-
1
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang memperlancar disusunya laporan RKTK
untuk Kabupaten Kebumen dan Banyumas, sebagai tindak lanjut dari
pengelolaan sumberdaya hutan oelh pemerintah Kabupaten Kebumen dan
Kabupaten Banyumas. Hutan merupakan sumberdaya yang dapat
diperbaharui dan harus dijaga kelestarianya, sehingga dalam
pengeloalaanya perlu dilakukan perencanaan dalam menggunakan dan
mengambil sumberdaya hutan agar keseimbangan hutan dapat
terjaga.
Kegiatan yang berupa perencanaan kehutanan tingkat kabupaten
merupakan tindak lanjut dari
Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
mengamanatkan bahwa dalam pengurusan sumberdaya hutan didahului
dengan penyelenggaraan
perencanaan kehutanan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk
memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan
penyelenggaraan kehutanan.
Salah satu bagian dari sistem perencanaan kehutanan adalah
penyusunan rencana kehutanan baik dalam skala nasional, provinsi
maupun di tingkat kabupaten/kota.
Tim Penyusun
-
2
Daftar Isi
Kata Pengantar
....................................................................................................................
1
Daftar Isi
............................................................................................................................
2
Daftar Tabel
........................................................................................................................
4
Daftar Gambar
....................................................................................................................
5
BAB 1 PENDAHULUAN
....................................................................................................
6
Latar Belakang
......................................................................................................
6 1.1.
Maksud dan
Tujuan...............................................................................................
6 1.2.
Maksud
.........................................................................................................
6 1.2.1
Tujuan
..........................................................................................................
7 1.2.2
Referensi Hukum
..................................................................................................
7 1.3.
BAB 2 METODE PENYUSUNAN
.........................................................................................
8
2.1.
Pengertian............................................................................................................
8
2.1.1. Sistem Informasi Geografis
(SIG).....................................................................
8
2.1.2. Peta
..............................................................................................................
9
2.1.3. Peta
Digital..................................................................................................
10
2.1.4. Karakteristik Peta Digital
..............................................................................
10
2.2. Prosedur Penyusunan Peta RKTK
.........................................................................
11
2.3. Standar Teknis
....................................................................................................
13
BAB 3 LINGKUP
PEKERJAAN...........................................................................................
14
3.1. Ruang Lingkup
Pekerjaan.....................................................................................
14
3.2. Keluaran (Output)
...............................................................................................
14
3.3. Hasil (Outcome)
..................................................................................................
14
BAB 4 POTENSI DAN KONDISI HUTAN
............................................................................
15
4.1. Potensi dan Kondisi Umum Hutan di Kabupaten Kebumen
.................................... 15
4.2. Potensi dan Kondisi Umum Hutan di Kabupaten Banyumas
................................... 16
BAB 5 ARAHAN INDIKATIF PEMANFAATAN KAWASAN
HUTAN......................................... 18
5.1. Analisis Spasial RKTN dan RKTP Jawa Tengah
........................................................ 18
5.2. Analisis Spasial di Kabupaten Kebumen
................................................................
19
5.3. Analisis Spasial di Kabupaten Banyumas
...............................................................
21
5.4. Analisis Spasial Hutan
Rakyat...............................................................................
23
BAB 6 PENUTUP
...........................................................................................................
24
-
3
-
4
Daftar Tabel
Tabel 5-1 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTN
..............................................................
18
Tabel 5-2 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTP Jawa Tengah
........................................... 19
Tabel 5-3 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTK Kabupaten
Kebumen............................... 19
Tabel 5-4. Arahan Pemanfaatan Hutan di Kabupaten Kebumen
........................................... 20
Tabel 5-5 Luas Arahan Indikatif RKTK Kabupaten Kebumen
.................................................. 21
Tabel 5-6 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTK Kabupaten
Banyumas.............................. 21
Tabel 5-7. Arahan Pemanfaatan Hutan di Kabupaten Banyumas
.......................................... 22
Tabel 5-8 Luas Arahan Indikatif RKTK Kabupaten Banyumas
................................................. 22
-
5
Daftar Gambar
-
6
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1.1.
Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
mengamanatkan bahwa dalam pengurusan sumberdaya hutan didahului
dengan penyelenggaraan perencanaan kehutanan. Perencanaan kehutanan
dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin
tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Salah satu bagian
dari sistem perencanaan kehutanan adalah penyusunan rencana
kehutanan baik dalam skala nasional, provinsi maupun di tingkat
kabupaten/kota.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/
Menhut-II/2010 tentang Perencanaan Kehutanan, RKTK merupakan
dokumen yang memuat rencana pengurusan hutan berdasarkan kondisi
sumberdaya alam hutan, tantangan ke depan dan berbagai isu
strategis yang perlu mendapat perhatian, sehingga menjadi komitmen
dan kesepakatan yang mengikat gerak pembangunan sektor kehutanan
pada tingkat kabupaten/kota. Dengan substansi tersebut diharapkan
RKTK dapat memberikan arahan bagi terwujudnya pengurusan hutan
dengan paradigma yang memandang hutan sebagai sistem sumberdaya
yang bersifat multi fungsi, multi guna, dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Mengingat bahwa RKTK akan menjadi acuan dan pedoman bagi
kegiatan sektor kehutanan di tingkat kabupaten dan di tingkat
pengelolaan tapak (KPH) selama 20 tahun ke depan, maka diharapkan
RKTK dapat tersusun secara komprehensif sesuai karakteristik
wilayah, kewenangan daerah, dan memuat kebijakan yang realistis
dalam rangka menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat hutan secara
optimal.
Penyusunan RKTK telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.36/Menhut-II/2013 tanggal 3 Juli 2013 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota, dimana telah
ditentukan bahwa RKTK harus mengacu berbagai rencana spasial
tematik yang sah, dan selanjutnya disusun peta arahan spasial
pemanfaatan kawasan hutan di wilayah kabupaten/kota sebagai dasar
dalam penyusunan RKTK. Peta RKTK merupakan penjabaran dari arahan
pemanfaatan ruang kawasan hutan pada RKTN dan RKTP dengan
memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan karakteristik
sumberdaya hutan pada wilayah masing-masing.
