Ketaren , S., 2005 , Minyak dan Lemak Pangan, , UI Press, Jakarta. PEMBAHASAN Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. Sedangkan basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah. Pada percobaan ini menggunakan jenis alkali KOH dan NaH dalam proses pembuatan sabun kalium dan sabun natrium. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Berikut ini merupakan bentuk dari reaksi penyabunan. Pada proses pembuatan sabun kalium, ke dalam 3 mL minyak dimasukkan KOH/Etanol 10%. Penambahan Etanol disini berfungsi sebagai pelarut yang semakin lama semakin habis karena menguap. Etanol dapat menguap dikarenakan etanol memiliki titik didih yang lebih rendah daripada minyak, sehingga ketika dipanaskan memungkinkan Etanol akan menguap. Ketika campuran minyak dan Etanol dipanaskan, maka akan terjadi kenaikan suhu di mana akan mempercepat laju reaksi dikarenakan pemanasan akan membuat energi kinetic semakin cepat sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Proses saponifikasi dikatakan telah berlangsung sempurna dengan cara menguji larutan ke dalam air. Apabila ketika beberapa sampel larutan dimasukkan ke dalam air dan tidak terdapat minyak/lemak pada air itu berarti saponifikasi telah berhasil. Hasil dari saponifikasi tersebut berupa cairan kental berwarna kuning keputihan dan berbau menyengat. Hasil
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Ketaren, S., 2005, Minyak dan Lemak Pangan, , UI Press, Jakarta.PEMBAHASAN Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. Sedangkan basa alkali
yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah. Pada percobaan ini menggunakan jenis alkali KOH dan NaH dalam proses pembuatan sabun kalium dan sabun natrium. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Berikut ini merupakan bentuk dari reaksi penyabunan. Pada proses pembuatan sabun kalium, ke dalam 3 mL minyak dimasukkan KOH/Etanol 10%. Penambahan Etanol disini berfungsi sebagai pelarut yang semakin lama semakin habis karena menguap. Etanol dapat menguap dikarenakan etanol memiliki titik didih yang lebih rendah daripada minyak, sehingga ketika dipanaskan memungkinkan Etanol akan menguap. Ketika campuran minyak dan Etanol dipanaskan, maka akan terjadi kenaikan suhu di mana akan mempercepat laju reaksi dikarenakan pemanasan akan membuat energi kinetic semakin cepat sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Proses saponifikasi dikatakan telah berlangsung sempurna dengan cara menguji larutan ke dalam air. Apabila ketika beberapa sampel larutan dimasukkan ke dalam air dan tidak terdapat minyak/lemak pada air itu berarti saponifikasi telah berhasil. Hasil dari saponifikasi tersebut berupa cairan kental berwarna kuning keputihan dan berbau menyengat. Hasil tersebut kemudian ditambah aquades sehingga kini terbentuk sabun kalium yang memiliki wujud cair kental. Sedangkan dalam pembuatan sabun natrium, sebagian sabun kalium yang dihasilkan ditambahkan larutan NaCl jenuh. Penambahan larutan NaCl jenuh bertujuan untuk memisahkan sabun dari produk sampingan dari reaksi sebelumnya, yaitu gliserol. Setelah itu dari proses penyaringan campuran larutan tadi akan terbentuk sabun natrium yang memiliki wujud padat dan berwarna putih. Pada percobaan kedua yaitu analisis asam lemak dari sabun, sabun kalium diberi tambahan larutan HCl
pengasaman beberapa tetes. Penambahan larutan HCl pengasaman ini bertujuan untuk membentuk suasana asam pada larutan. Keasaman larutan dapat diukur dengan menggunakan kertas lakmus merah (kalau warna kertas lakmus merah tidak berubah (tetap merah) berarti larutan sudah menjadi asam). Proses serupa juga dilakukan pada sabun natrium. Perlakuan larutan sabun dengan HCl pengasaman akan menghasilkan campuran asam lemak. Reaksi pada proses tersebut adalah sebagai berikut.
