RUHUT PARMAHANION DOHOT PAMINSANGON: KAJIAN PASTORAL TERHADAP JEMAAT YANG MENGALAMI PEMBERLAKUAN HUKUM GEREJA DI HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP) KERTANEGARA SEMARANG RESORT JAWA TENGAH Oleh : Erma Dwi Natalia L.Gaol 712015093 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si.Teol) Program Ilmu Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019
42
Embed
RUHUT PARMAHANION DOHOT PAMINSANGON: KAJIAN … · berkat dan kasih karunia-Nya, hingga boleh menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini. Guna memenuhi persyaratan untuk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Pengembalaan, dohot = dengan, Paminsangon = Peneguran.6 Melihat arti dari
RPP itu sendiri, bisa diperhatikan dengan jelas bahwa hukum gereja tidak hanya
berisikan hal mengenai peneguran atau hukum saja, tetapi juga penggembalaan.
Karena yang mempunyai hak untuk menghukum dan menghakimi hanyalah Allah.
Gereja hanya boleh sampai pada tindakan peneguran, agar ia sadar akan kesalahan
atau dosa yang ia lakukan dan tidak kembali lagi melakukan dosa.
Hukum gereja dipahami sebagai salah satu ciri gereja yang benar karena
berasaskan firman Tuhan sehingga hal ini menjadi ketentuan baku yang harus
dilaksanakan oleh gereja. Hukum gereja juga dipahami sebagai ilmu yang
terintegrasi dengan ilmu teologi lainnya, seperti sejarah gereja, dogmatika, teologi
praktika dan sebagainya. Hukum gereja menjadi penting untuk dipahami jemaat
dan gereja karena fungsinya yang mengikat kehidupan jemaat secara teologi dan
sosial.7 Sehingga tujuan dari makna yang ingin disampaikan oleh hukum gereja
4 Bons- Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 1.
5 J. D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016), Kata Pengantar. 6 M. Simandalahi, “Kamus Batak” Kamus Batak.com, 2016. Akses 29 Januari 2019.
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=ruhut&bahasa=batak&submit=Terjemahkan 7 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
3
tidak menjadi kabur. Hukum gereja tidak lagi dipandang sebagai alat untuk
menghakimi seseorang di dalam jemaat.
Hingga saat ini hukum gereja menjadi hal yang kontroversial di tengah-
tengah jemaat. Beberapa orang berpandangan bahwa hukum gereja menjadikan
kehidupan jemaat lebih teratur. Disisi lain memahaminya sebagai alat gereja
untuk menghakimi dan mempermalukan orang lain. Tidak sedikit jemaat yang
menolak diberlakukannya hukum gereja dengan menggunakan berbagai alasan.8
Adapun beberapa hal yang menjadi alasan dari jemaat menolak diberlakukannya
hukum gereja ialah pertama, jemaat yang diwartakan telah melanggar hukum
gereja merasa dihakimi dan dipermalukan. Kedua, beranggapan bahwa gereja
tidak menjalankan kasih Yesus yang Maha Pengampun. Ketiga, gereja hanya
melakukan teguran melalui warta, tapi pastoral tidak dilaksanakan seperti
kunjungan atau konseling khusus. Sehingga maksud dari hukum gereja itu
menjadi kabur dan tidak jelas.9
Di beberapa gereja HKBP, para majelis (Penatua atau Pendeta) hanya
sekedar memahami teori saja dan kurang dalam pelaksanaannya. Terkadang ada
anggapan bahwa pastoral melalui khotbah di ibadah keluarga atau peribadahan
hari minggu saja sudah cukup. Padahal pemberitaan injil di dalam peribadahan
belum tentu bisa menjangkau dan memenuhi kebutuhan rohani tiap jemaat dan
menjawab pertanyaan atau pergumulan tiap orang. Setiap orang memiliki
pergumulannya masing-masing dan sudah tentu berbeda satu dengan lainnya.10
Kunjungan pastoral ke tiap rumah keluarga dapat memberikan pengaruh yang
sangat besar kepada jemaat, agar apabila ada jemaat yang memiliki pergumulan
tetapi malu untuk menyampaikannya di jemaat, dapat dijangkau dan dibantu
ketika ada kunjungan ke rumahnya.
Saat seorang jemaat mengalami pemberlakuan hukum gereja (RPP), ia
tidaklah boleh dianggap sebagai seorang musuh. Ia haruslah tetap didoakan dan
dikunjungi, karena Allah tidak menghendaki kematian dari orang fasik, melainkan
pertobatan dari mereka. RPP menjelaskan bahwa seorang yang mengalami
8 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
9 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
10 Wawancara dengan Pdt. Requel O. P. Nababan, S. Th
4
pemberlakuan hukum gereja terebut harus dikunjungi dan diingatkan meskipun ia
keras kepala. Seseorang tersebut harus merasakan kasih dari seorang gembala,
barang kali ia menjadi tersadarkan dan kembali lagi hatinya, dan ia tetap mau
beribadah ke gereja, karena bagaimana mungkin ia dapat tersadarkan akan
kesalahannya dan kembali bila tidak mendengarkan firman Tuhan.11
Melalui
pernyataan diatas kita dapat melihat bahwa tindakan nyata untuk menunjukkan
perhatian dari seorang gembala dapat dilakukan melalui dengan sebuah
perkunjungan khusus.
