Top Banner
42

RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

May 08, 2019

Download

Documents

nguyenliem
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

 

Page 2: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku
Page 3: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perekonomian Indonesia triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menunjukkan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah sejak pertengahan tahun 2013 mulai mengendalikan perekonomian ke arah yang diharapkan. Respon antisipatif Bank Indonesia melalui bauran kebijakan dapat mengendalikan inflasi kembali ke lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1%% pada 2015. Kebijakan Bank Indonesia yang berinteraksi dengan kebijakan fiskal yang konsolidatif dan ditopang koordinasi yang intensif, juga mulai dapat mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat, namun dibarengi proses moderasi pertumbuhan ekonomi yang tetap terkendali. Perkembangan triwulan IV 2013 ini cukup positif karena diharapkan dapat menjadi basis kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV 2013 tercatat lebih baik dari perkiraan Bank Indonesia dan disertai dengan struktur yang lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 meningkat dari 5,63% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% (yoy), ditopang oleh membaiknya ekspor riil sejalan dengan kenaikan permintaan mitra dagang negara-negara maju. Sementara itu, pertumbuhan permintaan domestik mengalami moderasi tercermin dari melambatnya konsumsi rumah tangga dan investasi, khususnya investasi nonbangunan. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia keseluruhan tahun 2013 tercatat 5,78%, masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara dalam kelompok peringkat yang sama.

Defisit transaksi berjalan mulai bergerak ke level yang lebih sehat dan berkesinambungan. Defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 tercatat 1,98% dari PDB, menurun signifikan dari defisit pada triwulan III 2013 sebesar 3,85% dan juga lebih rendah dari perkiraan awal BI. Penurunan defisit transaksi berjalan dipengaruhi kenaikan ekspor sejalan permintaan barang manufaktur dari AS dan Jepang yang meningkat, penurunan harga komoditas ekspor yang melambat, dan nilai tukar rupiah yang cukup kompetitif, disamping peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi pemberlakuan UU Minerba. Penurunan defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi penurunan impor sejalan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah. Saat bersamaan, surplus transaksi modal dan finansial meningkat sehingga dapat membiayai defisit transaksi berjalan dan mendorong NPI kembali mencatat surplus pada triwulan IV 2013, setelah pada tiga triwulan terakhir mencatat defisit. Perkembangan positif sektor eksternal terindikasi masih berlanjut pada pada Januari 2014 tercermin pada posisi cadangan devisa Indonesia yang meningkat dari posisi Desember 2013 menjadi 100,7 miliar dolar AS, setara 5,7 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah di triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari 2014. Secara rata-rata, rupiah Januari 2014 tercatat Rp12.075 per dolar AS, melemah 0,7%, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata rupiah pada Desember 2013 sebesar 3,74%. Dengan perkembangan ini maka indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real Effective Exchange Rate) tercatat 94,2 sehingga daya saing harga ekspor Indonesia

LAPORAN KEBIJAKAN MONETER

Page 4: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 2

relatif tinggi dan juga dapat menopang proses penyesuaian sektor eksternal ke arah yang lebih baik. Aktivitas pasar uang, baik Rupiah maupun valas semakin berkembang dinamis dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko seperti tercermin pada Credit Default Swap (CDS) yang menurun. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah Bank Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo antar bank dengan mini MRA.

Respon kebijakan juga dapat menurunkan tekanan inflasi sehingga kembali pada lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada 2015. Inflasi IHK pada triwulan IV 2013 mencapai 0,75% (qtq) atau 8,38% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,08% (qtq) atau 8,40% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh komponen inflasi yakni inflasi inti, volatile food dan administered prices. Inflasi pada Januari 2014 juga masih sesuai dengan pola historisnya sehingga belum mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi 2014. Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun 2008-2013. Kenaikan inflasi Januari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat antara lain didorong dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti kendaraan bermotor serta alat elektronik.

Penyesuaian ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Ketahanan industri perbankan tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dengan dukungan ketahanan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit perbankan menurun dari 21,9% pada November 2013 menjadi 21,4% pada Desember 2013 (atau 17,4% dengan menghilangkan pengaruh depresiasi nilai tukar) sejalan dengan permintaan domestik yang melambat dan kenaikan suku bunga. Pasar saham domestik dan pasar obligasi pemerintah selama triwulan IV 2013 tetap stabil, walaupun mengalami koreksi seiring meningkatnya kembali isu percepatan tapering off. Pada Januari 2014, kinerja pasar saham kembali membaik ditandai dengan kenaikan IHSG. Perkembangan berbeda terlihat pada kinerja pasar obligasi pemerintah yang menurun tercermin pada kenaikan imbal hasil SBN.

Pada tahun 2014, Bank Indonesia memperkirakan stabilitas ekonomi kembali terkendali dan pertumbuhan ekonomi akan lebih seimbang sehingga dapat menurunkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% dan diikuti perbaikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan perkiraan masih berlanjutnya moderasi permintaan domestik dan ekspor yang membaik didorong perbaikan ekonomi global. Defisit transaksi berjalan diprakirakan semakin turun ke arah yang sehat dipengaruhi prospek perbaikan ekspor dan impor yang terkendali sejalan moderasi permintaan domestik. Sementara itu, inflasi diprakirakan dapat terjaga pada kisaran targetnya 4,5±1%. Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi tersebut, pertumbuhan kredit diperkirakan berada pada kisaran 15-17% sehingga konsisten dengan upaya mengarahkan ekonomi menjadi lebih sehat dan seimbang.

Bank Indonesia akan terus mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan menurunkan prospek ekonomi ke depan. Dari global, faktor risiko antara lain terkait ketidakpastian normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed) dan potensi perlambatan ekonomi China. Risiko ini dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia melalui jalur

Page 5: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 3

finansial dan jalur perdagangan. Dari sisi domestik, beberapa risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi juga perlu dicermati seperti gangguan pasokan pangan, kenaikan beberapa barang kelompok administered dan dampak depresiasi nilai tukar Rupiah.

Mengevaluasi perkembangan terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, Bank Indonesia pada 13 Februari 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan stance kebijakan moneter ketat untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia juga akan terus mendorong penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri sesuai UU Mata Uang dan perluasan instrumen lindung nilai dalam transaksi valas. Bank Indonesia juga akan berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sejalan dengan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Selain itu, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan memastikan langkah-langkah antisipasi agar stabilitas makroekonomi tetap terjaga.

Page 6: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 4

halaman ini sengaja dikosongkan

Page 7: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 5

PERKEMBANGAN EKONOMI DAN MONETER TERKINI

Berbagai perkembangan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2013 menunjukkan bahwa berbagai respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dapat berjalan sesuai harapan. Respon antisipatif Bank Indonesia melalui bauran kebijakan dapat menurunkan inflasi kembali ke lintasan sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1%% pada 2015. Interaksi antara kebijakan Bank Indonesia yang ketat dan kebijakan fiskal yang konsolidatif guna menjaga kesinambungan dan sekaligus mengendalikan permintaan domestik, serta ditopang koordinasi yang intensif, juga mulai dapat mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat, namun dibarengi proses moderasi pertumbuhan ekonomi yang tetap terkendali.

Respon kebijakan yang antisipatif serta ditopang perekonomian global khususnya di negara maju yang mulai membaik dapat mendorong perbaikan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang pada triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari 2014. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat lebih baik dari perkiraan Bank Indonesia dan disertai dengan sumber pertumbuhan yang lebih berimbang. Defisit transaksi berjalan mulai bergerak ke arah yang lebih sehat dan berkesinambungan. Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik juga berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah. Respon kebijakan juga dapat menurunkan tekanan inflasi sehingga kembali pada lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada 2015.

Perkembangan Ekonomi Dunia

Satu faktor yang mendukung perbaikan ekonomi Indonesia pada triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari 2014 ialah pemulihan ekonomi negara maju, termasuk di AS, yang semakin kuat. Perekonomian AS pada triwulan IV 2013 diperkirakan tumbuh 2,2% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Prakiraan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi AS yang membaik ditopang oleh sektor manufaktur dan sektor konsumsi. Kondisi itu tercermin pada Purchasing Manager Index (PMI) AS yang berada dalam tren yang meningkat, bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen yang juga membaik (Grafik 1.1). Namun, risiko di perekonomian AS masih mengemuka terutama terkait perkembangan di sektor tenaga kerja mengingat tingkat partisipasi tenaga kerja yang masih terus menurun, meskipun tingkat pengangguran masih dalam tren penurunan (Grafik 1.2).

1

Page 8: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 6

Grafik 1.1Indeks Keyakinan Konsumen AS

Grafik 1.2 Tingkat Pengangguran di AS

Ekonomi Eropa juga diperkirakan mulai masuk pada zona positif, dengan pertumbuhan sebesar 0,4% (yoy) pada triwulan IV 2013. Pemulihan ekonomi Eropa ditopang oleh kinerja ekspor dan ekspansi sektor manufaktur sebagaimana terlihat pada tren peningkatan surplus neraca perdagangan dan PMI yang ekspansif (Grafik 1.3). Sementara itu, konsumsi rumah tangga mulai tumbuh positif setelah selama hampir 6 tahun berada pada area negatif. Keyakinan konsumen terhadap ekonomi Eropa juga terus meningkat (Grafik 1.4). Namun, risiko terhadap perekonomian Eropa tetap perlu dicermati karena permasalahan struktural yang masih mengemuka, seperti potensi deflasi, tingginya tingkat pengangguran, rendahnya pertumbuhan pendapatan serta masih ketatnya kredit.

Grafik 1.3PMI Manufaktur Eropa

Grafik 1.4 Keyaninan Konsumen Eropa

Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan juga meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 2,4% (yoy) menjadi 3,2% (yoy) pada triwulan IV 2013. Perbaikan perekonomian Jepang ditopang oleh kinerja sektor manufaktur yang meningkat karena didorong oleh meningkatnya permintaan baik dari luar negeri maupun dalam negeri (Grafik 1.5). Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku konsumen yang melakukan pembelian barang lebih awal sebelum diberlakukannya kenaikan pajak penjualan pada April 2014 (Grafik 1.6). Hal tersebut berdampak pada peningkatan tajam jumlah pesanan baru (new orders) dan aktivitas pembelian bahan baku industri, sehingga pertumbuhan industri manufaktur juga tumbuh cukup tertinggi.

Keyakinan Konsumen

Sentimen Saat Ini (Univ. Michigan) – sk. kanan

Sumber: Bloomberg Data: Des 2013

Data: Des 2013 Sumber: Bloomberg

ribu

Indeks, 50 = netral

Indeks Indeks

Sumber: Bloomberg

>50 : Ekspansi <50 : Kontraksi

Data : Des 2013

Keyakinan Konsumen Sumber: Bloomberg

Data : Des 2013

Indeks

Page 9: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 7

Grafik 1.5PMI Manufaktur Jepang

Grafik 1.6 Penjualan Ritel di Jepang

Berbeda dengan perkembangan ekonomi negara maju, perkembangan ekonomi di negara berkembang khususnya China dan India menunjukkan terjadinya moderasi pertumbuhan ekonomi (Grafik 1.7). China menunjukkan perkembangan yang mulai melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meskipun masih tumbuh cukup kuat sebesar 7,7% (yoy) pada triwulan IV 2013. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan China tahun 2013 juga lebih rendah dari historisnya yang secara rata-rata mencatat pertumbuhan 10%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi India juga belum kuat. Pada triwulan IV 2013, ekonomi India diperkirakan tumbuh 4,7% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2013.

