1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perencanaan Partisipatori 1. Pengertian Perencanaan Partisipatori Perencanaan merupakan awal kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi atau lembaga. Kegiatan yang akan dilaksanakan harus mampu memikirkan dan mengantisipasi serta memprediksi apa sebenarnya yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud dan kalaupun menyimpang, maka penyimpangan tersebut dapat ditekan sekecil mungkin. Perencanaan yang tepat akan memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Perencanaan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang suatu tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan memberikan jawaban terhadap bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan teknik dan pengetahuan secara ilmiah dan bagaimana melaksanakan kegiatan tersebut dengan suatu organisasi yang teratur dan baik. Banyak definisi perencanaan yang dikemukakan oleh para ahli. Friedman (Sugito, 2000:27) menyatakan: ”Planning is a process by which a scientific and technical knowledge is joined to organized action”. Perencanaan adalah proses
39
Embed
S ADPEND 024082 Chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_adpend_024082_chapter2(1).pdfsecara berurutan dilakukan, bagaimana dengan biaya apakah memungkinkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perencanaan Partisipatori
1. Pengertian Perencanaan Partisipatori
Perencanaan merupakan awal kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu
organisasi atau lembaga. Kegiatan yang akan dilaksanakan harus mampu
memikirkan dan mengantisipasi serta memprediksi apa sebenarnya yang bakal
terjadi di masa yang akan datang. Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai
dapat terwujud dan kalaupun menyimpang, maka penyimpangan tersebut dapat
ditekan sekecil mungkin.
Perencanaan yang tepat akan memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
Perencanaan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengambilan
keputusan tentang suatu tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan
datang. Perencanaan memberikan jawaban terhadap bagaimana pengambilan
keputusan, penggunaan teknik dan pengetahuan secara ilmiah dan bagaimana
melaksanakan kegiatan tersebut dengan suatu organisasi yang teratur dan baik.
Banyak definisi perencanaan yang dikemukakan oleh para ahli. Friedman
(Sugito, 2000:27) menyatakan: ”Planning is a process by which a scientific and
technical knowledge is joined to organized action”. Perencanaan adalah proses
2
yang menggabungkan pengetahuan dan teknik ilmiah ke dalam kegiatan yang
terorganisasi. Selanjutnya apa yang dipikirkan, diantisipasi, diperkirakan dan
diprediksi oleh perencanaan tersebut. Jawabannya adalah bagaimana tindakan
secara berurutan dilakukan, bagaimana dengan biaya apakah memungkinkan atau
tidak, berapa lama kegiatan itu tuntas diselesaikan, bagaimana dengan data
menurut studi kelayakan, prioritas apa yang kiranya wajar dan efisien dilakukan
untuk mencapai tujuan. Definisi lainnya dikemukakan oleh Sa’ud dan Makmun
(2007:4) yang menyatakan:
Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intesifikasi, ekstensifikasi, revisi, renovasi, stubtitusi, kreasi dan sebagainya).
Gaffar (Sa’ud dan Makmun, 2007:4) menyatakan bahwa perencanaan dapat
diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan
pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurutnya, perencanaan dapat pula diberi arti sebagai suatu proses pembuatan
serangkaian kebijakan untuk mengendalikan masa depan sesuai yang ditentukan.
Perencanaan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memadukan antara cita-
cita nasional dan resource yang tersedia diperlukan untuk mewujudkan cita-cita
tersebut.
3
Menurut Suherman (Sugito, 2000:27), perencanaan adalah suatu penentuan
urutan tindakan, perkiraan biaya, serta penggunaan waktu untuk suatu kegiatan
yang didasarkan atas data dengan mempertimbangkan prioritas yang wajar
dengan efisien untuk tercapainya tujuan.
Menyusun rangkaian kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya perlu mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia.
Baik pegawai maupun pimpinan lembaga, maupun sumber non manusia seperti
fasilitas, waktu, biaya, lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik dan lain-lain
yang diperkirakan akan mendukung untuk tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan tersebut. Selain itu, perencanaan harus mampu memikirkan
bagaimana agar pengarahan dan penggunaan sumber-sumber yang terbatas
dilakukan secara efektif dan efisien.
Sedangkan kata partisipatori berasal dari kata partisipasi artinya pelibatan
seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori
berarti perencanaan yang melibatkan beberapa orang dalam suatu kegiatan
perencanaan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan
beberapa pihak yang berkepentingan dalam merencanakan sesuatu (Pidarta,
2005:32-33).
4
2. Ciri-Ciri Perencanaan Partisipatori
Arif (Sugito, 2000:28), membedakan partisipasi menjadi tiga, pertama
dilihat dari sifatnya, kedua dari bentuknya, dan ketiga dari tahap-tahap
pelaksanaan program. Partisipasi ditinjau dari sifatnya ada dua yakni partisipasi
aktif dan partisipasi pasif.
Sedangkan dilihat dari segi bentuknya dapat dibedakan menjadi:
(1) partisipasi pendapat, pandangan atau buah pikiran, (2) partisipasi dana atau
harta benda, (3) partisipasi pengetahuan dan keterampilan, (4) partisipasi tenaga.
Lebih lanjut Arif (2000:29) partisipasi ditinjau dari tahap-tahap pelaksanaan
program dibedakan atas
1. Partisipasi pada tahap perencanaan, berupa keterlibatan dan bantuan
seseorang atau kelompok dalam bentuk pikiran, dana, tenaga, pengetahuan,
keterampilan pada saat perencanaan suatu program.
2. Partisipasi pada tahap pelaksanaan, berupa keterlibatan dan bantuan seseorang
atau kelompok dalam bentuk pikiran, dana, tenaga, pengetahuan,
keterampilan pada saat pelaksanaan suatu program.
