Top Banner
68

REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

Oct 23, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …
Page 2: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG

PENDIDIKAN

DALAM TERMINOLOGI VALUE FOR MONEY

Kementerian Keuangan

Direktorat Jenderal Anggaran

Direktorat PenyusunanAPBN

Page 3: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

Reviu Belanja Kementerian/Lembaga Bidang Pendidikan Dalam Terminologi Value

For Money

ISBN 978-602-17675-8-0

Hak Cipta @2018

Direktorat Penyusunan APBN,

Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan

Pengarah

Askolani

Penanggung jawab

Kunta W.D. Nugraha

Adinugroho Dwiutomo

Editor

Andry Ridwan

Agung Lestanto

Penulis

Wahyu Dede Kusuma

Febrina Kurniawati

Puji Eddi Nugroho

Muhammad Zaki Rachman

Pracetak

Abdullah Mabruri

Page 4: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

i

Daftar Isi Reviu Belanja Kementerian/Lembaga Bidang Pendidikan Dalam

Terminologi Value For Money Daftar Isi i

Daftar Gambar iii

Daftar Tabel iv

Daftar Grafik v

Sambutan Direktur Jenderal Anggaran vii

Kata Pengantar Direktur Penyusunan APBN ix

Kata Pengantar Tim Penyusun xi

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Metodologi Penelitian 6

1.4 Tujuan dan Manfaat Kajian 7

1.5 Kerangka Penulisan 7

BAB II Studi Literatur dan Konsep Value For Money 9

2.1 Studi Literatur 9

2.2 Konsep Value for Money 11

BAB III Regulasi dan Kebijakan Bidang Pendidikan 13

3.1 Dasar Hukum dan Definisi 13

3.2 Format dan Perhitungan Anggaran Pendidikan 23

3.3 Beberapa Contoh Output Strategis Pendidikan 15

3.2.1 Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 15

3.2.2 Program Indonesia Pintar 18

3.3.3 Bidik Misi 18

BAB IV Deskripsi dan Komparasi Pembangunan Pendidikan Indonesia 21

4.1 Deskripsi Pembangunan Pendidikan di Indonesia 21

4.2 Pembangunan Pendidikan dengan Negara-negara di Regional ASEAN 23

4.2.1 Komparasi dengan Negara-negara Regional ASEAN 23

4.2.2 Vietnam 25

4.2.3 Singapura 27

Page 5: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

ii

BAB V Reviu Belanja K/L Pendidikan Value for Money 31

5.1 Pilar Ekonomi 31

5.1.1 Standar Biaya Masukan 35

5.1.2 Standar Biaya Khusus 36

5.2 Pilar Efisiensi 38

5.2.1 Pendekatan Komponen Utama dan Pendukung 39

5.2.2 Pendekatan Operasional dan Non Operasional 41

5.2.3 Pendekatan Efisiensi Belanja Barang 42

5.3 Pilar Efektivitas 43

BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi 49

Daftar Pustaka 51

Page 6: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

iii

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Target Output Anggaran Bidang Pendidikan Tahun 2018 4

Gambar 1.2 Metode Reviu Belanja K/L Bidang Pendidikan 6

Gambar 2.1 Framework Value for Money 11

Gambar 5.1 Hubungan Instrumen Penganggaran 30

Gambar 5.2 Sifat Biaya dari Tiga K/L Terbesar Bidang Pendidikan 38

Gambar 5.3 Jenis Biaya dari Tiga K/L Terbesar Bidang Pendidikan 40

Gambar 5.4 Sasaran Pembangunan Bidang Pendidikan RPJMN 2014-2019 44

Page 7: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

iv

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Proporsi Anggaran Bidang Pendidikan tahun 2009-2018 3

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu 10

Tabel 3.1 Besaran BOS dan Alokasi tiap Sekolah tahun 2015-2018 17

Tabel 4.1 Pembangunan Pendidikan di Negara Kawasan 23

Tabel 5.1 Jumlah SBK pada Kementerian Bidang Pendidikan 35

Tabel 5.2 Efisiensi Belanja Barang sesuai Inpres Nomor: 4 tahun 2017 40

Tabel 5.3 Output Strategis Tiga K/L Terbesar Bidang Pendidikan 43

Page 8: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

v

Daftar Grafik

Grafik 1.1 Anggaran Pendidikan 2

Grafik 1.2 Alokasi Belanja Bidang Pendidikan Tahun 2018 3

Grafik 5.1 TIMMS dan PISA 45

Page 9: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

vi

Page 10: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

vii

Sambutan

Direktur Jenderal Anggaran

Puji Syukur kami sampaikan kepada Allah SWT karena kami masih diberi kesempatan untuk

terus berkontribusi dalam mengelola keuangan negara demi sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat. Keuangan negara sebagai salah satu pilar perekonomian Indonesia

harus bisa menjadi katalisator pertumbuhan. Sehingga kemakmuran yang dicita-citakan

dapat tercapai.

Salah satu bagian utama dari keuangan negara adalah anggaran di bidang pendidikan.

Sebagaimana kita ketahui, pendidikan memegang peranan penting sebagai penentu kualitas

sumber daya manusia. Untuk itu, Pemerintah melalui instrumen APBN terus berkomitmen

untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen dari belanja negara

sebagaimana yang diamanatkan Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke-4 sejak tahun

2009.

Guna mengevaluasi pelaksanaan anggaran pendidikan tersebut, salah satu langkah yang

dilakukan adalah dengan mengkaji “Reviu Belanja Kementerian/Lembaga Bidang

Pendidikan Dalam Terminologi Value For Money”. Kajian ini diharapkan dapat menjadi

pemicu untuk melakukan evaluasi yang lebih komprehensif terkait kebijakan pembangunan

di bidang pendidikan.

Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak

yang telah terlibat dalam pembuatan kajian ini. Ke depan, kami berharap kerja sama tersebut

dapat berlanjut untuk pengelolaan keuangan negara yang lebih baik lagi.

Askolani

Jakarta, 28 Desember 2018

Page 11: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …
Page 12: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

ix

Kata Pengantar

Direktur Penyusunan APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen kebijakan fiskal

memiliki peranan yang signifikan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Penguatan

efisiensi dan efektivitas APBN terus dilakukan agar pembangunan dapat berjalan dengan adil

dan merata. Berbagai langkah strategis terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan

peningkatan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan untuk meningkatan kualitas

sumber daya manusia.

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui

instrumen APBN, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan yang terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejalan dengan penerapan mandatory

spending. Lebih jauh lagi, sektor pendidikan menjadi prioritas nasional yang tertuang dalam

Nawa Cita 2015-2019 dengan beberapa kebijakan strategis, yaitu Program Indonesia Pintar,

Bantuan Operasional Sekolah, dan Bidik Misi

Dalam upaya evaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut, kami mencoba mengkaji “Reviu

Belanja Kementerian/Lembaga Bidang Pendidikan Dalam Terminologi Value For Money”.

Kajian ini akan melihat anggaran pendidikan melalui tiga elemen utama value for money

yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

Kami berhadap kajian ini bisa menjadi pemicu untuk adanya evaluasi yang lebih

komprehensif guna optimalisasi peran anggaran pendidikan dalam meningkatan kualitas

sumber daya manusia. Selanjutnya, kami berpendapat perlu dilakukan langkah-langkah

kolaboratif dalam mengevaluasi kebijakan pembanguan di bidang pendidikan tersebut.