Grafik 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Perbaikan ekonomi negara maju yang menguat pada gilirannya mendorong harga komoditas nonmigas global meningkat lebih tinggi dari prakiraan semula. Kontraksi harga komoditas nonmigas global mulai melambat dari -7,7% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi -2,5% (yoy) pada triwulan IV 2013. Hal itu pada gilirannya mendorong indeks harga ekspor Indonesia (IHEX) turut membaik (Grafik 1.8). Sementara itu, harga minyak dalam tren menurun dimana harga minas pada Januari 2014 tercatat USD1 05,1 per barel, menurun dibandingkan harga pada Desember 2013 sebesar USD 108,9 per barel (Tabel 1.1).

Indeks, PMI : 50 = netral

PMI > 50 = ekspansi

PMI < 50 = kontraksi

Data : Des 2013Data : Des 2013

Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg

Tk. Penganggura (sk. kanan)

Penjualan ritel

Sumber: Bloomberg

Negara berkembang

Dunia

Negara Maju

Page 10: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 8

Tabel 1.1. Perkembangan Harga Minyak Dunia

Perbaikan ekonomi negara maju mendorong kenaikan kinerja pasar keuangan global. Pada Januari 2014, kenaikan bursa saham global masih berlanjut terutama terjadi di negara-negara maju, sedangkan kinerja pasar keuangan Asia menurun (Grafik 1.9). Perkembangan ini dipengaruhi sentimen positif perkembangan terhadap indikator ekonomi AS, Eropa dan Jepang. Pemulihan ekonomi negara maju mengakibatkan ketidakpastian lebih lanjut terkait rencana pengurangan stimulus moneter di AS oleh The Fed. Ketidakpastian tersebut mendorong bursa saham EM Asia melemah dan nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap USD didorong keluarnya modal asing dari bursa Asia.

Grafik 1.8Perkembangan Indeks Harga Komoditas Ekspor Nonmigas

Indonesia

Grafik 1.9 Perkembangan Bursa Saham Global

Pertumbuhan Ekonomi Respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta Pemerintah dan ditopang oleh indikasi perbaikan ekonomi negara maju mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 kembali meningkat dan ditopang sumber pertumbuhan yang lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 mencapai 5,72% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,63% (yoy) dan perkiraan Bank Indonesia (Tabel 1.2). Sumber pertumbuhan ekonomi juga lebih berimbang dipengaruhi kenaikan ekspor dan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Secara keseluruhan, struktur pertumbuhan ekonomi yang mulai berimbang tersebut searah dengan langkah stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam membawa ekonomi ke arah yang lebih sehat dan berkesinambungan.

94.1 103.1 115.6 112.7

98.0 104.9 108.4 105.8

Triw I‐13 94.3           105.4        114.5        111.1    

+Apr‐13 92.0           100.7        104.6        100.2    

+May‐13 94.7           100.7        101.8        99.0       

+Jun‐13 95.8           100.9        100.3        100.0    

Trw II‐13 94.1           100.8        102.3        99.7       

+Jul‐13 104.5        103.5        106.4        103.1    

+Aug‐13 106.5        106.0        108.4        110.8    

+Sep‐13 106.3        106.8        108.4        109.7    

Trw III‐13 105.8        105.4        107.7        107.86  

+Oct‐13 100.5        107.2        111.6        ‐

+Nov‐13 93.8           107.1        107.5        ‐

+Des‐13 97.9           110.3        108.9        ‐

Trw IV‐13 97.4           108.2        109.3        ‐         

93.8 106.7 105.1 ‐

+Jan‐14 93.8           106.7        105.1        ‐

2014

2013

2012

Average WTI Brent Minas ICP

Page 11: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 9

Sesuai perkiraan Bank Indonesia, kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 terutama ditopang ekspor yang meningkat tumbuh signifikan. Ekspor mampu tumbuh sebesar 7,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2013 yang tumbuh sebesar 5,2% (yoy). Peningkatan ekspor tersebut dipengaruhi kenaikan ekonomi negara maju tercermin pada meningkatnya ekspor manufaktur ke negara mitra dagang utama seperti Amerika dan Jepang dan China. Kenaikan ekspor juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang secara riil berpotensi mendorong daya saing ekspor.

Berbeda dengan ekspor, pertumbuhan permintaan domestik mengalami moderasi akibat melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,3% (yoy) pada triwulan IV 2013, sedikit menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III 2013 sebesar 5,5% (yoy). Meskipun menurun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih berada pada level yang tinggi sehingga menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang masih kuat antara lain dipengaruhi oleh masih tingginya keyakinan konsumen tercermin pada hasil survei Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Bank Indonesia dan Danareksa yang meningkat pada triwulan IV 2013 (Grafik 1.10). Keyakinan konsumen yang menguat kemudian mendorong masih meningkatnya penjualan eceran khususnya kelompok barang makanan dan pakaian pada triwulan IV 2013. Sementara itu, penjualan mobil dan motor tumbuh terbatas pada triwulan IV 2013 (Grafik 1.11).

Grafik 1.10Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.11Penjualan Kendaraan Bermotor

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I II III IVKonsumsi Rumah Tangga 4.7 5.3 5.2 5.1 5.5 5.3 5.3

Konsumsi Pemerintah 3.2 1.3 0.4 2.2 8.9 6.4 4.9

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8.8 9.7 5.5 4.5 4.5 4.4 4.7

Ekspor Barang dan Jasa 13.6 2.0 3.6 4.8 5.2 7.4 5.3

Impor Barang dan Jasa 13.3 6.7 0.0 0.7 5.1 -0.6 1.2

PDB 6.5 6.3 6.0 5.8 5.6 5.7 5.8

Sumber : BPS

Tabel 1.2Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Komponen 2011 20122013

2013

Page 12: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 10

Permintaan domestik yang melambat juga dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dari 8,9% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 6,4% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah terutama disebabkan oleh penurunan belanja pegawai setelah realisasi gaji ke-13 PNS pada triwulan III 2013 (Grafik 1.12). Konsumsi pemerintah yang menurun secara umum searah dengan konsolidasi kebijakan fiskal dalam menjaga kesinambungan dan sekaligus mengendalikan permintaan domestik. Meskipun lebih tinggi dari defisit 2012 sebesar 1,9%, defisit APBN-P 2013 dapat dikelola pada level 2,2% dari PDB, lebih kecil dari potensi kenaikan melebihi 3% dari PDB bila tidak dilakukan pengurangan subsidi melalui kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013 (Tabel 1.3).

Grafik 1.12Belanja Pemerintah

Grafik 1.13 Utilisasi Kapasitas

Tabel 1.3. Perkembangan Operasi Keuangan Pemerintah Tahun 2012-2013

Page 13: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 11

Perlambatan permintaan domestik juga bersumber dari berlanjutnya tren perlambatan investasi, khususnya investasi nonbangunan. Pada triwulan IV 2013, investasi tercatat tumbuh 4,4% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,5% (yoy). Penurunan investasi tersebut terutama didorong oleh kontraksi investasi nonbangunan sebesar 1,5% (yoy), dari semula tumbuh 0,40% (yoy) pada triwulan III 2013. Perlambatan investasi pada triwulan IV 2013 ini sejalan dengan survey utilisasi kapasitas industri pengolahan pada SKDU yang menurun (Grafik 1.13). Sementara itu, pertumbuhan investasi bangunan tercatat 6,7% (yoy), meningkat dari 6,2% (yoy) pada triwulan III 2013.

Perlambatan permintaan domestik pada gilirannya mendorong impor pada triwulan IV 2013 mencatat kontraksi sebesar 0,6% (yoy). Menurut kelompok, penurunan impor terjadi baik pada impor migas maupun nonmigas. Penurunan impor nonmigas terjadi pada semua kelompok barang, kecuali barang konsumsi. Penurunan impor tersebut sejalan dengan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah searah dengan kebijakan nilai tukar Bank Indonesia.

Peran ekspor dalam mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 juga tergambar pada kinerja beberapa sektor tradables yang mencatat peningkatan pertumbuhan. Beberapa sektor ekonomi seperti sektor manufaktur, sektor pertambangan dan sektor pertanian pada triwulan IV 2013 masing-masing tumbuh 5,3%, 3,9%, 3,8%, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya masing-masing 5,2%, 0,9%, 1,0% (Tabel 1.4). Sektor industri pengolahan meningkat bersumber dari peningkatan penjualan mobil, sepeda motor dan alat berat. Pada sektor pertambangan, pertumbuhan didorong oleh akselerasi ekspor migas dan tembaga. Sementara itu, pertumbuhan sektor pertanian meningkat didukung oleh peningkatan ekspor komoditi perkebunan dan perikanan. Kinerja yang meningkat juga ditunjukkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih (LGA) seiring meningkatnya konsumsi listrik dan gas kota. Berbeda dengan sektor-sektor tersebut, sektor nontradables seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa terlihat mengalami perlambatan pertumbuhan sejalan dengan menurunnya permintaan domestik (Tabel 1.4).

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I II III IVPertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan 3.4 4.2 3.7 3.3 3.3 3.8 3.5

Pertambangan & Penggalian 1.4 1.6 0.1 -0.6 2.0 3.9 1.3

Industri Pengolahan 6.1 5.7 6.0 6.0 5.0 5.3 5.6

Listrik, Gas & Air Bersih 4.8 6.2 7.9 4.0 3.8 6.6 5.6

Konstruksi 6.6 7.4 6.8 6.6 6.2 6.7 6.6

Perdagangan, Hotel & Restoran 9.2 8.1 6.5 6.4 6.1 4.8 5.9

Pengangkutan & Komunikasi 10.7 10.0 9.6 10.9 9.9 10.3 10.2

Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan 6.8 7.1 8.2 7.7 7.6 6.8 7.6

Jasa-jasa 6.7 5.2 6.5 4.5 5.6 5.3 5.5

PDB 6.5 6.3 6.0 5.8 5.6 5.7 5.8

Sumber : BPS

Tabel 1.4Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

20132013S e k t o r 2011 2012

Page 14: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 12

Secara spasial, peningkatan peran ekspor dalam pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 tergambar pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Kedua kawasan ini mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 6,6% (yoy) dan 5,5% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,1% (yoy) dan 5,0% (yoy) (Gambar 1.1). Tingginya pertumbuhan di kedua kawasan ini didorong terutama oleh membaiknya kinerja ekspor berbasis Sumber Daya Alam – CPO, Karet, Batu Bara dan Timah di Sumatera serta Tembaga dan LNG di KTI – seiring dengan meningkatnya harga komoditas di tengah kenaikan permintaan global. Sementara itu, Jakarta dan Jawa yang menguasai hampir 60% pangsa perekonomian Indonesia tumbuh melambat pada triwulan IV 2013 masing-masing sebesar 5,6% (yoy) dan 6,0% (yoy), dari 6,2% (yoy) dan 6,1% (yoy) pada tahun sebelumnya.

Gambar 1.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013

Perkembangan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 secara umum menunjukkan respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dapat mengarahkan moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 tetap terkendali. Keseluruhan tahun 2013, ekonomi Indonesia tumbuh 5,8%. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan kinerja tahun 2012 sebesar 6,3%, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara dalam kelompok rating yang sama (Grafik 1.14)

Grafik 1.14

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs Peer Countries

Page 15: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 13

Neraca Pembayaran Indonesia

Respons kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah juga mulai memperbaiki kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2013. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2013 kembali mencatat surplus yakni sebesar 4,4 miliar dolar AS, setelah selama tiga triwulan terakhir mengalami defisit (Grafik 1.15). Perbaikan NPI triwulan IV 2013 ditopang oleh defisit transaksi berjalan yang menurun cukup tajam menjadi 4,0 miliar dolar AS (1,98% PDB), jauh lebih rendah dari defisit triwulan sebelumnya sebesar 8,5 miliar dolar AS (3,85% PDB) dan perkiraan awal Bank Indonesia (Grafik 1.16). Surplus NPI triwulan IV 2013 juga ditopang oleh peningkatan surplus transaksi modal finansial yang mencapai 9,2 miliar dolar AS, lebih besar dari surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 5,6 miliar dolar AS.