3. Partisipasi pada tahap penilaian, berupa keterlibatan dan bantuan seseorang
atau kelompok dalam bentuk pikiran, dana, pengetahuan, keterampilan pada
saat penilaian suatu program.
5
Dengan demikian menurut Sugito (200:29) ciri-ciri perencanaan
partisipatori adalah sebagai berikut: (1) perencanaan memberi arah mengenai
bagaimana dan kapan tindakan akan diambil serta siapa pihak yang terlibat dalam
tindakan itu; (2) perencanaan melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang
akan dilalui; (3) perencanaan melibatkan orang-orang ke dalam suatu proses
untuk menentukan masa depan yang diinginkan; (4) perencanaan melibatkan
beberapa orang yang berkepentingan dalam merencanakan suatu kegiatan; dan (5)
partisipasi bisa terjadi pada tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian suatu
program kegiatan.
3. Langkah-Langkah Perencanaan Partisipatori
Menurut Morphet (Sugito, 2000:36), langkah atau prosedur yang harus
diperhatikan bila membuat perencanaan adalah: (1) pengumpulan informasi dan
analisis data; (2) menyelesaikan perubahan dalam bentuk kebutuhan; (3)
mengidentifikasi tujuan dan prioritas: (4) membentuk alternatif-alternatif
penyelesaian; (5) mengimplementasikan, menilai dan memodifikasi.
Coombs dan Akhmed (Sugito:36) mengemukakan 7 langkah dalam
perencanaan sebagai berikut:
1. Mengadakan diagnosa mengenai keadaan umum.
2. Mengadakan diagnosa ciri-ciri khas serta kebutuhan yang realistis dan minat
di kalangan kelompok calon siswa atau peserta potensial.
6
3. Membuat perincian tugas mengenai tujuan pengajaran, termasuk urutan
prioritas serta jadwal waktu yang tepat, golongan nasabah yang akan
dilayani.
4. Identifikasi kegiatan lain dalam bidang pendidikan yang masih dalam taraf
perencanaan ataupun pada tingkat lebih tinggi.
5. Inventarisasi serupa berkenaan dengan faktor-faktor dan jasa-jasa luar
pendidikan yang ada relevansinya serta rencana dan tujuan pembangunan
dalam makna luas yang berlaku terhadap daerah yang sama, yang patut
dikaitkan kepada kegiatan pendidikan yang baru agar ia dapat memberi
sumbangan sebesar mungkin kepada usaha pembangunan.
6. Menginventarisasi segala faktor yang tepat dalam bidang sosial, ekonomi,
kelembagaan, administratif atau politik yang dapat menunjang atau
sebaliknya menghambat daya guna program yang baru.
7. Mengidentifikasi kebijakan dan urutan prioritas nasional yang dapat
mempengaruhi daya guna program yang baru.
Dengan demikian langkah-langkah atau proses perencanaan adalah melalui
tahap-tahap sebagai berikut: (1) menentukan kebutuhan atas dasar antisipasi
terhadap perubahan lingkungan atau masalah yang muncul bila kebutuhan banyak
diadakan prioritas; (2) melakukan forecasting atau ramalan, menentukan
program, tujuan, misi perencanaan dan bila tujuan banyak diadakan prioritas;
7
(3) menspesifikasikan tujuan; (4) menentukan atau membentuk standar
performance; (5) menentukan alat, metode, alternatif pemecaan, (6) melakukan
implementasi dan menilai; dan (7) mengadakan riviu.
4. Urgensi Perencanaan Partisipatori
Melakukan perencanaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Merencanakan
sesuatu membutuhkan keahlian, sebab itulah muncul ahli-ahli perencanaan dalam
segala bidang. Perencanaan-perencanaan itu dilakukan oleh ahli-ahli perencanaan
dalam segala bidang. Perencanaan-perencanaan itu dilakukan oleh ahli-ahli yang
bersangkutan. Hal itu wajar karena tugasnya yang sesuai dengan keahliannya.
Mereka bekerja atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Namun data yang
dibuat tidak pernah lengkap, lebih-lebih ”lengkap” dalam arti mencakup data
yang subtle yang bersifat pribadi dan rahasia.
Kelemahan cara kerja di atas menimbulkan keragu-raguan para perencana
sekarang, apakah hal itu masih dapat dipertahankan? Apakah data yang relevan,
yang baru, yang lengkap, yang representatif dan yang subtle bisa diperoleh
dengan cara melakukan survei. Apalagi perencanaan yang mencakup daerah yang
luas, kesempurnaan data yang diperoleh sangat meragukan. Bila data seperti ini
dipaksakan dipakai bahan perencanaan, hanya akan memberikan perencanaan
yang global yang bersifat garis besar saja. Perencanaan mikro tidak menghendaki
hasil pekerjaan seperti ini.
8
Tugas utama para ahli perencanaan sesungguhnya adalah membina
perencana-perencana tingkat lokal atau daerah, agar mereka dapat merencanakan
daerahnya masing-masing dengan baik. Hanya mereka sebenarnya dapat
merencanakan lembaga atau lembaga-lembaga pendidikannya dengan baik, sebab
mereka yang tahu kondisi daerahnya, cita-cita masyarakat, kemampuan
masyarakat dan lembaga mereka yang menghayati keadaan itu dan mereka pula
yang sangat berkepentingan akan hasil pembaharuan lewat perencanaan itu.
