab Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Dalam
penelitian tersebut, Muhammad Hilman Tohari membahas bagaimana
pengertian taklik talak dan sejarah tentang taklik talak serta peraturannya di
Indonesia. Kemudian pandangan Maqashid Al Syariah tentang praktek
taklik talak di Indonesia.
Skripsi dengan judul “Putusnya Perkawinan Berdasarkan Gugatan
yang Diakibatkan Oleh Pelanggaran Taklik Talak (Studi Putusan Nomor:
266/Pdt.G/2006/PA. Tng)” oleh Abdul Majid, konsentrasi Peradilan Agama,
Jurusan Akhwal Syakhsiah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009. Dalam penelitian tersebut, Abdul Majid
membahas proses pengajuan gugatan ke pengadilan dan membahas alasan
mengajukan gugatan perceraian yang disebabkan suami melanggar taklik
talak nomor 2 yaitu saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 bulan
lamanya.
7
Skripsi dengan judul “Saksi dari Pihak Keluarga dalam Cerai
Gugat Menurut Hukum Islam dan Hukum Acara Perdata” oleh Irvansyah,
konsentrasi Peradilan Agama, Jurusan Akhwal Syakhsiah Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Dalam penelitian
tersebut, Irvansyah membahas saksi keluarga yaitu ibu kandung sebagai
saksi dari pihak penggugat dengan alasan perceraian yaitu terjadinya
perselisihan dan percekcokan yang terus menerus.
Dari ketiga skripsi terdahulu diatas, terdapat perbedaan dengan
skripsi peneliti yaitu peneliti lebih memfokuskan alat bukti saksi dari pihak
keluarga dalam perkara pelanggaran taklik talak.
F. Metode Penelitian
Penelitian pada dasarrnya adalah suatu kegiatan terencana,
dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru
guna membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu gejala.8
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian
sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai
aspek mengenai isu/masalah yang sedang dicoba untuk dicari
jawabannya.
Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan yuridis normatif yang menjelaskan tentang asas hukum atau
doktrin hukum positif yang mengadakan pendekatan undang-undang
yang telah berlaku dan memiliki kekuatan hukum tetap.9
Bentuk pendekatan yuridis normatif ini mengacu pada norma-
norma hukum yang ada pada peraturan perundang-undangan, literatur,
8 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), h.2
9Irvansyah, “Saksi dari Pihak Keluarga Dalam Cerai Gugat Menurut Hukum Islam dan
Hukum Acara Perdata”, (Peradilan Agama Akhwal Al Syaksiah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta: 2010), h. 10
8
pendapat dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pembuktian saksi
keluarga dalam perkara perceraian.
Penelitian yang dilakukan ini melakukan beberapa jenis
pendekatan, yaitu diantaranya:
a. Pendekatan Undang-Undang (statute approach), dilakukan dengan
menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang berkaitan dengan
isu dan permasalahan-permasalahan hukum yang sedang ditangani.
Statute Approach dalam penelitian ini adalah: Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989, Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009, Herzien Inlandch Reglement (HIR)
dan Kompilasi Hukum Islam.
b. Pendekatan Kasus (Case Approach),dilakukan dengan cara melakukan
telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu-isu dan
permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi yang telah menjadi
putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Adapun yang menjadi kajian pokok didalam pendekatan kasus
ini adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan
Pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.10
Dalam penelitian penulis menggunakan putusan Pengadilan Agama
Kota Banjar nomor: 535/Pdt.G/2018/PA. Bjr.
2. Jenis Penelitian
a. Data Penelitian
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif. Data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata
variabel bukan angka.11
Data kualitatif ini adalah data yang hampir
semua menggunakan kata-kata untuk mengambarkan dan menjelaskan
fakta atau fenomena yang terjadi.
b. Sumber Data Penelitian
10
Zulfi Diane Zaini, “Implementasi Pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Yuridis
Sosiologis Dalam Penelitian Ilmu Hukum”, Pranata Hukum Volume 6, Nomor 2, (Juli: 2011), h.
