S1_keperawatan_stikes medika SELASA, 13 NOVEMBER 2012 Makalah PHBS A. Latar belakang masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungk setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan k upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaa pengobatan atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehat proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun seca untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaru kesehatan pribadinya dan orang lain. Dan terakhir menunjukkan bahwa saat ini leb % rakyat Indonesia tidak mampu mendapatkan jaminankesehatan darilembaga atau perusahaan dibidang pemeliharaan kesehatan seperti Askes, Taspen dan Jamsostek. ” Kesehatan adalah nikmat yang teramat besar yang senantiasa kita jaga, ko fisik dan jiwa yang sehat menjamin kita semua memberikan yang terbaik untuk u bangsa. Menyadari pentingnya kesehatan dalam pembangunan nasional sesuai deng MDG’s, diperlukan peran seluruh komponen kehidupan berbangsa dan bernegar terutama mahasiswa sebagai elemen intelektual muda” (Bakornas LKMI PB HMI).” Pentingnya kesehatan menjadi sorotan publik pada sekarang ini, ap masyarakat Indonesia, karena masyarakat Indonesia kurang sekali perdul kesehatan, oleh karena itu perlu adanya peran aktif dari pemuda, khususnya ma didalam pembangunan kesehatan di Indonesia. B. Rumusan masalah Konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat sesungguhnya tidak terla mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain diluar kenyataanklinis yang mempengaruhinya terutama faktorsosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahamidalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Ma sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakma manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun budaya. Seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis) gangguan kesehatan lainyang menyebabkan aktivitas kerjaatau kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit seperti masuk angin, pilek tetapi terganggu untuk melaksanakan kegiatannya maka ia dianggap tidak sakit kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari b
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Latar belakang masalah
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah
upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan,
pengobatan atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah
proses membantu sesorang, dengan bertindak secara
sendiri-sendiri ataupun secara kolektif,
untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi
kesehatan pribadinya dan orang lain. Dan terakhir menunjukkan bahwa
saat ini lebih dari 80
% rakyat Indonesia tidak mampu mendapatkan jaminan kesehatan dari
lembaga atau
perusahaan dibidang pemeliharaan kesehatan seperti Askes,
Taspen dan Jamsostek.
”Kesehatan adalah nikmat yang teramat besar yang senantiasa kita
jaga, kondisi
fisik dan jiwa yang sehat menjamin kita semua memberikan yang
terbaik untuk umat dan
bangsa. Menyadari pentingnya kesehatan dalam pembangunan nasional
sesuai dengan
MDG’s, diperlukan peran seluruh komponen kehidupan berbangsa dan
bernegara,
terutama mahasiswa sebagai elemen intelektual muda” (Bakornas LKMI
PB HMI).”
Pentingnya kesehatan menjadi sorotan publik pada sekarang ini,
apalagi oleh
masyarakat Indonesia, karena masyarakat Indonesia kurang sekali
perduli terhadap
kesehatan, oleh karena itu perlu adanya peran aktif dari pemuda,
khususnya mahasiswa
didalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
B. Rumusan masalah
Konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat sesungguhnya tidak
terlalu
mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain diluar kenyataan
klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian
saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam
konteks
pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,
sosiologi, kedokteran dan
lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan
pengertian tentang
konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu.
Masalah sehat dan
sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan
manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosial
budaya.
Seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun
(kronis) atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja atau
kegiatannya
terganggu. Walaupun seseorang sakit seperti masuk angin, pilek
tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya maka ia dianggap tidak
sakit. Masalah
kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai
masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan
manusia, sosial
budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika dan
sebagainya.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah mengenai “hubungan dan peran antara
masyarakat
dan pembangunan kesehatan” adalah yang pertama untuk memenuhi salah
satu tugas
mata kuliah yaitu sosiologi. Selain itu topik ini sangat menarik
karena kita dapat
mengetahui mengenai bagaimana hubungan dan peran masyarakat
dalam
pembangunan kesehatan serta mengetahui tentang pentingnya
pembangunan
kesehatan di masyarakat. Serta untuk mengetahui gambaran masalah
kesehatan
masyarakat yang ada di Indonesia saat ini, untuk mengetahui
strategi paradigma
kesehatan, untuk mengetahui konsep baru tentang makna sehat, dan
untuk mengetahui
sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan.
konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara
lain bahwa diperolehnya
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang
fundamental bagi setiap orang
tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial
ekonominya. Program
pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan
masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai
masalah dan
hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu
diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi
ketimpangan hasil
pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan,
derajat kesehatan yang masih
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan kurangnya
kemandirian dalam
pembangunan kesehatan.
berpengauh terhadap pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan
pada dinamika
kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran.
Ketiga, Tantangan
global sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas, revolusi
informasi, telekomunikasi
dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan. Kelima,
Demokratisasi.
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju
IPTEK dengan
informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan
paradigma
pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan
kesehatan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang
baru yaitu Paradigma Sehat
merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang
bersifat proaktif.
Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam
jangka panjang
diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga
kesehatan melalui
kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan
yang bersifat promotif dan
preventif.
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang
kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi,
tersedianya air bersih,
sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan
kawasan yang
berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat
yang saling tolong
menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan
adalah yang bersifat
proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
resiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif
dalam gerakan kesehatan
masyarakat.
Dasar-Dasar pembangunan kesehatan untuk mencapai taraf kesehatan
bagi semua,
maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan
dasar adalah:
Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan
dan pemberantasannya
Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga
berencana
Oleh karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk
mencapai derajat
kesehatan yang layak bagi semua, maka perencanaan, pengorganisasian
dan penyelenggaraan
yang efisien mutlak diperlukan disamping harus berdasarkan
:
Perikemanusiaan
Pelayanan kesehatan perorangan yang sesuai
kebutuhan
Dukungan sumber daya kesehatan Misi Pembangunan Kesehatan
dalam mewujudkan Visi
Indonesia Sehat 2010, telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan
(DepKes RI, 1999)
Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan Untuk
dapat terwujudnya
Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab program pembangunan
harus memasukkan
pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan
pembangunannya. Oleh
karena itu seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus
berperan sebagai penggerak
utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat Perilaku
sehat dan kemampuan
masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu sangat
menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin
tersedianya pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah, melainkan
mengikutsertakan masyarakat
dan potensi swasta.
lingkungannya Untuk terselenggaranya tugas penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus
diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung
oleh upaya kuratif dan
rehabilitatif.
berdasarkan pada kebijakan nasional, mencakup garis besar
kegiatan dimana semua sektor
yang terlibat untuk mewujudkan kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal
penting yang harus
diterapkan adalah, (DepKes RS, 1999):
1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan Setiap program
pembangunan nasional yang
diselenggarakan di Indonesia harus memberikan konstribusi positif
terhadap kesehatan, yaitu
terbentuknya lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat.
2. Profesionalisme Untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang bermutu dilaksanakan
melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta didukung oleh
penerapan nilai-nilai
moral dan etika.
wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur
sistem pemerintah
dan rumah tangga sendiri dipandang lebih sesuai untuk pengolahan
pembangunan. Tujuan,
Sasaran dan Kebijakan pembangunan Kesehatan. Tujuan pembangunan
kesehatan
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui
terciptanya masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya
yang hidp dengan perilaku dan
dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang
bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal di seluruh wilayah
Indonesia.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, maka ditetapkan
Kebijakan umum
pembangunan kesehatan (DepKes RI, 2000, Soemantri S,
2001):
Pemantapan kerja sama lintas sektor
Peningkatan perilaku, kemandirian dan kemitraan
swasta
Peningkatan kesehatan lingkungan
Peningkatan upaya kesehatan
Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhdaap
penggunaan sediaan farmasi,
makanan dan alat kesehatan yang tidak absah
Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
Program pembangunan kesehatan Program-program pembangunan
kesehatan
dikelompokkan dalam pokok-pokok program yang pelaksanaannya
dilakukan secara terpadu
dengan pembangunan sektor lain yang memerlukan dukungan dan peran
serta masyarakat.
Disusun 7 program pembangunan kesehatan yaitu, (DepKes RI, 1999) :
1. Program perilaku dan pemberdayaan masyarakat
2. Program lingkungan sehat
3. Program upaya kesehatan
5. Program pengawasan obat, makanan dan obat berbahaya
6. Program kebijakan dan manajemen pembangunan
kesehatan
7. Program pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan
Untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan
masyarakat yang dinilai
penting untuk mendukung keberhasilan program pembangunan
nasional ditetapkan 10
pogram unggulan kesehatan yaitu, (DepKes RI, 1999)
:
2. Program perbaikan gizi
4. Program peningkatan perilaku hidup sehat dan kesehatan
mental
5. Program lingkungan pemukiman, air dan sehat
6. Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan
keluarga berencana
7. Program keselamatan dan kesehatan kerja
8. Program anti tembakau, alkohol dan madat
9. Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan dan
minuman
10. Program pencegahan kecelakaan, rudapaksa dan keselamatan
lalu lintas
Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan
Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber
daya manusia yang
sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem
Kesehatan Nasional
(SKN). Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya
meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran
yang lebih tinggi pada
pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan
preventif.
