PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa 1
Jul 25, 2016
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
1
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
2
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
3
PERTEMUAN Embrio Antologi
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
4
PERTEMUAN (Embrio Antologi)
Rilis Eka Perkasa
Pustaka Individum
Anti-©2016
Desain Sampul: Nanang Suroso
Tata Letak: Sunarto
Tukang Edit: Ikhwan Abdul
CV. Kertas Imaji
Jl. Sunkencourt No. 68
Bandung
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
5
Pengantar
Sayangnya, kata pengantar buku-bukumu gagal mengantarkanku pada pagar
yang rapat mengelilingi dirimu.
***
Memang tidak perlu pengantar. Yang sedang saudara sekalian baca adalah
kumpulan puisi, itu saja.
Oh, mungkin saya perlu menjelaskan mengapa “Pertemuan” dijadikan judul.
Buat saya puisi adalah pertemuan, dengan apapun, dengan siapapun. Mulai dari
Tuhan hingga diri sendiri, sampai sisi pendosa dalam diri itu.
Sekian. Biarpun kata pengantar ini gagal mengantar saudara sekalian ke
manapun, semoga saudara sekalian berhasil bertemu, berkenalan, dan berkawan
baik dengan semua yang ada di kumpulan ini.
Rilis
Tata letak dan kolase dikerjakan oleh kawan Senartogok.
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
6
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
7
Panen
Pernahkah kautanyakan pada larik-larik sajak:
untuk siapakah diksinya yang gembur dibajak?
Inilah ladang sajakku.
Kusiram air mata, kupupuk duka
agar kelak di akhir musim aku bahagia:
Dari sela larik-lariknya akan kupanen makna.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
8
Apakah Ada Aturan Judul Puisi Tidak Boleh Lebih Panjang Dari
Isinya?
Anjing!
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
9
Pax Romana
Memoar tanah yang dipeluk dua sungai
Vini Vidi Vici.
Hanya sepatah kata yang sedikit bertanya
Bagaimanakah rasanya lahir?
Belumkah lelah memandang mentari yang pucat?
Lindungan Tuhankah yang kau kenakan itu?
Pontifex Maximus.
Bangun dari darah serigala
Bermandi tulang belulang yang terluka
Hanya sedikit hitam berberkas
Kau hanya membangun istana tengkorak manusia
Hanya saja segumpal panji emas kau kobarkan
Menerangi dunia yang terus memelas
Gladiator.
Lengkap sudah debu beserta anginnya yang membakar
Kau hanya ingin tertawa bersama maut
Bersulang dengan jejak kuda yang diam berdarah
Mencumbu nama mereka yang tersesat bersama jasad mereka
Tertawalah.
Pedang, tombak, dan mata mereka bukanlah segalanya.
Mengapa mati dalam pelukan sungai?
Mengapa hanya teguncang?
Mengapa masuk kegelapan yang lantang?
Kenapa tak menjawab?
Aku lupa.
Debu berwarna lumpur memakan sumsummu yang kering.
Entah dengan jiwamu.
Dia hanya bisa tenggelam memandang dirinya dimangsa senja.
Malang, 2009
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
10
Puisi Tai
"Aku ingin mencium taimu"
Seolah kautembakkan peluru
menuju ulu jantungku
hanya agar ia meleset
agar nyaring desingnya mengejek rasa maluku.
Bikin pusing, anjing.
"Aku ingin mencium taimu"
Mengapa tak kau cium saja aku?
Toh akan kau temui tai di dalam diriku.
Sebenarnya apa yang membuatmu mengira
akan kau temukan wajahku
dalam tai?
Bisa saja, di dalamnya hanya ada taimu, tai kata-kata yang tak
tersampaikan, atau tai-taiku yang lain.
Atau malah takkan kau temukan apapun di dalamnya -
Sungguh, bagi banyak orang ampas hanya ada untuk dibuang.
"Aku ingin mencium taimu"
Namun, bagaimana apabila benar yang kau cari
adalah taimu, tai kata-kata yang tak tersampaikan, atau tai-taiku yang lain?
Kau takkan tahu, taiku tidak memiliki apapun
selain bau busuk dan rasa yang hanya pantas dicecap oleh kege-eranku.
"Aku ingin mencintaimu."
Seperti tai, pelurumu melesat. Melubangi jidatku
seolah membuat lubang telinga ketiga.
Tai lu.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
11
Malam Ungu, Wajah Membiru, 1
(Baroness – Chlorine and Wine)
Untuk apa menulis
apabila kata-kata tidak mengerti
untuk apa kau suruh mereka menangis?
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
12
Malam Ungu, Wajah Membiru, 2
(Baroness – Chlorine and Wine)
Malamku ungu
sedang wajahmu membiru
dan bulan bagi kata hanya wajah dungu
sedang hidup bagi kita bukan lagi sesuatu untuk ditunggu.
Ia menderu dan memburu.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
13
Menyekap Kata-Kata
Kupandangi puisiku itu malam.
Puluhan mulutnya tersumpal kain putih kusam
Bau keringat, nafas tua yang masam.
Kuamati, kurasai puisiku.
Tersekap di sudut jiwaku yang sempit dan pengap:
Aku rasai sepercik kebencian di kedua matanya.
Laknat! Kefanaan kata-katanya tajam membelah
Lepas ragaku dari jiwanya.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
14
Malam 13
Di hamparan beledu, pendar purnama membundar
tidak tampak kawanan laron mengitarinya
tidak tampak pula jawaban sebenar-benarnya benar.
tidak juga kutemukan sepatahpun untuk membanjur "terlanjur".
Bandung, 2014
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
15
Tinggal Rangka
(Chairil Anwar – Tak Sepadan)
Sepanjang dinding buta
Sesamar tawa canda
yang untuk kutinggal jua
namun hanya terbawa.
Aku terpanggang. Tinggal rangka.
Malang, 2011
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
16
23:00
23:00
dan aku belum juga terlelap
yang aku tahu telah lelah
terik matahari telah puas menelan dan memuntahkanku
begitu saja.
asap dan perih mengaku bernama senja
nanti malam hanya bertamu
hanya membuatku makin padam saja
memaksa terlelap walau tetap tak tentu.
23:00
entah,
jiwa dan lukaku telah padam
aku masih tak tahu apakah aku ingin tenggelam.
Malang, 2009
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
17
Es Kelapa
(Melancholic Bitch – Dinding Propaganda)
Cuma pada kamu saja, aku bisa menemukan telaga dalam bola mata.
Kantin kampus yang biasa-biasa saja, embusan berdebu suatu siang yang
biasa-biasa saja, dan pelarian yang seperti biasa.
Aku bolos kelas mekanika, dan kamu lari dari kuliah, apapun itu namanya,
mengontrol opini manusia. Kembali kita menceburkan diri ke kenakalan
yang sudah biasa itu. Namun siang ini, di kantin ini, tepat di antara cakap
kita (juga di lengkung senyummu), semua yang biasa itu adalah segala.
Rambut ayumu sedikit berderai ditiup kerontang siang. Kantin sedang sepi
ini siang.
Cukup kita berdua, ayo pesan es kelapa. Basahi hausmu, ciprati keringku.
Kita lanjutkan tawa yang tertunda jam-jam tertidur di kelas. Kita teruskan
tawa canda tentang beda dunia, beda fakultas. Susun rencana ke tempat
petualangan yang tak mampu dijamah bis kota manapun, tempat rekaan
cerita kita. Habisi kebosanan kita akan kelas dan hidup. Aku dan kamu.
Pejamkan mata dan kitalah seisi sepi kantin siang itu. Kitalah dunia,
kitalah semua canda dan cerita.
Tenang saja, di bolos siang ini kita tidak akan dicari dosen manapun,
kawan mahasiswa siapapun. Ibu-ibu kantin pun tidak akan mencarimu. Es
kelapa kita sudah kubayar lunas.
Di sana, di kedua bola matamu, ada telaga. Bersamamu kutuntaskan
dahaga.
Yang kamu tahu siang ini tidak akan bisa dituntaskan dengan es kelapa
manapun jua.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
18
Terjaga
masih terjaga di hari malam
khusus meratapi dosa-dosa yang sudah tambal sulam.
kelak aku ingin bisa kembali tanpa jadi hitam.
Bandung, 2012
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
19
Serdadu Kabut Malam
malam menjelang, kabut baru datang
aku hanya satu dari mereka, kumpulan serdadu merdeka
hanya belum lepas dari tuntutan diri
hingga kemerdekaan itu sendiri mati dikebiri.
saya, serdadu menatap buana malam,
membidik kebebasan terdalam
Malang, 2009
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
20
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
21
Pertemuan
Buat Kierkegaard, juga Muhammad.
Di manakah dapat kau temui Tuhan?
Ia bersemayam di altar tempatmu berkorban akal budi
Ia dapat kau temui dalam pemahamanmu bahwa: tidak ada "maha" dalam
kata manusia.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
22
Hujan Dalam (de)Kompisisi, 4
Untuk SDD, juga untuk Salim Kancil. Oh, juga hujan.
Mengapa hujan turun sewarna darah? Di kotaku, pria wanita tua muda
bersujud, menagih hujan yang dijanjikan oleh musim. Agaknya dahaga
bangsa kali ini cukup parah hingga teh gelas yang biasa dijajakan
pengasong di macet Dago tidak mampu membanjurnya lagi. Terlebih, lima
hari ini aku tidak melihatnya di perempatan. Barangkali ia ikut bersujud
dan menagih. Ia sudah sering dihutangi.
Mengapa hujan turun? Sesekali ia turun, namun hanya sayat tajamnya di
wajahku yang diabadikan oleh rintik. Begitu pula asap. Ia turun dari
cerobong-cerobong pabrik tukang bikin kefanaan. Kurang pedihkah hidup
warga kota dan desa hingga kefanaan harus diproduksi tanpa henti? Para
bos, tukang sewa tanah dan kontraktor tidak sadar pekarangan bungalo
mereka memerah darah.
Mengapa? Ah, sudahlah. Seorang ayah tergolek di setapak merah darah.
Kepalanya digergaji.
Paling tidak, hujan sesekali turun. Sesekali tagihan kami dibayar.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
23
Mayat Tanpa Cacat
Mayat-mayat di dalam kelas
mayat yang sedang mengajar
mayat yang sedang mengejar
mayat yang sedang mendengar
mayat yang mencatat ujar
mayat sedang belajar
mayat yang sedang berpuisi
sembunyi-sembunyi.
Slide kuliah penuh mayat
bau busuknya walau lamat
tercium di setiap kata yang dicatat
dari bingkai jendela, mayat lain bisa lihat
ini tempat
sudah penuh mayat.
Mayat-mayat hidup di dalam kelas
Mayat-mayat hidup di semua tempat
Mereka tanpa cacat.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
24
Warna, 2
Arak-arakan wisuda kadang melelahkan untuk mata.
dan di lapangan tumpah, seperti palet
seperti Dali, jatuh dari langit
semua warna, semua gempita
memagari dunia, memagari batas-batas visual
di luar pagar tidak ada apa-apa lagi
di luar pagar semuanya monokrom
tidak ada apa-apa.
Aku bosan akan mimpiku yang terlalu dipenuhi warna.
Suatu hari seorang gadis pernah melompati pagar
di wajahnya tidak ada warna apapun
ia mungkin mencari warna yang tidak pernah ada di dalam pagar
warna yang tidak pernah ada di dunia.
Seminggu ia menghilang
seminggu kemudian ditemukan bersandar
pada bagian dalam pagar
tanpa nyawa, wajahnya masih tanpa warna
di perutnya lubang menganga, kemungkinan besar bekas tusukan
dari lubang itu mengalir darah berwarna violet.
Aku lelah menunggu hari ketika hujan tidak lagi memiliki warna
sungguh, memandang terlalu banyak warna sekaligus dapat melukai mata.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
25
Sajak Polimer Hayati
Persetan polimerisasi!
***
Aku takkan pernah bisa
setua
ilmu polimer itu sendiri.
Langkahku tergesa berkejaran
dikejar reaksi propagasi yang merambat tak berkesudahan
dan sebelum terminasi
sempat terjadi
akupun mati
Dibelit untai rantai
polimer
Dicekik kusut masai
tanda tanya
yang tak pernah selesai.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
26
Senja Bunga Tebu
Bunga tebu di pinggir jalan
Nafas ribuan nama membelaimu mesra
Hangat tersapu senja
Masih bisakah aku berjalan?
Aku dan jiwaku melangkah kembali
Hatiku terus bertanya tak mengerti
“Dari manakah kau kembali?”
Kujawab “baru kujawab sesal dalam dirimu.”
Habis sudah tenagaku
Ada apa denganku?
Mengapa tak kudengar angin yang menderu?
Kini hanya tercium bau darah, bebatuan, dan kesalahan.