Sehingga cita-cita kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dapat tercapai.

Kunta W. D. Nugraha

Jakarta, 26 Desember 2018

Page 13: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …
Page 14: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

xi

Kata Pengantar

Tim Penulis

Penulisan buku ini dilatarbelakangi oleh pengalokasian anggaran bidang pendidikan dalam

APBN minimal sebesar 20 persen terhadap belanja negara telah berlangsung selama satu

dekade (sejak tahun 2009), sebagaimana yang diamanatkan Pasal 31 ayat 4 UUD 1945

Amandemen ke-4. Namun, reviu komprehensif terkait pembangunan pendidikan masih

relatif sedikit. Perbaikan kualitas pendidikan juga masih memiliki banyak tantangan,

diantaranya integrasi data monitoring dan evaluasi antar kementerian, kualitas dan

distribusi tenaga pendidik, ketepatan sasaran pemeberian bantuan PIP, serta pembangunan

dan rehabilitasi fasilitas sarana dan prasarana pendidikan. Oleh sebab itu, penajaman peran

dari institusi yang menangani bidang pendidikan perlu dilakukan agar dapat meningkatkan

kualitas sumber daya manusia.

Buku ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai tinjauan value for money pada

anggan K/L bidang pendidikan. Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi

sektor publik yang mendasarkan pada tiga pilar utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan

efektivitas. Pilar ekonomi pada kajian ini ditinjau dari standar biaya keluaran. Sedangkan

pilar efisiensi ditinjau dari sifat biaya komponen (utama-pendukung), jenis biaya komponen

(operasional-non operasional) dan Inpres efisiensi belanja barang. Adapun pilar efektivitas

ditinjau dari hubungan output strategis dan sasaran pokok pembangunan pendidikan yang

tersedia pada RKAKL dan RPJMN.

Tim Penulis sangat menghargai bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam proses

penyelesaian buku ini. Secara khusus, penghargaan dan terima kasih kami sampaikan

kepada Bapak Askolani, Direktur Jenderal Anggaran yang memberikan arahan terkait

dengan materi buku. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para direktur dan jajarannya

di lingkungan Ditjen Anggaran, para kasubdit di lingkungan Direktorat Penyusunan APBN,

dan seluruh rekan-rekan Direktorat Penyusunan APBN yang telah membantu dalam

berbagai kegiatan terkait, baik dalam diskusi, pengumpulan bahan, maupun koreksi materi.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat

mengharapkan dan terbuka terhadap kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan

buku ini di masa yang akan datang.

Tim Penulis

Jakarta, 20 Desember 2018

Page 15: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …
Page 16: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Visi dan misi pembangunan nasional

seperti yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Tahun 2005-2025 yaitu mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, serta

mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Hal ini diselaraskan dengan visi pemerintahan

Republik Indonesia periode 2015-2019 yaitu mewujudkan Indonesia yang berdaulat,

mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong yang dituangkan ke dalam

Sembilan agenda prioritas pembangunan (Nawacita) dan 31 program aksi. Salah satunya

terdapat pada agenda Nawacita ke lima, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia.

Daya saing suatu bangsa dapat ditingkatkan melalui pembangunan pendidikan yang

pada akhirnya dapat menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas. Sehingga, melalui

pembangunan pendidikan diharapkan mampu menjawab tantangan masa depan bangsa

dengan mewujudkan kualitas hidup manusia yang tinggi, maju dan sejahtera serta berdaya

saing baik pada tingkat regional maupun internasional seiring dengan kesiapan Indonesia

dalam menghadapi ASEAN Economic Community atau dikenal dengan Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA).

Pembangunan pendidikan pada tahun 2015-2019 mengacu pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang selanjutnya

dijabarkan ke dalam Renstra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019.

Renstra tersebut telah menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan dan

kebudayaan di pusat dan daerah dalam merencanakan dan melaksanakan serta

mengevaluasi program dan kegiatan pembangunan pendidikan dan kebudayaan. Renstra

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2015-2019 disusun berdasarkan beberapa

paradigma,yaitu: (i) pendidikan untuk semua, (ii) pendidikan sepanjang hayat,

(iii) pendidikan sebagai suatu gerakan, (iv) pendidikan menghasilkan pembelajar, (v)

pendidikan membentuk karakter, (vi) sekolah yang menyenangkan, dan (vii) pendidikan

membangun kebudayaan. Seluruh paradigma tersebut diharapkan bersinergi dan mampu

mewujudkan pendidikan berkualitas dengan menjamin kualitas pendidikan yang inklusif

dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua pada

Page 17: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

2

tahun 2030 nanti, sejalan dengan tujuan ke empat dari Sustainable Development Goals

(SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Pendidikan memegang peranan penting sebagai penentu kualitas sumber daya

manusia, untuk itu Pemerintah, melalui instrumen APBN, telah mengalokasikan anggaran

pendidikan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejalan dengan

penerapan mandatory spending. Anggaran bidang pendidikan dalam APBN telah

dialokasikan minimal sebesar 20 persen terhadap belanja negara sebagaimana yang

diamanatkan Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke-4 sejak tahun 2009.

Grafik 1.1 Anggaran Pendidikan

Sumber: Kementerian Keuangan

Sejak tahun 2009, anggaran bidang pendidikan telah secara konsisten dialokasikan

minimal 20% (seperti pada Grafik 1.1). Pada tahun 2018, alokasi anggaran pendidikan

sebesar Rp444,1 triliun (terlihat pada Grafik 1.2). Jumlah yang dialokasikan pada Transfer

ke Daerah lebih besar dibanding yang dialokasikan ke K/L. Sebesar Rp279,4 triliun atau

63% dialokasikan untuk transfer daerah dan dana desa dan sebesar Rp15 triliun. hal ini

menunjukkan bahwa kewenangan Pemerintah pusat berkurang dan kewenangan

pemerintah daerah semakin bertambah sebagaimana amanat UU no 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, bahwa pendidikan merupakan bagian dari urusan kewenangan

pemerintah daerah. Sedang sisanya sebesar Rp147,7 triliun atau 34%, dialokasikan pada

belanja K/L, yang terdiri atas : (i) sebesar Rp50,7 triliun atau 12% dialokasikan pada

Kemenag; (ii) sebesar Rp40,4 triliun atau 9% dialokasikan pada Kemenristekdikti; (iii)

sebesar Rp40,1 triliun atau9% dialokasikan pada Kemendikbud; dan (iv) sebesar Rp16,5

triliun atau 4% dialokasikan padaK/L lain dan BUN.

Page 18: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

3

Grafik 1.2 Alokasi Belanja Bidang Pendidikan Tahun 2018

Sasaran pembangunan dibidang pendidikan diantaranya untuk : (i) program

Pada tahun 2015, Kemendikbud dipecah menjadi Kemendikbud dan Kemenristek

Dikti, anggaran Kemendikbud dari sebesar 20,4% pada tahun 2014, menjadi 14,6% pada dan

Kemen Ristek Dikti 7,6% tahun 2015 (terlihat pada Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Proporsi Anggaran Bidang Pendidikan tahun 2009-2018

Sumber: Kementerian Keuangan

Anggara

n

Page 19: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

4

Output anggaran pendidikan Indonesia tahun 2018 dalam rangka meningkatkan

sumber daya manusia dan mutu pendidikan, diantaranya : (i) Program Indonesia Pintar

target 19,7 juta siswa, (ii) Beasiswa Bidik Misi target 401,5 ribu mahasiswa, (iii) tunjangan

profesi guru PNS target 257,2 ribu guru, (iv) tunjangan profesi guru non-PNS target 435,9

ribu guru, (v) tunjangan guru PNS daerah target 1,2 juta.