Aseton merupakan senyawa yang memiliki sifat polar. Campuran asam lemak dari sabun kalium dan natrium dapat larut dalam asetons esuai asas like dissolve like, yaitu senyawa yang memiliki kemiripan kemolaran akan saling melarutkan. Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa kalium akan lebih mudah larut dalam aseton dibandingkan dengan natrium walaupun sebenarnya keduanya juga larut dalam aseton. Hal ini disebabkan karena K⁺ yang lebih mudah lepas daripada Na⁺. Sehingga sabun kalium akan lebih cepat larut. Pada percobaan ketiga yakni sifat sabun dan deterjen di mana hel ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan kemampuan setiap sabun dalam membersihkan atau mengikat lemak atau kotoran. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa sabun kalium dapat membersihkan lemak namun kurang begitu bersih karena hanya mampu mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pada sabun natrium juga dapat membersihkan lemak tapi jika dibandingkan dengan sabun kalium dalam membersihkan lemak lebih bersih. Fenomena di mana sabun kalium dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium disebabkan karena sabun kalium merupakan sabun cair sementara sabun natrium merupakan sabun padatan, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sabun natrium. Sedangkan minyak yang dibersihkan menggunakan sabun deterjen memiliki tingkat kebersihan yang paling tinngi karena sabun deterjen memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi. Hal ini disebabkan deterjen memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon pada deterjen megelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga deterjen dapat mengemulsikan lemak. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang panjang dengan pada bagian ujung terdapat ion. Bagian hidrokarbon ini bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion yang satunya bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena itulah secara keseluruhan sabun tidak sepenuhnya larut dalam air. Namun, sabun mudah tersuspensi dalam ir karena membentuk misel, yakni segerombol mlekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air. Kemampuan sabun yaitu dapat mengemulsi kotoran yang mengandung minyak/lemak sehingga dapat dibungan dengan cara pembilasan. Kemampuan ini disebabkan leh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non polar. Kedua, ujung anion mlekul sabun yang tertarik pada air,
ditolak leh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolakmenolak antar tetes-tetes sabun minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. Pada percobaan kemampuan sebagai surfaktan (efek ion-ion sadah) dilakukan untuk mengetahui kemampuan setiap sabun ketika berada dalam air sadah, yaitu air yang mengandung kation divalent Ca²⁺, Mg²⁺, dan Fe²⁺. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa pada sabun kalium dan sabun natrium meninggalkan endapan ketika dicampur dengan larutan yang mengandung ion sadah. Di mana pada sabun kalium dan natrium adanya
kation divalent Ca²⁺, Mg²⁺, Fe²⁺ akan membentuk endapan dengan anion karboksilat dari sabun. Reaksinya Dengan terbentuknya endapan, maka fungsi sabun untuk membersihkan kotoran menjadi kurang atau tidak efektif. Sabun akan berbuih kembali setelah ion-ion sadah yang terdapat dalam air mengendap. Hal ini berkebalikan dengan sabun deterjen tidak ditemukan adanya endapan ketika dicampur dengan larutan yang mengandung in sadah. Fenomena ini terjadi karena sabun deterjen tidak dapat bereaksi dengan ion-ion sadah, seperti Ca²⁺, Mg²⁺, dan Fe²⁺. Berdasarkan bukti tersebut sehingga sabun deterjen masih dapat bekerja dengan sangat efektif ketika berada dalam air sadah.alasan memilih NaOH dan minyak goreng kelapa sawit sebagai bahan baku yaitu karena relative banyak di temukan dan harganya yang ekonomis.Tetapi untuk menghasilkan sabun yang lunak dan kualitas nya lebih bagus bahan baku yang di guankan adalah KOH dan Minyak kelapa.Dalam pembuatan sabun NaOH di buat berlebih sehingga semua minyak dalam hal ini trigliserida bisa semuanya membentuk sabun. Pembuatan sabun dimulai dengan mencampurkan dua bahan baku di atas yaitu minyak goreng dengan NaOH kemudian di aduk-aduk hingga campuran bercampur rata dan wujudnya seperti susu kental yang tidak ada minyak di atasnya. Prinsip dalam proses saponifikasi,yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut dengan trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl.. Garam NaCl ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga sabun akan tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari gliserol. Dalam percobaan, NaCl yang ditambahkan hanya sedikit yaitu 0,1 gram agar kandungan NaCl pada produk akhir jumlahnya sedikit. Karena jika kandungan NaCl dalam sabun terlalu tinggi, maka produk sabun yang dihasilkan akan terlalu keras.Selanjutnya yaitu penambahan amylum yang berfungsi untuk
mengurangi kelembaban sabun. Kemudian gliserol yang sudah terpisah tersebut di pisahkan dari sabun. Jadi, pada hasil akhir, produk yang terbentuk hanya berupa sabun tanpa hasil samping berupa gliserol. Sabun yang dihasilkan dan di diamkan beberapa menit mulai mengeras dan seperti sabun biasa yang di jumpai sehari-hari. Uji kualitas yang dilakukan meliputi uji kandungan alkali bebas dan kandungan asam lemak bebas.
