-
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201862
ISSNISSNL
2337668623383321
RUPTUR TENDON DAN PENANGANANNYA: PERBANDINGANKEKUATAN JAHITAN
TEKNIK CROSS STITCH DAN TEKNIK
KESSLER MODIFIKASI
Endi Surya Diapari Pohan dan Dame Joyce PohanFakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
Email: [email protected]
PENDAHULUANLatar belakang dari penelitian ini bahwa tendon
adalah struktur anatomis dalam tubuh yang berfungsimenghubungkan
otot ke tulang. Otot yangbertanggung jawab untuk menggerakkan
tulang,dengan kata lain ototlah yang menghasilkan geraksehingga
memungkinkan individu untuk melakukanaktivitas seperti duduk,
berdiri, berjalan, melompat,mengangkat, dan bahkan bergerak dalam
banyakkombinasi cara (Kannus, 2000:312). Dengan katalain, struktur
anatomis yang tepat akan menentukanfungsi tendon yang tepat
(Benjamin, Kaiser & Milz,2008:211).
Ketika otot berkontraksi, tendon akan menariktulang yang
diperlekatinya dan tarikan terebutmenyebabkan terjadinya gerakan.
Tendon berfungsisebagai penguat tarikan otot ke tulang
(Kannus,2000:312). Kontraksi otot tertentu akan menariktendon,
kemudian tulang tertentu, sehingga terjadigerakan tulangtulang yang
terhubung pada sendioleh ligamen dan juga jaringan ikat lainnya,
sehinggakontraksi tendon menghasilkan gerakangerakantertentu,
tergantung pada otot dan sendi yang terlibat(Kannus.
2000:312313).
Mengingat vitalnya peran tendon dalam produksigerak, tendon
menjadi bagian organ yang rentan dankerap mengalami cedera,
terutama pada saat aktivitasfisik berlebihan yang bertumpu pada
suatu bagiansendi tertentu. (Maffulli, Wong &
Almekinders,2003:675). Contohnya sering dialami oleh atletsepakbola
(Sharma & Maffulli, 2006:183). Cederapada tendon dapat berupa
kerusakan pada strukturdan fungsi yang disebabkan oleh faktor
fisik,rudapaksa maupun kimiawi (Maffulli, Wong &Almekinders,
2003:768). Cedera tendon dapat sangatmenyakitkan dan terkadang
bahkan sampai dapatmenyebabkan disfungsi organ gerak yang
ekstrem(Benjamin, Kaiser & Milz, 2008:213). Spektrumlesinya
beragam, dapat berupa peradangan,peregangan bahkan sampai robekan;
danpenanganannya tergantung kepada jenis lesi(Sharma&Maffuli,
2005:185).
Tujuan makalah ini adalah untuk memaparkanlebih lanjut mengenai
perbandingan kekuatan jahitanantara teknik jahitan cross stitch dan
teknik jahitankessler dengan modifikasi dalam terapi bedahterhadap
lesi tendon.
ABSTRAK: Tendon adalah struktur anatomis dalam tubuh yang
berfungsi menghubungkan otot ke tulang, yang berperan pentingdalam
pergerakan dan strukturnya menentukan fungsi dan kualitas gerakan
yang dihasilkan. Gerakan berulang masif disertaipenekanan pada satu
titik tertentu berpeluang mencederai tendon dan menghasilkan jejas,
seperti yang sering ditemukan padaolahragawan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk untuk mengulas mengenai ruptur tendon dan upaya
penanganannya denganpenekanan pada perbandingan kekuatan jahitan
teknik jahitan cross stitch dan teknik jahitan kessler dengan
modifikasi. Metode yangdigunakan adalah studi kepustakaan yang
menjadi best practice untuk kedua teknik tersebut lalu
membandingkannya. Dapatdisimpulkan bahwa kedua teknik samasama
memiliki kekurangan maupun kelebihan dalam konteks penyembuhan luka
pascareparasi rupture tendon.Kata kunci: jejas, trauma, pembedahan,
penyembuhan
ABSTRACT: Tendon is an anatomical structure which functions is
to connect muscle to bone, and plays an important role in
humanmovement and its structure determines its function and also
the quality of motion resulting from its action. Massive
repetitivemovements with an emphasis on a particular area of joint
more likely to caused injuries to the tendons and might produce
lesions tothe joint, as is often found in sportsmen. The aim of
this review is to criticize the spectrum of tendon lesion according
to its causativeagent and surgical treatment is often required to
guarantee a primary healing and to restore its function. The
research method isreviewing literature about both techniques best
practice and comparing it. The conclusion shows that both
techniques have theirown positive but also negative point of view
in the context of healing.Keyword: lesion, trauma, surgical,
healing
-
E. Surya Diapari Pohandan Dame Joyce Pohan,62 68
Ruptur Tendon dan Penanganannya: PerbandinganKekuatan Jahitan
Teknik Cross Stitch dan Teknik
Kessler Modifikasi
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201863
METODE PENELITIANMetode penelitian yang dipakai adalah
dengan
melakukan penelusuran kepustakaan terkait atasmakalahmakalah
ilmiah hasil penelitian maupunlaporan kasus dan tinjauan kasus
mengenai keduateknik tersebut lalu melakukan perbandingan
ataskeduanya.
