Top Banner
RINGKASAN BUKU AJAR I MPKT A Disusun oleh : Yunanda Maindra Devia Tasya Rachmadiani Nadia Desty Fadhilah Thalita Audi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2013
74

Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

May 03, 2017

Download

Documents

Fakhri Rafiki
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

RINGKASAN BUKU AJAR I MPKT A

Disusun oleh :

Yunanda MaindraDevia Tasya Rachmadiani

Nadia Desty FadhilahThalita Audi

Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Indonesia

2013

Page 2: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

BAB I

1. PendahuluanPembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan

pembangunan bangsa. Jauh-jauh hari Bung Hatta (1932/1988) sudah menekankan pentingnya pembentukan karakter bersama dengan pembangunan rasa kebangsaan dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan (Hatta, 1988). Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia dengan karakter yang kuat (Dewantara, 2004). Pembentukan karakter juga merupakan isu penting dalam pendidikan mengingat tujuan pendidikan adalah pembentukan watak atau karakter (Santoso, 1979).

kebahagiaan yang otentik adalah perpaduan perasaan-perasaan positif dan penilaian-penilaian terhadap hidup yang memuaskan berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Kebahagian otentik bersumber pada diri sendiri dan pada kekuatan dan keutamaan karakter, tetapi bukan berasal dari hal-hal lain di luar diri sendiri. Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan perasaan-perasaan positif dalam situasi apa pun. Ia juga dapat melihat sisi-sisi baik dari hidupnya sehingga ia dapat memberikan penilaian positif pula kepada hidupnya

Spiritualitas manusia merupakan dasar dari kekuatan karakter. Kemampuan manusia untuk memperbaiki diri dan dunianya dari waktu ke waktu bersumber pada daya-daya spiritualnya.

2. Kepribadian dan Karakterkerpibadian manusia—sebagai hal yang terorganisasi—tidak acak, dan unsur-

unsurnya tidak bekerja sendiri-sendiri. Kepribadian manusia adalah kesatuan yang teratur dengan unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain.

kepribadian bersifat dinamis artinya manusia terus bergerak dan berkembang, tidak berhenti atau terhenti pada satu titik. Kepribadian manusia tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek psikis. Kepribadian juga tampil dalam perilaku yang melibatkan aspek fisik.

faktor internal diri manusia maupun faktor eksternal (lingkungan)-nya mempengaruhi kepribadian manusia. Manusia memiliki otonomi dalam dirinya tetapi, di sisi lain, ia juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara unik.

dalam memahami kepribadian seseorang perlu diketahui sejarah hidup, latar belakang budaya, ambisi, cita-cita, karakter, motif, dan sifatnya serta keterkaitan semua itu dalam pembentukan kepribadiannya.

Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Artinya, karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu.

3. Kekuatan dan Keutamaan KarakterIdentifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan tertentu

pada diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaaan yang tampil dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari orang itu. Peterson dan

Page 3: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Seligman (2004) mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan manusia.

Penggalian, pengenalan, dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-group discussion) dan simulasi. Semua teknik itu membutuhkan ahli yang memahami konstruk karakter dan keutamaan, terutama dalam proses penafsiran dan pemaparan keseluruhan karakter subjek yang diteliti. Tetapi, dalam pelaksanaannya, beberapa teknik dapat digunakan oleh lebih banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu singkat.

4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema SituasionalPeterson dan Seligman (2004) mengemukaan tiga level konseptual dari karakter,

yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional dari karakter. Cara mengenali keutamaan berbeda dengan cara mengenali kekuatan karakter, juga berbeda dengan cara mengenali tema situasional. Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter bersifat hierarkis. Keutamaan berada di level atas, lalu kekuatan di level tengah, dan tema situasional di level bawah.

Keutamaan merupakan karakteristik utama dari karakter (Peterson & Seligman, 2004). Para filsuf dan agamawan menjadikan keutamaan sebagai nilai moral oleh karena itu keutamaan dianggap sebagai dasar dari tindakan yang baik. Berbagai perilaku dapat dinilai berdasarkan keutamaan yang secara umum terdiri dari: kebijaksanaan, courage (kesatriaan), kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Peterson dan Seligman (2004) pun menegaskan bahwa enam keutamaan ini universal dan mungkin memiliki dasar pada manusia secara biologis.

Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi, merupakan proses atau mekanisme, yang mendefinisikan keutamaan. Kekuatan karakter adalah karakteristik yang dijadikan indikator untuk mengenali adanya satu atau lebih keutamaan pada diri seseorang.

Tema situasional dari karakter adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Pengenalan terhadap tema situasional membutuhkan pengenalan terhadap situasi dari satu tempat ke tempat lain. Munculnya tema situasional bergantung pada karakteristik tempat beradanya seseorang. Tema situasional dapat muncul dalam lingkungan yang meleluasakan individu tampil apa adanya, jujur dan tulus. Dari sini dapat dipahami bahwa lingkungan juga berperanan penting dalam memfasilitasi munculnya kekuatan karakter melalui pemunculan tema situasional.

5. Kriteria karakter yang kuatPeterson dan Seligman (2004) mengemukakan kriteria dari karakter yang kuat.1. Karakter yang ciri-ciri (keutamaan yang dikandung)-nya memberikan sumbangan

terhadap pembentukan kehidupan yang baik untuk diri sendiri dan sekaligus untuk orang lain.

2. Ciri-ciri atau kekuatan yang dikandungnya secara moral bernilai sebagai sesuatu yang baik bagi diri sendiri dan orang lain, bahkan walaupun tak ada keuntungan langsung yang dihasilkannya.

Page 4: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

3. Penampilan ciri-ciri itu tidak mengganggu, membatasi atau menghambat orang-orang di sekitarnya.

4. Kekuatan karakter tampil dalam rentang tingkah laku individu yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan, serta dapat dikenali, dievaluasi dan diperbandingkan derajat kuat-lemahnya.

5. Karakter yang kuat dapat dibedakan dari ciri-ciri yang berlawanan dengannya.6. Kekuatan karakter diwadahi oleh model atau kerangka pikir ideal.7. Kekuatan karakter dapat dibedakan dari sifat positif yang lain tetapi yang saling

terkait secara erat.8. Dalam konteks dan ruang lingkup tertentu, kekuatan karakter tertentu menjadi ciri

yang mengagumkan bagi orang-orang yang mempersepsinya.9. Boleh jadi tidak semua ciri karakter yang kuat muncul pada seseorang, tetapi

kebanyakan dari ciri-ciri karakter yang kuat tampil pada orang itu.10. Kekuatan karakter memiliki akar psiko-sosial; potensinya ada dalam diri sendiri, dan

aktualitanya dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

Peterson (2006) percaya bahwa orang memiliki tanda kekuatan yang sama dengan yang disebut Allport sebagai personal traits (sifat pribadi) satu dekade lalu.

6. Keutamaan dan Kekuatan Karakter Yang Membentuknya

Dalam usaha membentuk karakter, diperlukan pemahaman mengenai apa yang saja keutamaan dan kekuatan karakter yang sejauh ini sudah dikembangkan oleh manusia. Peterson dan Seligman (2004) berusaha untuk membuat daftar kekuatan karakter pribadi. Teori tentang kekuatan karakter adalah subyek yang siap untuk diubah sesuai dengan bukti yang ditemukan dari waktu ke waktu.

Tabel 4.1: Kekuatan dan Keutamaan Karakter

No. Kekuatan Keutamaan1. Kekuatan kognitif:

Kebijaksanaan dan pengetahuan

kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan pikiran, mencintai kegiatan belajar, perspektif (memiliki “gambaran besar” mengenai kehidupan).

2. Kekuatan interpersonal: Kemanusiaan

cinta kasih, kebaikan hati (murah hati, dermawan, peduli, sabar, penyayang, menyenangkan dan cinta altruisitik), serta memiliki kecerdasan sosial.

3. Kekuatan emosional: Kesatriaan

keberanian untuk menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan, teguh dan keras hati, integritas (otentisitas, jujur), serta bersemangat dan antusias.

4. Kekuatan kewarganegaraan (Civic): Berkeadilan

citizenship (tanggung jawab sosial, kesetiaan, mampu bekerjasama), fairness (memperlakukan orang setara dan adil), serta kepemimpinan.

5. Kekuatan menghadapi dan mengatasi hal-hal yang tak menyenangkan: Pengelolaan-diri

pemaaf dan pengampun, kerendahatian, hati-hati dan penuh pertimbangan, serta regulasi-diri.

Page 5: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

(Temperance)6. Kekuatan spiritual:

Transendensiapresiasi keindahan dan kesempurnaan, penuh rasa terima kasih, harapan (optimis, berorientasi ke masa depan), spritualitas (religiusitas, keyakinan, tujuan hidup), serta menikmati hidup dan humor,

7. Karakter dan SpiritualitasManusia memiliki kemampuan untuk memahami keterkaitan dirinya dengan

seluruh alam semesta, juga keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta. Pemaknaan terhadap keseluruhan alam ini dimungkinkan adanya pada manusia meskipun secara fisik ia terbatas dan tak pernah dapat mengenali keseluruhan dunia secara empirik. .

Dalam salah satu pengertiannya, spiritualitas merujuk kepada sesuatu yang teramat religius, sesuatu yang berkaitan dengan roh (spirit) dan hal-hal yang sakral. Spiritualitas memberikan kedalaman dan integritas kepada kehidupan manusia sebagai makhluk yang hidup dalam kebudayaan, tempat, dan waktu tertentu. Perbedaan-perbedaan yang ada antarmasyarakat hanya gejala yang tampil di permukaan. Di bagian yang lebih dalam, setiap masyarakat memiliki dasar spiritualitas yang universal. Spiritualitas terpancar dari dalam semua struktur sosial yang ada dalam setiap masyarakat dan dalam tampilan fisik. Setiap peristiwa fisik dapat membawa manusia kepada aspek spiritual jika manusia meningkatkan kepekaannya.

8. Keutamaan Karakter dan KebahagiaanPeterson dan Seligman (2004) memaparkan berbagai hasil penelitian yang

menunjukkan keberadaan potensi setiap keutamaan karakter itu pada diri manusia. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahagiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan, mengetahui kekuatan tertinggi, dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai sebagai hal yang lebih besar dari diri sendiri. Jelaslah bahwa ketiga bentuk kebahagiaan ini berkaitan erat dengan keutamaan dan kekuatan manusia. Jelas juga bahwa ketiga hal itu merupakan kategori spiritual. Ketiganya dimungkinkan oleh daya-daya spiritual manusia.

Menurut Seligman, tidak ada jalan pintas untuk mempersingkat pencapaian kebahagiaan. Kebahagiaan hanya dapat dicapai dengan memandang hidup sebagai hal yang bermakna dan berharga, mengenali diri sendiri dan menemukan kekuatan-kekuatan kita, lalu memanfaatkan kekuatan-kekuatan itu untuk kepentingan yang lebih besar. Peserta didik difasilitasi dan dilatih untuk selalu memaknai setiap tindakan yang dilakukannya. Mereka juga difasilitasi untuk memahami kekuatan dan keutamaan tertinggi yang dimiliki manusia. Lalu mereka difasilitasi dan dibiasakan untuk melayani atau mengerjakan hal-hal yang lebih besar dari mereka sendiri. Perpaduan dari tiga kebahagiaan dan keutamaan-keutamaan karakter merupakan bahan dari pendidikan karakter. Materi-materi itu yang diajarkan kepada peserta didik dengan berbagai cara yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan, bahkan, lebih jauh lagi, sampai terbentuknya sifat-sifat yang merupakan keutamaan.

BAB II

Page 6: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

1. Apakah Logika Itu?Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang

menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang menggunakan bahasa formal.

Dari sejarah filsafat Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru ditulis secara sistematis oleh Aristoteles.

Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip, aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti seni berdebat. Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudah dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang belum pasti kebenarannya (Bertens, 1999).

Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead bahkan menyatakan bahwa matematika adalah logika murni. Istilah logika klasik (classical logic, classical elementary logic, atau classical first-order logic) merujuk kepada kajian tentang logika dalam matematika. Logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu pengetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Logika, di samping etika, dapat dipahami sebagai asas pengaturan alam dan isinya yang dikembangkan manusia. Logika berperan di sana, mulai dari penamaan benda-benda berdasarkan prinsip identitas (X = X) hingga penemuan beragam hubungan antara unsur alam melalui penalaran analogis, deduktif, dan induktif. Logika memungkinkan manusia memahami seluk-beluk dan dinamika alam berserta isinya, menerangkan, meramal, dan menata alam. Berbagai persoalan manusia terselesaikan dengan bantuan logika. Sebagai asas pengaturan, logika menjelaskan bahwa alam yang awalnya tampak sebagai kekacau-balauan (chaos) sebenarnya merupakan jagat raya (cosmos) yang teratur.

Secara filosofis, logika adalah kajian tentang berpikir atau penalaran yang benar. Penalaran merupakan aktivitas mental yang bertujuan memperoleh pengetahuan; dengan kata lain, penalaran merupakan aktivitas epistemik. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan. Dalam logika dikaji bagaimana berlangsungnya proses penarikan kesimpulan yang mencakup unsur-unsur dari proses, langkah-langkah, serta hukum, prinsip dan aturan-aturannya.

Page 7: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Di samping itu, sebagai bagian dari epistemologi dalam arti luas, logika juga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi, yang mencakup segi-segi sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan pengetahuan. Struktur pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana pengetahuan terkumpul, tersusun, dan tertata sedemikian rupa dalam diri manusia juga mendasari sebuah sistem logika. Lalu, untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan.

Dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Ini disebabkan oleh asas epistemologis matematika yang berakar pada filsafat. Di sisi lain, matematika juga banyak memberi masukan kepada logika, bahkan dianggap sebagai logika murni oleh Russell dan Whitehead dalam buku mereka yang berjudul Principia Mathematica (1925).

Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu, sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang bertujuan menjelaskan kebenaran lainnya. Dalam pengertian ini logika berbeda dari biologi karena logika lebih umum; tetapi, di pihak lain, sama dengan biologi, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran tertentu. Pengertian logika ini sering kali diasosiasikan dengan Gottlob Frege (1848-1925), ahli matematika dan filsuf dari Jerman.

Kebenaran logis adalah satu pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas dari apa makna bagian lain yang menyertainya. Logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan putusan

2. Term, Definisi dan Divisi 2.1 Term

Setiap hal yang diinderai dan dipersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide. Hasil dari pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam bentuk term. Rangkaian term yang bermakna adalah pernyataan. Term dan pernyataan merupakan bagian dari bahasa

Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai (sensible) sesuai dengan pakat (conventional). Tanda itu dapat bersifat formal dan instrumental. Tanda formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda dan yang ditandai seperti gambar, potret, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental digolongkan atas dua, yakni tanda alamiah dan tanda konvensional. Tanda alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara tanda dan yang ditandai. Tanda konvensional digunakan berdasarkan kesepakatan sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu.

