8/17/2019 Rianty Referat Sn
1/23
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit yang sering ditemukan dari beberapa
penyakit ginjal dan saluran kemih.
Sindroma Nefrotik (SN) dapat terjadi secara primer dan sekunder, primer apabila
tidak menyertai penyakit sistemik. Sekunder apabila timbul sebagai bagian daripada penyakit
Sistemik atau yang berhubungan dengan obat / Toksin.
Pada anakanak kirakira !"# disebabkan oleh panyakit $lomerulus primer dan %"#
adalah sekunder disebabkan oleh penyakit Sistemik.
&esiko penyakit jantung koroner atau 'terosklerosis pada penderita Sindroma
Nefrotik anak belum diketahui dengan jelas. alam laporanlaporan pemeriksaan post
mortem pada anakanak dan deasa yang menderia Sindroma Nefrotik *diopatik tercatat
adanya 'teroma yang aal.
Sampai pertengahan abad ke +" ordibitas SN pada anak masih tinggi, yaitu
melebihi -"# pasienpasien ini diraat untuk jangka aktu lama karena dema 'nasarka
dengan disertai iserasi dan *nteraksi kulit.
engan ditemukannya obat Sulfonamid dan Penisillin tahun %!0" dan dipakainya
hormon 'dreno 1ortikotropik ('2T3) dan 1ortikosteroid pada tahun %!-", mortilitas
penyakit ini diperkirakan mencapai 45# yagn sering disebabkan oleh komplikasi Peritonitis
dan Sepsis. 1ematian menurun kembali mencapai 6-# setelah obat penisilin mulai
digunakan tahun %!04%!-".
Pada aal %!-"an kematian menurun mencapai +"# setelah pemakaian '2T3 atau
1ortison. iantara pasien SN yang selamat dari infeksi sebelum ra Sulfonamid umumnya
kematian disebabkan oleh gagal ginjal kronik.
1
8/17/2019 Rianty Referat Sn
2/23
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
II. 1. Anatomi Ginjal
$injal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian
umbilikus dan kisaran panjang serta beratnya berturutturut dari kirakira 4 cm dan +0
g pada bayi cukup bulan sampai %+ cm atau lebih dari %-" g pada orang deasa. $injal
mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimalis
dan distalis dan dukturs koleti7us, serta di lapisan dalam, medula yang mengandung
bagianbagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) 3enie, 7asa rekita dan duktus
koligens terminal.
Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis utamayang keluar dari aorta 8 arteri renalis multipel bukannya tidak la9im dijumpai. 'rteri
renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara korteks dan medula. Pada
daerah ini, arteri interlobaris bercabang membentuk arteri arkuata, dan membentuk
arteriole aferen glomerulus. Selsel otot yagn terspesialisasi dalam dinding arteriole
aferen, bersama dengan sel lacis dan bagian distal tubulus (mukula densa) yang
berdekatan dengan glomerulus, membentuk aparatus jukstaglomeruler yagn
mengendalikan sekresi renin. 'rteriole aferen membagi menjadi anyaman kapiler
glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole eferen. 'rteriole eferen
glomerulus dekat medula (glomerulus jukstamedullaris) lebih besar dari pada arteriole
di korteks sebelah luar dan memberikan pasokan darah (7asa rakta) ke tubulus dan
medula.
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juga neron (glomerulus dan tubulus
terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada saat lahir, tetapi
maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari. 1arena tidak ada nefron
baru yagn dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara progresif dapat
menyebabkan insufisiensi ginjal.
'nyaman kapiler glomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai mekanisme
penyaringan ginjal. 1apiler glomerulus dilapisi oleh endotelium yagn mempunyai
sitoplasma sangat tipis yagn berisi banyak lubang (fenestrasi). embrana basalis
glomerulus (:$) membentuk lapisan berkelanjutan antara endotel dan sel
mesangium pada satu sisi dengan sel epitel pada sisi yang lain. embran mempunyai 6
lapisan. (%) lamina densa yang sentralnya padatelektron, (+) lamina rara interna, yagn
terletak di antara lamina densa dan selsel endotelian 8 dan (6) lamina rara eksterna,
yang terletak di antara lamina densa dan selsel epitel. Sel epitel 7ite7iscera menutupi
2
8/17/2019 Rianty Referat Sn
3/23
kapiler dan menonjolkan ;tonjolan kaki< sitplasma, yagn melekat pada lamina rara
eksternal. i antara tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi. esangium (sel
mesangium dan matriks) teletak di antara kapilerkapiler glomerulus pada sisi endotel
membrana basalis dan menbentuk bagian tengah dinding kapiler. esangium dapat
berperan sebagai struktur pendukung pada kepiler glomerulus dan mungkin
memainkan peran dalam pengaturan aliran darah glomerulus, filtrasi dan pembangunan
makromolekul (seperti kompleks imun) dari glomerulius, melalui fagositosis
intraseluler atau dengna pengakutan melalui saluran interseluler ke daerah
jukstagomerulus. 1apsula :oman, yagn mengelilingi glomerulus, terdiri dari (%)
membrana basalis, yagn merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler
glomerulus dan tubulus proksimalis, dan (+) selsel epitel parietalis, yang merupakan
kelanjutan selsel epitel 7iscera.
