67 Bab 4 Faktor-Faktor Penggerak Praktik Ritual dan Pandangan Kejawen tentang Ritual Gunung Kemukus Ritual ngalap berkah adalah usaha yang dilakukan seseorang dalam mencari peruntungan melalui permohonan kepada kekuatan-keuatan roh leluhur yang mereka percaya memiliki kekuatan supranatural melalui praktik ritual. Dari penelitian lapangan yang telah diperoleh ada bebarapa hal mendasar yang mempengaruhi seseorang melakukan ritual ngalap berkah secara khusus ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus. 4.1. Faktor-faktor seseorang melakukan ritual di Gunung Kemukus 4.1.1. Sistem kepercayaan Ritual ngalap berkah Gunung Kemukus pada esensinya merupakan bentuk pemujaan kepada roh dan kepercayaan kepada benda-benda yang dikeramatkan (animism dan dinamisme) yang dilakukan dengan cara mengunjungi makam leluhur dan menaikan doa yang disertai dengan sesaji berupa bunga dan kemenyan. Melalui ritual ini mereka berharap roh-roh leluhur yang dianggap memiliki kesaktian dapat membantu mereka. Dalam kepercayaan Jawa, roh leluhur dan benda-benda disekitar manusia dipercaya memiliki kekuatan sakti yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan sebaliknya. 1 Dalam ritual ini setidaknya ada satu bentuk negosiasi dengan makhluk supranatural agar kekuatan adikodrati tersebut mau diajak bekerjasama. Bentuk take and give menjadi landasan berpikir dalam praktik 1 S. Endraswara, Mistik Kejawen, 78.
20
Embed
Ritual Ngalap Berkah Gunung Kemukus dalam …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10525/4/T2...tentang Ritual Gunung Kemukus Ritual ngalap berkah adalah usaha yang dilakukan seseorang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
67
Bab 4
Faktor-Faktor Penggerak Praktik Ritual dan Pandangan Kejawen
tentang Ritual Gunung Kemukus
Ritual ngalap berkah adalah usaha yang dilakukan seseorang dalam
mencari peruntungan melalui permohonan kepada kekuatan-keuatan roh
leluhur yang mereka percaya memiliki kekuatan supranatural melalui praktik
ritual. Dari penelitian lapangan yang telah diperoleh ada bebarapa hal
mendasar yang mempengaruhi seseorang melakukan ritual ngalap berkah
secara khusus ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus.
4.1. Faktor-faktor seseorang melakukan ritual di Gunung Kemukus
4.1.1. Sistem kepercayaan
Ritual ngalap berkah Gunung Kemukus pada esensinya merupakan
bentuk pemujaan kepada roh dan kepercayaan kepada benda-benda yang
dikeramatkan (animism dan dinamisme) yang dilakukan dengan cara
mengunjungi makam leluhur dan menaikan doa yang disertai dengan sesaji
berupa bunga dan kemenyan. Melalui ritual ini mereka berharap roh-roh
leluhur yang dianggap memiliki kesaktian dapat membantu mereka. Dalam
kepercayaan Jawa, roh leluhur dan benda-benda disekitar manusia dipercaya
memiliki kekuatan sakti yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan
sebaliknya.1 Dalam ritual ini setidaknya ada satu bentuk negosiasi dengan
makhluk supranatural agar kekuatan adikodrati tersebut mau diajak
bekerjasama. Bentuk take and give menjadi landasan berpikir dalam praktik 1 S. Endraswara, Mistik Kejawen, 78.
68
pemujaan roh-roh leluhur. Cara berpikir seperti ini terlihat dari keyakinan
bahwa dengan mendoakan arwah leluhur maka mereka akan mendapatkan
kebaikan juga dari roh para leluhur. Keyakinan inilah yang sampai saat ini
yang menjadi dorongan seseorang harus menghormati dan mendoakan roh
leluhur, sebab dimungkinkan akan memberikan sawab berkah (daya
keberuntungan). Tindakan ritual ini sebagai cara untuk memohon berkah,
untuk meminta kejelasan suatu keputusan yang sulit, memohon kenaikan
pangkat, penglarisan.