Secara umum term adalah tanda yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah. Jika dikelompokkan, ada tiga jenis makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna denotatif, makna kesan (sense), dan makna emotif. Makna denotatif disebut makna sesungguhnya, namun penentuan makna sesungguhnya ini dilakukan berdasarkan kesepakatan. Makna kesan (sense) ialah makna term berdasarkan penggabungannya dengan kata lain. Makna emotif ialah makna term yang didasarkan pada perasaan atau emosi, sikap--baik secara tersurat maupun secara tersirat.

Page 8: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

2.2 DefinisiDefinisi adalah pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi

menjawab pertanyaan, Apakah itu? Untuk dapat mendefinisikan suatu term kita harus tahu persis tentang hal yang didefinisikan.

Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi adalah keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan term.

2.2.1 Penggolongan definisi Ada dua jenis definisi, yakni definisi nominal (definisi sinonim) dan definisi real

(definisi analitik). Definisi nominal ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus, Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Definisi real dibedakan atas dua, yakni definisi esensial dan definisi deskriptif. Definisi esensial menerangkan inti (esensi) dari suatu hal dengan menyebutkan genus dan diferentia-nya. Genus adalah kelompok besar atau kelas dari hal yang akan dijelaskan, sedangkan diferentia adalah ciri khas yang hanya ada pada hal yang didefinisikan. Ciri khas inilah yang membedakan suatu hal dengan hal lain dalam genus atau kelompok yang sama

Definisi deskriptif dibedakan atas empat, yakni definisi distingtif, definisi genetik, definisi kausal, dan definisi aksidental. Definisi distingtif menunjukkan property. Definisi genetik menyebutkan asal mula atau proses terjadinya suatu hal. Definisi kausal menunjukkan penyebab atau akibat dari sesuatu hal. Definisi aksidental tidak mengandung hal-hal yang esensial dari suatu hal.

2.2.2 Aturan membuat definisi Pertama, definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan.Kedua, definisi tidak

boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan. Ketiga, definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas. Keempat, definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif.

2.3 DivisiDivisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu

kesamaan karakteristik tertentu. Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada beberapa jenis divisi, yakni divisi real (atau aktual) dan divisi logis.

2.3.1 Divisi real atau aktualPenguraian dengan divisi real atau aktual dilakukan berdasarkan bagian-bagian

yang ada pada objek itu sendiri baik fisik maupun metafisik terlepas dari aktivitas mental manusia. Divisi berdasarkan bagian metafisik dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang merupakan esensi dari sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain Dalam pembuatan divisi real sebaiknya dilakukan observasi, analisis, dan abstraksi terhadap hal yang akan diuraikan. Observasi, analisis, dan abstraksi ini diperlukan untuk memahami hal yang akan diuraikan sehingga penguraiannya tidak bertentangan dengan kenyataan dari hal itu.

Page 9: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

2.3.2 Divisi LogisDalam divisi logis mental manusialah yang membagi keseluruhan hal menjadi

bagian-bagian. Kita menambahkan unsur-unsur tertentu kepada suatu hal untuk menjadikannya kelas atau sub-kelas. Kegiatan menambahkan elemen-elemen ini, yang merupakan kegiatan dari divisi logis, disebut sintesis.

2.3.3 Aturan Pembuatan DivisiDivisi harus dibuat memadai; artinya, jumlah semua bagian harus sama dengan

keseluruhan. Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi. Tidak boleh ada bagian yang terlewati.Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan.Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain.Divisi harus jelas dan teratur.Jumlah bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat sub-bagian.

3. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi3.1. Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi

kalimat didefinisikan sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal.

Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan tata bahasa suatu bahasa. Secara umum, struktur kalimat berita terdiri dari subjek-predikat-objek. Dalam bahasa lisan kalimat tanya ditandai dengan intonasi tertentu; dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya [?]. Kalimat perintah dengan satu kata ditandai dengan intonasi yang menunjukkan ketegasan, sedang dalam bahasa tulisan kalimat ini diakhiri dengan tanda titik [.] dan kadang-kadang dengan tanda seru [!].

Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. Pernyataan memiliki nilai kebenaran (truth value).

Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Proposisi juga dapat dipahami sebagai makna dari kalimat berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita yang dapat dinilai benar atau salah.

Berikut ialah tiga hal yang menjadi konsekuensi dari definisi kalimat, pernyataan dan proposisi tersebut. Pertama, kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak mengungkapkan proposisi apa pun. Kedua, pernyataan atau kalimat yang berbeda dapat mengungkapkan proposisi yang sama. Ketiga, kalimat atau pernyataan yang sama dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda. Lalu, bagaimana kita dapat mengetahui apa proposisi yang ingin diungkapkan suatu kalimat atau pernyataan? Kita dapat memastikannya melalui pencermatan terhadap informasi non-bahasa atau konteks atau dengan menggunakan kalimat lain yang lebih jelas dan khusus.

Kalimat atau pernyataan yang boleh ditafsirkan lebih dari satu makna (multi-tafsir) dapat menyebabkan kita salah dalam memahami dan menanggapinya. Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu dilakukan hal-hal berikut. Pertama, membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi. Kedua, mengusahakan

Page 10: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas. Akhirnya, membuat pernyataan mengenai nilai kebenaran kalimat itu.

Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah yang berikut. 1) Kalimatnya tidak koheren sehingga tidak dapat dimaknai oleh pendengar atau pembaca. 2) Kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak jelas sehingga dapat menyebabkan salah tafsir. 3) Tidak menunjukkan dengan jelas bahwa kita sedang menyatakan nilai kebenaran dari kalimat kita (dan bukannya sedang bertanya, mencoba sound system, berspekulasi, atau berlatih drama). Dalam bahasa lisan, kesalahan ini seringkali disebabkan oleh salah intonasi. Dalam bahasa tulis, hal ini seringkali timbul karena kesalahan penggunaan tanda baca.

3.2 Pernyataan Sederhana dan Pernyataan KompleksSecara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan,

yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu proposisi. Pernyataan kompleks adalah pernyaataan yang mengandung lebih dari satu proposisi.

Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan.

Tidak semua kalimat kompleks (kalimat yang mengandung lebih dari satu komponen) merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen logika.

Biasanya, komponen yang mengikuti kata-kata yang menunjukkan sikap atau pendapat pribadi, seperti pikir, harap, kira, dan percaya bukan merupakan komponen logika. Dalam percakapan sehari-hari, komponen-komponen dalam pernyataan kompleks sering kali tidak diungkapkan secara lengkap.

3.3 Jenis-jenis Pernyataan KompleksHubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan

kompleks ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak, dan, atau, jika, dan maka. Kata-kata yang menghubungkan pernyataan-pernyataan sederhana—sehingga terbentuk satu pernyataan kompleks—dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat di antara pernyataan-pernyataan sederhana itu disebut kata penghubung logis atau kata penghubung kalimat. Kata penghubung itu digunakan untuk membangun struktur logika dari pernyataan kompleks.

Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:1) Negasi (bukan P)2) Konjungsi (P dan Q), dan3) Disjungsi (P atau Q)4) Kondisional (Jika P maka Q)Secara umum struktur logika terdiri atas empat jenis seperti yang sudah disebutkan di atas.

Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan struktur logika suatu pernyataan atau suatu argumen. Hal itu dapat terjadi karena 1) ada lebih dari satu cara untuk mengungkapkan keempat jenis pernyataan kompleks tersebut di atas, dan 2) struktur

Page 11: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

logika suatu pernyataan sering kali tersembunyi. Untuk dapat menemukan struktur logika dari pernyataan-pernyataan, kita perlu mempelajari struktur logika dari keempat pernyataan kompleks itu.

3.3.1NegasiNegasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu.

Jika A adalah suatu pernyataan, negasinya adalah “Tidak benar bahwa A”. Ini disingkat menjadi “Bukan-A” atau “Bukan (A).” Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-duanya, atau salah kedua-duanya. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu, negasi termasuk pernyataan kompleks, bukan pernyataan sederhana.

Dalam percakapan sehari-hari, kita jarang menyatakan negasi dalam kalimat, “Tidak benar bahwa…” melainkan kita cukup menyingkatnya dengan kata tidak. Kata-kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata-kata saling menegasikan. Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif.

3.3.2 KonjungsiSuatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata

dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah P dan Q. Komponen-komponennya (masing-masing P dan Q) disebut konjung.

Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih. Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu konjungnya salah. Jika semua salah atau salah satu pun konjungnya salah, maka konjungsi salah.

Ada kata lain di samping dan yang fungsinya kurang lebih sama. Penggunaan tapi, walaupun, dan lain-lain itu mengandung arti lebih dari sekadar dan. Penggunaan kata dan kadang-kadang taksa atau ambigu (ambiguous).

Untuk mengetahui interpretasi mana yang benar, digunakan konteks atau informasi lain yang tersedia. Jika kita yang menyampaikan pernyataan, sebaiknya kita menggunakan pernyataan yang lebih lengkap dan jelas. Meskipun ada konteks, kemungkinan salah tafsir tetap besar. Oleh sebab itu, penggunaan pernyataan yang taksa atau bertafsir ganda harus dihindari.

Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai kebenarannya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, urutannya tidak dapat dibalik.

3.3.3 DisjungsiPernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau

disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen pernyataan kompleks, bentuk standar dari disjungsi adalah P atau Q. Komponen-komponennya (masing-masing P dan Q) disebut disjung. Jumlah disjung dalam suatu disjungsi tidak harus dua, tetapi bisa juga lebih. Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak mempengaruhi nilai kebenarannya. A atau B secara logis ekuivalen dengan B atau A.

Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika semua disjungnya salah. Penggunaan kata atau seperti ini disebut atau-inklusif.

Page 12: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Dalam percakapan sehari-hari, kadang-kadang kata atau digunakan sebagai atau-eksklusif, yang berarti bahwa hanya salah satu dari disjungnya yang benar. Dalam teori-teori logika, yang dipakai adalah atau-inklusif. Jika dalam teori logika, kita ingin mengungkapkan suatu hubungan atau -eksklusif, maka struktur logikanya menjadi A atau B dan bukan (A dan B).

Perhatikan penulisan struktur logika, jika kita menggunakan bentuk negasi tanpa tanda kurung, maka hasilnya menjadi ambigu seperti ini: A atau B dan bukan -A dan B.

3.3.4 KondisionalPernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika…,

maka… disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah Jika P maka Q. Pernyataan dalam anak kalimat yang mengandung kata jika disebut anteseden, dan pernyataan dalam anak kalimat yang mengandung kata maka disebut konsekuen.

Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Hal ini menyebabkan timbulnya pandangan yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya (yang dianut oleh para ahli logika formal) ialah pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan konsekuennya salah. Nilai kebenaran kondisional material tidak tergantung pada hubungan antara komponen-komponennya karena kondisional material tidak melihat isi dari pernyataan yang menjadi komponennya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan pernyataan kondisional untuk menggambarkan hubungan antara komponen-komponennya. Kebenaran pernyataan-pernyataan itu tergantung pada hubungan antara anteseden dengan konsekuennya juga. Tetapi dari sudut pandang logika murni, maka yang dianut adalah kondisional material. Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka tidak A. Kedua bentuk ini disebut kontrapositif.

Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang menggunakan bentuk kondisional bukan untuk menggambarkan hubungan kondisional. Untuk membedakan mana pernyataan kondisional yang sesungguhnya dan mana yang bukan, digunakan akal sehat dan ingatan tentang kenyataan-kenyataan yang dirujuk dalam pernyataan.

Ada banyak cara untuk mengungkapkan pernyataan kondisional, yang semuanya dapat dikembalikan ke bentuk standar Jika A, maka B. Kadang-kadang jika suatu bentuk kondisional yang tidak standar diterjemahkan ke bentuk standar, maka artinya berubah. Oleh sebab itu, dalam mengubah suatu bentuk kondisional menjadi bentuk standarnya, kita harus melihat apakah bentuk standar ataukah bentuk kontrapositifnya yang lebih dapat “menangkap” arti sesungguhnya dari pernyataan asalnya. (Periksa Tabel 2.1.)

Tabel 2.1: Pernyataan Kondisional dan Bentuk Standarnya

Pernyataan Kondisional Bentuk StandarHanya manusia yang dapat menggunakan

simbol.Jika suatu makhluk menggunakan simbol,

maka makhluk itu adalah

Page 13: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

manusia.Jika MS, maka M.

Di mana ada api, di situ ada oksigen. Jika ada api, maka ada oksigen. Jika A, maka O.

Saya tidak mau pergi kecuali dibiayai. Jika saya tidak dibiayai, saya tidak mau pergi.

Jika tidak D, tidak P.Kamu boleh menyetir mobil hanya jika

kamu sudah punya SIM A.Jika kamu belum punya SIM A, kamu tidak

boleh menyetir mobil.Jika tidak SA, tidak MM.

Tidak mungkin kamu datang ke rapat itu tapi tidak melihat aku.

Jika kamu pergi ke rapat itu, maka kamu melihat aku.

Jika R, maka M.Syarat untuk hidup sejahtera adalah sehat. Jika tidak sehat, maka tidak bisa hidup

sejahtera.Jika tidak S, maka tidak S.

Pengenalan terhadap kontrapositif dari suatu pernyataan akan berguna pada saat kita berusaha mengenal struktur logika dari suatu pernyataan atau argumen yang rumit. Ada aturan informal yang mengatakan bahwa kita boleh mengganti kata kecuali dengan jika tidak. Namun karena mengandung negasi, maka kalimat yang baru bisa jadi sangat rumit.

3.3.5 Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang MencukupiAda dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional,

yaitu yang mencukupi (sufficient condition, S) dan kondisi niscaya (necessary condition, N).

Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada lima jenis hubungan itu.1) Kausal2) Konseptual3) Definisional4) Regulatori5) Logis

Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y. Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam konteks tertentu.

3.4 Hubungan Antar-pernyataanAda pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu pernyataan.

Oleh para ahli logika, ini disebut hubungan langsung.

Page 14: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

3.4.1 Kesimpulan Langsung: Oposisi dari ProposisiPernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.A: Semua S adalah P. (Universal-afirmatif)E: Tidak ada S yang P. (Universal-negatif)I: Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)O: Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)

Hubungan antara keempat jenis pernyataan kategorikal dapat digambarkan dalam segi-empat oposisi pada Bagan 2.1.

Bagan 2.1: Segiempat Oposisi

A: Semua S adalah P. Kontrari E: Tidak ada S yang P.