Pelayanan promotif, untuk meningkatkan kemandirian dan peran serta
masyarakat
dalam pembangunan kesehatan diperlukan program penyuluhan dan
pendidikan masyarakat
yang berjenjang dan berkesinambungan sehingga dicapai tingkatan
kemandirian masyarkat
dalam pembangunan kesehatan. Dalam program promotif membutuhkan
tenaga-tenaga
kesmas yang handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam
penyuluhan dan
pendidikan.
tenaga kesmas yang memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan
metode pencegahan
serta pengendalian penyakit. Program preventif ini merupakan salah
satu lahan bagi tenaga
kesmas dalam pembangunan kesehatan. Keterlibatan kesmas dibidang
preventif di bidang
pengendalian memerlukan penguasaan teknik-teknik lingkungan
dan pemberantasan
penyakit. Tenaga kesmas juga dapat berperan dibidang kuratif
dan rehabilitatif kalau yang
bersangkutan mau dan mampu belajar dan meningkatkan
kemampuannya dibidang tersebut.
Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat
menuju hidup
bersih dan sehat program promosi perilaku hidup bersih dan
sehat yang biasa dikenal
PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah
penyakit menular
yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat
luas. Program ini dimulai
dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat
setempat dan
mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk,
1997; UNICEF,
WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera). Program promosi PHBS harus
dilakukan secara
profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai
kemampuan dan komitmen
terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan
mampu
melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara
tepat dan benar yang
sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan
masyarakat diharapkan
mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan
perubahan
perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga
kesehatan masyarakat telah
mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya
disumbangkan
kepada masyarakat dimana mereka bekerja.
Dalam mewujudkan PHBS secara terencana, tepat berdasarkan situasi
daerah maka
diperlukan pemahaman dan tahapan sebagai berikut :
a. Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik
perilaku Program promosi Hygiene
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang merupakan pendekatan
terencana untuk
mencegah penyakit diare melalui pengadopsian perubahan perilaku
oleh masyarakat secara
meluas. Program ini dimulai dari apa yang diketahui, diinginkan,
dan dilakukan masyarakat.
Perencanaan suatu program promosi hygiene untuk masyarakat
dilakukan berdasarkan
jawaban atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak
yang terlibat, untuk itu
diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang dirancang
untuk dikomunikasikan
lewat sarana lokal seperti poster, leaflet.
b. Mengidentifikasikan perubahan perilaku masyarakat,
dalam tahap ini akan dilakukan
identifikasi perilaku beresiko melalui pengamatan terstruktur.
Sehingga dapat ditentukan cara
pendekatan baru terhadap perbaikan hygiene sehingga
diharapkan anak-anak terhindar dari
lingkungan yang terkontaminasi. Memotivasi perubahan perilaku
masyarakat, langkah-
langkah untuk memotivikasi orang untuk mengadopsi perilaku hygiene
termasuk ;
Memilih beberapa perubaha perilaku yang diharapkan dapat
diterapkan
Mencari tahu apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran
mengenai perilaku tersebut melalui
diskusi terfokus, wawancara dan melalui uji coba
perilaku
Membuat pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan
perubahan perilaku
Menciptakan sebuah pesan sederhana, positif, menarik
berdasarkan apa yang disukai
kelompok sasaran
Merancang paket komunikasi. Merancang program komunikasi,
pada tahap ini telah dapat
menentukan perubahan perilaku dan menempatkan pesan dengan tepat
dengan memadukan
semua informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya dikomunikasikan
dengan dukungan
seperti audio visual (video, film), oral (radio), cetak (poster,
leaflet), visual (flip charts).
Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus
lebih komprehensif
dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi
dan lingkungan sosial-
budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang
berwawasan kesehatan dan perubahan
perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti
sanitasi dan hygiene perorangan,
keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan
perumahan, fasilitas mandi, cuci
dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan
biologi adalah flora
dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap
perilaku dan budaya
setempat yang berhubungan dengan PHBS. Perubahan terhadap
lingkungan memerlukan
intervensi dari tenaga kesehatan terutama Tenaga Kesehatan
Masyarakat yang mempunyai
kompetensi sehingga terciptanya lingkungan yang kondusif dalam
Program Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat
sejahtera.
Kondisi umum kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
lingkungan, perilaku,
dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai
kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas
Pembantu dan
Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah
Indonesia.
HASIL TINJAUAN LAPANGAN
Kota Bekasi terkenal dengan kesemrawutan lalu lintas dan kemacetan
yang terjadi
setiap hari. Juga padatnya lahan perumahan dan pertokoan.
Bantargebang yang bermasalah
sebagai TPA sampah warga DKI Jakarta, padahal Bantar Gebang bisa
dibilang menjadi urat
nadi perekonomian kota. Kota Bekasi menjadi kota yang super sibuk
karena selain harus
melayani warga dari daerah sendiri juga dari wilayah-wilayah yang
mengelilinginya seperti
DKI Jakarta, kabupaten Bogor, dan kabupaten Bekasi.
Usianya sebagai kota otonom memang belum lama, baru lima tahun pada
10 Maret
2002. Sebelumnya Kota Bekasi berstatus sebagai Kecamatan Bekasi
yang kemudian menjadi
kota administratif (Kotif) tahun 1982 di bawah Kabupaten Bekasi.
Perkembangan Kota
Bekasi sudah terlihat sewaktu masih berstatus sebagai kecamatan dan
kota administratif.
Jumlah penduduk Bekasi kian membengkak karena migrasi penduduk dari
luar. Misalnya
pada tahun 2000 laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi yang
5,18 persen, sebanyak 3,68
persennya adalah laju pertumbuhan migrasi. Sayangnya
penyebaran penduduk tidak merata
di seluruh wilayah.
Lahan permukiman di wilayah seluas 21.049 hektar ini terkonsentrasi
di beberapa
kecamatan bekas kotif seperti Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi
Barat dan Bekasi Timur.
Di kecamatan-kecamatan tersebut hampir tidak ada lahan kosong.
Total tanah Bekasi yang
sudah terbangun seluas 10.773 hektar dengan 90 % berupa permukiman.
Sisanya untuk
industri dan perdagangan dan jasa masing-masing 4 dan 3 %. Lahan
untuk pendidikan dan
pemerintahan dan bangunan umum masing-masing 2 dan 1 %. Dan
kecamatan Bantar
Gebang dilupakan sebagai pusat industri di wilayah ini. Selama ini
Kota Bekasi memang
lebih menonjol dengan sektor properti khususnya perumahan. Sejak
tahun 2001 wilayah
administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10 kecamatan yang terdiri
dari 52 kelurahan.
Jumlah dan pertumbuhan penduduk sejak awal tahun 2000-an
pertumbuhan penduduk
Kota Bekasi mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode tahun
1990-an. Pada awal
tahun 1990-an laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi masih sekitar
6,29% sedangkan pada
awal tahun 2000 menjadi 5,19% dan pada tahun 2003 sebesar 4,79%,
namun demikian
persebaran penduduk di Kota Bekasi masih belum merata. Dengan
jumlah penduduk Kota
Bekasi pada tahun 2003 mencapai 1.845.005 jiwa yang terdiri dari
930.143 jiwa penduduk
laki-laki dan 914.862 jiwa penduduk perempuan, sebagian besar
adalah penduduk di
kecamatan Bekasi Utara. Padahal kecamatan yang terluas wilayahnya
adalah kecamatan
Bantar Gebang. Jumlah penduduk dikecamatan Bekasi Utara sebesar
236.303 jiwa kemudian
kecamatan Pondok Gede sebesar 232.110 jiwa. Sementara Kecamatan
Jati Sampurna
memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 103.952 jiwa.
Sumber air bersih untuk daerah pelayanan Kota Bekasi berasal dari
sumber air
permukaan. Ada lima unit Instalasi Pengolahan Air di lima
kecamatan di Kota Bekasi.
milik Pemda serta truk tinja milik swasta. Tingkat pelayanan yang
saat ini sudah dicapai
dengan bantuan swasta telah mencapai rata-rata 40%. Lumpur tinja
yang berasal dari septik
tank masyarakat disedot dan diangkut menggunakan truk tinja
(Vacuum) milik Sub Dinas
Kebersihan, DPU Kota Bekasi serta truk tinja milik swasta. Di Kota
Bekasi terdapat 11 unit
truk tinja milik Subdin Kebersihan DPU Kota Bekasi, serta 21 unit
truk tinja milik swasta.
Pengolahan akhir tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
yang berlokasi di
Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang. Kapasitas IPLT 115
m3/hari. Secara fisik
kondisi prasarana masih belum lengkap, antara lain : pompa lumpur,
bar screen dan screen
chamber , dan pagar pengaman. IPLT belum beroperasi penuh
karena masih dalam
penyelesaian.