Fenomena ritual ngalap berkah yang masih bisa dijumpai ditengah
masyarakat sampai saat ini memperlihatkan bahwa kesatuan masyarakat Jawa
dengan alam adikodrati dalam hubungannya antara manusia dan roh-roh
gaib,2 masih kuat. Sebagaimana yang masih dipraktikan dan menjadi
keyakinan dalam masyarakat bahwa roh-roh leluhur mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan mereka, maka perlu menjalin hubungan dengan roh-roh
leluhur. Roh nenek moyang dipuja dan dipanggil oleh para keturunannya
untuk memberi nasihat kepada mereka mengenai persoalan rohaniah dan
material. Makam adalah tempat untuk melakukan kontak dengan keluarga
yang masih hidup dan ditempat itu para keturunannya melakukan hubungan
secara simbolik dengan roh yang sudah meninggal.
Disisi lain praktik ritual ngalap berkah, memperlihatkan bentuk
penggabungan dua sistem kepercayaan yaitu system religi Jawa dan sistem
kepercayaan Islam. Di satu sisi mereka mengakui dan memeluk agama Islam
di sisi lain mereka masih taat dan mempraktikan sistem kepercayaan Jawa. 2 M. Suseno, Etika Jawa, 87.
69
Dalam analisa Clifford Geertz, kelompok masyarakat yang demikian disebut
abangan dimana dalam sistem kepercayaan masyarakat menggabungkan
sistem kepercayaan Islam dengan unsur-unsur kepercayaan asli Jawa yang
berkaitan dengan dunia roh, termasuk roh-roh nenek moyang.3 Dipihak lain
Magnis Suseno menyebutnya sebagai kelompok Kejawen.4 Dua sistem
kepercayaan yang dipraktikan menunjukan adanya sikap sikap yang saling
terbuka pelaku ritual terhadap bentuk sistem kepercayaannya. Praktik ritual
ngalap berkah mungkin bertentangan dengan sistem kepercayaan dalam
agama-agama formal. Tetapi, bagi masyrakat Jawwa secara relative
masuknya nilai-nilai agama formal tidak menghadirkan konflik dengan unsur
agama Jawa asli atau sebaliknya.5 Maka tidak heran saat ini muncul istilah
Hindu-Jawa, Islam-Jawa atau Kristen Jawa yang yang memperagakan dua
sistem kepercayaan.
4.1.2. Kepercayaan kepada Mitos
Praktik ritual “ngalap berkah” Gunung Kemukus tidak dapat
dipisahkan dari mitos yang sudah lama beredar dan telah menjadi
kepercayaan oleh sebagian masyarakat. Mitos menceritakan tokoh-tokoh
adikodrati dengan tindakan-tindakan yang dianggap luar biasa, penuh dengan
keunikan dan sarat misteri. Walaupun kisah dalam mitos sulit untuk
dibuktikan kebenarannya, namun mitos tetap dihayati dan menjadi
3 Soetarman, Komunitas Sadrakh dan akar Kontekstualnya , 24-26. 4M. Suseno, Etika Jawa, (Jakarta: Gramedia, 1993), 11. 5 Ign. Gatut Saksono, Tuhan dalam Budaya Jawa. (Yogyakarta: Kaliwangi,2014), 63.
70
kepercayaan masyarakat Jawa. Seperti halnya mitos tentang Gunung
Kemukus yang benar-benar telah mempengaruhi seseorang melakukan ritual.
Seperti dalam cerita mitos Gunung Kemukus, yang menceritakan
cinta terlarang antara Pangeran Samudro dan ibunya, kemudian adanya wasiat
dari tokoh mitos, dengan meniru perbuatannya ditempat ini maka
keinginannya dapat tercapai jika dilakukan sampai tujuh kali, telah
mendorong seseorang melakukan ritual. Dengan penghayatan dan
kepercayaan kepada mitos, maka mitos tetap menjadi satu rujukan atau
tuntunan dalam praktik ritual sehingga tumbuh keyakinan bahwa dengan
melakukan ritual seperti dalam tuntunan mitos keinginan seseorang dapat
terwujud.