Menurut Engel, Pendeta sebagai konselor pastoral selalu berelasi dengan
sesamanya. Relasi yang dilakukan pun haruslah mendalam, serta melihat bahwa
seseorang itu berharga. Keberhasilan seorang pendeta menjadi seorang konselor
tidak dapat dilihat dari seberapa banyak orang yang datang kepada dia, tetapi
seberapa banyak orang yang merasakan kasih Kristus di dalam kehidupannya
melalui pelayanannya.12
Pendeta digambarkan sebagai Gembala atau juga
seorang Konselor memiliki peran untuk memberikan mengarahkan kepada
pengaktualisasian makna hidup. Pengaktualisasian makna kehidupan ini pun
haruslah terpusat kepada makna kehidupan yang baik dengan melihat cara
berpikir menangani sebuah permasalahan atau fenomena.13
Melihat dari
penjelasan diatas, penulis melihat bahwa peran dari seorang Pendeta tidak hanya
berhenti pada pelayanan di dalam gereja secara komunal saja, tetapi juga harus
mampu menyentuh kepada kehidupan setiap jemaat, guna memberikan
pengarahan kepada pencarian makna hidup dari jemaatnya ke arah yang lebih
baik.
Di dalam buku yang berjudul “Apakah Penggembalaan itu?” yang ditulis
oleh Bons-Storm juga menjelaskan bahwa seorang gembala haruslah terlebih
dahulu memperlihatkan bahwasannya ia benar-benar memerhatikan manusia
didalam jemaatnya. Keterbukaan atas sebuah masalah tidaklah harus dimulai
terlebih dahulu oleh jemaat, tetapi seorang gembala dalam kelakuan dan
perkataannya sungguh-sungguh berlandaskan kasih. Setelah melihat tindakan
11 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 18-19.
12 Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 92.
13 Howard Clinebell, Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 22.
5
nyata dari gembala, maka dengan sendirinya jemaat tentu dapat membuka diri dan
ingin berbagi kisah dengan Pendeta atau Majelis gerejanya. Perhatian itu tidaklah
cukup sampai pada hal tersebut, sebuah perkunjungan rutin harus dilakukan, guna
memahami jemaatnya lebih mendalam.14
Setiap orang membutuhkan perhatian
dari orang sekitarnya di dalam kehidupan sehari-hari. 15
Penulis berpendapat
bahwa perkunjungan pastoral dapat menciptakan hubungan yang lebih baik antara
gembala dengan jemaatnya.
Menurut Clinebell (dalam Engel 2016: 83) komunitas agama memberikan
kontribusi kepada setiap kliennya terhadap perkembangan psikologis dan
pemeliharaan dalam proses konseling atau pendampingan, yaitu: (a) membantu
pembaruan iman secara konsisten dan berkala; (b) membantu menumbuhkan
perasaan baik secara horisontal atau vertikal; (c) memberikan motivasi tentang
makna kehidupan; (d) membantu orang menangani permasalahannya dimulai dari
dalam diri sendiri; (e) memberikan saran guna membantu dalam menangani setiap
permasalahan yang melanda didalam kehidupannya; dan (f) membantu dalam
proses perkembangan pribadi dan sosial.16
Pada penjelasan diatas penulis lebih
mengarahkannya kepada kontribusi yang dilakukan oleh majelis gereja kepada
anggota-anggota jemaatnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kesadaran tiap pelayan akan pentingnya kunjungan pastoral kepada jemaat
sangatlah dibutuhkan. Terlebih kepada jemaat yang telah di RPP atau diberikan
teguran dari gereja karena telah melakukan dosa atau kesalahan. Untuk
menghindari jemaat merasa dikucilkan atau dipinggirkan atas kesalahan yang
dilakukan. Sebagai sebuah pencegahan juga agar tidak keluar dari jemaat yang
bersangkutan atau bahkan menjadi pindah ke agama yang lain. Disitulah fungsi
gereja, melalui kunjungan diharapkan jemaat yang melakukan kesalahan dapat
menyadarinya dan bisa mendapatkan kembali hak-haknya sebagai seorang jemaat
di gereja.
14
Bons- Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 45-46. 15
P. G. Van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup. (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 55. 16
J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 83.