PEMBAHASAN
Anatomi, Fisiologi dan Struktur TendonTendon secara sederhana
menghubungkan otot
dengan tulang, kadangkadang ada tendon intermediate dimana
tendon tersebut menghubungkan satuotot dengan otot lain. (Sharma
& Maffuli, 2005:186).Tendon juga dapat memanjang sampai ke
dalam ototdan disebut tendon intramuskular; hal
tersebutmemungkinkan otot memiliki fungsi pengaturansimetris
bilateral (pennation) (Benjamin, Kaiser &Milz, 2008:214).
Pennation tergantung kepada hubungan perimisium dan bagian
intramuskular tendon, selainhanya pada hubungan langsung tendon dan
serat otot.Jejaring kolagen perimisium yang membentukhubungan/link
mekanis antara tendon otot dan seratotot dan ini didifasilitasi
oleh lempeng penghubungperimisial/‘perimysial junctional plates’
(Kannus,2000:314). Meskipun tendon secara fundamentalberurusan
dengan penyaluran/transmisi daya tarik/tensile forces yang
dihasilkan sel otot, tendon jugaberpotensi mengalami kompresi and
terpangkas saattendon melintasi katrol/pulleys tulang atu
kartilago.Seperti jaringan penahan beban lain, tendon didominasi
oleh matriks ekstraselular tersusun atasjaringan penyambung fibrosa
yang tebal (Knudson,2006:5).
Struktur tendon beragam bentuk dan ukurannya;beberapa memiliki
lengkungan dangkal dipermukaansedangkan yang lain dibagi menjadi
slips (contohnyatendon muskulus obturator internus)
(Kannus,2000:317). Tendon terbesar dalam tubuh manusiaadalah
Achilles dan bentuknya bervariasi dariproximal ke distal seiring
mencapai lokus perlekatandi regio calcaneal. Seperti hukum pada
umumnya,tendon otot extensor lebih pipih /flattened dari otofleksor
yang cenderung lebih bulat atau oval(contohnya tendon otot tangan)
(Frank, 2004:200).
Karakter aponeurotik pipih tendon otot ekstensortangan
berhubungan dengan permukaan sendikonveks yang menciptakan
articulatio metacarpophalangeal dan interphalangeal saat
jarijarimengalami fleksi (Frank, 2004:199). Pemipihanmengurangi
resiko subluksasi seiring denganadaptasi lain seperti interkoneksi
fibrosa tendon danlingkungan oto ekstensor di sekitarnya. (Griffin
et al,2012:33). Tendon terpanjang terdapat di organ tangandan kaki;
pada daerah tersebut, tendon bukan hanyameneruskan kontraksi otot
ke otot rangka melainkanjuga mempengaruhi kecepatan pergerakan
organ yangterletak lebih distal (Frank, 2004:200).
Caranya dengan lokasi tempat perlekatannyayang strategis, lebih
dekat atau lebih jauh, dariaxis/sumbu pergerakan (titik dimana
axis/sumbudalam bahasa biomekanik berperan sebagai
pusatrotasi/‘centre of rotation’) (Benjamin, Kaiser &
Milz,2008:226). Ketebalan otot selalu mengembangkantendon sebelum
tercapai akhir suatu rangka untukmemastikan segmen paling distal
(contoh tangan ataukaki) tidak terganggu fungsinya oleh pergerakan
yanglamban (Griffin et al, 2012:32).