Garam alkil benzene sulfonat (detergen)2.1 KegunaanKegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun, yaitu:
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar, seperti tetesan- tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul- molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Fessenden, 1992).
Sabun digunakan juga sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau minyak. Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Poedjiadi, 2004).
2.3 ReaksiSaponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan alkali yang menghasilkan sabun dan gliserol.
Trigliserida Natrium Gliserol 3 molekul sabun (lemak atau minyak) Hidroksidaatau
Trigliserida Kalium Gliserol 3 molekul sabun (lemak atau minyak) Hidroksida
Sedangkan pada detergen, reaksi yang terjadi adalah:
Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah tercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsikedua reaktan tersebut, menyebabkan suatupercepatan pada kecepatan reaksi. Ketidakuntungan sabun muncul bila digunakan dalam air sadah, yang mengandung kation-kation logam tertentu, seperti Ca, Mg, Fe, kation-kation tersebut menyebabkan garam-garam natrium atau kalium dari asam karboksilat yang semula larut menjadi garam-garam karboksilat yang tidak larut. (Sastrohamidjojo, 2005) Sabun memiliki sifat sebagai berikut: a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi, sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam Mg atau Ca mengendap dalam air.
CH₃(CH₂)COONa + CaSO₄Na₂SO Ca(CH₃(CH₂)₁₆COO)₂
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimi koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun nonpolar. Molekul sabun memiliki rantai hydrogen CH₃(CH₂)₁₆ yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic. Sedangkan COONa⁺ sebagai kepala yang bertindak sebagai hidrofilik (suka air). (Bairley,AE. 1950)
sabun adalah bahan logam alkali dengan rantaiasam monocarboxyclic yang panjang. larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun biasanya menentukan jenis sabun yang dihasilkan. larutan akali natrium hidroksida (NaOH) digunakan untuk membuat sabun keras, sedangkan larutan alkali kalium hodroksida digunakan dalam pembuatan sabun lunak. sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. sabun dapat melakukan hal tersebut dikarenakan mempunyai sifat pembersih. struktur sabun kalium dan sabun natrium adalah sebagai berikut: C17H35-C-K(O)-O untuk sabun kalium
C17H35-C-Na(O)-O untuk sabun natrium
berdasarkan struktur sabun natrium sabun kalium tersebut, maka dapat dikethui bahwa sabun memiliki rantai hidrogen yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)yang bersifat non-polar dan COONa
sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) yang bersifat polar dengan air. oleh karena sabun memiliki kedua sifat tersebut sabun dapat membersihkan kotoran. selain mempunyai sifat tersebut, sabun mempunyai sifat surfaktan. surfaktan adalah zat aktif permukaan atau suatu senyawa kimia yang terdapat pada konsentrasi rendah suatu sistem. selain itu juga mempunyai sifat teradsorbsi pada permukaan antara muka pada sistem tersebut. sabun dapat membersihkan kotoran atau dapat bekerja sebagai surfaktan dengan cara menghasilkan basa yang akan menurunkan tegangan permukaan. sehingga dapat meresap lebih cepat kepermukaan kain. kemudian molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekor atau ujung nonpolarnya. sedangkan ujung polarnya mengikat molekul kotoran. setelah itu molekul akan membentuk emulsi. emulsi tersebut akan bersih saat pencucian dengan air. sedangkan kepalanya akan larut dalam air. saat bagian polar tersebut tertarik oleh air maka kotoran akan keluar dari kain sehingga kai menjadi bersih.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Berikut ini merupakan bentuk dari reaksi penyabunan.
