Top Banner
Tugas Bahasa Agama II RUKHSAH PUASA Dosen Pengampu: DR. Nawari Ismail, M.Ag Disusun oleh: 1. Ahmad Imam Hidayat 20140120189 2. Danang Widiyantoro 20140120192 3. Rifki Subarkah 20140120191 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014/2015
15

Rukhsah Puasa

Apr 24, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Rukhsah Puasa

Tugas Bahasa Agama II

RUKHSAH PUASA

Dosen Pengampu: DR. Nawari Ismail, M.Ag

Disusun oleh:

1. Ahmad Imam Hidayat 20140120189

2. Danang Widiyantoro 20140120192

3. Rifki Subarkah 20140120191

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014/2015

Page 2: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji kepada Allah SWT tuhan semesta alam, yang senantiasa

melimpahkan rahmad dan rezeki-Nya. Shalawat beserta salam kepada baginda

Rasullah Salallahu ‘alaihi wa Salam sebagai suri tauladan terbaik yang

mencerahkan pola pikir manusia yang sebelumnya tenggelam dalam kejahillan.

Alhamdulillahhi rabbil ‘alamin, dengan ridha Allah SWT kami telah

menyelesaikan tulsan ini sebagai syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Agama

II. Tulisan ini membahas tentang ibadah puasa dan aturan tentang rukhsah dalam

ibadah puasa dengan judul “Rukhsah Puasa”.

Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat dan mmembantu mengurangi

ketidak tahuan atau keraguan tentang kemudahan atau keringanan yang diberikan

Allah SWT dalam melaksanakan ibadah puasa. Selain itu, diharapkan agar semua

persepsi tentang ibadah puasa itu menyulitkan berbagai pihak dapat dihapuskan.

Wassalamualaikum wr.wb.

Hormat Kami,

Penyusun

Page 3: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

A. IBADAH PUASA ............................................................................................ 3

1. Pengetian Puasa ..................................................................................... 3

2. Rukun dan Syarat Puasa ......................................................................... 4

3. Hal-Hal yang Membatalkan dan Mengurangi Nilai Puasa .................... 6

B. RUKHSAH PUASA ......................................................................................... 8

1. Musafir ................................................................................................... 8

2. Sakit .................................................................................................... 10

3. Haid dan nifas ..................................................................................... 10

4. Kakek dan nenek yang lanjut usia ....................................................... 11

5. Wanita hamil dan menyusui ................................................................. 12

C. KESIMPULAN .............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

Page 4: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 3

A. IBADAH PUASA

Sangat penting rasanya membahas tentang apa itu ibadah puasa dan

bagaimana menyelenggarakannya sebelum menguak tentang keringanan-

keringanan atau rukhsah yang berlaku dalam penyelenggaraan ibadah puasa.

Berikut ini adalah pengertian puasa, syarat dan rukun untuk melaksanakan ibadah

puasa, dan hal-hal yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa.

1. Pengertian Puasa

Ulama Fiqh mendefenisikan ibadah sebagai hal-hal yang dikerjakan untuk

mendapat ridha Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat. Ibadah

puasa merupakan salah satu dari ‘ibadah khashshah(ibadah khusus) atau ‘ibadah

mahdlah, yaitu ibadah yang ketentuannya telah dijelaskan dan diperincikan di

dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.

Puasa yang dalam bahasa Arab disebut atau , secara bahasa

berarti (menahan diri dari sesuatu). Menahan diri ini bisa

terhadap apa saja, tergantung pada keinginan hati ingin berpuasa terhadap apa.

Sedangkan menurut istilah Syar’i puasa adalah:

"Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbitnya

fajar sampai dengan terbenamnya matahari yang disertai niat.”(Sabiq, Fiqh

as-Sunnah I, hlm 364).

Al-Sharfani dalam Subul al-Salam menambahkan bahwa puasa atau menahan diri

tersebut tidak hanya sebatas menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa

tetapi juga menahan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa seperti

perbuatan dan perkataan sia-sia, dusta, jorok dan bertengkar, semacamnya, dari

sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari yang disertai niat.

Page 5: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 4

2. Rukun dan Syarat Puasa

Umumnya ulama fiqh berpendapat bahwa rukun puasa itu hanya satu, yaitu

menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbitnya fajar sampai

dengan terbenamnya matahari. Hal ini mereka dasarkan pada Al-Qur'an surat Al-

Baqarah: 187 yang memang hanya menunjuk hal tersebut.