Karena penghayatan dan keyakinan, mitos tidak dapat dihilangkan
karena sudah menjadi satu dalam kebudayaan masyarakat. Seperti pendapat
Malinowski, realitas mitos yang sulit dihapus menunjukan bahwa mitologi
dari suatu masyarakat sebagai kumpulan cerita yang benar-benar terjalin
dengan kebudayaan mereka, yang menyuarakan keyakinannya, menentukan
ritus, yang berlaku sebagai peta peraturan social maupun sebagai model
tingkah laku moral.6 Dalam praktik ritual ngalap berkah Gunung Kemukus,
terlihat bagaimana mitos berfungsi sebagai rujukan dan tuntunan ritual
walaupun ada usaha untuk menghapusnya dengan cerita-cerita yang dianggap
lebih benar dan bermoral oleh masyarakat sekuler. Usaha inipun mengalami
kesulitan, sebab mitos telah menjadi fondasi yang kuat dan memberi jaminan
terhadap praktik ritual. Catherine Bell menyatakan bahwa ritual bergantung 6B. Mallinowski. Myth in Primitive Psychology” dalam Magic, Science and Religion, 150.
71
pada mitos, karena cerita itu menjamin setiap orang bahwa apa yang mereka
lakukan dalam ritual adalah apa yang pernah dilakukan para dewa, pahlawan,
atau nenek moyang pada masa lalu.7 Sehingga apapun bentuk praktik ritual
telah mendapatkan legalitas dari mitos. Maka, hal inilah yang kemudian
mulai muncul perdebatan dalam masyarakat ketika melihat adanya bentuk
ritual yang dipandang sebagai ketidak bermoralan.
Eliade menegaskan bahwa mitos mempunyai fungsi dalam
menentukan tuntunan yang mesti diikuti oleh semua kegiatan ritual maupun
kegiatan-kegiatan manusia misalnya; makan, seksualitas, pekerjaan,
pendidikan dan sebagainya. Semua tindakan ini adalah menirukan tindakan
para dewa dengan mengulang kembali tindakan mereka.8 Melalui pemikiran
Eliade ini dapat membantu untuk menganalisa ritual di Gunung Kemukus.
Bahwa praktik ritual di Sendang Ontrowulan dan ritual sex dipercaya sebagai
pemeragaan cerita mitos dan sebagai ketaatan menjalankan pesan-pesan yang
disampaikan oleh tokoh-dalam cerita mitos. Seperti pendapat Eliade,9 bahwa
ritual yang dibangun adalah untuk menampilkan kembali tindakan atau
perbuatan yang dilakukan oleh para dewa pada masa primordial dan terus
dipelihara dalam catatan mitologis. Konsep ini sebagai pijakannya dalam
melihat tidak adanya ketidakmoralan dari setiap pemeragaan cerita dalam
mitos walaupun oleh masyarakat sekuler sebagai ritual yang amoral.
Pemeragaan kepercayaan merupakan tindakan yang sakral dan dikehendaki
oleh makhluk supranatural. Seperti halnya dalam praktik ritual sex Gunung 7Catherine Bell. Ritual Perspective and Dimension, (New York: Oxford University Press, Inc. 2009), 11. 8M. Eliade, Sacred and Profane, 98. 9Chaterine Bell, Ritual Perspectiveand Dimension, 11.
72
Kemukus, praktik ritual sex dihayati sebagai tindakan yang dikehendaki dan
dijamin oleh para leluhur dalam cerita mitos. Praktik ritual ini menjadi bagian
yang sakral dalam sistem keprcayaan, walaupun oleh masyarakat sekuler
praktik ini dipandang sebagai ketidakbermoralan. Seperti pandangan Eliade,
meskipun pandangan dunia sekuler (profan) tindakan ritual dipandang
amoral, namun ketika ritual itu sebagai pemeragaan dari cerita dalam mitos
dan menjadi bagian dalam wilayah yang sacral, maka ritual tersebut tidak
dapat dikatakan amoral.10 Tetapi, praktik berhubungan intim akan memiliki
makna yang berbeda jika tindakan itu dilakukan dengan tujuan, tempat dan
waktu berbeda. Seperti dalam praktik ritual sex di Gunung Kemukus, dari
sebagian masyarakat dan pelaku ritual tetap meyakini bahwa ritual sex bukan
tindakan yang amoral. Hal ini membuka kesadaran untuk melihat keyakinan
seseorang, seperti pendapat G. Strehlow, bahwa tindakan-tindakan ritual yang
sedemikian rupa memang dikehendaki leluhur mereka.11
Ritual sebagai pemeragaan dari cerita mitos yang masih dipraktikan
menunjukan bahwa mitos benar-benar dihayati oleh masyarakat meskipun
muncul cerita-cerita baru yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Misalnya
dalam ritual di Gunung Kemukus, meskipun Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kab. Sragen menerbitkan buku sejarah Gunung Kemukus dan
terbitnya Perda No.2 Tahun 2012 yang mengatur ritual di Gunung Kemukus
terlihat belum dapat menggantikan mitos sebagai pemandu praktik ritual. Hal
ini ditunjukan dalam setiap pemeragaan ritual masih menganut mitos yang
10M. Eliade, Mitos Gerak Kembali Yang Abadi/ The Myth Of The Eternal Return Or, Cosmos And History,Terj; Cuk Ananta, 28. 11M. Dhavamony, Fenomenologi Agama, 153.