Mutu pendidikan nasional juga tidak dapat terlepas dari ketersediaan sarana dan

prasarana (fasilitas) pendidikan yang layak, memadai, dan merata hingga ke seluruh pelosok

negeri serta peserta didik (murid) yang berkualitas. Pemerintah telah berupaya menambah

dan mengembangkan fasilitas sekolah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pendidikan

yang bermutu. Jumlah sekolah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat secara

proporsional di seluruh Indonesia. Beberapa output untuk meningkatkan sarana dan

prasana pendidikan diantaranya : (i) Pembangunan Rehab Sekolah/ruang kelas target 61,2

ribu sekolah/ruang kelas, dan (ii) Bantuan Operasional Sekolan target 56 juta siswa (seperti

pada Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Target Output Anggaran Bidang Pendidikan Tahun 2018

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan berbagai upaya

ditempuh untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan. Selain dengan

penyediaan sarana dan prasarana sekolah, diantaranya juga melalui pendidikan vokasi

untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa. Selain itu, penguatan karakter

Page 20: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

5

bangsa juga dilakukan dengan pendekatan kebudayaan. Peningkatan akses layanan

pendidikan dilakukan dengan perbaikan dan penyediaan infrastruktur fisik ruang kelas dan

gedung sekolah.

Sejalan dengan terus meningkatnya anggaran pendidikan, Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Indonesia juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2016 yang berjudul “Pembangunan Manusia

untuk Semua” yang dirilis oleh United nation Development Program (UNDP) tanggal 22

Maret 2017, disampaikanoleh Country Director UNDP Indonesia Christophe Bahuet bahwa

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) untuk 2015 adalah 68,9. Ini menempatkan

Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah, dan peringkat 113 dari 188

negara dan wilayah.

Namun demikian, lebih lanjut dalam laporan UNDP tersebut juga disampaikan

bahwa IPM Indonesia menurun tajam ke 56,3 (turun 18,2 persen) bila kesenjangan

diperhitungkan. Kesenjangan pendidikan dan harapan hidup saat lahir di Indonesia lebih

tinggi dari rata-rata di Asia Timur dan Pasifik, namun Indonesia lebih baik dalam hal

kesenjangan pendapatan dan gender dibandingkan dengan rata-rata di kawasan Asia Timur

dan Pasifik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengisi kuliah umum di Universitas

Andalas, pada tanggal 8 Februari 2018 menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi

dunia pendidikan di Tanah Air saat ini bukan lagi soal besar anggaran pendidikan. Yang jauh

lebih penting, menurut Sri Mulyani, adalah bagaimana kualitas pendidikan mampu

menghasilkan sumber daya manusia yang baik. Saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia

masih kalah dibandingkan negara-negara tetangga. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata

lama sekolah orang Indonesia kurang dari delapan tahun atau tidak lulus SMP dan harapan

lama sekolah 12 tahun. Bahkan dibandingkan Vietnam yang sama-sama mengalokasikan

anggaran 20 persen, kualitas pendidikannya masih di atas Indonesia, padahal sumber daya

manusia adalah aset paling penting dan utama bagi suatu negara.

Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara Rembuk Nasional Pendidikan dan

Kebudayaan di Pusdiklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tanggal 7 Februari 2018

di Depok, mempertanyakan efektifitas penggunaan anggaran pendidikan yang terus naik

tapi tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan

Indonesia. "Kenapa dengan anggaran yang naik terus per tahun, kita belum mengalami

kenaikan yang signifikan di pendidikan dibandingkan dengan negara-negara lain,".

Hal inilah yang menjadi alasan utama kenapa kajian ini dibuat, masih rendahnya

mutu pendidikan di Indonesia dengan diperlihatkan indeks IPM Indonesia yang hanya lebih

Page 21: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

6

tinggi dari Filipina dan Vietnam sedangkan Indonesia telah mengalokasikan anggaran

pendidikan yang terus meningkat sesuai mandatory spending sebesar 20% dari APBN sejak

tahun 2009.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, rumusan masalah dari

penelitian ini adalah untuk melihat kebijakan dan alokasi anggaran belanja bidang

pendidikan di K/L (Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga-RKAKL) yang

telah sesuai dengan mandatory spendingyaitu 20% dari APBN, namun tidak/belum

meningkatkan kualitas pendidikan dengan signifikan.

1.3 Metodologi Penelitian

Kajian ini merupakan kajian kualitatif dengan data sekunder, yang diperoleh melalui

study literatur, dengan tinjauan pustaka, baik yang bersumber dari hasil kajian oleh World

bank, maupun yang bersumber dari BPS, Bappenas, DJA, dan K/L.

Selain itu kajian juga akan menggunakan data primer, yaitu dengan mengundang

narasumber yang kompeten, baik dari internal DJA, Bappenas dan Kementerian yang

mengalokasikan anggaran pendidikan, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Kementerian Agama dan Kementerian Ristek Dikti melalui Forum Group Discussion (FGD).

Untuk lebih memperkaya kajian, juga akan mengundang rapat pihak lainnya seperti World

Bank dan AIPEG.

Gambar 1.2 Metode Reviu Belanja K/L Bidang Pendidikan

AMANAT REGULASI

TERHADAP PERAN K/L

REGULASI IMPLEMENTA

SI

VALUE FOR

MONEY

REVIU BELANJA K/L

KOMPARASI

PERBANDINGAN

DI REGIONAL

Page 22: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

7

Reviu yang akan dilakukan dengan melihat regulasi, komparasi dan implementasi

dari anggaran K/L bidang pendidikan. Dari sisi regulsi akan melihat bagaimana amanat

regulasi terhadap peran K/l. Dari segi komparasi akan melihat perbandingan pendidikan di

regional. Dari implemantasi akan melihat anggaran pendidikan dengan pendekatan value

for money (terlihat pada Gambar 1.2).

1.4 Tujuan dan Manfaat Kajian

Kajian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas belanja anggaran pendidikan dari

sisi efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran dibidang pendidikan, dengan :

1. Mengetahui peran utama K/L bidang pendidikan yang diobservasi berdasarkan

regulasi dan kebijakan yang melingkupinya;

2. Mengetahui peran penting K/L dalam memperkecil gap capaian pendidikan dari

target output dan outcome yang ditetapkan.

3. Merumuskan strategi optimalisasi peran K/L yang tepat sehingga dapat

memaksimalkan perbaikan kualitas belanja K/L di bidang pendidikan.

1.5 Kerangka Penulisan

Kajian “Perbaikan Kualitas Belanja K/L Bidang Pendidikan dengan Pendekatan

Value for Money” disusun dalam 5 (lima) bab, yaitu :

1. BAB I Pendahuluan berisi gambaran umum yang mendasari dilakukannya kajian

ini. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rurmusan masalah, metodologi

penelitian, tujuan dan manfaat kajian serta kerangka penulisan.