Gambar 1. Skema Tendon NormalSumber: Sharma & Maffulli,
2006
Resiko Cedera Tendon dan EpidemiologiTendon bergerak untuk
memindahkan gaya otot
pada gerakan sendi. Gerakan yang berulang denganpembebanan
meningkatkan resiko cedera. Misalnyadalam aktifitas fisik ekstrim
seperti olahragaprofesional, contohnya sepakbola (Saini et
al,2010:317). Lokasi anatomis jejas akibat
penggunaanberlebih/overuse pada olahraga lebih sering terjadipada
ekstremitas inferior dibanding ekstremitassuperior. Hal sebaliknya
terjadi pada jejas akibat kerja
-
E. Surya Diapari Pohandan Dame Joyce Pohan,62 68
Ruptur Tendon dan Penanganannya: PerbandinganKekuatan Jahitan
Teknik Cross Stitch dan Teknik
Kessler Modifikasi
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201864
yang lebih sering terjadi pada ekstremitas superior(Khanna et
al, 2009:87).
Tendon Achilles dan patellar merupakan yangpaling sering
terdampak secara anatomis meskiterdapat variasi yang amat sangat
beragam tergantungkepada jenis olahraganya. Dengan kata lain,
jejasakibat olahraga pada tendon dapat terjadi padaekstremitas mana
saja, tergantung pola gerakanolahraganya sedangkan jejas akibat
kerja cenderunglebih terkonsentrasi pada tendon tertentu dan
ataupada nsersi/perlekatan tendon di ekstremitas superior(Killian
et al, 2014:442).
Ruptur tendon merupakan jejas akut terhadaptendon akibat faktor
dominan eksternal meskipun adajuga kontribusi faktor internal meski
lebih kecil(Griffin et al, 2012). Pada ruptur tendon
achilles,mekanisme akselerasi/deselarasi dikaitkan dengan >90%
jejas terkait olahraga/malfungsi jalur inhibisiprotektif normal
unit musculotendineus jugaberkontribusi terhadap pembentukan
jejas.
Penanganan Ruptur TendonPenanganan ruptur tendon, contohnya
tondon
otot flexor terus berkembang dari waktu ke waktu.Perbaikan dan
modifikasi serta penyempurnaan atasteknikteknik lama yang sudah
baku terus dilakukandalam upaya mendapatkan hasil yang masimal
dalampenyembuhan (Maquirriain, 2011:290).
Penyambungan tendon yang baik akan dapatmengembalikan
kontinuitas tendom tanpamenimbulkan adhesi/perlekatan atau
bentuksambungan yang menghalangi giliding. Keberhasilanoperasi
penyambungan tendon dan rehabilitasidipengaruhi oleh banyak hal di
antaranya yang sangatberperan adalah robekan sarung tendon,
teknikjahitan dan mobilisasi (Kangas, 2007:44). Penangancedera
tendon yang tidak optimal dapat menyebabkanadhesi dan gangguan
fungsi bahkan dapat terjadiruptur ulang (Khanna et al,
2009:104).
Penelitian sebelumnya telah menyimpulkanbahwa mobilisasi dini
pada tendon yang telahdisambung menurunkan angka terjadinya adhesi
danmemperbaiki gliding tendon. (Saini et al, 2010:317).Walaupun
demikian tetap ada resiko mobilisasi yangbesar dan resiko
terjadinya ruptur ulang dari tendonterkait (Khanna et al,
2009:101). Terjadinya celahsambungan (Gap Formation) dan ruptur
ulang padasambungan adalah tanda terjadinya kelemahan
penanganan cedera tendon (Killian et al, 2014:42).Hal tersebut
memperlihatkan kelemahan fungsi darijahitan, teknik dan biomekanik
tendon pada saatsaatawal pasca perbaikan (Maquirriain,
2011:294).Minggu ke 2 pasca penyambungan tendon akanterjadi proses
perlunakan pada tendom tersebut, dandapat terjadi ruptur ulang,
sedangkan minggu–minggu berikutnya sudah cukup kuat
(Thomopoulos,2015:835).