III.2. FISIOLOGI DASAR GINJAL
=ungsi primer ginjal adalah mempertahankan 7olumer dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batasbatas normal. 1omposisi dan 7olume cairan ekstrasel ini
dikotnrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpasi dan sekresi tubulus.
Fun!i Utama Ginjal
Fun!i E"!"#$!i
empertahankan osmolalitis plasma sekitar +-> m osmol dengna mengubahubah
ekresi air.
empertahankan p3 plasma skitar 5,0 dengna mengeluarkan kelebihan 3? dan
membentuk kembali 32@6.
engekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam
urat dan kreatinin.
Fun!i Non%$"!"#$!i
enghasilkan reninpenting untuk pengaturan tekanan darah.
enghasilkan eritropoietinfaktor penting dalam stimulasi produk sel darah merah
oleh sumsum tulang.
etabolisme 7itamin menjadi bentuk aktifnya.
egenerasi insulin
enghasilkan prostaglandin
3
8/17/2019 Rianty Referat Sn
4/23
BAB III
SINDROM NEFROTI&
III.1. DEFINISI
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan
kompleA gejala klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, dengan ciriciri
sebagai berikut B
edema umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
Proteinuria, termasuk albuminuria ; sebagai batas biasanya ialah bila kadar protein
plasma total kurang dari 4 gram per %"" ml dan fraksi albumin kurang dari 6 gram
per %"" ml.
Hiperlipidemi, khususnya hiperchlolesterolemi ; sebagai batas biasanya ialah bila
kadar cholesterol plasma total lebih dari 6"" miligram per %"" ml.
Lipiduria ; dapat berupa lemak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak
(;o7el fat bodies
8/17/2019 Rianty Referat Sn
5/23
III.'. ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui 8 akhirakhir ini dianggap sebagai satu
penyakit autoimun. Cadi merupakan suatu reaksi antigenantibodi.
mumnya para ahli membagi etiologinya menjadi B
*. Sindrom nefrotik baaan
irurunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
&esisten terhaap semua pengobatan.
$ejala adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulanbulan pertama
kehidupannya.
**. Sindrom nefrotik sekunder
%. alaria kuartana atau parasit lain
+. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
6 $lomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis 7ena renalis.
0. :ahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
-. 'milodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif
hipokomplementamik.
***. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya).
:erdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, 2hurg dkk. embangi dalam 0 golongan
yaitu B
%. Kelainan minimal
engan mikrospok biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop elektron terdapat *g$ atau imunoglobulin bet%2 pada dinding
kapiler glomerulus.
$olongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang deasa.
+. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi set. Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik.
5
8/17/2019 Rianty Referat Sn
6/23
6. Glomerulonefritis proliferatif
a.$lomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
1elainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi
dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.
Prognosis jarang baik, tetapi kadangkadang terdapat penyembuhan setelah
pengobatan yang lama.
b. engan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening )
Terdapat proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular)
dan 7iseral.
c.engan bulan sabit (crescent )
idapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (simpai
(kapsular) dan 7iseral.
d. $lomerulonefritis membranopliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai membrana
basalis di mesangium. Titer globulin beta%2 atau beta %' rendah.
e.Dainlain.
isalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
*E. $lomeruloksklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan
atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
6
8/17/2019 Rianty Referat Sn
7/23
III.(. PATOFISIOLOGI
P#ot$inu#ia
Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan gejala klinis
lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan ;berat< untuk
membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom
nefrotik. ksresi protein sama atau lebih besar dari 0" mg/jam/m + luas permukaan
badan, dianggap proteinuria berat.
S$l$"ti)ita! *#ot$in
Cenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik ber7ariasi bergantung pada
kelainan dasar glomerulus. Pada SN1 protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri
atas albimin dan disebut sebagai proteinuria selektif. erajat selekti7itas proteinuria
dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio *g$ urin terhadap plasma
(: %-".""") dengan rasio urin plasma transferin (: >>."""). &asio yang kurang
dari ".+ menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio rendah
umumnya berkaitan dengan 1 dan responsif terhadap steroid. Namun karena
selekti7itas protein pada SN sangat ber7ariasi maka agak sulit untuk membedakan
jenis 1 dan :1 (:ukan kelainan minimal) dengan pemeriksaan ini dianggap tidak
efisien.