6
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diatas, maka rumusan masalah
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Bagaimana praktik pelayanan pastoral terhadap jemaat yang mengalami
pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) di
HKBP Kertanegara Semarang Resort Jawa Tengah dikaji dari perspektif
pastoral.
Tujuan Penelitian
Untuk mengkaji praktik pelayanan pastoral kepada jemaat yang
mengalami pemberlakuan hukum gereja (Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon) di HKBP Kertanegara Semarang Resort Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
a. Teoretis : memberikan kontribusi pemahaman pastoral dan hukum gereja
terhadap jemaat yang mengalami pemberlakuan Hukum Gereja sesuai
dengan yang diaturkan didalam Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
(RPP).
b. Praktis : dapat bermanfaat bagi Majelis gereja, dan juga jemaat.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
penelitian Kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif
menekankan pada mencarai makna, pengertian, konsep, maupun dekripsi terhadap
suatu masalah;17
Mendeskripsikan praktik pelayanan pastoral secara teoretis dan
wawancara dengan teknik pengumpulan sampel purposive yang akan dilakukan
dengan Pdt. Rory C. Sibarani, selaku pimpinan tertinggi di Resort HKBP
Kertanegara dianggap mengetahui situasi mengenai tata cara pemberlakuan
hukum gereja. Adapun teknik pengumpulan sampel snowball, yaitu memilih
17
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitaif, Kualitatif, dan Penelitian gabungan. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 329.
7
penatua dan jemaat sebagai orang yang dianggap dapat memberikan data
tambahan selain dari data sebelumnya.18
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis ialah sebagai berikut:
Bagian Pertama, pendahuluan yang berisikan Latar belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan. Bagian Kedua, tentang Pastoral dan Hukum Gereja yang meliputi
definisi, fungsi dan pendekatan pastoral. Bagian Ketiga, tentang hasil penelitian
yang meliputi gambaran umum HKBP Kertanegara Semarang Resort Jawa
Tengah dan deskripsi praktik pelayanan pastoral terhadap jemaat yang mengalami
pemberlakuan hukum gereja. Bagian Keempat, tentang analisis masalah yang
meliputi kajian terhadapa pemberlakuan hukum gereja ditinjau dari perspektif
pastoral. Bagian Kelima, Kesimpulan yang meliputi temuan-temuan hasil
penelitian serta rekomendasi untuk penelitian lanjutan.
Pastoral
Definisi Pastoral
Pastoral dalam KBBI didefinisikan seperti gembala dan kehidupannya.19
Pastoral adalah praktik di jemaat yang bertujuan untuk membantu
mengarahkannya kepada Tuhan, baik itu melalui percakapan, pelayanan ibadah,
doa atau juga paduan suara.20
Menurut Cormier dan Hackney (dalam John
Sommers Flanagan dan Rita Sommers Flanagan 2004: 5) Hubungan yang
membantu seseorang yang mencari bantuan dan seseorang yang bersedia
membantu (Cormier & Hackney, 1987)21
. Menurut Engel, konseling pastoral
adalah dimensi spiritual didalam kekristenan yang melaksanakan fungsi yang
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitataif dan R & D. (Bandung: Alfabeta, 2006), 244-247. 19
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Google, diakses 25 Mei 2019 https://kbbi.kemdikbud.go.id/ 20
Tonu Lehtsaar and Maire Ivanova, “Opportunities for church Related Pastoral Counseling in Estonian Evangelical Churches,” International Report from University of Tartu (Ulikooli Tartu Estonia: Faculty of Theology), 282. 21
John Sommers-Flanagan and Rita Sommers-Flanagan, Counseling and Psycotheraphy Theories in context and practice: Skills, Strategies, and Techniques (United States of America: John Wiley & Sons, Inc, 2004), 5.
bersifat mendukung, membimbing, menyembuhkan, memulihkan memperbaiki,
dan memelihara22
. Menurut Van Beek, pastoral berasal dari bahasa latin Pastore
dan dalam bahasa Yunani Poimen yang berarti gembala. Didalam kata gembala
sendiri ditujukan kepada pendeta sebagai seorang “gembala” yang membimbing
dan mengarahkan jemaat sebagai “domba-domba”-nya. Seperti Yesus ysng juga
diibaratkan sebagai seorang “gembala yang baik”.23
Melalui beberapa definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa konseling pastoral adalah tindakan yang
dilakukan oleh seorang konselor (gembala) didalam kehidupannya yang meyentuh
kehidupan jemaat yang bertujuan untuk berusaha mendukung, menyembuhkan,
memperbaiki, dan memelihara hubungannya dengan Tuhan.
