Clinical Science Session PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF RINITIS ALERGI oleh: Kelompok 3 dm. Jarvikson 0810312123 dm. Yulia Efni 1110311009 dm. Deasy Archika Alvares 1110313013 Preseptor: dr. Effy Huriyati Sp. THT-KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Clinical Science Session
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF RINITIS ALERGI
oleh:
Kelompok 3
dm. Jarvikson 0810312123
dm. Yulia Efni 1110311009
dm. Deasy Archika Alvares 1110313013
Preseptor:
dr. Effy Huriyati Sp. THT-KL
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Alergi adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh respon imun pada
paparan alergen berulang seperti serbuk sari, kutu, debu, makanan, dan lain-
lain. Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitifikasi dengan
alergen yang sama serta di lepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.1
Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang sering
mengganggu orang dewasa ataupun anak-anak. The internasional Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) menyatakan bahwa kasus RA
diseluruh dunia memiliki banyak variasi di setiap negara dengan prevalensi
terendah terdapat di Iran 1,5% dan tertinggi di Nigeria 39,7%.3
Rinitis alergi sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien, produktivitas
dan aktivitas kegiatan, memberikan dampak ekonomi yang besar. Bahkan
beberapa orang dengan rhinitis alergi,sangat susah untuk keluar setiap pagi
atau ke daerah dingin. Orang-orang dengan rhinitis alergi perlu ditatalaksana
secara efisien,bukan hanya kearah medikamentosa saja,tapi perlu adanya
upaya preventif dan edukasi untuk orang-orang dengan rhinitis alergi.
Oleh karna itu,penulis tertarik untuk membahas tentang bagaimana cara
penatalaksanaan yang komprehensif pada penderita rhinitis alergi.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini membahas mengenai penatalaksaan secara komprehensif
tentang rhinitis alergi dimulai dari promotif,preventif,kuratif dan rehabilitative.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami mengenai rinitis
alergi dalam penatalaksanaannya secara komprehensif.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi kepustakaan dengan
merujuk pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi hidung
2.1.1 Anatomi Hidung
Gambar 1. Anatomi Hidung
A. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke
bawah :15
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M.
Nasalis pars allaris. Kerja otot – otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar
dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks
(akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang
terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :
Bayi- anak usia 5 tahun dosisnya 1x4 mg. Usia 6-14 tahun dosisnya 1x5 mg.
Dosis dewasa 1x10mg per hari.10
Dokter umum dapat memberikan terapi medikamentosa pada pasien rinitis
alergi, akan tetapi jika > 3 bulan setelah terapi medika mentosa diberikan tidak
ada perbaikan gejala maka tindakan selanjutnya adalah merujuk pasien ke
spesialis.13
4. Rehabilitatif
Penatalaksaan rehabilitatif pada rhinitis allergi diperlukan untuk
mengendalikan untuk kasus rhinitis allergi yang berat,dan mengganggu aktifitas
penderita. Terapi rehabilitatif pada rhinitis allergi ini,yaitu
a. Immunoterapi
Mekanisme immunoterapi dalam menekan gejala rinitis adalah dengan
cara mengurangi jumlah IgE, neutrofil, eosinofil, sel mast, dan limfosit T dalam
peredaran darah. Salah satu contoh preparat ini adalah omalizumab. Omalizumab
merupakan antibodi anti-IgE monoklonal yang bekerja dengan mengikat IgE
dalam darah.14
Penelitian menunjukkan, omalizumab berhasil menurunkan kadar IgE
bebas dan memperbaiki gejala rinitis. Uji klinis fase II memaparkan, dosis
omalizumab adalah 300 mg secara subkutan, 1 kali setiap 3-4 minggu. Secrist H
dkk dalam Journal of Experimental Medicine 2006 memaparkan, immunoterapi
dapat mengurangi IL-4 yang diproduksi oleh limfosit T CD4+. Dengan demikian,
produksi IgE pun akan berkurang.
