ROSASEA I. PENDAHULUAN Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar pilosebaseus di wajah dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan telangiektasi disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi hanya dalam beberapa menit (flushing). 1,2 Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di mana tidak semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru ini untuk menentukan kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu atau lebih dari tanda-tanda berikut dengan distribusi pada bagian sentral wajah dipikirkan sebagai rosasea yaitu flushing (kulit kemerahan dan terasa panas terbakar), eritema non transient, papul, pustul, dan telangiektasis. 2 Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular, terutama flushing merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang diikuti dengan progresifitas ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya limfedema kronik, penebalan kulit, dan rinofima merupakan suatu 0
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ROSASEA
I. PENDAHULUAN
Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada
kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar
pilosebaseus di wajah dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak
lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit
ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan
telangiektasi disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode
tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi
hanya dalam beberapa menit (flushing).1,2
Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di
mana tidak semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru
ini untuk menentukan kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu
atau lebih dari tanda-tanda berikut dengan distribusi pada bagian sentral
wajah dipikirkan sebagai rosasea yaitu flushing (kulit kemerahan dan terasa
panas terbakar), eritema non transient, papul, pustul, dan telangiektasis.2
Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular,
terutama flushing merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang
diikuti dengan progresifitas ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya
limfedema kronik, penebalan kulit, dan rinofima merupakan suatu komplikasi
lanjut. Walaupun demikian, banyak kasus yang tidak menunjukkan pola yang
jelas tentang hal tersebut.2,3
II. EPIDEMIOLOGI
Rosasea menyerang hampir 3% diantara populasi dunia. Rosasea
lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid). Namun, tidak
menutup kemungkinan orang Afrika dan orang Asia juga dapat menderita
rosasea. Pada bangsa kulit putih ditemukan penderita rosasea sekitar 10%
dari jumlah total bangsa kulit putih.1,2,4
Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan
keempat, pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50
0
tahun. Walaupun demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia
lanjut dapat menderita rosasea.1,4,5
Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi
pada perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea,
lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan.2
Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat
bervariasi dan secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat
disimpulkan bahwa insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada
individu dengan kulit tipe I dan II, diikuti ras Asia dan insiden terendah pada
populasi berkulit hitam. Insidensi penyakit ini juga sering didapatkan pada
penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II) dan Mediterania Selatan. Frekuensi
yang rendah atau jarang terdapat pada orang yang berwarna kulit gelap
(fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam).1
III. ETIOPATOGENESIS
Etiologi dari rosasea tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang terlibat
dalam patogenesis terjadinya rosasea yakni pembuluh darah, paparan
iklim/musim, makanan dan obat-obatan, mikroorganisme, imunologi, reactive
oxygen species (ROS), peningkatan angiogenesis, dan lainnya.2
a. Pembuluh darah
Peningkatan aliran darah ke pembuluh darah wajah dan peningkatan
jumlah pembuluh darah yang letaknya lebih dekat ke permukaan wajah
diduga menjadi faktor terjadinya eritema dan flushing. Selain itu, vasodilatasi
dan respon normal terhadap hipertermia lebih menonjol pada orang-orang
dengan rosasea.4,6
Beberapa perbedaan tersebut mencakup reaktivitas vaskular pada
daerah wajah, komposisi atau struktur jaringan penyambung kulit, komposisi
matriks, struktur pilosebasea, atau kombinasi antara respon jaringan kutan