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan

istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah

pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat

menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf

kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah

ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu

benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah

puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka

itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka

janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-

Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”(QS Al-Baqarah 187)

Sementara itu ulama Mazhab Syafi'i dan Maliki menambahkan satu rukun

lagi yaitu niat. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw:, "Sesungguhnya setiap

amalan itu ada niatnya. Dan setiap sesuatu akan dibalas sesuai dengan niatnya."

(HR. Bukhari-Muslim). Menurutnya, kedudukan niat ini sama dengan kedudukan

Page 6: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 5

niat dalam ibadah-ibadah mahdhah lainnya (seperti shalat) yakni sangat penting

sehingga tdak sah suatu ibadah tanpa didahului dengan niat. Jadi niat menurut

pendapat ini menjadi salah satu rukun di samping menahan diri tersebut.

Adapun syarat puasa, ulama fiqh biasa membaginya menjadi dua, yakni

syarat wajib dan syarat sah puasa.Namun dalam prakteknya para ulama berbeda

pendapat tentang mana yang syarat wajib dan mana syarat sah puasa. Dalam hal ini

pembahasan dimulai dari syarat wajib puasa, yaitu:

a) Muslim, yaitu orang yang beragama Islam (Mazhab Hanafi). Dasarnya

adalah orang yang diseru dalam QS. Al-Baqarah/2:183 hanyalah orang

yang beriman atau muslim. Berdasarkan ayat ini maka orang Non-

muslim tidak wajib berpuasa, dan sekiranya dia tetap berpuasa maka

puasanya dianggap tidak sah. Karena alasan ini pula jumhur ulama

mengatakan bahwa keislaman seseorang termasuk syarat sah puasa.

b) Mumayyiz(orang yang sudah sempurna), yaitu orang yang sudah

dewasa(baligh) dan berakal(aqil). (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

c) Kuat berpuasa(qadir). Secara syar'i, orang yang tidak kuat berpuasa

dalam pengertian ini adalah orang yang sedang sakit, bepergian jauh,

orang tua renta, ibu hamil atau baru melahirkan, dan semacamnya. Di

luar orang-orang tersebut masuk dalam kategori orang yang

mampu/kuat berpuasa.

Adapun syarat sah puasa, di samping dua syarat di atas yakni harus

beragama Islam dan tamyiz(baligh dan berakal), masih ditambah dua syarat sah lagi,

yaitu:

a) Bagi wanita, harus suci dari haid, nifas atau pun wiladah.

b) Dikerjakan pada hari yang dibolehkan berpuasa. Boleh berpuasa atau

mengganti puasa selain pada hari yang diharamkan berpuasa, seperti

pada dua hari raya Ied dan hari Tasyrik.

Orang yang sudah terkena kewajiban puasa dalam arti sudah memenuhi

syarat-syarat puasa dan dia sengaja tidak berpuasa atau membatalkan puasanya,

tanpa ada halangan syar'i, maka dia berdosa besar. Sekedar disebutkan bahwa ada

riwayat dari Abu Hurairah yang mengatakan: "Barangsiapa berbuka puasa di

Page 7: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 6

bulan Ramadhan tanpa udzur (halangan), dia tidak bisa mengganti puasanya

sepanjang masa meskipun dia sangat ingin berpuasa." (HDR. Tirmidzi, Abu Daud,

Ibn Majah).

3. Hal-Hal yang Membatalkan dan Mengurangi Nilai Puasa

Adapun hal-hal yang dapat membatalkan puasa adalah:

a) Makan,dasarnya firman Allah SWT pada QS. Al-Baqarah: 187.

b) Minum, dasarnya juga firman Allah dalam QS. Al- Baqarah/2:187.

c) Hubungan seksual, dasarnya sama dengan di atas, yang membedakannya

adalah konsekwensi hukumnya yang lebih berat, yaitu bagi suami istri yang

berhubungan sex saat puasa Ramdhan maka ia harus membebaskan budak jika

punya, atau jika tidak punya, berpuasa selama dua bulan berturut-turut, atau

jika tidak mampu, memberi makan fakir miskin sejumlah 60 orang, dan

mengganti puasanya. Adapun jika bermimpi disiang hari atau bangun

kesiangan padahal dia lupa mandi junub maka hal itu tidak membatalkan

puasa.

d) Muntah dengan sengaja. Jika tidak sengaja, tidak membatalkan puasa. Hal ini

didasarkan pada hadis:

"Barangsiapa yang muntah maka tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya.