P$#u+a,an *a-a ilt$# "a*il$# lom$#ulu!
mumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung
pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SN1 terdapat penurunan klirens
protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein
bermuatan negatif seperti albumin. 1eadaan ini menunjukkan baha di samping
hilangnya saar muatan negatif juga terdapat perubahan pada saar ukuran celah pori
atau kelainan pada keduaduanya.
Proteoglikan sulfat heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina
rara interna dan eksterna merupakan saar utama penghambat keluarnya molekul
muatan negatif, seperti albumin. ihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan
hepartinase mengakibatkan timbulnya albuminaria.
i samping itu sialoprotein glomerulus yaitu polianion yang terdapat pada
tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang
penting untuk mengatur sel 7iseral epitel dan pemisahan tonjolantonjolan kaki sel
7
8/17/2019 Rianty Referat Sn
8/23
epitel. Suatu protein dengan berat molekul %0".""" dalton, yang disebut podocalyxin
rupanya mengandung asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada model
eksperimenal nefrosisis aminonkleosid. Pada SN1, kandungan sialoprotein kembali
normal sebagai respons pengobatan steroid yang menyebabkan hilangnya proteinuria.
Hi*oal+umin$mia
Cumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar dan
pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal. alam
keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi ini hilangnya dari badan adalah
seimbang. Pada anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi protein
urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun keadaan ini tidak responsif steroid, albumin
serumnya dapat kembali normal atau hampri normal dengan atau tanpa perubahan pada
laju ekskresi protein. Daju sintesis albumin pada SN dalam keadaan seimbang ternyata
tidak menurun, bahkan meningkat atau normal.
Cumlah albumin absolut yagn didegradasi masih normal atau di baah normal,
alaupun apabila dinyatakan terhadap pool albumin intra7askular secara relatif, maka
katabolisme pool fraksional yagn menurun ini sebetulnya meningkat. eningkatnya
katabolisme albumin di tubulus renal dan menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat
menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yagn normal albumin plasma yang
rendah tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan
meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama disebabkan karena
meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.
$angguan protein lainnya di dalam plasma adalah menurunnya α % globulin, (normal
atau rendah), dan α +globulin, : globulin dna figrinogen meningkat secara relatif
atau absolut. eningkatnya α + globulin disebabkan oleh retensi selektif protein
berberat molekul tinggi oleh ginjal dengan adanya laju sintesis yang normal. Pada
beberapa pasien, terutama mereka dengan SN1, *g dapat meningkat dan *g$
menurun.
8
8/17/2019 Rianty Referat Sn
9/23
&$lainan m$ta+oli!m$ li*i-
Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan kenaikan ini tampak
lebih nyata pada pasien dengan 1. mumnya terdapat korelasi tebalik antara
konsentrasi albumin serum dan kolesterol. 1adar trigliserid lebih ber7ariasi dan
bahkan dapat normal pada pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien dengan
analbuminemia kongenital dapat juga timbul hiperlipidemia yang menunjukkan baha
kelainan lipid ini tidak hanya disebabkan oleh penyakti ginjalnya sendiri. Pada pasien
SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat rendah (EDD) dan lipoprotien densitas
rendah (DD) meningkat, dan kadangkadang sangat mencolok. Dipoprotein densitas
tinggi (3D) umumnya normal atau meningkat pada anakanak dengan SN alaupun
rasio kolesterol3D terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau
karena degradasi yang menurun. :ukti menunjukkan baha keduanya abnormal.
eningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis
albumin dan sekudner terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan. Namun
meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal.
enurunnya akti7itas ini mungkin sekunder akibat hilangnya αglikoprotein asam
sebagai perangsang lipase. 'pabila albumin serum kembali normal, baik secara
spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini
menjadi normal kembali. $ejala ini mungkin akibat tekanan onkotik albumin
serumnya, karena ofek yang sama dapat ditimbulkan dengan pemberian infus
pili7inilpirolidon tanpa mengubah keadaan hipoalbuminemianya. Pada beberapa
pasien, 3D tetap meningkat alaupun terjadi remisi pada SNnya pada pasien lain
EDD dan DD tetap meningkat pada SN relaps frekuensi yang menetap bahkan
selama remisi. Dipid dapt juga ditemukan di dalam urin dalam bentuk titik lemak o7al
dan maltase cross. Titik lemak itu merupakan tetesan lipid di dalam sel tubulus yang
berdegenerasi. altese cross tersebut adalah ester kolesterol yang berbentuk bulat
dengan palang di tengah apbila dilihat dengan cahaya polarisal.
9
8/17/2019 Rianty Referat Sn
10/23
E-$ma
1eterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah dianggap
jelas dan secara fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan baha
mekanisme hipotesis ini tidak memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik
mengenai pembentukan edema ini (underfilled theory) adalah menurunnya tekanan
onkotik intra7askular yang menyebabkan cairan merembes keruang interstisial.
engan meningkatnya permealiblitas kapiler glomerulus, albumin keluar
menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia.