Keberhasilan perbaikan tendon fleksor amattergantung kepada fase
penyembuhan tendon, teknikyang atraumatik (minimalis invasif),
metodepenjahitan, penanganan pasca operasi dan evaluasi(Sebastian
et al, 2013:7). Banyak penelitian dilaksanakan untuk mendapatkan
teknik jahitan yangkuat sekaligus menghindarkan terjadinya celah
besarpada sambungan tendon (Griffin et al, 2012:33).Teknik Kessler
dengan modifikasi sering digunakansebagai teknik baku emas (gold
standard) sebagipembanding dengan teknik – teknik lain.
Peningkatan celah sambungan memberikan hasilklinis yang buruk.
Oleh sebab itu, salah satu targetpenyambungan tendon adalah
memperbaiki ataumempertahankan fungsi gliding (Eliason,
2011:57).Pada penyambungan tendon, penambahan lingkaransambungan
berpengaruh terhadap gliding sehinggamempengaruhi mobilisasi
setelah penyambungan(Docheva et al, 2015:33).
Tendon Healing (Penyembuhan Tendon)Banyak silang pendapat
mengenai proses
penyembuhan tendon. Beberapa sumber mengemukakan bahwa
penyembuhan tendon oleh karena pertumbuhan seluler dari ujung–ujung
tendon yangterputus (Docheva et al, 2015:36). Sedangkan penulislain
mengatakan bahwa penyembuhan tendon terjadioleh karena jaringan
peritendineus. Kemudian disimpulkan bahwa kedua proses tersebut di
atas penting dalam penyembuhan tendon. (Eliason, 2011:49).
Penyembuhan tendon juga terjadi melaluimekanisme respon
fibroblastik jaringan sekitartendon yang terdisintegrasi akibat
jejas(Thomopoulos, 2015:838). Penyembuhan tendonakan menghasilkan
pelengketan dengan jaringansekitarnya, sehingga dapat mempengaruhi
glidingdari tendon tersebut (Maquirriain, 2011).
Penelitian secara eksperimental menggambarkanbahwa tendon yang
terpisah sebagian, tetapi masih
-
E. Surya Diapari Pohandan Dame Joyce Pohan,62 68
Ruptur Tendon dan Penanganannya: PerbandinganKekuatan Jahitan
Teknik Cross Stitch dan Teknik
Kessler Modifikasi
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201865
tetap tedapat dalam selubung sinovial masih akandapat menyambung
sendiri, dengan syarat dilakukanimobilisasi sendi yang cukup lama
untuk memfasilitasi terjadinya proses penyembuhan secara
subseluler/molekuler (Kangas, 2007).
Prinsip Dasar Pembedahan TendonPada suatu luka, penyembuhan
jaringan oleh
suatu koagulum yang kehilangan bidang jaringannya,dengan cara
deposisi kolagen, koagulum yangkehilangan bidang jaringannya,
dengan cara deposisikolagen, koagulum ini akan matang menjadi
suatuparut (Kangas, 2007:77). Kolagen kemudianmengalami remodeling
dalam beberapa minggu ataubulan dan tendon yang telah menyambung
dapatbergerak lebih aktif lagi untuk menggerakkan ototsendi dan
tidak menyangkut pada selubungnya(Khanna et al, 2009:104).
Hampir sepenuhnya penyembuhan tendon terjadioleh karena respon
seluler, yang diwakili oleh prosesinflamasi selular; ditopang oleh
penetrasi kapilerpada tendon yang mengalami jejas tersebut
(Sharma& Maffuli, 2006:183). Hal ini sebenarnya
berpotensimenimbulkan perlengketan sehingga perlu dilakukanupaya
pencegahan dalam proses penyembuhantendon, agar hasil sambungan
(akibat jahitan) dapatberfungsi dengan baik. Gliding tendon dapat
tertahanoleh karena adanya perlengketan/adhesi yang disebabkan oleh
karena: (1) Tarikan pada tendon dalam3 minggu pertama penyembuhan,
(2) Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh jahitan atau infeksi,
dan(3) Gangguan sirkulasi dari dasar tendon (Saini et
al,2010:320).