Namun barangsiapa muntah dengan sengaja maka hendaklah ia

menggantinya.'' (HR. Tirmizi, Abu Daud, Ibn Majah, dari Abu Hurairah)

e) Keluar darah haid dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat sahnya puasa.

f) Gila saat sedang puasa.

Page 8: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 7

Sedangkan hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa adalah

mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh Allah SWT, seperti bertengkar,

berkata jorok, berperilaku curang atau berbuat sesuatu yang tidak ada manfaatnya

dan semacamnya. Rasulullah saw bersabda:

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka

tidak ada perlunya bagi Allah (untuk memperhatikan) dalam ia meninggalkan

makan dan minumnya." (HR. Imam Bukhari, Tirmidzi)

"...Puasa itu benteng, (ian apabila waktu puasa maka janganlah salah seorang

kalian berkata kotor, jangan marah. Jika seseorang mencacinya atau

memasukinya, maka hendaklah ia katakan, "Sesungguhnya saya sedang

berpuasa." (HR. Imam yang Lima, dari Abu Hurairah)

Intinya, bila seluruh panca indra dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan

terhadap hal-hal yang memang dibenci bahkan dilarang oleh Allah SWT maka

dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot puasanya, sehingga dia termasuk

orang yang merugi.

Page 9: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 8

B. RUKHSAH PUASA

Secara etimologi, rukhshah berarti kemudahan, kelapangan, dan

kemurahan. Sedangkan kata rukhshah menurut terminologi adalah “sesuatu hukum

yang diatur syara’ karena ada satu udzur yang berat dan menyukarkan”

atau “hukum yang telah ditetapkan untuk memberikan kemudahan bagi mukallaf

pada keadaan tertentu yang menyebabkan kemudahan.”

Pada dasarnya rukhshah itu adalah pembebasan seorang mukallaf dari

melakukan tuntutan hukum ’azimah(hukum yang disyariatkan Allah sejak semula

bersifat umum yang bukan tertentu pada satu keadaan atau kasus tertentu dan bukan

pula berlaku hanya kepada mukallaf tertentu, seperti ibadah shalat, puasa, zakat,

dan haji) dalam keadaan darurat. Dengan sendirinya hukumnya “boleh”, baik dalam

mengerjakan sesuatu yang terlarang maupun meninggalkan sesuatu yang disuruh.

Namun dalam hal menggunakan hukum rukhshah bagi orang yang telah memenuhi

syarat untuk itu terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama Jumhur ulama

berpendapat bahwa hukum menggunakan rukhshah itu tergantung kepada bentuk

udzur yang menyebabkan adanya rukhshah itu. Dengan demikian, menggunakan

hukum rukhshah dapat menjadi wajib atau sunah bahkan mubah.

Dalam ibadah puasa terdapat beberapa udzur atau penyebab berlakunya

hukum ruhkshah bagi mukallaf yang telah menerima kewajiban melaksanakan

ibadah puasa ramadhan, yaitu sebagai berikut:

1. Musafir

Banyak hadits shahih membolehkan musafir untuk tidak puasa, kita tidak lupa

bahwa rahmat ini disebutkan di tengah-tengah kitab-Nya yang Mulia, Allah

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berfirman (yang artinya) : “Dan

barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah

baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari yang lain.

Allah mengendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran

Page 10: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 9

bagimu” [Al-Baqarah : 185].

Hamzah bin Amr Al-Aslami bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam : “Apakah boleh aku berpuasa dalam safar ?” -dia banyak melakukan

safar- maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:

“Berpuasalah jika kamu mau dan berbukalah jika kamu mau” [Hadits Riwayat

Bukhari 4/156 dan Muslim 1121].

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku pernah melakukan

safar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan,

orang yang puasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela

yang berpuasa” [Hadits Riwayat Bukhari 4/163 dan Muslim 1118].

Hadits-hadits ini menunjukkan bolehnya memilih, tidak menentukan mana yang

afdhal, namun mungkin kita bisa menyatakan bahwa yang afdhal adalah

berbuka berdasarkan hadits-hadits yang umum, seperti sabda Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai

didatanginya rukhsah yang diberikan, sebagaimana Dia membenci orang yang

melakukan maksiat” [Hadits Riwayat Ahmad 2/108, Ibnu Hibban 2742 dari

Ibnu Umar dengan sanad yang shahih].