Jadi perencanaan sekarang tidak lagi memakai pendekatan tradisional yang
kebutuhan pendidikannya ditentukan dari luar seperti konsultan atau
administrator tertinggi. Tetapi memakai pendekatan baru yaitu penentu kebutuhan
itulah yang melakukan perencanaan sendiri. Inilah yang disebut perencanaan
partisipatori. Dengan asumsi para pengidentifikasi kebutuhan dapat
merencanakan perubahan secara efektif. Hasil penelitian menunjukkan motivasi-
motivasi yang paling kuat terhadap kebutuhan akan perubahan adalah bila
kebutuhan itu diidentifikasi di tingkat lokal (Pidarta, 2005:38).
Dengan kata lain, perencanaan partisipatori melibatkan semua personalia
lembaga pendidikan dan masyarakat melalui wakil-wakilnya dalam kegiatan
penentuan kebutuhan sampai dengan perencanaan itu berhasil. Penilaian
dilakukan terhadap faktor-faktor yang mendasar beserta prosedurnya. Bukan
hanya bersifat permukaan atau secara garis besar saja. Dan setiap satu sistem
pendidikan merupakan satu unit perencanaan.
9
Dengan perencanaan partisipatori beberapa keuntungan akan diperoleh.
Antara lain ialah perencanaan itu dapat dimanfaatkan secara kreatif dan efektif
oleh semua pihak yang terkait. Dengan berpartisipasi dalam peencanaan,
komitmen personalia terhadap pelaksanaan pendidikan akan menjadi lebih tinggi,
cita-cita mereka semakin meningkat, mereka saling bahu-membahu, dan cinta
akan pekerjaan. Mereka mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya,
mereka bermobilitas tinggi untuk sukses. Kenyataan tersebut merupakan hasil
penelitian tentang keuntungan perencanaan partisipatori yang diungkapkan oleh
Pidarta (2005:39). Berbeda dengan pelaksanaan hasil perencanaan tradisional
yang dapat menimbulkan stress dan sikap negatif bila perencanaan itu dipaksakan
oleh orang-orang di luar lembaga pendidikan.
Selain itu, Pidarta (2005:40) mengungkapkan hasil penelitian lain tentang
keunggulan perencanaan partisipatori ialah: (1) partisipasi yang besar/kuat tanpa
memandang tingkat ekonomi, memajukan komunikasi dalam perencanaan
pendidikan; dan (2) menemukan sendiri kondisi dan nilai yang berubah akan
merupakan dasar yang berarti bagi perencanaan pendidikan.
5. Partisipasi dalam perencanaan
Bentuk partisipasi sangat tergantung pada tipe perencanaannya. Terkait
dengan tipe perencanaan, Pidarta (2005:66) membaginya berdasarkan waktu,
ruang lingkup dan berdasarkan sifatnya.
10
Berdasarkan segi waktu, perencanaan terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu
perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Perencanaan
jangka panjang minimum 10 tahun, jangka menengah di atas 1 sampai dengan 5
tahun, dan jangka pendek maksimal untuk 1 tahun. Ketiga perencanaan ini
berkaitan satu dengan yang lain. Perencanaan jangka panjang menjadi induk dari
kedua tipe lain. Perencanaan jangka panjang masih bersifat umum, fleksibel
sekali. Perencanaan jangka menengah menjadi sumber dari perencanaan jangka
pendek. Dengan kata lain, perencanaan jangka pendek harus dijabarkan dari
perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan
jangka pendek sudah spesifik dan relatif eksak. Ketiga perencanaan itu tidak
boleh terpisah satu sama lain berdiri sendiri.
Tipe perencanaan ditinjau dari segi ruang lingkupnya, menurut Pidarta
(2005:66) ada tiga tipe yaitu perencanaan makro, perencanaan meso dan mikro.
Perencanaan makro adalah perencanaan yang mencakup pendidikan seluruh
bangsa, sedangkan perencanaan meso mencakup wilayah tertentu, dan
perencanaan mikro hanya mencakup satu lembaga pendidikan atau sekelompok
kecil lembaga yang hampir sama dan berdekatan tempatnya. Perencanaan mikro
diprakarsai oleh manajer atau tim manajer di lembaga pendidikan masing-masing
dalam mengembangkan lembaga atau memperbaiki lembaga, tiap-tiap manajer
pada lembaga pendidikan itu mempunyai kewajiban untuk mengadakan
perencanaan mikro. Perencanaan ini mencakup segala macam aktivitas dalam
11
lembaga. Dasar kewenangan mengadakan perencanaan mikro adalah hak seorang
manajer pendidikan dalam mengendalikan lembaganya dan fleksibilitas peraturan
dari pemerintah pusat. Flesibilitas aturan ini didasarkan pula atas kenyataan
bahwa lembaga-lembaga pendidikan itu tidak persis sama kondisi dan situasinya.
Mereka mempunyai aspirasi sendiri-sendiri. Perencanaan partisipatori
menekankan lembaga perencanaan mikro dan meso yang wilayahnya sempit
(Pidarta, 2005:69). Partisipasi dari segala lapisan orang dalam perencanaan makro
ini lebih mantap dari pada perencanaan meso dan makro. Sebab semua lapisan
orang yang mempunyai permasalahan dan akan menikmati hasil perencanaan
dapat diikutsertakan serta merata melalui wakil-wakilnya.
Pidarta (2005:70) menyatakan bahwa dari segi sifat, perencanaan dapat
dibagi menjadi dua yaitu perencanaan strategi dan perencanaan operasional.
Perencanaan strategi berkaitan dengan kebijakan yang diambil, pendekatan yang
dipakai, kebutuhan, misi, dan tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan perencanaan
operasional berkaitan dengan usaha yang dipakai untuk merealisasi perencanaan
strategi atau tujuan perencanaan tersebut. Jadi satu perencanaan pendidikan
memiliki dua sifat yaitu sifat strategi dan sifat operasional terutama untuk
perencanaan jangka pendek. Untuk perencanaan jangka panjang hanya memiliki
sifat strategi saja.