2. BAB II Studi Literatur dan Konsep Value for Money memaparkan mengenai

studi-studi terdahulu yang digunakan dalam kajian ini sebagai referensi pengaruh

pembangunan pendidikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

3. BAB III Regulasi dan Kebijakan Bidang Pendidikan memaparkan mengenai

regulasi dan kebijakan di bidang pendidikan dalam kaitanya dengan peningkatan

mutu pendidikan di Indonesia.

4. Bab IV Deskripsi Dan Komparasi Pembangunan Pendidikan Indonesia

memaparkan mengenai perbandingan kualitas pendidikan di Indonesia dengan

wilayah regional.

5. BAB V Reviu Belanja K/L Pendidikan Value For Money memaparkan

mengenai pembahasan anggaran pendidikan dengan pendekatan value for money.

Page 23: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

8

6. BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi yang merupakan rangkumandari hasil

penelitian dan implikasi kebijakan yan dapat diambil pemerintah.

Page 24: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

9

BAB II

STUDI LITERATUR DAN KONSEP VALUE FOR MONEY

2.1 Studi Literatur

Pengeluaran pemerintah Indonesia di sektor pendidikan dari tahun ketahun terus

meningkat baik dari sisi jumlah nominal maupun nilai share dalam total gross domestics

bruto. Pembangunan dan perekonomian Indonesia yang semakin meningkat harus

diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya

manusia merupakan “human investment”,investasi ini tidak akan nampak atau tidak dapat

dilihat pengaruhnya terhadap perekonomian dalam jangka pendek. Jadi, investasi

pendidikan dengan jumlah yang sangat besar ini pada awal periode investasi seperti

layaknya pemborosan. Namun, hasil investasi ini akan terlihat atau dapat dinikmati pada

masa yang akan datang, dalam bentuk kualitas sumber daya manusia yang mampu menjadi

penggerak pembangunan dan perekonomian nasional.

Semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi sementara sumber daya yang

terbatas, maka perlu pengalokasian sumber-sumber dimaksud secara optimal. Apabila

dalam suatu perekonomian pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran

pemerintah akan ikut meningkat, terutama karena pemerintah harus mengatur hubungan

yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan dan sebagainya (Wagner, 1917).

Studinya bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas output sektor pendidikan

dalam menunjang kesejahteraan masyarakat.

(Meier dan Rauch, 2000), menyatakan bahwa pendidikan, atau lebih luas lagi adalah

modal manusia, dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Hal ini karena

pendidikan pada dasarnya adalah bentuk dari tabungan, menyebabkan akumulasi modal

manusia dan pertumbuhan output agregat jika modal manusia merupakan input dalam

fungsi produksi agregat. Selain itu, pendidikan memiliki peran yang penting dalam

membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan

untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang

berkelanjutan (Todaro, 2006).

Ramis Stewart (2001) dalam penelitiannya yang berjudul “Economic Growth and

Human Development” menemukan bahwa tingkat awal pembangunan manusia berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang di

Amerika Latin untuk periode 1960-1992. Beliau menyarankan agar pembangunan manusia

harus mendahului atau menyertai pertumbuhan ekonomi agar menghasilkan pola/siklus

pembangunan yang berbudi luhur. Selain itu, Barro (2001) pada “Economic Growth in a

cross section of country” menemukan bahwa penduduk laki-laki berpendidikan menengah

dan tinggi memberi pengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan GDP per kapitariil.

Page 25: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

10

Karena pekerja dengan latar belakang pendidikan dilengkapi dengan teknologi yang baru

memiliki peran penting dalam penyebaran teknologi.

Penelitian di Indonesia tentang pengaruh investasi di bidang pendidikan dengan

propinsi sebagai unit analisisnya periode 1975-2003 oleh Diah Prasasti (2006), Neni

Pancawati (2000) menyatakan pentingnya investasi pemerintah di bidang pendidikan

sangat berkontribusi terhadap pertumbuhan dan kenaikan PDRB per kapita di masing-

masing propinsi. Terutama peningkatan educational attainment sebesar satu satuan akan

meningkatkan pertumbuhan PDRB sebesar 1,5% sampai dengan 2,6% (Wibisono, 2001).

Matriks penelitian terdahulu selangkapnya dalam tabel 2.1 berikut:

Table 2.1. Penelitian terdahulu

Sumber: Berbagai sumber, diolah.

Page 26: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

11

2.2 Konsep Value for Money

Kajian ini dalam menganalisa suatu masalah dengan konsep value for money. Value for

money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga

elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (Mardiasmo, 2002), terlihat pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Framework Value for Money

Sumber: Mardiasmo, 2002 yang diadaptasi.

Pilar ekonomi adalah perolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu dengan

harga terendah. Ekonomi merupakan perbandingan antara masukan (yang terjadi) dengan

nilai masukan (yang seharusnya). Ekonomi terkait dengan sejauhmana organisasi sektor

publik dapat meminimalisir sumber daya yang digunakan, dengan menghindari pengeluaran

yang boros dan tidak produktif. Cakupan pilar ekonomi terdiri dari dua bagian, yaitu: sisi

satuan biaya (unit cost) ditetapkan bertujuan untuk meminimaliasasi biaya dan sisi

pengadaan (procurement) diharapkan dapat menjadi filter untuk mendapatkan eksekutor

dan input yang ekonomis.

Pilar efisiensi merupakan pencapaian keluaran (output) yang maksimum dengan

masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

Efisiensi merupakan perbandingan keluaran/masukan (output/input) yang dikaitkan

dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Dikenal juga sebagai pilar

produktivitas, terdiri dari efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokatif

(allocative efficiency). Efisiensi teknis merupakan refleksi kemampuan dari suatu institusi

untuk memaksimalkan output dengan input tertentu, sedangkan efisiensi alokatif

merefleksikan suatu organisasi dalam memanfaatkan input secara optimal dengan tingkat

harga yang telah ditentukan.

Page 27: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

12

Pilar efektivitas,merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang

ditetapkan. Terdiri dari pengukuran pencapaian outcome dari sisi kuantitatif dan kualitatif.

Pencapaian outcome dari sisi kuantitatif berarti outcome yang dicapai dapat dikuantifisir

dalam bentuk nominal maupun persentase. Pencapaian outcome dari sisi kualitatif,

meskipun tidak dapat dikuantifisir namun dampak dari hasil yang dicapai dapat dirasakan

oleh penerima manfaat.

Masukan (input) merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu

kebijakan, program, dan aktivitas. Sebagai contoh: dokter di RS, tanah di jalan, guru di

sekolah, dan sebagainya. Dapat dinyatakan secara kuantitatif (jumlah guru, luas tanah),

dinyatakan dengan nilai rupiah (biaya dokter, harga tanah, gaji guru). Penentuan metode

harganya: harga pasar, harga beli, dan sebagainya. Keluaran (Output) merupakan hasil yang

dicapai dari suatu progam, aktivitas, dan kebijakan. Perlu dipertimbangkan pula keluaran

yang diinginkan, dan keluaran lainnya yang tidak diinginkan yang merupakan efek samping.

Hasil (Outcome) adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu. Biasanya

dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang

menyebabkan outcome sulit ditetapkan atau diukur seperti: i. Tidak dapat dijelaskan dengan

sederhana yang memudahkan monitoring; ii. Adanya masalah politik dalam proses

penetapan outcome, tergantung penguasa; dan iii Penentuan outcome perlu pertimbangan

kualitas, output meningkat, lebih ekonomis dan efisien.