Wilayah Kota Bekasi dialiri 5 (lima) sungai utama yaitu Kali
Cakung, Kali Bekasi, Kali
Sunter, Kali Cikeas, Kali Cileungsi beserta anak-anak sungainya.
Sungai-sungai tersebut
berfungsi sebagai drainase utama/primer (drainase makro).
Kelima sungai tersebut
mempunyai daerah tangkapan air yang cukup luas dengan muara ke arah
utara dan berakhir
di Laut Jawa. Sistem drainase Kota Bekasi saat ini mencakup wilayah
seluas kurang lebih
9.035 hektar atau 43% dari luas wilayah kota. Terdapat saluran
penerus/sekunder dari pusat
daerah tangkapan dalam kota ke badan air penerima dengan lebar dan
kedalaman saluran
bervariasi. Kondisi sistem drainase yang ada telah banyak
yang rusak dan kurang terpelihara.
Akibat dari kondisi yang ada, maka genangan menjadi masalah utama
di Kota Bekasi dengan
luas genangan sekitar 58,5 hektar yang tersebar di 27 lokasi.
Genangan yang terjadi di Kota
Bekasi disebabkan oleh:
1. Adanya hambatan saluran air dari arah selatan ke utara
oleh:
Jalan tol
Selokan/gorong-gorong yang ada saat ini kapasitasnya sudah
tidak memenuhi lagi.
2. Faktor alamiah saluran itu sendiri karena terjadi
penggerusan dan terbawanya material
saluran oleh aliran air, sehingga terjadi pedangkalan dan
sedimentasi yang mengakibatkan
terjadinya penyempitan dimensi saluran drainase.
3. Faktor pola perilaku masyarakat yang membuang sampah ke
dalam saluran drainase dan
pembangunan fisik yang tidak memperhatikan garis sempadan
saluran menyebabkan
penyumbatan dan kerusakan saluran drainase.
4. Adanya pengembangan wilayah kota yang mengubah tata guna
lahan mengakibatkan
bertambahnya debit air di saluran. Luapan/genangan terjadi
karena pertambahan debit
tersebut tidak disertai dengan perencanaan ulang saluran drainase
eksisting.
DAMPAK TPST BAGI MASYARAKAT SEKITARNYA
Pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan Bantar Gebang
merupakan daya
tarik tersendiri bagi penduduk daerah lain. Hal ini terutama
disebabkan oleh banyaknya
perusahaaan perusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga
kerja. Jumlah penduduk
Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 1997 adalah 68.255 jiwa dan pada
tahun 1998
meningkat menjadi 70.559 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak adalah
desa Bantar Gebang,
peningkatan urbanisasi yang cukup signifikan. Gejala ini juga
diikuti oleh terdapatnya
peningkatan jumlah pendatang yang mendirikan perumahan liar
di sekitar TPST. Kondisi
lingkungan yang buruk berpengaruh pada kesehatan penduduk khususnya
anak-anak yang
diperlihatkan dengan penampilan yang tidak sehat. Hal ini
diperburuk lagi dengan keikut
sertaan anak-anak membantu orang tuanya memilah sampah berupa
plastik, botol, kaca, kain,
dan benda-benda lain yang memiliki nilai tukar yang cukup berarti.
Berdasarkan harian
Republika 5 Oktober 1999 penyakit yang diderita oleh penduduk di
sekitar TPST Bantar
Gebang adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), penyakit
gigi, infeksi kulit, anemia,
diare, disentri, pneumonia, dan infeksi telinga.
DAMPAK TPST BAGI LANGKUNGAN SEKITARNYA
Gunung sampah itu semakin hari semakin meninggi. Mobil-mobil
pengangkut sampah
tak henti hentinya berlalu-lalang keluar masuk lokasi pembangunan
sampah di Kecamatan
Bantar Gebang, Kota Bekasi. Semenjak puluhan tahun silam, sampah
bagi masyarakat di
sekitar TPST Bantar Gebang telah menjadikan segalanya
berubah.
Dari sudut ekonomi, tak sedikit juga masyarakat yang diuntungkan
dari beroperasinya
TPST Bantar Gebang. Sebaliknya, tak sedikit warga yang merasa
dirugikan. Bahkan, jika
dilihat dari sudut kesehatan, sudah barang tentu tidak ada yang
merasa diuntungkan.
Warga Ciketing Udik RW. 05 salah satu contohnya. Kampung yang
jaraknya hanya
kurang lebih 150 meter dari lokasi TPST ini sejak beberapa bulan
terakhir mengeluhkan air
dari sumur rumahnya tidak bersih lagi. Menurut warga setempat, hal
ini diakibatkan
rembesan air yang berasal dari gunung sampah di TPST. Rembesan itu
mengkontaminasi air
tanah, yang juga banyak digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Masih dari Desa Ciketing Udik, sejak bertahun-tahun lalu warga
sudah merasa was-was
akan bahaya sampah terhadap kesehatan masyarakat. Menurut
masyarakat setempat, banyak
diantara warga Ciketing Udik menderita batuk-batuk, gatal-gatal,
penyakit kulit, dan
muntaber. Lain halnya permasalahan yang dihadapi masyarakat RT. 02
dari kelurahan yang
sama. Masyarakat yang didominasi petani padi ini selama tiga tahun
terakhir mengeluhkan
menurunnya hasil padinya setiap kali panen. “Kami nyaris gagal
panen karena adanya lalat
dan hama yang ditimbulkan sampah tersebut,” kata Tacin Ketua RT 02
Kelurahan Ciketing
Udik.
Tacin mengaku mulai menyadari imbas dari keberadaan TPST Bantar
gebang di
wilayahnya. Ia mencontohkan, air yang biasa digunakan untuk
keperluan rumah tangga,
mulai berbeda dari biasanya. “K alau pagi menuangkan air ke
dalam gelas ada kotoran yang
berasal dari airnya, kami khawatir itu akan menjadi sebuah
dampak yang tidak baik,
kemungkinan bisa menimbulkan penyakit,” imbuh Tacin.
Hal senada dilontarkan salah seorang tokoh masyarakat Ciketing Udik
yang
menyatakan masyarakat di kampungnya mulai tidak tenang dengan
situasi seperti ini.
Masyarakat menuntut kebijakan pemerintah agar TPST Bantar gebang
ditutup secara total.
permasalahan yang dihadapi masyarakat di sekitar TPST Bantar
Gebang tidak hanya
berhenti sampai disini. Tatkala musim hujan datang, warga
semakin was-was akan bahaya
longsor. Pasalnya, tanah yang menjadi medan tumpukan sampah tak
mampu lagi menahan air
hujan.
“Tatkala musim kemarau, sampah akan terbakar dengan sendirinya
karena sampah
yang berbentuk plastik dan bahan kimia mudah terbakar bila terkena
sorotan matahari,” tutur
Sukara warga Sumur Batu, Bantar Gebang salah seorang pemulung yang
berasal dari
Indramayu.
“Kalau tidak ditutup dengan tanah pasti akan terjadi kebakaran
karena k ebakaran ini
sering terjadi, walau pun demikian itu tidak akan aman karena kalau
musim hujan saya
khawatir akan longsor, tidak ada kekuatan yang menahan
sampah-sampah tersebut,” lanjut
pemulung yang sudah beraktifitas selama tiga tahun di TPST
Bantar Gebang ini.
Di tempat terpisah, pihak kelurahan Ciketing Udik, Anen Samsudin
menyatakan,
keluhan warga Kelurahan Ciketing Udik merupakan hal yang wajar.
Namun, ia meminta
semua pihak untuk duduk bersama agar hal tersebut dapat
dimusyawarahkan, sehingga
aspirasi masyarakat dapat tertampung, dan kedepannya pengelolaan
sampah di TPST tidak
merugikan siapapun, “Masalah dana kompensasi juga perlu
dikedepankan untuk mencapai
kesepakatan apakah nantinya dana itu fifty-fifty untuk dibagikan
langsung berupa dana
kompensasi dan pembangunan fisik? itu perlu dimusyawarahkan karena
itu merupakan hak
warga, agar semua pihak merasa diuntungkan,” komentar Anen
Samsudin,
Sementara, pemerintah kota Bekasi menekankan perlunya orang-orang
yang ahli untuk
menangani pengelolaan sampah di TPST Bantar Gebang secara
profesional. Karena, tak
mudah untuk mengatasi masalah sampah yang sudah menggunung itu
tanpa teknologi yang
canggih.