Maksud dan Tujuan 1.2.
Maksud 1.2.1
Penyusunan peta RKTK dimaksudkan untuk membuat peta yang
menggambarkan arahan spasial pemanfaatan dan penggunaan ruang
kawasan hutan selama 20 tahun ke depan dengan menselaraskan
peta-peta tematik yang menjadi acuan.
-
7
Tujuan 1.2.2
Penyusunan peta RKTK ini bertujuan untuk menyediakan peta arahan
RKTK yaitu untuk Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banyumas, beserta
hasil analisisnya sebagai bahan penyusunan RKTK.
Referensi Hukum 1.3.
Penyusunan peta RKTK berpedoman pada beberapa peraturan
perundang-undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan
Kehutanan;
c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/ Menhut-II/2010
tentang Sistem Perencanaan Kehutanan
d. Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.49/Menhut-II/2011
tanggal 28 Juni 2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional
(RKTN)Tahun 2011-2030;
e. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-II/2013 tanggal
3 Juli 2013 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kehutanan
Tingkat
Kabupaten/Kota;
f. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010
tentang tanggal Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009-2029.
g. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun 2012
tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kebumen Tahun
2011-2031.
h. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 10 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas Tahun
2011-2031.
i. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 46 Tahun 2012 tanggal
28
September 2012 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2011-2030;
-
8
BAB 2 METODE PENYUSUNAN
2.1. Pengertian
2.1.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pemanfaatan dan penggunaan lahan merupakan bagian kajian
geografi yang perlu dilakukan dengan penuh pertimbangan dari
berbagai segi. Tujuannya adalah untuk menentukan zonifikasi lahan
yang sesuai dengan karakteristik lahan yang ada. Misalnya, wilayah
pemanfaatan lahan di kota biasanya dibagi menjadi daerah pemukiman,
industri, perdagangan, perkantoran, fasilitas umum,dan jalur hijau.
SIG dapat membantu pembuatan perencanaan masing-masing wilayah
tersebut dan hasilnya dapat digunakan sebagai acuan untuk
pembangunan utilitas-utilitas yang diperlukan.)
Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem berbasis
komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data
bereferensi geografis, yaitu pemasukan, pengelolaan atau manajemen
data (penyimpanan dan pengaktifan kembali) manipulasi dan analisis,
serta keluaran (Aronoff, 1999). Sistem Informasi Geografis dapat
dirinci menjadi empat komponen dasar yang saling terkait, yaitu
:
1. Masukan Data
Masukan Data dalam SIG diperoleh atau diproses dari peta, tabel,
foto udara, citra satelit, hasil survey lapangan dan sebagainya
yang kemudian dikonversi kedalam bentuk digital. Kumpulan data
tersebut disebut basis data yang disimpan dalam bentuk penyimpanan
data digital seperti pita magnetik, hardisk atau disket.
2. Manajemen Data
Manajemen data berfungsi untuk pengorganisasian data keruangan,
mengambil dan memperbaiki data dasar dengan cara menambah,
mengurangi atau memperbaharui.
3. Manipulasi dan Analisis Data
Manipulasi dan analisis data berfungsi untuk menentukan
informasi yang akan dihasilkan dari Sistem Informasi Geografis.
Kegiatan yang termasuk dalam subsistem ini antara lain adalah
pembuatan Digital Elevation Model (DEM) dan tumpang susun (overlay)
peta.
4. Keluaran Data
Keluaran data berfungsi untuk menyajikan informasi maupun hasil
analisis data geografi secara kuantitatif maupun kualitatif.
Keluaran data ini dapat berupa peta cetak warna, peta digital
maupun data tabular.
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu
sistem manual (analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital
komputer). Perbedaan yang mendasar terletak pada cara
pengelolaannya. Sistem informasi manual biasanya menggabungkan
beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun
(overlay), foto udara, laporan statistik
-
9
dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi
dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer. Sedangkan
Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer
sebagai pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital
dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara
yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi
(Nurshanti, 1995)
2.1.2. Peta
Peta adalah gambaran sebagian atau seluruh muka bumi baik yang
terletak di atas maupun di bawah permukaan dan disajikan pada
bidang datar pada skala dan proyeksi tertentu (secara matematis).
Karena dibatasi oleh skala dan proyeksi maka peta tidak akan pernah
selengkap dan sedetail aslinya (bumi), karena itu diperlukan
penyederhanaan dan pemilihan unsur yang akan ditampilkan pada
peta.
Peta dalam SIG dapat digunakan baik sebagai input maupun sebagai
output. Pemetaan merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa
tahapan kerja (pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data),
serta melibatkan beberapa disiplin ilmu ( surveying, fotogrametri,
pengindraan jauh, kartografi) yang satu sama lain berkaitan. Peta
merupakan penyajian grafis dari sebagian atau seluruh permukaan
bumi pada suatu bidang datar dengan menggunakan suatu skala dan
sistem proyeksi tertentu. Penyajian unsur-unsur permukaan bumi pada
suatu peta dilakukan dengan cara memilih, mengeneralisasi data
permukaan bumi, sesuai dengan maksud dan tujuan pembuatan peta
tersebut. Peta menyajikan sejumlah informasi mengenai permukaan
bumi yang diharapkan dapat digunakan secara baik oleh pengguna.
Peta mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
Memperlihatkan posisi atau lokasi relatif dari suatu tempat
Memperlihatkan bentuk atau ukuran unsur yang terdapat di
permukaan bumi
Memperlihatkan ukuran dalam pengertian jarak dan arah
Menghimpun serta menyeleksi data permukaan bumi
Persyaratan-persyaratan geometrik yang harus dipenuhi oleh peta
yang ideal adalah :
Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai
dengan jarak
aslinya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala
peta).
Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus
sesuai dengan luas sebenarnya (dengan memperhatikan faktor skala
peta)
Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas peta
harus sesuai
arah sebenarnya seperti di permukaan bumi.
Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus
sesuai dengan bentuk yang sebenarnya.
Adalah tidak mungkin membuat suatu peta yang ideal sebagaimana
disebutkan di atas karena permukaan bumi merupakan bidang lengkung
yang tidak teratur. Akan tetapi, dapat dibuat peta yang memenuhi
salah satu syarat di atas, yang disesuaikan dengan tujuan pembuatan
peta tersebut.
-
10
2.1.3. Peta Digital
Menurut definisi, peta digital adalah representasi fenomena
geografik yang disimpan untuk ditampilkan dan dianalisis oleh
komputer. Setiap obyek pada peta digital disimpan sebagai sebuah
atau sekumpulan koordinat. Sebagai contoh, 10 obyek berupa lokasi
sebuah titik akan disimpan sebagai sebuah koordinat, sedangkan
obyek berupa wilayah akan disimpan sebagai sekumpulanan koordinat.
Beberapa kelebihan penggunaan peta digital dibandingkan dengan peta
analog (yang disimpan dalam bentuk kertas atau media cetakan lain),
antara lain :
Peta digital kualitasnya tetap. Tidak seperti kertas yang dapat
terlipat, memuai atau sobek ketika disimpan, peta digital dapat
dikembalikan ke bentuk asalnya kapanpun tanpa ada penurunan
kualitas.
Peta digital mudah disimpan dan dipindahkan dari satu media
penyimpanan yang satu ke media penyimpanan yang lain. Peta analog
yang disimpan dalam
bentuk gulungan-gulungan kertas misalnya, memerlukan ruangan
yang lebih besar dibanding dengan jika peta tersebut disimpan
sebagai peta digita l dalam
sebuah CD-ROM atau DVD-ROM.
Peta digital lebih mudah diperbaharui. Penyuntingan untuk
keperluan perubahan data atau perubahan sistem koordinat misalnya,
dapat lebih mudah dilakukan menggunakan perangkat lunak
tertentu
2.1.4. Karakteristik Peta Digital
Peta digital, seperti juga peta analog, memiliki atribut-atribut
peta seperti :
Skala
Pada peta digital, skala menggambarkan tingkat kedetilan objek
ketika peta tersebut dibuat. Sebagai contoh, pada peta skala
1:1.000 (1 cm di peta mewakili 1.000 cm atau 10 meter di permukaan
bumi), maka objek gedung atau bangunan akan terlihat dengan jelas,
sedangkan pada peta skala 1:100.000 (1 cm di peta mewakili 100.000
cm atau 1 km di permukaan bumi), sebuah bangunan hanya akan
terlihat sebagai sebuah titik.
Referensi geografik
Referensi geografik berupa parameter-parameter ellipsoida
referensi dan datum.
Sistem proyeksi peta
Sistem proyeksi peta menentukan bagaimana objek-objek di
permukaan bumi (yang sebenarnya tidak datar) dipindahkan atau
diproyeksikan pada permukaan peta yang berupa bidang datar.
Penggunaan sistem proyeksi peta yang berbeda untuk sebuah daerah
yang sama, akan memberikan kenampakan yang berbeda.
-
11
Proyeksi Peta
Pada dasarnya bentuk bumi tidak datar tapi mendekati bulat maka
untuk menggambarkan sebagian muka bumi untuk kepentingan pembuatan
peta, perlu dilakukan langkah-langkah agar bentuk yang mendekati
bulat tersebut dapat didatarkan dan distorsinya dapat terkontrol,
untuk itu dilakukan proyeksi ke bidang datar. Penggunaan sistem
proyeksi peta yang berbeda untuk sebuah daerah yang sama akan
memberikan kenampakan yang berbeda.
Digitasi
Proses perolehan data spasial dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Salah satu yang paling dikenal adalah dengan cara digitasi.
Proses digitasi akan mengubah obyek titik, garis, atau poligon
analog pada sebuah hard copy menjadi bentuk data vektor digital.
Digitasi merupakan proses pembentukan data yang berasal dari data
raster menjadi data vektor. Dalam sistem informasi geografis dan
pemetaan digital, data vektor banyak digunakan sebagai dasar
analisis dan berbagai proses. Digitasi pada Arcview dilakukan pada
dokumen view. Dalam pembentukan peta digital, data grafis harus
disimpan di dalam sebuah shapefile (file.shp). Oleh karena itu,
proses digitasi didahului dengan pembuatan sebuah shapefile kosong.
Peta hasil digitasi selanjutnya dapat digunakan dalam proses
overlay.
Overlay
Overlay merupakan tumpang-susun antara dua atau lebih peta yang
menghasilkan satu unit peta analisis baru. Overlay peta sering
dilakukan bersamaan dengan proses skoring. Namun tidak setiap
proses tumpang-susun peta selalu menggunakan skoring. Dalam
beberapa hal, overlay juga dilakukan antara suatu peta dengan citra
satelit atau foto udara. Overlay digunakan sebagai pemadu berbagai
indikator yang berasal dari peta tematik hingga menjadi satu peta
analisis. Peta analisis ini pada akhirnya digunakan sebagai dasar
penarikan kesimpulan untuk suatu kasus.
2.2. Prosedur Penyusunan Peta RKTK
Prosedur penyusunan peta RKTK dapat diuraikan sebagai berikut
:
a. Menyiapkan data awal informasi dasar spasial kawasan hutan
sebagai bahan untuk penyusunan peta RKTK.
