Top Banner
PERTEMUAN Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa 1
40

Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

Jul 25, 2016

Download

Documents

Sebuah embrio antologi puisi. Memang baru sedikit yang saya rasa layak masuk dalam kumpulan ini. Ya bagaimana, namanya juga embrio antologi. Masih belum terlalu besar. Tapi pada kumpulan kecil inilah saya berharap: embrio ini pada akhirnya akan tumbuh, lahir kembali dan dewasa sebagai monster raksasa yang akan menelanmu - menyesatkanmu dan mencernamu - menjadikanmu bentuk kehidupan lainnya.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

1

Page 2: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

2

Page 3: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

3

PERTEMUAN Embrio Antologi

Page 4: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

4

PERTEMUAN (Embrio Antologi)

Rilis Eka Perkasa

Pustaka Individum

Anti-©2016

Desain Sampul: Nanang Suroso

Tata Letak: Sunarto

Tukang Edit: Ikhwan Abdul

CV. Kertas Imaji

Jl. Sunkencourt No. 68

Bandung

Page 5: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

5

Pengantar

Sayangnya, kata pengantar buku-bukumu gagal mengantarkanku pada pagar

yang rapat mengelilingi dirimu.

***

Memang tidak perlu pengantar. Yang sedang saudara sekalian baca adalah

kumpulan puisi, itu saja.

Oh, mungkin saya perlu menjelaskan mengapa “Pertemuan” dijadikan judul.

Buat saya puisi adalah pertemuan, dengan apapun, dengan siapapun. Mulai dari

Tuhan hingga diri sendiri, sampai sisi pendosa dalam diri itu.

Sekian. Biarpun kata pengantar ini gagal mengantar saudara sekalian ke

manapun, semoga saudara sekalian berhasil bertemu, berkenalan, dan berkawan

baik dengan semua yang ada di kumpulan ini.

Rilis

Tata letak dan kolase dikerjakan oleh kawan Senartogok.

Page 6: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

6

Page 7: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

7

Panen

Pernahkah kautanyakan pada larik-larik sajak:

untuk siapakah diksinya yang gembur dibajak?

Inilah ladang sajakku.

Kusiram air mata, kupupuk duka

agar kelak di akhir musim aku bahagia:

Dari sela larik-lariknya akan kupanen makna.

Bandung, 2015

Page 8: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

8

Apakah Ada Aturan Judul Puisi Tidak Boleh Lebih Panjang Dari

Isinya?

Anjing!

Bandung, 2015

Page 9: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

9

Pax Romana

Memoar tanah yang dipeluk dua sungai

Vini Vidi Vici.

Hanya sepatah kata yang sedikit bertanya

Bagaimanakah rasanya lahir?

Belumkah lelah memandang mentari yang pucat?

Lindungan Tuhankah yang kau kenakan itu?

Pontifex Maximus.

Bangun dari darah serigala

Bermandi tulang belulang yang terluka

Hanya sedikit hitam berberkas

Kau hanya membangun istana tengkorak manusia

Hanya saja segumpal panji emas kau kobarkan

Menerangi dunia yang terus memelas

Gladiator.

Lengkap sudah debu beserta anginnya yang membakar

Kau hanya ingin tertawa bersama maut

Bersulang dengan jejak kuda yang diam berdarah

Mencumbu nama mereka yang tersesat bersama jasad mereka

Tertawalah.

Pedang, tombak, dan mata mereka bukanlah segalanya.

Mengapa mati dalam pelukan sungai?

Mengapa hanya teguncang?

Mengapa masuk kegelapan yang lantang?

Kenapa tak menjawab?

Aku lupa.

Debu berwarna lumpur memakan sumsummu yang kering.

Entah dengan jiwamu.

Dia hanya bisa tenggelam memandang dirinya dimangsa senja.