terhadap berbagai faktor pencetus rosasea. Baik mekanisme neural maupun
humoral menimbulkan reaksi kemerahan yang hanya terbatas pada area
wajah. Hal ini disebabkan karena aliran darah pada bagian bawah wajah
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Selain itu
vaskularisasi lapisan kutaneus wajah terletak lebih superfisial dan terdiri atas
1
pembuluh darah yang lebih besar dan lebih banyak dibandingkan dengan
area tubuh yang lain.6
b. Paparan iklim/musim
Peran musim panas atau musim dingin, termasuk di dalamnya peran
sinar ultraviolet matahari yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh
darah kulit penyebab eritema persisten masih terus diselidiki karena belum
jelas dan bertentangan hasilnya.2
c. Makanan dan obat-obatan
Makanan pedas, alkohol, dan minuman panas dapat memicu flushing
pada penderita rosasea.2,3
Adanya peningkatan bradikinin yang dilepas oleh adrenalin pada saat
kemerahan kulit flushing menimbulkan dugaan adanya peran obat, baik
sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi rosasea,
seperti amiodarone, steroid topikal, dan vitamin B-6 dan B-12 dosis tinggi.3
d. Mikroorganisme
Demodex folliculorum (tungau yang biasa hidup di folikel rambut
manusia) dahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea, namun akhir-
akhir ini mulai ditinggalkan.2-4
Kutu yang hidup pada lumen folikel sebaceous pada area kepala dan
diduga dapat menyebabkan rosasea dalam berapa dekade, tetapi
kebenarannya mesti dikaji lebih dalam. Kutu Demodex hidup pada sebagian
besar folikel sebasea pada area tengah wajah dan lebih banyak didapatkan
pada pasien rosasea dibandingkan dengan individu normal. Folikel yang
didiami oleh Demodex menunjukkan respons inflamasi di sekitarnya. Akan
tetapi, masalah-masalah yang menyangkut teori ini termasuk kesulitan
dalam pengambilan sampel folikel dan perlunya penjelasan mengapa
sebagian besar pengobatan rosasea memberikan perubahan yang nyata
namun tidak memberikan efek terhadap kutu tersebut.4
e. Imunologi
Dari lapisan dermo-epidermal penderita rosasea ditemukan adanya
deposit imunoglobulin oleh beberapa peneliti, sedang di kolagen papiler
ditemukan antibodi antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada
dugaan faktor imunologi pada rosasea.2
2
f. Angiogenesis dan ekspresi berlebihan dari vascular endothelial growth
factor (VEGF)
Studi yang dilakukan dengan menggunakan capillaroscopy video pada
lesi rosasea eritematotelangiektasia menunjukkan neoangiogenesis
meningkat dan pembesaran pembuluh darah. Studi imunohistokimia multipel
menunjukkan ekspresi VEGF meningkat pada endotel pembuluh darah pada
kulit lesi dibandingkan dengan yang non lesi pada pasien rosasea. Cuevas
dkk menggunakan dobesilat topikal, penghambat faktor pertumbuhan
angiogenik, untuk pengobatan rosasea eritematotelangiektasia dan
melaporkan adanya perbaikan dalam eritema dan telangiektasia setelah 2
minggu.3
g. Lainnya
Stress psikis diduga merupakan faktor penyebab. Defisiensi vitamin,
hormonal dan seborre juga pernah disangka berperan pada etiologi rosasea
namun tidak dapat dibuktikan.2
IV. GAMBARAN KLINIS
Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi,
dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan
tangan atau kaki. Lesi umumnya simetris.2-4
Gejala utama rosasea adalah eritema, telangiektasi, papul, edema, dan
pustul. Komedo tak ditemukan dan bila ada mungkin kombinasi dengan akne
(komedo solaris, akne kosmetika). Adanya eritema dan telangiektasia adalah
persisten pada setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul
kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda dengan akne vulgaris, dan
hemisferikal. Pustul hanya ditemukan pada 20% penderita, sedang edema
dapat menghilang atau menetap antara episode rosasea.2-4
Meskipun gejala klinis dari rosasea sangat bervariasi, National
Rosacea Society (NRS) Expert Committee pada tahun 2002 telah membagi
rosasea menjadi empat sub-tipe, yakni: eritematotelangiektasis (sub-tipe 1),
papulopustular (sub-tipe 2), phymatosa (sub-tipe 3), dan okuler (sub-tipe 4)
dengan tingkat keparahan dari setiap derajat sub-tipe sebagai derajat 1
(ringan), derajat 2 (sedang), atau derajat 3 (berat). Terdapat beberapa varian
rosasea, yakni granulomatosa, periorifisial dermatitis dan pioderma fasialis.2,3
3
a. Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR)
Fase paling awal dari sub-tipe ini adalah kemerahan yang bersifat
rekuren akibat berbagai macam stimulus seperti stres emosional, minuman
panas, alkohol, makanan pedas, latihan fisik, dan cuaca panas atau dingin.