I: Beberapa S adalah P. Subkontrari O: Beberapa S bukan P.

Kontradiksi (A dan O; E dan I)Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah (Salah satu pasti benar).Kontrari (A dan E)Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah. Subkontrari (I dan E)Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah.Subalternasi (A dan I; E dan O)Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Jika subalternasinya (I atau O) benar, maka superalternasinya (A atau E) belum tentu benar. Jika subalternasinya (I atau O) salah, maka superalternasinya (A atau E) pasti salah.

Dalam logika tradisional, yang disebut kontrari adalah pernyataan bentuk A terhadap pernyataan bentuk E. Namun, di sini setiap dua pernyataan yang memenuhi definisi di atas dapat dianggap sebagai kontrari. Kontradiksi dan kontrari cukup sering disebut “lawan” dari suatu pernyataan, namun keduanya berbeda satu sama lain.

Tabel 2.2: Perbedaan dan Bentuk Kontrari dengan Kontradiksinya

Pernyataan Kontrari KontradiksiSemua mawar berwarna

merah.Semua mawar berwarna

kuning.Beberapa mawar tidak

berwarna merah.Semua angsa berwarna Tiada angsa mawar Beberapa angsa tidak berwarna

Sub-alternasi Kontradiktori

Page 15: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

putih. berwarna putih. putih.Tidak ada orang yang

bermoral.Semua orang bermoral. Beberapa orang bermoral.

Rumah saya hijau. Rumah saya putih. Rumah saya tidak hijau.Dia selalu jujur. Dia tidak pernah jujur. Dia kadang-kadang jujur.Beratnya lebih dari 50 kg. Beratnya kurang dari 50 kg. Beratnya 50 kg atau kurang.

Secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu. Oleh sebab itu, semua pernyataan yang merupakan kontradiksi dari pernyataan X , pada dasarnya adalah ekuivalen dari pernyataan bukan-X. Sedangkan ada banyak pernyataan yang merupakan kontrari dari pernyataan X namun tidak saling ekuivalen

Pernyataan kompleks juga memiliki kontradiksi dan kontrari. 3.4.2 Konsistensi dan InkonsistensiDua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten; artinya, kedua pernyataan itu mungkin sama-sama benar pada saat bersamaan. Pernyataan yang termasuk inkonsisten adalah kontrari dan kontradiksi. (Lihat Tabel 2.3.)

Tabel 2.3: Pernyataan yangKonsisten dan yangInkonsisten

Pernyataan Konsisten InkonsistenAda anyelir Ada anggrek. Tidak ada anyelir.Dia harus belajar. Dia harus belajar logik. Dia tidak boleh belajar.Dia X dan Y. Dia X. Dia bukan Y.Jika A maka B. Jika B maka A. A dan bukan-B.

3.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi LogisTiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan

independensi logis. Ketiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian kita dan sering pula dipertukarkan pengertiannya; tidak jarang orang memperlakukan hubungan yang satu sebagai hubungan yang lain.

ImplikasiPernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan.

EkuivalensiDua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan.

Jadi dua pernyataan yang secara logis ekuivalen memiliki makna yang sama. Begitu pula sebaliknya, dua pernyataan yang memiliki makna yang sama berarti secara logis keduanya ekuivalen. Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang secara logis ekuivalen.1. Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari

negasi konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q]2. Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari

negasi disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q]

Page 16: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

3. Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-Q)]

4. Suatu disjungsi [P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang antesedennya merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah disjung yang lain [Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P].

Independensi LogisDua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan; jadi, kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan.

4. PenalaranPenalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan. Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah argumentasi.4.1 Penyimpulan Langsung

Kebenaran pertama-tama dapat dicapai melalui penyimpulan langsung (immediate inference), yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Prinsip-prinsip logika terdiri atas prinsip identitas, prinsip kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah (excluded middle). Prinsip identitas menyatakan bahwa X = X; artinya, sesuatu adalah sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa jika X = X maka tidak mungkin X tidak sama dengan X; artinya, sesuatu adalah dirinya sendiri, tidak mungkin sesuatu itu sekaligus bukan dirinya sendiri. Prinsip tanpa nilai tengah menyatakan bahwa untuk proposisi apa pun, proposisi itu hanya dapat benar atau salah; tidak mungkin diperoleh sebuah proposisi yang benar sekaligus salah, atau setengah salah atau setengah benar.Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera. Penyimpulan langsung menghasilkan pengetahuan dasar bagi manusia. Pengalaman empirik yang menjadi sumber pengetahuan itu. Akan tetapi penyimpulan langsung tidak membawa kita beranjak jauh dari informasi-informasi asal sehingga tidak dapat menambah pengetahuan lebih banyak lagi. Kita perlu mengetahui kebenaran-kebenaran dari berbagai hal yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung maupun pembuktian melalui panca indera.

4.2 Penyimpulan Tak Langsung Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tak langsung. Putusan yang dihasilkan bukan hasil dari pengenalan langsung terhadap gejala, melainkan hasil dari mempertemukan dua ide yang diperbandingkan dengan perantaraan ide ketiga yang sudah diketahui sebelumnya.

Proses membandingkan dua ide dengan melibatkan ide ketiga untuk menghubungkan dua ide itulah yang disebut penalaran. Dengan kata lain, penalaran adalah penyimpulan tak langsung atau penyimpulan dengan menggunakan perantara (mediate inference).

Berdasarkan prinsip identitas kita dapat menyimpulkan bahwa Jika ide 1 = ide 3, dan

ide 2 = ide 3, maka

Page 17: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

ide 2 = ide 1.

Berdasarkan prinsip kontradiksi kita dapat menyimpulkan bahwaJika ide 1 ≠ ide 3, dan

ide 2 = ide 3, makaide 1 ≠ ide 2.

Kedua prinsip dan turunannya yang menjadi dasar-dasar dari penalaran.

4.3 Dua Jenis PenalaranAda dua jenis penaralan, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran induktif.

Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus yang tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu. Penyimpulan melalui deduksi disebut juga silogisme.

Induksi adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil, atau prinsip umum dari kasus-kasus khusus (individual).

4.4 Kesalahan PenyimpulanKesalahan penyimpulan digolongkan atas dua, yakni kesalahan material dan

kesalahan formal. Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran.

Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten.

4.5 ArgumentasiUngkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan tak langsung adalah

argumentasi. Di dalam argumentasi terkandung term yang merupakan ungkapan verbal dari ide dan proposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan.

Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden. Subjek (S) dan Predikat (P) dari kesimpulan masing-masing disebut ekstrem minor dan ekstrem mayor yang cakupannya lebih luas dari subjek. Ungkapan dari ide ketiga yang menghubungkan ide pertama dan ide kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut term tengah (middle term, disingkat M). Premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor. Premis yang mengandung term minor disebut premis minor. Ketentuan ini baku, terlepas dari posisi premis-premis itu dalam argumentasi.

Term tengah (M) harus muncul di premis mayor maupun premis minor sebagai perbandingan, tetapi tidak boleh muncul dalam kesimpulan.

Ada dua macam argumentasi yang umum digunakan dalam logika, yaitu silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah argumentasi yang menggunakan proposisi kategoris yang oleh Aristoteles disebut analitika. Silogisme hipotetis adalah argumentasi yang menggunakan proposisi hipotetis (silogisme hipotetis) yang oleh Aristoteles disebut dialektika.

Page 18: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

5. Argumen Deduktif5.1 Definisi Penalaran Deduktif (Deduksi)

Deduksi adalah bentuk argumen yang kesimpulannya niscaya mengikuti premis-premisnya. Lazimnya deduksi juga dipahami sebagai pembuatan pernyataan khusus berdasarkan pernyataan-pernyataan yang lebih umum. Pernyataan khusus itu disebut kesimpulan dan pernyataan-pernyataan yang lebih umum disebut premis. Kesimpulan tidak boleh mengandung informasi baru tentang materi.

5.2 Karakteristik Penalaran Deduktif

Bentuk deduksi yang paling umum digunakan adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor, premis minor, kesimpulan.

5.3 Silogisme

Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari dua proposisi umum (premis) yang berbentuk proposisi kategoris.

Penalaran deduktif bertujuan untuk menentukan putusan yang sahih tentang hal khusus tertentu berdasarkan pemahaman tentang hal-hal yang lebih umum.

Terdapat beberapa jenis silogisme, yang pertama adalah Silogisme kategoris yang mengikuti hukum “Semua atau Tidak Sama Sekali.artinya, berlaku untuk seluruh anggota kelas, atau tidak sama sekali. Kemudian Silogisme hipotetis yang berbeda dengan silogisme kategoris dan tunduk kepada aturan tersendiri. Dalam silogisme hipotetis, premis pertama (premis mayor) menampilkan kondisi yang tak tentu (“jika P, maka Q”) atau masalah (“atau P atau Q”; “P dan Q tidak dapat benar dua-duanya”). Premis pertama itu harus diselesaikan secara memadai oleh premis kedua (premis minor) sehingga kesimpulan yang sahih dapat dihasilkan.

Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotetis, yaitu modus ponens yang mengafirmasi anteseden, modus tollens yang menolak konsekuen, dan silogisme hipotetis dengan rantai kondisional.

6. Argumen Induktif6.1. Definisi Induksi

argumen induktif adalah bahwa dalam kondisi ketidakpastian atau kurangnya informasi, kita langsung mengambil kesimpulan dengan risiko bahwa kita mengambil kesimpulan yang salah. Argumen induktif dapat dipahami sebagai hipotesis yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Ketidakpastian dalam argumen induktif muncul dalam dua area yang berhubungan, yaitu dalam premis-premis argumen (premis 1) dan dalam asumsi-asumsi inferensial argumen (premis 2)

Induksi enumeratif, atau generalisasi induktif, adalah proses yang menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu.Silogisme statistikal—jenis spesifikasi induktif yang paling umum digunakan sehari-hari—merupakan kebalikan dari proses generalisasi induktif. Silogisme statistikal merupakan argumen yang menggunakan generalisasi statistik tentang suatu kelompok untuk

Page 19: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

mengambil kesimpulan mengenai suatu sub-kelompok atau anggota individual dari kelompok itu

Argumen induktif eliminatif atau diagnostik mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti diagnostik yang ada, yang menghapus adanya kemungkinan kesimpulan lain sebagai penjelasan terbaik atas bukti-bukti itu. Induksi jenis ini menghasilkan kesimpulan yang merupakan penjelasan terbaik, tetapi tidak statistikal.

7. Sesat Pikir7.1. Pengertian Sesat Pikir (Fallacies)

Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika. Menurut Copi, sesat pikir adalah perbincangan yang mungkin terasa betul, tetapi yang setelah diuji terbukti tidak betul

Sebetulnya tidak ada penggolongan sesat pikir yang sempurna, tetapi penggolongan dari Copi (1986) dapat digunakan sebagai pegangan untuk mengenali sesat pikir.7.2. Sesat Pikir FormalA. Dalam Deduksi

Dalam deduksi, penalaran ditentukan oleh bentuknya. Jika sebuah penalaran bentuknya tidak sesuai dengan bentuk deduksi yang baku, maka penalaran itu tidak sahih dan tergolong sesat pikir.1. Empat Term (Four Terms)

Seperti namanya, sesat pikir jenis empat term terjadi jika ada empat term yang diikutsertakan dalam silogisme padahal silogisme yang sahih hanya mempunyai tiga term

2. Term tengah yang tidak terdistribusikan (undistributed middle terms)Pengertian dari term tengah yang tidak terdistribusikan adalah silogisme kategoris

yang term tengahnya tidak memadai menghubungkan term mayor dan term minor.3. Proses Ilisit (Illicit process)

Proses ilisit adalah perubahan tidak sahih dari term mayor atau term minor. 4.Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif

Sesat pikir ini terjadi jika dalam premis digunakan proposisi afirmatif (pernyataan yang menyatakan sesuatu secara positif) tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi negatif (pernyataan yang menegasi sesuatu). 5. Premis negatif dan kesimpulan afirmatif

Sesat pikir ini terjadi jika dalam premis digunakan proposisi negatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi afirmatif.6. Dua premis negatif

Sesat pikir dua premis negatif terjadi jika dalam silogisme kedua premis yang digunakan adalah proposisi negatif.

Meskipun terkesan benar, silogisme ini tidak sahih karena tidak ada kesimpulan yang dapat diturunkan dari dua proposisi negatif. Kesimpulan dalam silogisme ini tidak memberi tambahan pengetahuan baru. Berikut ini dua contoh lain sesat pikir berbentuk dua premis negatif.

Page 20: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

7. Mengafirmasi konsekuensiSesat pikir mengafirmasi konsekuensi adalah pembuatan kesimpulan yang

diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan

8. Menolak antesedenSesat pikir menolak anteseden juga merupakan pembuatan kesimpulan yang

diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. Tetapi dalam bentuk ini yang ditolak adalah antesedennya. 9. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkontrer

(atau)Sesat pikir ini terjadi jika hubungan atau di antara dua hal diperlakukan sebagai

pengingkaran oleh hal yang satu terhadap hal yang lain. Atau belum tentu menunjukkan suatu pengingkaran. 10. Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrer (dan)

Bentuk sesat pikir ini terjadi jika dua hal yang dihubungkan dengan kata dan diperlakukan seolah-olah nilai kebenaran (benar atau tidak benar) dari gabungan keduanya sama dengan nilai kebenaran dari setiap hal yang digabungkan, atau nilai tidak benar dari gabungan dari dua hal itu seolah-olah disebabkan oleh salah satunya.