Penggembalaan dalam KBBI berasal dari kata gembala, kemudian
didefinisikan sebagai cara, proses, dan perbuatan menggembalakan.24
Menurut
Herfst, tugas dari penggembalaan ialah untuk membantu setiap orang dalam
situasinya sendiri menyadarkan hubungannya kepada sesama dan hubungan serta
ketaatannya kepada Allah. Penggembalaan akan terlaksana apabila ada gembala
dan tentunya objek yang digembalakan. Bila melihat definisi dan tugas dari
penggembalaan yang telah dikemukakan diatas, dapat diperhatikan bahwa
keduanya memiliki hubungan yang memfokuskan pada tugas untuk
menggembalakan yakni guna membantu menyadarkan dan mengarahkan setiap
orang kepada hal yang baik.
Adapun penyebutan penggembalaan disamakan dengan pastoral
dikarenakan melihat dari definisi dan tugas dari keduanya. Penggembalaan adalah
bagian dari pastoral bertujuan untuk membantu, mendukung, memulihkan dan
memelihara setiap orang dalam hubungannya dengan sesama dan Allah.
Pelayanan ini juga dilakukan dengan tidak membeda-bedakan karena setiap orang
tentu memiliki pergumulannya masing-masing, hingga kemungkinan besar akan
membutuhkan pendampingan. Namun didalam tulisan ini, penulis memfokuskan
untuk melihat praktik pastoral kepada jemaat yang mengalami pemberlakuan
hukum gereja. Tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang yang sedang mengalami
22
J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 2. 23
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2007), 10 24
Google, KBBI Online
9
pergumulan dengan diberlakukannya hukum gereja atas perbuatannya tentu
membutuhkan dukungan, baik dari keluarga, sesama jemaat, terlebih pelayan
gereja.
Hukum Gereja
Gereja adalah sebuah lembaga yang tentu memiliki hukum untuk
mengatur kehidupan jemaatnya. Di mana hukum gereja memiliki peranan yang
penting demi mengatur segala penetapan gereja guna menciptakan sebuah
keteraturan. Menurut Eduward Schweizer gereja dari mulanya telah mempunyai
peraturan-peraturan sendiri. Kemudian peraturan-peraturan yang ada di gereja
mulai berkembang dan kemudian penelitian mengenai peraturan itu dimulai sejak
abad ke-XII. Telah diketahui bahwa sampai abad ke-III gereja merupakan
persekutuan yang dimusuhi dan dikucilkan terutama pada saat berada dibawah
pemerintahan Kaisar Diocletianus dan para penggantinya (mulai tahun 303-311).
Hingga pada tahun 312 ZB terdapat perubahan yang cukup signifikan sejak Kaisar
Constantinus berhasil merebut kekuasaan di sebelah Barat dari iparnya, Lucianus
dan kekuasaan di sebelah Timur dari Kerajaan Romawi. Kemudian pada tahun
313 ZB mengeluarkan “Keputusan Milan” yaitu memberikan kebebasan penuh
kepada Gereja.25
Kemudian pada tahun 324 ZB Kaisar Constantinus mengalahkan Kaisar
Lucianus dan ia sendirilah yang memegang kendali penuh. Lalu pada tahun 380
ZB gereja diresmikan menjadi gereja negara oleh Kaisar Teodosius. Setelah
peresmian itu dilakukan, maka gereja mulai secara perlaha-lahan menyusun
“hukum kanonik” yang mencakup peraturan-peraturan untuk kehidupan
berjemaat, perkawinan, warisan, hak-hak gereja, pelanggaran-pelanggaran dan
lainnya. Namun melihat peraturan-peraturan ini kita tidak bisa melupakan bahwa
sebelumnya gereja sudah memiliki peraturannya seperti yang telah dikatakan
diatas. Contohnya ialah peraturan-peraturan etis (moral) dan liturgis, Didakhe
(ajaran kedua belas rasul) yang disusun kira-kira pada akhir abad pertama yang
juga memuat peraturan-peraturan untuk hidup jemaat.26
25
J. L. Ch. Abineno, Garis-garis besar hukum gereja (Jakarta:Gunung Mulia, 2011), 11. 26
Abineno, Garis-garis besar hukum gereja, 12.