Pada proses pembuatan sabun kalium, ke dalam 3 mL minyak dimasukkan KOH/Etanol 10%. Penambahan Etanol disini berfungsi sebagai pelarut yang semakin lama semakin habis karena menguap. Etanol dapat menguap dikarenakan etanol memiliki titik didih yang lebih rendah daripada minyak, sehingga ketika dipanaskan memungkinkan Etanol akan menguap. Ketika campuran minyak dan Etanol dipanaskan, maka akan terjadi kenaikan suhu di mana akan mempercepat laju reaksi dikarenakan pemanasan akan membuat energi kinetic semakin cepat sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat.
Proses saponifikasi dikatakan telah berlangsung sempurna dengan cara menguji larutan ke dalam air. Apabila ketika beberapa sampel larutan dimasukkan ke dalam air dan tidak terdapat minyak/lemak pada air itu berarti saponifikasi telah berhasil. Hasil dari saponifikasi tersebut berupa cairan kental berwarna kuning keputihan dan berbau menyengat. Hasil tersebut kemudian ditambah aquades sehingga kini terbentuk sabun kalium yang memiliki wujud cair kental. Sedangkan dalam pembuatan sabun natrium, sebagian sabun kalium yang dihasilkan ditambahkan larutan NaCl jenuh. Penambahan larutan NaCl jenuh bertujuan untuk memisahkan sabun dari produk sampingan dari reaksi sebelumnya, yaitu gliserol. Setelah itu dari proses penyaringan campuran larutan tadi akan terbentuk sabun natrium yang memiliki wujud padat dan berwarna putih. Pada percobaan kedua yaitu analisis asam lemak dari sabun, sabun kalium diberi tambahan larutan HCl pengasaman beberapa tetes. Penambahan larutan HCl pengasaman ini bertujuan untuk membentuk suasana asam pada larutan. Keasaman larutan dapat diukur dengan menggunakan kertas lakmus merah (kalau warna kertas lakmus merah tidak berubah (tetap merah) berarti larutan sudah menjadi asam). Proses serupa juga dilakukan pada sabun natrium. Perlakuan larutan sabun dengan HCl pengasaman akan menghasilkan campuran asam lemak.
Reaksi pada proses tersebut adalah sebagai berikut.
Aseton merupakan senyawa yang memiliki sifat polar. Campuran asam lemak dari sabun kalium dan natrium dapat larut dalam asetons esuai asas like dissolve like, yaitu senyawa yang memiliki kemiripan kemolaran akan saling melarutkan. Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa kalium akan lebih mudah larut dalam aseton dibandingkan dengan natrium walaupun sebenarnya keduanya juga larut dalam aseton. Hal ini disebabkan karena K⁺ yang lebih mudah lepas daripada Na⁺. Sehingga sabun kalium akan lebih cepat larut. Pada percobaan ketiga yakni sifat sabun dan deterjen di mana hel ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan kemampuan setiap sabun dalam membersihkan atau mengikat lemak atau kotoran. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa sabun kalium dapat membersihkan lemak namun kurang begitu bersih karena hanya mampu mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pada sabun natrium juga dapat membersihkan lemak tapi jika dibandingkan dengan sabun kalium dalam membersihkan lemak lebih bersih. Fenomena di mana sabun kalium dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium disebabkan karena sabun kalium merupakan sabun
cair sementara sabun natrium merupakan sabun padatan, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sabun natrium. Sedangkan minyak yang dibersihkan menggunakan sabun deterjen memiliki tingkat kebersihan yang paling tinngi karena sabun deterjen memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi. Hal ini disebabkan deterjen memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon pada deterjen megelilingi tetesan minyak secara merata, sehingga deterjen dapat mengemulsikan lemak. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang panjang dengan pada bagian ujung terdapat ion. Bagian hidrokarbon ini bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion yang satunya bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena itulah secara keseluruhan sabun tidak sepenuhnya larut dalam air. Namun, sabun mudah tersuspensi dalam ir karena