3ipoalbuminemia menyebabkan menurunya tekanan onkitik koloid plasma
intra7askular. 1eadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat meleati
dinding kapiler dari ruagn intra7askular ke ruang interstial yang menyebabkan
terbentuknya edema.
&$lainan lom$#ulu!
'lbuminuria
↓
3ipoalbuminemia
↓
Tekanan onkotik hidorpatik koloid plasma ↓
↓
Eolume plasma ↑
↓
&etensi Na renal sekunder ↑
↓
dema
T$#+$ntu"n/a $-$ma m$nu#ut t$o#i underfilled
10
8/17/2019 Rianty Referat Sn
11/23
Sebagai akibat pergeseran cairan 7olume plasma total dan 7olume darah arteri
dalam peredaran menurun dibanding dengan 7olume sirkulasi efektif. enurunnya
7olume plasma atau 7olume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. &etensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha badan untuk
menjaga 7olume dan tekanan intra7askular agar tetap normal dan dapat dianggap
sebagai peristia kompensasi sekunder. &etensi cairan, yang secara terusmenerus
menjaga 7olume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein plasma dan dengan
demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan
masuk ke ruang interstisial. 1eadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat
keseimbangan hingga edema stabil.
engan teori underfilled ini diduga terjadi terjadi kenaikan kadar renin
plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipo7olemia. 3al ini tidak
ditemukan pada semua pasien dengan SN. :eberapa pasien SN menunjukkan
meningkatnya 7olume plasma dengan tertekannya akti7itas renin plasma dan kadar
aldosteron, sehingga timbul konsep teori o!erfilled. enurut teori ini retensi natrium
renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer. &etensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
7olume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat
o!erfilling cairan ke dalam ruang interstiasial. Teori o!erfilled ini dapat menerangkan
adanya 7olume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron
menurun seukunder terhadap hiper7olemia.
&$lainan lom$#ulu!
↓
&etensi Na renal primeri
↓
Eolume plasma ↑
↓
dema
Terjadinya edema menurut teori o!erfilled
11
AlbuminuriaHipoalbuminemia
8/17/2019 Rianty Referat Sn
12/23
el9er dkk mengusulkan + bentuk patofisologi SN, yaitu tipe nefrotik dan tipe
nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan 7olume plasma rendah dan 7asokonstriksi
perifer denan kadar renin plasma dan aldosteron yang tinggi. Daju filtrasi glomerulus
(D=$) masih baik dengan kadar albumin yang rendah dan biasanya terdapat pada
SN1. 1arakteristik patofisiologi kelompok ini sesuai dengan teori tradisional
underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan fenomena sekunder. i pihak lain,
kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai dengan 7olume plasma tinggi, tekanan
darah tinggi dan kadar renin plasma dan aldosteron rendah yang meningkat sesudah
persediaan natrium habis. kelompok kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik
dengan D=$ yang relatif lebih rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok
petama. 1arakteristik patofisiologi kelompok keduaini sesuai dengan teori o!erfilled
pada SN dengan retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal.
Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan
mungkin saja kedua proses underfilled berlangsung bersamaan atau pada aktu
berlainan pada indi7idu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu dan ini dapat menimbulkan
gambaran nefrotik dan nefritis. 'kibat mengecilnya 7olume intra7askular akan
merangsang kelarnya renin dan menimbulkan rangsangan non osmotik untuk
keluarnya hormon 7olume urin yang sedikit dan pekat dengan sedikit natrium.
1arena pasien dengan hipo7olemia disertai renin dan aldosteron yang tinggi
umumnya menderita penyakit SN1 dan responsif steroid, sedangkan mereka dengan
7olume darah normal atau meningkat disertai renin dan aldosteron rendah umumnya
menderita kelainan :1 dan tidak responsif steroid, maka pemeriksaan renin dapat
merupakan petanda yang berguna untuk menilai seorang anak dengan SN responsif
terhadap steroid atau tidak disamping adanya SN1. Namun derajat tumpang tindihya
terlalu besar, sehingga sukar untuk membedakan pasien antara kedua kelompok
histologis tersebut atas dasar pemeriksaan renin. Peran peptida natriuretik atrial ('NP)
dalam pembentukan edema dan diuresis masih belum pasti.
12
8/17/2019 Rianty Referat Sn
13/23
III.0. MANISFESTASI &LINIS
EDEMA
i masa lalu orangtua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu
makan yang kurang. udah terangsang adanya gangguan gastrointestinal dan sering
terkena infeksi berat merupakan keadaan yang sangat erat hubungannya dengan
beratnya edema, sehingga dianggap gejalagejala ini sebagai akibat edema.