12
Menurut Morrisey (1997:13-14), salah satu kekuatan kunci dari proses
perencanaan jangka panjang adalah prosesnya yang memberikan kesempatan
untuk melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap hasil
usaha perencanaan jangka panjang baik sebelum, selama, juga sesudah upaya
pengembangan awal. “pihak lain” bisa mencangkup pegawai yang mungkin tidak
secara aktif berpartisipasi dalam proses formulasi, pelanggan, mitra strategis,
wakil masyarakat.
Pada fase sebelum pengembangan rencana jangka panjang, stakeholders
tertentu dapat diberi tahu bahwa proses identifikasi bidang strategis kunci dan isu
strategis kritis dan mengundangnya untuk berbagi pendapat secara informal.
Meskipun banyak yang tidak memberi respons terhadap undangan semacam itu,
paling tidak mereka akan menyadari mengenai apa yang sedang dilakukan, dan
rasa ingin tahu. Menurut Morrisey (1997:14) pendekatan lain untuk melibatkan
stakeholders meliputi:
1. Mengembangkan serangkaian pertanyaan singkat, didistribusikan pada
stakeholders yang dipilih untuk memberi komentar dan mengembalikannya
sebelum pertemuan awal.
2. Mengadakan serangkaian pertemuan kelompok fokus yang dirancang untuk
mendapat masukan dari pertanyan yang telah dibuat seperti pada butir di atas.
13
3. Menunjuk gugus tugas yang disusun secara lintas bagian dari pihak-pihak yang
tertarik yang dapat membantu ‘menandai’ isu-isu yang perlu dibahas.
Selama proses penyusunan rencana jangka panjang, dapat dijadwalkan
serangkaian pertemuan. Dalam setiap pertemuan tersebut, anggota tim
perencanaan harus bertemu orang dari unitnya sendiri dan mungkin mungkin juga
dengan orang lain dari unit lainnya untuk mendapat beberapa umpan balik
sementara mengenai kemajuan rencana yang telah dibuat. Hal ini sangat penting
saat penyelesaian mengidentifikasi awal isu kritis strategis, untuk memastikan
bahwa tidak ada isu penting yang terlewatkan.
Lebih lanjut, Morrisey (1997:14-15) menyatakan bahwa begitu tim
perencanaan bersepakat mengenai bidang kunci strategis, isu kritis, sasaran
jangka panjang, dan rencana tindakan strategis, sangatlah penting untuk
mengkomunikasikannya kepada mereka yang akan terkena dampaknya. Tindakan
demikian menunjukkan bahwa analisis dan rencana tersebut merupakan subjek
yang perlu dimodifikasi berdasarkan umpan balik yang diterima. Menurut
Morrisey (1997:15) ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk
mengkomunikasikan hasil perencanaan tersebut:
1. Terbitkan rencana srategis yang telah dibuat (hasil dari usaha pemikiran
strategis maupun perencanaan jangka panjang) berikut interpretasinya bila
dianggap perlu dan indikasi mngenai modifikasi yang mungkin dilakukan.
14
2. Temui wakil berbagai kelompok stakeholders (barangkali mulai dari
kelompok karyawan) baik secara individual maupun dalam kelompok kecil
dan didiskusikan implikasi hasil usaha perencanaan terhadap mereka baik
sebagai individu maupun kolektif serta organisasi secara keseluruhan.
Sirkulasikan bahan-bahan hasil rapat perencanaan sebelum atau ketika
pertemuan tersebut dan mintalah peserta untuk manafsirkan makna dokumen
dokumen tersebut untuk mereka. Dengan demikian akan diperoleh
kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang jujur mengenai kejelasan
pesan dalam rencana yang telah dibuat.
3. Sirkulasi konsep/dokumen mengenai hasil rapat perencanaan berikut umpan
balik untuk mendapatkan jawaban/reaksi. Metode ini terutama sangat
bermanfaat pada organisasi yang sangat terdesentralisasi atau pada organisasi
yang sangat sulit atau akan memakan waktu untuk mengumpulkan orang-
orang bersama untuk membahas hasil perencanaan.
4. Sirkulasi konsep dan dokumen disertai surat pengantar yang menunjukkan
bahwa dokumen tersebut akan ditinjau lagi serta kemungkinan memodifikasi
di waktu depan, misalnya enam bulan mendatang.
Prinsip yang harus diingat adalah bahwa bahan-bahan tersebut perlu
dianggap sebagai dokumen hidup yang akan digunakan dalam perencanaan yang
bersifat jangka pendek dan juga pengambilan keputusan selanjutnya. Dokumen
tersebut bukanlah catatan akademis yang diarsip, diabaikan atau dilupakan.
15
Lebih lanjut Morrisey (1997:1) menyatakan bahwa Perencanaan yang
bersifat jangka pendek sering juga disebut perencanaan taktis, atau kadang-
kadang disebut rencana tahunan. Perencanaan taktis (rencana tahunan) harus
melibatkan semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keterlibatan semua pihak yang terkait akan memberikan dampak yang
positif bagi perencanaan organisasi. Beberapa manfaat keterlibatan semua
pegawai dalam perencanaan taktis diungkapkan oleh Morrisey (1997:3) sebagai
berikut:
1. Hasil yang lebih baik. Keterlibatan dan komitmen individu maupun tim pada
sebuah rencana hampir selalu memberikan hasil yang lebih baik. Jika seorang
atau kelompok membuat rencana membuat rencana dan menyerahkan
pelaksanaannya pada orang lain atau kelompok lain, anda akan mendapatkan
ketaatan – sebagai syarat berlanjutnya hubungan ketenagakerjaan – tetapi
Anda akan sulit mendapatkan komitmen. Ketaatan biasanya menghasilkan
kinerja – minimum orang akan melakukan apa yang harus dilakukan, tidak
lebih dari itu; komitmen cenderung menghasilkan kinerja optimum. Kinerja
orang-orang memiliki komitmen memberikan hasil yang jauh lebih besar
dibandingkan biaya keterlibatan.