10
Dari sejarah singkat diatas dapat kita lihat bahwasannya gereja sudah
memiliki peraturannya sendiri sejak waktu yang lama. Lalu, pada Tahun 1517,
Martin Luther mengeluarkan 95 Dalil yang mengarah kepada ketidaksetujuannya
kepada surat yang dikeluarkan oleh gereja Katolik melalui persetujuan Paus untuk
menjadi bukti penghapusan dosa di ajaran Katolik pada masa itu. Di dalam 95
Dalil yang dikeluarkan oleh Martin Luther secara singkat menggambarkan
sesungguhnya yang memiliki hak untuk menghapuskan dosa adalah Allah sendiri,
dan Paus sesungguhnya hanya sebagai perwakilan Allah di bumi untuk
menyatakan dan meneguhkan bahwa dosanya telah dihapus oleh Allah. Hukuman
atas dosa itu ialah sama dengan membenci diri sendiri, karena begitulah
pertobatan yang sesungguhnya dari dalam hati, hingga boleh sampai kepada
kerajaan surga.27
Pada tahun 2005 konvensi gereja di Kanada meminta Komisi Teologi
dan Hubungan Gereja untuk menyiapkan dokumen studi tentang masalah gereja
dan pelayanan agar dimasukkan kedalam buku kerja tahun 2008. Hingga
kemudian topik mengenai doktrin gereja, praktik hukum gereja hingga sejarahnya
melalui tulisan-tulisan para pakar alkitab menimbulkan beberapa pertanyaan dari
Fakultas Teologi Lutheran St, yakni tentang alasan praktik dari hukum gereja dan
hubungan antara pastoral dengan hukum gereja.28
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon
Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP) menjadi landasan HKBP
untuk menjalankan peneguran dan pastoral (penggembalaan). Terdapat tiga
perilaku yang dapat diingat untuk menjalankan Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon (RPP), yakni: Pertama, menuntun jemaat agar bepegang teguh
didalam Yesus Kristus. Kedua, menjaga agar tata aturan tetap terjaga dan
kekuasaan dosa tidak berkuasa di tengah-tengah jemaat. Bahwasannya melalui
peneguran dari hukum gereja itulah jemaat dapat merasakan amarah Allah dan
tidak dibiarkan para pengikut-Nya tetap tinggal didalam kejahatan. Terakhir,
melalui kotbah, nasihat, doa dan pastoral (penggembalaan) jemaat dapat menjadi
27
George Lochman. A.M, The Doctrine and Discipline of The Evangelical Lutheran Church (Harrisburgh: John Wyeth, 1818), 25-30. 28
Thomas M. Winger, “Rumination on Church Discipline”, Lutheran Theological Review XIX (Juli 2006): 107.
11
saling berlomba untuk meninggalkan dosanya dan menjadikan dirinya lebih
berhati-hati.29
Dalam menjalankan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP)
bukan hanya Pendeta ataupun Penatua, tetapi jemaat juga ikut termasuk
didalamnya. Jemaat dianggap perlu ikut terlibat menjaga agar pelanggaran tidak
terjadi didalam jemaat, dan setiap orang juga seharusnya dapat saling
mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan. Pada pengambilan keputusan
untuk menimbangi seseorang dikenakan pemberlakuan gereja akan diadakan rapat
oleh para majelis gereja. Harapannya bahwa teguran yang diberikan itulah jemaat
yang melakukan kesalahan dapat menyadari kesalahannya. Supaya jemaat yang
melakukan kesalahan pun tidak akan menjadi merasa dihakimi karena seluruh
jemaat hendaknya juga ikut merasakan tetapi tetap tidak merasa tinggi hati karena
melakukan peneguran. Mengingat bahwa sebagai manusia biasa tidak ada yang
dapat terlepas dari perbuatan dosa, hanya oleh karena kasih Tuhan sajalah kita
dapat terlepas dari kuasa dosa.30
Keberadaan dari orang sekitar juga berperan
untuk menyadarkan seseorang dari kesalahan yang diperbuatnya.
Seseorang yang dikabarkan atau ketahuan melakukan dosa, maka ia harus
dikenakan RPP. Ketika seseorang di RPP, ia tetap menjadi anggota jemaat, namun
tidak dapat mengambil atau memberikan suara berupa masukan kepada jemaat.
Adapun juga hak-haknya sebagai jemaat tidak lagi diberikan, selama ia belum
menyadari kesalahannya dan dianggap sudah berhak diterima kembali menjadi
anggota yang utuh.31
Namun tidak boleh sembarangan, karena untuk membuat
seseorang di RPP ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. pertama,
pengarahan atau menjelaskan kepada jemaat apa sebenarnya Hukum Gereja
(Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon). Kedua, menjaga segala pemikiran
yang dapat memecah persatuan didalam rapat jemaat dan menyeleweng dari
firman Tuhan. Ketiga, mengingatkan ketika ada kabar yang terdengar di Jemaat,
sebelum yang bersangkutan benar-benar melakukan kesalahan yang lebih fatal.
Keempat, sebelum peneguran dilakukan, ada empat langkah yang harus dijalankan
29 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 13-14.
30 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 15.
31 Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, (Pematang Siantar: Unit
Usaha Percetakan HKBP, 2013), 23.