Grafik 1.15 Grafik 1.16

Neraca Pembayaran Indonesia Neraca Transaksi Berjalan

Penurunan tajam defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 menjadi 1,98% dari PDB tidak terlepas dari pengaruh kenaikan permintaan negara maju, moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang mendukung penyesuaian sektor eksternal. Perkembangan itu tercermin pada kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas (Grafik 1.17). Surplus neraca perdagangan nonmigas meningkat karena ekspor nonmigas kembali tumbuh positif (3,8%, yoy) didukung oleh kenaikan ekspor manufaktur AS, Jepang dan China1 (Tabel 1.5). Kenaikan ekspor nonmigas juga dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah yang cukup kompetitif, dan koreksi harga komoditas yang semakin terbatas, selain didorong oleh peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi pemberlakuan UU Minerba. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas mencatat kontraksi 6,6% (yoy) sejalan dengan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah. Penurunan impor nonmigas terjadi pada kelompok bahan baku dan barang modal, sedangkan impor barang konsumsi masih tumbuh positif (Grafik 1.18).

1 Analisa lebih lengkap mengenai hubungan ekspor Indonesia dengan permintaan China lihat boks “Keterkaitan Perdagangan China dengan Negara Kawasan Asia”.

Page 16: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 14

Grafik 1.17Neraca Perdagangan

Grafik 1.18 Impor Nonmigas

Tabel 1.5. Negara Tujuan Ekspor

Kenaikan surplus neraca perdagangan juga dipengaruhi oleh menyempitnya defisit neraca perdagangan migas. Neraca perdagangan migas pada triwulan IV 2013 tercatat 2,1 miliar, menurun dibandingkan dengan defisit pada triwulan III 2013 sebesar 2,6 miliar dolar (Grafik 1.19). Perbaikan necara perdagangan migas disebabkan oleh turunnya impor minyak dan kenaikan ekspor gas. Impor minyak turun 5,6% (qtq) menjadi 9,9 miliar. Penurunan disebabkan turunnya volume impor minyak mentah dan produk kilang sejalan dengan turunnya konsumsi BBM triwulan IV 2013 dari 118,0 juta barel menjadi 117,9 juta barel. Sementara itu, ekspor gas naik 10,8% (qtq) menjadi 4,1 miliar dipengaruhi oleh kenaikan volume ekspor LNG.

Grafik 1.19 Neraca Perdagangan Migas

1 China 14.1 -3.9 3.0 -9.8 6.0 1.0 5.9 20.2 9.2 2.0

2 Jepang 10.7 -6.5 -8.1 -3.9 -9.3 -8.4 -9.6 4.9 -4.7 -6.5

3 Amerika Serikat 10.0 -7.2 1.8 1.3 3.3 11.8 2.7 10.3 8.3 3.6

4 India 8.7 -7.2 4.4 18.9 -13.7 7.9 31.6 -5.9 10.3 4.7

5 Singapura 6.5 -11.0 -3.0 -5.4 -3.5 -12.9 -14.5 7.7 -5.8 -4.5

6 Malaysia 4.8 -7.2 -21.5 -10.9 -15.4 -8.7 -17.6 -7.5 -11.7 -15.2

7 Korea Selatan 4.0 -9.2 -12.5 -12.5 -6.7 1.5 -18.2 -3.8 -7.1 -9.9

8 Thailand 3.5 5.9 -1.7 7.2 -9.0 -15.4 -21.7 -5.4 -14.6 -4.8

9 Belanda 2.7 -9.8 -10.2 -9.5 1.8 -20.6 -19.5 -21.7 -20.6 -10.4

10 Filipina 2.5 -0.6 8.8 0.8 3.0 -5.0 4.5 -0.4 -0.6 2.9

Total 10 Negara 67.4 -6.3 -3.4 -2.6 -4.1 -2.7 -2.1 4.5 -0.1 -2.5*) data sementara **) data sangat sementara

Rincian

Pangsa (%)

Pertumbuhan Tahunan (%, yoy)

2013**

2012*

TOTALTw. II Tw. III* Dec** Tw. IV**

2013**

Okt* Nov*TOTAL Tw. I

Page 17: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 15

Di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, transaksi modal dan finansial triwulan IV 2013 mencatat kenaikan surplus 9,2 miliar dolar. Kenaikan surplus transaksi modal finansial terutama didorong meningkatnya penarikan pinjaman luar negeri swasta dan penarikan simpanan bank domestik di luar negeri, yang sebagian ditempatkan pada beberapa instrumen yang disediakan Bank Indonesia. Perkembangan ini tergambar pada komponen investasi lainnya (other investment) yang mencatat surplus cukup besar sebesar 5,9 miliar dolar AS, berkebalikan dari triwulan sebelumnya yang mencatat defisit sebesar 2,0 miliar dolar AS (Grafik 1.20). Selain itu, arus masuk investasi langsung asing tetap kuat, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan angka triwulan sebelumnya akibat divestasi beberapa perusahaan PMA. Di samping itu, investasi portofolio asing juga masih mencatat surplus, meskipun menurun akibat berkurangnya penempatan nonresiden di pasar saham domestik. Selama Januari 2014, investasi portofolio di pasar keuangan mencatat net beli sebesar 774,5 juta dolar AS, setelah mengalami net jual 130,4 juta dolar AS pada bulan Desember 2013. Aksi beli tersebut dilakukan investor nonresiden di semua instrumen Rupiah baik SUN, saham, maupun SBI (Grafik 1.21).

Grafik 1.20Neraca Transaksi Modal dan Finansial

Grafik 1.21 Aliran Dana Nonresiden

Surplus NPI triwulan IV 2013 pada gilirannya mendorong kenaikan cadangan devisa. Pada Desember 2013, posisi cadangan devisa tercatat 99,4 miliar dolar AS, meningkat dari 95,7 miliar dolar AS pada triwulan III 2013. Posisi cadangan devisa tersebut setara 5,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir 2012 sebesar 112,8 miliar dolar AS, cadangan devisa sejak bulan Agustus 2013 sudah berada dalam tren yang meningkat. Dalam perkembangan terkini, cadangan devisa bahkan mencapai diatas 100 miliar dolar AS pada akhir Januari 2014, yakni sebesar 100,7 miliar dolar AS atau setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (Grafik 1.22).

Grafik 1.22

Perkembangan Cadangan Devisa

Saham

Juta USD

Page 18: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 16

Nilai Tukar Rupiah

Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik berdampak positif pada meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah di triwulan IV 2013 dan berlanjut pada Januari 2014. Nilai tukar rupiah secara point to point pada triwulan laporan tercatat melemah 4,85% (qtq), lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan pada triwulan III 2013 sebesar 14,29 (qtq). Memasuki bulan Januari 2014, tekanan depresiasi nilai tukar terus mereda. Pada Januari 2014, rupiah ditutup di level Rp12.210 per dolar AS, melemah 0,33% dibandingkan dengan akhir Desember 2013, lebih kecil dari pelemahan pada Desember 2013 sebesar 1,71% (Grafik 1.23). Secara rata-rata, rupiah Januari 2014 tercatat Rp12.075 per dolar AS, melemah 0,7%, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata rupiah pada Desember 2013 sebesar 3,74%. Tekanan terhadap rupiah yang mereda juga dibarengi oleh volatilitas yang turun siginifikan dari bulan sebelumnya sejalan dengan pergerakan mata uang negara-negara kawasan lainnya (Grafik 1.23 dan Grafik 1.24). Secara keseluruhan, perkembangan nilai tukar rupiah ini searah dengan kebijakan Bank Indonesia yang tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar valas.

Grafik 1.23 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah

Grafik 1.24 Nilai Tukar Kawasan

Dengan perkembangan nilai tukar rupiah sampai Januari 2014 maka nilai tukar rupiah secara riil dapat menopang upaya memperkuat penyesuaian sektor eksternal ke arah yang lebih seimbang. Indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real Effective Exchange Rate – REER dengan tahun dasar 2006) pada Januari 2014 tercatat 94,2 sehingga dapat menopang upaya meningkatkan daya saing harga ekspor Indonesia dan menopang upaya mengendalikan impor (Grafik 1.25). Kenaikan daya saing tersebut juga ditopang oleh relatif terkendalinya tekanan harga setelah sempat meningkat pascakenaikan harga BBM bersubsidi pada triwulan II 2013. Dalam skala regional, REER Indonesia lebih kompetitif dibandingkan Filipina, Thailand, dan Malaysia namun kurang kompetitif dibandingkan dengan Korea.

Tekanan depresiasi rupiah yang terkedali juga ditopang oleh membaiknya aktivitas pasar uang valas. Perkembangan pasar valas terkini terlihat semakin berkembang dinamis dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko yang menurun. Risiko yang menurun ini tercermin pada perkembangan Credit Default Swap (CDS) yang mengalami konsolidasi (Grafik 1.26). Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah Bank Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo antar bank dengan mini MRA.

Rp/USD Harian (rhs) Volatilitas Harian  Rata2 VolatilitasRata-rata

Page 19: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 17

Grafik 1.25Indeks REER dan Euro

Grafik 1.26 Credit Default Swap Indonesia

Inflasi

Bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan koordinasi intensif dengan Pemerintah dapat menurunkan inflasi ke lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada 2015. Inflasi pada triwulan IV 2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III 2013, baik pada komponen inflasi inti, volatile food maupun administered prices. Inflasi IHK pada triwulan IV 2013 mencapai 0,75% (qtq) atau 8,38% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,08% (qtq) atau 8,40% (yoy) (Grafik 1.27). Tekanan inflasi yang menurun disebabkan oleh berlanjutnya koreksi harga pangan, menurunnya tekanan eksternal, serta meredanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Inflasi pada Januari 2014 juga sesuai dengan pola historisnya sehingga belum mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun 2008-2013. Kenaikan inflasi Januari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat antara lain didorong dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti kendaraan bermotor serta alat elektronik.

Grafik 1.27 Perkembangan Inflasi Tahunan

Inti

Page 20: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 18

Pada triwulan IV 2013, kelompok volatile food mengalami deflasi seiring membaiknya pasokan sejumlah bahan makanan. Deflasi volatile food tercatat sebesar 0,58% (qtq), jauh lebih rendah dari rata–rata historis selama lima tahun terakhir2. Tren deflasi berlangsung setelah sebelumnya inflasi meningkat tinggi pada triwulan III 2013, sebesar 4,36% (qtq). Berdasarkan komoditas, penyumbang utama deflasi pada triwulan ini adalah daging ayam, telur ayam, dan bawang merah. Koreksi daging ayam didorong oleh melimpahnya pasokan Day Old Chicken (D.O.C) dan kembali normalnya permintaan setelah hari raya. Sementara itu, penurunan harga bawang merah dipengaruhi oleh membaiknya pasokan sejalan dengan berlangsungnya masa panen yang sebelumnya mundur akibat anomali cuaca. Selain itu, relaksasi kebijakan pengaturan impor hortikultura turut mendorong terjadinya perbaikan pasokan seperti pada komoditas bawang putih. Deflasi pada kelompok volatile food kemudian mendorong penurunan inflasi secara tahunan yakni dari 13,94% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 11,83% (yoy) pada triwulan IV 2014 (Grafik 1.28).

Pada Januari 2014, inflasi volatile food kembali meningkat akibat bencana alam dan banjir yang mengganggu produksi dan distribusi pangan. Inflasi volatile food tercatat sebesar 2,89% (mtm) atau 11,91% (yoy). Gangguan cuaca di Indonesia serta erupsi Gunung Sinabung di Sumatera menyebabkan inflasi pada beberapa komoditas seperti beras, daging sapi, dan cabai merah. Harga daging sapi juga meningkat akibat gangguan produksi dan distribusi serta realisasi impor yang masih sangat rendah yakni sekitar 3% dari persetujuan impor triwulan I 2014. Di sisi lain, bawang merah mencatat deflasi pada bulan ini seiring dengan pasokan dalam negeri yang masih mencukupi karena masih berlangsungnya panen di beberapa daerah sentra produksi.