129 11
Ulber Silalahi. Metode Penelitian Sosial.(Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 284
9
Dalam melakukan penelitian ilmiah ini. Penulis menyusun
sumber data sekunder. Data sekunder yaitu data yang telah
dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah. Dalam
penelitian ini data yang digunakan adalah literatur, artikel, serta jurnal
yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat yuridis
normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian adalah studi kepustakaan (library reseacrh) dengan data-data
kualitatif, yakni sumber data berupa bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan non hukum dikumpulkan berdasarkan permasalahan
dan dikaji secara komperatif agar dapat digunakan untuk menjawab suatu
pertanyaan atau memecahkan suatu permasalahan.
a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum utama yang akan diteliti.
Dalam penelitian hukum normatif berupa peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan memiliki kekuatan yang berlaku dan
memiliki kekuatan mengikat. Bahan hukum primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Agama Kota Banjar
Nomor 535/Pdt.G/2018/PA. Bjr.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang tidak mempunyai
kekuatan mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik terkait
dengan penelitian berupa buku-buku terkait, artikel dalam
majalah/media elektronik, laporan penelitian atau jurnal hukum.
c. Bahan Non Hukum merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan yang memiliki makna terhadap adanya bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Ensiklopedia, dan lain-lain.12
12 Muhammad Jafar Siddiq, “ Kekuatan Hukum Pembuktian dari Surat Perjanjian Dibawah
Tangan Sebagai Alat Bukti Dalam Persidangan Menurut Hukum Acara Perdata di Indonesia”,
10
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis deduktif yaitu metode
yang dipakai untuk menganalisa data yang bersifat umum dan memiliki
unsur kesamaan sehingga digeneralisasikan menjadi kesimpulan khusus.
Analisa dilakukan dengan terlebih dahulu menjelaskan serta
membandingkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009, HIR dan Hukum Acara Perdata secara umum lalu ditarik
kesimpulan khusus.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan
oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2017.
G. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan penelitian yang disusun
berdasarkan hasil konsep dan teori yang dikemukakan dalam bab tinjauan
teoritis. Gambaran yang difokuskan penulis adalah mengenai alat bukti
dalam perkara perdata, terutama mengenai alat bukti saksi. Dalam penelitian
ini ada beberapa teori yang dipaparkan sebagai acuan terhadap
permasalahan yang ada. Adapun teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
Bewijstheorie, adalah teori pembuktian yang dipakai hakim dalam
proses pembuktian dalam persidangan sebagai dasar pertimbangan
mengenai pembuktian.13
Teori pembuktian memiliki empat teori
pembuktian. Akan tetapi, dalam permasalahan ini hakim menggunakan teori
(Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta: 2018),
h. 9-1013
Eddy O.S. Hiariej, Teori & Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 15
11
positief wettelijk bewijstheorie. Artinya, hakim benar-benar terikat secara
positif kepada alat-alat bukti menurut undang-undang. Dalam kasus ini,
pertimbangan hakim mengenai alat bukti surat dan saksi dinyatakan telah
sesuai berdasarkan pasal 165 HIR dan pasal 1868 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) untuk alat bukti surat. Pasal 144,145,146 dan 147
HIR untuk syarat formil dan Pasal 170, 171, 172 HIR untuk syarat materiil
alat bukti saksi.
Sedangkan, peneliti lebih memilih teori pembuktian Bewijskracht.
Yaitu kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti. Sehingga dapat
diketahui apakah bukti tersebut relevan atau tidak dengan perkara yang
diajukan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini
dibagi atas lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang yang
menjadi dasar mengapa penulisan ini diperlukan, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas tentang Perceraian: pengertian perceraian
(talak), macam-macam perceraian (talak), dan hukum perceraian (talak).
Pembuktian: pengertian pembuktian, teori pembuktian secara umum, teori
beban pembuktian. Peraturan perundang-undangan mengenai pembuktian:
HIR, Rbg, KUHPerdata, dan Perma RI.