Proses remodeling pada jaringan parut secaraprimer dikembalikan
oleh peran sel fibroblast danikatan serat kalogan (Sebastian et al,
2013:27).Faktorfaktor yang mempengaruhi penyembuhanluka sebagian
besar mempengaruhi penyembuhantendon yang terpenting di antaranya
adalah integritassirkulasinya. Jika proses penyembuhan luka
jelekakan menyebabkan penyembuhan jaringan yangterlambat, cenderung
terjadinya infeksi dan mudahterjadi perlengketan (Docheva et al,
2015:233).
Imobilisasi mempercepat resolusi stadiuminflamasi sementara,
mobilisasi yang tepat membanturemodeling dan menambah kekuatan
jahitan. Jahitantendon membantu pembentukan parut melalui
luka(Kangas, 2007:40). Ukuran, karakter dan tempat
jahitan adalah suatu hal yang pentingdipertimbangkan dalam
tenorafi (Kang et al,2012:399). Gambaran kronologi reaksi
jaringansesudah tenorafi, dalam konteks penyembuhan,membutuhkan
waktu yang cukup panjang, yaitudapat memakan waktu sampai hitungan
minggu(Sharma & Maffuli, 2006:191). Fase penyembuhannya dapat
digambarkan sebagai berikut:
Dalam 3 hari akan terjadi serangkaian fenomenaberupa luka tendon
di isi dengan jaringan gramulasi,tidak ada atau hilangnya tensile
strength, kontinuitasjaringan dipertahankan oleh jahitan saja,
tampakedema pada bagian distal tendon, respon inflamasiberfokus
terutama pada setiap jahitan dan saluranjarum, mulai tampak sel
fibroblas dan sintesiskalogen baru dan lisis pada kolagen yang
lama.
Kemudian yang terjadi pada fase antara 3 sampaidengan 7 hari
berupa organisasi jaringan granulasi,tensile strength masih kurang,
proses sintesa fibroblasaktif disertai sekresi kolagen dan
mukopolasikarida,terjadi pemisahan selsel tendon, tetapi
kontribusiuntuk penyembuhan minimal diantara bagian distaltendon.
Pada fase ini, proses penyembuhan terjadisecara primer yang amat
tergantung atas migrasi danpertumbuhan ke dalam selsel dari
jaringansekitarnya; inilah yang menjadi semacam substansiyang
digunakan untuk melindungi sambungan tendondari pembentukan adhesi
dengan dasarnya.
Selanjutnya antara hari ke8 sampai 14 hariterjadi pula luka
tendon di isi dengan jembatanfibriblas dan kolagen, tensile
strength masih sangatterbatas, reaksi proliferasi seluler makin
masifdengan fokusnya membentuk dan memperbaikikontinuitas jaringan
dengan cara melibatkan jaringanyang cidera disekitarnya dan semua
ini secarabersamasama disebut sebagai “koagulum”.
Kemudian dalam 21 hari mulai dapat ditemukancukup tensile
strength untuk mentoleransi gerakansedangkan proses yang disebutkan
sebelumnya masihterus berlanjut. Hal ini menandai perbaikan
secaraklinis meski secara anatomis/radiologis perbaikanbelum
maksimal. Proses yang terjadi sesudah masa 3minggu ditandai dengan
pembentukan jarigan parutdan permulaan maturasi, jaringan baru
kolagen danfibroblas menguat, penipisan perlengketan yangmemudahkan
proses gliding, dan dengan adaptasistruktur subselular molekuler
untuk melakukan
-
E. Surya Diapari Pohandan Dame Joyce Pohan,62 68
Ruptur Tendon dan Penanganannya: PerbandinganKekuatan Jahitan
Teknik Cross Stitch dan Teknik
Kessler Modifikasi
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201866
fungsi, maka mulai saat ini tendon menjadi sama kuatseperti masa
sebelum cedera.