Pada kelompok administered prices, inflasi di triwulan IV 2013 menurun tajam, seiring dengan menurunnya intensitas penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga. Inflasi administered prices di triwulan IV 2013 mencapai 1,40% (qtq) atau 16,65% (yoy) setelah triwulan sebelumnya memuncak hingga 8,94% (qtq) atau 15,47% (yoy) (Grafik 1.29). Tekanan inflasi pada kelompok administered price pada triwulan laporan hanya bersumber dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) tahap IV pada November 2013 serta kenaikan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), khususnya LPG terkait penyesuaian tarif distribusi pada akhir tahun.

Grafik 1.28

Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Grafik 1.29

Inflasi Administered Prices

2 Rata – rata inflasi volatile food selama kurun 5 tahun terakhir (2008 – 2012) di kuartal IV sebesar 1,55% (qtq).

Page 21: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 19

Pada Januari 2014, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga LPG 12 Kg meningkatkan inflasi administered price. Pada bulan Januari, Pemerintah menaikkan harga LPG 12 kg dengan besaran Rp 1.000,-/kg. Kenaikan harga tersebut turut menyumbang kenaikan inflasi kelompok administered prices. Sementara itu, komoditas lain yang ikut menyumbang inflasi adalah rokok kretek, rokok kretek filter, dan tarif kereta api.

Tekanan inflasi inti pada triwulan IV 2014 menurun seiring meredanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi Inflasi inti pada tercatat sebesar 1,00% (qtq), mereda dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,59% (qtq) atau 4,72% (yoy). Dampak depresiasi rupiah pada periode ini masih terbatas terkait perilaku pelaku usaha yang belum sepenuhnya mentransmisikan pelemahan nilai tukar ke harga jual, karena mempertimbangkan daya beli yang melemah dan tingkat persaingan usaha yang ketat (Grafik 1.30). Sementara tekanan dari sisi permintaan masih terkendali sejalan dengan moderasi perekonomian dan respons sisi penawaran yang masih memadai, yang tercermin dari stabilnya kapasitas utilisasi di kisaran 70% (Grafik 1.31).

Grafik 1.30Inflasi Inti dan Faktor Eksternal

Grafik 1.31 Kapasitas Utilisasi

Pada Januari 2014, inflasi inti meningkat menjadi 0,54% (mtm) atau 4,53% (yoy). Perkembangan ini dipengaruhi dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti emas perhiasan, otomotif (mobil, sepeda motor), elektronik (lemari es), dan komoditas lain dengan kandungan impor yang cukup besar (susu bubuk dan obat dengan resep). Namun, permintaan domestik mengalami moderasi sehingga tidak memberikan tekanan lanjutan kepada inflasi inti.

Grafik 1.32Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast

Tahunan

Grafik 1.33 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

70.35

60

65

70

75

80

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

%

Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SKDU)

Rata-rata

Page 22: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 20

Tekanan inflasi inti yang tetap terkendali juga ditopang oleh ekspektasi inflasi yang masih dalam kisaran target. Hasil survei Consensus Forecast Desember 2013 menunjukkan inflasi 2014 kembali pada kisaran sasarannya (Grafik 1.32). Namun demikian, ekspektasi inflasi tetap perlu dicermati karena survei harga di level pedagang eceran meningkat antara lain akibat aktivitas menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 (Grafik 1.33).

Secara spasial, peningkatan inflasi pada Januari 2014 tampak terjadi di kawasan Sumatera, Jawa, dan Jakarta serta sebagian Kawasan Timur Indonesia (KTI) (Gambar 1.2). Meningkatnya tekanan inflasi di hampir seluruh daerah di kawasan Sumatera terutama disebabkan terbatasnya pasokan seiring dengan produksi yang menurun dan distribusi yang terhambat akibat kondisi cuaca yang tidak kondusif dan bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Seperti halnya di Sumatera, kenaikan inflasi di Jawa dan Jakarta juga dipengaruhi oleh pasokan yang menurun akibat produksi dan distribusi pangan yang terkendala cuaca. Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi pangan di KTI akibat kenaikan harga komoditas ikan segar tertahan oleh koreksi harga komoditas subkelompok bumbu-bumbuan.

Gambar 1.2. Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)

Perkembangan Moneter

Perkembangan moneter tidak terlepas dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam merespon meningkatnya tekanan pada stabilitas ekonomi dan melebarnya defisit transaksi berjalan. Untuk merespon berbagai tantangan tersebut, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan melalui kebijakan suku bunga yang konsisten dengan upaya mengendalikan inflasi sehingga sesuai dengan sasarannya, kebijakan stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan nilai fundamentalnya, kebijakan operasi moneter dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, dan penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah serta kerjasama dengan bank sentral.

Pada kebijakan suku bunga, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter lebih ketat dengan menaikkan suku bunga BI Rate. Secara kumulatif, BI Rate pada tahun 2013 meningkat 175 bps sehingga menjadi 7,50% pada Desember 2013. Pada November 2013, BI Rate meningkat 25 bps menjadi 7,50% dibandingkan dengan September 2013 guna memastikan inflasi bergerak kembali ke lintasan sasaran dan tetap konsisten menurunkan defisit transaksi berjalan yang masih besar pada triwulan III 2013. Level BI Rate tersebut kemudian terus bertahan hingga Januari 2014.

Inf ≤ 0,4%0,6% < inf ≤ 1,1%Inf > 1,1% 0,4% < inf ≤ 0,6%

Page 23: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 21

Kenaikan BI Rate tertransmisi dengan baik kepada suku bunga PUAB. Suku bunga PUAB O/N (overnight) terlihat meningkat di sepanjang triwulan IV 2013 yang rata-rata tertimbang di triwulan IV 2013 tercatat 5,83%, atau naik dibandingkan triwulan III 2013 yang sebesar 5,05% (Grafik 1.34). Perkembangan Januari 2014 menunjukkan tren suku bunga PUAB O/N yang stabil sejalan dengan perkembangan BI Rate yang tidak berubah. Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N pada bulan Januari 2014 tercatat stabil sebesar 5,90% dibandingkan bulan Desember 2013.

Di tengah tren kenaikan suku bunga, likuiditas PUAB meningkat pada triwulan IV 2013. Dibandingkan triwulan III 2013, rata-rata tertimbang volume PUAB triwulan IV 2013 sedikit meningkat menjadi Rp10,5 triliun dari Rp10,1 triliun. Peningkatan volume PUAB pada triwulan IV 2013 antara lain didorong oleh kenaikan permintaan uang musiman di akhir tahun yang kemudian meningkatkan permintaan uang di PUAB. Perkembangan ini pada sisi lain akhirnya menurunkan rata-rata volume DF O/N menjadi Rp97,83 triliun dari Rp114,22 triliun guna memenuhi permintaan tersebut (Grafik 1.35). Pada Januari 2014, rata-rata tertimbang volume PUAB total kembali turun menjadi Rp9,9 triliun dari Rp10,2 triliun, sedangkan rata-rata volume DF O/N meningkat menjadi Rp112,8 triliun dari Rp108,2 triliun, sejalan dengan kembalinya normalnya permintaan uang pasca kenaikan musiman di akhir tahun.

Grafik 1.34Suku Bunga PUAB O/N

Grafik 1.35 Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N

Kenaikan BI rate juga masih tertransmisi kepada kenaikan suku bunga perbankan, namun diikuti menurunnya spread antara suku bunga simpanan dan suku bunga kredit. Seiring tren kenaikan BI rate, suku bunga kredit maupun suku bunga deposito masih meningkat pada triwulan IV 2013. Namun demikian, kenaikan suku bunga deposito tercatat lebih tinggi daripada suku bunga kredit sejalan tingginya persaingan ketat di kalangan perbankan untuk mempertahankan dana simpanan pihak ketiga. Selama triwulan IV 2013, suku bunga deposito 1 bulan naik sebesar 119 bps sedangkan suku bunga kredit naik sebesar 25 bps. Kenaikan suku bunga kredit tertinggi sebesar 33 bps terjadi pada Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi masing-masing menjadi 12,12% dan 11,82%, sedangkan suku bunga Kredit Konsumsi hanya naik 10 bps menjadi 13,13% (Grafik 1.36). Dengan perkembangan ini, spread di antara suku bunga kredit dan deposito menurun menjadi 447 bps, dari 541 bps pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.37).

3

4

5

6

7

8

9

 3

 4

 5

 6

 7

 8

 9

Jan‐10

Apr‐10

Jul‐10

Oct‐10

Jan‐11

Apr‐11

Jul‐11

Oct‐11

Jan‐12

Apr‐12

Jul‐12

Oct‐12

Jan‐13

Apr‐13

Jul‐13

Oct‐13

Jan‐14

rPUAB O/N rLending rate rDF O/N rBI Rate% %

 ‐

 20

 40

 60

 80

 100

 120

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

Jan‐12 Apr‐12 Jul‐12 Okt‐12 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐13 Okt‐13 Jan‐14

Vol DF O/N (RHS) Vol PUAB O/N (RHS)

rBI Rate rPUAB O/N

rDF O/N

Rp T%

Avg Vol DF: Rp 119.8TRRT Vol PUAB : Rp 9.9 T

rPUAB : 5.90%

Page 24: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 22

Grafik 1.36

Suku Bunga KMK, KI dan KK Grafik 1.37

Spread Suku Bunga Perbankan Kenaikan suku bunga dan permintaan domestik yang termoderasi sejalan dengan arah kebijakan Bank Indonesia mengendalikan stabilitas ekonomi dan menekan defisit transaksi berjalan kemudian berpengaruh pada menurunnya likuiditas perekonomian. Uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh melambat pada Desember 2013 menjadi 5,4% (yoy) dibandingkan pertumbuhan September 2013 yang sebesar 9,1% (yoy). Perlambatan likuiditas M1 ini dikontribusi oleh perlambatan pertumbuhan pada uang kartal dan giral (Grafik 1.38).

Arah kebijakan yang ditempuh juga berpengaruh pada komponen lain dalam likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) yakni uang kuasi. Pertumbuhan uang kuasi pada Desember 2013 tercatat 14,8% (yoy), mulai meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Oktober 2013 sebesar 13,48% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan akhir triwulan III 2013 sebesar 16,05% (yoy), kenaikan pertumbuhan uang kuasi ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga deposito dan menurunnya kegiatan ekonomi sehingga masyarakat cenderung meningkatkan simpanan di perbankan. Namun demikian, pengaruh kuat menurunnya pertumbuhan M1 mengakibatkan pertumbuhan M2 pada Desember 2013 tercatat 12,7% (yoy), menurun dari 14,6% pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.39).