Dalam riwayat lain disebutkan yang artinya: “Sebagaimana Allah menyukai

diamalkannya perkara-perkara yang diwajibkan” [Hadits Riwayat Ibnu Hibban

364, Al-Bazzar 990, At-Thabrani dalam Al-Kabir 11881 dari Ibnu Abbas

dengan sanad yang Shahih. Dalam hadits -dengan dua lafadz ini- ada

pembicaraan yang panjang, namun bukan di sini tempat menjelaskannya].

Tetapi mungkin hal ini dibatasi bagi orang yang tidak merasa berat dalam

mengqadha’ dan menunaikannya, agar rukhshah tersebut tidak melenceng dari

maksudnya. Hal ini telah dijelaskan dengan gamblang dalam satu riwayat Abu

Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu.

“Para sahabat berpendapat barangsiapa yang merasa kuat kemudian puasa

Page 11: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 10

(maka) itu baik (baginya), dan barangsiapa yang merasa lemah kemudian

berbuka (maka) itu baik (baginya)” [Hadits Riwayat Tirmidzi 713, Al-Baghawi

1763 dari Abu Said, sanadnya Shahih walaupun dalam sanadnya ada Al-Jurairi,

riwayat Abul A’la darinya termasuk riwayat yang paling shahih sebagaimana

dikatakan oleh Al-Ijili dan lainnya.]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya) :

“Bukanlah suatu kebajikan melakukan puasa dalam safar” [Hadits Riwayat

Bukhari 4/161 dan Muslim 1110 dari Jabir].

2. Sakit

Allah membolehkan orang yang sakit untuk berbuka sebagai rahmat dari-Nya,

dan kemudahan bagi orang yang sakit tersebut. Sakit yang membolehkan

berbuka adalah sakit yang apabila dibawa berpuasa akan menyebabkan suatu

madharat atau menjadi semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan

terlambat kesembuhannya. sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia

berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang

ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain". [al-Baqarah/2:184].

3. Haid dan nifas

Ibnu Qudamah berkata, “Ahlul ilmi sepakat bahwa wanita haid dan nifas

tidak halal untuk berpuasa, bahkan keduanya harus berbuka di bulan

Ramadhan dan mengqadhanya. Bila keduanya tetap berpuasa maka puasa

tersebut tidak mencukupi keduanya (tidak sah)….” (Al-Mughni, kitab Ash-

Shiyam, Mas’alah wa Idza Hadhatil Mar’ah au Nafisat)

Al-Imam An-Nawawi berkata, “Kaum muslimin sepakat bahwa wanita haid

dan nifas tidak wajib shalat dan puasa dalam masa haid dan nifas tersebut.”

(Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 3/250)

Page 12: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 11

4. Kakek dan nenek yang sudah lanjut usia

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Kakek dan nenek yang lanjut

usia, yang tidak mampu puasa harus memberi makan setiap harinya seorang

miskin” [Hadits Riwayat Bukhari 4505, Lihat Syarhus Sunnah 6/316, Fathul

bari 8/180. Nailul Authar 4/315. Irwaul Ghalil 4/22-25. Ibnul Mundzir

menukil dalam Al-Ijma’ no. 129 akan adanya ijma (kesepakatan) dalam

masalah ini].

Diriwayatkan oleh Daruquthni (2/207) dan dishahihkannya, dari jalan

Manshur dari Mujahid dari Ibnu Abbas, beliau membaca ayat yang artinya:

“Orang-orang yang tidak mampu puasa harus mengeluarkan fidyah makan

bagi orang miskin” [Al-Baqarah : 184].

Kemudian beliau berkata : “Yakni lelaki tua yang tidak mampu puasa dan

kemudian berbuka, harus memberi makan seorang miskin setiap harinya 1/2

gantang gandum” [Lihat ta’liq sebelumnya].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu : “Barangsiapa yang mencapai usia

lanjut dan tidak mampu puasa Ramadhan, harus mengeluarkan setiap

harinya satu mud gandum” [Hadits Riwayat Daruquthni 2/208 dalam

sanadnya ada Abdullah bin Shalih dia dhaif, tapi punya syahid (penguat,

red)].

Dari Anas bin Malik (bahwa) beliau lemah (tidak mampu untuk puasa) pada

satu tahun, kemudian beliau membuat satu wadah Tsarid dan mengundang

30 orang miskin (untuk makan) hingga mereka kenyang. [Hadits Riwayat

Daruquthni 2/207, sanadnya shahih]

Page 13: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 12

5. Wanita hamil dan menyusui

Di antara rahmat Allah yang agung kepada hamba-hamba-Nya yang lemah

adalah Allah memberi rukhsah pada mereka wanita hamil dan menyusui

untuk berbuka.