2. Perencanaan yang lebih baik. Apabila orang kunci menilai apa yang
sesungguhnya bisa dicapai, akan tersusun rencana yang lebih realistis, lebih
penting, dan dijalankan dengan sukses.
16
3. Pertanggungjawaban yang lebih baik. Jika karyawan kunci Anda terlibat dan
punya komitmen dalam pembangunan rencana, akan jelas siapa yang
bertanggung jawab atas tiap-tiap tindakan. Juga karyawan Anda akan lebih
siap menerima tanggung jawab ini jika mereka telah terlibat dalam
menentukan isi rencana tersebut.
4. Komunikasi dan koordinasi yang leih baik. Keterlibatan aktif Anda dalam
proses perencanaan membawa pada pemahaman yang lebih jelas mengenai
apa yang Anda dan orang lain harapkan. Keterlibatan ini juga lebih
memudahkan jalur-jalur komunikasi lintas organisasi melalui kerangka acuan
yang sama, yaitu rencana tersebut. Lebih dari itu, jika Anda mempunyai
kepentingan pribadi untuk mencapai sasaran tertentu, Anda dengan cepat akan
menyadari nilai dari usaha perencanaan Anda ketika mendapatkan dukungan
dari mitra pengimbang Anda dari bagian-bagian lain dari organisasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, bentuk partisipasi dari stakeholders dapat
dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Keterlibatan
stakeholders dalam perencanaan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan akan
memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perencanaan
yang kurang melibatkan stakeholders.
Partisipasi stakeholders, termasuk partisipasi semua pegawai pada suatu
organisasi dalam menyusun perencanaan dapat meningkatkan komitmen kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas organisasi secara
17
keseluruhan. Sinungan (1997), menyatakan bahwa salah satu upaya untuk
meningkatkan produktivitas organisasi adalah dengan penerapan gaya manajemen
yang partisipatif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi.
Hal tersebut berimplikasi pada proses perencanaan yang harus partisipatif atau
partisipatori. Semua pegawai yang terkait dan stakeholders perlu dilibatkan dalam
kegiatan perencanaan organisasi (rencana strategis maupun rencana operasional)
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Partisipasi pegawai dalam perencanaan memiliki kontribusi yang besar bagi
produktivitas organisasi. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Davis dan
Newsatron (1997:185) sebagai berikut:
Dalam berbagai jenis organisasi dengan kondisi operasional yang berbeda-beda, partisipasi telah turut menyumbangkan berbagai maslahat. Sebagian maslahat itu bersifat langsung dan sebagian lain kurang nyata. Umumnya partisipasi menghasilkan keluaran lebih besar dengan kualitas lebih baik.
Dari pernyataan di atas, disebut ’keluaran’ yang dapat disamakan maknanya
dengan produktivitas. Menurut pendapat di atas, partisipasi pegawai akan
meningkatkan produktivitas yang lebih tinggi. Para pegawai seringkali
mengajukan saran bagi peningkatan kualitas dan kuantitas. Meskipun tidak
seluruh gagasan yang diajukan berguna, cukup banyak gagasan yang bernilai bagi
peningkatan yang baik dalam jangka panjang. Terkait dengan perencanaan
partisipatori dan hubungannya dengan produktivitas digambarkan sebagai
berikut:
18
Sistem pengajuan Produktivitas Saran yang lebih banyak dan
lebih berkualitas
Gambar 2.1
Pengaruh Perencanaan Partisipatori Terhadap Produktivitas Organisasi (diadaptasi dari Davis dan Newstroom 1997:185)
Davis dan Newsatron (1997:186) menyatakan bahwa partisipasi dapat
meningkatkan motivasi karena para pegawai merasa diterima dan terlibat dalam
situasi tersebut. Keberhargaan diri, kepuasan kerja dan kerja sama mereka dengan
pimpinan juga mungkin meningkat. Hasilnya seringkali berupa berkurangnya
konflik dan stress, keterikatan lebih besar terhadap tujuan, dan tujuan diterima
(acceptance) yang lebih baik terhadap perubahan. Pergantian dan kemangkiran
pegawai dapat berkurang, karena pegawai merasa bahwa mereka memiliki tempat
yang lebih baik untuk bekerja dan karenanya mereka dapat lebih berhasil dalam
pelaksanaan pekerjaan. Akhirnya tindakan partisipasi itu sendiri menciptakan
komunikasi yang lebih baik pada saat orang-orang membahas berbagai masalah
kerja. Hasilnya dengan jelas menunjukkan bahwa partisipasi memiliki dampak
sistem yang luas yang menguntungkan berbagai jenis keluaran (produktivitas)
organisasi.
Situasi
Perencanaan
Partisipatif Hasil Keterlibatan
19
B. Produktivitas Organisasi
1. Pengertian Produktivitas Organisasi
Menurut Mulyasa (2004:92), konsep produktivitas pada awalnya
dikemukakan oleh Quesney, seorang ekonom Prancis pada tahun 1776. oleh
karena itu, wajar jika produktivitas senantiasa dikaitkan dengan nilai ekonomis
suatu kegiatan, yakni bagaimana mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan
menggunakan sumber daya dan dana sekecil mungkin.