Grafik 1.38Pertumbuhan M1 (Kontribusi)

Grafik 1.39 Pertumbuhan M2 (Kontribusi)

11

12

13

14

15

16

17

Jan‐08

Mar‐08

Mei‐08

Jul‐08

Sep‐08

Nop‐08

Jan‐09

Mar‐09

Mei‐09

Jul‐09

Sep‐09

Nop‐09

Jan‐10

Mar‐10

Mei‐10

Jul‐10

Sep‐10

Nop‐10

Jan‐11

Mar‐11

Mei‐11

Jul‐11

Sep‐11

Nop‐11

Jan‐12

Mar‐12

Mei‐12

Jul‐12

Sep‐12

Nop‐12

Jan‐13

Mar‐13

Mei‐13

Jul‐13

Sep‐13

Nop‐13

Sb. Kredit Sb. Kredit Modal Kerja Sb. Kredit Investasi Sb. Kredit Konsumsi

%

Data Per Des 2013

13.13

12.39512.12

11.820

1

2

3

4

5

6

7

8

9

5

7

9

11

13

15

Jan‐05

Jul‐05

Jan‐06

Jul‐06

Jan‐07

Jul‐07

Jan‐08

Jul‐08

Jan‐09

Jul‐09

Jan‐10

Jul‐10

Jan‐11

Jul‐11

Jan‐12

Jul‐12

Jan‐13

Jul‐13

Spread‐rhs Sb Kredit Sb Dep 1 bln BI rate Sb LPS

%

Selisih rKredit ‐ rDepo1: 447bps

%

7.92

12.39

‐5

0

5

10

15

20

25

Jan‐11Apr‐11 Jul‐11Okt‐11Jan‐12Apr‐12 Jul‐12Okt‐12Jan‐13Apr‐13 Jul‐13Okt‐13

M1 Kartal (COB) Giro Rupiah

% Kontribusi Pertumbuhan M1

0

5

10

15

20

25

Jan‐11 Mei‐11 Sep‐11 Jan‐12 Mei‐12 Sep‐12 Jan‐13 Mei‐13 Sep‐13

M2 M1 Uang Kuasi

% Kontribusi Pertumbuhan M2

Page 25: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 23

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, perlambatan M2 dipengaruhi turunnya Net Domestic Asset (NDA) di tengah naiknya Net Foreign Asset (NFA) (Grafik 1.40). Perlambatan NDA dipengaruhi melambatnya pertumbuhan kredit perbankan yang pada Desember 2013 tercatat 21,4% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan akhir triwulan IV 2013 sebesar 23,1% (yoy). Sementara itu, kenaikan pertumbuhan NFA lebih banyak dipengaruhi oleh dampak depresiasi Rupiah yang menyebabkan peningkatan nilai aset-aset valas dalam rupiah.

Grafik 1.40 Pertumbuhan M2 (Faktor yang Berpengaruh)

Industri Perbankan

Moderasi ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga ditopang oleh ketahanan industri perbankan yang tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Ketahanan industri perbankan juga ditopang oleh ketahanan modal yang masih kuat.

Pertumbuhan kredit dalam tren melambat sejalan dengan permintaan domestik yang melambat dan kenaikan suku bunga. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2013 menurun menjadi 21,4% (yoy) (17,4% dengan menetralkan depresiasi nilai tukar), dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 23,1% (yoy). Perlambatan kredit disumbang perlambatan KMK, yang memiliki pangsa hingga 48% dari total kredit, menjadi 20,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 21,9% (yoy). Pertumbuhan KK juga turun menjadi 13,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 17,2%. Sementara itu, pertumbuhan KI masih meningkat menjadi 35,0% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 33,9% (yoy) (Grafik 1.41).

Secara sektoral, perlambatan kredit terutama dipengaruhi kredit ke sektor perdagangan. Kredit sektor perdagangan (yang memiliki pangsa terbesar) tumbuh melambat dari 35,74% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 29,3% (yoy) pada pada triwulan IV 2013. Sementara itu, penyaluran kredit ke sektor utama lain yaitu sektor jasa dunia usaha dan industri pengolahan meningkat, masing-masing tumbuh sebesar 24,18% (yoy) dan 29,63% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 23,99% (yoy) dan 29,07 (yoy) (Grafik 1.42).

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

‐10

‐5

0

5

10

15

20

25

Jan‐11Apr‐11Jul‐11Okt‐11Jan‐12Apr‐12Jul‐12Okt‐12Jan‐13Apr‐13Jul‐13Okt‐13

M2 %yoy (RHS) NFA NDA

% Kontribusi Pertumbuhan M2 % yoy

Page 26: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 24

Grafik 1.41. Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan

Grafik 1.42. Kontribusi Pertumbuhan Kredit

Di tengah tren perlambatan kredit dan penurunan likuiditas, modal perbankan masih meningkat dengan ketahanan yang tetap terjaga. Pada akhir triwulan IV 2013, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 18,36%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini juga meningkat dibandingkan dengan CAR akhir triwulan III 2013 yang sebesar 18,00%. Hal ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat terhadap gejolak termasuk tekanan pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga yang terjadi. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 1,9% (Tabel 1.6).

Tabel 1.6 Kondisi Umum Perbankan

Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara

Pasar saham domestik mengalami koreksi selama triwulan IV 2013 dan kemudian membaik pada Januari 2014. Pada triwulan IV 2013, kinerja IHSG tercatat di level 4.274,18 pada 30 Desember 2013, menurun 0,98% (qtq) dibandingkan triwulan III 2013 yang mencapai level 4,316,18 (Grafik 1.43). Perkembangan ini dipengaruhi oleh meningkatnya kembali isu percepatan tapering dan persepsi investor asing yang belum solid terhadap ekonomi Indonesia. Namun demikian, kinerja pasar saham domestik kembali menguat pada Januari 2014. Kinerja IHSG selama Januari 2014 mencapai level 4.418,76 (30 Januari 2014) atau naik 3,38% (mtm) dibandingkan posisi Desember 2013. Pencapaian ini juga lebih baik daripada kinerja bursa saham Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina (Grafik 1.44). Penguatan IHSG terjadi seiring dengan meredanya kekhawatiran akan percepatan tapering oleh the Fed, membaiknya data ekonomi global dan regional, serta

5

6

7

8

9

10

11

12

‐10

‐3

4

11

18

25

32

39

Jan‐08

Mar‐08

Mei‐08

Jul‐08

Sep‐08

Nop‐08

Jan‐09

Mar‐09

Mei‐09

Jul‐09

Sep‐09

Nop‐09

Jan‐10

Mar‐10

Mei‐10

Jul‐10

Sep‐10

Nop‐10

Jan‐11

Mar‐11

Mei‐11

Jul‐11

Sep‐11

Nop‐11

Jan‐12

Mar‐12

Mei‐12

Jul‐12

Sep‐12

Nop‐12

Jan‐13

Mar‐13

Mei‐13

Jul‐13

Sep‐13

Nop‐13

Total KMK KI KK BI Rate (RHS)

% yoy % 

per Des 2013

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pertanian

Pertambangan

Industri Pengolahan

Listrik, Air dan Gas

Konstruksi

Perdagangan

Pengangkutan

Jasa Dunia Usaha

Jasa Sosial

LainnyaDes‐13 (Kontribusi %yoy)

Des‐13 (%yoy)

Sep‐13 (%yoy)

%

Indikator

Utama Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags  Sep Okt Nov Des

Total Aset (T Rp) 4,262.6  4,211.0  4,237.1  4,313.8  4,367.8  4,418.7  4,461.8  4,510.3  4,581.1  4,737.3  4,717.0  4,817.8  4,954.5 

DPK (T Rp) 3,225.2  3,204.5  3,207.3  3,243.1  3,299.4  3,349.6  3,374.4  3,392.9  3,440.2  3,526.2  3,520.9  3,563.4  3,664.0 

Kredit* (T Rp) 2,707.9  2,688.1  2,718.7  2,768.4  2,824.2  2,887.5  2,959.1  3,021.1  3,067.4  3,147.2  3,159.5  3,214.4  3,292.9 

LDR* (%) 84.72      84.64      85.51      86.11      86.22      86.85      88.38      89.76      89.86      89.92      90.40      90.95      90.55     

NPLs Bruto* (%) 1.87 2.01 2.03 1.97 1.96 1.95 1.88 1.87 1.99 1.86 1.91 1.88 1.77

CAR (%) 17.32 19.18 19.15 18.92 18.61 18.39 17.98 17.95 17.89 18.00 18.36 18.60 18.36

NIM (%) 5.49 5.53 5.34 5.41 5.42 5.41 5.43 5.46 5.46 5.48 5.50 5.51 5.40

ROA (%) 3.08 3.12 2.89 2.99 2.92 2.96 2.98 3.00 2.99 3.01 3.03 3.04 3.08

* tanpa channeling

2012 2013

Page 27: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 25

sejumlah sentimen positif global. Dari dalam negeri, kinerja IHSG juga didukung oleh meningkatnya optimisme terhadap prospek ekonomi domestik seiring inflasi yang terkendali dan membaiknya data neraca perdagangan.

Grafik 1.43. IHSG dan Net Beli/Jual Asing Grafik 1.44. IHSG dan Indeks Bursa Global Januari 2014

Dinamika pasar saham pada triwulan IV 2013 dan Januari 2014 juga dipengaruhi oleh perilaku asing. Pada triwulan IV 2013, investor asing membukukan net jual di pasar saham domestik sebesar Rp11,11 triliun pada triwulan IV 2013 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2013 yang mengalami net jual sebesar Rp8,54 triliun. Perkembangan pada Januari 2014 menunjukkan perubahan dimana investor asing telah kembali mencatatkan net beli sebesar Rp4,82 triliun (Grafik 1.43).

Dinamika berbeda terlihat pada pasar surat berharga negara (SBN), terutama pada Januari 2014. Pasar SBN juga mengalami koreksi pada triwulan IV 2013 ditandai yield SBN yang meningkat dipicu permasalahan yang hampir sama dengan pasar saham. Pada triwulan IV 2013, yield SBN meningkat sebesar 11,68 bps menjadi 8,29% dibandingkan dengan yield pada triwulan III 2013 yang sebesar 8,17%. Yield jangka pendek, menengah dan panjang meningkat masing-masing sebesar 22,97 bps, 2,07 bps dan 15,83 bps menjadi sebesar 7,62%, 8,34% dan 9,08% (Grafik 1.45). Kenaikan yield SBN berlanjut pada Januari 2014 dimana yield SBN meningkat sebesar 31,56 bps menjadi 8,60% dibandingkan Desember 2013 yang sebesar 8,29%. Yield jangka pendek, menengah, dan panjang meningkat masing-masing sebesar 14,45 bps, 34,30 bps dan 48,90 bps menjadi 7,77%, 8,68% dan 9,57%.

Grafik 1.45. Perubahan Yield Triwulan IV 2013 (qtq)

Grafik 1.46. Yield SBN dan Net Jual/Beli Asing Bulanan

Page 28: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 26

Tren yield SBN hingga Januari 2014 terindikasi mulai menarik minat investor asing untuk menanamkan modal di SBN. Hal ini tercermin pada penempatan investor asing selama triwulan IV 2013 yang membukukan net beli Rp29,69 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan net beli triwulan III-2013 yang sebesar Rp11,18 triliun. Pada periode yang sama, kepemilikan SBN oleh Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, dan BI mengalami peningkatan, sementara kepemilikan SBN oleh perbankan tercatat menurun. Perkembangan Januari 2014 menunjukkan aksi beli oleh asing masih berlanjut. Pada Januari 2014, investor asing membukukan net beli sebesar Rp4,82 triliun meningkat dibandingkan dengan kondisi Desember 2013 yang membukukan net jual sebesar Rp0,37 triliun (Grafik 1.46). Pembelian oleh asing utamanya terjadi pada SBN jangka menengah dan panjang.

Pembiayaan Non Bank Di tengah kondisi pasar keuangan domestik yang tertekan, kinerja pembiayaan nonbank tetap terjaga. Total pembiayaan non bank melalui penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes, promissory notes dan lembaga keuangan lainnya mencapai Rp34,7 triliun selama triwulan IV 2013 (Tabel 1.7). Nilai tersebut meningkat tinggi dibandingkan catatan triwulan III 2013 sebesar Rp3,6 triliun. Pada Januari 2014, pembiayaan non bank telah terkumpul dana sebesar Rp1,2 triliun, lebih tinggi dibandingkan pembiayaan Januari 2014 yang sebesar Rp0,8 triliun. Untuk keseluruhan tahun 2014, BEI menargetkan jumlah perusahaan yang IPO sebanyak 30 emiten atau relatif sama dengan pencapaian di tahun 2013. BEI juga menargetkan jumlah perusahaan yang menerbitkan obligasi sebanyak 57 emiten, dan jumlah perusahaan yang menerbitkan right issue sebanyak 60 emiten.