Malang, 2009

Page 10: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

10

Puisi Tai

"Aku ingin mencium taimu"

Seolah kautembakkan peluru

menuju ulu jantungku

hanya agar ia meleset

agar nyaring desingnya mengejek rasa maluku.

Bikin pusing, anjing.

"Aku ingin mencium taimu"

Mengapa tak kau cium saja aku?

Toh akan kau temui tai di dalam diriku.

Sebenarnya apa yang membuatmu mengira

akan kau temukan wajahku

dalam tai?

Bisa saja, di dalamnya hanya ada taimu, tai kata-kata yang tak

tersampaikan, atau tai-taiku yang lain.

Atau malah takkan kau temukan apapun di dalamnya -

Sungguh, bagi banyak orang ampas hanya ada untuk dibuang.

"Aku ingin mencium taimu"

Namun, bagaimana apabila benar yang kau cari

adalah taimu, tai kata-kata yang tak tersampaikan, atau tai-taiku yang lain?

Kau takkan tahu, taiku tidak memiliki apapun

selain bau busuk dan rasa yang hanya pantas dicecap oleh kege-eranku.

"Aku ingin mencintaimu."

Seperti tai, pelurumu melesat. Melubangi jidatku

seolah membuat lubang telinga ketiga.

Tai lu.

Bandung, 2015

Page 11: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

11

Malam Ungu, Wajah Membiru, 1

(Baroness – Chlorine and Wine)

Untuk apa menulis

apabila kata-kata tidak mengerti

untuk apa kau suruh mereka menangis?

Bandung, 2015

Page 12: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

12

Malam Ungu, Wajah Membiru, 2

(Baroness – Chlorine and Wine)

Malamku ungu

sedang wajahmu membiru

dan bulan bagi kata hanya wajah dungu

sedang hidup bagi kita bukan lagi sesuatu untuk ditunggu.

Ia menderu dan memburu.

Bandung, 2015

Page 13: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

13

Menyekap Kata-Kata

Kupandangi puisiku itu malam.

Puluhan mulutnya tersumpal kain putih kusam

Bau keringat, nafas tua yang masam.

Kuamati, kurasai puisiku.

Tersekap di sudut jiwaku yang sempit dan pengap:

Aku rasai sepercik kebencian di kedua matanya.

Laknat! Kefanaan kata-katanya tajam membelah

Lepas ragaku dari jiwanya.

Bandung, 2015

Page 14: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

14

Malam 13

Di hamparan beledu, pendar purnama membundar

tidak tampak kawanan laron mengitarinya

tidak tampak pula jawaban sebenar-benarnya benar.

tidak juga kutemukan sepatahpun untuk membanjur "terlanjur".

Bandung, 2014

Page 15: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

15

Tinggal Rangka

(Chairil Anwar – Tak Sepadan)

Sepanjang dinding buta

Sesamar tawa canda

yang untuk kutinggal jua

namun hanya terbawa.

Aku terpanggang. Tinggal rangka.

Malang, 2011

Page 16: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

16

23:00

23:00

dan aku belum juga terlelap

yang aku tahu telah lelah

terik matahari telah puas menelan dan memuntahkanku

begitu saja.

asap dan perih mengaku bernama senja

nanti malam hanya bertamu

hanya membuatku makin padam saja

memaksa terlelap walau tetap tak tentu.

23:00

entah,

jiwa dan lukaku telah padam

aku masih tak tahu apakah aku ingin tenggelam.

Malang, 2009

Page 17: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

17

Es Kelapa

(Melancholic Bitch – Dinding Propaganda)

Cuma pada kamu saja, aku bisa menemukan telaga dalam bola mata.

Kantin kampus yang biasa-biasa saja, embusan berdebu suatu siang yang

biasa-biasa saja, dan pelarian yang seperti biasa.

Aku bolos kelas mekanika, dan kamu lari dari kuliah, apapun itu namanya,

mengontrol opini manusia. Kembali kita menceburkan diri ke kenakalan

yang sudah biasa itu. Namun siang ini, di kantin ini, tepat di antara cakap

kita (juga di lengkung senyummu), semua yang biasa itu adalah segala.

Rambut ayumu sedikit berderai ditiup kerontang siang. Kantin sedang sepi

ini siang.

Cukup kita berdua, ayo pesan es kelapa. Basahi hausmu, ciprati keringku.

Kita lanjutkan tawa yang tertunda jam-jam tertidur di kelas. Kita teruskan

tawa canda tentang beda dunia, beda fakultas. Susun rencana ke tempat

petualangan yang tak mampu dijamah bis kota manapun, tempat rekaan

cerita kita. Habisi kebosanan kita akan kelas dan hidup. Aku dan kamu.

Pejamkan mata dan kitalah seisi sepi kantin siang itu. Kitalah dunia,

kitalah semua canda dan cerita.

Tenang saja, di bolos siang ini kita tidak akan dicari dosen manapun,

kawan mahasiswa siapapun. Ibu-ibu kantin pun tidak akan mencarimu. Es

kelapa kita sudah kubayar lunas.

Di sana, di kedua bola matamu, ada telaga. Bersamamu kutuntaskan

dahaga.

Yang kamu tahu siang ini tidak akan bisa dituntaskan dengan es kelapa

manapun jua.

Bandung, 2015

Page 18: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

18

Terjaga

masih terjaga di hari malam

khusus meratapi dosa-dosa yang sudah tambal sulam.

kelak aku ingin bisa kembali tanpa jadi hitam.

Bandung, 2012

Page 19: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

19

Serdadu Kabut Malam

malam menjelang, kabut baru datang

aku hanya satu dari mereka, kumpulan serdadu merdeka

hanya belum lepas dari tuntutan diri

hingga kemerdekaan itu sendiri mati dikebiri.

saya, serdadu menatap buana malam,

membidik kebebasan terdalam

Malang, 2009

Page 20: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

20

Page 21: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

21

Pertemuan

Buat Kierkegaard, juga Muhammad.

Di manakah dapat kau temui Tuhan?

Ia bersemayam di altar tempatmu berkorban akal budi

Ia dapat kau temui dalam pemahamanmu bahwa: tidak ada "maha" dalam

kata manusia.

Bandung, 2015

Page 22: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

22

Hujan Dalam (de)Kompisisi, 4

Untuk SDD, juga untuk Salim Kancil. Oh, juga hujan.

Mengapa hujan turun sewarna darah? Di kotaku, pria wanita tua muda

bersujud, menagih hujan yang dijanjikan oleh musim. Agaknya dahaga

bangsa kali ini cukup parah hingga teh gelas yang biasa dijajakan

pengasong di macet Dago tidak mampu membanjurnya lagi. Terlebih, lima

hari ini aku tidak melihatnya di perempatan. Barangkali ia ikut bersujud

dan menagih. Ia sudah sering dihutangi.

Mengapa hujan turun? Sesekali ia turun, namun hanya sayat tajamnya di

wajahku yang diabadikan oleh rintik. Begitu pula asap. Ia turun dari

cerobong-cerobong pabrik tukang bikin kefanaan. Kurang pedihkah hidup

warga kota dan desa hingga kefanaan harus diproduksi tanpa henti? Para

bos, tukang sewa tanah dan kontraktor tidak sadar pekarangan bungalo

mereka memerah darah.

Mengapa? Ah, sudahlah. Seorang ayah tergolek di setapak merah darah.

Kepalanya digergaji.

Paling tidak, hujan sesekali turun. Sesekali tagihan kami dibayar.

Bandung, 2015

Page 23: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

23

Mayat Tanpa Cacat

Mayat-mayat di dalam kelas

mayat yang sedang mengajar

mayat yang sedang mengejar

mayat yang sedang mendengar

mayat yang mencatat ujar

mayat sedang belajar

mayat yang sedang berpuisi

sembunyi-sembunyi.

Slide kuliah penuh mayat

bau busuknya walau lamat

tercium di setiap kata yang dicatat

dari bingkai jendela, mayat lain bisa lihat

ini tempat

sudah penuh mayat.

Mayat-mayat hidup di dalam kelas

Mayat-mayat hidup di semua tempat

Mereka tanpa cacat.

Bandung, 2015

Page 24: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

24

Warna, 2

Arak-arakan wisuda kadang melelahkan untuk mata.

dan di lapangan tumpah, seperti palet

seperti Dali, jatuh dari langit

semua warna, semua gempita

memagari dunia, memagari batas-batas visual

di luar pagar tidak ada apa-apa lagi

di luar pagar semuanya monokrom

tidak ada apa-apa.

Aku bosan akan mimpiku yang terlalu dipenuhi warna.

Suatu hari seorang gadis pernah melompati pagar

di wajahnya tidak ada warna apapun

ia mungkin mencari warna yang tidak pernah ada di dalam pagar

warna yang tidak pernah ada di dunia.

Seminggu ia menghilang

seminggu kemudian ditemukan bersandar

pada bagian dalam pagar

tanpa nyawa, wajahnya masih tanpa warna

di perutnya lubang menganga, kemungkinan besar bekas tusukan

dari lubang itu mengalir darah berwarna violet.

Aku lelah menunggu hari ketika hujan tidak lagi memiliki warna

sungguh, memandang terlalu banyak warna sekaligus dapat melukai mata.

Bandung, 2015

Page 25: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

25

Sajak Polimer Hayati

Persetan polimerisasi!

***

Aku takkan pernah bisa

setua

ilmu polimer itu sendiri.

Langkahku tergesa berkejaran

dikejar reaksi propagasi yang merambat tak berkesudahan

dan sebelum terminasi

sempat terjadi

akupun mati

Dibelit untai rantai

polimer

Dicekik kusut masai

tanda tanya

yang tak pernah selesai.

Bandung, 2015

Page 26: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

26

Senja Bunga Tebu

Bunga tebu di pinggir jalan

Nafas ribuan nama membelaimu mesra

Hangat tersapu senja

Masih bisakah aku berjalan?

Aku dan jiwaku melangkah kembali

Hatiku terus bertanya tak mengerti

“Dari manakah kau kembali?”

Kujawab “baru kujawab sesal dalam dirimu.”

Habis sudah tenagaku

Ada apa denganku?

Mengapa tak kudengar angin yang menderu?

Kini hanya tercium bau darah, bebatuan, dan kesalahan.

Wahai bunga tebu yang tegar

Lelah sudah ku mengiba

Ku memohon pada pemilik jiwamu yang rapuh

Ku ingin Dia ampuni dosaku

Dan aku ingin tetap kuat dan tegar

Seperti dirimu.

Malang, 2009

Page 27: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

27

Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa

(Melancholic Bitch dan Frau – Judul yang sama)

Kita tidak perlu cincin emas. Atau topas. Atau berlian dengan cahaya membias.

Kontrak kita lepas, bebas. Kontrak kita tertinggal di sana, mengawang-awang terbang

melayang di luar angkasa. Sejatinya, apakah kontrak itu ada?

Tangan kita waktu itu dingin. Kamu tegang mungkin. Saya tegang, pasti. Bayangkan,

ini pertama kali. Pertama bercinta, di luar angkasa pula. Padahal kalau kamu tahu,

luar angkasa tidak sedingin itu. Radiasi surya, radiasi gamma, dari bumi radiasi

polusi menggema, entah lagi radiasi apa, saya yakin harusnya luar angkasa hampir

sepanas neraka (biarpun saya belum pernah - dan tidak mau - masuk neraka). Tapi

begitu saja.

tangan kamu di dalam tangan saya

tangan kita menggenggam makin erat

tangan kita digenggam dingin erat

hanya perlahan sadar, makin akrab hangat

karena tahu, karena sadar, kita

sedang bercinta

walau pertama

di luar angkasa.

Kita tidak perlu bertanya. Apakah batas norma kita sama? Apakah dimensi waktu kita

serupa? Apakah saya sedang khawatir menantimu di batas negara? Apakah kamu

dikejar kata segera? Apakah kiamat datang segera? Apakah komet Halley lepas dari

orbit dengan misi mengobrak-abrik dunia? Apakah? Apakah? Apakah... Apakah...

Mengapa kita di luar angkasa?

Kita tidak perlu bertanda tanya karena kita di luar angkasa, mencinta. Di sini tidak

ada campur tangan negara. Komet Halley pun malas menghiraukan kata segera. Dia

pasti mengerti. Berempati.

***

Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa.

Saya bertanya

"Kapan mau pulang?"

Kamu jawab

"Sepertinya tidak akan. Di sini saja."

Kita membias. Mengalahkan cincin berlian. Mengalahkan rasi bintang.

Bandung, 2013

Page 28: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

28

Malam 24

(Pearl Jam – Black)

Eddie Vedder meraung

dan tetes gerimis ini malam

berwarna hitam.

Gerimis tidak menyadari

malam juga di depan kamarku jatuh merinai

akulah ratapan biduan yang menggerung

tak kunjung lelah.

Bandung, 2015

Page 29: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

29

Di Stasiun Tugu, Yogyakarta

Dan di tiap sisi peron, kata-kata yang tak sempat kutuliskan menyambutku.

Menebarkan kain tirai lembab yang mencegah waktu bertukar dan

menemukan dirinya yang lain di seberang luar. Aku kedinginan.

Yogyakarta, 6 Juli 2015

Page 30: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

30

Cermin

Beribu segan untuk God Bless

dan di hadapan cermin

kau belah wajahmu

pecahan beling menyayat dingin.

dari belahan cermin tidak muncul wajah tuhan. pun wajah setan.

dan sekarang, wajahmu tinggal pekarangan kosong

(mungkin esok) tuhan dan setan tertawa

berpesta pora di atasnya

sementara di cermin cekung wajahku terkungkung

matamu yang kosong itu ternyata cekung.

Aku? Kubelah cermin karena tak kutemukan wajahku padanya.

Bandung, 2015

Page 31: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

31

Puisiku pun Membeku

pintu itu terbuka

bagi siapa saja

juga bagi pencuri

yang kedinginan

yang mencuri kunci

dan segelas plastik

air hangat.

pintu itu masih terbuka

dan terlambat -

angin dingin mencuri pintu itu.

seisi ruangan membeku

juga air hangat

juga gelas plastik

juga si pencuri.

Bandung, 2015

Page 32: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

32

Rigor Mortis

Sejarah

kata-kata buta

dan tatapmu yang dingin

membekukan: udara, waktu, dan doa

juga: tubuh-tubuh tanpa nyawa.

Ajalku tak ingin upacara menggugah

tubuhku tak perlu mausoleum megah.

Cukup cakram senja merah:

Membakar. Segalanya sudah.

Tubuhku kaku. Terbujur di liku zaman yang beku.

Bandung, 2015

Page 33: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

33

Tusuk Dadaku Dengan Apapun

Tusuk dadaku dengan apapun!

Dengan pisau dapur

Dengan pisau cukur

Dengan tatapan hampa

atau dengan pena

maktubkanlah ajal di detak jantungku!

Bandung, 2015

Page 34: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

34

Bara Sang Kata

Untuk CA

Dalam surat yang gagal kuselesaikan

(sebuah permohonan maaf untuk kata-kata)

Kutulis penyesalanku. Kerinduanku akan segala yang tak terkejar

Kuratapi hukuman yang menantiku

hingga basah kertasku oleh tangisan dan kegamangan.

Namun suratku tak kunjung selesai.

Bait-bait membakarku hidup-hidup

Tak ada sisa kulitku tak tersentuh sang agni.

Bait-bait membakarku. Tiada ampun.

****

(Dalam abu kutemukan segala yang tak

pernah kutemukan sebelumnya. Segala

yang tak terkejar. Penyesalan. Suratku. Kata maaf

untuk diri sendiri)

Aku tetap hidup. Bara dalam dada mengganas.

Aku meradang, menerjang

membakar

Dalam kertas, pena, blok biner, dan kata-kata:

Akan kurangkum segala yang tak mungkin bagimu.

Malang, 2015

Page 35: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

35

Page 36: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

36

Apapun Judulnya

Untuk ST.

Kupandang tubuh yang pulas di hadapanku itu. Anarki terpampang di

lengannya. Tegas dan keras.

Anjing! Segumpal jiwa berbalut raga di depanku. Ia tidak sedang

kelelahan. Hanya saja, ide dan tenaga juga butuh diam, mundur sejenak

sebelum menghantam lebih kejam, hingga lebam berdebam.

Ia, yang rajin menggunting dan menempel potongan-potongan hidupnya,

menjadi bentuk kehidupan lainnya. Ia, yang melafalkan bait "Tuhan Sudah

Mati" dari Also Sprach Zarathustra selepas Al-Fatihah di penghujung tiap

rakaat tahajudnya. Ia, yang akan menikammu dengan akustik dan semantik

tepat di jantungmu. Matilah. Darahmu akan habis mendidih karenanya.

Anjing!

Hidup, terbentang di antara sudut-sudut ufuk, tak henti mencambuk. Siang

penuh perang, berganti malam penuh cinta. Tak henti mendera. Dan ia

bukan manusia tanpa luka. Digaraminya bekas-bekas kehidupan agar

makin merdu rintihnya. Kau pasti paham, kehidupan tidak boleh berhenti

karena luka yang digarami.

Anjing!

Dengarlah lolong anjing di penghujung pesing malammu. Apakah ia

sedang memimpikan anjing-anjing bersenandung merdu dalam pulas

sesaatnya?

Om.

Bandung, 2015

Page 37: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

37

Page 38: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

38

TENTANG PENULIS

Sejak posting pertama di blognya tahun 2009, Rilis belum

tentu melihat di tahun 2016 ini semua karya disana akan

menjelma satu jilid besar “Pertemuan” ini.

Rilis lahir di Malang, 4 April 1993. Ditangan Rilis,

Kepenulisan paralel dengan aktivitas keseniannya di sanggar

seni Loedroek dan pergelutannya dengan musik Doom.

Penampakan sangarnya memang mengejutkan bagi beberapa

orang bila mengetahui bahwa Ia sibuk melukis gejala sehari-

hari dengan kata-kata. Ini nampak jelas melalui penemuannya

tentang keberadaan kuah gulai yang lebih baik daripada yang

ia temui di Simpang Tigo. Kemudian diluar kesibukannya

menulis, Ia rajin menyambangi kampus Tiang Bendera untuk apresiasi karya, bertanya

tentang tuhan, membaca puisi dadakan, atau berbagi kosakata umpatan dalam bahasa jawa.

Pun begitu, diantara kawan Tiang Bendera, ia merupakan salah satu yang paling rajin

beribadah dan berdoa di sekretariat. Soal cinta, kau tak bisa sekali-kali meragukan

kesetiannya pada pecintanya di Malang. Begitupun banyak perempuan yang mendekati dan

mengajaknya berlari, ia tetap betah membatu di rumah yang sama. Terakhir, penjilidan

karya bertahun-tahun ini akan menjadi pijakan awal untuk merintis toko material dan

kelistrikan.

Page 39: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

39

Page 40: Rilis Eka Perkasa - Pertemuan

PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa

40