7.3. Sesat Pikir Nonformal1. Perbincangan dengan ancaman

Dalam sesat pikir ini kebenaran dari kesimpulan didasarkan kepada ancaman.2. Salah guna (Abusive)

Sesat pikir salah guna adalah penyalahgunaan pertimbangan-pertimbangan yang secara logis tidak relevan. 3. Argumentasi berdasarkan kepentingan (circumstantial)

Sesat pikir ini timbul sebagai akibat dari penarikan kesimpulan secara logis melainkan untuk kepentingan pihak yang termaksud. 4. Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan

Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan adalah argumentasi yang menilai sesuatu—tindakan atau pernyataan—benar berdasarkan ketidaktahuan, bukan berdasarkan isi dan bentuk argumentasinya. 5. Argumentasi berdasarkan belas kasihan

Argumentasi belas kasihan adalah argumentasi yang menilai benar atau salahnya sesuatu berdasarkan belas kasihan, bukan berdasarkan isi dan bentuk argumennya. 6. Argumentasi yang disangkutkan dengan orang banyak

Sesat pikir jenis ini adalah argumentasi yang menjadikan apa yang dipercaya oleh kebanyakan orang sebagai dasar penentuan benar atau salahnya argumentasi. 7. Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevan

Sesat pikir jenis ini adalah argumentasi yang membenarkan kesimpulan berdasarkan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevan. 8. Accident atau argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak esensial

Sesat pikir accident adalah argumentasi yang menjadikan satu sifat yang berbeda

Page 21: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

atau yang sama sebagai dasar untuk menyimpulkan bahwa dari dua hal semuanya sama atau semuanya berbeda. 9. Perumusan yang tergesa-gesa (converse accident)

Sesat pikir perumusan yang tergesa-gesa adalah pembuatan kesimpulan yang didasari oleh alasan tak memadai atau tanpa alasan sama sekali. 10. Sebab yang salah

Sesat pikir sebab yang salah adalah pembuatan kesimpulan berdasarkan satu dugaan yang tak terbukti dan tetap dipertahankan meskipun bukti menunjukkan bahwa kesimpulan itu salah. 11. Penalaran sirkular

Sesat pikir penalaran sirkular menjadikan kesimpulan sebagai alasan. Alasan yang digunakan secara substansial tidak berbeda dengan keseimpulan. 12. Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga jawaban

tak sesuai dengan pertanyaanSesat pikir jenis ini menghasilkan kesimpulan yang tak jelas dan tak berkaitan

dengan alasan yang digunakan. 13. Kesimpulan tak relevan.

Sesat pikir kesimpulan tak relevan adalah argumentasi yang kesimpulannya tidak sejalan dengan alasannya. 14. Makna ganda (equivocation)

Sesat pikir makna ganda adalah argumen yang menggunakan term yang bermakna ganda sehingga kesimpulannya tidak jelas dan dapat diubah-ubah berdasarkan pemaknaan terhadap term itu. 15. Makna ganda ketata-bahasaan (amphiboly)

Sesat pikir dapat juga terjadi karena argumentasi yang dikemukakan menggunakan term-term yang bermakna ganda jika dilihat dari tata bahasa, misalnya kata mata yang dapat digunakan dengan makna yang lain seperti dalam matahari, mata kuliah, mata sapi, mata hati, mata kaki, dan mata-mata.16. Sesat pikir karena perbedaan logat atau dialek bahasa

Sesat pikir dapat terjadi karena adanya perbedaan logat atau dialek bahasa atau cara menamai sesuatu tetapi perbedaan itu tidak disadari17. Kesalahan komposisi

Sesat pikir kesalahan komposisi adalah argumentasi yang memperlakukan kebenaran pada bagian sebagai kebenaran keseluruhan. 18. Kesalahan divisi

Sesat pikir kesalahan divisi adalah argumen yang serta-merta menyimpulkan bahwa karakteristik dari keseluruhan pasti ada pada bagian-bagiannya. 19. Generalisasi tak memadai

Sesat pikir generalisasi yang tak memadai adalah argumentasi yang kesimpulannya didasarkan pada data atau fakta yang tak memadai. 8. Kesalahan Umum Dalam Penalaran Induktif

Kesalahan-kesalahan yang dibahas di pasal ini merupakan ringkasan dari jenis-jenis kesalahan yang dapat terjadi dalam pengambilan kesimpulan secara induktif. Kesalahan-kesalahan itu sering disebut dengan nama yang cukup umum dalam percakapan sehari-hari mengenai argumen induktif dan statistik. Namun perlu diingat

Page 22: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

bahwa memberi nama pada jenis-jenis kesalahan dalam suatu argumen tidak sama dengan menganalisis dan mengevaluasi argumen itu. Tidak semua orang tahu nama kesalahan. Selain itu, nama kesalahan juga tidak selalu digunakan secara tepat dan konsisten.

8.1 Menilai Penalaran Induktif dengan Standar DeduktifDeduksi memungkinkan kita memastikan kebenaran pengetahuan kita hanya jika

kita yakin akan kebenaran premis-premisnya. Informasi yang terdapat dalam kesimpulan deduksi tidak melampaui informasi yang terdapat dalam premis-premis asal kesimpulan itu. Pada akhirnya, agar dapat mendukung premis-premis dalam argumen deduktif dan untuk menambah informasi empiris kita, kita harus mengandalkan induksi.

Batasan suatu keraguan yang masuk akal tergantung pada konteks argumen, dan terutama pada konseksuensi dari diterima atau ditolaknya kesimpulan dari argumen itu. Standar keraguan yang masuk akal dalam menerima suatu gosip yang tidak berbahaya, atau bertaruh kecil-kecilan pada balap kuda, jangan dibuat setinggi standar pada saat memutuskan apakah seseorang bersalah dalam suatu pengadilan kriminal.

Tuntutan yang keterlaluan biasanya muncul ketika kita menilai pernyataan orang lain. Ini adalah kesalahan yang umum pada orang yang baru belajar logika. Kesalahan ini dapat menyangkut penalaran induktif apa pun, dan dari jenis yang mana pun. Kesalahan-kesalahan induktif yang akan dibahas selanjutnya dalam pasal ini akan berlaku lebih spesifik.

8.2 Kesalahan Generalisasi8.2.1 Generalisasi yang Terburu-buru (Kebalikan dari Kesalahan Kecelakaan)

Kesalahan ini merupakan kesalahan yang sering dilakukan. Kita seringkali senang “merapikan” dunia dengan memasukkannya dalam kategori-kategori dan menggeneralisasi pengalaman kita. Namun generalisasi harus dilakukan dengan berhati-hati. Bahkan generalisasi dalam ilmu pengetahuan yang dibuat dengan sangat hati-hati pun sering kali salah.

Karena bukti-bukti dalam suatu argumen induktif sejalan dengan lebih dari satu kesimpulan, kita menarik kesimpulan yang lebih lemah atau lebih kuat, atau bahkan kesimpulan yang bertentangan, berdasarkan bukti yang sama. Kesimpulan mana yang kita tarik tergantung pada interpretasi kita mengenai data dan sejauh mana kita berhati-hati. Kita melakukan kesalahan generalisasi yang terburu-buru jika kita memilih untuk menarik kesimpulan yang umum dari data yang kurang..

Kesalahan itu merupakan akibat dari pembuatan generalisasi berdasarkan bukti yang tidak cukup, tidak lengkap, atau bisa. Menanggapi Generalisasi yang Terburu-buru

Cara terbaik untuk mengalahkan generalisasi yang terburu-buru adalah dengan menemukan bukti yang berlawanan atau argumen yang berlawanan untuk menunjukkan bahwa kesimpulan si pembicara salah. Generalisasi universal merupakan generalisasi yang paling mudah digugurkan. Tetapi bukti yang berlawanan tidak selalu tersedia, dan orang yang melakukan generalisasi yang terburu-buru sering kali menolak bukti yang berlawanan itu jika generalisasi yang mereka lakukan tidak universal (tetapi terburu-buru). Jadi, kita harus mencoba meyakinkan si pembicara bahwa kesimpulannya tidak tepat dengan cara mengomentari kesalahan bukti atau sampelnya yang bias.

Page 23: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

8.2.2 Kesalahan KecelakaanKesalahan ini muncul ketika suatu prinsip umum salah diterapkan pada contoh

atau situasi yang sebenarnya tidak termasuk dalam prinsip umum tersebut. Si pembicara menerapkan generalisasi atau aturan secara salah supaya kesimpulannya yang kurang tepat dapat diterima, atau untuk memaksakan kepatuhan pada aturan itu. Si pembicara sering kali menganggap bahwa aturan atau prinsip itu tanpa kekecualian dan menolak, untuk mempertimbangkan bahwa mungkin ada kasus yang sangat luar biasa sehingga jatuh di luar jangkauan prinsip itu.

Generalisasi yang terburu-buru bergerak dari kasus yang tidak umum atau tidak representatif ke generalisasi yang tidak tepat. Kesalahan kecelakaan menerapkan suatu generalisasi pada kasus yang tidak umum atau “kecelakaan” yang sebenarnya tidak termasuk dalam generalisasi itu.

Menanggapi Kesalahan Kecelakaan Tanggapan terbaik adalah mencoba membuat si pembicara paham bahwa aturan

atau prinsip itu sengaja dibuat samar-samar. Kebanyakan aturan atau hukum tidak dapat mencakup semua keadaan yang mungkin terjadi. Pembuat hukum memperhitungkan hal ini dengan cara sengaja menyediakan ruang untuk interpretasi si penerap hukum pada waktu membuat hukum tertulis.

Kemudian kita dapat mencoba membuat si pembicara memahami tujuan yang diinginkan oleh aturan tersebut.

Cara lain adalah mencoba menemukan situasi yang sangat tidak umum sehingga dia terpaksa menerima kekecualian untuk aturannya

8.3 Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah8.3.1 Kesimpulan Yang Tidak Relevan

Kesalahan karena kesimpulan yang tidak relevan muncul ketika orang menarik kesimpulan yang salah dari bukti yang ada. 8.3.2 Kesalahan Bukti yang Ditahan

Kesalahan karena bukti yang ditahan terjadi ketika pembicara menarik kesimpulan yang tidak tepat dengan mengabaikan, menahan, atau meminimalkan derajat pentingnya suatu bukti yang bertentangan dengan kesimpulan.

8.4 Kesalahan StatistikalMetodologi statistik dikembangkan terutama untuk menghindari kesalahan-

kesalahan yang dibahas di sini.

8.4.1 Kesalahan Sampel yang Bias (Statistik yang Bias)Kesalahan ini dilakukan ketika data yang digunakan untuk menarik kesimpulan

statistik diambil dari sampel yang tidak representatif terhadap populasi. 8.4.2 Kesalahan Percontoh yang Kecil (Statistik yang Tidak Cukup)

Kesalahan ini terjadi ketika pembicara menggunakan sampel yang terlalu kecil sehingga kesimpulannya tidak dapat dipercaya.

8.4.3 Kesalahan Penjudi (Gambler’s Fallacy)Peristiwa yang terjadinya hanya secara kebetulan, misalnya hasil lemparan koin

Page 24: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

atau dadu, merupakan hal yang berdiri sendiri.

8.5 Kesalahan KausalJika terdapat hubungan kausal di antara dua kejadian X dan Y, ada tiga kasus yang

mungkin, yaitu (1) X menyebabkan Y; (2) Y menyebabkan X; dan (3) X dan Y sama-sama disebabkan oleh Z.

8.5.1 Mengacaukan Sebab dan AkibatKesalahan ini terjadi ketika suatu hubungan kausal salah diinterpretasi. Si

pembicara salah menginterpretasi bukti sehingga menyimpulkan bahwa Y disebabkan oleh X sementara sebenarnya Y-lah yang menyebabkan X, Kesalahan ini sering kali merupakan akibat dari interpretasi yang ceroboh atas bukti yang tersedia dan kemalasan untuk menyelidiki lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan.

8.5.2 Mengabaikan Penyebab BersamaKesalahan karena mengabaikan penyebab bersama terjadi ketika seorang

pembicara menyimpulkan bahwa X adalah penyebab Y sementara sebenarnya keduanya merupakan akibat dari sebab lain. Kesalahan ini dan pengacauan sebab dan akibat juga disebut kesalahan penyebab-gejala.

8.5.3 Kesalahan Penyebab Yang Salah (Kesalahan Post Hoc)Kesalahan penyebab yang salah juga disebut kesalahan post hoc, ergo propter

hoc. Ini merupakan kata-kata dalam bahasa Latin yang artinya ‘sesudah ini, maka, karena ini’. 8.5.4. Mengacaukan Penyebab Yang Berupa Necessary Condition dengan Sufficient

ConditionKesalahan ini terjadi ketika seseorang salah menganggap atau mengacaukan suatu

penyebab yang merupakan necessary condition dengan penyebab yang merupakan sufficient condition bagi akibatnya. Ini paling mungkin terjadi jika pembicara tidak memahami term-term kondisional seperti yang telah dijelaskan di pasal 1.

8.7 Kesalahan AnalogiKesalahan analogi terjadi ketika orang menggunakan analogi yang tidak tepat atau

yang menyesatkan dalam argumennya.

Page 25: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

BAB III

1. Apakah Logika Itu?Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara

berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

2. KategoriManusia berpikir dengan menggunakan kategori. pemikiran mengenai kategori

dari berbagai filsuf memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengenali dan memahami benda-benda, kita perlu cermat dan hati-hati. Kita tidak dapat sembarangan mengartikan satu hal dan tidak dapat mencampuradukan kategori yang satu dengan kategori yang lain. Meski, seperti yang dinyatakan oleh Ryle, jenis kategori tak terbatas, kita perlu tetap menggunakan aturan dan disiplin dalam menggunakan kategori. Kita dapat menggunakan kategori yang kita anggap sesuai dengan kebutuhan kita dalam mencari pengetahuan, tetapi kita harus konsisten dan koheren dalam menggunakannya.

Hal ini tergambar pada games kedua saat pelajaran MPKT-A. saat itu kami diberikan beberapa kata dan kami diinstruksikan untuk mengelompokan suatu benda. Manusia sudah terbiasa untuk mengelompokan suatu benda, maka untuk satu benda, sehingga manusia dapat mengembangkan pengelompokannya menjadi berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki jenis pengelompokan yang berbeda karena tentu saja setiap manusia memiliki pandangannya sendiri mengenai suatu benda. Hal itu diperbolehkan, selama pengelompokan itu tidak terkesan dipaksakan.

3. Term, Definisi dan Divisi 3.1 Term

Setiap hal yang diinderai dan dipersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide. Hasil dari pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam bentuk term. Rangkaian term yang bermakna adalah pernyataan. Term dan pernyataan merupakan bagian dari bahasa

Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai (sensible) sesuai dengan pakat (conventional). Tanda itu dapat bersifat formal dan instrumental. Tanda formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda dan yang ditandai seperti gambar, potret, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental digolongkan atas dua, yakni tanda alamiah dan tanda konvensional. Tanda alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara tanda dan yang ditandai. Tanda konvensional digunakan berdasarkan kesepakatan sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu.

Secara umum term adalah tanda yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah. Jika dikelompokkan, ada tiga jenis makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna denotatif, makna kesan (sense), dan makna emotif. Makna denotatif disebut makna sesungguhnya, namun penentuan makna sesungguhnya ini dilakukan berdasarkan kesepakatan. Makna kesan (sense) ialah makna term berdasarkan

Page 26: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

penggabungannya dengan kata lain. Makna emotif ialah makna term yang didasarkan pada perasaan atau emosi, sikap--baik secara tersurat maupun secara tersirat.

3.2 DefinisiDefinisi adalah pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi

menjawab pertanyaan, Apakah itu? Untuk dapat mendefinisikan suatu term kita harus tahu persis tentang hal yang didefinisikan.

Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi adalah keterbatasan pengetahuan dan keterbatasan term.

3.2.1 Penggolongan definisi Ada dua jenis definisi, yakni definisi nominal (definisi sinonim) dan definisi real

(definisi analitik). Definisi nominal ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus, Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Definisi real dibedakan atas dua, yakni definisi esensial dan definisi deskriptif. Definisi esensial menerangkan inti (esensi) dari suatu hal dengan menyebutkan genus dan diferentia-nya. Genus adalah kelompok besar atau kelas dari hal yang akan dijelaskan, sedangkan diferentia adalah ciri khas yang hanya ada pada hal yang didefinisikan. Ciri khas inilah yang membedakan suatu hal dengan hal lain dalam genus atau kelompok yang sama

Definisi deskriptif dibedakan atas empat, yakni definisi distingtif, definisi genetik, definisi kausal, dan definisi aksidental. Definisi distingtif menunjukkan property. Definisi genetik menyebutkan asal mula atau proses terjadinya suatu hal. Definisi kausal menunjukkan penyebab atau akibat dari sesuatu hal. Definisi aksidental tidak mengandung hal-hal yang esensial dari suatu hal.

3.2.2 Aturan membuat definisi Pertama, definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan.Kedua, definisi tidak

boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan. Ketiga, definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas. Keempat, definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif.

3.3 DivisiDivisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu

kesamaan karakteristik tertentu. Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada beberapa jenis divisi, yakni divisi real (atau aktual) dan divisi logis.

3.3.1 Divisi real atau aktualPenguraian dengan divisi real atau aktual dilakukan berdasarkan bagian-bagian

yang ada pada objek itu sendiri baik fisik maupun metafisik terlepas dari aktivitas mental manusia. Divisi berdasarkan bagian metafisik dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang merupakan esensi dari sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain Dalam pembuatan divisi real sebaiknya dilakukan observasi, analisis, dan abstraksi terhadap hal yang akan diuraikan. Observasi, analisis, dan abstraksi ini diperlukan untuk memahami hal yang akan diuraikan sehingga penguraiannya tidak bertentangan dengan kenyataan

Page 27: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

dari hal itu.

3.3.2 Divisi LogisDalam divisi logis mental manusialah yang membagi keseluruhan hal menjadi

bagian-bagian. Kita menambahkan unsur-unsur tertentu kepada suatu hal untuk menjadikannya kelas atau sub-kelas. Kegiatan menambahkan elemen-elemen ini, yang merupakan kegiatan dari divisi logis, disebut sintesis.

3.3.3 Aturan Pembuatan DivisiDivisi harus dibuat memadai; artinya, jumlah semua bagian harus sama dengan

keseluruhan. Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi. Tidak boleh ada bagian yang terlewati.Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan.Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain.Divisi harus jelas dan teratur.Jumlah bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat sub-bagian.

4. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi4.1. Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi

kalimat didefinisikan sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal.

Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan tata bahasa suatu bahasa. Secara umum, struktur kalimat berita terdiri dari subjek-predikat-objek. Dalam bahasa lisan kalimat tanya ditandai dengan intonasi tertentu; dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya [?]. Kalimat perintah dengan satu kata ditandai dengan intonasi yang menunjukkan ketegasan, sedang dalam bahasa tulisan kalimat ini diakhiri dengan tanda titik [.] dan kadang-kadang dengan tanda seru [!].

Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. Pernyataan memiliki nilai kebenaran (truth value).

Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Proposisi juga dapat dipahami sebagai makna dari kalimat berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita yang dapat dinilai benar atau salah.

Berikut ialah tiga hal yang menjadi konsekuensi dari definisi kalimat, pernyataan dan proposisi tersebut. Pertama, kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak mengungkapkan proposisi apa pun. Kedua, pernyataan atau kalimat yang berbeda dapat mengungkapkan proposisi yang sama. Ketiga, kalimat atau pernyataan yang sama dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda. Lalu, bagaimana kita dapat mengetahui apa proposisi yang ingin diungkapkan suatu kalimat atau pernyataan? Kita dapat memastikannya melalui pencermatan terhadap informasi non-bahasa atau konteks atau dengan menggunakan kalimat lain yang lebih jelas dan khusus.

Kalimat atau pernyataan yang boleh ditafsirkan lebih dari satu makna (multi-

Page 28: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

tafsir) dapat menyebabkan kita salah dalam memahami dan menanggapinya. Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu dilakukan hal-hal berikut. Pertama, membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi. Kedua, mengusahakan supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas. Akhirnya, membuat pernyataan mengenai nilai kebenaran kalimat itu.

Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah yang berikut. 1) Kalimatnya tidak koheren sehingga tidak dapat dimaknai oleh pendengar atau pembaca. 2) Kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak jelas sehingga dapat menyebabkan salah tafsir. 3) Tidak menunjukkan dengan jelas bahwa kita sedang menyatakan nilai kebenaran dari kalimat kita (dan bukannya sedang bertanya, mencoba sound system, berspekulasi, atau berlatih drama). Dalam bahasa lisan, kesalahan ini seringkali disebabkan oleh salah intonasi. Dalam bahasa tulis, hal ini seringkali timbul karena kesalahan penggunaan tanda baca.

4.2 Pernyataan Sederhana dan Pernyataan KompleksSecara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan,

yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu proposisi. Pernyataan kompleks adalah pernyaataan yang mengandung lebih dari satu proposisi.

Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan.

Tidak semua kalimat kompleks (kalimat yang mengandung lebih dari satu komponen) merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen logika.

Biasanya, komponen yang mengikuti kata-kata yang menunjukkan sikap atau pendapat pribadi, seperti pikir, harap, kira, dan percaya bukan merupakan komponen logika. Dalam percakapan sehari-hari, komponen-komponen dalam pernyataan kompleks sering kali tidak diungkapkan secara lengkap.

4.3 Jenis-jenis Pernyataan KompleksHubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan

kompleks ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak, dan, atau, jika, dan maka. Kata-kata yang menghubungkan pernyataan-pernyataan sederhana—sehingga terbentuk satu pernyataan kompleks—dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat di antara pernyataan-pernyataan sederhana itu disebut kata penghubung logis atau kata penghubung kalimat. Kata penghubung itu digunakan untuk membangun struktur logika dari pernyataan kompleks.

Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:1) Negasi (bukan P)2) Konjungsi (P dan Q), dan3) Disjungsi (P atau Q)4) Kondisional (Jika P maka Q)Secara umum struktur logika terdiri atas empat jenis seperti yang sudah disebutkan di atas.

Page 29: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan struktur logika suatu pernyataan atau suatu argumen. Hal itu dapat terjadi karena 1) ada lebih dari satu cara untuk mengungkapkan keempat jenis pernyataan kompleks tersebut di atas, dan 2) struktur logika suatu pernyataan sering kali tersembunyi. Untuk dapat menemukan struktur logika dari pernyataan-pernyataan, kita perlu mempelajari struktur logika dari keempat pernyataan kompleks itu.

4.3.1. NegasiNegasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu.

Jika A adalah suatu pernyataan, negasinya adalah “Tidak benar bahwa A”. Ini disingkat menjadi “Bukan-A” atau “Bukan (A).” Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-duanya, atau salah kedua-duanya. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu, negasi termasuk pernyataan kompleks, bukan pernyataan sederhana.

Dalam percakapan sehari-hari, kita jarang menyatakan negasi dalam kalimat, “Tidak benar bahwa…” melainkan kita cukup menyingkatnya dengan kata tidak. Kata-kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata-kata saling menegasikan. Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif.

4.3.2. KonjungsiSuatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata

dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah P dan Q. Komponen-komponennya (masing-masing P dan Q) disebut konjung.

Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih. Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu konjungnya salah. Jika semua salah atau salah satu pun konjungnya salah, maka konjungsi salah.

Ada kata lain di samping dan yang fungsinya kurang lebih sama. Penggunaan tapi, walaupun, dan lain-lain itu mengandung arti lebih dari sekadar dan. Penggunaan kata dan kadang-kadang taksa atau ambigu (ambiguous).

Untuk mengetahui interpretasi mana yang benar, digunakan konteks atau informasi lain yang tersedia. Jika kita yang menyampaikan pernyataan, sebaiknya kita menggunakan pernyataan yang lebih lengkap dan jelas. Meskipun ada konteks, kemungkinan salah tafsir tetap besar. Oleh sebab itu, penggunaan pernyataan yang taksa atau bertafsir ganda harus dihindari.

Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai kebenarannya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, urutannya tidak dapat dibalik.

4.3.3. DisjungsiPernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau

disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen pernyataan kompleks, bentuk standar dari disjungsi adalah P atau Q. Komponen-komponennya (masing-masing P dan Q) disebut disjung. Jumlah disjung dalam suatu disjungsi tidak harus dua, tetapi bisa juga lebih. Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak mempengaruhi nilai kebenarannya. A atau B secara logis ekuivalen

Page 30: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

dengan B atau A. Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah

jika semua disjungnya salah. Penggunaan kata atau seperti ini disebut atau-inklusif. Dalam percakapan sehari-hari, kadang-kadang kata atau digunakan sebagai atau-

eksklusif, yang berarti bahwa hanya salah satu dari disjungnya yang benar. Dalam teori-teori logika, yang dipakai adalah atau-inklusif. Jika dalam teori logika, kita ingin mengungkapkan suatu hubungan atau -eksklusif, maka struktur logikanya menjadi A atau B dan bukan (A dan B).

Perhatikan penulisan struktur logika, jika kita menggunakan bentuk negasi tanpa tanda kurung, maka hasilnya menjadi ambigu seperti ini: A atau B dan bukan -A dan B.

4.3.4. KondisionalPernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika…,

maka… disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah Jika P maka Q. Pernyataan dalam anak kalimat yang mengandung kata jika disebut anteseden, dan pernyataan dalam anak kalimat yang mengandung kata maka disebut konsekuen.

Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Hal ini menyebabkan timbulnya pandangan yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya (yang dianut oleh para ahli logika formal) ialah pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan konsekuennya salah. Nilai kebenaran kondisional material tidak tergantung pada hubungan antara komponen-komponennya karena kondisional material tidak melihat isi dari pernyataan yang menjadi komponennya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan pernyataan kondisional untuk menggambarkan hubungan antara komponen-komponennya. Kebenaran pernyataan-pernyataan itu tergantung pada hubungan antara anteseden dengan konsekuennya juga. Tetapi dari sudut pandang logika murni, maka yang dianut adalah kondisional material. Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka tidak A. Kedua bentuk ini disebut kontrapositif.

Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang menggunakan bentuk kondisional bukan untuk menggambarkan hubungan kondisional. Untuk membedakan mana pernyataan kondisional yang sesungguhnya dan mana yang bukan, digunakan akal sehat dan ingatan tentang kenyataan-kenyataan yang dirujuk dalam pernyataan.

Ada banyak cara untuk mengungkapkan pernyataan kondisional, yang semuanya dapat dikembalikan ke bentuk standar Jika A, maka B. Kadang-kadang jika suatu bentuk kondisional yang tidak standar diterjemahkan ke bentuk standar, maka artinya berubah. Oleh sebab itu, dalam mengubah suatu bentuk kondisional menjadi bentuk standarnya, kita harus melihat apakah bentuk standar ataukah bentuk kontrapositifnya yang lebih dapat “menangkap” arti sesungguhnya dari pernyataan asalnya. Pernyataan Kondisional dan Bentuk Standarnya

Pernyataan Kondisional Bentuk Standar

Page 31: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Hanya manusia yang dapat menggunakan simbol.

Jika suatu makhluk menggunakan simbol, maka makhluk itu adalah manusia.

Jika MS, maka M.Di mana ada api, di situ ada oksigen. Jika ada api, maka ada oksigen.

Jika A, maka O.Saya tidak mau pergi kecuali dibiayai. Jika saya tidak dibiayai, saya tidak mau

pergi.Jika tidak D, tidak P.

Kamu boleh menyetir mobil hanya jika kamu sudah punya SIM A.

Jika kamu belum punya SIM A, kamu tidak boleh menyetir mobil.

Jika tidak SA, tidak MM.Tidak mungkin kamu datang ke rapat itu

tapi tidak melihat aku.Jika kamu pergi ke rapat itu, maka kamu

melihat aku.Jika R, maka M.

Syarat untuk hidup sejahtera adalah sehat. Jika tidak sehat, maka tidak bisa hidup sejahtera.

Jika tidak S, maka tidak S.

Pengenalan terhadap kontrapositif dari suatu pernyataan akan berguna pada saat kita berusaha mengenal struktur logika dari suatu pernyataan atau argumen yang rumit. Ada aturan informal yang mengatakan bahwa kita boleh mengganti kata kecuali dengan jika tidak. Namun karena mengandung negasi, maka kalimat yang baru bisa jadi sangat rumit.

4.3.5. Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang MencukupiAda dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional,

yaitu yang mencukupi (sufficient condition, S) dan kondisi niscaya (necessary condition, N).

Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada lima jenis hubungan itu.1) Kausal2) Konseptual3) Definisional4) Regulatori5) Logis

Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y. Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam konteks tertentu.

4.4 Hubungan Antar-pernyataanAda pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu pernyataan.

Oleh para ahli logika, ini disebut hubungan langsung.

Page 32: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

4.4.1 Kesimpulan Langsung: Oposisi dari ProposisiPernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.A: Semua S adalah P. (Universal-afirmatif)E: Tidak ada S yang P. (Universal-negatif)I: Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)O: Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)

Hubungan antara keempat jenis pernyataan kategorikal dapat digambarkan dalam segi-empat oposisi pada Bagan

Bagan : Segiempat Oposisi

A: Semua S adalah P. Kontrari E: Tidak ada S yang P.

I: Beberapa S adalah P. Subkontrari O: Beberapa S bukan P.

Kontradiksi (A dan O; E dan I)Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah (Salah satu pasti benar).Kontrari (A dan E)Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah. Subkontrari (I dan E)Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah.Subalternasi (A dan I; E dan O)Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Jika subalternasinya (I atau O) benar, maka superalternasinya (A atau E) belum tentu benar. Jika subalternasinya (I atau O) salah, maka superalternasinya (A atau E) pasti salah.

Dalam logika tradisional, yang disebut kontrari adalah pernyataan bentuk A terhadap pernyataan bentuk E. Namun, di sini setiap dua pernyataan yang memenuhi definisi di atas dapat dianggap sebagai kontrari. Kontradiksi dan kontrari cukup sering disebut “lawan” dari suatu pernyataan, namun keduanya berbeda satu sama lain.

Tabel 2.2: Perbedaan dan Bentuk Kontrari dengan Kontradiksinya

Pernyataan Kontrari KontradiksiSemua mawar berwarna

merah.Semua mawar berwarna

kuning.Beberapa mawar tidak

berwarna merah.