12
terlebih dahulu, yakni: diingatkan dua sampai tiga kali mengenai kesalahan yang
telah diperbuat. Kemudian dibawa kedalam rapat Majelis yang dipimpin oleh
Pendeta Ressort atau wakilnya. Lalu, dibuat surat resmi dari Majelis gereja
mewakili Jemaat dan disampaikan kepada yang bersangkutan. Terakhir akan
diwartakan di depan Jemaat. Maka rapat yang dilakukan harus benar-benar
dipertimbangkan dengan matang, agar jemaat yang mengalami hukum gereja
tidak merasa berkecil hati bahkan hingga merasa dihakimi. Kelima, ketika
seseorang yang mengalami hukum gereja tidak lagi mau mendengarkan nasihat
dan tidak lagi mau bertobat, maka ia akan dikeluarkan dari keanggotaan jemaat,
dan apabila pasangannya juga mengikuti jejak yang sama dalam kesalahan, maka
mereka benar-benar tidak lagi mendapatkan hak-haknya sebagai jemaat. Lalu
kemudian diwartakan didepan jemaat, bahwa mereka tidak lagi menjadi bagian
dari jemaat. Dilihat dari perkataan dan tingkahlaku yang tidak lagi mencerminkan
seorang kristen dan tidak lagi mau menerima masukan untuk mengajak mereka
supaya bertobat.32
Ketika seseorang melakukan kesalahan hendaklah pastoral
(penggembalaan) dilakukan agar tidak sampai kepada hukuman dikeluarkan dari
jemaat. Karena Yesus sendiri pernah berkata kepada murid-Nya didalam Yohanes
21:17 “Gembalakanlah domba-dombaKu”. Di dalam Matius 18:15-17 dikatakan
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dan ajarilah dia dibawah empat
mata. Bila ia mendengar nasihatmu, maka engkau telah mendapatkannya kembali
sebagai temanmu. Dan bila ia tidak mendengarkan maka ajaklah satu atau dua
orang untuk menasihatinya juga. Ketika ia tetap tidak mendengarkannya juga
maka beritahukanlah kepada seluruh jemaat, seandainya ia juga tetap tidak
mendengarkan maka pandanglah ia sebagai seorang kafir”.33
Karena itu sebelum
seseorang terjatuh kedalam dosa yang lebih mendalam, hendaklah pastoral
(penggembalaan) dijalankan agar tidak sampai kepada hukuman dikeluarkan dari
jemaat.
Kunjungan pastoral tidak hanya dapat dilakukan pasca terjadinya
pemberlakuan hukum gereja kepada seseorang jemaat atau majelis gereja, namun
32
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 24-29. 33
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 22.
13
alangkah lebih baiknya bila kunjungan pastoral dilakukan kepada setiap jemaat
yang meskipun ia tidak melakukan kesalahan. Sekaligus untuk menghilangkan
mind set dari jemaat yang bisa saja beranggapan bahwa kunjungan dilakukan
hanya kepada jemaat yang melakukan dosa. Apabila ketika kunjungan pastoral
telah dilaksanakan tetapi tetap ada saja kesalahan yang terjadi didalam jemaat,
maka majelis gereja sudah bisa dengan mudah mencari jalan keluar untuk
penyelesaian masalah, karena ia telah terlebih dahulu mengenali jemaat dan
kebutuhannya
Maka ketika seseorang mengalami pemberlakuan hukum gereja, tidak lagi
dipandang sebagai paksaan dan hukuman semata, tetapi sudah menjadi tanggung
jawab dari jemaat juga untuk menjalankan Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon. Hendaknya RPP itu dipandang sebagai jalan untuk memelihara,
memperhatikan untuk hidup didalam kekristenan dan tinggal didalam firman
Tuhan. (Kol. 3:16-17). Oleh karena itu ada baiknya ketika jemaat dapat
memahami Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, agar ketika mereka
melakukan kesalahan dan mengalami pemberlakuan hukum gereja, mereka dapat
menerima peneguran untuk perubahan diri. Dikarenakan tidak baik juga ketika
seseorang dijatuhi hukuman, tetapi ia tidak memahami kesalahan yang
dilakukannya. Para majelis gereja juga hendaknya mengetahui tata aturan
penggembalaan dan peneguran (RPP), agar tidak ada kesalahan dalam
menjalankannya.34
Itulah pentingnya pemahaman akan RPP, karena pada tahapan
untuk pemberlakuannya telah dijelaskan secara jelas.
Seseorang yang mengalami pemberlakuan hukum gereja (Ruhut
Parmahanion dohot Paminsangon) dipertimbangkan telah berubah dan mengakui
dosanya, maka jemaat haruslah bersedia menerimanya kembali. Melalui hal itulah
maka utang dari jemaat telah terlunaskan dihadapan Tuhan, ketika seorang domba
yang hilang telah kembali. Seorang yang telah mengalami pemberlakuan hukum
gereja hendaklah mendatangi majelis gereja guna memberitahu keinginannya
untuk bertobat. Melalui bantuan majelis gereja, ia akan dibantu untuk membuat
surat yang akan dibawa olehnya ke rapat majelis gereja untuk menimbangi
34
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 25-26.