“Bagaiman caranya dengan teknologi canggih bisa mengatasi masalah
tumpukan
sampah yang sudah menggunung? Tapi masalahnya, tumpukan sampah di
TPST Bantar
Gebang sudah sulit dipisahkan antara jenis organik dan non organik,
seperti di Bali, agar bisa
A. Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan
penduduk yang masih
perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua
pihak antara lain: anemia pada
ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak,
GAKY terutama didaerah
endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok
mahasisiwa, anak-anak
usia sekolah, masih tingginya angka BBLR, serta bagaimana
mempertahankan dan
meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus
ditangani secara sungguh-
sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku
sumber daya manusia
Indonesia di masa yang akan datang.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai
macam transisi
kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi,
transisi gizi dan transisi perilaku.
Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan sebab ganda
(double burden) masalah
kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia
harapan hidup yang
meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sermentara masalah bayi
dan BALITA tetap
menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas
penyakit menular yang belum pupus
ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan
drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi
dengan gizi lebih.
4. Tansisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku
tradisional menjadi modern
yang cenderung membawa risiko.
kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaaan terganggu fisik,
mental dan spiritual.
Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena
dapat memberikan
gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai
penyakit
diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit
adalah selebihnya atau 85%.
Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada
mereka yang sakit.
Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak
mendapat upaya
promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran,
peletakan perhatian dan biaya
sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang
perlu mendapatkan
upaya promosi kesehatan. Dengan adanya tantangan seperti tersebut
di atas maka diperlukan
suatu perubahan paradigma dan konsep pembagunan kesehatan. Beberapa
permasalahan dan
tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara
lain:
a. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun
secara nasional kualitas kesehatan
masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan
antar tingkat sosial
ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup
tinggi.
b. Status kesehatan penduduk miskin masih
rendah.
c. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita
oleh masyarakat adalah penyakit
infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular,
sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan
(double burden)
d. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan masih rendah.
e. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak
merata.
f. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup
bersih dan sehat.
g. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
h. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya
kondisi kesehatan lingkungan
juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Kesehatan lingkungan merupakan
kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan
kewilayahan.
i. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan
sumber daya manusia,
standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat
tradisional, kosmetik, produk
terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.
B. Strategi Paradigma Kesehatan
perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka
memasuki era reformasi untuk
Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep dasar
strategis pembangunan
kesehatan dal;am bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan
kesehatan cenderung
menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya
pengobatan (kuratif)
terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani
masalah
kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali
prioritas dan penekanan
program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan
menjadi pelaku utama
dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.
Untuk membentuk manusia Indonesia menjadi sumber daya manusia
sehat-produktif-
kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita
lakukan sekarang. Kita
perlu re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan
penduduk yang sehat tidak
bisa dilakukan melalui pengobatan yang sedikit
saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan
adalah
paradigma atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan
penyakit berupa
pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah
upaya peningkatan kesehatan
dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias
lebih berkontribusi dalam
pembangunan.
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman
kita tentang nilai,
peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan.
Dimulai pada zaman keemasan
yunani bahwa sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan
sedang sakit sebagai
sesuatu yang tidak bermanfaat.
agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga
berubah. Seseorang
disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama
tidak ditemukan
penyebab penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat
WHO mengalami perubahan
seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI No.23 tahun 1992 telah
dimasukkan unsure
hidup produktif social dan ekonomi. Definisi terkini yang dianut di
beberapa negara maju
seperti Canada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat
adalah sarana atau alat
untuk hidup sehari-hari secara produktif.
1. Paradigma Baru Kesehatan setelah tahun 1974 terjadi
penemuan bermakna dalam konsep
sehat serta memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan
masyarakat di dunia tahun
1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan
masyarakat baru,
karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala
nasional dan internasional
tentang karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan
pemerataan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
Setelah deklarasi Alma Ata HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico
(1990) dan Saitama
(1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap
beralih dari orientasi sakit
ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan
oleh:
a. Transisi epidemiology pergeseran angka kesakitan dan
kematian yang semula disebabkan
oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan
kecelakaan.
b. Perubahan konsep dari Cartesian ke holistic
filosofi.
c. Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke
alat/sarana.
Makin jelasnya pemahaman kita tentang factor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan
penduduk. Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum
(1974) dalam tulisannya
secara jelas mengatakan bahwa “ status kesehatan penduduk bukanlah
hasil pelayanan medis
semata-mata”. Akan tetapi factor -faktor lain seperti
lingkungan, perilaku dan genetika justru
lebih menentukan terhadap status kesehatan penduduk, dimana
perubahan pemahaman dan
pengetahuan tentang determinan kesehatan tersebut, tidak
diikuti dengan perubahan
kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti
membuat peraturan
perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang kesehatan
No.23 tahun 1992
terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif
sebagaimana tujuan program
kesehatan dalam GBHN.
dalam jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program
kesehatan itu sendiri, maka
untuk menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah
program kesehatan
yang lebih “efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai
model-model pembinaan
kesehatan (Health Developmenn Model)sebagai paradigma
pembangunan kesehatan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II.
Model ini menekankan
pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang
berkualitas untuk 20-25 tahun
mendatang.
dengan pendekatan pro-aktif.
e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai
potensi kesehatannya secara
penuh (Peningkatan vitalitas). Penduduk yang tidak sakit
(85%) agar lebih tahan terhadap
penyakit.
f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi: bumil, bayi, anak,
dan juga melindungi masyarakat
dari pencemaran.
masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan
perilaku)
h. Penggerakan peran serta masyarakat.
i. Penciptaan lingkungn yang memungkinkan masyarakat dapat
hidup dan bekerja secara sehat.
j. Pendekatan multi sector dan inter
disipliner.
k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan
pada kepentingan kesehatan
masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan desar bagi yang
sakit.
Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan
bentuk-bentuk pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.
3. Kebijakan kesehatan baru perubahan paradigma kesehatan
yang kini lebih menekankan pada
upaya promotif-preventif dbandingkan dengan upaya kuratif dan
rehabilitatif diharapkan
merupakan titik balik kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan
penduduk yang berarti
program kesehatan yang menitik beratkan pada pembinaan
kesehatan bangsa bukan sekedar
penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir
setiap terobosan baru perlu
didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan
cara berpikir yang
lama. Upaya kesehatan di masa daaing harus mampu menciptakan dan
menghasilkan SDM
Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan
harus dapat mengantarkan
setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup.
4. Konsekuensi implikasi dari perubahan paradigma perubahan
paradigma kesehatan apabila
dilaksanakan dapat membawa dampak yang cukup luas. Hal itu
disebabkan karena
pengorganisasian upaya kesehaan yang ada, fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada, adalah
merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk
mendukung terselenggaranya
paradigma sehat yang berorientasi pada upaya
promotif-preventif proaktif, community
centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua
wahana tenaga dan
sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan
reformasi termasuk
reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan kesehatan.
5. Indikator Kesehatan Indicator-indikator kesehatan yang
digunakan dewasa ini yaitu IMR,
CDR, One Expectancy, masih cocok disebut sebagai indicator
kesehatan penduduk. Untuk
mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah
indicator positif, bukan
hanya indicator negatif (sakit,mati) yang dewasa ini masih dipakai.
WHO menyarankan agar
sebagai indicator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal
sebagai berikut:
a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada
seseorang.
b. Mengukur kemampuan fisik.
d. Indeks massa tubuh.
6. Tenaga kesehatan peranan dokter, dokter gigi, perawat dan
bidan dalam upaya kesehatan
yang menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting.
Pengelolaan upaya
kesehatan dan pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan
holistic yang lebih
luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif
dan tidak individual.
Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotifasi dan memberdayakan
masyarakat,
mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola system
pelayanan kesehatan
yang efisien dan efektif, mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinan
dan teladan hidup
sehat.
pada mereka.
8. Kesehatan dan Komitmen Politik. Masalah kesehatan pada
dasarnya adalah masalah politik
oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan
komitmen politik. Dewasa
ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk
tidak banyak berperan
terhadap pembangunan social ekonomi. Para penentu kebijakan banyak
beranggapan sector
kesehatan lebih merupakan sector konsumtif ketimbang sektor
produktif sebagai penyedia
sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada
kegoncangan dalam keadaan
ekonomi negara alokasi terhadap sector ini tidak akan
meningkat.
D. Strategi dan Sasaran Utama Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan
nasional yang diupayakan oleh pemerintah. Dalam melaksanakan
pembangunan kesehatan di
tengah beban dan permasalahan kesehatan yang semakin pelik,
dibutuhkan strategi jitu untuk
menghadapinya. Dalam mengatasi masalah kesehatan dapat digunakan
beberapa strategi
utama, antara lain:
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup
sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga,
seluruh masyarakat
berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga
sadar gizi.
2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah, setiap orang miskin mendapatkan
pelayanan kesehatan
yang bermutu, setiap bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko
tinggi terlindungi dari
penyakit, di setiap desa tersedia SDM kesehatan yang
kompeten, di setiap desa tersedia
cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar, setiap Puskesmas dan
jaringannya dapat
menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya,
pelayanan kesehatan di
setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar
mutu.
3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi
kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah setiap kejadian penyakit
terlaporkan secara cepat
kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan
terdekat, setiap kejadian
luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan
tepat sehingga tidak
menimbulkan dampak kesehatan masyarakat, semua ketersediaan
farmasi, makanan dan
perbekalan kesehatan memenuhi syarat, terkendalinya
pencemaran lingkungan sesuai dengan
seluruh Indonesia.
penganggaran pemerintah pusat dan daerah, anggaran kesehatan
pemerintah diutamakan
untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan, dan terciptanya
sistem jaminan pembiayaan
kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat
2010 adalah :
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan
diselenggarakan harus
memiliki wawasan kesehatan. Artinya program pembangunan nasional
tersebut harus
memberikan kontribusi yang positif terhadap kesehatan,
setidak-tidaknya terhadap dua hal.
Pertama, terhadap pembentukkan lingkungan sehat. Kedua, terhadap
pembentukkan peilaku
sehat. Adalah amat diharapkan setiap program pembangunan yang
diselenggarakan di
Indonesia dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
terbentuknya lingkungan dan
perilaku sehat tersebut. Sedangkan secara mikro, semua
kebijakan pembangunan kesehatan
yang sedang dan atau akan diselenggarakan harus dapat makin
mendorong meningkatnya
derajat kesehatan seluruh anggota masyarakat. Jika diketahui
pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakn
melalui upaya promotif dan
preventif, bukan upaya kuratif dan rehabilitatif, maka
seyogyanyalah kedua pelayanan yang
pertaama tersebut dapat lebih diutamakan. Untuk
terselengggaranya pembangunan
berwawasan kesehatan perlu dilaksanankan kegiatan
sosialisasi, orientasi, kampanye dan
pelatihan sehingga semua pihak yang terkait (stakeholders)
memahami dan mampu
melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Selain itu,
perlu pula dilakukan
kegiatan penjabaran lebih lanjut dari konsep tersebut sehingga
benar benar menjadi
operasional serta terukur segala pencapaian dan dampak yang
dihasilkan.
2. Profesionalisme
penerapan nilai-nilai moral dan etika. Untuk terselenggaranya
pelayanan yang bermutu, perlu
didukung oleh penerapan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran. Untuk
terwujudnya pelayanan kesehatan yang seperti ini, jelaslah
pengembangan sumber daya
manusia kesehatan dipandang mempunyai peranan yang amat penting.
Pelayanan kesehatan
profesional tidak akan terwujud apabila tidak didukung oleh
tenaga pelaksana, yakni sumber
daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi. Lebih dari itu,
untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlu pula
didukung oleh
penerapan nilau-nilai moral dan etika profesi yang tinggi.
Untuk terwujudnya pelayanan
kesehatan yang seperti ini, semua tenaga kesehatan dituntut untuk
selalu menjunjung tinggi
sumpah dan kode etik profesi. Pelaksanaan perilaku yang dituntut
dari tenaga kesehatan
seperti diatas perlu dipantau secara berkala melalui kerjasama
dengan berbagai organisasi
profesi. Untuk terselenggaranya strategi profesionalisme akan
dilaksanakan penentuan
standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan
kompetensi, akreditasi dan
legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan peningkatan kualitas
lainnya.
Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat,
perlu digalang peran
serta masyarakat yang seluas-luasnya, termasuk peran serta dalam
pembiayaan. JPKM yang
pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan
kesehatan dalam bentuk
mobilisasi sumber dana masyarakat, adalah wujud nyata dari peran
serta masyarakat tersebut,
yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang
besar pula dalam turut
mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Dalam konteks penataan
sub sistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih
mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif, yang apabila berhasil dilaksanakan,
dinilai lebih efektif dan efisien
dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di samping
berpengaruh positif pula
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Untuk terselenggaranya
strategi tersebut
akan dilaksanakan sosialisasi, orientasi, kampanye dan pelatihan
untuk semua pihak yang
terkait sehingga mereka memahami konsep dan program JKPM. Selain
itu, akan
dikembangkan pula peraturan perundang-undangan, pelatihan Badan
Pelaksana JPKM, dan
pengembangan unit pembina JPKM agar strategi JPKM dapat
terlaksana dengan baik.
4. Desentralisasi
harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik masing-masing
daerah. Desentralisasi yang
inti pokoknya adalah pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada
pemerintah daerah
untuk mengatur sistem pemerintahan dan rumah tangga sendiri memang
dipandang lebih
sesuai untuk pengelolaan berbagai pembangunan nasional pada masa
mendatang. Tentu saja
untuk keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu
dilakukan, termasuk yang
terpenting adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya
manusianya. Untuk
terselenggarnya desentralisasi akan dilakukan kegiatan analisa dan
penentuan peran
pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kesehatan, penentuan
kegiatan upaya kesehatan
yang wajib dilaksanakan oleh daerah, analisa kemampuan daerah,
pengembangan sumber
daya manusia daerah, pelatihan, penempatan kembali tenaga dan
lain-lain kegiatan sehingga
strategi desentralisasi dapat terlaksana secara nyata.
Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2007
diarahkan untuk
mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui
peningkatan akses
masyarakat, terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan
yang antara lain
tercermin pada beberapa indikator sebagai berikut:
a. Meningkatnya proporsi keluarga yang berperilaku hidup
bersih dan sehat
b. Meningkatnya proporsi keluarga yang memiliki akses
terhadap sanitasi dan air bersih
c. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih
d. Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan
neonatal
e. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk
miskin ke Puskesmas
f. Meningkatnya tingkat kunjungan (visit rate) penduduk
miskin ke rumah sakit
g. Meningkatnya cakupan imunisasi
h. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
malaria, demam berdarah dengue
(DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS
i. Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita
k. Meningkatnya ketersediaan obat esensial
nasional
l. Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi produk terapetik/obat,
obat tradisional, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga,
produk komplemen dan
produk pangan
yang ditetapkan
masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang
berkualitas. Pencapaian sasaran tersebut tercermin dari
indikator dampak pembangunan
kesehatan, yaitu :
1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi
70,6 tahun
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per 1000
kelahiran hidup
3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi
226 per 100.000 kelahiran
hidup
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak anak balita
dari 25,8 % menjadi 20%.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan telah
bertekad
untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sebagai berikut:
1. Berpihak pada Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Departemen Kesehatan
akan selalu
berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi setiap
orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku,
golongan agama, dan
status sosial ekonomi.
Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat
harus dilakukan secara
cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan
yang cermat, sehingga
dapat mengenai sasaran dengan intervensi yang tepat.
3. Kerjasama tim
Dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina
kerja tim yang utuh
dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan sinergisme
4. Integritas tinggi.
5. Transparan dan akuntabilitas
depertanggungugatkan kepada publik.
system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang senantiasa
bersifat promotif untuk
mengentaskan kesehatan masyarkat, oleh tenaga kesehatan
professional bersama masyarakat
yang partisipatif. Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran
derajat kesehatan
masyarakat tidak semata-mata dilihat dari penurunan
kesakitan/kematian (dengan memakai
indicator negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil
peningkatan pada angka
kesehatan (indicator Positif). Nilai indicator positif ini
diperoleh sebagai dampak dari upaya
kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
professional dan didukung
besarnya penempatan biaya upaya promotif yang sesuai.
Paradigma sehat mempunyai
orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik
beratkan pada:
1. Promosi kesehatan, peningkatan vatalitas penduduk yang
tidak sakit (85%) agar lebih tahan
terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan
vitamin.
2. Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi
dan anak.
3. Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran
lingkungan serta perlindungan
masyarakat terhadap pengaruh buruk (melalui perubahan
perilaku).
4. Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui
pelayanan medis.
Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk
semua sehat di
tahun 2010, diamana mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat
dan tidak sakit dan
produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan preventif
daripada upaya kuratif yang
hanya menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.
B. SARAN
kualitas sumber daya manusia.
2. Komitmen dan kerjasama antara Negara berkembang dengan
Negara maju untuk mencapai
MDG.
3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karenan merupakan
salah satu faktor penting
dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya
pembangunan kesehatan
khususnya di indonesia.
5. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang
ini harus diarahkan pada upaya
bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan bagaimana
menyembuhkan mereka yang
sakit.
konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara
lain bahwa diperolehnya
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang
fundamental bagi setiap orang
tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial
ekonominya. Program
pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan
masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai
masalah san
hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu
diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi
ketimpangan hasil
pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan,
derajat kesehatan yang masih
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan kurangnya
kemandirian dalam
pembangunan kesehatan.
masyarakat (Kesmas) merupakan bagian dari sumber daya manusia yang
sangat penting
perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan
Nasional (SKN).
Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya
meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran
yang lebih tinggi pada
pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan
preventif.
Peran Tenaga Kesehatan masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat
menuju hidup
bersih dan sehat program promosi perilaku hidup bersih dan
sehat yang biasa dikenal
PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah
penyakit menular
yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat
luas. Program ini dimulai
dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat
setempat dan
mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk,
1997; UNICEF,
WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera). Program promosi PHBS harus
dilakukan secara
profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai
kemampuan dan komitmen
terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan
mampu
melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara
tepat dan benar yang
sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan
masyarakat diharapkan
mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan
perubahan
perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga
kesehatan masyarakat telah
mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya
disumbangkan
kepada masyarakat dimana mereka bekerja.
Sasaran PHBS tid ak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus
lebih
komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik,
lingkungan biologi dan
lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan
yang berwawasan
kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan
fisik seperti sanitasi
dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air
bersih, lingkungan
perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan
pembuangan sampah serta limbah.
Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya
seperti pengetahuan,
sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS.
Perubahan terhadap
lingkungan memerlukan intervensi dari tenaga kesehatan terutama
Tenaga Kesehatan
Masyarakat yang mempunyai kompetensi sehingga terciptanya
lingkungan yang kondusif
dalam Program Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diharapkan dapat
memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan menuju masyarakat
sejahtera.
diperlukan juga suatu strategi khusus dalam mencapai tujuan
tersebut. Strategi umum yang
dipergunakan dalam rangka menyelenggarakan misi pembangunan
kesehatan tersebut, dalam
upaya mencapai Visi Indonesia 2010 adalah sebagai
berikut:
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Secara makro setiap program pembangunan nasional yang
diselenggarakan dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap terbentuknya lingkungan
dan perilaku sehat
tersebut. Secara mikro, semua kebijakan pembangunan kesehatan yang
sedang dan atau akan
diselenggarakan harus dapat makin mendorong meningkatnya derajat
kesehatan seluruh
anggota masyarakat. Didalam kerangka strategi ini perlu dilakukan
kegiatan sosialisasi,
orientasi, kampanye, dan advokasi serta pelatihan sehingga semua
sektor pembangunan
berwawasan kesehatan.
2. Profesionalisme
melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika. Secara terus menerus
ditingkatkan
profesionalisme para petugas kesehatan serta profesionalisme
di bidang manajemen
pelayanan kesehatan. Didalam kerangka profesionalisme di
bidang kesehatan, dilaksanakan
penentuan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan
berdasarkan kompetensi,
akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta peningkatan
kualitas lainnya.
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM)
Untuk memantapkan kemandirian masyarakat dalam pola hidup
sehari-hari digalang
peran serta masyarakat yang seluas-luasnya termasuk peran
serta dalam pembiayaan. JPKM
pada dasarnya merupakan penataan sub sistem pembiayaan
kesehatan dalam bentuk
mobilisasi sumber dana masyarakat, sebagai wujud nyata peran serta
masyarakat dalam
mempercepat pemerataan dan keterjangkaunan pelayanan kesehatan.
Dalam kontek penataan
subsistem pelayanan kesehatan, strategi JPKM akan lebih
mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif.
4. Desentralisasi
kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik
masing-masing daerah. Untuk
keberhasilan desentralisasi ini berbagai persiapan perlu dilakukan
termasuk yang terpenting
adalah persiapan perangkat organisasi serta sumber daya manusia.
Perlu dilakukan analisis
dan penentuan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah bidang
kesehatan, penentuan
kegiatan upaya kesehatan yang wajib dilakukan oleh daerah,
pengembangan sumber daya
manusia, pelatihan, penempatan kembali tenaga
kesehatan.
Seluruh Masyarakat menghadapi Era Glibalisasi.
http://crackbone.wordpress.com/2010/01/27/pengembangan-sistem-kesehatanmasyarakat-
1 komentar:
PENGIKUT ARSIP BLOG
July 29, 2008 18 comments
1. Definisi
serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.
b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas
kesadaran
sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
kesehatan di
masyarakat.
Adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu
mempraktekkan PHBS. Dalam hal ini ada 5 program priontas yaitu KIA,
Gizi,
Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup, Dana Sehat/Asuransi
Kesehatan/JPKM.
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup
bersih
dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat.
PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga
Sehat.
Adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan
suatu
kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat,
dengan
membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan
edukasi,
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui
pendekatan
pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan
pemberdayaan
masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat
mengenali
dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan
masing-masing, dan
masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan
menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Untuk mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditiap
tatanan;
diperlukan pengelolaan manajemen program PHBS melalui tahap
pengkajian,
perencanaan, penggerakan pelaksanaan sampai dengan pemantauan
dan
penilaian. Selanjutnya kembali lagi ke proses semula. Untuk lebih
jelasnya
digambarkan dalam bagan berikut ini :
Gambar 1. Alur Pelaksanaan Program PHBS
Gambar 2. Prose Program PHBS
Selanjutnya dalam program promosi kesehatan dikenal adanya model
pengkajian
dan penindaklanjutan (precede proceed model) yang diadaptasi dari
konsep L W
Green:
mempengaruhinya, serta cara menindaklanjutinya dengan berusaha
mengubah,
memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut kearah yang lebih
positif. Proses
pengkajian mengikuti anak panah dari kanan ke kiri, sedang
proses
penindaklanjutan dilakukan dari kiri ke kanan.
Dengan demikian manajemen PHBS adalah penerapan keempat proses
manajemen
pada umumnya ke dalam model pengkajian dan
penindaklanjutan.
a. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di
bidang
Pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat
sesejahteraan.
b. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai
dalam bidang kesehatan,
dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan
yang
sedang dihadapi.
c. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial
budaya
yang langsung/tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
d. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang
timbul karena
adanya aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap
lingkungannya.
Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi
atau perilaku
tertentu. Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan
perilaku tertentu
yaitu faktor pemungkin, faktor pemudah dan faktor penguat.
a. Faktor pemungkin adalah faktor pemicu terhadap
perilaku yang
memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana.
b. Faktor pemudah adalah faktor pemicu atau anteseden
terhadap perilaku yang
menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku.
c. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak.
Ketiga faktor penyebab tersebut di atas dipengaruhi oleh faktor
penyuluhan dan
faktor kebijakan. peraturan serta organisasi. Semua faktor faktor
tersebut
merupakan ruang lingkup promosi kesehatan.
Faktor lingkungan adalah segala faktor baik fisik, biologis maupun
sosial budaya
yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi derajat
kesehatan.
Promosi kesehatan adalah proses memandirikan masyarakat agar dalam
memelihara
dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter 1986). Promosi
kesehatan lebih
menekankan pada lingkungan untuk terjadinya perubahan perilaku.
Contohnya
masyarakat dihimbau untuk membuang sampah di tempatnya,
selanjutnya
diterbitkan peraturan dilarang membuang sampah sembarangan.
Himbauan dan
peraturan tidak akan berjalan, apabila tidak diikuti dengan
penyediaan fasilitas
tempat sampah yang memadai.
dengan program PHBS. Selanjutnya sebelum melaksanakan
langkah-langkah
manajemen PHBS, terlebih dahulu dilakukan kegiatan persiapan yang
meliputi :
a. Persiapan sumber daya manusia
Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen pengelola
program
Promkes, bentuk kegiatannya yaitu :
2) Sosialisasi dan advokasi kepada para pengambil keputusan
4) Pelatihan PHBS
5) Lokakarya PHBS
baik resmi maupun tidak resmi.
b. Persiapan teknis dan administrative
Tujuannya untuk mengidentifikasi kebutuhan sarana baik jumlah,
jenis maupun
sumbernya serta dana yang, diperlukan.
Persiapan administrasi, dilakukan melalui :
3) Pencatatan dan pelaporan.
masalah perilaku yang berkaitan dengan PHBS. Kegiatan pengkajian
meliputi
pengkajian PHBS secara kuantitatif , pengkajian PHBS
secara kualitatif dan
pengkajian sumber daya (dana, sarana dan tenaga).
a. Pengkajian masalah PHBS secara kuantitatif
2) Pengumpulan Data Sekunder
Kegiatan ini meliputi data perilaku dan bukan perilaku yang
berkaitan
dengan 5 program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan lingkungan,
gaya
hidup, dan JPKM dan data lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah.
Data
tersebut dapat dipefoleh dari Puskesmas, Rumah Sakit dan sarana
pelayanan
kesehatan lainnya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
sebagai
informasi pendukung untuk memperkuat permasalahan PHBS yang
ditemukan di lapangan. Selanjutnya dibuat simpulan hasil analisis
data
sekunder tersebut.
b) Dikembangkannya pemetaan PHBS pertatanan
c) Teridentifikasinya masalah lain yang berkaitan (masalah
kesehatan,
faktor penyebab perilaku, masalah pelaksanaan dan sumber daya
penyuluhan, masalah kebijakan, administrasi,
organisasi.
d) Dan lain-lain.
Dalam melaksanakan pengumpulan data perilaku sehat di tatanan
rumah
tangga secara keseluruhan terlalu berat untuk dilaksanakan, hal
ini
disebabkan karena keterbatasan dana, waktu dan sumber daya yang
ada.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu diambil sampel yang dapat
mewakili
populasi.
Metoda Pengambilan sampel perilaku sehat di tatanan rumah tangga
adalah
dengan rapid survai atau survai cepat (terlampir).
Sedangkan untuk tatanan lainnya dapat dilakukan keseluruh
populasi.
Berikut ini cara pengambilan sampel tatanan rumah tangga di
tingkat
kabupaten/kota.
Untuk mengukur masalah PHBS di tatanan rumah tangga, maka
jumlah
sampel harus mencukupi. Perhitungan sampel sederhana yang
direkomendasikan WHO yaitu :
30 x 7 = 210 rumah tangga (30 kluster dan 7 rumah tangga per
kluster).
Di tingkat kabupaten/kota kluster dapat disetarakan dengan
kelurahan atau
desa. Ada 2 tahapan kluster yang digunakan untuk tatanan rumah
tangga,
tahap pertama dapat dipilih sejumlah kluster (kelurahan / desa),
tahap kedua
ditentukan rumah tangganya.
Langkah 2 : Tulis jumlah desa yang berada pada masing
– masing
kecamatan
Langkah 3 : Beri nomor urut desa mulai no 1 sampai terakhir
Langkah 4 : Hitung interval desa dengan cara total desa / 30 =
X
Langkah 5 : Tentukan nomor Muster pertama desa. Dengan
mengundi
nomor unit desa. selanjutnya desa kedua dapat ditentukan
dengan menambahkan interval. Demikian seterusnya hingga
diperoleh 30 kluster.
Langkah 6 : Dan desa yang terpilih diambil secara acak 7 rumah
tangga.
4) Analisis dan Pemetaan PHBS
Berdasarkan hasil pendataan, data tersebut diolah dan dianalisis
dengan cara
manual atau dengan menggunakan program EPI INFO. Selanjutnya
dapat dibuat pemetaan nilai IPKS (Indeks Potensi Keluarga Sehat)
dan nilai
PHBS sehat I, sehat II. sehat III dan sehat IV. Berdasarkan hasil
pemetaan,
diharapkan semua masalah PHBS dapat diintervensi dengan tepat
dan
terarah.
klasifikasi PHBS. Diharapkan masyarakat yang bersangkutan, lintas
sektor.
LSM peduli kesehatan, swasta khususnya Pemda kabupaten / kota dan
TP
PKK mempunyai komitmen untuk mendukung PHBS.
Berdasarkan kajian perilaku dan pemetaan wilayah, maka
dihasilkan
Pemetaan PHBS, ditentukan prioritas masalah perilaku kesehatan,
dan
ditentukan alternatif intervensi penyuluhan.
5) Menentukan Prioritas Masalah
akan menjadi dasar pembuatan rencana intervensi. Caranya
dengan
memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan dibawah ini
:
a) Dari masalah yang ada mana yang dapat dipecahkan dengan
mudah?
b) Mengapa terjadi demikian ?
f) Siapa yang mengerjakan ?
g) Berapa lama mengerjakannya ?
Selanjutnya dilakukan strategi komunikasi PHBS, yang meliputi
antara lain
pesan dan media yang akan dikembangkan, metode apa saja
yang
digunakan. pelatihan yang perlu dilaksanakan dan menginventarisasi
sektor
mana saja yang dapat mendukung PHBS.
b. Pengkajian PHBS secara kualitatif
Setelah ditentukan prioritas masalah perilaku, selanjutnya
dilakukan pengkajian
kualitatif . Tujuannya untuk memperoleh informasi yang lebih
mendalam
tentangkebiasaan, kepercayaan, sikap, norma, budaya perilaku
masyarakat
yang tidak terungkap dalam kajian kuantitatif PHBS.
Ada dua metoda untuk melakukan pengkajian PHBS secara kualitatif,
yaitu:
1) Diskusi Kelompok Terarah (DKT).
Adalah diskusi informal bersama 6 s/d 10 orang, tujuannya
untuk
mengungkapkan informasi yang lebih mendalam tentang masalah
perilaku
PHBS.
peserta yang hadir terhadap masalah tertentu.
b) Melibatkan dan memberikan kebebasan peserta untuk
mengungkapkan
pendapat dan perasaannya.
2) Wawancara Perorangan Mendalam (WPM).
Adalah wawancara antara pewancara yang trampil dengan
perorangan
selaku sumber informasi kunci, melalui serangkaian tanyajavvab
(dialog)
yang bersifat terbuka dan mendalam.
Dalam WPM :
mampu dan dipandang menguasai informasi tentang masalah
tertentu.
c) Tanya jawab dilakukan secara terbuka dan mendalam
c. Pengkajian sumber daya (dana, tenaga dan sarana)
Pengkajian sumber daya dilakukan untuk mendukung pelaksanaan
program
PHBS, bentuk kegiatannya :
1) Kajian tenaga pelaksana PHBS, secara kuantitas (jumlah)
dan pelatihan
yang pernah diikuti oleh lintas program maupun lintas sektor.
2) Penjajagan dana yang tersedia di lintas program dan lintas
sektoral dalam
jumlah dan sumbernya.
3) Penjajagan jenis media dan sarana yang dibutuhkan dalam
jumlah dan
sumbernya.
strategi komunikasi PHBS. Adapun langkah-langkah perencanaan
sebagai berikut:
a. Menentukan Tujuan
PKM ditentukan tujuan yang akan dicapai untuk mengatasi masalah
PHBS
yang ditemukan.
pada tatanan rumah tangga, maka ditentukan tujuannya.
Tujuan Umum : Menurunkan prosentase keluarga yang tidak
merokok
selama satu tahun.
merokok. dari 40% menjadi 20%.
b. Menentukan jenis kegiatan intervensi
Setelah ditentukan tujuan, selanjutnya ditentukan jenis kegiatan
Intervensi yang
akan dilakukan. Caranya adalah dengan mengembangkan berbagai
alternatif
intervensi, kemudian dipilih intervensi mana yang bisa dilakukan
dengan
dikaitkan pada ketersediaan sumber daya.
Penentuan kegiatan intervensi terpilih didasarkan pada :
1) Prioritas masalah PHBS, yaitu dengan memilih topik
penyuluhan yang
sesuai dengan urutan masalah PHBS.
2) Wilayah garapan, yaitu mengutamakan wilayah yang mempunyai
PHBS
hasil kajian rendah.
yang akan digarap, baik secara menyeluruh atau sebatas pada
tatanan
tertentu. Kemudian secara bertahap dikembangkan ke tatanan
lain
4) Penentuan satu jenis sasaran untuk tiap tatanan , yaitu
mengembangkan
PHBS pada tiap tatanan, tetapi hanya satu jenis sasaran untuk tiap
tatanan.
Misalnya, satu unit tatanan sekolah. satu unit pasar untuk tatanan
tempat
umum, satu unit industri rumah tangga untuk tatanan tempat
kerja.
Rumusan rencana kegiatan intervensi terpilih pada intinya
menipakan
operasionalisasi strategi PHBS, yaitu :
sektor, organisasi kemasyarakatan, LSM, dunia usaha, swasta,
dll.
c) Gerakan masyarakat, kegiatan mempersiapkan dan
menggerakkan
sumber daya, mulai mempersiapkan petugas, pengadaan media dan
sarana.
Kegiatan ini secara komprehensif harus ada dalam perencanaan, Namur
untuk
menentukan kegiatan apa yang lebih besar daya ungkitnya ditentukan
dari hasil
pengkajian.
Contoh, dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa masih banyak
keluarga
yang membuang sampah sembarangan. Setelah dilakukan analisis data
kualitatif
melalui FGD ternyata penyebabnya adalah tidak adanya tempat sampah.
Pada
situasi ini kegiatan yang bernuansa bina suasana akan lebih banyak
porsinya
dibanding dengan kegiatan lainnya.
Contoh lain, dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa masih
banyak keluarga
yang tidak memeriksakan kehamilannya. Setelah dilakukan analisis
kualitatif,
diperoleh kesimpulan bahwa mereka tidak mengerti manfaat
pemeriksaan
kehamilan. Kondisi seperti ini kegiatan gerakan masyarakat akan
lebih
banyak dilakukan dibanding kegiatan lainnya.
Serangkaian alternatif lain yang dapat dikembangkan berdasarkan
hasil
pengkajian PHBS adalah :
1) Rancangan intervensi penyuluhan massa dan
kelompok
Penyul uhan massa dilakukan dengan topik umum, yaitu PHBS yang
secara
keseluruhan merupakan masalah di wilayah kerja tersebut.
Penyuluhan kelompok dilakukan untuk mengatasi masalah PHBS
yang
lokal sifatnya
Pemetaan wilayah menghasilkan rumusan masalah PHBS antar
wilayah,
sehingga bisa dirancang “Paket Penyuluhan Terpadu” di wilayah
dan KIA/KB, maka dapat dilakukan penyuluhan terpadu yang berisi 3
hal
tersebut.
lintas sektor, untuk selanjutnya bersama-sama melaksanakan
penyuluhan
diwilayah tersebut.