Sub-alternasi Kontradiktori

Page 33: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Semua angsa berwarna putih.

Tiada angsa mawar berwarna putih.

Beberapa angsa tidak berwarna putih.

Tidak ada orang yang bermoral.

Semua orang bermoral. Beberapa orang bermoral.

Rumah saya hijau. Rumah saya putih. Rumah saya tidak hijau.Dia selalu jujur. Dia tidak pernah jujur. Dia kadang-kadang jujur.Beratnya lebih dari 50 kg. Beratnya kurang dari 50 kg. Beratnya 50 kg atau kurang.

Secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu. Oleh sebab itu, semua pernyataan yang merupakan kontradiksi dari pernyataan X , pada dasarnya adalah ekuivalen dari pernyataan bukan-X. Sedangkan ada banyak pernyataan yang merupakan kontrari dari pernyataan X namun tidak saling ekuivalen

Pernyataan kompleks juga memiliki kontradiksi dan kontrari. 4.4.2. Konsistensi dan InkonsistensiDua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten; artinya, kedua pernyataan itu mungkin sama-sama benar pada saat bersamaan. Pernyataan yang termasuk inkonsisten adalah kontrari dan kontradiksi.

Pernyataan yangKonsisten dan yangInkonsisten

Pernyataan Konsisten InkonsistenAda anyelir Ada anggrek. Tidak ada anyelir.Dia harus belajar. Dia harus belajar logik. Dia tidak boleh belajar.Dia X dan Y. Dia X. Dia bukan Y.Jika A maka B. Jika B maka A. A dan bukan-B.

4.4.3. Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi LogisTiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan

independensi logis. Ketiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian kita dan sering pula dipertukarkan pengertiannya; tidak jarang orang memperlakukan hubungan yang satu sebagai hubungan yang lain.

ImplikasiPernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan.

EkuivalensiDua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan.

Jadi dua pernyataan yang secara logis ekuivalen memiliki makna yang sama. Begitu pula sebaliknya, dua pernyataan yang memiliki makna yang sama berarti secara logis keduanya ekuivalen. Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang secara logis ekuivalen.

Page 34: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

7. Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari negasi konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q]

8. Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari negasi disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q]

9. Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-Q)]

10. Suatu disjungsi [P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang antesedennya merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah disjung yang lain [Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P].

Independensi LogisDua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan; jadi, kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan.

5. PenalaranPenalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan.

5.1 Penyimpulan LangsungPenyimpulan langsung dilakukan melalui indera, umpamanya memberikan

putusan bahwa mawar berwarna merah (putusannya: mawar merah), hari sedang hujan, matahari bersinar, atau saat ini pagi hari. Penyimpulan langsung menghasilkan pengetahuan dasar bagi manusia. Pengalaman empirik yang menjadi sumber pengetahuan itu. 5.2 Penyimpulan Tak Langsung

Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tak langsung 5.3 Dua Jenis Penalaran

Ada dua jenis penaralan, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran induktif. Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus yang tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu.

Induksi adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil, atau prinsip umum dari kasus-kasus khusus (individual).5.4 Kesalahan Penyimpulan

Kesalahan penyimpulan digolongkan atas dua, yakni kesalahan material dan kesalahan formal. Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten. 5.5 Argumentasi

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, ungkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan tak langsung adalah argumentasi.

6. Argumen Deduktif6.1 Definisi Penalaran Deduktif (Deduksi)

Deduksi adalah bentuk argumen yang kesimpulannya niscaya mengikuti premis-premisnya.

Page 35: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

6.2 Karakteristik Penalaran Deduktif Penalaran deduktif—yang sering digunakan untuk menulis esai argumentatif—

diawali dengan generalisasi yang dianggap benar (self-evident) yang menghasilkan premis-premis, lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren dengan premis-premisnya. 6.3 Silogisme

Silogisme berasal dari kata Yunani syllogismos yang berarti ‘kesimpulan’. Silogisme adalah jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari dua proposisi umum (premis) yang berbentuk prosisi kategoris. 6.3.1 Silogisme Kategoris

Bentuk dasar silogisme kategoris ialah: Jika A adalah bagian dari C maka B adalah bagian dari C (Adan B adalah anggota dari C). 6.3.2 Delapan Hukum Silogisme

Silogisme tunduk kepada delapan hukum yang masing-masing diterapkan berikut ini. (Keterangan: P = Predikat/mayor; S = Subjek/minor; M = Term tengah (Middle term); u = Universal; p = partikular; + = afirmatif; dan = negatif.)

Hukum 1: Silogisme hanya mengandung tiga term.Hukum 2: Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam

kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat pertikular.Hukum 3: Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan.Hukum 4: Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-

premis, setidak-tidaknya satu kali.Hukum 5: Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif.Hukum 6: Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif.Hukum 7: Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah

satu premis partikular, kesimpulan harus partikular.

Hukum 8: Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal.

6.3.3 Silogisme HipotetisSilogisme hipotetis berbeda dengan silogisme kategoris dan tunduk kepada aturan

tersendiri. Dalam silogisme hipotetis, premis pertama (premis mayor) menampilkan kondisi yang tak tentu (“jika P, maka Q”) atau masalah (“atau P atau Q”; “P dan Q tidak dapat benar dua-duanya”). 6.3.4 Bentuk-bentuk Umum Argumen yang Sahih

Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotetis, yaitu modus ponens yang mengafirmasi anteseden, modus tollens yang menolak konsekuen, dan silogisme hipotetis dengan rantai kondisional.

7. Argumen Induktif

Page 36: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

7.1. Definisi InduksiIstilah argumen induktif atau induksi mencakup proses-proses inferensial dalam

mendukung atau memperluas keyakinan kita pada kondisi yang mengandung risiko atau ketidakpastian. Ketidakpastian dalam argumen induktif muncul dalam dua area yang berhubungan, yaitu dalam premis-premis argumen dan dalam asumsi-asumsi inferensial argumen.

Dalam semua argumen induktif, ada premis atau asumsi inferensial yang lemah mencerminkan ketidakpastian karena informasi ada yang kurang lengkap. Jadi, karakteristik semua argumen induktif adalah bahwa dalam kondisi ketidakpastian atau kurangnya informasi, kita langsung mengambil kesimpulan dengan risiko bahwa kita mengambil kesimpulan yang salah. Penalaran induktif yang baik berusaha meminimalkan risiko sehingga kita lebih sering mengambil kesimpulan yang benar daripada yang salah, dan berusaha memperhitungkan risiko itu dengan akurat.

Kesimpulan dari suatu argumen induktif sering disebut hipotesis. Suatu hipotesis adalah suatu proposisi yang diterima secara tentatif untuk menjelaskan fakta-fakta atau bukti-bukti tertentu. Strategi untuk membangun dan mengevaluasi argumen induktif adalah menentukan apakah kesimpulan yang diambil dari premis-premis yang ada merupakan penjelasan terbaik mengapa premis-premis bukti benar. Walaupun ada masalah-masalah teoretis, para ahli logika sering kali setuju mana yang termasuk dalam penalaran induktif yang baik.

7.1.1 Induksi Enumeratif (Generalisasi Induktif)Induksi enumeratif, atau generalisasi induktif, adalah proses yang menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu. Sebenarnya bentuk ini hanyalah salah satu bentuk saja dari argumen induktif.

Kesimpulannya menggeneralisasikan bahwa individu dari kelompok mempunyai karakteristik sampai dengan batas tertentu. Secara umum induksi enumeratif dapat dianggap sebagai argumen dari sampel. Individu yang diobservasi merupakan sampel yang diambil dari populasi yang lebih besar, yang kebanyakan anggotanya belum diobservasi. Berdasarkan karakteristik yang diobservasi pada sampel, kesimpulan dibuat mengenai populasi secara keseluruhan.

Dalam pola-pola argumen, pernyataan-pernyataan yang menggambarkan hasil observasi individual didaftarkan. Ini disebut tabel konfirmasi. Secara lebih umum, premis-premis ini disebut dasar induksi atau dasar bukti atau, lebih sederhana lagi, data atau bukti.

Tabel konfirmasi tidak selalu dibuat. Agar dapat diterima, argumen yang berdasarkan sampel harus mempunyai asumsi bahwa sampel itu representatif terhadap populasi dan cukup besar sehingga dapat menyediakan perkiraan yang terandalkan (reliable). Kalaupun tidak disebutkan, asumsi ini selalu merupakan premis atau asumsi inferensial yang implisit dalam argumen induktif yang baik.

Induksi enumeratif sangat bervariasi dalam hal kualitas pengumpulan dan presentasi datanya, dan dalam kekuatan kesimpulannya. Kita dapat menggunakan pola argumen ini sebagai perkiraan kasar untuk mengevaluasi argumen jenis ini secara cepat.

Dalam semua argumen yang didasarkan pada suatu sampel, selalu harus dipertanyakan apakah sampelnya cukup besar dan representatif terhadap populasi

Page 37: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

sehingga kesimpulannya dapat dipercaya. Membuat kesimpulan berdasarkan sampel yang tidak representatif berarti melakukan percontoh salah yang bias.

Jadi, dengan memeriksa argumen berdasarkan pola induksi enumeratif, kita mengungkapkan kemungkinan bahwa suatu argumen ternyata tidak kuat. Berdasarkan teori statistik, sampel sebesar itu cukup besar untuk mendukung kesimpulan dengan probabilitas 99%, dan kira-kira 95% dianggap sebagai interval di sekitar 95%, plus atau minus 3% (jadi, dari 92% sampai 98%).

7.1.2 Spesifikasi Induktif: Silogisme StatistikalSilogisme statistikal merupakan argumen yang menggunakan generalisasi statistik

tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu sub-kelompok atau anggota individual dari kelompok itu. Silogisme statistikal merupakan kebalikan dari proses generalisasi induktif. Dalam konteks profesional atau ilmiah, spesifikasi statistik jauh lebih kompleks. Penyimpulan dalam silogisme statistikal bergerak dari generalisasi mengenai suatu kelompok ke kesimpulan yang lebih spesifik mengenai satu anggota kelompok itu atau lebih. Argumen jenis ini dapat atau tidak dapat diterima, tergantung pada seberapa tepat generalisasi statistikalnya dinyatakan

7.1.3 Induksi Eliminatif atau DiagnostikArgumen induktif eliminatif atau diagnostik mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Dalam argumen eliminatif atau diagnostik, datanya tidak berupa repetisi dari jenis observasi yang sama. Bukti-bukti dalam argumen induktif mana pun tidak pernah menjamin kesimpulannya. Premis-premis dari argumen induktif dapat mendukung beberapa kesimpulan yang berbeda dan bertentangan. Kesimpulan-kesimpulan itu disebut kesimpulan rival atau hipotesis rival. Dalam induksi diagnostik, orang yang mengajukan argumen meneliti bukti-bukti untuk membuat kesimpulan berupa hipotesis yang paling mungkin menjelaskan bukti-bukti itu. Argumen diagnostik yang kuat harus mempunyai cukup bukti untuk menghapuskan semua kecuali satu hipotesis rival. Hipotesis yang tersisa itu merupakan kesimpulan yang paling mungkin.

Kemampuan membuat kesimpulan induktif tergantung pada keahlian dan pengetahuan si pembicara mengenai topik yang dibahas, dan bukan pada pengetahuan mengenai bahasa dan aturan pengambilan kesimpulan. Penalaran diagnostik atau eliminatif barangkali merupakan jenis penalaran induktif sehari-hari yang paling umum. Walaupun biasanya tidak dilakukan seteliti dokter, induksi jenis ini merupakan dasar dari pengetahuan sehari-hari kita mengenai dunia di sekitar kita.Ciri khas dari argumen diagnostik, yaitu premis-premis yang mengungkapkan bukti, kondisi pembatas, dan hipotesis bantuan.

a. BuktiBukti dalam suatu argumen diagnostik adalah informasi dalam premis yang harus dapat dijelaskan oleh kesimpulan dari argumen tersebut. Bukti disebut juga data diagnostik. Informasi dalam premis, di samping data diagnostik, dapat berfungsi mengeliminasi

Page 38: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

hipotesis rival. Informasi dapat menjelaskan kondisi atau konteks tempat bukti dipahami sebagai bukti dari kesimpulan. Ini disebut kondisi pembatas.

Bukti untuk pengambilan kesimpulan induktif bukan berupa informasi yang sudah diberi label, atau terisolasi, sehingga kita tinggal menggunakannya, melainkan informasi yang sangat banyak yang harus dipilih sebagai data yang kita yakini relevan untuk mendukung kesimpulan kita. Jadi, data yang terpilih menjadi bukti bagi kesimpulan dalam konteks yang kita batasi. Konteks ini hampir selalu mengandung informasi faktual yang bukan merupakan bagian dari data diagnostik.

b. Kondisi PembatasKondisi pembatas adalah keadaan faktual yang membantu menunjukkan mengapa kesimpulan itu adalah penjelasan yang paling mungkin dari bukti dan bukannya kesimpulan rival. Singkatnya, kondisi pembatas menggambarkan keadaan faktual atau konteks di mana bukti dapat mendukung kesimpulan.Bukti dan kondisi pembatas adalah fakta atau pernyataan yang dianggap benar oleh pembicara dalam mengambil kesimpulan. Kedua hal ini tidak termasuk hipotesis karena dianggap tentatif atau teoretis, tetapi dianggap sebagai fakta dan benar.

c. Hipotesis BantuanHipotesis bantuan dalam suatu argumen adalah hipotesis yang membantu menunjukkan bagaimana bukti, dalam kondisi pembatas, dapat diyakini mengarah pada kesimpulan. Dalam argumen diagnostik, hipotesis pembantu membantu menunjukkan bagaimana kesimpulan, dalam kondisi pembatas, merupakan penjelasan yang paling mungkin dari bukti yang ada. Hipotesis pembantu dapat berupa generalisasi, hukum alam, atau pernyataan tentatif. Hipotesis pembantu mengandung pernyataan spekulatif atau interpretatif. Pernyataan implisit merupakan generalisasi yang membantu menunjukkan mengapa bukti itu dapat diyakini mengarah ke kesimpulan.

Argumen ini biasanya dinyatakan secara tidak lengkap, lebih tidak lengkap daripada argumen deduktif. Dalam penalaran induktif, di mana ketidakpastian sering kali dominan, kesimpulan sering kali tergantung pada pengambilan kesimpulan tanpa menyebutkan banyak detil-detil. Keahlian dan pengalaman pembicara, intuisi, aturan umum, dan spekulasi sering kali berperan dalam pengambilan kesimpulan. Ini membuat rekonstruksi argumen menjadi sulit.Namun, biasanya, kita dapat mengkategorikan premis-premis dalam kebanyakan argumen induktif ke dalam tiga tipe di atas, yakni bukti, kondisi pembatas, dan hipotesis pembantu. Dalam mengemukakan argumen diagnostik atau eliminatif, bukti adalah apa yang dianggap benar oleh pembicara. Dia harus menyatakan bukti ini secara eksplisit.