Bab ketiga, dalam bab ini membahas Putusan Pengadilan Agama
Kota Banjar Nomor.0535/Pdt.G/2018/PA.Bjr
Bab keempat, analisis untuk mengetahui pembuktian saksi keluarga
dalam perkara perceraian pelanggaran taklik talak dan analisis terhadap
putusan Pengadilan Agama kota Banjar nomor 535/Pdt.G/2018/PA.Bjr.
Bab kelima, merupakan bab terakhir dari rangkaian bab-bab yang
ada dalam skripsi ini, bab ini berisi kesimpulan hasil dari penelitian yang
12
dilakukan dan saran-saran yang diberikan oleh peneliti untuk peneliti
selanjutnya.
13
BAB II
KONSEP UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN PEMBUKTIAN
A. Perceraian (Talak)
1. Pengertian Perceraian (Talak)
Talak berasal dari bahasa Arab, yaitu: ق berarti melepaskan إطلا
suatu ikatan perkawinan dan pembebasan.1
Menurut syara’ talak adalah:
وجية لاقاةالز إنهااءالعا اجوا وا ابطاةالز را ل حا
“Melepas ikatan tali pernikahan dan mengakhiri hubungan
suami istri.”
Adapun secara istilah para ulama berbeda-beda dalam
memberikan definisi talak. Menurut mazhab Hanafi dan Hambali talak
adalah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan
ikatan perkawinan di masa yang akan datang. Secara langsung
maksudnya adalah tanpa terkait dengan sesuatu dan hukumnya langsung
berlaku ketika ucapan talak tersebut dinyatakan oleh suami. Sedangkan,
“di masa yang akan datang” maksudnya adalah berlakunya hukum talak
tersebut tertunda oleh suatu hal.” Talak tersebut adalah talak yang
dijatuhkan dengan syarat.2
Menurut madzhab Syafi’i talak adalah pelepasan akad nikah
dengan lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu. Sedangkan,
menurut madzhab Maliki talak adalah suatu sifat hukum yang
menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.
Talak adalah menghilangkan suatu ikatan perkawinan antara
suami istri, sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan tersebut maka
tidak halal istri tersebut bagi suaminya.3 Talak (perceraian) ialah
lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan suami istri.
1 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu Jilid 9, alih bahasa; Muhammad Afifi
dan Abdul Hafiz, Cet 1, Jakarta: Almahira, 2010, h.343 2 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5, Jakarta:Ictiar Baru Van
Hoeve, 2001, h. 53. 3 H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, ( Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 229-230
14
Baik atas tuntutan salah satu pihak (suami/istri) atau putusan Pengadilan.
Talak adalah lepasnya ikatan antara suami istri atas dasar tuntutan salah
satu pihak atau putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan.4
Dalam Hukum Perdata, Perceraian biasa disebut dengan “Cerai
talak” dan atas putusan Pengadilan yang disebut dengan “Cerai Gugat”.
Cerai talak adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada
istrinya, yang perkawinannya dilakukan menurut agama Islam. Cerai
gugat adalah perceraian yang diajukan oleh seorang istri kepada
suaminya yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, dimana
gugatan perceraian tersebut diajukan ke Pengadilan Agama.5
Dasar Hukum Talak (Perceraian)
Al Qur’an
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah,
Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al
Baqarah 229).
4 Sudarto, Fikih Munakahat, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 92
5 Sudarto, Fikih Munakahat, h. 92
15
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar). dan hitunglah waktu iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan
mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang[1482]. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim
terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah
Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (QS. At-Thalaaq 1)
2. Pembagian Perceraian (Talak)
Secara garis besar, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak Raj’i
Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada
istrinya yang telah digaulinya dan masih dalam masa iddah. Dalam
kondisi ini, suami memiliki hak untuk merujuknya kembali, tanpa
adanya akad nikah yang baru.6
b. Talak Bain
Talak Bain yaitu talak yang menghilangkan status hubungan
suami istri. Talak bain ini terbagi menjadi dua bagian:
1) Talak Bain Shugra, ialah talak yang menghilangkan hak-hak
rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak untuk