Pada dasarnya value for money dapat tercapai apabila organisasi telah menggunakan

biaya masukan paling kecil untuk mencapai keluaran yang optimum dalam rangka mencapai

tujuan organisasi. Konsep value for money sektor publik gencar dilakukan seiring dengan

meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan good governance. Value for money dapat tercapai

apabila organisasi telah menggunakan biaya input paling kecil untuk mencapai output yang

optimum dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Implementasi konsep value for money

diyakini dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki kinerja sektor

publik. Manfaat konsep value for money pada organisasi sektor publik antara lain:

meningkatkan efektivitas pelayanan publik; meningkatkan mutu pelayanan publik;

menurunkan biaya pelayanan publik karena efisiensi dan penghematan input; alokasi

belanja yang berorientasi pada kepentingan publik; meningkatkan kesadaran atas

penggunaan uang publik demi akuntabilitas.

Sektor publik sering dinilai banyak inefisiensi, pemborosan, sumber kebocoran dana,

dan institusi yang selalu merugi. Untuk itu, tuntuan baru agar organisasi sektor publik

memperhatikan value for money dalam menjalankan aktifitasnya.

Page 28: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

13

BAB III

REGULASI DAN KEBIJAKAN BIDANG PENDIDIKAN

3.1 Dasar Hukum dan Definisi

Sejak tahun 2009, anggaran pendidikan yang disusun dalam postur APBN dilandasi

oleh:

1. Amanat Undang-undang Dasar 1945 Amandemen ke-4, Pasal 31 ayat (4), yang

mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

diamanatkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan

layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang

bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

3. Putusan Mahkamah KonstitusiNo 024/PUU-V/ 2007, tanggal 20 Februari 2008,

“Dana Pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan

dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20%

dari APBD.”

4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :013/PUU-VI/2008, Pemerintah harus

menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN

dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Sementara itu, definisi anggaran pendidikan adalah sebagaimana yang tertuang

dalam UU 18/2016 tentang APBN Tahun Anggaran 2017,Pasal 1 angka 39 dan 40, yaitu:

1. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang

dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan

melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan

melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk

anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan

yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.

2. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran

pendidikan terhadap total anggaran belanja negara.

3.2 Format dan Perhitungan Anggaran Pendidikan

Format dan perhitungan anggaran pendidikan pada dasarnya menggunakan metode

pada saat putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2008 yang menetapkan anggaran

pendidikan dalam APBNP tahun 2008 (15,6 persen terhadap APBN) inkonstitusional, dan

Page 29: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

14

dalam APBN tahun 2009 harus dialokasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN.

Bertitik tolak dari hal itu, format dan perhitunggan anggaran pendidikan disusun

berdasarkan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui

kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan

alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik,

namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan

pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Anggaran pendidikan melalui Pemerintah Pusat tersebut dialokasikan melalui 20

K/L, yang sebagian besar dialokasi untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Kementerian Agama, dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Sementara itu, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, antara lain

terdiri dari bagian anggaran yang dialokasikan pada DBH, DAU, DTK, Dana Otsus dan Dana

Penyesuaian. Bagian anggaran pendidikan yang diperkirakan dari DBH tersebut terdiri atas

bagian DBH pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang masing-masing dialokasikan

sebesar 0,5 persen (dasar hukum penghitungan anggaran pendidikan yang diperkirakan dari

DBH tersebut adalah Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, namun

melalui pembahasan antara Pemerintah dan DPR alokasi anggaran pendidikan yang

diperkirakan dari DBH tersebut dihapus sejak tahun 2016). Selanjutnya, bagian anggaran

pendidikan yang diperkirakan dari DAU terdiri atas DAU untuk gaji guru PNSD (asumsi

DAU utamanya digunakan untuk pembayaran gaji PNSD) dan DAU untuk bidang

pendidikan di luar gaji guru PNSD (memperhatikan data historis). Sementara itu, cakupan

bagian anggaran pendidikan melalui DTK mencakup Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan

DAK non-fisik. DAK non-fisik pendidikan diantaranya digunakan untuk membiayai

tunjangan profesi guru (TPG) PNSD, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Bantuan

Operasional Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD), yang penghitungannya bersumber

dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya, bagian anggaran pendidikan

melalui transfer ke daerah lainnya adalah anggaran pendidikan yang diperkirakan melalui

dana otonomi khusus, yang dihitung berdasarkan Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Nomor

21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Pasal 182 ayat (3)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam hal ini, menurut

Pasal 36 ayat (2) UU No 21/2001 tentang Otsus Papua: “Sekurang-kurangnya 30%

penerimaan otsus dialokasikan untuk biaya pendidikan … “ dan Pasal 182 ayat (3) UU No

11/2006 tentang Pemerintahan Aceh:“Paling sedikit 30% dari pendapatan otsus

dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh”.

Selanjutnya, alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, yang

utamanya untuk Investasi Pemerintah pada Dana Pengembangan Pendidikan Nasional

Page 30: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

15

sebagai salah satu komponen APBN yang digunakan untuk menjamin keberlangsungan

program pendidikan bagi generasi berikutnya (Dana Abadi Pendidikan yang hasil kelolaan

digunakan untuk pemberian beasiswa), sebagai dasar yang diperhitungkan dalam anggaran

pendidikan, sejalan dengan Pasal 1 angka 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 (Sistem Pendidikan

Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk

mencapai tujuan pendidikan nasional).

3.3 Beberapa Contoh Output Strategis Pendidikan

3.3.1 Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

BOS merupakan program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan

biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar.

Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang

diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.

Secara umum BOS memiliki tujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap

pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu serta berperan

dalam mempercepat pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada sekolah-sekolah

yang belum memenuhi SPM, dan pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada

sekolah-sekolah yang sudah memenuhi SPM.

Secara khusus BOS memiliki tujuan untuk membebaskan pungutan bagi seluruh

peserta didik SD/SDLB dan SMP/SMPLB/Satap/SMPT negeri terhadap biaya operasi

sekolah, membebaskan seluruh peserta didik miskin dari pungutan dalam bentuk apapun,

baik di sekolah negeri maupun swasta, serta meringankan beban biaya operasi sekolah bagi

peserta didik di sekolah swasta.

Pelaksanaan BOS terdapat beberapa aturan-aturan yang harus diikuti yaitu: aturan

terkait dengan besaran alokasi BOS tiap provinsi dengan Peraturan Presiden; aturan

mekanisme penyaluran dana BOS dari RKUN ke RKUD; aturan terkait dengan mekanisme

pengelolaan dana BOS di daerah dan mekanisme penyaluran ke sekolah dengan Peraturan

Menteri Dalam Negeri; serta aturan tentang petunjuk teknis penggunaan dan

pertanggungjawaban keuangan dana BOS dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan.

Sasaran penerima BOS yaitu semua SD/SDLB, SMP/SMPLB/SMPT/Satap, baik

negeri maupun swasta di seluruh Indonesia yang sudah memiliki Nomor Pokok Sekolah

Nasional (NPSN) dan sudah terdata dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Page 31: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

16

Antara tahun 2005 – 2018 BOS mengalami perubahan pengangaran, yaitu:

1. Tahun 2005 – 2010

a. BOS untuk jenjang pendidikan dasar,

b. Anggaran Kementerian Pendidikan,

c. Dianggarkan pada dekon SKPD Pendidikan Provinsi.