Sebaliknya, kondisi pembatas dan hipotesis pembantu sering kali tidak dinyatakan dan dibiarkan implisit. Singkatnya, kita perlu tahu banyak mengenai topik argumen atau tahu banyak pengetahuan umum jika kita ingin menjadi evaluator penalaran induktif yang efektif.

8. Sesat Pikir

8.1. Pengertian Sesat Pikir (Fallacies)

Page 39: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika. Menurut Copi, sesat pikir adalah perbincangan yang mungkin terasa betul, tetapi yang setelah diuji terbukti tidak betul.

Sebetulnya tidak ada penggolongan sesat pikir yang sempurna, tetapi penggolongan dari Copi (1986) dapat digunakan sebagai pegangan untuk mengenali sesat pikir.

8.2. Sesat Pikir FormalA. Dalam DeduksiDalam deduksi, penalaran ditentukan oleh bentuknya. Jika sebuah penalaran bentuknya tidak sesuai dengan bentuk deduksi yang baku, maka penalaran itu tidak sahih dan tergolong sesat pikir.1. Empat Term (Four Terms)Seperti namanya, sesat pikir jenis empat term terjadi jika ada empat term yang diikutsertakan dalam silogisme padahal silogisme yang sahih hanya mempunyai tiga term. Contoh berikut ini mengandung kesalahan empat term.

2. Term tengah yang tidak terdistribusikan (undistributed middle terms)Pengertian dari term tengah yang tidak terdistribusikan adalah silogisme kategoris yang term tengahnya tidak memadai menghubungkan term mayor dan term minor.3. Proses Ilisit (Illicit process)Proses ilisit adalah perubahan tidak sahih dari term mayor atau term minor.4. Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatifSesat pikir ini terjadi jika dalam premis digunakan proposisi afirmatif (pernyataan yang menyatakan sesuatu secara positif) tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi negatif (pernyataan yang menegasi sesuatu).

Dalam deduksi, yang dijadikan dasar penilaian sahih atau tidaknya argumen adalah bentuknya. Bentuk yang benar harus benar untuk semua argumen, apa pun isi materialnya. Memang dalam silogisme di atas terkesan argumennya tetapi jika kita gunakan untuk silogisme berikut, maka dapat diketahui bahwa bentuk itu tidak sahih.5. Premis negatif dan kesimpulan afirmatifSesat pikir ini terjadi jika dalam premis digunakan proposisi negatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposisi afirmatif.6. Dua premis negatifSesat pikir dua premis negatif terjadi jika dalam silogisme kedua premis yang digunakan adalah proposisi negatif. Kesimpulan dalam silogisme ini tidak memberi tambahan pengetahuan baru.

7. Mengafirmasi konsekuensiSesat pikir mengafirmasi konsekuensi adalah pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. 8. Menolak antesedenSesat pikir menolak anteseden juga merupakan pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. 9. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkontrer

Page 40: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

(atau)Sesat pikir ini terjadi jika hubungan atau di antara dua hal diperlakukan sebagai pengingkaran oleh hal yang satu terhadap hal yang lain. Atau belum tentu menunjukkan suatu pengingkaran10. Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrer (dan)Bentuk sesat pikir ini terjadi jika dua hal yang dihubungkan dengan kata dan diperlakukan seolah-olah nilai kebenaran (benar atau tidak benar) dari gabungan keduanya sama dengan nilai kebenaran dari setiap hal yang digabungkan, atau nilai tidak benar dari gabungan dari dua hal itu seolah-olah disebabkan oleh salah satunya.

8.3. Sesat Pikir Nonformal1. Perbincangan dengan ancamanDalam sesat pikir ini kebenaran dari kesimpulan didasarkan kepada ancaman.2. Salah guna (Abusive)Sesat pikir salah guna adalah penyalahgunaan pertimbangan-pertimbangan yang secara logis tidak relevan, misalnya3. Argumentasi berdasarkan kepentingan (circumstantial)Sesat pikir ini timbul sebagai akibat dari penarikan kesimpulan secara logis melainkan untuk kepentingan pihak yang termaksud.4. Argumentasi berdasarkan ketidaktahuanArgumentasi berdasarkan ketidaktahuan adalah argumentasi yang menilai sesuatu benar berdasarkan ketidaktahuan, bukan berdasarkan isi dan bentuk argumentasinya. Orang membenarkan sebuah keputusan, meskipun salah, hanya dengan alasan ia tidak tahu. Lalu orang lain menerima dan tidak menyalahkan keputusan itu dengan alasan bahwa orang yang membuat keputusan tidak tahu. 5. Argumentasi berdasarkan belas kasihanArgumentasi belas kasihan adalah argumentasi yang menilai benar atau salahnya sesuatu berdasarkan belas kasihan, bukan berdasarkan isi dan bentuk argumennya. 6. Argumentasi yang disangkutkan dengan orang banyakSesat pikir jenis ini adalah argumentasi yang menjadikan apa yang dipercaya oleh kebanyakan orang sebagai dasar penentuan benar atau salahnya argumentasi. Orang membenarkan sebuah keputusan dengan alasan semua orang berpendapat demikian. 7. Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevanSesat pikir jenis ini adalah argumentasi yang membenarkan kesimpulan berdasarkan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak relevan. Isi dan bentuk argumentasi tidak dicermati dan tidak dijadikan dasar penentuan benar atau salahnya kesimpulan.8. Accident atau argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak esensialSesat pikir accident adalah argumentasi yang menjadikan satu sifat yang berbeda atau yang sama sebagai dasar untuk menyimpulkan bahwa dari dua hal semuanya sama atau semuanya berbeda.

9. Perumusan yang tergesa-gesa (converse accident)Sesat pikir perumusan yang tergesa-gesa adalah pembuatan kesimpulan yang didasari oleh alasan tak memadai atau tanpa alasan sama sekali. 10. Sebab yang salahSesat pikir sebab yang salah adalah pembuatan kesimpulan berdasarkan satu dugaan yang tak terbukti dan tetap dipertahankan meskipun bukti menunjukkan bahwa kesimpulan itu

Page 41: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

salah. 11. Penalaran sirkularSesat pikir penalaran sirkular menjadikan kesimpulan sebagai alasan. Sesat pikir ini juga dapat muncul dalam argumentasi yang menggunakan kesimpulan yang masih harus dibuktikan sebagai pangkal pikir. 12. Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga jawaban

tak sesuai dengan pertanyaan

Ketika seseorang menerima banyak pertanyaan dan tak sempat mencermati pertanyaan itu satu per satu, ia bisa saja menjawab sekenanya sehingga terjadi kekeliruan dalam penalarannya. Sesat pikir jenis ini menghasilkan kesimpulan yang tak jelas dan tak berkaitan dengan alasan yang digunakan. 13. Kesimpulan tak relevan. Sesat pikir kesimpulan tak relevan adalah argumentasi yang kesimpulannya tidak sejalan dengan alasannya.14. Makna ganda (equivocation)Sesat pikir makna ganda adalah argumen yang menggunakan term yang bermakna ganda sehingga kesimpulannya tidak jelas dan dapat diubah-ubah berdasarkan pemaknaan terhadap term itu. Argumentasi dengan makna ganda merupakan sesat pikir karena makna kata dapat dipilih untuk maksud-maksud tertentu. 15. Makna ganda ketata-bahasaan (amphiboly)Sesat pikir dapat juga terjadi karena argumentasi yang dikemukakan menggunakan term-term yang bermakna ganda jika dilihat dari tata bahasa. 16. Sesat pikir karena perbedaan logat atau dialek bahasaSesat pikir dapat terjadi karena adanya perbedaan logat atau dialek bahasa atau cara menamai sesuatu tetapi perbedaan itu tidak disadari. 17. Kesalahan komposisiSesat pikir kesalahan komposisi adalah argumentasi yang memperlakukan kebenaran pada bagian sebagai kebenaran keseluruhan. 18. Kesalahan divisiSesat pikir kesalahan divisi adalah argumen yang serta-merta menyimpulkan bahwa karakteristik dari keseluruhan pasti ada pada bagian-bagiannya. Dalam sesat pikir ini, kebenaran keseluruhan dianggap sebagai kebenaran pada bagian-bagiannya. 19. Generalisasi tak memadaiSesat pikir generalisasi yang tak memadai adalah argumentasi yang kesimpulannya didasarkan pada data atau fakta yang tak memadai.

Hal ini tergambar pada games kedua saat pelajaran MPKT-A. saat itu kami diberikan beberapa kata dan kami diinstruksikan untuk mengelompokan suatu benda. Manusia sudah terbiasa untuk mengelompokan suatu benda, maka untuk satu benda, sehingga manusia dapat mengembangkan pengelompokannya menjadi berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki jenis pengelompokan yang berbeda karena tentu saja setiap manusia memiliki pandangannya sendiri mengenai suatu benda. Hal itu diperbolehkan, selama pengelompokan itu tidak terkesan dipaksakan.

Page 42: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

9. Kesalahan Umum Dalam Penalaran InduktifKesalahan-kesalahan yang dibahas di pasal ini merupakan ringkasan dari jenis-

jenis kesalahan yang dapat terjadi dalam pengambilan kesimpulan secara induktif9.1 Menilai Penalaran Induktif dengan Standar Deduktif

Deduksi memungkinkan kita memastikan kebenaran pengetahuan kita hanya jika kita yakin akan kebenaran premis-premisnya..9.2 Kesalahan Generalisasi9.2.1 Generalisasi yang Terburu-buru (Kebalikan dari Kesalahan Kecelakaan)

Kesalahan ini merupakan kesalahan yang sering dilakukan. Kita seringkali senang “merapikan” dunia dengan memasukkannya dalam kategori-kategori dan menggeneralisasi pengalaman kita. Namun generalisasi harus dilakukan dengan berhati-hati. Bahkan generalisasi dalam ilmu pengetahuan yang dibuat dengan sangat hati-hati pun sering kali salah.9.2.2 Kesalahan Kecelakaan

Kesalahan ini muncul ketika suatu prinsip umum salah diterapkan pada contoh atau situasi yang sebenarnya tidak termasuk dalam prinsip umum tersebut.

9.3 Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah9.3.1 Kesimpulan Yang Tidak Relevan

Kesalahan karena kesimpulan yang tidak relevan muncul ketika orang menarik kesimpulan yang salah dari bukti yang ada.

Menanggapi Kesalahan Kesimpulan yang Tidak RelevanKalau kita dapat mengidentifikasi adanya kesalahan itu dalam suatu argumen, tanggapannya mudah. Kita tinggal berkeras bahwa si pembicara tetap pada buktinya. Jika dia ingin kita menerima kesimpulannya, dia harus memberikan argumen. Dengan melakukan kesalahan ini, berarti dia tidak memberikan argumen yang logis.

9.3.2 Kesalahan Bukti yang DitahanKesalahan karena bukti yang ditahan terjadi ketika pembicara menarik kesimpulan

yang tidak tepat dengan mengabaikan, menahan, atau meminimalkan derajat pentingnya suatu bukti yang bertentangan dengan kesimpulan.

Menanggapi Kesalahan Bukti yang DitahanDalam situasi yang kooperatif, lebih baik kita mengajukan semua bukti yang relevan sehingga suatu kesimpulan yang logis dapat ditarik. Untuk memperoleh kebenaran, memang diperlukan semua bukti yang relevan. Dalam situasi seperti ini, bukti yang tertahan lebih mungkin merupakan akibat kecerobohan dan sudut pandang yang terlalu sempit. Diskusi yang jujur, terbuka, dan terstruktur biasanya dapat menunjukkan hal apa yang masih terlewat.

9.4 Kesalahan StatistikalMetodologi statistik dikembangkan terutama untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang dibahas di sini. Kesalahan ini lebih umum dibuat dalam penelitian yang dilakukan oleh para amatiran atau mereka yang kekurangan dana sehingga tidak dapat melakukan penelitian secara mendetil. Dua kesalahan pertama dari tiga yang akan kita bahas sering

Page 43: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

disebut kesalahan pemercontohan (sampling error).

9.4.1 Kesalahan Sampel yang Bias (Statistik yang Bias)Kesalahan ini dilakukan ketika data yang digunakan untuk menarik kesimpulan statistik diambil dari sampel yang tidak representatif terhadap populasi.

9.4.2 Kesalahan Percontoh yang Kecil (Statistik yang Tidak Cukup)Kesalahan ini terjadi ketika pembicara menggunakan sampel yang terlalu kecil sehingga kesimpulannya tidak dapat dipercaya.

9.4.3 Kesalahan Penjudi (Gambler’s Fallacy)Peristiwa yang terjadinya hanya secara kebetulan.

Menanggapi Kesalahan PenjudiSatu-satunya tanggapan yang dapat dikemukakan untuk menghadapi orang yang melakukan kesalahan penjudi adalah mencoba mengajarinya tentang teori probabilitas.

9.5 Kesalahan KausalJika terdapat hubungan kausal di antara dua kejadian X dan Y, ada tiga kasus yang mungkin, yaitu (1) X menyebabkan Y; (2) Y menyebabkan X; dan (3) X dan Y sama-sama disebabkan oleh Z.

Jika kita menyimpulkan bahwa X menyebabkan Y, sementara sebenarnya Y yang menyebabkan X, maka kita melakukan kesalahan mengacaukan sebab dan akibat. Jika kita menyimpulkan bahwa X menyebabkan Y atau Y menyebabkan X, sementara yang benar ialah bahwa keduanya sama-sama disebabkan oleh Z, maka kita mengabaikan penyebab bersama. Kedua kesalahan ini kadang-kadang disebut kesalahan penyebab-gejala.

Jika kita menyimpulkan bahwa X menyebabkan Y semata-mata berdasarkan fakta bahwa X mendahului Y, maka kita melakukan kesalahan penyebab yang salah (post hoc).

Penyebab sering kali dibedakan menjadi necessary condition atau sufficient condition bagi akibatnya. Jika kita salah menganggap suatu penyebab yang berupa necesarry condition dengan penyebab yang berupa sufficient condition, atau sebaliknya, maka kita telah mengacaukan necessary condition dengan sufficient condition.

9.5.1 Mengacaukan Sebab dan AkibatKesalahan ini terjadi ketika suatu hubungan kausal salah diinterpretasi. Kesalahan

ini sering kali merupakan akibat dari interpretasi yang ceroboh atas bukti yang tersedia dan kemalasan untuk menyelidiki lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan.

