RINGKASAN EKSEKUTIF 1 PT. WINA HARAPAN SENTOSA RINGKASAN EKSEKUTIF 1. LATAR BELAKANG PROYEK DAN PEMRAKARSA 1.1. LATAR BELAKANG PROYEK Proyek PLTS di Sumatera Utara 40 MW, akan dibangun dalam 2 (dua) tahun anggaran 2015 dan 2016 yang berlokasi di Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara merupakan sumber panas matahari yang besar dan tersedia. Potensi Energi Terbarukan Solar sell ini merupakan daya yang diperoleh adalah hasil kali panas lumen matahari dan tinggi luas panel surya. Dalam rangka pelayanan/peningkatan pengadaan listrik, PT. Wina Harapan Sentosa merencanakan akan membangun sarana prasarana kelistrikan, yaitu Pembangkit Tenaga Surya dengan memanfaatkan potensi yang ada di Sei Bingai. Untuk mewujudkan program tersebut, PT. Wina Harapan Sentosa merupakan perusahaan swasta nasional dituntut melaksanakan salah satu sektor pembangunan “Sektor Penerangan/Kelistrikan Tenaga Surya”. Dengan demikian, menawarkan penyediaan energi listrik terbarukan tenaga matahari, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTM). 1.2. LATAR BELAKANG PEMRAKARSA PT. Wina Harapan Sentosa adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang jasa industri pembangkit tenaga listrik dan pengelolaan sumber daya alam ketenagalistrikan terutama dalam hal teknik pembangunan dan pengelolaan proyek. Perusahaan ini didirikan di Medan pada 9 September tahun 2008 dengan tujuan berperan serta dalam pembangunan di Indonesia. Data PT. Wina Harapan Sentosa sebagai berikut: Nama Perusahaan : PT. WINA HARAPAN SENTOSA Alamat Perusahaan : Jalan Taman Kirana No.54 Medan 20215, Sumatera Utara Penanggung Jawab : Reza Fadhila,Ph.D Akte Notaris : No. 20 Tanggal 9 September 2008 N P W P : No. 03.080.211.0-077.000
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
1
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. LATAR BELAKANG PROYEK DAN PEMRAKARSA
1.1. LATAR BELAKANG PROYEK
Proyek PLTS di Sumatera Utara 40 MW, akan dibangun dalam 2 (dua) tahun
anggaran 2015 dan 2016 yang berlokasi di Desa Paluh Kurau Dusun XIII
Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Desa
Paluh Kurau Dusun XIII Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara merupakan sumber panas matahari yang besar dan tersedia.
Potensi Energi Terbarukan Solar sell ini merupakan daya yang diperoleh adalah
hasil kali panas lumen matahari dan tinggi luas panel surya.
Dalam rangka pelayanan/peningkatan pengadaan listrik, PT. Wina Harapan
Sentosa merencanakan akan membangun sarana prasarana kelistrikan, yaitu
Pembangkit Tenaga Surya dengan memanfaatkan potensi yang ada di Sei
Bingai. Untuk mewujudkan program tersebut, PT. Wina Harapan Sentosa
merupakan perusahaan swasta nasional dituntut melaksanakan salah satu
sektor pembangunan “Sektor Penerangan/Kelistrikan Tenaga Surya”. Dengan
demikian, menawarkan penyediaan energi listrik terbarukan tenaga matahari,
yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTM).
1.2. LATAR BELAKANG PEMRAKARSA
PT. Wina Harapan Sentosa adalah perusahaan swasta yang bergerak dibidang
jasa industri pembangkit tenaga listrik dan pengelolaan sumber daya alam
ketenagalistrikan terutama dalam hal teknik pembangunan dan pengelolaan
proyek. Perusahaan ini didirikan di Medan pada 9 September tahun 2008
dengan tujuan berperan serta dalam pembangunan di Indonesia.
Data PT. Wina Harapan Sentosa sebagai berikut:
Nama Perusahaan : PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Alamat Perusahaan : Jalan Taman Kirana No.54
Medan 20215, Sumatera Utara
Penanggung Jawab : Reza Fadhila,Ph.D
Akte Notaris : No. 20 Tanggal 9 September 2008
N P W P : No. 03.080.211.0-077.000
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
2
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2. Matahari Untuk PLTS di Indonesia
Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis
energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian
yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak
terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak
lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan
menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.
Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan menggunakan
teknologi fotovoltaik adalah sel surya. Saat ini terdapat banyak teknologi pembuatan sel
surya. Sel surya konvensional yang sudah komersil saat ini menggunakan
teknologiwafer silikon kristalin yang proses produksinya cukup kompleks dan mahal.
Secara umum, pembuatan sel surya konvensional diawali dengan proses pemurnian
silika untuk menghasilkan silika solar grade (ingot), dilanjutkan dengan pemotongan
silika menjadi wafer silika. Selanjutnya wafer silika diproses menjadi sel surya,
kemudian sel-sel surya disusun membentuk modul surya. Tahap terakhir adalah
mengintegrasi modul surya dengan BOS (Balance of System) menjadi sistem PLTS.
BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam sistem PLTS seperti
inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain.
Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat
dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum
dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia
baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan
mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel
surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang
masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai
teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya
penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain.
Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60 % dan hampir seluruh
daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat
pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi
merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan. Dengan asumsi penguasaan
pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap
keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini
tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke
pabrikasi sel surya.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
3
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.1 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS)
Sejarah PLTS tidak terlepas dari penemuan teknologi sel surya berbasis silikon pada
tahun 1941. Ketika itu Russell Ohl dari Bell Laboratory mengamati silikon polikristalin
akan membentuk buit in junction, karena adanya efek segregasi pengotor yang
terdapat pada leburan silikon. Jika berkas foton mengenai salah satu sisi junction,
maka akan terbentuk beda potensial di antara junction, dimana elektron dapat mengalir
bebas. Sejak itu penelitian untuk meningkatkan efisiensi konversi energi foton menjadi
energi listrik semakin intensif dilakukan. Berbagai tipe sel surya dengan beraneka
bahan dan konfigurasi geometri pun berhasil dibuat.
Sel Surya (Fotovoltaik) sel surya atau juga sering disebut fotovoltaik adalah divais yang
mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut
sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya
matahari yang sampai kebumi, walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan
listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem
solar thermal. Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau
sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti
dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika
disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5
sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala milliampere per cm2 . Besar tegangan
dan arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel
surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri
dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi
penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara
paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan
daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
4
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk memperbesar total daya output.
(Gambar :”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson)
Struktur Sel Surya Sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis
teknologi sel surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel
surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian
penyusun sel yang berbeda pula (Jenis-jenis teknologi surya akan dibahas di tulisan
“Sel Surya : Jenis-jenis teknologi”). Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara
kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis
material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya
generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).
Secara umum ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya terdiri dari :
1. Substrat/Metal backing Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen
sel surya. Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena
juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan
material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk sel surya dye-
sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat
masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi
juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO).
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
5
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2. Material semikonduktor Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya
yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya
generasi pertama (silikon), dan -3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material
semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus
gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum
diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material
semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu contohnya
material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan amorphous silikon,
disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam
penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide). Bagian
semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material
semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas)
dan tipe-n (silikon tipen, CdS,dll) yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi
kunci dari prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga
prinsip p-n junction dan sel surya akan dibahas dibagian “cara kerja sel surya”.
3. Kontak metal / contact grid Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian
material semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif
transparan sebagai kontak negatif.
4. Lapisan antireflektif Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan
cahaya yang terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi
oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan
besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan
cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang
dipantulkan kembali.
5. Enkapsulasi / cover glass Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi
modul surya dari hujan atau kotoran. 2.3 Cara Kerja Sel Surya el surya konvensional
bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p
dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat
elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron
(muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan
positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa
terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
6
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk
mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah
menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
2.2 Prinsip Kerja Sel Surya
Sel surya adalah dioda semikonduktor yang dapat mengubah cahaya menjadi listrik
dan merupakan komponen utama dalam sistem PLTS. Selain terdiri atas modul-modul
sel surya, komponen lain dalam sistem PLTS adalahBalance of System (BOS) berupa
inverter dan kontroller. PLTS sering dilengkapi dengan batere sebagai penyimpan
daya, sehingga PLTS dapat tetap memasok daya listrik ketika tidak ada cahaya
matahari.
Gambar Sel Surya sebagai Komponen Utama PLTS
Pembangkitan energi listrik pada sel surya terjadi berdasarkan efek fotolistrik, atau
disebut juga efek fotovoltaik, yaitu efek yang terjadi akibat foton dengan panjang
gelombang tertentu yang jika energinya lebih besar daripada energi ambang
semikonduktor, maka akan diserap oleh elektron sehingga elektron berpindah dari pita
valensi (N) menuju pita konduksi (P) dan meninggalkan hole pada pita valensi,
selanjutnya dua buah muatan, yaitu pasangan elektron-hole, dibangkitkan. Aliran
elektron-hole yang terjadi apabila dihubungkan ke beban listrik melalui penghantar
akan menghasilkan arus listrik.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
7
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
Gambar Prinsip Kerja Sel Surya
2.3 Tipe Sel Surya
Ditinjau dari konsep struktur kristal bahannya, terdapat tiga tipe utama sel surya, yaitu
sel surya berbahan dasar monokristalin, poli (multi) kristalin, dan amorf. Ketiga tipe ini
telah dikembangkan dengan berbagai macam variasi bahan, misalnya silikon, CIGS,
dan CdTe.