Faktorfaktor yang mempengaruhi penyembuhantendon secara garis
besar dibagi menjadi faktorfaktorintrinsik dan ekstrinsik (Kangas,
2007). Faktorintrinsik yaitu faktor yang mempengaruhi olehkeadaan
pasien sendiri, antara lain terdiri atas faktorgizi, usia, ambang
rasa nyeri dan motivasi daripasien. Sedangkan faktor ekstrinsik,
antara lain terdiriatas jenis luka, lokasi ruptur tendon/level,
limit waktuantara kejadian dan pertolongan serta teknikpenanganan
ruptur tendon yang baik. Seperti terlihatpada Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Tahapan penyembuhan tendonberdasarkan waktu dengan
modifikasi
Komplikasi ruptur tendon yang disambungnamun kemudian dapat
mengalami penyembuhandengan penyulit bisa terjadi
(Thomopoulos,2015:837). Penyulit penyembuhan tersebut bisaberupa
terjadinya kekakuan sendi karena terjadiadhesi dan bahkan dapat
menyebabkan ruptur tendonberulang (Khanna et al, 2009:101).
Komplikasiseperti ini yang ingin dicegah dan oleh sebab ituberikut
akan dibahas secara lebih mendetil mengenaiteknik penanganan ruptur
tendon secara bedah.
Teknik Penanganan Ruptur TendonTujuan memperbaiki atau
penyambungan tendon
adalah sebagi berikut, yaitu yang pertama denganmemperbaiki
integritas mekanik dan yang keduamemperbaiki atau mempertahankan
fungsi gliding(Sebastian et al, 2013).
Selanjutnya, prinsip dasar untuk keberhasilanpenyambungan tendon
dipengaruhi oleh beberapa halberikut, yaitu:
1. Teknik bedah atraumatik, meliputi cara kerja yanghalus
(gentle), instrumen yang halus (fine), penggunaan kaca pembesar
untuk memperkuat visibilitas,lapangan kerja bebas darah dengan
menggunakanbantuan torniquet, insisi kulit yang fisiologi
danadekuat, materi benang jahitan yang baik (punya sifattidak
reaktif, kuat, tidak elastis dapat dengan mudahdibuat jahitan yang
erat), teknik jahitan tendon yangdigunakan harus kuat namun
sekaligus tidakmenyebabkan sumbatan aliran darah (iskemik)
sertatidak mengganggu gliding dan atau tidak mencederaipembuluh
darah;2. Penanganan oleh pakar di bidang tangan ataupaling tidak
dalam supervisi ahli.3. Kamar operasi sebagai tempat
dilaksanakanoperasi penanganan ruptur tendon4. Penerangan (lampu)
yang baik5. Asisten yang bisa bekerja sama dengan baik.6. Hindari
infeksi dengan cara sebagai berikut yaitupencucian/irigasi dan
debridement luka yang baik,penyambungan tendon hanya pada kasus
luka bersih,penutupan jaringan lunak dilakukan bila telahdilakukan
pembersihan dan debridement yangterbatas serta pemberian antibiotik
dan imunisasispesifik.7. Supervisi pasca operatif meliputi
elevasitangan/lengan (daerah terdampak), perawatan secaraasepsis,
mobilisasi terbatas segera pasca operasi danpertahankan mobilisasi
pasif dengan bantuan splintserta dapat diberikan antibiotik
profilaksis.
Supervisi mobilisasi aktif segera setelah splintdibuka pada masa
34 minggu untuk mencegah ataumemperbaiki adhesi (Griffin et al,
2012:31).Mobilisasi dini harus dimulai saat yang tepat.
Denganteknik operasi sambung tendon yang kuat, mobilisasitendon
terdampak sebenarnya dapat mulai dilakukan1 hari pasca operasi
(Killian et al, 2014). Namunmesti diingat, bahwa tanpa evaluasi
oleh operator,lebih baik tidak dilakukan operasi dan latihan
secarabertahap sudah dapat dimulai pasca operasi denganmemakai
bantuan splint (Kangas, 2007). Hal itu jauhlebih menguntungkan
dilakukan dengan tujuan untukmendorong penyembuhan pasien terjadi
palingoptimal.
Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan danTeknik Dasar Jahitan
Ruptur Tendon
Faktorfaktor yang mempengaruhi hash atauteknik penyambungan
tendon adalah teknik jahitan,
-
E. Surya Diapari Pohandan Dame Joyce Pohan,62 68
Ruptur Tendon dan Penanganannya: PerbandinganKekuatan Jahitan
Teknik Cross Stitch dan Teknik
Kessler Modifikasi
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201867
benang/material, kekuatan sambungan tendon selamaproses
penyembuhan, adhesi dan rehabilitasi (Frank,2004:201). Kekuatan
jahitan tendon ditentukan olehbeberapa faktor yaitu: jenis benang,
kekuatan benang,teknik atau jenis jahitan (Kangas, 2007).