9.5.2 Menanggapi Kesalahan Mengacaukan Sebab dan Akibat9.5.3 Mengabaikan Penyebab BersamaKesalahan karena mengabaikan penyebab bersama terjadi ketika seorang pembicara menyimpulkan bahwa X adalah penyebab Y sementara sebenarnya keduanya merupakan akibat dari sebab lain. Kesalahan ini dan pengacauan sebab dan akibat juga disebut kesalahan penyebab-gejala.

Page 44: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

9.5.4 Menanggapi Kesalahan Mengabaikan Penyebab Bersama9.5.5 Kesalahan Penyebab Yang Salah (Kesalahan Post Hoc)

Kesalahan penyebab yang salah juga disebut kesalahan post hoc, ergo propter hoc. Ini merupakan kata-kata dalam bahasa Latin yang artinya ‘sesudah ini, maka, karena ini’. Orang yang melakukan kesalahan ini sering disebut melakukan penalaran post-hoc. Kita melakukan kesalahan penalaran post hoc ketika kita menyimpulkan—tanpa dasar yang cukup kuat—semata-mata hanya karena Y mengikuti X, maka X pasti penyebab Y. Kesalahan dalam argumen seperti ini adalah bahwa kesimpulannya merupakan pernyataan kausal yang kurang didukung oleh bukti, dan tidak ada informasi tambahan maupun hipotesis pembantu yang membuat hubungan kausal itu masuk akal.

Dalam masing-masing kasus, si pembicara menemukan korelasi yang positif antara dua kondisi atau kejadian. Apa yang terjadi sebelum akibat dianggap sebagai sebab, dan itu menjadi satu-satunya bukti yang diberikan untuk menarik kesimpulan.

Menanggapi Kesalahan Penyebab yang SalahTanggapan atas kesalahan tentang penyebab sama dengan cara menghadapi kesalahan-kesalahan kausal sebelumnya. Kita meminta si pembicara menilai kembali data yang ada untuk membuatnya menyadari bahwa dia mungkin telah salah menginterpretasikannya. 9.5.5. Mengacaukan Penyebab Yang Berupa Necessary Condition dengan SufficientCondition

Menanggapi Kesalahan Mengacaukan Syarat yang Perlu dengan Syarat yang Memadai

Cara terbaik untuk menghadapi kesalahan ini adalah mencoba mencegahnya.

9.7 Kesalahan AnalogiKesalahan analogi terjadi ketika orang menggunakan analogi yang tidak tepat

atau yang menyesatkan dalam argumennya. Analogi dapat merupakan cara pandang yang original, kreatif, dan menohok pikiran. Namun analogi tidak dapat menggantikan argumentasi langsung mengenai suatu sudut pandang.

Menanggapi Analogi yang SalahSecara umum, ada dua cara menanggapi analogi yang salah. Pertama, dengan

menunjukkan bahwa hal-hal yang dianalogikan mempunyai terlalu banyak perbedaan yang relevan sehingga kesimpulannya tidak meyakinkan. Kedua, menunjukkan kelemahan analogi itu dengan cara melanjutkan analogi itu hingga mencapai kesimpulan yang tidak dapat diterima si pembicara.

BAB IV

Page 45: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

1. Perbedaan Etika dan Moralitas.Etika dan moralitas memang dua kata berhubungan erat dan seringkali orang

mengunakan dua kata tersebut secara bergantian, tetapi tidak tepat (Graham, 2010, 1).

Secara etimologis, istilah etika berasal dari kata Yunani "ēthikos" yang bearti "adat", "kebiasaan", atau "watak" (Pritchard, 2012, 1). Dalam perkembangannya, etika mengacu kepada seperangkat aturan-aturan, prinsip-prinsip atau cara berpikir yang menuntun tindakan dari suatu kelompok tertentu. Etika adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral dan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa artinya baik? Apa itu keputusan moral? Apakah moral itu subjektif atau objektif? Bagaimana menjalani kehidupan yang baik?

Tidak heran jika etika disebut juga filsafat atas moral. Lain halnya dengan moralitas berasal dari kata Latin "moralis" yang berarti "tatacara", "karakter", atau "perilaku yang tepat" (Pritchard, 2012, 1). Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas mengacu pada nilai baik atau tidak yang disepakati dan diadopsi dalam suatu lingkungan tertentu (Borchert, 2006, 280).

Moralitas sangat berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya. Etika adalah suatu abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan moral dengan melakukan refleksi atasnya. Sedang moralitas tergantung pada pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang benar atau salah, baik atau buruk.

2. Klasifikasi Etika

Etika bisa dibagi menjadi berberapa bidang sebagai berikut:

Page 46: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Gambar 2 Pembagian Bidang Etika

Jika kita sederhanakan maka akan menjadi sebagai berikut:

Gambar 3 Empat Bidang Etika Utama

3. Realisme Etis dan Non-Realisme Etis3.1. Realisme Etis

Gagasan realisme etis berpusat pada manusia menemukan kebenaran etis yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya. Konsekuensinya, realisme etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif.

Apa yang diungkapkan di atas biasanya dikenal juga dengan istilah absolutisme etis. Gagasannya bersandar pada adanya aturan-aturan universal yang tidak berubah dan berlaku setiap bagi semua orang. Absolutisme etis berpendapat bahwa ada beberapa aturan moral yang selalu benar dan aturan-aturan tersebut dapat ditemukan serta berlaku

Page 47: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

untuk semua orang. .

Masalah bagi etika realis adalah manusia mengikuti keyakinan etis yang berbeda-beda.

3.2. Nonrealisme Etis

Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis (Callcut, 2009, 46). Nonrealisme etis ini sangat terkait dengan relativisme etis. Relativisme etis yang mengatakan bahwa jika Anda melihat budaya yang berbeda atau melihat periode yang berbeda dalam sejarah, Anda akan menemukan bahwa hal itu memiliki aturan etis yang berbeda pula.

Akan tetapi, ada persoalan juga di dalam relativisme etis. Diantaranya adalah kita merasa bahwa aturan etis memiliki nilai kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar kesepekatan umum dari sekelompok orang.

Lebih jauh, relativisme memiliki masalah dengan persoalan tirani mayoritas. Persoalan yang paling mendasar dari relativisme etis adalah setiap pilihan "etis atau tidak" menjadi sewenang-wenang dikarenakan terkait dengan keelompok sosial atau budaya itu sendiri sebagai landasan etika. Artinya, relativisme moral tidak menyediakan cara untuk mengatasi perbedaan moral antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.

4. Empat Jenis Penyataan EtikaPengkajian terhadap permasalahan etis pada dasarnya bisa dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Ketika seseorang mengatakan "pembunuhan itu tidak baik" apa yang dimaksudkannya sesungguhnya? Pertanyaan ini adalah pertanyaan sederhana, tetapi hal ini adalah cara yang sangat berguna untuk mendapatkan gagasan yang jelas tentang apa yang terjadi ketika orang berbicara tentang isu-isu etis.

Kita bisa melihat ketika orang mengucapkan pernyataan "pembunuhan itu tidak baik", orang merujuk pada hal yang berbeda. Perbedaan ini memberikan pendekatan yang berbeda pula untuk melihat persoalan etis (Johnson dan Reath, 2011, 472). Kita dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda ketika Anda mengatakan 'pembunuhan adalah tidak baik' dengan menulis ulang pernyataan tersebut untuk menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud oleh Anda sebagai berikut:

1. Saya mungkin bermaksud membuat pernyataan tentang fakta etis, seperti "pembunuhan itu adalah salah". Realisme moral didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan objektif terkaitmasalah etis di alam semesta. Pernyataan etis dinilai memberikan informasi faktual tentang kebenaran.2. Saya mungkin bermaksud hendak menyatakan tentang perasaan saya sendiri seperti, "saya tidak menyetujui pembunuhan". Hal ini adalah subjektivisme. Subjektivisme mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang. Artinya, Jika seseorang mengatakan sesuatu itu baik atau buruk, apa yang dia maksudkan tidak lebihdari perasaan positif atau negatif yang dia miliki terkait sesuatu itu.

3. Saya mungkin bermaksud untuk mengekspresikan perasaan saya saja"tidak ada kompromi dengan pembunuhan". Hal ini adalah emotivisme.Emotivisme adalah

Page 48: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. Hal ini seperti subjektivisme, tetapi dalam emotivisme pernyataan moral tidak memberikan informasi tentang perasaan pembicara tentang topik tetapi ungkapan perasaan itu sendiri

4. Saya mungkin bermaksud ingin memberikan instruksi atau larangan, seperti "jangan melakukan pembunuhan". Hal ini adalah preskriptivisme. Gagasan preskriptivisme berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi. Jadi jika saya mengatakan sesuatu itu baik, artinya saya merekomendasikan kepada Anda untuk melakukannya.

5. Kegunaan EtikaEtika sebenarnya tidak secara langsung mengharuskan orang mengikuti hasil

analisisnya. Hal ini dikarenakan etika sebagai bagian dari filsafat menekankan jika seseorang menyadari bahwa secara etis lebih baik untuk melakukan sesuatu, maka akan menjadi tidak rasional untuk orang tidak melakukannya.

Etika menyediakan alat-alat analisis untuk berpikir tentang isu-isu moral.Peran etika, yaitu menawarkan suatu prinsip-prinsip yang memungkinkan kita untuk mengambil pandangan yang lebih jernih dalam melihat isuisu moral. Dengan kata lain, etika memberikan sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah moral yang sulit. Memang harus dimengerti bahwa etika tidak selalu memberi jawaban yangtepat untuk masalah moral. Hal ini dikarenkan persoalan moral sangat sulit dan komplek (Hinman, 2012, 1-6). Persoalan etis sangat sulit dikarenakan hal itu memaksa kita untuk mengambil tanggung jawab atas pilihan dan tindakan kita sendiri daripada langsung kembali pada aturan-aturan dan adat istiadat.Satu masalah etika adalah hal itu sering digunakan sebagai senjata. Etika bukan soal sekedar mencari pembenaran atas apa yang kita yakin tentang soal benar atau salah dalam suatu tindakan atau keputusan. Etika memberikan pertimbangan untuk yang melampaui kepentingan diri sendiri. Dengan kata lain etika sangat memperhitungkan bukan hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain.

6. Immanual Kant dan Etika KewajibanDalam karyanya Critique of Practical Reason, Immanuel Kant membahas secara

filosofis tentang apa yang dimaksud dengan moral. Prinsip moral dapat muncul dari berbagai sumber, diserap dari nilai-nilai agama, kaidah norma masyarakat, maupun dari hukum yang dibuat oleh negara. Immanuel Kant menekankan bahwa sifat dari prinsip moral itu bukanlah sesuatu yang partikular, karena untuknya ada hukum universal dimana hukum tersebut merupakan muara dari segala tujuan etis. Kant menekankan bahwa prinsip ini bekerja bila setiap orang memperlakukan orang lain dengan prinsip bahwa yang diperbuat secara individual berdampak serta perlu diperhitungkan dalam tataran universal.

7. John Stuart Mill dan Konsep Etika Utilitarian

Page 49: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

Pada filsafat moral Kant, ia menekankan bahwa individu tidak boleh memiliki kepentingan disaat ia berbuat kebaikan, tujuannya adalah kewajiban terhadap kebaikan itu sendiri. John Stuart Mill yang berpendapat bahwa menganggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan, menganggap prinsip deontologi ini sangatlah tidak realistis, karena mengabaikan aspek kepekaan individu untuk berkendak serta menginginkan kebaikan. karena ia menyadari bahwa kebahagiaan itu untuk kebahagiaan semuanya, maka ia terdorong untuk bersikap etis.

8. W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban

Bila Kant menegaskan bahwa rasio praktis memungkinkan kita memisahkan mana kebaikan dan mana keburukan, atau maxim kewajiban yang harus kita lakukan, dalam pandangan Ross, ia menggunakan penjelasan intuisi.

Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Bagi Ross, kebahagiaan tidak dapat secara mudah disamakan dengan kebaikan, justru kebaikan adalah bentuk nilai moral yang lebih tinggi. Ross mengkritik pandangan etis dari kaum utilitarian sebagai pandangan hedonistik.

Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosof moral yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Bagi Ross, motif menunjukan bahwa seseorang bertindak etis bukan karena tindakan itu benar secara prinsipil, tapi tindakan itu menguntungkan baginya.

Meskipun terdapat keserupaan dalam filsafat moral Ross dengan Kant, ada perbedaan penting antara Ross dan Kant, Ross mengkritik kewajiban sempurna dari Kant. Yang dimaksud dengan Prima Facie adalah situasi moral yang dapat ditelaah secara objektif. Prima Facie menekankan tentang bagaimana seseorang merefleksikan pilihan-pilihan moralnya, sebelum ia bertindak.

Ross menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia menyusunya sebagai berikut; 1) Fidelitas atau yang menyangkut perihal bagaimana seseorang memegang janji atau komitmennya, 2) Kewajiban atas rasa terimakasih, ketika kita berkewajiban atas jasa yang sudah ditunjukan oleh orang lain, 3) Kewajiban berdasarkan keadilan, hal ini menyangkut perihal pembagian yang merata yang berhubungan dengan kebaikan orang banyak, 4) Kewajiban beneficence, atau bersikap dermawan, dan menolong orang lain sebagai tanggung jawab sosial, 5) Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri, 6) Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain.

Enam tipe dari Prima Facie yang dijelaskan oleh Ross menunjukan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu kita kerap terbentur untuk memutuskan diantara pilihan-pilihan moral. Dalam suatu situasi yang amat mendesak, Ross menekankan pada kemampuan intuitif manusia untuk mengambil keputusan, dimana keputusan ini ditujukan untuk mencari tahu pilihan manakah yang dimungkinkan menyebabkan kebaikan yang tertinggi.

Pada pelajaran MPKT-A, games terakhir yang kami mainkan sangat berkaitan dengan moral. Kami diberikan tiga kasus yang sudah umum terjadi dimasyarakat dan sering menjadi dilemma. Apabila kita mengacu pada prinsip moral itu sendiri, bahwa moral

Page 50: Ringkasan Buku Ajar i Mpkt A

adalah muara dari segala tujuan etis, maka kita akan sampai pada pertanyaan “pantaskah?”. Hal inilah yang seharusnya kita tanyakan pada diri kita sendiri ketika kita tidak dapat menetukan sikap. Prinsip moral menegaskan bahwa moral akan membawa pada kebahagiaan baik diri sendiri maupun orang lain, namun sudah seharusnya kita mendahulukan kepentingan sekitar dahulu. Apabila kita memahami konsep ini, maka tidak akan terjadi dilema moral.