Falaupun proteinuria kambuh pada hampir +/6 kasus, kambuhnya edema
dapat dicegah pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten
dengan komplikasi yang menggangu merupakan masalah klinik utama bagi mereka
yang menjadi non responden dan pada mereka yang edemanya tidak dapat segera
diatasi. dema umumnya terlihat pada kedua kelopak mata. dema minimal terlihat
oleh orangtua atau anak yang besar sebelum kedokter melihat pasien untuk pertama
kali dan memastikan kelainan ini. dema dapat menetap atau bertabah, baik lambat
atau cepat atau dapat menghilangkan dan timbul kembali. Selama periode ini edema
periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Dambat laun edema
menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai baah sehingga penyakit
yang sebenarnya menjadi tambah nyata. dema berpindah dengan perubahan posisi
dan akan lebih jelas dalam posisi berdiri. 1adangkadang pada edema yang masif
terjadi robekan pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini,
edema telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan
skrotum atau labia, bahkan efusi plerura. uka dan tungkai pada pasien ini mungkin
bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti malnustrisi sebagai tanda
adanya edema menyeluruh sebelumnya.
Ganuan a!t#oint$!tinal
$angguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. iare sering
dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak
berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema submukosa di
mukosa usus. 3epatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin
disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri di perut yang kadangkadang berat, dapat terjadi pada keadaan
SN yang kambuh. 1emungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya. :ila komplikasi ini
tidak ada, kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan
13
8/17/2019 Rianty Referat Sn
14/23
karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. 1adang nyeri dirasakan terbatas
pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat
dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya. 'noreksia dan hilangnya
protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada
pasien SN nonresponsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites terjadi hernia
umbilikalis dan prolaps ani.
Ganuan *$#na*a!an
@leh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pelura maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadangkadang menjadigaat. 1eadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan obat furosemid.
Ganuan un!i *!i"o!o!ial
1eadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya pada penyakit
berat umumnya yang merupakan stres nonspesifik .Perasaanperasaan ini memerlukan
diskusi, penjelasan dan kepastian untuk mengatasinya.
14
8/17/2019 Rianty Referat Sn
15/23
III.. &LASIFI&ASI HISTOPATOLOGIS
1lasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada SN yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi 1omisi *nternasional (%!>+). 1elainan glomerulus ini sebagian
besar ditegakkan dengan pemeriksaaan mikroskop cahaya, ditambah dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Pada tabel di baah ini
dipakai istilah / terminologi yang sesuai dengan laporan *S12 (%!5") dan 3abib dan
1leinknecht (%!5%).
Ta+$l .1 &LASIFI&ASI &ELAINAN GLOMERULUS PADA SN PRIMER
1elainan minimal (1)
$lomerulosklerosis ($S)
$lomerulosklerosis fokal segmental ($S=S)
$lomerulosklerosis fokal global ($S=$)
$lomerulonefritis proliferatif mesangial difus ($NP)
$lomerulonefritis proliferatif mesangial difus 1S'T*=
$lomerulonefritis kresentik ($N1)
$lomerulonefritis membranoproliferatif ($NP)
$NP tipe * dengan deposit subendotlial
$NP tipe ** dengan deposit intramembran
$NP tipe **i dengan deposit subendotlial transmembran/subepitelial
$lomerulopati membranosa ($)
$lomerulonefritis kronik lanjut ($N1D)
MORFOLOGI &ELAINAN GLOMERULUS PRIMER
A. P$n/a"it"$lainan minimal &M3
*S12 (%!5>) malaporkan pada penelitiannya diantara -+% pasien SN, 54,0#
menderita 1. Pada penelitian di Cakarta (Fila irya, %!!+) diantara 640 pasien yang
dibiopsi 00,+# menunjukkan 1m.
B. Glom$#ulo!"l$#o!i! o"al !$m$ntal GSFS3
Penyakit glomerulus fokal merupakan suatu proses penyakit yang mengenai
hanya beberapa glomerulus, sedang yang lainnya tampak normal. Penyakit glomerular
segmental menyatakan beberapa lobus gloemrulus terkena, sedangkan yang lain masih
normal. 1elainan ini dapat dijumpai pada beberapa kelainan glomerulus atau bahkan
15
8/17/2019 Rianty Referat Sn
16/23
pada kelainan tubulo interstisial. Namun kelainan ini ditemukan tersendiri pada pasien
dengan SN. 'pakah kelainan ini merupakan penyakit tersendiri atau suatu
progresi7itas penyakit 1 belum dapat dipastikan. 1emungkinan ialah baha
keduanya dapat terjadi keadaan klinis yang berbeda.
4. Glom$#ulun$#iti! *#oli$#ati m$!anial GNPM3
Secara histologis kelainan ini menunjukkan pembesaran merata dan
pertambahan selularitas didaerah mesangial yang mengandung masingmasing 0 sel.
ibaah mikroskop cahaya tidak mungkin untuk menetapkan adanya pertambahan
selularitas sebagai akibat proliferasi monosit atau proliferasi sel meangial glomerulus
atau keduanya. ieprlukan pemulasan khusus untuk membedakan hiperselularitas ini
yaitu dengan esterase monospesifik atau en9im lisosomal lainnya yang terdapat
didalam monosit.