73
tetap mereka hayati. Maka dapat ditarik kesimpulan praktik ritual tidak dapat
dipisahkan dari keyakinan dan penghayatan kepada mitos.
4.1.3. Keinginan berprestasi
Setiap manusia selalu memiliki dorongan atau keinginan yang kuat
untuk mencapai hasil maksimal dari setiap pekerjaan yang dilakukannya.
Terkait dengan ritual ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus adalah salah
satu cara seseorang untuk mencapai prestasi atau hasil yang maksimal. Dari
data penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar para pelaku ritual
adalah pedagang. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mereka melakukan
ritual yang pada dasarnya untuk mendapatkan prestasi dari pekerjaannya.
Ritual sebagai cara untuk mendapatkan;
a. Pelarisan
Mencari penglarisan adalah salah tujuan dari para pelaku ritual ngalab
berkah di Gunung Kemukus. Hal ini dilatar belakangi pekerjaan
mereka yang bergerak dalam perdagangan. Sepinya pasar yang
berdampak pada pendapatan dan persaingan pasar menjadi salah alasan
mereka melakukan ritual di Gunung Kemukus supaya usaha
dagangnya laris.
b. Mendapatkan wahyu
Tujuan pelaku ritual berikutnya adalah sebagai cara untuk
mendapatkan petunjuk terhadap situasi yang sedang dihadapi oleh
pelaku ritual dalam usaha-usaha perdagangan yang mereka geluti.
74
Biasanya untuk mendapatkan petunjuk (Jawa:wangsit), mereka
meluangkan waktu sampai beberapa hari untuk mendapatkan petunjuk-
petunjuk gaib. Petunjuk yang didapatkan melalui ritual akan dijadikan
tuntunan dalam pekerjaan, misalnya perihal dimana mereka harus
berdagang dan hal-hal apa saja yang perlu mereka lakukan supaya
mencapai keberhasilan.
c. Mempertahankan keberhasilan
Tujuan lain dari pelaku ritual adalah sebagai upaya untuk
mempertahankan keberhasilan yang saat ini sudah tercapai. Biasanya,
praktik ini dilakukan oleh mereka yang sudah mencapai keberhasilan
dalam pekerjaannya. Mereka menganggap bahwa keberhasilan yang
telah dicapai berkat bantuan dari roh-roh leluhur. Maka,untuk menjaga
keberhasilan atau mempertahankannya mereka masih berkeyakinan
untuk memohon bantuan roh-roh leluhur. Praktik ritual tetap dilakukan
secara rutin ditempat ini. Dengan melihat praktik ini, menunjukan
bahwa hubungan yang dibangun seseorang dengan roh-roh leluhur ini
tidak berhenti ketika keinginannya sudah tercapai tetapi bisa
berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
d. Mengembangkan usaha.
Dari alasan untuk mempertahankan keberhasilan, disisi lain ritual ini
dilakukan sebagai cara untuk mengembangkan usaha seseorang
dibidang usaha lain yang berkaitan dengan perdagangan.
75
Setelah memperhatikan tujuan dan alasan para pelaku ritual, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mendorong sesorang melakukan
ritual di Gunung Kemukus adalah keinginan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dari pekerjaan mereka. Melalui praktik ritual tersebut seseorang
mengharapkan adanya jaminan keberhasilan atas usaha mereka, kemajuan
usaha dan melindungi keberhasilan yang telah dicapai dari roh roh adikodrati.