Ditingkat keluarga/rumah tangga, strategi ini ditujukan kepada para
kepala
keluarga/ bapak/suami, ibu, kakek, nenek. Tuiuannya agar para
pengambil
keputusan di tingkat keluarga/rumah tangga dapat meneladani
dalam
berperilaku sehat, memberikan dukungan, kemudahan, pengayoman
dan
bimbingan kepada anggota keluarga dan lingkungan
disekitarnya.
Ditingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada para pimpinan atau
pengambil
keputusan, seperti Kepala Puskesmas, pejabat di tingkat
kabupaten/kota, yang
secara fungsional maupun struktural pembina program kesehatan
di
wilayahnya.
peraturan tertulis, dukungan dana, komitmen, termasuk
memberikan
keteladanan.
Langkah-langkah Advokasi
1) Tentukan sasaran yang akan diadvokasi, baik sasaran
primer, sekunder atau
tersier
2) Siapkan informasi data kesehatan yang menyangkut PHBS di 5
tatanan.
3) Tentukan kesepakatan dimana dan kapan dilakukan
advokasi.
4) Lakukan advokasi dengan cara yang menarik dengan
menggunakan teknik
dan metoda yang tepat.
6) Buat ringkasan eksekutif dan sebarluaskan kepada
sasaran.
keluarga/suami/bapak ibu, kakek, nenek, dan lain-lain.
Tujuannva adalah agar kelompok ini dapat mengembangkan atau
menciptakan
suasana yang mendukung dilaksahakannva PHBS di lingkungan
keluarga. Caranya antara lain melalui anjuran untuk selalu datang
ke Posyandu
mengingatkan anggota keluarga untuk tidak merokok di dekat ibu
hamil dan
balita.
Di tingkat petugas, strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran
sekunder,
seperti petugas kesehatan, kader, lintas sektor, lintas program
Lembaga
Swadaya Masyarakat, yang peduli kesehatan, para pembuat op dan
media
masa. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat mengembangkan
atau
menciptakan suasana yang mendukung dilaksanakannya
PHBS. Caranya antara lain melalui penyuluhan kelompok, lokakarya,
seminar,
studi banding,
pelatihan, dsb.
suasana, seperti : demonstrasi, pelatihan, sosialisasi,
orientasi.
2) Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait
pada tiap
tatanan dalam bentuk adanya komitmen, dan dukungan sumber
daya.
3) Mengembangkan metoda dan teknik dan media yang telah diuji
coba dan
disempurnakan.
c. Gerakan Masyarakat
Di tingkat keluarga/RT, strategi ini ditujukan kepada anggota
keluar seperti
bapak, ibu yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk
lingkungannya
dengan cara menjadi kader posyandu, aktif di LSM peduli kesehatan
dll.
Tujuannya agar kelompok sasaran meningkat pengetahuannya
kesadaran
penyuluhan perorangan. kelompok, membuat gerak Perilaku Hidup
Bersih dan
Sehat.
pimpinan puskesmas. kepala dinas kesehatan, pemuka
masyarakat. Tujuannya
meningkatkan motivasi petugas untuk membantu masyarakat untuk
menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan Caranya antara lain melalui
penyuluhan
kelompok, lokakarya, seminar, studi banding, pelatihan, dll.
Langkah-langkah kegiatan gerakan masyarakat
pembinaan.
seperti pelatihan, pengembangan media komunikasi untuk
penyuluhan
individu, kelompok dan massa, lomba, sarasehan dan lokakarya.
3) Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait
pada tiap
tatanan dalam bentuk komitmen dan sumber daya.
4) Mengembangkan metoda dan teknik serta media yang telah
diujicoba dan
disempurnakan.
eksekutif).
pelaksanaan adalah menerapkan AIC, yaitu :
A (Apreciation) : penghargaan kepada para pelaksana kegiatan.
I (Involvement) : keterlibatan para pelaksana dalam tugasnya.
C (Commitment) : kesepakatan para pelaksana untuk
melaksanakan,
tugasnya.
kegiatan yang dilaksanakan sesuai rencana, khususnya dalam :
1) Penyuluhan perorangan, kelompok dan masyarakat
2) Kegiatan pengembangan kemitraan dengan program dan sektor
terkait serta
3) dunia usaha.
6) Mengembangkan daerah kajian atau daerah binaan.
7) Melaksanakan pelatihan, baik untuk petugas kesehatan,
lintas sektor,
organisasi kemasyarakatan dan kelompok profesi.
8) Mengembangkan pesan dan media spesifik.
9) Melaksanakan uji coba media dll.
6. Tahap Pemantauan dan Penilaian
a. Pemantauan
Untuk mengetahui program PHBS telah berjalan dan memberikan hasil
atau
dampak seperti yang diharapkan, maka perlu dilakukan
pemantauan.
Waktu pemantauan dapat dilakukan secara berkala atau pada
pertemuan
bulanan, topik bahasannya adalah kegiatan yang telah dan akan
dilaksanakan
dikaitkan dengan jadwal kegiatan yang telah disepakati bersama.
Selanjutnya
kendala-kendala yang muncul perlu dibahas dan dicari
solusinya.
Cara pemantauan dapat dilaksanakan dengan melakukan kunjungan
lapangan
ke tiap tatanan atau dengan melihat buku kegiatan/laporan kegiatan
intervensi
penyuluhan PHBS.
b. Penilaian
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Penilaian dilaksanakan
oleh pengelola
PHBS lintas program dan lintas sektor. Penilaian PHBS meliputi
masukan,
proses dan keluaran kegiatan. Misalnya jumlah tenaga terlatih
PHBS media
yang telah dikembangkan, frekuensi dan cakupan penyuluhan.
Waktu penilaian dapat dilakukan pada setiap tahun atau setiap dua
tahun
Caranya dengan membandingkan data dasar PHBS dibandingkan dengan
data
PHBS hasil evaluasi selanjutnya menilai kecenderungan
masing-masing
indikator apakah mengalami peningkatan atau penurunan, mengkaji
penyebab
masalah dan melakukan pemecahannya, kemudian merencanakan
intervensi
berdasarkan data hasil evaluasi PHBS.
Contoh di Kabupaten Pariaman data perilaku tidak merokok tahun
2001
menunjukan 44,2% sedangkan tahun 2002 ada peningkatan sebesar 73,6
%
Cara melakukan penilaian melalui :
2) Menganalisis data PHBS oleh kader/koordinator PHBS
3) Melakukan analisis laporan rutin di Dinas Kesehatan
kabupaten/kota
(SP2TP)
petugas, kader dan keluarga.
1) Pelaksanaan program PHBS sesuai rencana
2) Adanya pembinaan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan
3) Adanya upaya jalan keluar apabila terjadi
kemacetan/hambatan
4) Adanya peningkatan program PHBS
7. Indikator PHBS Rumah Tangga
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Adalah persalinan yang ditolong oleh tenaga keehatan (bidan, dokter
dan tenaga
para medis lainnya)
b. Memberi bayi ASI eksklusif
Adalah bayi usia 0 – 6 bulan hanya diberi ASI saja
tanpa memberikan tambahan
makanan atau minuman lain.
setiap bulan.
memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat
dapur,
mencuci pakaian, dan sebagainya, agar kita tidak terkena penyakit
atau
terhindar dari sakit.
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri
penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada
saat makan, kuman
dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
Sabun
dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa
sabun
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
f. Menggunakan jamban sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran
manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan
leher angsa
atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan
kotoran dan air untuk membersihkannnya.
g. Memberantas jentik di rumah
Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang estela dilakukan
pemeriksaan
jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk.
h. Makan buah dan sayur setiap hari
Setiap anggota rumah tangga mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2
porsi
sayuran atau sebaliknya setiap hari. Makan sayur dan buah setiap
hari sangat
penting, karena mengandung vitamin dan mineral yang mengatur
pertumbuhan
dan pemeliharaan tubuh.
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik,
mental, dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan
bugar
sepanjang hari.
j. Tidak merokok di dalam rumah
Setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah. Rokok
ibarat
pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokor yang dihisap akan
dikeluarkan
sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling
berbahaya adalah
nikotin, tar, dan Carbon Monoksida (CO).
Mencuci tangan dengan sabun Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Lekukan sidik jari adalah contoh bagaimana partikel partikel dapat
terperangkap di antara lekukan kulit pada telapak
tangan, dan tetap tidak terlihat oleh mata.
Poster mencuci tangan dengan sabun
Anak-anak SD belajar mempraktikkan mencuci tangan
dengan sabun yang benar di dalam kelas
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu
tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan
jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk
menjadi bersih dan memutuskan mata
rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga
sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit.
Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan
menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang
lain, baik dengan kontak langsung ataupun
kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti
handuk, gelas).
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang, ataupun cairan tubuh lain
(seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi
saat tidak dicuci dengan sabun dapat
memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak
sadar ba