Dari Anas bin Malik, ia [1] berkata: “Kudanya Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam mendatangi kami, akupun mendatangi Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku temukan beliau sedang makan pagi,

beliau bersabda, “Mendekatlah, aku akan ceritakan kepadamu tentang

masalah puasa. Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menggugurkan

1/2 shalat atas orang musafir, menggugurkan atas orang hamil dan

menyusui kewajiban puasa”. Demi Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam telah mengucapkan keduanya atau salah satunya. Aduhai sesalnya

jiwaku, kenapa aku tidak (mau) makan makanan Nabi Shallallahu ‘alaihi

wa sallam” [Hadits Riwayat Tirmidzi 715, Nasa’i 4/180, Abu Daud 3408,

Ibnu Majah 16687. Sanadnya hasan (baik) sebagaimana pernyataan

Tirmidzi]

Adapun jika mereka sanggup melaksanakan shaum tetapi khawatir

berbahaya bagi kandungannya, maka ia mendapatkan rukhsoh untuk ifthor

dengan kewajiban qodho dan membayar fidyah. (Qodho sebagai ganti puasa

yang ditinggalkan, sedangkan fidyah karena keduanya termasuk dalam

ayat: “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak

berpuasa) membayar fidyah…” (QS Al Baqarah:184)

Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini rukhsoh bagi orang yang lanjutusia, lelaki

dan perempuat, wanita hamil dan menyusui jika khawatir terhadap anak-

anaknya maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan (fidyah).” (HR

Abu Daud)

Page 14: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 13

C. KESIMPULAN

Ibadah puasa terutama puasa ramadhan diwajibkan Allah SWT kepada

setiap orang Islam yang sudah memenuhi seluruh persyaratan yaitu seorang muslim

yang berakal, baligh, sehat, dan mabit/mukim (menetap di tempat tinggalnya).

Meskipun demikian, Allah SWT selalu memberikan peraturan sesuai dengan

kondisi dan kemampuan hamba-Nya. Karena itulah, Allah SWT juga memberikan

rukhsah(keringanan) kepada orang-orang yang wajib berpuasa akan tetapi tidak

memungkinkan untuk melaksanakan sebagaimana mestinya.

Rukhsah atau keringanan yang diberikan kepada mukallaf yang tidak

dapat melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan bukan berarti memberi

keleluasaan bagi mukallaf untuk meninggalkan kewajibannya terhadap perintah

Allah SWT. Namun ada aturan-aturan dan syarat-syarat tertentu yang

memperbolehkan mukallaf untuk memperoleh rukshah. Oleh karena itu sangat

penting bagi pemeluk agama Islam untuk memahami aturan-aturan dan syarat-

syarat yang mengatur tentang rukhsah dalam berpuasa.

Page 15: Rukhsah Puasa

Rukhsah Puasa | 14

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim dan Terjemahan

Asyrafuddin,Nurul Mukhlis.2011. Makna Rukhsah dan Pembagiannya.

Melalui Internet: http//almanhaj.or.id/content/3000/slash/0/makna-

rukhshah-dan-pembagiannya

Aljaami.2011. Wanita Hamil dan Nifas Dilarang Berpuasa Ranadhan.

Melalui Internet://aljaami.wordpress.com/2011/11/13/wanita-haid-

dan-nifas-dilarang-berpuasa

Faturohman.2010.Rukhsah (Kelapangan dan Kemudahan) dalam

Puasa Ramadhan. Melalui Internet: https://coretantanpakertas.

wordpress.com/2010/07/04/rukhsah-kelapangan-dan-kemudahan-

dalam-puasa-ramadhan

Ihwansalafi.2008. Puasa Wanita Hamil dan Menyusui. Melalui Internet:

https: / / ihwansalafy.wordpress.com /2008 /08 /27 /puasa -wanita-

hamil-dan-menyusui

Jamaluddin,Syakir.2010. Kuliah Fiqh Ibadah. Yogyakarta: LPPI UMY

Nashr,Al-‘Alim.2002. Meniti Kesempurnaan Ibadah. Solo: Nur

Muhammad

Rahmadhani.2013.Pegertian Hukum Azimah dan Rukhsah. Melalui

Internet: http://rahmadhani032.blogspot.com/2013/05/pengertian-

hukum-azimah-dan-rukhsah.html

Salim,Muhammad Ibrahim.2007. The Miracle of Shaum. Jakarta:

AMZAH

Tabrizi,Malaki.2005. Puasa Lahir Puasa Batin. Jakarta: Al-Huda