2. Tahun 2011

a. BOS untuk jenjang pendidikan dasar,

b. Transfer Daerah (Dana Transfer Lainnya),

c. Dianggarkan pada APBD Kabupaten/Kota.

3. Tahun 2012-2015

a. BOS untuk jenjang pendidikan dasar,

i. Transfer Daerah (Dana Transfer Lainnya),

ii. Dianggarkan pada APBD Provinsi.

b. BOS untuk jenjang pendidikan menengah

i. Anggaran Kementerian Pendidikan,

ii. Dianggarkan pada RKA Direktorat Pembinaan SMA danDirektorat

Pembinaan SMK

4. Tahun 2016-sekarang

a. BOS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,

b. Transfer Daerah (DAK Non Fisik),

c. Dianggarkan pada APBD Provinsi.

Secara kewenangan dalam melakukan pengelolaan BOS, terdapat beberapa

Kementerian yang memiliki peran, yaitu:

1. Kementerian Keuangan

a. Menetapkan alokasi anggaran BOS di tiap daerah;

b. Mengatur mekanisme penyaluran dana BOS dari pusat ke provinsi dan

pelaporannya.

Terkait dengan anggaran, Kemdikbud tetap memiliki peran dalam hal:

a. Mengusulkan periode penyaluran dana ke RKUD,

b. Mengusulkan alokasi anggaran tiap daerah;

c. Mengajukan rekom jumlah penyaluran dana ke RKUD

2. Kementerian Dalam Negeri

a. Mengatur mekanisme penyaluran dana dari RKUD ke rekening sekolah;

b. Mengatur mekanisme pengelolaan dana BOS di daerah.

Page 32: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

17

Terkait dengan mekanisme ini, Kemendikbud tetap memiliki peran untuk

mengusulkan kebijakan khusus yang bertujuan untuk memudahkan pengelolaan

dana di sekolah dan mengoptimalkan pemanfaatan dana BOS di sekolah.

3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

a. Petunjuk teknis penggunaan dan pertanggungjawabankeuangan dana BOS;

b. Memberikan masukan kepada Kemenkeu dan Kemendagri untuk

memaksimalkan pengelolaan danaBOS di daerah dan di sekolah.

Kebijakan Pemerintah dalam menentukan besaran BOS dan alokasi tiap sekolahan

mengalami perubahan-perubahan dalam setiap waktunya. Hal ini disebabkan masih

terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat

terkait dengan petunjuk teknis bantuan operasional sekolah. Adapun perubahan petunjuk

teknis BOS dari tahun 2015 s.d 2018 dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Dari tahun 2015 ke 2016 secara besaran BOS dan alokasi tiap sekolah tidak

mengalami perubahan, namun terdapat beberapa perubahan dalam pelaksanaannya antara

lain: terkait dengan sasaran penerima, khusus bagi sekolah swasta, juga harus memiliki izin

operasional dan minimal sudah memiliki izin operasional selama tiga tahun.

Dari tahun 2016 ke 2017 terdapat perubahan terkait besaran dana dengan

menambahkan jenjang tingkat SMA dan SMK dengan memperoleh sebesar Rp1.400.000,00

per jumlah peserta didik termasuk didalamnya SMALB. Selain itu juga terdapat kebijakan

terkait dengan pembelian buku teks, dimana pada tahun 2017 sekolah wajib mencadangkan

separuh dari dana BOS triwulan II (20 persen dari alokasi satu tahun) di rekening sekolah

untuk pembelian buku teks.

No Uraian

I Dasar Hukum Permendikbud 161 Tahun 2014 Permendikbud 16 Tahun 2016 Permendikbud 26 Tahun 2017 Permendikbud 1 Tahun 2018

II Besaran Dana :

a. Tingkat SD Rp 800.000,- Rp 800.000,- Rp 800.000,- Rp 800.000,-

b. Tingkat SMP Rp 1.000.000,- Rp 1.000.000,- Rp 1.000.000,- Rp 1.000.000,-

c. Tingkat SMA dan SMK - - Rp 1.400.000,- Rp 1.400.000,-

d. Tingkat SDLB/SMPLB/SMALB/SLB - - (↑ termasuk SMALB) Rp 2.000.000,-

III Alokasi dana tiap sekolah :

a. Peserta didik ≤60 : 60 x unit cost 60 x unit cost 1. 60 x unit cost 1. 60 x unit cost

2. (jumlah peserta didik) x unit

cost2.

(jumlah peserta didik) x

unit cost

b. Peserta didik >60 :

Besaran BOS dan Alokasi tiap Sekolah tahun 2015 - 2018

Tabel XX

2015 2016 2017 2018

(jumlah peserta didik) x unit cost (jumlah peserta didik) x unit cost (jumlah peserta didik) x unit cost(jumlah peserta didik) x unit

cost

Tabel 3.1 Besaran BOS dan Alokasi tiap Sekolah tahun 2015-2018

Sumber: Kementerian Keuangan

Page 33: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

18

Dari tahun 2017 ke 2018 terdapat perubahan terkait besaran dana dengan

memisahkan jenjang SMALB dan menambahkan SDLB, SMPLB, serta SLB dengan

memperoleh sebesar Rp2.000.000,00 per jumlah peserta didik. Selain itu juga terdapat

sejumlah perubahan antara lain adanya tambahan pemanfaatan dana BOS untuk

penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) serta adanya verifikasi dan

pelaporan dana BOS yang melibatkan UPT Pendidikan setempat yang dibantu operator.

3.3.2 Program Indonesia Pintar

Progam Indonesia Pintar merupakan kelanjutan dari program bantuan siswa miskin

yang bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin ke sekolah melalui penurunan

biaya. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014, diantaranya mengamanatkan

tentang Program Indonesia Pintar (PIP) kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

serta Kementerian Agama untuk menyiapkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan

menyalurkan dana Program Indonesia Pintar (PIP) kepada siswa yang orangtuanya tidak

mampu membiayai pendidikannya.

Bantuan secara tunai tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendukung biaya

pendidikan siswa, yang meliputi pembelian buku dan alat tulis, pembelian pakaian/seragam

dan perlengkapan sekolah, biaya transportasi ke sekolah, dan keperluan lain yang berkaitan

dengan pembelajaran siswa di madrasah/sekolah.

PIP melalui Kartu Indonesia Pintar ini merupakan kelanjutan dari program Bantuan

Siswa Miskin (BSM) yang mencakup siswa dari jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs,

SMA/SMK/MA, dan siswa/warga belajar di Pusat Kegiatan Belajar (PKBM)/lembaga kursus

dan pelatihan hingga anak usia sekolah, anak-anak yang berada di panti asuhan dan anak-

anak yang berada di panti asuhan dan anak-anak difabel dari rumah tangga/keluarga

dengan status ekonomi rendah/miskin. Melalui program ini diharapkan tidak ada lagi anak

usia sekolah (6-21 tahun) yang tidak bisa bersekolah dikarenakan ketidakmampuan dalam

pembiayaan operasional sekolah.

3.3.3 Bidik Misi

Bidik Misi adalah bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu

secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di

perguruan tinggi pada program studi unggulan sampai lulus tepat waktu.

Tujuan diselenggarakannya beasiswa Bidik Misi adalah untuk meningkatkan akses

dan kesempatan belajar di perguruan tinggi bagi peserta didik yang tidak mampu secara

Page 34: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

19

ekonomi dan berpotensi akademik baik, memberi bantuan biaya pendidikan kepada

calon/mahasiswa yang memenuhi kriteria untuk menempuh pendidikan program diploma

atau sarjana sampai selesai tepat waktu.

Beasiswa ini diberikan sejak calon mahasiswa dinyatakan diterima di perguruan

tinggi selam 8 semester untuk program Diploma IV dan S1, serta selama 6 semester untuk

program Diploma III. Beasiswa ini berupa pembebasan dari seluruh biaya pendidikan

selama di perguruan tinggi, baik uang pangkal maupun SPP per bulan. Selain itu, mahasiswa

penerima beasiswa juga menerima uang saku untuk biaya kuliahnya yang akan diterimanya

setiap 6 bulan sekali.

Page 35: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

20

Page 36: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

21

BAB IV

DESKRIPSI DAN KOMPARASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN INDONESIA

4.1. Deskripsi Pembangunan Pendidikan di Indonesia

Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia berfokus pada pembangunan dan

perbaikan infrastruktur di seluruh daerah di Indonesia. Setelah infrastruktur selesai, ke

depannya Pemerintah akan berfokus pada pembangunan manusia. Indonesia berusaha

mengejar ketertinggalan atas perolehan skor HDI yang pada tahun 2018 Indonesia

menempati posisi 116 dari 189 negara, atau peringkat 6 di ASEAN, hanya menang di atas

Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Salah satu faktor dalam pembangunan sumber daya manusia utamanya adalah

pendidikan. Pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia. Sejak tahun 2009, Undang-undang Dasar kita telah memandatkan

belanja pada APBN untuk dipatok minimal 20% untuk anggaran pendidikan. Sektor

pendidikan sebagai prioritas nasional juga tertuang dalam Nawa Cita 2015-2019, beberapa

di antaranya adalah:

1. Meningkatkan kualitas pendidikan melalui Program Indonesia Pintar dengan

pendidikan wajib 12 tahun.

2. Meningkatkan kualitas manajemen guru, pendidikan guru, serta reformasi dalam

pendidikan keguruan, termasuk tunjangan sertifikasi guru.

3. Meningkatkan akses dan kualitas atas pendidikan tinggi.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Pemerintah memiliki visi

Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia yang tercantum dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005-2025 adalah terwujudnya manusia Indonesia

yang sehat, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia. Visi ini dijabarkan dalam arah

pembangunan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan diantaranya berupa:

1. Peningkatan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan

terjangkau;

2. Peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan dan pelatihan yang mampu

merespon globalisasi dan kebutuhan pembangunan nasional melalui

pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas dan profesionalisme pendidik

dan tenaga kependidikan lainnya, penyediaan sarana pendidikan yang bermutu,

peningkatan penelitian dan penyebarluasan hasil penelitian, serta pengabdian

pada masyarakat;

Page 37: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

22

3. Pelaksanaan paradigma baru pendidikan tinggi melalui kewenangan lebih luas

pada perguruan tinggi dalam pengelolaan pendidikan;

4. Pengembangan minat dan gemar membaca.

Besaran anggaran pendidikan meningkat dari tahun ke tahun dan didominasi oleh

belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Pada tahun 2018, besaran

anggaran pendidikan adalah Rp444 triliun dan naik menjadi Rp492,5 triliun di tahun

2019. Besaran ini setara dengan 3 persen dari PDB dan menurut prediksi IMF akan

tetap konsisten pada angka 3 persen. Dari jumlah tersebut, anggaran transfer ke

daerah dan dana desa memiliki porsi 62% dari total anggaran pendidikan, atau

Rp307 triliun untuk tahun 2019.

Namun demikian, temuan World Bank dalam Public Expenditure Review

menunjukkan bahawa besaran dan kenaikan anggaran pendidikan tidak sebanding dengan

peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri.

Hingga saat ini, penganggaran BOS masih belum berorientasi pada hasil dan belum

sejalan dengan standar pendidikan nasional. Menurut World Bank, sumber daya yang besar

berbanding lurus dengan tingkat kelulusan siswa dan tingkat kehadiran siswa, akan tetapi

tidak berpengaruh pada nilai rata-rata UN. Terkait BOS ini, pemerintah telah mencetuskan

beberapa perbaikan, di antaranya adalah E-RKAS/E-RKAM, BOS Kinerja, dan BOS

Afirmasi. E-RKAS/E-RKAM adalah sistem perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja

untuk sekolah dan madrasah. E-RKAS dimaksudkan untuk mendukung sekolah dalam

perencanaan dan penganggaran BOS, BOSDA, dan sumber daya sekolah lainnya,

pengawasan dan evaluasi penggunaan sumber daya, mencapai Standar Pendidikan Nasional,

meningkatkan transparaasi dan akuntabilitas, serta meningkatkan efisiensi pembiayaan

sekolah secara keseluruhan. Di sisi lain, pada tahun 2019 jumlah BOS meningkat melalui

pengenalan program BOS Kinerja dan BOS Afirmasi. BOS Kinerja bertujuan untuk

memberikan insentif bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja mereka, sedangkan BOS

Afirmasi menyediakan sumber daya tambahan bagi sekolah yang memiliki biaya operasional

tinggi karena lokasi yang terpencil.

Selain itu, Pemerintah kurang memiliki akuntabilitas di mata masyarakat terkait

penggunaan anggaran pendidikan yang tidak sebanding dengan peningkatan kualitas

pendidikan. analisis World Bank terhadap 5 kabupaten/kota menunjukkan bahwa

pengeluaran untuk guru mendominasi belanja pendidikan di daerah. Tunjangan kinerja

guru juga tidak menunjukkan perbaikan terhadap kualitas pendidikan, meskipun tunjangan

tersebut berpengaruh positif jika dikaitkan dengan kehadiran guru.

Page 38: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

23

4.2 Pembangunan Pendidikan dengan Negara-negara di Regional ASEAN

4.2.1 Komparasi dengan Negara-negara Regional ASEAN

Investasi terhadap sumber daya manusia merupakan hal mendasar yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan ekonomi yang inklusif. Selain itu,

tantangan perekonomian masa depan membutuhkan sumber daya manusia dengan keahlian

tinggi sehingga Indonesia dapat memiliki daya saing di level internasional.

Hal yang menjadi pertanyaan mendasar untuk mewujudkan misi jangka panjang

Indonesia dalam bidang pendidikan adalah bagaimana seharusnya pendidikan yang sesuai

dengan Indonesia. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah menemukan benchmark

mengenai bagaimana penerapan sistem pendidikan dan keterlibatan Pemerintah di negara-

negara yang sejenis dengan Indonesia, sebagai contoh perbandingan dapat dilakukan

dengan negara-negara di Asia Tenggara.

World Bank dalam World Economic Forum pada tanggal 11 Oktober 2018

menerbitkan Human Capital Index. Indonesia berada pada ranking 65 di dunia dan ranking

6 di Asia Tenggara, hanya sedikit berada di atas Laos, Myanmar, sedangkan negara tetangga

kita, Singapura berhasil meraih peringkat pertama.

Selain Human Capital Index, perbadingan antarnegara juga dapat dilakukan dengan

membandingkan Human Development Index (HDI). Di Asia Tenggara, Indonesia

menempati posisi 6 bersama dengan Vietnam dengan skor HDI 0,694, satu peringkat di

bawah Philipina. Peringkat pertama diduduki oleh Singapura, sedangkan Malaysia

menempati posisi nomor 3 di bawah Brunei Darussalam. Ketiga negara tersebut telah

meraih predikat Very High Human Development, sedangkan Thailand yang meraih posisi

keempat di ASEAN berpredikat High Human Development. Saat ini, Indonesia masih

bertahan dengan predikat Medium Human Development.