D. Glom$#ulon$#iti! m$m+#ano*#oli$#ati GNMP3
ikenal 6 subtipe pada kelainan ini yaitu tipe * yang merupakan tipe klasik dan tipe ***
yang erat hubungannya, hanya berbeda paada letak deposit imunnya. Sedang tipe **,
atau penyakit deposit padat (denso"deposit disease) alpun klinis hampir serupa,
namun menunjukkan kelainanmorfologis dan imunologis yang sangat berbeda,
sehingga suatu penyakit yang berbeda.
E. Glom$#ulo*ati M$m+#ano!a GM3
1elainan ini untuk pertama kali dilaporkan oleh :ill dalam tahun %!-".
ibedakan + jenis bentuk klinik yaitu yang didiopatik dan sekudner. Penyakit $
ditandai dengan kelainan dinding kapiler glomerulus yang progresif dan kompleks.
:erdasarkan , kelainan ini terdiri atas deposit padat electron dan spikes yang
tampak menonjol dair membran basal. eposit ini homogen, berdekatan dan
dipisahkan oleh sikes.
16
8/17/2019 Rianty Referat Sn
17/23
III.5. &OMPLI&ASI
1omplikasi yang timbul pada penderit SN tergangung faktorfaktor sebagai
berikut B histopatologi renal, lamanya sakit, umur dan jenis kelamin penderita.
%. *nfeksi
*nfeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu
gama globulin serum, penurunan konsetnrasi *g$, abnormalitas komplemen,
penurunan konsentrasi transferin dan seng, serta pungsi lekosit yang berkurang.
*nfeksi yang serign terjadi berupa pertonitis primer, selulitas infeksi saluran kemih,
bronkpneumonia dan infeksi 7irus.
+. Tromboemboli dan gangguan koagulasi
pada penderita SN terjadi hiperkoagulasi dan dapat menimbulkan tromboemboli
baik pada pembuluh darah 7ena maupun arteri. 1eadaan ini disebabkan oleh
faktorfaktor B
• perubahan 9ymogen dan kofaktor dalam hal ini penignkatan fakto E.G.E**.
=ibrinogen dan fakto 7on Fillebrand.
• perubahan fungsi platelet karena hipoalbuminemai, hiperlipodemia
• perubahan fungsi sel endotelial karena perubahan sirkulasi lipid
• Peran obat kortikosteroid B yakni meningkatkan konsentrasi =c. E*** danmemperpendek Protrombin time dan PTT Namun dalam dosisi besar
kostikosteroid akan menignkatkan 'T *** dan mencegah agregasi trombost.
• iuretik akan menurunkan 7oluem plasma sehingga meninggikan angka
hematokrit dengan demikian 7iskositas darah dan konsentrasi fibrinogen akan
meningkat.
6. Perubahan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein
Pada penderita SN terjadi peningkatan total kolesterol, DD dan EDD seta
apolipoprotein di dalam plasma sementara 3D dapt normal atau turun khususnya
3D +. 3iperlipidemia ini berlangsung lama dan tidak terkontrol dapat
mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah koroner. 'orta dan arteria
renalis. 3al ini dapat menyebabkan terjadinya penyakti jantung eskemik ataupun
trombosis arteri &enalis.
Tidak sepeti pada lemak, penelitian mengenai perubahan metabolisme karbohidrat
belum komprehensif. Namun telah diketahui pada hati yang mensintesis protein
17
8/17/2019 Rianty Referat Sn
18/23
lebih besar akan meningkatkan ptikogenolisis, selain itu didapatkan penignkatan
ambang 7espin terhadap insulin dan glukosa. 3al ini dapat terjadi hipoalbuminemia
pada keadaan malnutrisi kronik. Sejumlah protein plasma yang penting pada
transport besi, hormon dan obatobatan, karena molekulnya kacil, dengan mudah
keluar melalui urin, kehilangan 9at9at tersebut akan mengakibatkan halhal
sebagai berikut B
• Transferin ion yang menurun menyebabkan anemia
• Penurunan seruloplasmin belum dilaporkan akibat klinisnya
• :erkurangnya albumin pengikat seng dan besi menyebabkan hipogensia dan
penurunan selsel imunitas.
• :erhubungan protein pengikat 7itamin akan mempengaruhi metabolismekalsium sehingga terjadi osteomalasia dan hiper paratiroid.
• :erkurangnya protein pengikat kostisol menyebabkan dibutuhkannay dosis lebih
besar terhadap kortikosteroid.
1ehilangan sejumlah besar protein ini akan menyebabkan penderita jatuh dalam
keadaan malnutrisi. 1arena itu dilanjutkan diet tinggi protein diberikan +6 -
gram/kg/+0 jam untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. iet rendha
protein, meski dapat mengurangi proteinuria dalam jangka penek mempunyairisiko kesimbangan negatif di masa mendatang.
0. $agal $injal 'kut ($$')
1omplikasi ini mekanismenya belum jelas. Namun banyak ditemukan pada
penderita SN dengan lesi minimal dan gromerulosklerosis fokal. diperkirakan
akibat hipo7elemia dan penurunan perfusi ke ginjal. akibat dari $$ pada penderita
SN cukup serius. %># meninggal. +"# dapt bertahan tapi tidak ada perbaikan
fungsi ginjal dan memerlukan dialisis.
18
8/17/2019 Rianty Referat Sn
19/23
III.6. PENATALA&SANAAN
1asus SNP dengan 1 pada pemeriksaan histologisnya dapat sembuh dengan
pengobatan prednison dalam aktu sebulan atau dapat meninggal dalam aktu
setahun. Sebenarnya kalau anak sembuh atau apabila penyakitnya berlangsung
progresif cepat dan mengakibatkan kematian tidak merupakan masalah. Namun akan
menimbulkan masalah psikologis apabila manifestasi klinis penyakitnya hilang timbul,
kambuh berulang, disertai gejala edema, asites dan proteinuria. i samping itu
pemberian obat yang lama dapat menimbulkan efek samping seperti muka rembulan,
obesitas, hipertensi, katarak, osteoporosis, dan gangguan pertumbuhan.
fek samping yang paling seirng dijumpai adalah obesitas, habitus, cushingoid,
katarak, hipertensi, osteopororis, gangguan pertumbuhan dan gangguan psikoemosi.
Sebetulnya semua sistem di dalam tubuh dapat terkena efek samping obat tersebut.
:anyak peneliti yang melaporkan hasil yang dapat menurunkan frekuensi
dengan obat sitostatika, steroid jangka lama dengan dosis rendah, atau pemberian
le7amisol.
1. &o#ti"o!t$#oi-
Pengobatan baku kortikosteroid menurut *S12 (%!5>) adalah prednison atau
prenisolon dengan dosis 4" mg/m+/hari (+ mg/kg::) setiap hari selama 0 minggu,
dilanjutkan denan 0" mg/m+/hari secara intermiten (6 hari dalam % minggu) atau
dosis alternating (selang sehari) selama 0 minggu. Studi kolaboratif Cerman (%!!")
melaporkan baha dengan memperpanjang cara pemberian sehari seperti yang
dilaporkan *S12 didapatkan penurunan angka relaps %+ bulan setelah obat
dihentikan 64# kasus pada pemberian %+ minggu dibandingkan dengan >%#
kasus dengan cara pemberian baku *S12 > minggu. :ila terjadi kambuh setelah
pengobatan dihentikan, maka pengobatan diulang dengan cara buku *S12 yaitu
dosis penuh tiap hari sampel terjadi remisi dan dilanjutkan dengan 0 minggu dosis
intermiten atau selang sehari. enurut hrich dkk. dengan memperpanjang
pemberian prednison tersebut diharapkan akan mengurangi terjadinya kambuh
sering, tanpa menambah risiko efek samping steroid.
19
8/17/2019 Rianty Referat Sn
20/23
2. Sito!tati"a
Penggunaan obat sitostatika pada kasus SNP1S dan SNPS telah dilaporkan
oleh beberapa peneliti dan dapat memperpanjang remisi, bahkan pada beberapa
penderita menimbulkan remisi permanen. 'pabila dibandingkan pengobatan
sitostatika pada penderita SNPS dengan SNP1S, hasilnya lebih baik pada
kambuh sering daripada yang dependen steroid.
Siklosfosfamid dan klorambusil merupakan obat yang banyak dipakai dengan
efek yang hampir sama.
a. Si"loo!ami-
Siklofosfamid diberikan dengan dosis +6 mg/kg:: selama > minggu
dilaporkan efektif dalam mengurangi jumlah kambuh pada SNP1S. Sekitar 4"#
kasus yang diberi siklofosfamid tetap remisi selama + tahun setelah obat
dihendikan dan 0"# kasus tetap remisi selama - tahun.
+. &lo#am+u!il
1lorombusil mempunyai efek sama dengan siklofosfamid dalam
memperpanjang masa remisi SNP1S dan SNPS. Studi kolaboratif Cerman
mendaptkan remisi >5# kasus selama 6" bulan pada penderita kambuh sering.
'latas dkk. dalam suatu studi kontrol pada +" kasus SNP1S
melaporkan pada kelompok yang diberi klorambusil (> minggu) dengan prednison
interminten selama pengobatan %+ bulan hanya %+# kasus yang mengalami
kekambuhan, sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi plasebo dengan
prednison intermiten, >># kasus mengalami kekambuhan.