Dalam Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Alex, 2005:525), kata
produktivitas dimaknai sebagai: “Kemampuan menghasilkan; daya hasil;
kehasilan”. Jika membicarakan masalah produktivitas muncullah situasi yang
bertentangan karena belum adanya kesepakatan umum dari para ahli tentang
maksud pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengikuti petunjuk-
petunjuk produktivitas. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan
sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input) Hasibuan
(2003:126). Produktivitas juga diartikan sebagai tingkat efisiensi dalam
memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Greenberg (Sinungan, 2005:12)
mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran
pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Dalam
literatur ekonomi sumber daya manusia, produktivitas tenaga kerja menunjukkan
kemampuan seseorang (tenaga kerja) atau pekerja untuk menghasilkan sejumlah
output dalam satu satuan waktu tertentu. Produktivitas tenaga kerja tersebut dapat
20
merupakan ukuran efisiensi pemanfaatan tenaga kerja. Hal ini mengingat bahwa
secara nyata, seseorang pekerja dalam melakukan pekerjaannya, belum tentu
memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
Apabila produktivitas naik hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan
efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, dan adanya
peningkatan keterampilan tenaga kerja. Menurut Blunchor dan Kapustin yang
dikutip oleh Sinungan (1987:9), produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai
penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan
mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan
yang efisiensi.
International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa secara
lebih sederhana maksud dari produktivitas adalah perbandingan secara ilmu
hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang
dipergunakan selama produksi berlangsung (Hasibuan, 2003:126-127). Ravianto
(1995:21) memberikan rumusan produktivitas kerja sebagai berikut.
Produktivitas Kerja = fungsi (Mot + Kec + Kepr + Per) + Kep
Berdasarkan berbagai referensi, Sinungan (2005:16) mengelompokkan
pengertian produktivitas menjadi tiga, yaitu:
21
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio
daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan
produksi yang dipergunakan (input).
2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada
kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
3. Produtivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor
esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi
serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.
Di samping tiga pengertian tersebut terdapat pengertian umum produktivitas
sebagai berikut (Sinungan, 2005:17):
Is a universal concept aimed at providing more and more of goods and services for more and more people with less consumtion of real resources. Relies upon and interdiciplinary opproach for the effective formlation of objectives, development of plans, and application of productive practices to utilize resources efficiently, while maintaining high quality. Involves integrated application of human effort and skill, capital, technology management, information, energy, and other resources to bring about sustained improvements and betterments of the satandards of living for all, through a total productivity concept.
Dari pengertian di atas diketahui bahwa produktivitas adalah suatu
pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan
rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-
22
sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi.
Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya
manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen informasi, energi
dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar
hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas total.
Dalam konferensi Oslo 1984 (Sinungan, 2005:17) tercantum definisi umum
produktivitas semesta, yaitu:
Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit.
Menurut Hanafi (1997:481), produktivitas merupakan ukuran efisiensi
ekonomis aktivitas organisasi dalam menggunakan sumber dayanya untuk
memproduksi barang atau jasa.
Menurut Sinungan (2005:18), produktivitas adalah interaksi terpadu antara
tiga faktor mendasar, yaitu: investasi, manajemen dan tenaga kerja.
1. Investasi
Komponen pokok dari investasi adalah modal, karena modal merupakan
landasan gerak suatu usaha. Namun modal saja tidaklah cukup, untuk itu harus
ditambah dengan komponen teknologi. Berkaitan dengan penguasaan teknologi
ini ialah adanya riset. Melalui riset maka akan dapat dikembangkan
23
penyempurnaan produk atau bahkan dapat menghasilkan formula-formula baru
yang sangat penting artinya bagi kemajuan suatu usaha. Karena itu keterpaduan
antara modal teknologi dan riset akan membawa perusahaan berkembang dan
dengan perkembangan itu maka outputnya pun akan bertambah pula.
2. Manajemen
Kelompok manajemen dalam organisasi bertugas menggerakkan orang-
orang lain untuk bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan baik.
Hal-hal yang kita hadapi dalam manajemen terutama dalam organisasi
modern, ialah semakin cepatnya cara kerja sebagai pengaruh langsung dari
kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mempengaruhi seluruh aspek organisasi seperti proses produksi
distribusi, pemasaran dan lain-lain. Kemajuan teknologi yang berjalan cepat maka
harus diimbangi dengan proses yang terus menerus melalui pengembangan
sumber daya manusia, yakni melalui pendidikan dan pengembangan dari
pendidikan, latihan dan pengembangan tersebut maka antara lain akan
menghasilkan tenaga skill yang menguasai aspek-aspek teknis dan aspek-aspek
manajerial. Technical skill, tenaga kerja yang mempunyai kualifikasi tertentu,
terampil dan ahli di bidang teknis. Manajerial skill, yaitu kemampuan dan
keterampilan dalam bidang manajemen tertentu, mampu mengadakan atau
melakukan kegiatan-kegiatan analisa kuantitatif dan kualitatif dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi organisasi.
24
3. Tenaga Kerja
Hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan faktor-faktor
tenaga kerja ialah: (a) motivasi pengabdian, disiplin, etos kerja produktivitas dan
masa depanya; dan (b) hubungan industrial yang serasi dan harmonis dalam
suasana keterbukaan.
2. Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting.
Pengukuran produktivitas membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan,
kebijakan, upah dan sebagainya. Secara umum, pengukuran produktivitas berarti
perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu:
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan
secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini
memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang
serta tingkatannya.