Hal ini menunjukan bahwa prinsip-prinsip ekonomi Jawa, juga dilandasi
ritual mistik kejawen.12 Dapat dikatakan bahwa dunia ekonomi Jawa
terkadang berbau sakral, tak sedikit para pelaku ekonomi Jawa yang
melakukan ritual dalam rangka mencari pelarisan dan pesugihan. Dua tradisi
yang biasanya ditempuh melalui riual-ritual. Disisi lain hiruk pikuk praktik
ritual ngalap berkah di Gunung Kemukus menunjukan orientasi manusia
terhadap masalah yang bersifat materialism. Tujuan mereka sebisa mungkin
mendapatkan pencapaian prestasi yang dapat diukur dengan seberapa banyak
materi yang dapat diraih. Sebisa mungkin mereka menghindari dari hukum
alam yang sebenarnya tidak dapat ditolak manusia.
4.2. Faktor-faktor penyebab terjadinya pergesaran nilai ritual di Gunung
Kemukus
Dalam penelitian The Interpretation of Cultures: Selected Essays,
karya Clifford Geertz dalam sebuah penelitian ritual sabung ayam di Bali
melihat bahwa ada beberapa aspek kepentingan yang muncul didalam ritual
antara lain kepentingan interaksi social, kepentingan ekonomi, kepentingan
12 Endraswara, Mistik Kejawen, 287-288.
76
politik, kelompok social dan prsestise.13 Demikian halnya yang telah terjadi
dalam ritual Gunung Kemukus, bahwa nilai-nilai dan makna ritual semakin
tergerus dengan ditandai perubahan-perubahan dalam masyarakat. Perubahan
nilai terlihat dari ritual sebagai tindakan yang sacral menjadi tindakan yang
profane. Beberapa hal telah mempengaruhi terjadinya perubahan nilai dari
ritual. Dalam melihat perubahan yang terjadi dalam masyarakat, Sztompka
melihat bahwa perubahan disebabkan oleh masyarakat yang selalu berubah
disemua tingkat kompleksitas internalnya.14 Dikatakan bahwa masyarakat
bukan sebuah kesatuan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling
terkait bertingkat ganda yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Ada
beberapa komponen sebagai unit analisis Sztompka,15 yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosial antara lain:
a. Perubahan komposisi penduduk
b. Perubahan struktur; terciptanya ketimpangan, kristalisasi kekuasaan,
munculnya ikatan persahabatan, terbentuknya kerja sama ataupun
hubungan kompetitif.
c. Perubahan fungsi, misalnya, spesialisasi dan digerensiasi pekerjaan,
hancurnya peran ekonomi keluarga, diterimanya peran yang
diindoktrinasikan oleh sekolah atau universitas.
d. Perubahan batas, misalnya, penggabungan beberapa kelompok, atau satu
kelompok ke kelompok lain, mengendurnya kriteria keanggotaan
kelompok dan demokratisasi keanggotaan, dan penaklukan.
13 C. Geertz, The Interpretation of Cultures: Selected Essays(NY: Basic Book Inc, 1973),412- . 14 Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial.(Jakarta:Prenada, 2004), 65. 15 Ibid., 4.
77
e. Perubahan hubungan antarsub sistem, misalnya, penguasaan rezim politik
atas organisasi ekonomi, pengendalian keluarga dan keseluruhan
kehidupan privat oleh pemerintah totaliter.
f. Perubahan lingkungan, misalnya; kerusakan ekologi dan gempa bumi.
Beberapa komponen penyebab perubahan sosial oleh Sztompka tersebut,
dapat menjadi landasan untuk menganalisa faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya pergeseran nilai ritual Gunung Kemukus. Faktor-faktor tersebut antara
lain;
a. Terjadinya Perubahan fungsi.
Penetapan Gunung Kemukus sebagai obyek wisata, maka secara tidak
langsung telah mengubah kesakralan Gunung Kemukus. Perubahan status
dari tempat ritual menjadi tempat untuk umum mulai mengurangi
kesakralan tempat ini. Sebagai tempat wisata, maka secara tidak langsung
maka tempat ini tidak dapat steril dari unsur-unsur entertainment untuk
menarik lebih banyak pengunjung. Gunung Kemukus pun telah menjadi
salah satu sumber bagi pendapatan daerah. Pemasukan ini didapatkan
melalui tiket masuk sebesar Rp. 5.000,00 /orang. Keterlibatan pemerintah
setempat terhadap pengelolaan Gunung Kemukus terlihat dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata dalam mengemas acara-acara besar di Gunung
Kemukus dengan tujuan menarik pengunjung. Pembangunan infrastruktur
yang dibiayai 10 % dari pendapatan daerah dari Gunung Kemukus.