Berdasarkan kronologis perkembangannya, sel surya dibedakan menjadi sel surya
generasi pertama, kedua, dan ketiga. Generasi pertama dicirikan dengan
pemanfaatanwafer silikon sebagai struktur dasar sel surya; generasi kedua
memanfaatkan teknologi deposisi bahan untuk menghasilkan lapisan tipis (thin film)
yang dapat berperilaku sebagai sel surya; dan generasi ketiga dicirikan oleh
pemanfaatan teknologi bandgap engineering untuk menghasilkan sel surya berefisiensi
tinggi dengan konsep tandem atau multiple stackes.
Kebanyakan sel surya yang diproduksi adalah sel surya generasi pertama, yakni
sekitar 90% (2008). Di masa depan, generasi kedua akan makin populer, dan kelak
akan mendapatkan pangsa pasar yang makin besar. European Photovoltaic Industry
Association (EPIA) memperkirakan pangsa pasar thin film akan mencapai 20% pada
tahun 2010. Sel surya generasi ketiga hingga saat ini masih dalam tahap riset dan
pengembangan, belum mampu bersaing dalam skala komersial
2.4 Kajian Investasi Pabrikasi Sel Surya di Indonesia
Keekonomian pabrikasi sel surya di Indonesia dilakukan dengan memperhitungkan
faktor ketersediaan pasokan wafer silikon sebagai bahan baku utama, kapasitas
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
8
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
produksi optimum, potensi pasar, faktor biaya, serta dampak dan manfaat yang dapat
dihasilkan dari proyek pembangunan pabrik sel surya.
Contoh skema insentif untuk membangun pasar dalam negeri :
1. Subsidi
Subsidi dapat diberikan langsung kepada produsen sel surya atau pembuat
perangkat pendukung Balance of System (BOS) agar harga sel surya beserta
BOS dapat terjangkau oleh masyarakat.
Penerapan subsidi akan lebih efektif jika di Indonesia terdapat industri sel surya,
baik pembuatan, perakitan, maupun industri BOS.
Untuk rural electrification, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi daerah
atau desa yang menerima bantuan sel surya dengan hanya membebani
masyarakat pedesaan dengan tariff listrik yang jauh di bawah normal (jangan
gratis)
2. Feed-in tariff
Feed-in tariff ialah harga yang dibayarkan oleh perusahaan listrik negara ketika
membeli listrik dari pembangkit listrik jenis energi terbarukan dengan harga yang
ditetapkan oleh pemerintah setempat. Feed-in tariff ini merupakan insentif lain
yang bertujuan untuk meningkatkan pemakaian listrik yang bersumber dari
energi terbarukan, salah satunya sel surya.
Adanya infrastruktur yang memungkinkan masyarakat pengguna sel surya untuk
menjualnya ke perusahaan listrik semisal PLN. Rumah dengan konsep BIPV
diberikan koneksi ke jaringan listrik setempat, bukan untuk mengambil listrik dari
PLN melainkan untuk mengalirkan (atau “menjual”) listriknya ke PLN.
3. Pemberian kredit
Program kredit sel surya disertai dengan program feed-in tariff, sehingga waktu
pelunasan kredit terbantukan dengan adanya pemasukan dari penjualan listrik dari
rumah ke perusaaan listrik.
RIN
GKASAN
EKSEKUTIF
9
PT. WINA HARAPAN SENTOSA
2.5 Metode analisa biaya
Cara yang dilakukan untuk menilai kelayakan finansial pembangunan pabrik sel surya
dilakukan dengan menggunakan metode “ discount cash flow “ secara konvensional,
yaitu dengan penentuan Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), dan
Payback Period.
Asumsi dan kondisi dasar perhitungan
Asumsi dan kondisi dasar perhitungan menyangkut faktor kapasitas produksi, biaya
investasi awal, kebutuhan bahan pembantu, kebutuhan tenaga listrik, kebutuhan
tenaga kerja, kebutuhan perbaikan dan perawatan mesin, harga pokok produksi (HPP),
dan proyeksi penjualan.
Hasil perhitungan dan analisa biaya
Dari hasil perhitungan biaya diketahui bahwa untuk membangun pabrik sel surya
polikristal silikon dengan kapasitas 25 MWp/tahun membutuhkan investasi sebesar
Rp.670 miliar.
Perhitungan Profitabilitas Proyek (dalam rupiah)
Hasil analisis biaya dengan semua asumsi yang berlaku menunjukkan: IRR = 17,18%,
NPV = 63,037,225,027, Payback Period = 7 tahun. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa investasi pembangunan pabrik sel surya secara finansial layak
dengan mempertimbangkan bahwa berbagai asumsi dan kondisi sewaktu studi ini
disusun tidak berubah.
Dengan kapasitas produksi sel surya sebesar 25 MWp/tahun, industri sel surya akan
dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (dengan asumsi penguasaan pasar
adalah 50%). Untuk kapasitas produksi ini dibutuhkan pasokan bahan baku (wafer