Tabel 1.7. Pembiayaan Non Bank

Sistem Pembayaran

Perkembangan sistem pembayaran dari kelompok tunai tetap solid sehingga dapat menopang kegiatan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Penyediaan uang guna memenuhi peningkatan permintaan uang tunai menjelang perayaan Natal dan liburan Tahun Baru dapat dilakukan dengan optimal. Pada triwulan IV 2013, rata-rata harian Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) tercatat sebesar Rp448,03 triliun, meningkat Rp11,78 triliun atau naik 2,70% (qtq) dibandingkan triwulan III-2013. Angka UYD ini juga meningkat Rp52,95 triliun atau 13,40% dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (Grafik 1.47).

Rp, Triliun2011

Total Total Total TW I TW II TW III TW IV Total Jan Des TW I TW II TW III TW IV Total Jan Total

Non Bank 47,5 123,5 120,0 13,6 47,3 10,8 37,2 108,9 0,8 10,7 16,3 58,3 3,6 34,7 112,9 1,2 1,2Saham 12,4 78,0 62,8 2,4 5,6 1,8 11,2 21,0 0,7 6,6 2,8 29,3 2,8 22,7 57,5 0,5 0,5 o/w Emiten Sektor Keuangan 6,6 20,6 20,4 0,0 2,3 0,7 0,0 3,1 0,0 4,0 0,3 6,0 1,2 9,1 16,6 0,4 0,4

Obligasi 25,8 34,7 51,3 9,6 41,0 7,1 20,1 77,7 0,0 3,3 12,7 27,7 0,3 9,9 50,5 0,0 0,0 o/w Emiten Sektor Keuangan 17,5 27,0 41,4 8,3 26,2 4,8 14,4 53,7 0,0 2,1 9,9 13,5 0,0 7,5 30,8 0,0 0,0

MTN dan Promissory Notes + NCD 3,9 10,8 5,9 1,6 0,8 1,9 5,9 10,1 0,1 0,8 0,8 1,3 0,6 2,2 4,9 0,6 0,6 o/w Emiten Sektor Keuangan 3,2 1,9 1,3 0,1 0,6 0,1 2,1 0,0 0,5 0,7 1,3 0,1 1,1 3,2 0,6 0,6

2009 2010 2013 20142012

Page 29: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 27

Grafik 1.47. Perkembangan UYD (yoy)

Penyediaan uang tunai yang solid juga dibarengi dengan peningkatan kelayakan uang beredar. Selama triwulan IV-2013, sejumlah 1,72 miliar lembar/keping Uang Tidak Layak Edar (UTLE) telah dimusnahkan atau lebih tinggi 40,53% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah tersebut setara dengan Rp41,29 triliun atau lebih tinggi 37,82% dibandingkan periode sebelumnya. Rasio pemusnahan UTLE terhadap aliran uang masuk tercatat sebesar 47,67%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2013 yang tercatat sebesar 20,76%.

Dari sistem pembayaran non tunai, moderasi perekonomian domestik berdampak pada menurunnya transaksi sistem pembayaran non tunai. Pada triwulan IV 2013, nilai transaksi sistem pembayaran non tunai menurun sebesar Rp1.930 triliun atau 5,31% dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan ini terutama terjadi pada transaksi sistem BI-RTGS yang disebabkan oleh menurunnya transaksi operasi moneter. Namun demikian, volume transaksi non tunai pada triwulan IV 2013 tetap meningkat sebesar 94,7 juta atau 9,36% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan volume terjadi pada semua jenis sistem pembayaran non tunai dengan kenaikan tertinggi pada transaksi APMK khususnya kartu ATM dan kartu ATM/Debit yang umum digunakan masyarakat untuk mendukung aktivitas ekonomi di seputar hari libur.

Tabel 1.8. Perkembangan Nilai Sistem Pembayaran Non Tunai

17,4%

18,2%16,8%

14,2%

16,6%16,1%16,4%15,6%

12,7%

11,1%

13,4%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

 150

 200

 250

 300

 350

 400

 450

 500

Trw II ‐2011

Trw IV ‐2011

Trw II ‐2012

Trw IV ‐2012

Trw II ‐2013

Trw IV ‐2013

Nominal  (Rp. tril iun) Pertumbuhan (yoy)

% naik/(turun)

Q‐I Q‐II Q‐III Q‐IV QtQ (III to IV)

BI‐RTGS 18,778.31     21,410.43     26,369.46         24,403.82         ‐7.45%

BI‐SSSS 4,939.05       5,299.69       8,259.94           8,233.35           ‐0.32%

Kliring 547.87           605.66           680.80               707.99               3.99%

Debet 394.76           414.81           421.16               425.56               1.05%

Kredit 153.11           190.84           259.64               282.43               8.78%

APMK 917.78           989.61           1,039.45           1,073.90           3.31%

Kartu Kredit 51.44             55.23             57.08                 59.62                 4.44%

Kartu ATM dan ATM/Debet 866.34           934.38           982.36               1,014.28           3.25%

Uang Elektronik 0.59               0.68               0.90                   0.74                   ‐17.88%

Total 25,183.59     28,306.07     36,350.55         34,419.79         ‐5.31%

Nilai (triliun Rp)

Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai2013

Page 30: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 28

Tabel 1.9. Perkembangan Volume Sistem Pembayaran Non Tunai

Kendati nilai transaksi mengalami penurunan, sistem pembayaran non tunai tetap dapat berjalan lancar menopang kegiatan ekonomi. Ketersediaan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana, BI-SSSS sebagai setelmen surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia, serta SKNBI mencapai 100% pada triwulan IV 2013. Transaksi yang aman dan lancar juga terjadi pada Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) seperti kartu ATM, kartu ATM/debet, dan kartu kredit serta uang elektronik yang tidak mengalami gangguan, meskipun terjadi peningkatan kegiatan pembayaran non tunai yang cukup besar di seputar hari raya Natal dan perayaan Tahun Baru.

% naik/(turun)

Q‐I Q‐II Q‐III Q‐IV QtQ (III to IV)

BI‐RTGS 4,250.03       4,498.99       4,263.52           4,621.03           8.39%

BI‐SSSS 34.16             34.16             28.52                 35.13                 23.19%

Kliring 24,341.27     25,946.38     26,270.70         27,751.07         5.64%

Debet 10,615.23     10,902.14     10,596.93         10,504.32         ‐0.87%

Kredit 13,726.04     15,044.24     15,673.77         17,246.75         10.04%

APMK 849,409.97  917,524.30  945,361.63      1,037,011.28   9.69%

Kartu Kredit 56,667.47     59,557.75     61,329.42         61,543.89         0.35%

Kartu ATM dan ATM/Debet 792,742.50  857,966.56  884,032.21      975,467.39      10.34%

Uang Elektronik 30,728.04     34,259.61     35,850.06         37,063.07         3.38%

Total 908,763.47  982,263.43  1,011,774.42   1,106,481.59   9.36%

Volume dalam Ribu

Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai2013

Page 31: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 29

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perkembangan positif ekonomi triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menjadi basis penguatan pertumbuhan ekonomi ke depan. Bank Indonesia memperkirakan stabilitas ekonomi yang kembali terkendali dan pertumbuhan ekonomi akan lebih seimbang sehingga dapat menurunkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% dan diikuti perbaikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan perkiraan masih berlanjutnya moderasi permintaan domestik dan ekspor yang membaik didorong perbaikan ekonomi global. Defisit transaksi berjalan diprakirakan semakin turun ke arah yang sehat dipengaruhi prospek perbaikan ekspor dan impor yang terkendali sejalan moderasi permintaan domestik. Sementara itu, inflasi diprakirakan dapat terjaga pada kisaran targetnya 4,5±1% dan berlanjut menurun pada kisaran 4,0±1% pada 2015. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, pertumbuhan kredit diperkirakan berada pada kisaran 15-17% sehingga konsisten dengan upaya mengarahkan ekonomi menjadi lebih sehat dan seimbang.

Bank Indonesia tetap mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan prospek perekonomian. Dari global, faktor risiko antara lain terkait ketidakpastian normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed) dan potensi perlambatan ekonomi China. Risiko ini dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia melalui jalur finansial dan jalur perdagangan. Dari sisi domestik, beberapa risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi juga perlu dicermati seperti gangguan pasokan pangan, kenaikan beberapa barang kelompok administered dan dampak depresiasi nilai tukar Rupiah.

Prospek Perekonomian Global

Prospek perbaikan ekonomi domestik pada tahun 2014 dipengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi global 2014 yang diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2013. Meskipun masih moderat terkait tingginya ketidakpastian, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2014 diperkirakan masing-masing sebesar 3,6% (Tabel 2.1).

Prospek pertumbuhan ekonomi global dipengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju. Tren pemulihan ekonomi AS yang diperkirakan masih berlanjut . Ekonomi Eropa yang mulai beralih dari resesi menjadi recovery, meskipun masih belum merata. Sejalan dengan itu, perkembangan ekonomi Jepang juga diperkirakan masih tumbuh cukup kuat, meskipun kenaikan pajak penjualan akan diberlakukan pada bulan April 2014.

2

2014

PDB Dunia 3.0 3.6

Jepang 1.7 1.7

Amerika Serikat 1.8 2.8

Kawasan Eropa -0.4 0.9

Perancis 0.2 0.9

Jerman 0.6 1.6

Italia -1.8 0.6

Spanyol -1.2 0.6

Negara Kawasan Eropa Lainnya -0.8 0.4

China 7.7 7.5

India 4.7 5.3

Negara Lainnya 3.1 3.6

Sumber: Bank Indonesia

Tabel 2.1 Proyeksi PDB Dunia (%)

2013Proyeksi

Page 32: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 30

Selain didukung pemulihan ekonomi negara maju, pertumbuhan global juga mulai mendapat dorongan dari pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market. Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan masih timbuh di level yang tinggi, meskipun termoderasi sejalan dengan kebijakan Pemerintah China mengelola pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi India juga diperkirakan meningkat ditopang oleh pertumbuhan ekspor dan ekspektasi akan berlanjutnya kebijakan struktural untuk mendukung Investasi (Tabel 1.1).

Prospek perekonomian global yang semakin baik, termasuk perbaikan negara Eropa, diprakirakan akan menaikkan volume perdagangan internasional. Volume perdagangan global di tahun 2014 diperkirakan sebesar 3,8%. Sejalan dengan itu, harga komoditas dunia diperkirakan perlahan membaik seiring dengan sinyal perbaikan ekonomi negara maju. Namun, harga minyak masih diproyeksikan turun dengan pertimbangan adanya tambahan pasokan dari negara-negara non-OPEC, sedangkan peningkatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global masih terbatas.

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Prospek ekonomi global yang membaik serta ekonomi domestik yang makin stabil diperkirakan menopang pertumbuhan ekonomi menjadi lebih seimbang. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% dan diikuti perbaikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan perkiraan masih berlanjutnya moderasi permintaan domestik dan ekspor yang membaik didorong perbaikan ekonomi global (Tabel 2.2).

Prospek pertumbuhan ekonomi ditopang konsumsi rumah tangga yang diprakirakan masih tumbuh di level yang tinggi akibat daya beli masyarakat yang meningkat, penyelenggaraan Pemilu 2014, serta proporsi penduduk usia produktif yang membesar. Daya beli masyarakat diprakirakan dapat terjaga seiring dengan peningkatan pendapatan ekspor dan kenaikan gaji/upah, serta inflasi yang terjaga. Proporsi penduduk usia produktif yang membesar akan berdampak pada peningkatan jumlah angkatan kerja sehingga akan berdampak positif terhadap konsumsi.