14
permintaannya. Pendeta dan Guru Huria yang akan melayani penyambutan
seseorang yang telah bertobat itu ditengah-tengah jemaat, karena memang sudah
seharusnya jemaat bersuka cita akan kembalinya jemaat yang telah mengakui
kesalahannya. Untuk kasus seorang yang didalam masa kritis juga bisa disambut
atau diterima kembali oleh jemaat, apabila ia telah menunjukkan sikap perubahan
yang telah ditimbangi oleh Pendeta mengenai kepercayaannya. Setelah itu ia
boleh menerima haknya kembali sebagai jemaat seperti perjamuan kudus dan
ketika ia meninggal nantinya pun penguburannya akan dilayani oleh majelis
gereja. Begitu pula untuk seorang majelis gereja, bila ia benar-benar sudah
bertobat dari dosa yang ia perbuat, maka ia berhak melakukan pelayanan kembali
di jemaat.35
Untuk itu yang perlu kita perhatikan ialah bagaimana sebenarnya tahapan
mulai dari seseorang dikabarkan melakukan dosa, bertanya kepada yang
bersangkutan, bila yang bersangkutan tidak jujur maka mencoba mencari tahu dari
orang-orang sekitarnya, dibawa kedalam rapat majelis, menimbangi, memutuskan
teguran apa yang akan diberikan, diwartakan dijemaat, melakukan pastoral
khusus. Melalui kunjungan pastoral itulah jemaat dapat diarahkan kepada firman
Tuhan dalam hubungan dengan Tuhan dan situasi hidupnya.36
Hingga melalui hal
itu kita dapat melihat definisi pastoral, fungsi pastoral, pendekatan serta metode
konseling yang dapat digunakan dalam melakukan perkunjungan pastoral.
Fungsi Pastoral
Terdapat 5 fungsi dari pendampingan dan konseling pastoral, yakni:
1) Menurut Clebsch dan Jaekle (dalam Engel 2016:5) Fungsi Bimbingan
(guining) yaitu membantu konseli dalam mengambil keputusan yang tepat
bila diperhadapkan kepada pilihan-pilihan, jika keputusan yang diambil
dianggap mempengaruhi kejiwaan yang bersangkutan. Perubahan yang
dihadapi oleh seorang konseli dapat membuat dirinya bingung dalam
mengambil keputusan, maka itulah fungsi bimbingan untuk membantu
mengambil dan memiliih keputusan tentang hal-hal yang positif guna
35
Kantor Pusat HKBP, Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon, 21. 36
Bons-Storm, Apakah Penggembalaan itu?, 1.
15
perkembangan dari konseli itu sendiri demi kelangsungan hidupnya kini
dan di masa yang akan datang.37
Melalui fungsi ini terlihat jelas bahwa
seseorang tidak dapat hidup seorang diri, terkadang ia tentu membutuhkan
orang lain dalam mengambil sebuah keputusan dalam hidupnya. Karena
adakalanya seseorang yang sedang memiliki masalah dalam kehidupannya
sulit untuk menimbang keputusan seperti apa yang akan pilih.
2) Fungsi Penopangan (Sustaining) yakni membantu konseli menghadapi
rasa sakit yang pernah terjadi pada masa lampau, hingga ia dapat bertahan
dan mengatasinya. Fungsi ini berupaya untuk menopang dan menguatkan
konseli agar mampu menghadapi kondisi yang ada dan dapat bertumbuh
kembali meski belum dapat dipastikan akan pulih seperti kondisi semula,
tetapi itulah tugas dari fungsi ini. Menurut Clebsch & Jaekle (dalam Engel
2016: 6) terdapat empat tugas dalam fungsi menopang, yakni: 1.
Penjagaan (Preservation) menjaga seseorang yang sedang merasa
kehilangan agar tidak terjatuh kedalam kesedihan yang lebih dalam; 2.
Penghiburan (consolation) memberikan penghiburan kepada konseli
sejauh ia akan terbuka kepada konselor; 3. Pemantapan (consoladation)
membantu dalam menangani situasinya secara mandiri; 4. Pemulihan
(redemption) ketika keadaan telah berubah dan mencoba untuk
membentuk sebuah pembaharuan dan hal itu bisa dilakukan secara
maksimal.38
Melalui pemikiran para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
banyak hal yang dialami seseorang bisa saja membentuk luka yang akan
sulit dipulihkan hingga membutuhkan bantuan dari orang diluar diri untuk
memberikan topangan dan penguatan.
3) Fungsi Penyembuhan (healing) membantu konseli untuk pulih dari
keadaan yang sebelumnya dialami. Tidak dapat dipungkiri bahwa
seseorang bisa saja mengalami luka dan membutuhkan pemulihan dari
keadaan yang dihadapinya. Fungsi ini memiliki tugas untuk
mengembalikan konseli kepada keadaan yang seutuhnya dan mencoba
untuk mengarahkannya kepada sesuatu yang lebih baik lagi.39
37
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 5-6. 38
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 6-7. 39
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 7-8.