Jenis peta yang digunakan dalam pembuatan arahan spasial RKTK
meliputi antara lain:
Peta Kawasan Hutan;
Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI);
Peta Penutupan Lahan;
Peta Lahan Kritis;
Peta Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS);
Peta Penetapan/Arahan Pencadangan KPH;
Peta Potensi Sumberdaya Hutan;
Peta Kawasan Konservasi;
-
12
Peta Perkembangan Penggunaan Kawasan Hutan (Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan,
Pelepasan Kawasan Hutan, Tukar Menukar Kawasan Hutan);
Peta Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota (RTRWK);
Peta Rawan Bencana;
Peta Sebaran Pemukiman;
Peta administrasi pemerintahan (kabupaten/kecamatan/desa);
Peta zonasi Taman Nasional.
b. Analisis Kawasan
1) Penyusunan Kriteria Arahan Pemanfaatan Ruang Kawasan
Hutan
Kriteria arahan pemanfaatan ruang kawasan hutan yang disusun
merupakan penjabaran dari addendum arahan pemanfaatan ruang kawasan
hutan pada RKTN dan RKTP Jawa Tengah dengan memperhatikan peraturan
perundangan yang berlaku dan karakteristik sumberdaya pada wilayah
masing-masing.
2) Analisa Spasial
a) Persyaratan untuk dapat dilakukan analisis spasial
Semua peta yang digunakan menggunakan peta dasar yang sama (Peta
Rupa
Bumi Indonesia).
Telah dilakukan sinkronisasi/penyelarasan peta spasial yang
digunakan, dalam
arti batas-batas deliniasi/polygon yang ada sudah sinkron antara
sumber peta
satu dengan lainnya atau dapat dilakukan kesepakatan mengenai
peta yang
akan digunakan.
Basis data spasial yang digunakan pada skala 1 : 50.000
b) Integrasi data spasial
Integrasi data spasial dilakukan untuk mendapatkan peta arahan
yang menggambarkan sebaran potensi dan pemanfaatan/ penggunaan
ruang kawasan hutan. Sebagai rencana dengan batasan wilayah yang
lebih spesifik, kriteria analisis arahan dan kebijakan dalam RKTK
harus lebih rinci dan dikembangkan sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan wilayah antara lain: potensi unggulan, modal/kearifan
sosial dan lain sebagainya.
Seluruh peta yang digunakan ditumpangsusunkan (overlay) dan
dilakukan analisis spasial berdasarkan kriteria dan arahan
kebijakan pembangunan kehutanan di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten
Banyumas.
Dalam melakukan analisis spasial dan menentukan arahan spasial,
harus dapat menjabarkan kriteria yang digunakan dalam penyusunan
arahan indikatif Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dan
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)
-
13
serta dilengkapi dengan kriteria RKTK yang bersifat spesifik
sesuai dengan kondisi/karakteristik sumberdaya yang ada di
masing-masing Kabupaten.
Dari hasil analisis spasial sesuai metodologi di atas, secara
obyektif disajikan tabulasi data numerik luas arahan pengembangan
pembangunan pemanfaatan dan penggunaan pengelolaan sesuai fungsi
hutan dan kondisi modal sosial ekonomi lokal.
Khusus arahan kawasan hutan untuk non kehutanan prosesnya tetap
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Penyusunan Peta Arahan Pemanfaatan dan Penggunaaan Ruang
Kawasan Hutan
Penyusunan peta arahan pemanfaatan dan Penggunaan Ruang Kawasan
Hutan dapat dilakukan dengan acuan sebagai berikut:
Peta arahan menggambarkan arahan spasial kawasan hutan selama 20
tahun ke depan, terkait dengan arahan konservasi, perlindungan dan
rehabilitasi, serta pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
Basis analisis spasial berdasarkan peta kawasan hutan terakhir,
hasil proses pengukuhan kawasan hutan.
Menjabarkan arahan indikatif spasial RKTN dan RKTP sesuai dengan
karakteristik sumber daya di kabupaten.
Peta arahan RKTK dibuat minimal pada skala 1 : 100.000.
2.3. Standar Teknis
Standar dan tata cara yang digunakan dalam Penyusunan Peta RKTK
adalah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.36/Menhut-II/2013 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten/Kota.
-
14
BAB 3 LINGKUP PEKERJAAN
3.1. Ruang Lingkup Pekerjaan
Secara garis besar lingkup pekerjaan penyusunan Peta RKTK
meliputi persiapan data awal informasi dasar spasial hutan minimal
skala 1:100.000, melakukan analisa spasial berdasarkan kriteria dan
arahan kebijakan pembangunan kehutanan kabupaten/kota, penyusunan
peta arahan pemanfaatan dan penggunaaan ruang hutan dan kawasan
hutan.
3.2. Keluaran (Output)
Output yang dihasilkan adalah tersusunnya Peta Rencana Kehutanan
Tingkat Kabupaten (RKTK) untuk 2 kabupaten yaitu Kabupaten Kebumen
dan Kabupaten Banyumas, meliputi peta arahan pemanfaatan dan
penggunaaan ruang hutan dan kawasan hutan.
3.3. Hasil (Outcome)
Outcome dari kegiatan ini adalah tersedianya Peta Rencana
Kehutanan Tingkat Kabupaten (RKTK) pada 4 (empat) kabupaten,
meliputi: Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banyumas sebagai salah
satu tahapan dalam penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Kabupaten
(RKTK).
-
15
BAB 4 POTENSI DAN KONDISI HUTAN
4.1. Potensi dan Kondisi Umum Hutan di Kabupaten Kebumen
Secara geografis Kabupaten Kebumen terletak pada 727'-750'
Lintang Selatan dan 10922' - 10950' Bujur Timur. Bagian selatan
Kabupaten Kebumen merupakan dataran rendah, sedangkan pada bagian
utara berupa pegunungan, yang merupakan bagian dari
rangkaian Pegunungan Serayu. Kabupaten Kebumen mempunyai luas
wilayah sebesar 128.111, 50 ha atau 1.281, 11 km dengan kondisi
beberapa wilayah merupakan daerah pantai dan pegunungan, namun
sebagian besar merupakan dataran rendah.
Batas wilayah Kabupaten Kebumen di bagian utara adalah dengan
Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, di selatan dengan Samudera
Hindia, di barat dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap,
sedangkan batas timur dengan
Kabupaten Purworejo. Secara administratif Kabupaten Kebumen
terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 449 desa
dan 11 kelurahan dengan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 1.930 buah
dan dibagi menjadi 7.027 buah Rukun Tetangga (RT).
Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kebumen.
Pada tahun 2013 curah hujan di Kabupaten Kebumen tercatat
sebesar 3.787,00 mm, angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya
yaitu 2.328,43 mm, sedangkan hari hujan sebanyak 188 hari, lebih
tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 108 hari (Kebumen dalam Angka
Tahun 2014). Kondisi fisik Kabupaten Kebumen dengan topografi yang
bervariasi, meliputi :
1. 0 - 2%, meliputi lebih dari separuh wilayah Kabupaten Kebumen
yaitu kurang lebih seluas 66.953,16 ha atau sekitar 52,26%.
2. 2 - 15%, meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih 5.944,37
ha atau sekitar 4,64 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Kebumen.
3. 15 - 40%, meliputi luas wilayah sebesar kurang lebih
21.919,37 ha atau sekitar 17,11% dari seluruh luas wilayah
Kabupaten Kebumen.
4. Lebih dari 40%, meliputi luas wilayah sebesar kurang Iebih
33.294,6 Ha atau
sekitar 25,99% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Kebumen
Adapun jenis tanah di wilayah Kabupaten Kebumen antara lain :
tanah Alluvial, Tanah Latosol, Tanah Podsolik, Tanah Regosol,
Asosiasi Glei Humus dan Alluvial Kelabu, Asosiasi Litosol dan
Mediteran Coklat, dimana potensi tanah seperti tersebut diatas
menunjukkan di Kabupaten Kebumen sebagian wilayahnya tergolong
cukup subur, sehingga dapat difungsikan sebagai lahan pertanian,
hanya di beberapa bagian wilayah kurang mampu untuk ditanami,
seperti di sebagian wilayah Kecamatan Sempor, Karanggayam, Sadang
dan Alian.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 23 Tahun
2012 tanggal 27 Juli 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kebumen Tahun 2011-2031, luas hutan di wilayah Kabupaten
Kebumen adalah sekitar 49.014 Ha, meliputi :
Hutan Lindung seluas 3.843 Ha yang berada di wilayah
Kecamatan
Karangsambung; Kecamatan Karanggayam; Kecamatan Sempor;
Kecamatan Rowokele; Kecamatan Pejagoan; Kecamatan Sruweng;
Kecamatan Buayan; dan Kecamatan Ayah;
-
16
Hutan produksi terbatas seluas 13.582 Ha di Kecamatan Sadang;
Kecamatan Karanggayam; Kecamatan Karangsambung; Kecamatan Sempor;
Kecamatan Buayan; Kecamatan Ayah; Kecamatan Rowokele; Kecamatan
Pejagoan; Kecamatan Padureso; dan Kecamatan Karanganyar. ;
Hutan produksi tetap seluas 663 Ha yang berada di wilayah
Kecamatan
Karangsambung; Kecamatan Karanggayam; Kecamatan Sempor;
Kecamatan Padureso; Kecamatan Alian; dan Kecamatan Buayan. ;
Hutan hutan rakyat seluas 30.926 Ha yang tersebar di seluruh
wilayah Kabupaten
Disamping itu juga terdapat Kawasan pantai berhutan bakau di
sebagian kawasan pesisir Kecamatan Ayah dan direncanakan
pengembangannya di muara Sungai Wawar di Kecamatan Mirit dan muara
Sungai Luk Ulo di Kecamatan Klirong.
4.2. Potensi dan Kondisi Umum Hutan di Kabupaten Banyumas
Kabupaten Banyumas terletak pada 2715 Bujur Timur dan3917109108
3710 Lintang Selatan.150577. atau sekitar 4,08% dari luas wilayah
Jawa Tengah. Kabupaten Banyumas berbatasan langsung dengan beberapa
kabupaten yaitu sebelah utara dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten
Pemalang; sebelah timur dengan Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen; sebelah Selatan dengan
Kabupaten Cilacap; sebelah barat dengan Kabupaten Cilacap dan
Kabupaten Brebes; secara administratif Kabupaten Banyumas terbagi
menjadi 27 kecamatan yang terbagi lagi menjadi beberapa
desa/kelurahan sejumlah 301 desa dan 30 kelurahan (Sumber data :
Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas Tahun
2015).
Wilayah Kabupaten Banyumas lebih dari 45% merupakan daerah
dataran yang tersebar di bagian Tengah dan Selatan serta membujur
dari Barat ke Timur. Ketinggian wilayah di Kabupaten Banyumas
sebagian besar berada pada kisaran 25-100 M dpl yaitu seluas
42.310,3 Ha. dan 100-500 M dpl yaitu seluas 40.385,3 Ha.
Berdasarkan kemiringan wilayah, Kabupaten Banyumas mempunyai
kemiringan yang terbagi dalam 4 (empat) kategori yaitu: 1.
Kemiringan 0:-2:meliputi areal seluas 43.876,9 Ha atau 33,05% yaitu
wilayah bagian tengah dan selatan. 2. Kemiringan 2:-15: meliputi
areal seluas 21.294,5 Ha atau 16,04% yaitu sekitar Gunung Slamet.
3. Kemiringan 15:-40: meliputi areal seluas 35.141,3 Ha atau seluas
26,47% yaitu daerah lereng Gunung Slamet. 4. Kemiringan lebih dari
40: meliputi areal seluas 32.446,3 Ha atau seluas 32.446,3 Ha atau
seluas 24,44% yaitu daerah lereng Gunung Slamet.
Kondisi hidrologi dan klimatologi Kabupaten Banyumas memiliki
karakteristik yang unik, kurang lebih 50% adalah wilayah pegunungan
dengan konsekuensi rawan bencana tanah gerak, permasalahan lahan
kritis menjadi tantangan bagi perencanaan pembangunan dalam wilayah
kabupaten Banyumas. Curah hujan di Kabupaten Banyumas cukup tinggi
yaitu 2.725 mm per tahun, dengan suhu udara rata-rata 26,30C, suhu
minimum sekitar 24,4oC dan suhu maksimum sekitar 30,9oC, selama
tahun 2012 di Kabupaten Banyumas terjadi hujan rata-rata pertahun
sebanyak 126 hari dengan curah hujan rata-rata 3.048 mm
pertahun.
Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Banyumas terbagi menjadi
lahan sawah sekitar 32.292 Ha atau 24,32 %, lahan pertanian bukan
sawah seluas 51.798 Ha (39,02%) dan lahan
-
17
bukan pertanian seluas 48.669 Ha (36,66%). Adapun penggunaan
lahan untuk hutan di Kabupaten Banyumas berdasarkan RTRW Kabupaten
Banyumas Tahun 2011-2030 sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Daerah kabupaten Banyumas Nomor 10 tahun 2011 meliputi :
Hutan Lindung sekitar 9.121 Ha yang terdapat di wilayah
Kecamatan Jatilawang; Kecamatan Rawalo; Kecamatan Kebasen;
Kecamatan Banyumas; Kecamatan Patikraja; Kecamatan Purwojati;
Kecamatan Ajibarang; Kecamatan Gumelar; Kecamatan Pekuncen;
Kecamatan Cilongok; Kecamatan Karanglewas; Kecamatan Kedungbanteng;
Kecamatan Baturaden; dan Kecamatan Sumbang;
Kawasan hutan produksi terbatas sekitar 13.949 Ha yang terdapat
di wilayah
Kecamatan Lumbir; Kecamatan Wangon; Kecamatan Rawalo; Kecamatan
Ajibarang; Kecamatan Gumelar; Kecamatan Pekuncen; Kecamatan
Cilongok;
Kecamatan Patikraja; Kecamatan Baturaden; Kecamatan Sumbang;
Kecamatan Kebasen; Kecamatan Banyumas; Kecamatan Somagede;
Kecamatan Sumpiuh; Kecamatan Tambak; Kecamatan Karanglewas; dan
Kecamatan Kedungbanteng;
Kawasan hutan produksi tetap sekitar 5.592 Ha di wilayah
Kecamatan Lumbir; Kecamatan Jatilawang; Kecamatan Purwojati;
Kecamatan Ajibarang; Kecamatan Cilongok; Kecamatan Patikraja;
Kecamatan Rawalo; Kecamatan Kebasen; Kecamatan Wangon; dan
Kecamatan Gumelar;
Disamping itu kawasan hutan negara, di Kabupaten Banyumas juga
dikembangkan hutan rakyat yang tersebar di Kecamatan Sumbang;
Kecamatan Baturaden; Kecamatan Kedungbanteng; Kecamatan Cilongok;
Kecamatan Karanglewas; Kecamatan Pekuncen; Kecamatan Gumelar;
Kecamatan Ajibarang; Kecamatan Lumbir; Kecamatan Wangon; Kecamatan
Jatilawang; Kecamatan Purwojati; Kecamatan Rawalo; Kecamatan
Kebasen; dan Kecamatan Banyumas.
-
18
BAB 5 ARAHAN INDIKATIF PEMANFAATAN KAWASAN
HUTAN
5.1. Analisis Spasial RKTN dan RKTP Jawa Tengah
Kriteria arahan pemanfaatan ruang kawasan hutan yang disusun
merupakan penjabaran dari kriteria arahan pemanfaatan ruang kawasan
hutan pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dan Rencana
Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) dengan memperhatikan peraturan
perundangan yang berlaku dan karakteristik sumberdaya pada wilayah
masing-masing. Pemanfatan ruang kawasan hutan nasional ke depan
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor
P.49/Menhut-II/2011 tanggal 28 Juni 2011 tentang Rencana Kehutanan
Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030, diarahkan menjadi 6 (enam)
arahan makro sebagaimana pada Tabel 5 1.
Tabel 5-1 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTN
NO ARAHAN KRITERIA UMUM
1. Kawasan untuk Konservasi
Seluruh kawasan konservasi dan usulan kawasan konservasi
2. Kawasan untuk Perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut
Hutan Lindung (HL) dengan Penutupan Hutan Primer, Hutan Sekunder
dan Hutan mangrove
Hutan Lindung dan Produksi yang merupakan area gambut dengan
kedalaman 2 meter atau lebih, yang tidak dibebani izin pemanfaatan
kawasan hutan
3. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan hutan dalam wilayah DAS kritis dan areal
pertambangan.
4. Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala Besar
Kawasan hutan yang dibebani izin pemanfaatan serta Hutan
Produksi dengan penutupan Hutan Primer, Hutan Skunder, Hutan
Tanaman, semak belukar dan lahan garapan yang tidak berizin dengan
luas lebih dari 7500 hektar.
5. Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala Kecil
Kawasan hutan yang dibebani izin pemanfaatan berbasis masyarakat
serta Hutan Produksi atau Hutan Lindung dengan penutupan Hutan
Sekunder, Hutan Tanaman, semak belukar dan lahan garapan yang tidak
berizin dengan luas kurang dari 7500 hektar dan berada sekitar 0-10
km dari area pemukiman.
6. Kawasan untuk Non Kehutanan
Hutan Produksi yang dapat dikonversi dengan penutupan hutan
selain hutan Primer dan Sekunder, tidak bergambut lebih dari dari 2
meter, serta tidak dibebani izin pemanfaatan hutan .
Pemanfatan ruang kawasan hutan nasional selanjutnya dijabarkan
lagi dalam ruang kawasan hutan provinsi Jawa Tengah sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 46 Tahun 2012
tanggal 28 September 2012 tentang Rencana Kehutanan Tingkat
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2030, menjadi 6 (enam) arahan
spasial dalam Tabel 5 2.
-
19
Tabel 5-2 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTP Jawa Tengah
NO ARAHAN KRITERIA UMUM
1. Kawasan untuk Konservasi
Seluruh kawasan konservasi dan usulan kawasan konservasi
2. Kawasan untuk Perlindungan
Kawasan Hutan Lindung
Hutan Mangrove/payau
3. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan hutan dalam wilayah DAS dengan kriteria agak kritis,
kritis & sangat kritis yang berada di hulu,tengah & hilir
DAS
Areal pertambangan. 4. Kawasan untuk
Pengusahaan Kawasan hutan produksi atau produksi terbatas
dengan
kriteria potensial kritis dan tidak kritis yang berada di hulu,
tengah dan hilir DAS, dan bukan areal pertambangan.
5. Hutan Rakyat untuk Perlindungan
Area di luar kawasan hutan dengan kriteria kawasan lindung
fisiografis, kawasan resapan air, sempadan sungai/saluran, sempadan
pantai, sempadan danau/ waduk, dan kawasan lindung karst.
Area di luar kawasan hutan yang rawan bencana longsor. 6. Hutan
Rakyat
untuk Budidaya Area di luar kawasan hutan berupa hutan
tanaman,
pertanian lahan kering atau pertanian lahan kering campur semak,
dalam wilayah DAS dengan kriteria agak kritis, kritis, sangat
kritis, potensial kritis dan tidak kritis yang berada di hulu,
tengah dan hilir DAS.
Mengacu pada arahan spasial pada RKTN dan RKTP Jawa Tengah
dilakukan analisis spasial terhadap hasil overlay peta-peta tematik
Kabupaten dengan skala 1:100.000, meliputi peta kawasan hutan, peta
morfologi DAS, peta lahan kritis, peta kelas perusahaan, peta
kawasan pertambangan, peta hutan rakyat dan peta kawasan
lindung di luar kawasan hutan.
5.2. Analisis Spasial di Kabupaten Kebumen
Hasil tumpangsusun (overlay) untuk ruang kawasan hutan di
Kabupaten Kebume n diklasifikasikan menjadi 5 (lima) arahan spasial
sebagaimana Tabel 5 3.
Tabel 5-3 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTK Kabupaten
Kebumen
NO ARAHAN KRITERIA UMUM
1. Kawasan untuk Perlindungan
Kawasan Hutan Lindung
2. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan hutan dalam wilayah DAS dengan kriteria agak kritis,
kritis & sangat kritis yang berada di hulu,tengah &
-
20
hilir DAS serta areal pertambangan.
3. Kawasan untuk Pengusahaan
Kawasan hutan produksi atau produksi terbatas dengan kriteria
potensial kritis dan tidak kritis yang berada di hulu, tengah dan
hilir DAS, dan bukan areal pertambangan.
4. Hutan Rakyat untuk Perlindungan
Area di luar kawasan hutan dengan kriteria kawasan lindung
fisiografis, kawasan resapan air, sempadan sungai/saluran, sempadan
pantai, sempadan danau/ waduk, dan kawasan lindung karst.
Area di luar kawasan hutan yang rawan bencana longsor.
5. Hutan Rakyat untuk Budidaya
Area di luar kawasan hutan berupa hutan tanaman, pertanian lahan
kering atau pertanian lahan kering campur semak, dalam wilayah DAS
dengan kriteria agak kritis, kritis, sangat kritis, potensial
kritis dan tidak kritis yang berada di hulu, tengah dan hilir
DAS.
Pemanfaatan sumberdaya hutan pada kriteria lahan tersebut
diarahkan dengan tujuan sebagai berikut :
Tabel 5-4. Arahan Pemanfaatan Hutan di Kabupaten Kebumen
NO ARAHAN PEMANFAATAN
1. Kawasan untuk Perlindungan
Kawasan ini diarahkan untuk perlindungan hidroorologis, Carbon
stock, namun pemanfaatan secara terbatas dapat dilakukan tanpa
meninggalkan tujuan utamanya.
2. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan ini diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena
kondisinya berada dalam wilayah DAS kritis dan areal pertambangan.
Apabila proses rehabilitasinya telah selesai dapat dilakukan
pemanfaatan sesuai fungsi dan arahan pemanfaatannya.
3. Kawasan untuk Pengusahaan
Kawasan ini tujuan utamanya untuk pengusahaan hutan. Pada
kawasan ini diharapkan peran serta dan akses masyarakat terhadap
sumber daya hutan menjadi terbuka.
4. Hutan Rakyat untuk Perlindungan
Area ini diarahkan untuk perlindungan hidroorologis, Carbon
stock. Pemanfaatan secara terbatas dapat dilakukan melalui
pemberian insentif dan disinsentif kepada masyarakat.
5. Hutan Rakyat untuk Budidaya
Area ini diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena
kondisinya berada dalam wilayah DAS kritis. Apabila proses
rehabilitasinya telah selesai dapat dilakukan pemanfaatan sesuai
fungsi dan arahan pemanfaatannya.
Area ini dapat diarahkan untuk pengusahaan hutan oleh
masyarakat.
-
21
Hasil analisis kawasan hutan dan hutan rakyat secara spasial
menghasilkan data luas arahan indikatif RKTK Kabupaten Kebumen
sebagaimana disajikan pada Tabel 5 5.
Tabel 5-5 Luas Arahan Indikatif RKTK Kabupaten Kebumen
NO ARAHAN LUAS (Ha)
1. Kawasan untuk Perlindungan a. Hutan Lindung b. Kawasan
lindung di Hutan Produksi Tetap c. Kawasan Lindung di Hutan
Produksi Terbatas
9.164,10 3.843,46
218,76 5.101,88
2. Kawasan untuk Rehabilitasi a. Hutan Produksi Tetap b. Hutan
Produksi Terbatas
414,28 21,08
393,20
3. Kawasan untuk Pengusahaan a. Hutan Produksi Tetap c. Hutan
Produksi Terbatas
8.510,63 423,05
8.087,58
Jumlah Kawasan Hutan 18.089,01
4. Hutan Rakyat untuk Perlindungan 18.578,50 5. Hutan Rakyat
untuk Budidaya 12.347,50
Jumlah Hutan Rakyat 30.926,00 Total Luas Hutan 49.015,01
5.3. Analisis Spasial di Kabupaten Banyumas
Hasil tumpangsusun (overlay) untuk ruang kawasan hutan di
Kabupaten Banyumas, diklasifikasikan menjadi 5 (lima) arahan
spasial sebagaimana Tabel 5 6.
Tabel 5-6 Kriteria Penentuan Arahan Spasial RKTK Kabupaten
Banyumas
NO ARAHAN KRITERIA UMUM
1. Kawasan untuk Perlindungan
Kawasan Hutan Lindung
2. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan hutan dalam wilayah DAS dengan kriteria agak kritis,
kritis & sangat kritis yang berada di hulu,tengah & hilir
DAS serta areal pertambangan.
3. Kawasan untuk Pengusahaan
Kawasan hutan produksi atau produksi terbatas dengan kriteria
potensial kritis dan tidak kritis yang berada di hulu, tengah dan
hilir DAS, dan bukan areal pertambangan.
4. Hutan Rakyat untuk Perlindungan
Area di luar kawasan hutan dengan kriteria kawasan lindung
fisiografis, kawasan resapan air, sempadan sungai/saluran, sempadan
pantai, sempadan danau/ waduk, dan kawasan lindung karst.
Area di luar kawasan hutan yang rawan bencana longsor.
5. Hutan Rakyat untuk Area di luar kawasan hutan berupa hutan
tanaman,
-
22
Budidaya pertanian lahan kering atau pertanian lahan kering
campur semak, dalam wilayah DAS dengan kriteria agak kritis,
kritis, sangat kritis, potensial kritis dan tidak kritis yang
berada di hulu, tengah dan hilir DAS.
Pemanfaatan sumberdaya hutan pada kriteria lahan tersebut
diarahkan dengan tujuan sebagai berikut :
Tabel 5-7. Arahan Pemanfaatan Hutan di Kabupaten Banyumas
NO ARAHAN PEMANFAATAN
1. Kawasan untuk Perlindungan
Kawasan ini diarahkan untuk perlindungan hidroorologis, Carbon
stock, namun pemanfaatan secara terbatas dapat dilakukan tanpa
meninggalkan tujuan utamanya.
2. Kawasan untuk Rehabilitasi
Kawasan ini diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena
kondisinya berada dalam wilayah DAS kritis dan areal pertambangan.
Apabila proses rehabilitasinya telah selesai dapat dilakukan
pemanfaatan sesuai fungsi dan arahan pemanfaatannya.
3. Kawasan untuk Pengusahaan
Kawasan ini tujuan utamanya untuk pengusahaan hutan. Pada
kawasan ini diharapkan peran serta dan akses masyarakat terhadap
sumber daya hutan menjadi terbuka.
4. Hutan Rakyat untuk Perlindungan
Area ini diarahkan untuk perlindungan hidroorologis, Carbon
stock. Pemanfaatan secara terbatas dapat dilakukan melalui
pemberian insentif dan disinsentif kepada masyarakat.
5. Hutan Rakyat untuk Budidaya
Area ini diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena
kondisinya berada dalam wilayah DAS kritis. Apabila proses
rehabilitasinya telah selesai dapat dilakukan pemanfaatan sesuai
fungsi dan arahan pemanfaatannya.
Area ini dapat diarahkan untuk pengusahaan hutan oleh
masyarakat.
Hasil analisis kawasan hutan dan hutan rakyat secara spasial
menghasilkan data luas arahan indikatif RKTK Kabupaten Banyumas
sebagaimana disajikan pada Tabel 5 8.
Tabel 5-8 Luas Arahan Indikatif RKTK Kabupaten Banyumas
NO ARAHAN LUAS (Ha)
1. Kawasan untuk Perlindungan a. Hutan Lindung b. Kawasan
lindung di Hutan Produksi Tetap c. Kawasan Lindung di Hutan
Produksi Terbatas
10.605,71 9.121,20
315,01 1.169,50
2. Kawasan untuk Rehabilitasi a. Hutan Produksi Tetap b. Hutan
Produksi Terbatas
10.558,18 3.065,91 7.492,27
3. Kawasan untuk Pengusahaan 7.498,18
-
23
a. Hutan Produksi Tetap b. Hutan Produksi Terbatas
2.210,58 5.287,60
Jumlah Kawasan Hutan 28.662,06
4. Hutan Rakyat untuk Perlindungan 13.538,36
5. Hutan Rakyat untuk Budidaya 7.260,25 Jumlah Hutan Rakyat
20.798,61
Total Luas Hutan 49.460,67
5.4. Analisis Spasial Hutan Rakyat
Berdasarkan hasil analisis spasial hutan rakyat diperoleh arahan
pemanfaatan ruang spasial untuk hutan rakyat dalam 2 kategori yaitu
hutan rakyat untuk perlindungan dan hutan rakyat untuk budidaya.
Luasan hutan rakyat pada peta yang dihasilkan dari analisis spasial
umumnya berbeda dengan data pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) Kabupaten. Hal ini terjadi kemungkinan antara lain karena
proses pengolahan peta digital melalui metode overlay peta-peta
tematik yang ada. Namun demikian hal ini tidak menjadi masalah
karena sebenarnya pada tegakan hutan rakyat terjadi dinamika
perubahan luasan yang tinggi dimana terjadi penanaman dan
penebangan sewaktu-waktu dibutuhkan (tebang butuh) oleh pemilik
tegakan/pemilik lahan.
-
24
BAB 6 PENUTUP
Pekerjaan penyusunan peta RKTK untuk Kabupaten Kebumen dan
Banyumas telah menghasilkan peta arahan RKTK berdasarkan peta-peta
tematik yang tersedia dan sesuai persyaratan teknis yang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan. Tidak tertutup kemungkinan masih
terdapat hal-hal yang kurang sesuai karena perubahan fisik kondisi
penutupan lahan maupun kesalahan manusia (human error) di luar
kendali tim penyusun. Namun diharapkan hal-hal tersebut tidak
menjadi kendala yang berarti dalam pengambilan kebijakan secara
prinsip.
Akhirnya kami berharap laporan dan peta-peta yang dihasilkan
dapat bermanfaat sebagai bahan dalam proses penyusunan dokumen RKTK
untuk menyusun rencana detail dari setiap arahan pemanfaatan lahan
serta penentuan kebijakan perencanaan hutan pada umumnya.