2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses)
dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik
sebagai memusatkan pada sasaran/tujuan.
Pengukuran produktivitas dapat dilihat baik secara parsial maupun secara
total. Berikut penjelasan beberapa pengukuran produktivitas.
25
1. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja merupakan hal yang sangat menarik, sebab
mengukur hasil-hasil tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang
bervariasi khususnya pada kasus-kasus di negara-negara berkembang atau pada
semua organisasi selama periode antara perubahan-perubahan besar pada formasi
modal.
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menuntut sistem pemasukan fisik
perorangan/per-orang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari
sudut pandang pengawasan harian, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah
yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena
itu digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun).
Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit kerja yang biasanya diartikan sebagai
jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya
yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas
tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai indeks yang sangat sederhana:
Hasil dalam jam-jam yang standar
Masukan dalam jam-jam waktu
Masukan pada ukuran produktivitas tenaga kerja seharusnya menutup
semua jam-jam kerja para pekerja, baik pekerja kantor maupun kasar. Manajer
26
yang bermaksud mengevaluasi jalannya biaya tenaga kerja dan penggunaan
tenaga kerja dapat membagi tenaga kerja perusahaan ke dalam beberapa
komponen untuk dianalisa, misalnya hasil yang sama dapat dihubungkan dengan
produksi atau pekerja tata usaha.
Untuk mengukur produktivitas organisasi dapat digunakan dua jenis ukuran
jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja
yang harus dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi
jam-jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam kerja yang tidak
dipergunakan untuk bekerja namun harus dibayar, seperti liburan, cuti, libur
karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya.
Indeks produktivitas tenaga kerja juga dapat digunakan menurut cara
finansial. Langkah awal adalah menghitung penjualan dalam dolar/nilai tukar
uang lainnya. Tahap kedua adalah penyesuaian volume barang-barang yang dijual
dalam jumlah produksi dengan membuat penentuan penelitian yang tepat;
penjualan dan pemasukan tenaga kerja dalam waktu tertentu mungkin tidak
cocok/memadai sebab akumulasi penelitian atau pengurangannya berada/terjadi
pada saat lalu. Langkah kerja adalah menyusutnya daftar gaji yang disesuaikan
dengan jumlah tenaga kerja. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas
tenaga kerja kita memiliki unit-unit yang diperlukan; yakni kuantitas hasil dan
kuantitas penggunaan masukkan tenaga kerja.
27
2. Pengukuran Produktivitas Total
Ada dua cara utama pengukuran produktivitas total, yakni waktu tenaga
kerja dan keuangan tenaga kerja.
1) Metode Waktu Tenaga Kerja
Semua material, penyusutan jasa-jasa dan produk akhir yang
mengandung/menyangkut tenaga kerja dapat diubah ke dalam ekuivalen
sumber tenaga kerja dengan membagi hasil (output), masukan (input)
menurut perhitungan keuangan dengan upah tahunan rata-rata sekarang dari
semua sumber tenaga kerja. Dalam hal ini disarankan bahwa tenaga kerja
pada para pekerja akan ditambah kepada ekuivalen tenaga kerja,
perlengkapan modal, jasa serta material yang dibeli.
Penambahan ini harus diperkirakan dengan penghitungan nilai bahan
mentah, jasa-jasa dan penyusutan pabrik serta membaginya menurut
pendapatan rata-rata setiap tahun secara nasional per-pekerja, jadi kita akan
tiba pada jumlah orang-orang yang dapat dibagi kedalam hasil (output) untuk
tahun tersebut untuk memperoleh gambaran hasil pertahun tenaga manusia.
2) Metode Finansial
Dalam beberapa kasus, indeks produktivitas dapat dikembangkan
dengan suatu metode langsung. Pada situasi seperti ini, masalah pengukuran
produktivitas sering dilakukan dengan menggunakan perbandingan finansial,
yaitu hubungan komponen-komponennya.
28
3. Indikator-Indikator untuk Mengukur Produktivitas Organisasi
Mengukur produktivitas pada lembaga pendidikan seperti PPPPTK IPA
tidaklah sama dengan mengukur produktivitas pada perusahaan yang
memproduksi barang. Dalam penelitian ini, produktivitas organisasi diukur
berdasarkan dimensi produktivitas lembaga pendidikan seperti dikemukakan oleh
Thomas (Karyana, 2003:53) yaitu: (1) The Administrators Production Function;
(2) The Psychologist Production Function; dan (3) The economist Production
Function.
Dimensi The Administrators Production Function yaitu fungsi manajerial
yang berkaitan dengan berbagai pelayanan untuk kebutuhan peserta pelatihan dan
widyaiswara. Masukan diidentifikasi di antaranya adalah perlengkapan
mengajar/pelatihan, ruangan, buku-buku, fasilitas dan kualitas mengajar yang
memungkinkan tercapainya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan baik.
Dalam perspektif ini, administrator harus bertanggung jawab untuk
mengembangkan sistem pendidikan. Administrator harus mengetahui pelayanan
apa yang diminta oleh peserta Diklat atau yang diminta oleh widyaiswara. Untuk
memenuhi permintaan permintaan tersebut maka harus disiapkan ruangan yang
cukup, buku-buku dan perlengkapan yang cukup pula. Administrator harus
memikirkan mutu sistem pendidikan sebagai fungsi dari jumlah dan mutu input
termasuk di dalamnya adalah besarnya ruangan kelas, kualifikasi widyaiswara,
29
konstruksi bangunan, jumlah buku diperpustakaan, dan perlengkapan
laboratorium.