Secara subyektif, teknik untuk penatalaksanaanruptur tendon yang
memuaskan adalah jika denganteknik bedah tersebut dapat tercapai
(1) Tensilestrength maksimal tapi tidak merusak
mikrosirkulasitendon tersebut dan mampu mencegah ataumengurangi
terjadi celah atau gap, (2) secaraprosedural mudah, (3)
memungkinkan mobilisasi diniyang dikontrol, dan (4) tidak
mengganggu gliding.
Dengan jahitan atau sambungan yang baik,mobilisasi dapat
dilakukan untuk menghasilkankeadaan dimana terjadi: (1) pengurangan
ataupencegahan terjadinya celah/gap, (2) perbaikanrevascularisasi,
(3) adhesi kecil atau minimal, (4)kembalinya kekuatan (tensile
strength) lebih awal, (5)meningkatnya ruang lingkup gerakan atau
mencegahkekakuan (Griffin et al, 2012).
Periode 13 minggu setelah penyambungantendon, kekuatan sambungan
tergantung primer padateknik jahitan, hanya sedikit dari respon
penyembuhan tendon karena fase tersebut terjadi perlunakantendon
yang disambung (Killian, 2014:43).
Teknik jahitan tendon secara keseluruhan digolongkan dalam 3
kelompok, yaitu sebagai berikut:
1. Jahitan sederhana, dimana arah tarikan jahitanparalel dengan
arah serat kolagen, tahanan ikatanbenang terdapat pada
pinggir/ujung tendon yangruptur. Pada umumnya tidak digunakan
sebagaijahitan tunggal menyambung tendon melainkan untukmelengkapi
jenis jahitan lain yang bertujuan, untukmerapikan tendon atau
memperkuat sambungantersebut.2. Jahitan tarikan longitudinal yaitu
tahanan benangdibebankan pada jenis atau model ikatan yangdilakukan
oleh benang tersebut sehingga kekuatanjahitan tergantung pada
jenis/model jahitan tendon3. Jahitan fisikmouth weave dimana
jahitan tendontegak lurus terhadap arah serat kalogen
digunakanuntuk menyambung tendon yang ukurannya satulevel maupun
untuk menyambung tendon kecilterhadap tendon yang ukurannya lebih
besar.
Kekuatan yang diperlukan untuk gerakan tendonyang disambung
adalah (1) Gerakan pasif = 0,10,9
kgf, (2) gerakan aftif tanpa tahanan = 0,92,9 kgf, dan(3)
gerakan aktif dengan tahanan sedang atauminimal = 1,550 kgf.
Banyak teknik jahitan tendon yang telahdikemukakan diantaranya
teknik jahitan Cross Stitchdan Kessler Modifikasi perbedaan yang
mendasarpada kedua teknik jahitan tersebut ialah:
1. Kessler modifikasi menggunakan benang diameter4.0 yang lebih
besar dari pada cross stitch denganbenang diameter 6.0 jarum
atraumatik.2. Kessler Modifikasi menggunakan jahitan coredengan
prolene 4.0 dan jahitan epitenon denganprolene 6.0, sedangkan Cross
Stitch menggunakanbenang prolene 6.0 pada jahitan epitenon
tanpajahitan pada core.3. Kessler Modifikasi menggunakan
jahitanmemotong tegak lurus sumbu tendon, Cross Stitchdengan
jahitan seperti anyaman.
Seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini:
Gambar 3. Beragam Teknik Perbaikan TendonSumber: Kangas,
2007:71
PENUTUP
KesimpulanBerdasarkan pembahasan mengenai anatomi dan
fisiologi tendon, patofisiologi ruptur tendon sertatatalaksana
secara ilmu bedah terhadap ruptur tendonmenggunakan teknik jahitan
cross stitch dan teknikjahitan kessler dengan modifikasi.