Seiring berjalannya waktu, kemerahan akan timbul dalam durasi yang lebih
lama hingga akhirnya menjadi permanen. Timbul rasa terbakar dan
menyengat, edema pada area wajah yang berbentuk cembung, dan kadang
disertai pengelupasan. Telangiektasis akan terbentuk pertama kali di alae
nasi, kemudian pada hidung dan pipi. Pada beberapa individu, dapat
ditemukan spider angioma atau papular angioma yang berukuran lebih
besar. Perpanjangan episode atau memberatnya gejala kemerahan yang
diikuti gejala sistemik seperti diare, wheezing, nyeri kepala, palpitasi, atau
kelemahan mengindikasikan diperlukannya investigasi untuk menyingkirkan
keadaan yang jarang terjadi yang mungkin memberikan gejala berupa
kemerahan seperti sindrom karsinoid, feokromositoma, atau
mastositosis.2,3,5,7
Gambar 1. Sub-tipe eritematetolangiektasis
Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.
b. Papulopustular Rosacea (PPR)
4
Gambar 2. A. Tipe papulopustul ringan B. Tipe papulopustul
berat.
Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine.
Sub-tipe ini bermanifestasi sebagai eritema yang persisten pada
daerah sentral wajah dengan papul dan pustul yang dominan pada area
wajah yang berbentuk cembung. Sesuai teori vaso reaktivitas, pada
pasien-pasien rosasea terdapat papul-papul yang nampak berwarna
merah dan
lebih gelap
dibandingkan
dengan lesi
yang sama pada
akne. Derajat
sub-tipe ini juga
dibagi menjadi
derajat ringan,
sedang, dan
berat. Rasa
terbakar dan
menyengat pada
wajah juga
ditemukan pada
sub-tipe ini, tetapi tidak seberat pada sub-tipe eritematotelangiektasis. Pada
kedua sub-tipe ini (ETR dan PPR), eritema dapat menyebar sampai pada
area periorbital. Edema dapat bersifat ringan atau berat. Edema yang berat
dapat memberikan gambaran morfologi berupa plak yang padat pada
wajah.2,3,7
c. Phymatosa
Rosasea phymatosa memiliki karakteristik yakni adanya penebalan
kulit, nodul-nodul, kontur permukaan yang ireguler pada area wajah yang
cembung. Phyma sering muncul pada hidung (rhinophyma), tetapi dapat
juga terbentuk pada dagu (gnathophyma), dahi (metaphyma), kelopak mata
(blepharophyma), dan telinga (otophyma). Pada wanita yang menderita
rosasea tidak terbentuk phyma.3,7
5
Gambar 4. Rosasea okuler.
Sumber: American Academy of Dermatology.
Rosacea: Sign & Symptoms
Diunduh dari: http://www.aad.org/dermatology-
a-to-z/diseases-and-treatments/q---t/rosacea/
signs-symptoms
Gambar 3. Tipe phymatosa dengan rinofima.
Sumber: Wolff K, Johnson RA. Rosacea.
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology.
d. Rosasea okuler
Rosasea okuler dapat
muncul sebelum gejala-gejala
kutaneus pada 20% kasus
rosasea. Separuh jumlah pasien
baru mendapatkan gejala okuler
setelah muncul gejala pada kulit.
Gejala pada kulit dan mata
timbul secara simultan pada
sejumlah kecil kasus. Derajat
keparahan rosasea okuler tidak
berkaitan dengan rosasea pada
kulit.3,7,8
Manifestasi dari rosasea
okuler adalah blefaritis, konjungtivitis, iritis, skleritis, hipopion, keratitis,
neovaskularisasi pada kornea, ulserasi kornea dan sampai pada ruptur
kornea. Blefaritis adalah manifestasi klinis yang sering ditemukan, ditandai
dengan eritema pada tepi kelopak mata, terkelupas, dan terbentuk krusta,
dan pada beberapa kasus ditemukan kalazion dan infeksi stafilokokus
karena adanya disfungsi glandula meibom. Gejala-gejala lain yang dapat
ditemukan adalah fotofobia, nyeri, rasa terbakar, gatal, dan sensasi adanya
benda asing dalam mata. Pada kasus yang berat, keratitis rosasea dapat