b. Fototerapi
Alternatif terbaru yang ditawarkan bagi penderita rinitis yang tidak
mendapat respon perbaikan dengan terapi konvensional adalah fototerapi. Hal itu
dibuktikan oleh Koreck AI dkk seperti dikutip dalam Journal of Allergy and
Clinical Immunology 2005.8
Ide ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa fototerapi digunakan pada
beberapa penyakit kulit seperti psoriasis karena dapat merangsang apoptosis
limfosit T. Penelitian ini membandingkan kemampuan sinar ultraviolet dengan
cahaya tampak intensitas rendah (low-intensity visible light) dalam mengurangi
gejala rinitis. Subyek penelitian disinari sebanyak 3 kali per minggu selama 3
minggu. Dosis inisial sinar ultraviolet adalah 1,6 J/cm2 dan dinaikkan 0,25 J/cm2
setiap 3 kali pengobatan. Sedangkan cahaya tampak intensitas rendah diberikan
sebesar 0,06 J/cm2.
Hasilnya, gejala rinitis berkurang dan didapatkan pula penurunan jumlah
eosinofil, eosinophilic cationic protein (ECP) dan IL-5 pada kelompok sinar
ultraviolet daripada kelompok cahaya tampak intensitas rendah.
c. Pembedahan
Indikasi tindakan bedah terhadap pasien rinitis alergi yaitu :8
- Hipertrofi konka inferior yang resisten terhadap pengobatan
- Variasi anatomi tulang hidung dengan gangguan fungsi atau estetik
- Sinusitis kronik sekunder akibat rinitis alergi
- Bentuk berbeda dari poliposis unilateral hidung (polip koana, polip
soliter, sinusitis jamur alergi) atau polip hidung bilateral yang
resisten terhadap pengobatan
- Penyakit sinus jamur
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan jika
konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.22 Teknik operasi endoskopi
minimal invasif saat ini telah dilakukan untuk hipertrofi konka. Tindakan bedah
laser saat ini juga telah dilakukan.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Nina Erawati, Elise Kasakeyan dan Nikmah Rusmono. Rinitis Alergi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi 6. FK UI; Jakarta. 2011
2. Siedman MD, Gurgel RK, Lin SY, Schwartz SR, Baroody FM, Bonner JR,Dawson DE et al. Clinical Practic Guidline : Allergic Rhinitis. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery. America : 2014,vol 152 (S1-S43).
4. Pinto JM, Naclerio RM. Allergic Rhinitis. In: Snow JB, Ballenger JJ. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th ed. Spain: BC Decker; 2003. p 724-755.
5. Dhingra PL. Allergi Rhinitis . In : Diseases of Ear, Nose and Throat. 4th ed. Elsevier; 2010.
6. Shah SB, Emanuel IA. Non allergic and allergic rhinitis . In : Current Diagnosis and Treatement in Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd
ed. New York : Mc Graw Hill Medical; 2008. p 264-272.
7. Effy Huriyati, Al Hafiz. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang disertai Asma Bronkial. Bagian THT-KL FK UNAND.
8. Bosquet J, Reid J, Van WC, Baena CC, Demoly P, Denburg J et al. Management of allergic rinitis and its impact on asthma. USA:Allergic Rinitis and its Impact on Asthma; 2007.
9. Stanford T. The pediatric allergic rhinitis. In: Mitchell RB, Pereira KD, editors. Pediatric otolaryngology for clinician.New York: Humana Press; 2009.p. 113-8.
10. Mabri RL. Allergic rhinitis. In: Byron J, et al, editors. Head and neck surgery otolaryngology. Volume 2. 3rd ed. Philadelphia: William & Wilkins; 2001. p.33.
11. Jan L, Bousquet J, Cagnani CEB, Bonini S, Canonica WG, Casale TB, et al. Allergic rinitis and its impact on asthma (ARIA) 2010 Revision. Canada:ARIA;2010.
12. Onerci TM. Diagnosis in otorhinolaryngology. Berlin: Springer Science; 2009.
13. Klimek L, Schendzielorz P. Early detection of allergic disease in otorhinolaryngology. GMS Current Topics in Otorhinolaryngology. 2008;7:1-25.
14. Felix. Hidung Meler, di Balik Turunnya Kualitas Hidup. Antihistamin dankortikosteroid mengurangi terjadinya inflamasi minimal yang menetap serta komplikasi rinitis alergi. Majalah Farmacia 2010, h.15
15. Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo dan Retno SW. Sumbatan Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi 6. FK UI; Jakarta. 2011