Sejalan dengan itu, investasi (PMTB) diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2013 seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekspor dan konsumsi rumah tangga. Peningkatan ivestasi juga mendapat dukungan dari alokasi anggaran infrastruktur pemerintah yang meningkat dan optimisme penyelesaian berbagai proyek infrastruktur. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan investasi di tahun 2014 terutama

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I II III IVKonsumsi Rumah Tangga 4.7 5.3 5.2 5.1 5.5 5.3 5.3 5.2 - 5.6

Konsumsi Pemerintah 3.2 1.3 0.4 2.2 8.9 6.4 4.9 5.9 - 6.3

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8.8 9.7 5.5 4.5 4.5 4.4 4.7 5.6 - 6.0

Ekspor Barang dan Jasa 13.6 2.0 3.6 4.8 5.2 7.4 5.3 8.3 - 8.7

Impor Barang dan Jasa 13.3 6.7 0.0 0.7 5.1 -0.6 1.2 5.6 - 6.0

PDB 6.5 6.3 6.0 5.8 5.6 5.7 5.8 5.8 - 6.2

Sumber : BPS

* Proyeksi Bank Indonesia

Tabel 2.2Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

Komponen 2011 2012 2014*2013

2013

Page 33: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 31

disumbangkan oleh investasi bangunan. Hal ini terkait dengan masih besarnya kebutuhan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Prospek kenaikan investasi juga dipengaruhi prospek kenaikan PMA sejalan kondisi Indonesia yang merupakan tujuan utama investasi di kawasan ASEAN berdasarkan ASEAN Business Survey 2014.

Pertumbuhan ekspor diprakirakan meningkat ditopang pertumbuhan dunia dan membaiknya daya saing. Sebagian besar negara dan kawasan tujuan utama ekspor Indonesia diprakirakan berada dalam tren pertumbuhan yang meningkat dalam beberapa tahun ke depan sehingga berpotensi mendorong permintaan barang ekspor Indonesia. Selain itu, berbagai langkah-langkah peningkatan daya saing, diantaranya dengan nilai tukar yang lebih kompetitif dan diversifikasi pasar dan produk akan dapat mendukung pertumbuhan ekspor masa yang akan datang.

Dengan perkembangan permintaan domestik dan ekspor tersebut, pertumbuhan impor diprakirakan meningkat. Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan investasi yang tumbuh lebih tinggi, pertumbuhan impor barang modal dalam bentuk mesin dan perlengkapan diprakirakan meningkat. Kegiatan produksi diprakirakan masih tetap kuat, antara lain untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan ekspor yang tumbuh meningkat, mendorong permintaan impor akan bahan baku impor masih relatif tinggi. Impor barang konsumsi diprakirakan masih akan tetap tumbuh sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih cukup kuat.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi masih tetap ditopang oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Di samping itu, Pemilu 2014 turut mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui peningkatan belanja iklan di sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor PHR (Tabel 2.3). Namun, sektor pertambangan diprakirakan masih tumbuh terbatas antara lain terkait penerapan UU Minerba di awal tahun 2014.

Sektor Industri Pengolahan diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,6-6,0% di tahun 2014. Selain karena pulihnya perekonomian global dan kembali meningkatnya volume perdagangan dunia, perbaikan kondisi perekonomian domestik berperan cukup besar dalam meningkatkan sektor Industri Pengolahan. Perbaikan tersebut ditopang oleh sejumlah kebijakan Pemerintah dalam memulihkan kinerja sektor Industri Pengolahan, antara lain melalui program akselerasi dan revitalisasi industri. Di samping itu, penyelenggaraan Pemilu 2014 diprakirakan mampu mendorong pertumbuhan

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

I II III IVPertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan 3.4 4.2 3.7 3.3 3.3 3.8 3.5 3.1 - 3.5

Pertambangan & Penggalian 1.4 1.6 0.1 -0.6 2.0 3.9 1.3 1.5 - 1.9

Industri Pengolahan 6.1 5.7 6.0 6.0 5.0 5.3 5.6 5.6 - 6.0

Listrik, Gas & Air Bersih 4.8 6.2 7.9 4.0 3.8 6.6 5.6 6.1 - 6.5

Konstruksi 6.6 7.4 6.8 6.6 6.2 6.7 6.6 6.4 - 6.8

Perdagangan, Hotel & Restoran 9.2 8.1 6.5 6.4 6.1 4.8 5.9 5.9 - 6.3

Pengangkutan & Komunikasi 10.7 10.0 9.6 10.9 9.9 10.3 10.2 10.7 - 11.1

Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan 6.8 7.1 8.2 7.7 7.6 6.8 7.6 6.8 - 7.2

Jasa-jasa 6.7 5.2 6.5 4.5 5.6 5.3 5.5 5.6 - 6.0

PDB 6.5 6.3 6.0 5.8 5.6 5.7 5.8 5.8 - 6.2

Sumber : BPS

* Proyeksi Bank Indonesia

Tabel 2.3Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

20132013S e k t o r 2011 2012 2014*

Page 34: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 32

subsektor Industri Makanan dan Minuman lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Pada subsektor Industri Alat Angkut, diprakirakan terjadi peningkatan pertumbuhan akibat aktivitas produksi dan ekspor mobil LCGC ke beberapa negara, serta dijadikannya Indonesia sebagai basis produksi mobil-mobil baru. Pada gilirannya, peningkatan produksi otomotif yang juga didukung dengan penyelesaian konstruksi pabrik Krakatau Posco yang dapat meningkatkan kapasitas produksi baja, diprakirakan dapat meningkatkan subsektor Industri Logam Dasar Besi.

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diprakirakan masih tumbuh cukup tinggi pada kisaran 5,9-6,3% di tahun 2014. Pertumbuhan sektor PHR diprakirakan terdorong oleh meningkatnya aktivitas ekonomi terkait Pemilu 2014 seperti pertemuan (Meetings, incentives, conferences, and exhibitions – MICE), akan mendorong pertumbuhan di subsektor perhotelan. Sementara itu, prospek pariwisata sebagai salah satu penyumbang utama pertumbuhan di sektor ini diprakirakan meningkat, dengan jumlah wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang terus meningkat, sehingga pada gilirannya berdampak positif terhadap perkembangan industri pendukungnya seperti restoran, transportasi, dan retail. Selain itu, pertumbuhan di sektor ini juga didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga akibat perbaikan daya beli masyarakat.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 2014 diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi di sekitar 10,7-11,1% pada tahun 2014 sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik. Meningkatnya aktivitas perdagangan dan ekspor-impor mendorong peningkatan pertumbuhan di subsektor pengangkutan antara lain berupa aktivitas bongkar muat barang. Kegiatan Pemilu yang akan berlangsung pada tahun 2014 diprakirakan turut mendorong pertumbuhan sektor ini, baik di subsektor pengangkutan maupun subsektor komunikasi. Dalam rangka mendukung perkembangan angkutan darat, Pemerintah berencana memperbanyak armada bus guna melayani jalur perintis. Di angkutan udara, diperkirakan sebanyak 160 rute perintis akan dibuka untuk menghubungkan area terpencil. Peningkatan jumlah armada sejumlah maskapai penerbangan domestik di sepanjang 2014 diprakirakan mampu mendorong laju pertumbuhan sektor angkutan. Subsektor pengangkutan diperkirakan masih akan tumbuh tinggi di tengah kenaikan tarif jasa angkutan terutama angkutan jalan raya pasca-kenaikan harga BBM bersubsidi, dan tekanan nilai tukar rupiah yang mendorong naiknya biaya operasional maskapai terkait harga bahan bakar avtur. Sejalan dengan ekspansi kelas menengah, kebutuhan akan penggunaan telepon genggam dan cakupan jaringan komunikasi membuat kebutuhan terhadap data dan traffic komunikasi terus bertambah. Kondisi ini tercermin pada data historis pengguna telepon genggam yang meningkat dan rasio pengguna telepon genggam yang masih rendah.

Sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 2014 diprakirakan tumbuh melambat pada kisaran 6,8-7,2%. Di subsektor keuangan, dampak peningkatan BI Rate dan harga BBM di 2013 diperkirakan akan terlihat pada ekspansi kredit yang tumbuh melambat. Meskipun tumbuh melambat, pertumbuhan di subsektor keuangan diperkirakan masih akan cukup tinggi, antara lain yang berasal dari jasa pelayanan (fee-based income). Namun, sektor ini menjadi sektor penting dalam mendorong perekonomian domestik di 2014 terkait belanja pemilu melalui subsektor jasa perusahaan, ditandai dengan peningkatan belanja iklan di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik.

Page 35: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 33

Sektor Pertambangan diprakirakan masih mengalami pertumbuhan yang terbatas, sekitar 1,5-1,9% di 2014. Prakiraan ini menyusul diberlakukannya UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada 12 Januari 2014. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2014, Permen ESDM No. 1 tahun 2014, dan PMK No.6/PMK.011/2014, yang memungkinkan enam mineral logam (tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, dan mangaan) masih dapat diekspor sesuai ketentuan kadar pengolahannya tanpa harus melalui proses pemurnian, dan dikenakan tarif progresif yang ditetapkan secara bertahap tiap semester (20-60% hingga 31 Desember 2016). Di tengah prospek sektor pertambangan yang terbatas, kinerja subsektor Migas juga diperkirakan menurun. Hal ini akibat Blok Cepu yang semula dijadwalkan beroperasi pada pertengahan 2014 mengalami keterlambatan pengembangan proyek selama 6 bulan, sehingga lifting minyak di 2014 diperkirakan akan lebih rendah dari asumsi di RAPBN-2014 sebesar 870 ribu barel per hari.

Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) diprakirakan tumbuh di kisaran 6,1-6,5% di tahun 2014, seiring dengan peningkatan aktivitas sektor industri pengolahan. Subsektor listrik memberikan kontribusi yang besar seiring dengan penambahan kapasitas listrik di tahun 2014 sebesar 4.250 MW, sehingga pada akhir tahun total kapasitas listrik Nasional mencapai 50.678MW. Peningkatan kapasitas di tahun 2014 lebih besar dibandingkan peningkatan di tahun 2012 dan 2013, masing-masing sebesar 3.879MW dan 1.175MW. Tambahan kapasitas tersebut berasal dari proyek pembangkit 10.000MW tahap pertama. Dari subsektor gas, Pemerintah menargetkan pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan transportasi pada 2014. Pembangunan infrastruktur Bahan Bakar Gas (BBG) terus dilakukan sebagai upaya mendorong percepatan pelaksanaan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke BBG.

Sektor Bangunan diprakirakan akan mengalami pertumbuhan yang moderat di tahun 2014, yakni sekitar 6,4-6,8%. Hal tersebut sejalan dengan sasaran prioritas Pemerintah dalam upaya meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan infrastruktur. Dalam rangka pengembangan infrastruktur darat, Pemerintah akan membangun, merehabilitasi dan meningkatkan kondisi jalur kereta api hingga mencapai 436 km. Apabila RUU tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang saat ini masih dalam tahap pembahasan disahkan, pelaksanaan sejumlah proyek infrastruktur kereta api dan jalan darat di sejumlah daerah akan dapat dipercepat. Pada infrastruktur kelautan, Pemerintah akan membangun dan merehabilitasi sebanyak 53 pelabuhan, baik perintis, non-perintis, maupun strategis. Sementara itu, pada infrastruktur penunjang angkutan udara, Pemerintah akan membangun 10 bandara baru dan merehabilitasi 122 bandara perintis. Pemberlakuan UU Minerba sejak Januari 2014 lalu diperkirakan dapat mendorong konstruksi bangunan pabrik smelter.

Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2014 diprakirakan tumbuh melambat sebesar sekitar 3,1-3,5%. Prakiraan tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan produksi, terutama akibat kondisi iklim ekstrem di awal tahun 2014 yang menyebabkan terendamnya area pertanian dan budidaya. Namun, kondisi iklim ekstrem tersebut diprakirakan tidak akan secara siginifikan mememgaruhi produksi melainkan hanya menggeser panen hasil pertanian dan perikanan. Selain itu kenaikan harga komoditas nonmigas internasional menjadi faktor yang mampu

Page 36: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 34

menahan laju perlambatan di sektor ini, terutama pada subsektor perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan kopi. Di sisi fiskal, Pemerintah juga mengantisipasi potensi perlambatan tersebut melalui penetapan anggaran Rp15,5 triliun untuk Kementerian Pertanian sebagaimana tertuang pada APBN 2014. Penggunaan anggaran tersebut diarahkan untuk meningkatkan produksi, produktivitas pertanian, dan mutu produk pertanian dalam rangka penguatan program ketahanan pangan nasional.

Prospek Inflasi

Tekanan inflasi diprakirakan terkendali sesuai dengan targetnya 4,5% ± 1% pada tahun 2014 dan 4% ± 1% pada tahun 2015 (Grafik 2.1). Inflasi yang terkendali tersebut didukung oleh konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam memastikan inflasi bergerak dalam lintasan sasaran dan ditopang koordinasi erat dengan Pemerintah. Selain itu, terkendalinya inflasi juga didukung oleh terbatasnya peningkatan harga komoditas internasional dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah.

Grafik 2.1 Fanchart Inflasi

Prospek inflasi 2014 yang sesuai sasaran ditopang tekanan inflasi inti yang diperkirakan tetap terjaga. Prospek ini dipengaruhi permintaan domestik yang diprakirakan moderat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tumbuh di bawah tingkat potensialnya dan masih rendahnya kapasitas utilisasi ditengah konsumsi rumah tangga yang meningkat. Tekanan inflasi inti dari sisi eksternal relatif terjaga, terutama terkait dengan peningkatan harga komoditas internasional yang terbatas yang sejalan dengan perbaikan gradual laju pertumbuhan ekonomi dunia. Selain itu, dampak lanjutan nilai tukar rupiah yang melemah diprakirakan tidak terlalu besar sehingga mendukung terjaganya inflasi inti. Selain itu, ekspektasi inflasi diperkirakan juga tetap terjaga dengan dukungan kebijakan dan koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah.

Inflasi dari kelompok volatile food dan inflasi administered prices yang diprakirakan lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013. Inflasi volatile food yang lebih rendah tersebut terkait dengan tidak adanya lagi dampak tahunan kenaikan BBM yang terjadi pada pertengahan tahun 2013. Dari sisi eksternal, situasi produksi pangan di dunia diperkirakan relatif membaik di tahun ini. Total produksi serealia di dunia diprakirakan meningkat sebesar 8,4% di periode 2013/2014 dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peningkatan terjadi sebesar 2,6% di negara berkembang dan 17,4% di negara maju (FAO Crop Prospects and Food Situation, Desember 2013). Selain itu, stok serealia di dunia pada akhir musim 2014 diperkirakan meningkat 13,4% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian, harga serealia dunia terutama gandum, beras, dan jagung akan menurun di tahun 2014 yang juga diikuti dengan penurunan harga kedelai internasional serta minyak nabati (FAO Food Price Index, Januari

Page 37: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 35

2014). Sementara itu, inflasi kelompok administered prices diperkirakan kembali menurun dan berada pada level yang rendah. Hal itu dapat tercapai apabila tidak ada kebijakan untuk menaikkan harga barang/jasa yang bersifat strategis.

Faktor Risiko

Bank Indonesia tetap mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan prospek perekonomian. Risiko global perlu dapat perhatian karena dapat menurunkan prospek ekonomi Indonesia melalui jalur perdagangan dan finansial. Lebih lanjut, risiko-risiko perlu terus dicermati karena dapat kembali meningkatkan tekanan inflasi, memberikan tekanan kepada sektor eksternal berupa masih tingginya defisit transaksi berjalan dan menurunnya surplus transaksi modal finansial, menurunkan pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Dari sisi global, risiko berkaitan dengan ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed. Risiko ini dipengaruhi respon Bank sentral AS (The Fed) yang dapat menormalisasi stance kebijakan sejalan dengan indikasi perbaikan kondisi perekonomian AS. Sesuai dengan strategi komunikasi forward guidance yang diberikan, The Fed menggunakan dua indikator sebagai acuan untuk menaikan suku bunga. Indikator yang pertama adalah tingkat pengangguran yang cukup rendah dengan treshold 6,5%. Indikator kedua yang digunakan The Fed adalah tingkat inflasi dengan treshold 2%. Namun, policy statement terakhir menyatakan bahwa level 6,5% untuk tingkat pengangguran adalah “soft treshold” mengingat kondisi ketenagakerjaan sebenarnya tidak sebaik yang diprakirakan, karena tingkat partisipasi yang menurun. Di tengah masih cukup besarnya kepemilikan asing atas aset rupiah, ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed dapat berakibat pada peningkatan preferensi risk off investor asing di negara berkembang dan bisa memicu aliran modal keluar dan memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah dan pasar keuangan.

Selain ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed, perekonomian juga menghadapi risiko terkait perlambatan ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi China ke depan diperkirakan termoderasi di 2014 dan 2015 sejalan dengan kebijakan Pemerintah China demi menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Risiko terhadap perekonomian China juga terkait dengan lebih ketatnya kondisi likuiditas global ke depan di tengah porsi pembiayaan ekonomi China oleh shadow banking yang cukup besar. Risiko perlambatan ekonomi China sudah terindikasi dari perkembangan terkini yang menunjukkan keyakinan konsumen di China yang menurun (Grafik 2.2).

Grafik 2.2 Keyakinan Konsumen China

Page 38: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 36

Dari sisi domestik, beberapa risiko perlu dapat perhatian karena dapat meningkatkan tekanan inflasi. Risiko tersebut terkait dengan gangguan pasokan pangan, kenaikan beberapa barang kelompok administered dan dampak depresiasi nilai tukar Rupiah. Risiko kenaikan harga pangan terkait dampak banjir yang dapat menurunkan pasokan dan mengganggu distribusi komoditas pangan. Tekanan inflasi semakin kuat jika terjadi anomali cuaca, yang menimbulkan bencana banjir dan menganggu produksi dan distribusi pangan seperti di 2002 dan 2007. BMKG memperkirakan banjir 2014 dapat lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya mengingat intensitas curah hujan yang tinggi dapat berlangsung sampai dengan Maret 2014. Sementara itu, beberapa barang kelompok administered yang perlu dicermati ialah dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik. Untuk dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi 2014 sudah terindikasi di akhir 2013. Di awal 2014, pass-through rupiah tercermin pada kenaikan harga pada indlasi inti traded terutama komoditas dgn kandungan impor tinggi, a.l otomotif, elektronik dan obat. Hasil survei BI juga mengindikasikan bahwa pelaku usaha akan menaikkan harga jual di 2014, setelah cenderung menahan di 2013 melalui penurunan margin keuntungan.

Page 39: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 37

RESPONS KEBIJAKAN MONETER

Mengevaluasi perkembangan terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, Bank Indonesia pada 13 Februari 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan stance kebijakan moneter ketat untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.

Bank Indonesia juga akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan upaya pendalaman pasar, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia juga akan terus mendorong penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri sesuai UU Mata Uang dan perluasan instrumen lindung nilai dalam transaksi valas. Bank Indonesia juga akan berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sejalan dengan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Selain itu, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan memastikan langkah-langkah antisipasi agar stabilitas makroekonomi tetap terjaga.

3

Page 40: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 38

Boks: Keterkaitan Perdagangan China dengan Negara Kawasan Asia

Dalam sepuluh tahun terakhir, peta perdagangan dunia mengalami perubahan dengan semakin meningkatnya peran negara-negara emerging markets (EM) dalam perdagangan dunia (Grafik 1). Peran Jerman dan Jepang dalam kegiatan ekspor dan impor secara bertahap digantikan oleh Cina, yang melakukan reorientasi industri dari low value added industry (intensive labor industry) menjadi high value added industry. Peningkatan peran Cina tersebut memberikan implikasi positif bagi negara emerging markets (EM), terutama negara EM di kawasan Asia yang menjadi bagian dari global supply chain Cina. Namun keterkaitan perdagangan dengan Cina tersebut juga dapat memberi implikasi negatif pada negara yang menjadi supply chain, apabila perkembangan ekonomi Cina mengalami pelemahan.

Sumber : DOTS,IMF Grafik 1. Pangsa Perdagangan Dunia

Proses reorientasi industri di Cina tercermin dari perkembangan ekspor barang industri yang dikelompokan berdasarkan kandungan teknologi. Ekspor barang-barang berteknologi rendah mengalami tren penurunan, sementara ekspor barang-barang berteknologi sedang sampai dengan tinggi mengalami peningkatan. Nilai ekspor barang berteknologi sedang sampai tinggi terus meningkat secara gradual dari USD 92,04 miliar pada tahun 2000 menjadi USD 904,5 miliar pada tahun 2011. Secara pangsa, ekspor barang teknologi sedang sampai dengan tinggi mencapai 47,7% dari total ekspor Cina. Sementara pangsa ekspor barang berteknologi rendah hanya mencapai 36,8% (Grafik 2).

Sejak tahun 2005, Cina menjadi pusat assembly bagi produk-produk di kawasan Asia.1 Negara-negara yang memiliki kaitan erat dalam rantai produksi ini, seperti India, Philipina, dan Thailand mengalami peningkatan intensitas perdagangan dengan Cina (Grafik 3). Sementara Malaysia dan Singapura mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan menjadi production hub dari global supply chain tersebut. Negara-negara yang terkait erat dalam global supply chain mempunyai strength of linkage1 yang kuat dengan negara di kawasan, terutama Cina. Sementara itu, Indonesia memiliki strength of linkage yang rendah dengan jaringan produksi regional Asia. Rendahnya keterkaitan sektor manufaktur Indonesia terkait dengan struktur industri Indonesia, yang belum mampu menjadi bagian dari jaringan produksi Cina yang sedang bertransformasi menjadi high value added.

Page 41: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 39

Sumber : UN Comtrade Sumber : CEIC, Worldbank Grafik 2. Pangsa Ekspor Cina

berdasarkan muatan teknologi Grafik 3. Neraca Perdagangan Cina

Paska krisis Global yang diikuti oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan Cina mengalami penurunan (Grafik 4). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina memberikan dampak rambatan (spillover effect) melalui jalur perdagangan, khususnya terhadap trade balance negara EM di kawasan Asia. Dalam hal ini, penurunan trade balance paling besar dialami oleh India dan Singapura.

Sumber : DOTS, IMF Grafik 4. Perdagangan Cina dengan EM Asia

Sementara itu, penurunan trade balance Indonesia tidak sebesar negara-negara EM yang mempunyai strength of linkage yang besar dengan Cina. Hal ini berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara EM yang juga mengalami perlambatan paska krisis global. Seperti halnya dampak pada trade balance, pertumbuhan ekonomi India dan Singapura mengalami perlambatan yang paling besar. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia meskipun mengalami perlambatan, namun relatif lebih stabil dibandingkan dengan negara-negara EM Asia lainnya.

Page 42: RINGKASAN EKSEKUTIF - bi.go.id · RINGKASAN EKSEKUTIF ... bersamaan dengan penjualan ritel dan keyakinan konsumen ... Penjualan ritel di Jepang meningkat yang dipengaruhi oleh perilaku

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 40

Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 8334/6902 Fax: +62 21 345 2489 Email: [email protected] Website: http//www.bi.go.id

Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior Halim Alamsyah – Deputi Gubernur Ronald Waas – Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur