BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek pabrik pabrik rokok PT. Gudang Jember Tbk. ini dimaksudkan untuk mendukung dan memperlancar proyek pengembangan potensi pabrik rokok yang berada di wilayah Kecamatan Ajung Kabupaten Jember. Hal ini sesuai dengan rencana produksi rokok besar-besaran yang berada dalam wilayah pertanian tembakau yang diperuntukan sebagai kawasan industri rokok. Sehingga keberadaan kegiatan tersebut diharapkan dapat memacu pertumbuhan pembangunan dan perkembangan wilayah Kabupaten Jember. Dampak penting yang diperkirakan akan timbul setelah pelaksanaan proyek ini dapat terjadi pada berbagai komponen lingkungan yang meliputi komponen fisika-kimia, biologi serta sosial ekonomi, sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat. Dampak yang diperoleh dapat berupa dampak positif maupun negatif baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dalam skala ruang dan waktu yang berbeda sesuai dengan tahapan pelaksanaan proyek. Dampak negatif yang diperkirakan akan terjadi dapat diminimalkan atau diperkecil melalui pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berupa tindakan atau upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting yang bersifat negatif dan meningkatkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proyek pabrik pabrik rokok PT. Gudang Jember Tbk. ini dimaksudkan untuk
mendukung dan memperlancar proyek pengembangan potensi pabrik rokok yang
berada di wilayah Kecamatan Ajung Kabupaten Jember. Hal ini sesuai dengan
rencana produksi rokok besar-besaran yang berada dalam wilayah pertanian
tembakau yang diperuntukan sebagai kawasan industri rokok. Sehingga
keberadaan kegiatan tersebut diharapkan dapat memacu pertumbuhan
pembangunan dan perkembangan wilayah Kabupaten Jember.
Dampak penting yang diperkirakan akan timbul setelah pelaksanaan proyek
ini dapat terjadi pada berbagai komponen lingkungan yang meliputi komponen
fisika-kimia, biologi serta sosial ekonomi, sosial budaya dan kesejahteraan
masyarakat. Dampak yang diperoleh dapat berupa dampak positif maupun negatif
baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dalam skala ruang dan waktu yang
berbeda sesuai dengan tahapan pelaksanaan proyek.
Dampak negatif yang diperkirakan akan terjadi dapat diminimalkan atau
diperkecil melalui pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berupa
tindakan atau upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi
dampak penting yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif dan
pelaksanaan pemantauan lingkungan hidup yang berupa tindakan pemantauan
terhadap perubahan komponen atau parameter lingkungan hidup sebagai dampak
penting yang akan timbul sebagai akibat pelaksanaan proyek.
Guna melaksanakan pengelolaan lingkungan yang baik sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang diharapkan, diperlukan pedoman atau petunjuk pelaksanaan
sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan berupa
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL).
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) merupakan
bagian dokumen AMDAL proyek pabrik rokok PT. Gudang Jember Tbk. yang
wajib disusun dan dilaksanakan oleh pemrakarsa dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan lingkungan kawasan wisata pantai. Pelaksanaan RKL juga diperlukan
bagi pihak lain yang berkepentingan antara lain:
Institusi Pemerintah sebagai perencana kegiatan pelaksana dan pengawas
pembangunan serta pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pabrik rokok
dan sekitarnya.
Masyarakat di sekitar lokasi pabrik rokok terutama yang akan terkena
dampak penting.
Pemerhati lingkungan termasuk LSM, pakar dan masyarakat umum
lainnya.
1.2 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan RKL
Tidak semua proyek atau rencana kegiatan wajib dilengkapi dengan
AMDAL. Daftar kegiatan yang wajib dilengkapi studi AMDAL dapat dilihat
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KepMen LH) No. 17
Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan AMDAL atau dapat juga diperoleh dari kantor Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) atau pemerintah daerah yang bersangkutan. Apabila
rencana kegiatan mendapat izin dan melanjutkan pelaksanaan kegiatan,
pemrakarsa diwajibkan melakukan hal-hal yang telah tertera dalam:
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) untuk mengendalikan
dampak
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) untuk memantau
dampak
RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah,
mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang
bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana
suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-
dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian ANDAL.
1.3 Kegunaan Dilaksanakan Pemantauan Lingkungan Hidup
1.3.1 Bagi pemerintah, AMDAL bermanfaat untuk:
Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan serta
pemborosan sumber daya alam secara lebih luas.
Menghindari timbulnya konflik dengan masyarakat dan kegiatan lain di
sekitarnya.
Menjaga agar pelaksanaan pembangunan tetap sesuai dengan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
Bahan bagi rencana pengembangan wilayah dan tata ruang.
1.3.2 Bagi pemrakarsa, AMDAL bermanfaat untuk:
Menjamin keberlangsungan usaha dan/atau kegiatan karena adanya
proporsi aspek ekonomis, teknis dan lingkungan.
Menghemat dalam pemanfaatan sumber daya (modal, bahan baku, energi).
Dapat menjadi referensi dalam proses kredit perbankan.
Memberikan panduan untuk menjalin interaksi saling menguntungkan
dengan masyarakat sekitar sehingga terhindar dari konflik sosial yang
saling merugikan.
Sebagai bukti ketaatan hukum, seperti perijinan.
1.3.3 Bagi masyarakat, AMDAL bermanfaat untuk:
Mengetahui sejak dini dampak positif dan negatif akibat adanya suatu
kegiatan sehingga dapat menghindari terjadinya dampak negatif dan dapat
memperoleh dampak positif dari kegiatan tersebut.
Melaksanakan kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya
pengelolaan lingkungan yang dilakukan pemrakarsa kegiatan, sehingga
kepentingan kedua belah pihak saling dihormati dan dilindungi.
Terlibat dalam proses pengambilan keputusan terhadap rencana
pembangunan yang mempunyai pengaruh terhadap nasib dan kepentingan
mereka.
1.4. Kedudukan RKL dalam AMDAL
Menurut Suratmo, (1999) kedudukan RKL dalam AMDAL dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Penanganan dampak harus mencakup pertimbangan lingkungan.
2. Beberapa jenis dampak hanya memerlukan cara penanganan yang
sederhana, dan dampaknya terhadap lingkungan adalah kecil.
3. Penanganan dampak dimulai dan pemilihan alternatif.
4. Penanganan dampak memerlukan biaya.
5. Kebanyakan pemrakarsa tidak berminat untuk mengembangkan ditapak
positif oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan upaya pengelolaan
dampak positif.
1.5. Peraturan Perundang-undangan
Dalam penyempurnaan Studi AMDAL, beberapa peraturan-peraturan yang
digunakan sebagai acuan adalah peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh
Pemerintah RI untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
diantaranya :
1. Undang –Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Undang-undang RI No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
hidup
3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan
4. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
Kep-02/MENKLH/I/1998 Tentang Pedoman Penentuan Baku Mutu
Lingkungan
5. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
Kep-14/MENKLH/3/1994 Tentang Pedoman Umum Penyusunan
AMDAL
6. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
Kep-13/MENKLH/3/1994 Tentang Pedoman Penyusunan Keanggotaan
dan Tata Kerja Komisi AMDAL
7. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
Kep-14/MENKLH/3/1994 Tentang Pedoman Umum Penyusunan
AMDAL
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
Kep-39/MENLH/08/1996 Tentang Jenis Kegiatan Yang Harus Dilengkapi
Dengan AMDAL
9. Keputusan Kepala BAPEDDAL No. Kep-056 Tahun 1994 Tentang
Pedoman Penentuan Dampak Penting
10. Keputusan Kepala BAPEDDAL No. 299/II/1996 Tentang Pedoman
Teknia Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL
11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2010
Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu
Menteri Negara Lingkungan Hidup
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu;
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air
Limbah bagi Industri Rokok dan/atau Cerutu.
Pasal 1
1. Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
2. Industri rokok dan/atau cerutu adalah usaha dan/atau kegiatan di
bidang pengolahan tembakau dan/atau bahan campuran lainnya
menjadi rokok dan/atau cerutu.
3. Proses primer basah adalah proses pengolahan cengkeh dan/atau
tembakau yang menggunakan air dalam proses perendaman.
4. Proses primer kering adalah proses pengolahan cengkeh dan/atau
tembakau yang menggunakan steam untuk melembabkan olahan
cengkeh dan/atau tembakau.
5. Proses sekunder adalah proses lanjutan dari proses primer pada
produksi rokok dan/atau cerutu yang antara lain meliputi proses
pelintingan, pengepakan sampai proses akhir.
6. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari limbah
domestik industri rokok dan/atau cerutu seperti limbah yang
berasal dari MCK dan penggunaan air lainnya yang diperuntukkan
untuk karyawan industri tersebut.
7. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air,
sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
8. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional.
9. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang
berwujud cair.
10. Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur
dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
11. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas
ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
12. Pemanfaatan kembali adalah penggunaan kembali air limbah
industri rokok dan/atau cerutu yang telah diproses di instalasi
pengolahan air limbah dan/atau instalasi lainnya untuk proses
produksi dan/atau proses pendukung produksi.
13. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih di outlet instalasi
pengolahan air limbah dan/atau outlet instalasi pengolah air limbah
industri rokok dan/atau cerutu lainnya dan/atau inlet pemanfaatan
yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan
baku mutu air limbah.
14. Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses
produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi
sebagaimana mestinya karena adanya kerusakan dan/atau tidak
berfungsinya peralatan tersebut.
15. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan
proses produksi dan/atau instalasi pengelolaan air limbah tidak
beroperasi sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam,
kebakaran, dan/atau huru-hara.
16. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur
pencemar dalam air limbah yang diperbolehkan dibuang ke
sumber air.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
(1) Baku mutu air limbah bagi industri rokok dan/atau cerutu terbagi
dalam empat kategori yang meliputi:
a. Kategori I, sumber air limbah yang berasal dari proses primer
basah dan sumber air limbah yang berasal dari proses sekunder,
termasuk sumber air limbah yang hanya berasal dari proses primer
basah
b. Kategori II, air limbah industri kategori I digabung dengan air
limbah domestik
c. Kategori III, sumber air limbah yang berasal dari proses primer
kering dan/atau sumber air limbah yang berasal dari proses
sekunder, termasuk industri cerutu dan industri rokok tanpa
cengkeh, dan
d. Kategori IV, air limbah industri kategori III digabung dengan air
limbah domestik
(2) Baku mutu air limbah bagi industri rokok dan/atau cerutu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan kadar
maksimum.
Pasal 3
Baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini setiap saat tidak boleh dilampaui.
Pasal 4
(1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan:
a) baku mutu air limbah bagi industri rokok dan/atau cerutu dengan
ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini; dan/atau
b) parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat
persetujuan Menteri.
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui.
(4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai
dengan alasan penolakan.
(5) Baku mutu air limbah dan/atau penambahan parameter sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
Pasal 5
Dalam hal pemerintah daerah provinsi menetapkan baku mutu air limbah
bagi industri rokok dan/atau cerutu lebih ketat dari baku mutu air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diberlakukan baku mutu air
limbah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi.
Pasal 6
Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari
industri rokok dan/atau cerutu mensyaratkan baku mutu air limbah lebih
ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 4 ayat (1), diberlakukan baku mutu air
limbah bagi industri rokok dan/atau cerutu sebagaimana yang
dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan UPL.
Pasal 7
Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi industri
rokok dan/atau cerutu mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat
daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1), Pasal 4 ayat (1), atau Pasal 6 diberlakukan baku mutu air limbah
berdasarkan hasil kajian.
Pasal 8
a. Penanggung jawab industri rokok dan/atau cerutu wajib:
b. memenuhi baku mutu air limbah
c. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang
dibuang tidak melampaui baku mutu air limbah
d. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak
terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
e. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah pada inlet instalasi
pengolahan air limbah dan outlet instalasi pengolahan air limbah
serta inlet pemanfaatan kembali apabila air limbah yang dihasilkan
dimanfaatkan kembali;
f. melakukan pencatatan debit harian air limbah baik untuk air
limbah yang dibuang ke sumber air dan/atau laut, dan/atau yang
dimanfaatkan kembali;
g. melakukan pencatatan pH harian air limbah; tidak melakukan
pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
h. melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian
senyatanya;
i. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran
limpasan air hujan;
j. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
k. memeriksakan kadar parameter air limbah ini secara berkala
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan di laboratorium
yang terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian Negara
Lingkungan Hidup
l. menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian,
penggunaan bahan baku, jumlah produk harian, dan kadar
parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, huruf
f, huruf h, dan huruf k secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan
kepada gubernur dan Menteri serta instansi lain yang terkait sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
m. melaporkan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada
gubernur dan Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau
keadaan darurat yang mengakibatkan baku mutu air limbah
dilampaui serta rincian upaya penanganannya paling lambat 2 X
24 jam.
Pasal 9
(1) Bupati/walikota wajib mencantumkan baku mutu air limbah