Wahai bunga tebu yang tegar
Lelah sudah ku mengiba
Ku memohon pada pemilik jiwamu yang rapuh
Ku ingin Dia ampuni dosaku
Dan aku ingin tetap kuat dan tegar
Seperti dirimu.
Malang, 2009
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
27
Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa
(Melancholic Bitch dan Frau – Judul yang sama)
Kita tidak perlu cincin emas. Atau topas. Atau berlian dengan cahaya membias.
Kontrak kita lepas, bebas. Kontrak kita tertinggal di sana, mengawang-awang terbang
melayang di luar angkasa. Sejatinya, apakah kontrak itu ada?
Tangan kita waktu itu dingin. Kamu tegang mungkin. Saya tegang, pasti. Bayangkan,
ini pertama kali. Pertama bercinta, di luar angkasa pula. Padahal kalau kamu tahu,
luar angkasa tidak sedingin itu. Radiasi surya, radiasi gamma, dari bumi radiasi
polusi menggema, entah lagi radiasi apa, saya yakin harusnya luar angkasa hampir
sepanas neraka (biarpun saya belum pernah - dan tidak mau - masuk neraka). Tapi
begitu saja.
tangan kamu di dalam tangan saya
tangan kita menggenggam makin erat
tangan kita digenggam dingin erat
hanya perlahan sadar, makin akrab hangat
karena tahu, karena sadar, kita
sedang bercinta
walau pertama
di luar angkasa.
Kita tidak perlu bertanya. Apakah batas norma kita sama? Apakah dimensi waktu kita
serupa? Apakah saya sedang khawatir menantimu di batas negara? Apakah kamu
dikejar kata segera? Apakah kiamat datang segera? Apakah komet Halley lepas dari
orbit dengan misi mengobrak-abrik dunia? Apakah? Apakah? Apakah... Apakah...
Mengapa kita di luar angkasa?
Kita tidak perlu bertanda tanya karena kita di luar angkasa, mencinta. Di sini tidak
ada campur tangan negara. Komet Halley pun malas menghiraukan kata segera. Dia
pasti mengerti. Berempati.
***
Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa.
Saya bertanya
"Kapan mau pulang?"
Kamu jawab
"Sepertinya tidak akan. Di sini saja."
Kita membias. Mengalahkan cincin berlian. Mengalahkan rasi bintang.
Bandung, 2013
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
28
Malam 24
(Pearl Jam – Black)
Eddie Vedder meraung
dan tetes gerimis ini malam
berwarna hitam.
Gerimis tidak menyadari
malam juga di depan kamarku jatuh merinai
akulah ratapan biduan yang menggerung
tak kunjung lelah.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
29
Di Stasiun Tugu, Yogyakarta
Dan di tiap sisi peron, kata-kata yang tak sempat kutuliskan menyambutku.
Menebarkan kain tirai lembab yang mencegah waktu bertukar dan
menemukan dirinya yang lain di seberang luar. Aku kedinginan.
Yogyakarta, 6 Juli 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
30
Cermin
Beribu segan untuk God Bless
dan di hadapan cermin
kau belah wajahmu
pecahan beling menyayat dingin.
dari belahan cermin tidak muncul wajah tuhan. pun wajah setan.
dan sekarang, wajahmu tinggal pekarangan kosong
(mungkin esok) tuhan dan setan tertawa
berpesta pora di atasnya
sementara di cermin cekung wajahku terkungkung
matamu yang kosong itu ternyata cekung.
Aku? Kubelah cermin karena tak kutemukan wajahku padanya.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
31
Puisiku pun Membeku
pintu itu terbuka
bagi siapa saja
juga bagi pencuri
yang kedinginan
yang mencuri kunci
dan segelas plastik
air hangat.
pintu itu masih terbuka
dan terlambat -
angin dingin mencuri pintu itu.
seisi ruangan membeku
juga air hangat
juga gelas plastik
juga si pencuri.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
32
Rigor Mortis
Sejarah
kata-kata buta
dan tatapmu yang dingin
membekukan: udara, waktu, dan doa
juga: tubuh-tubuh tanpa nyawa.
Ajalku tak ingin upacara menggugah
tubuhku tak perlu mausoleum megah.
Cukup cakram senja merah:
Membakar. Segalanya sudah.
Tubuhku kaku. Terbujur di liku zaman yang beku.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
33
Tusuk Dadaku Dengan Apapun
Tusuk dadaku dengan apapun!
Dengan pisau dapur
Dengan pisau cukur
Dengan tatapan hampa
atau dengan pena
maktubkanlah ajal di detak jantungku!
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
34
Bara Sang Kata
Untuk CA
Dalam surat yang gagal kuselesaikan
(sebuah permohonan maaf untuk kata-kata)
Kutulis penyesalanku. Kerinduanku akan segala yang tak terkejar
Kuratapi hukuman yang menantiku
hingga basah kertasku oleh tangisan dan kegamangan.
Namun suratku tak kunjung selesai.
Bait-bait membakarku hidup-hidup
Tak ada sisa kulitku tak tersentuh sang agni.
Bait-bait membakarku. Tiada ampun.
****
(Dalam abu kutemukan segala yang tak
pernah kutemukan sebelumnya. Segala
yang tak terkejar. Penyesalan. Suratku. Kata maaf
untuk diri sendiri)
Aku tetap hidup. Bara dalam dada mengganas.
Aku meradang, menerjang
membakar
Dalam kertas, pena, blok biner, dan kata-kata:
Akan kurangkum segala yang tak mungkin bagimu.
Malang, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
35
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
36
Apapun Judulnya
Untuk ST.
Kupandang tubuh yang pulas di hadapanku itu. Anarki terpampang di
lengannya. Tegas dan keras.
Anjing! Segumpal jiwa berbalut raga di depanku. Ia tidak sedang
kelelahan. Hanya saja, ide dan tenaga juga butuh diam, mundur sejenak
sebelum menghantam lebih kejam, hingga lebam berdebam.
Ia, yang rajin menggunting dan menempel potongan-potongan hidupnya,
menjadi bentuk kehidupan lainnya. Ia, yang melafalkan bait "Tuhan Sudah
Mati" dari Also Sprach Zarathustra selepas Al-Fatihah di penghujung tiap
rakaat tahajudnya. Ia, yang akan menikammu dengan akustik dan semantik
tepat di jantungmu. Matilah. Darahmu akan habis mendidih karenanya.
Anjing!
Hidup, terbentang di antara sudut-sudut ufuk, tak henti mencambuk. Siang
penuh perang, berganti malam penuh cinta. Tak henti mendera. Dan ia
bukan manusia tanpa luka. Digaraminya bekas-bekas kehidupan agar
makin merdu rintihnya. Kau pasti paham, kehidupan tidak boleh berhenti
karena luka yang digarami.
Anjing!
Dengarlah lolong anjing di penghujung pesing malammu. Apakah ia
sedang memimpikan anjing-anjing bersenandung merdu dalam pulas
sesaatnya?
Om.
Bandung, 2015
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
37
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
38
TENTANG PENULIS
Sejak posting pertama di blognya tahun 2009, Rilis belum
tentu melihat di tahun 2016 ini semua karya disana akan
menjelma satu jilid besar “Pertemuan” ini.
Rilis lahir di Malang, 4 April 1993. Ditangan Rilis,
Kepenulisan paralel dengan aktivitas keseniannya di sanggar
seni Loedroek dan pergelutannya dengan musik Doom.
Penampakan sangarnya memang mengejutkan bagi beberapa
orang bila mengetahui bahwa Ia sibuk melukis gejala sehari-
hari dengan kata-kata. Ini nampak jelas melalui penemuannya
tentang keberadaan kuah gulai yang lebih baik daripada yang
ia temui di Simpang Tigo. Kemudian diluar kesibukannya
menulis, Ia rajin menyambangi kampus Tiang Bendera untuk apresiasi karya, bertanya
tentang tuhan, membaca puisi dadakan, atau berbagi kosakata umpatan dalam bahasa jawa.
Pun begitu, diantara kawan Tiang Bendera, ia merupakan salah satu yang paling rajin
beribadah dan berdoa di sekretariat. Soal cinta, kau tak bisa sekali-kali meragukan
kesetiannya pada pecintanya di Malang. Begitupun banyak perempuan yang mendekati dan
mengajaknya berlari, ia tetap betah membatu di rumah yang sama. Terakhir, penjilidan
karya bertahun-tahun ini akan menjadi pijakan awal untuk merintis toko material dan
kelistrikan.
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
39
PERTEMUAN – Embrio Antologi Rilis Eka Perkasa
40