Dimensi The Psychologist Production Function yaitu fungsi behavioral
keluarannya merujuk kepada fungsi pelayanan yang dapat mengubah perilaku
peserta Diklat dalam kemampuan kognitif, keterampilan dan sikap. Dimensi ini
dimaknai sebagai perubahan tingkah laku peserta Diklat yang terdiri dari
tambahan pengetahuan, nilai-nilai atau tambahan-tambahan kemampuan yang
diperolehnya selama mengikuti Diklat. Dalam dimensi ini, input terdiri dari
waktu pelatihan, waktu bekerja pegawai, ruangan, buku-buku, perlengkapan, dan
material. Juga harus dipertimbangkan mutu dan kecakapan
widyaiswara/instruktur. Masukan yang penting pula adalah waktu yang
dihabiskan ole peserta Diklat untuk mempelajari materi Diklat.
Dimensi The economist Production Function yaitu fungsi ekonomi yang
keluarannya diidentifikasi sebagai lulusan yang mempnyai kompetensi tinggi,
sehingga apabila bekerja dapat memperoleh penghasilan tinggi melebihi biaya
pendidikan yang telah dikeluarkan selama Diklat. Menurut ahli ekonomi, Diklat
akan memberikan kontribusi terhadap individu (peserta Diklat) di masa yang akan
datang, yaitu akan diperolehnya seperangkat kompetensi yang digunakan untuk
meningkatkan kehidupan dan kemakmurannya. Sebuah lembaga Diklat yang
produktif ialah lembaga Diklat yang lulusannya dapat menerima penghasilan
melebihi biaya Diklat yang telah dihabiskannya. Dalam perspektif ini, yang
30
menjadi masukan (input) ialah segala pengeluaran yang harus diperhitungkan
untuk biaya Diklat, termasuk di dalamnya gaji, honor dan segala sesuatu yang
dibayarkan kepada tenaga edukatif. Sedangkan luarannya berupa tingkat
penghasilan yang kelak akan diterima lulusan.
4. Variabel Penentu Produktivitas Organisasi
Moelyono (1993:53) mengungkapkan bahwa paling tidak, ada empat
variabel penentu produktivitas dalam organisasi, yaitu: (1) lngkungan; (2)
karakteristik organisasi; (3) karakteristik kerja; dan (4) karekteristik individu.
Kerangka konsep dan petunjuk mengenai produktivitas dalam organisasi ini dapat
diskemakan sebagai berikut:
LINGKUNGAN
LINGKUNGAN
Gambar 2.2
Skema Penerapan Produktivitas dalam Organisasi (Moelyono, 1993:53)
Kopelman (Moelyono, 1993:53) berpandangan bahwa di dalam kerangka
konsep dan petunjuk mengenai produktivitas dalam organisasi, sumber daya
manusia menjadi unsur yang dinamis dan sangat sentral peranannya. Perhatian
Karakteristik
Organisasi
Karakteristik
Kerja
Karakteristik
Individu
Hasil
Akhir
31
yang diberikan terhadap unsur ini tidak lain merupakan penjabaran dari konsep
mengenai karakteristik individu.
Karakteristik individu yang unsur-unsurnya sangat subjektif dan kualitatif –
termasuk di dalamnya kemampuan, motivasi, skill, kepercayaan, dan sikap –
melalui modifikasi pada karakteristik organisasi dan karakteristik kerja dapat
dikembangkan dan diarahkan untuk mencapai hasil akhir yang ditetakan
organisasi, yaitu:
1. Pola tingkah laku kerja, yaitu segala aktivitas organisasi yang secara khusus
memperlihatkan keikutsertaan dan ketertiban individu di dalamnya Metode
Waktu Tenaga Kerja.
2. Pelaksanaan tugas yaitu evaluasi terhadap prestasi individu mengenai tugas-
tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya.
3. Efektivitas, yaitu suatu indeks mengenai hasil-hasil yang dicapai terhadap
tujuan organisasi.
Pengukuran terhadap hasil akhir yang dicapai oleh organisasi tersebut akan
menggambarkan tingkat produktivitas dalam organisasi. Setelah dijelaskan secara
singkat mengenai hasil akhir yang ingin dicapai oleh suatu organisasi yaitu
mengenai produktivitas dalam organisasi, pembahasan berikut ini akan diteruskan
dengan menyajikan uraian mengenai variabel-variabel penentu dalam kerangka
konsep dan petunjuk mengenai produktivitas dalam organisasi.
32
1. Lingkungan
Menurut Moelyono (1993:54), kondisi lingkungan yang bersifat
eksternal merupakan salah satu penentu produktivitas dalam organisasi.
Kondisi lingkungan eksternal ini tidak dapat dikendalikan oleh organisasi dan
cenderung mempengaruhi satu atau lebih variabel-variabel penentu
produktivitas dalam organisasi yang pada umumnya dikendalikan oleh
organisasi, seperti: karakteristik organisasi, karakteristik kerja, dan
karakteristik individu.
Moelyono (1993:54) menyatakan bahwa perubahan kondisi lingkungan
terhadap variabel-variabel penentu yang dapat dikendalikan organisasi bisa
dicapai dengan:
1) Adanya berbagai perubahan dan penetapan dalam bentuk peraturan-
peraturan pemerintah, perkembangan dan performansi eknonomi secara
global dan lain-lain, akan mempengaruhi praktek-praktek organisasi
seperti perekrutan pegawai, seleksi, promosi, latihan dan pengembangan
pegawai, dan sampai pada masalah pemutusan hubungan kerja
(pemecatan) pegawai.
2) Perubahan nilai-nilai dan sikap sosial dapat mempengaruhi karakteristik
individu, yaitu berupa: sikap pegawai, harapan-harapan, dalam