SaranSaranMasih diperlukan lebih banyak eksplorasi dan
penelitian bahkan modifikasi terhadap metodetatalaksana ini,
untuk mendapatkan hasil yang lebihbaik dengan penyembuhan primer
yang lebihsempurna. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjutmengenai
perbedaan kedua teknik jahitan ini dalamberbagai kondisi klinis
lain yang mungkin menyertai
-
E. Surya Diapari Pohandan Dame Joyce Pohan,62 68
Ruptur Tendon dan Penanganannya: PerbandinganKekuatan Jahitan
Teknik Cross Stitch dan Teknik
Kessler Modifikasi
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 1 JanuariJuli 201868
pasien, seperti misalnya pada pasien geriatric, ataupada kondisi
gangguan metabolic kronik sepertidiabetes mellitus.
DAFTAR PUSTAKABenjamin, M., Kaiser E., Milz, S.
Structurefunction relationships
in tendons: a review. Journal of Anatomy. 212:3,
211–28.2008.
Docheva, D., Müller, SA., Majewski, M., Evans, CH. Biologicsfor
tendon repair. Advanced Drug Delivery Reviews . 2015;84: 222–39.
2015.
Eliasson P. Response to mechanical loading in healing
tendons.Linköping University Medical dissertations, No. 1247.
2011
Frank CB. Ligament structure, physiology and function. Journalof
Musculoskeletal & Neuronal Interactions 2004; 4(2):199201.
2004.
Griffin, M., Hindocha, S., Jordan, D., Saleh, M., Khan, W.
AnOverview of the Management of Flexor Tendon Injuries.The Open
Orthopaedics Journal, 6, (Suppl 1: M3) 2835.2012.
Kang, HJ., Lee DC., Kim, JS, Ki SH, Roh SY., Yang JW.
FlexorTenorrhaphy Using Absorbable Suture Materials. Archivesof
Plastic Surgery, 39,397403. 2012.
Kangas J. Outcome of total achilles tendon rupture repair,
withspecial reference to suture materials and
postoperativetreatment. Academic dissertation. The Faculty of
Medicineof the University of Oulu. 2007.
Kannus P. Structure of the tendon connective tissue.Scandinavian
Journal of Medicine & Science in Sports.2000: 10: 312–20.
2000.
Killian ML, Cavinatto L, Shaha SA, Satoc EJ, Ward SR,Havlioglud
N, et al. The effects of chronic unloading andgap formation on
tendon tobone healing in a rat model ofmassive rotator cuff tears.
Journal of OrthopaedicResearch, 32(3), 439–447. 2014.
Khanna A, Friel M, Gougoulias N, Umile Giuseppe Longo
UG,Maffulli N. Prevention of adhesions in surgery of the
flexortendons of the hand: what is the evidence? British
MedicalBulletin, 90, 85–109. 2009.
Knudson D. The Biomechanics of Stretching. Journal ofExercise
Science & Physiotherapy, Vol. 2: 312, 2006.
Maffulli N, Wong J, Almekinders LC. Types and epidemiology
oftendinopathy. Clinics in Sports Medicine, 22(4), 67592.2003.
Maquirriain J. Achilles tendon rupture: Avoiding
tendonLengthening during Surgical repair and rehabilitation.
YALEJournal of Biology and Medicine. 2011; 84: 289300. 2011.
Saini N, Kundnani V, Patni P, Gupta S. Outcome of early
activemobilization after flexor tendons repair in zones II–V
inhand. Indian Journal of Orthopaedics. 2010 ;44(3):31421.2010.
Sebastian A. Muller SA, Todorov A, Heisterbach PE, Martin
I,Majewski M. Tendon healing: an overview of physiology,biology,
and pathology of tendon healing and systematicreview of state of
the art in tendon bioengineering. KneeSurgery, Sports
Traumatololgy, Arthroscopy: The OfficialJournal of the ESSKA. 2013.
DOI 10.1007/s001670132680z
Sharma P, Maffulli N. Biology of tendon injury: healing,modeling
and remodeling. Journal of Musculoskeletal &Neuronal
Interactions. 2006; 6(2):181190. 2006.
Sharma P, Maffulli N. Tendon Injury and Tendinopathy: Healingand
Repair. Journal of Bone and Joint Surgery. AmericanVolume.
87:187202, 2005.
Thomopoulos S, Parks WC, Rifkin DB, Derwin KA. Mechanismsof
Tendon Injury and Repair. Journal of OrthopaedicResearch,. 2015;
8329. 2015.