Dengan demikian, tidak salah jika pada akhirnya pengelolaan tempat ini
hanya dalam rangka menggenjot pendapatan daerah.
78
b. Terbukanya praktik prostitusi
Mitos telah menjamin praktik ritual, telah dimanfaatkan sebagai alat untuk
melegalkan praktik prostitusi. Maraknya praktik prostitusi disebabkan
beberapa hal antara lain, pertama berubahnya tempat ritual sebagai tempat
wisata sehingga tidak semua pengunjung benar-benar ingin melakukan
ritual tetapi memiliki tujuan-tujuan lain dan terkadang tidak sesuai dengan
keberadaannya sebagai tempat ritual. Kedua, kurangnya pengawasan dari
perangkat desa atau masyarakat karena sikap yang toleran meskipun
terjadi penyimpangan-penyimpangan baik yang dilakukan para
pengunjung, penduduk pribumi atau penduduk baru. Yang kemudian
berdampak pada satu pandangan bahwa Gunung Kemukus menjadi tempat
prostitusi yang dilegalkan oleh masyarakatnya sendiri.
c. Faktor kepentingan ekonomi
Kepentingan ekonomi menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran
nilai. Mitos dan ritual telah dijadikan alat untuk mendapatkan keuntungan
bagi pihak-pihak tertentu. Misalnya para pemilik warung dan pedagang
yang ingin mendapat keuntungan dengan penyediaan penginapan dan
warung makan. Sebagai penunjang untuk mendapatkan keuntungan, tidak
sedikit para pengusaha warung dan penginapan memanfaatkan pekerja sex
untuk menarik sebanyak mungkin pengunjung.
d. Terjadinya kontak dengan kebudayaan lain.
Kontak dengan kebudayaan lain ini berhubungan dengan difusi, yaitu
proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain
atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Interaksi dengan masyarakat
79
dari luar merupakan cara yang efektif tejadinya difusi, bahkan dapat
mengubah cara pandang sebuah masyarakat. Seperti yang terjadi di
Gunung Kemukus, kedatangan penduduk baru yang kurang memahami
makna ritual telah menyebabkan terjadinya pergeseran nilai ritual.
Akibatnya ritual sex dijadikan komoditas untuk keuntungan ekonomi.
e. Sikap Toleransi
Sikap toleran toleran terhadap perbuatan atau masyarakat yang berperilaku
menyimpang dan dianggap bukan sebagai pelanggaran hukum misalnya
munculnya bentuk usaha yang diperbolehkan dalam suatu masyarakat.
Ada rasa takut akan terjadi kegoyahan pada integrasi sosial yang telah ada
dimasyarakat. Sikap ini memberi peluang bagi pendatang atau pengunjung
dalam kebebaasannya melakukan bentuk tindakan apapun seperti
pembukaan rumah karaoke, praktik prostitusi tempat usaha prostitusi.
f. Munculnya kepentingan-kepentingan kelompok tertentu.
Dalam suatu masyarakat, selalu terdapat kelompok-kelompok yang
menikmati kedudukan tertentu. Biasanya, dari kedudukan itu mereka
mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu dan hak-hak istimewa.
Kelompok tertentu ini bisa sebagai individu yang ada didalam masyarakat
atau diluar masyarakat dan kelompok pemegang kekuasaan misalnya
pemerintah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadinya pergeseran
nilai disebabkan oleh perubahan komposisi yaitu pertambahan penduduk
pendatang baru, perubahan struktur yaitu peran pemerintah dalam
pengelolaan, perubahan fungsi yaitu dari tempat yang sakral menjadi ruang
80
profane, perubahan batas antara yang sakral dan profane, perubahan
hubungan antar subsistem, dan perubahan lingkungan yaitu munculnya
berbagai fasilitas entertainment yang dibangun.
4.3. Ritual ngalap berkah Gunung Kemukus dalam pandangan kejawen
Sebagaimana pendapat Eliade bahwa ritual merupakan bentuk dari
pemeragaan cerita yang diceritakan dalam mitos. Disitu Eliade tidak melihat
adanya ketidamoralan dari setiap pemeragaan cerita dalam mitos walaupun
oleh masyarakat sekuler dipandang sebagai ritual yang amoral. Lalu