membentuk misel, yakni segerombol mlekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air. Kemampuan sabun yaitu dapat mengemulsi kotoran yang mengandung minyak/lemak sehingga dapat dibungan dengan cara pembilasan. Kemampuan ini disebabkan leh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non polar. Kedua, ujung anion mlekul sabun yang tertarik pada air, ditolak leh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antar tetes-tetes sabun minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. Pada percobaan kemampuan sebagai surfaktan (efek ion-ion sadah) dilakukan untuk mengetahui kemampuan setiap sabun ketika berada dalam air sadah, yaitu air yang mengandung kation divalent Ca²⁺, Mg²⁺, dan Fe²⁺. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa pada sabun kalium dan sabun natrium meninggalkan endapan ketika dicampur dengan larutan yang mengandung ion sadah. Di mana pada sabun kalium dan natrium adanya kation divalent Ca²⁺, Mg²⁺, Fe²⁺ akan membentuk endapan dengan anion karboksilat dari sabun. Reaksinya
Dengan terbentuknya endapan, maka fungsi sabun untuk membersihkan kotoran menjadi kurang atau tidak efektif. Sabun akan berbuih kembali setelah ion-ion sadah yang terdapat dalam air mengendap. Hal ini berkebalikan dengan sabun deterjen tidak ditemukan adanya endapan ketika dicampur dengan larutan yang mengandung in sadah. Fenomena ini terjadi karena sabun deterjen tidak dapat bereaksi dengan ion-ion sadah, seperti Ca²⁺, Mg²⁺, dan Fe²⁺. Berdasarkan bukti tersebut sehingga sabun deterjen masih dapat bekerja dengan sangat efektif ketika berada dalam air sadah.
Pembuatan Sabun NatriumDalam percobaan ini, sabun yang dibuat adalah sabun natrium dengan menggunakan
larutan NaOH 25%. Proses ini dinamakan proses safonifikasi. Saponifikasi merupakan proses
pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida
dengan alkali yang menghasilkan sabun dan hasil samping berupa gliserol.
Penambahan NaOH 10% dalam etanol 95% adalah sebagai alkali dalam proses hidrolisis
lemak pada minyak sehingga dihasilkan garam karboksilat. Sedangkan etanol 95% digunakan
agar NaOH dan lemak pada minyak dapat larut, karena lemak dapat larut di etanol daripada pada
air. Dipanaskan selama 30 menit (sampai mendidih). sampai reaksi saponifikasi sempurna
hingga mengental namun jangan sampai gosong. Fungsi pemanasan ini adalah untuk
mempercepat reaksi dan kemudian dilakukan penambahan NaCl jenuh.
Fungsi penambahan NaCl jenuh ini adalah untuk memisahkan gliserol dari hasil
saponifikasi minyak dengan NaOH yang sulit dipisahkan. Kemudian campuran diaduk kuat
sampai terbentuk padatan. Kemudian padatan yang diperoleh disaring menggunakan kertas
saring, hal ini dilakukan untuk memisahkan sabun natrium dengan larutan lain yang tidak
digunakan, selanjutnya padatan ditekan hingga bebas dari air. Hasil yang diperoleh, bobot sabun
seberat 81,33 gram.
4.2.2 Sifat-Sifat Sabun
Pada percobaan ini merupakan uji sifat-sifat sabun atau uji kesadahan. Kesadahan
merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan sabun.
Pada air berkesadahan rendah air dapat membentuk busa apabila dicampur dengan sabun,
sedangkan pada air berkesadahan tinggi tidak akan membentuk busa. Disamping itu, kesadahan
juga merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha memanipulasi nilai
pH.
Air sadah adalah air yang mengandung ion Ca2+ atau Mg2+ biasanya terbentuk dari garam
karbonat atau sulfat. Air sadah mempunyai sifat yaitu menyebabkan sabun sukar berbuih dan
timbulnya sejenis karang dan kerak.
Pada hasil percobaan pada kedua tabung setelah dipanaskan terbentuk endapan sabun
berwarna putih gading
Sabun sukar berbuih dalam air sadah, karena ion Ca2+ yang terkandung mengendapkan