'. Si"lo!*o#in A
Siklosporin ' (Si ') adalah suatu imunosupresan yang banyak
digunakan pada transplantasi ginjal, merupakan obat alternatif lain di samping
steroid. Si' besifat menghambatr generasi dan akti7al sel T sitotoksik. 'khirakhir
ini Si' dicoba pada SNP1S dan resisten steroid. Pada kasus SNP1S dan SNP
S. Tejani dkk melaporkan %% dari %6 kasus mengalami remisi dengan pemberian
Si' selam > minggu. Niaudet dkk memberikan Si' +> bulan, >"# dilaporkan
mengalami remisi. Namun bila obat dihentikan akan terjadi kekambuhan kembali,
sehingga dikatakan obat ini menimbulkan efek dependen Si'. Pada kasus SNP&S
pemberian Si' tidak memberiakn hasil memuaskan. osis yang dipakai adalah -
20
8/17/2019 Rianty Referat Sn
21/23
mg/kg::/hari, disesuaikan dengan kadar Si' darah +""0"" µ/ml. @bat ini dapat
menimbulkan nefritis interstisialis sehingga pada pemberian jangka panjang perlu
dilakukan pemantauan denan biopsi ginjal. karena obat ini mahal harganya dan
hasilnya kurang memuaskan, pemakaian obat ini pada kasus SN belum dapatditerima sebagai pengobatan alternatif. Cika Si' akan dipakai sebaiknya untuk
kasus yang sudah tidak mempan dengan obat sitostatika lainnya.
(. L$)ami!ol
De7amisol adalah suatu anti hemintik yang ternyata mempunyai efek
imunologis menstimuloasi sel T. sesuai dengan teori Shalhoub pada sindrom
nefrotik ditemukan adanya gangguan fungsi sel T. akhirakhir perhatian pada
le7amisol muncul kembali dengan aktu pemberian yang lebih lama. Perhimpunan
Nefrologi Pediatri *nggris melakukan uji klinis dengan kontrol pada kasus SNPS
dan melaporkan baha le7amisol dapat memperpanjang masa remisi. fek
samping yang dilaporkan hanya sedikit dan sebagaian besar penderita adalah SNP
1. osis yang dipakai adalah +6 hari (? 0 bulan) pada 4% kasus SNPS. Pada
kasus yang diberi le7amisol, %0 orang anak tetap dalam remisi sedangkan pada
yang tidak diberi le7amisol hanya 0 orang anak yang tetap remisi. fek samping
yang dapat ditemukan adalah gejala gastrointestinal, mual dan muntah, serta
agranulositosis yang bersifat re7ersibel apabila obat dihentikan.
III.7. PROGNOSIS
Prognosis sindroma nefrotik tergantung dari beberapa factor antara lain umur,
jenis kelamin, penyulit pada saat pengobatan dan kelainan histopatologi ginjal.
prognosis pada umur muda lebih baik daripada umur lebih tua, pada anita lebih baik
daripada lakilaki. akin dini terdapat penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih
buruk. 1elainan minimal mempunyai respons terahdap kortikosteroid lebih baik
dibandingkan dengan lesi dan mempunyai prognosis paling buruk pada
glomerulonefritis proliferatif.
Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal
kronis disertai sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya pneumonia).
21
8/17/2019 Rianty Referat Sn
22/23
BAB I8
&ESIMPULAN
Telah dibicarakan penyakit sindroma nefrotik yang merupakan penyakit ginjal yang
terbanyak. mumnya menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium terhadap sindroma nefrotik tersebut. Penyebab yang paling sering dijumpai
adalah sindroma nefrotik primer. 1elainan minimal memberikan respons yang baik terhadap
pengobatan dan mempunyai prognosis baik. ntuk memperoleh hasil pengobatan yang
optimum perlu kerja sama antara penderita dan dokter yang mengobatinya.
22
8/17/2019 Rianty Referat Sn
23/23
DAFTAR PUSTA&A
% Purnaan Cunadi, 'tiek. S. Soemasto, $usna 'mel9. 1apita Selekta 1edokteran, disi
1edua, Penerbit edia 'escullapius, =1*, %!>+.
+. Prof. &. r. '. 3alim ubin, SpP, Sc, 1PT*, #lmu Penyakit $alam, $iagnosis dan
%erapi. p B %! +6
6. .F. 3a9nam, %erapi &tandard 'agian #lmu Penyakit $alam, =1P H &S3S.
0. &ani,a9is ', Soegondo,sidartaan, yainah I,'nna. Panduan Pelayanan
edik Perhimpunan okter Spesialis Penyakit alam *ndonesia.edisi 6. Cakarta B
epartemen Penyakit alam =akultas 1edokteran ni7ersitas *ndonesia.
-. Persatuan 'hli Penyakit alam *ndonesia. :uku 'jar *lmu Penyakit alam Cilid *.
disi *E. Cakarta B :alai Penerbit =1*.
23