16
Keterbukaan seseorang akan permasalahan yang dihadapi dengan orang
diluar dirinya merupakan jalan untuk membantunya pulih agar fungsi ini
dapat dijalankan.
4) Menurut Clinebell (dalam Engel 2016: 8) Fungsi memulihkan/
memperbaiki hubungan (reconciling) membantu konseli untuk
memperbaki hubungannya dengan orang lain yang pernah rusak akibat
sesuatu. Melalui fungsi ini dapat terlihat dengan jelas bahwa tugas dari
pendampingan pastoral tidak hanya mencoba untuk memperbaiki
hubungan antara konseli dengan sesamanya, tetapi juga hubungannya
dengan Tuhan40
. Fungsi ini mempertegas bahwa setiap orang harus
memiliki hubungan yang baik didalam kehidupannya. Dan fungsi ini
bertugas untuk memperbaiki hubugan tersebut apabila mengalami
permasalahan yang mungkin tidak dapat diselesaikan seorang diri.
5) Menurut Clinebell (dalam Engel 2016: 9) Fungsi memelihara/mengasuh
(nurturing) membantu konseli untuk memelihara dan mengembangkan
segala potensi diri yang diberikan Allah kepada dirinya. Melalui fungsi ini
seorang konseli akan dibantu untuk memahami makna keberadaan dirinya
didalam masyarakat dan sekitarnya. Melalui pendampingan dan fungsi ini
seorang konseli akan benar-benar dibantu untuk terlepas dari kondisi masa
lalu yang mungkin dapat mengganggunya.41
Apabila ketika kelima fungsi
yang telah dijelaskan tetap tidak dapat merubah keadan seseorang maka
konseling pastoral akan dijalankan untuk melanjutkan pemulihan dan
mengembangkan setiap potensi diri yang ada.
Dalam proses membantu tersebut, seorang konselor atau yang berada dalam
kehidupan gereja adalah pendeta haruslah memiliki sikap empati, tertarik, percaya
pada proses, terbuka, spontan, tulus hati, kenal diri, holistik, universalistik, dan
otonom. Alat utama yang dari seorang konseling pastoral ialah dirinya sendiri.42
Untuk dapat melakukan fungsi-fungsi pastoral yang disebutkan diatas, maka
seorang pendeta atau konselor terlebih dahulu haruslah mampu memahami dirinya
40
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 8. 41
Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 8-9. 42
Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), 116-113.
17
sendiri. Kebanyakan orang akan mencari seorang pendeta untuk mencari bantuan
atas masalah yang dihadapi, baik permasalahan psikologis ataupun agama.43
Seturut dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa peranan dan
pemahaman diri sendiri dari seorang konselor atau pendeta sangat mempengaruhi
proses konseling.
Pendekatan Pastoral
Konseling pastoral memiliki pendekatan berupa model-model yang dapat
digunakan sebagai teknik memahami konseling itu sendiri, yakni sebagai
berikut;
a. Model Eksistensial, ditemukan oleh Victor Frankl. Seorang tokoh
psikologi dan juga ahli filsafat eksistensialisme. Model ini berfokus
pada kondisi hidup manusia, seperti menentukan pilihan dan nasib
sendiri, pencarian makna hidup, hingga kematian. Setiap orang
memiliki potensi dan kemampuan untuk menyembuhkan dirinya
sendiri, sakit atau tidaknya ditentukan oleh pilihannya sendiri. Posisi
seorang konselor dalam model ini adalah membantu konseli menyadari
kekuatan didalam diri dan kemungkinan yang dimiliki. Tugas utama
dari konselor dalam model ini ialah untuk membangun hubungan yang
personal dengan konseli. Namun kekurangan dari model ini ialah akan
sulit dilakukan kepada konseli yang tidak terbiasa berpikir dan
merefleksikan kehidupannya secara terperinci.44
b. Model Client-centered counseling ditemukan oleh Carl Rogers, yaitu
proses konseling berpusat pada konseli, dengan konselor lebih banyak
mendengarkan. Penyelesaian masalah diberikan kepada konseli itu
sendiri, pengambilan keputusan juga diputuskan oleh dirinya sendiri.
Posisi dari konselor hanyalah sebagai perangsang melalui pertanyaan-
pertanyaan yang menantang untuk membuat konseli mau
43
John R. Belcher dan Steven Michael Hall, “Managed Care and Pastoral Counseling an Opportunity for Spiritual Growth”, Journal of Pastoral Psychology, Vol. 47. No. 6, (1999). Diakses pada tanggal 01 Agustus 2019. http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=10&sid=c631fb4d-17cd-47bd-9984-c85909ab5c96%40pdc-v-sessmgr04 44