Namun demikian, HDI bukan merupakan satu-satunya indikator kualitas pendidikan

suatu negara. Jika dibandingkan dengan Vietnam, Indonesia memiliki skor dan peringkat

yang sama untuk HDI. Akan tetapi, pada tahun 2015 Vietnam memiliki skor PISA (science,

mathematics, and reading) yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia. Skor

PISA Vietnam telah berada di atas rata-rata negara OECD, sedangkan skor Indonesia masih

jauh berada di bawah rata-rata. Indonesia memiliki PDB per kapita 50% lebih tinggi

daripada PDB per kapita Vietnam, dengan proporsi anggaran pendidikan yang sama yaitu

20% dari APBN.

Keterlibatan Pemerintah dalam pendidikan bukan hanya sebatas dalam penyediaan

anggaran pendidikan. Sebesar apapun proporsi anggaran pendidikan jika tidak diikuti

dengan program dan kebiijakan yang relevan tidak akan berpengaruh pada kualitas

Page 39: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

24

pendidikan di Indonesia. Sebagai contoh, Pemerintah Malaysia menyediakan 95% sekolah

untuk pendidikan dasar dan 60% sekolah untuk pendidikan menengah. Hal ini dilakukan

agar Pemerintah dapat menyeragamkan kurikulum terutama untuk seklah dasar. Dengan

kurikulum yang bagus dan sesuai, Malaysia dapat memperoleh predikat very high human

development pada tahun 2017 dengan skor HDI 0,802. Saat ini Pemerintah Malaysia juga

sedang berupaya melakukan deteksi dini terhadap anak berkebutuhan khusus sehingga

orang tua dengan anak berkebutuhan khusus dapat memilih opsi pendidikan untuk anak-

anaknya secara lebih dini. Meski begitu, hingga saat ini masih terdapat ketimpangan fasilitas

pendidikan antara daerah perkotaan dengan perdesaan di Malaysia. Untuk mengatasi hal

tersebut, Pemerintah mulai berfokus pada siswa yang termarjinalisasi untuk mengurangi

ketimpangan pendidikan yang diterima antara siswa desa dengan siswa kota.

Berbeda dengan Malaysia, Pemerintah Thailand berfokus untuk mengembangkian

pendidikan teknologi tinggi dan aerospace. Pemerintah mendatangkan guru-guru dari

negara lain untuk mengedukasi siswa terkait teknologi (terangkum pada Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Pembangunan Pendidikan di Negara Kawasan

Page 40: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

25

Berdasarkan paparan dan data di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia dapat

belajar dari negara-negara tersebut, terutama Vietnam dan Singapura yang telah

menunjukkan prestasi dalam pembangunan pendidikan.

4.2.2 Vietnam

Pendidikan sekolah dasar di Vietnam dijalani siswa selama 5 tahun, kemudian

dilanjutkan dengan sekolah menengah selama 4 tahun, dan setelah itu siswa dapat memilih

untuk melanjutkan sekolah menengah atas, sekolah menengah profesi, atau sekolah vokasi.

Tingginya skor PISA di Vietnam menarik banyak pihak untuk meneliti lebih jauh

faktor-faktor penyebab skor PISA di Vietnam sangat tinggi untuk ukuran negara

berkembang. Penelitian oleh Education Development Trust (2018) sampai pada kesimpulan

bahwa terdapat lima komponen kunci yang menjadi faktor tingginya perolehan skor PISA di

Vietnam, yaitu:

1. Pendidikan merupakan prioritas nasional kebijakan Pemerintah Vietnam

2. Tingginya akuntabilitas publik

3. Kualitas pembelajaran

4. Kepemimpinan sekolah yang berfokus pada aktivitas ruang kelas

5. Sinergi antara orang tua dan sekolah

Pemerintah telah berkomitmen selama bertahun-tahun menjadikan pendidikan

sebagai prioritas nasional. Pemerintah Vietnam mengalokasikan 20% APBN atau 5,65% dari

total PDB pada tahun 2016 untuk anggaran pendidikan. Tidak hanya konsisten terkait

Sumber: Berbagai sumber, diolah.

Page 41: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

26

besaran anggaran pendidikan, Pemerintah Vietnam juga serius dalam merencanakan dan

melaksanakan penggunaan anggaran tersebut. Alokasi anggaran ini digunakan untuk

pembangunan fisik di samping peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kualitas kurikulum

pedagogi. Ketika banyak pemerintah di negara lain yang hanya berfokus pada infrastruktur

fisik pendidikan, Pemerintah Vietnam juga memprioritaskan beberapa faktor kunci lain,

diantaranya adalah:

1. Memperkecil gap antar daerah dan antara etnis mayoritas dan minoritas

2. Pemerintah menyediakan taman kanak-kanak sehingga semua siswa memiliki

kesempatan yang sama untuk mendapatkan satu tahun masa taman kanak-kanak

sebelum masuk sekolah dasar

3. Mendorong guru untuk menerapkan student centered pedagogical technique

(teknik pengajaran berfokus pada siswa)

4. Meningkatkan standar kualitaspendidikan guru di semua level pendidikan (mulai

dari pendidikan anak usia dini hingga jenjang sekolah berikutnya)

Kementerian Pendidikan dan Pelatihan (Ministry of Education and Training)

bertanggung jawab mengawasi sektor pendidikan dan menyusun kebijakan terkait

pendidikan di seluruh level. Vietnam memiliki 58 provinsidan 5 kota metropolitan setara

provinsi. Masing-masing provinsi memiliki Dinas Pendidikan dan Pelatihan (Departement

of Education and Training) yang mengawasi pendidikan tinggi, dan setiap kabupaten/kota

memiliki Biro Pendidikan dan Pelatihan (Bureau of Education and Training) untuk

pengawasan sekolah dasar dan menengah. Pemerintah Vietnam memiliki standar

pendidikan dasar (Fundamental Quality Level Standards) yang harus dipenuhi oleh seluruh

sekolah dasar untuk memastikan bahwa seluruh sekolah dasar di Vietnam memiliki standar

minimal dari Pemerintah.

Akuntabilitas guru di Vietnam dapat dikatakan sangat tinggi. Peraturan mewajibkan

mereka untuk melakukan self-assessment dan peer-assessment secara rutin. Selain itu,

sekolah juga diwajibkan memiliki komite orang tua pada setiap level kelas, yang harus

bertemu minimal tiga kali dalam satu tahun. Orang tua siswa memiliki hak secara legal

untuk memberikan masukan dan kritik kepada sekolah atas seluruh kegiatan di sekolah, dan

sekolah wajib untuk mempertimbangkan masukan dari orang tua siswa ini untuk

memperbaiki kualitas sekolah. Tidak hanya orang tua, masyarakat secara umum juga secara

aktif mengawasi kualitas guru dan sekolah di setiap jenjang pendidikan.

Vietnam memiliki kualitas guru yang sangat baik dan memiliki akuntabilitas yang

tinggi. Meskipun digaji sedikit, guru dianggap profesi yang terhormat di kalangan

Page 42: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

27

masyarakat Vietnam. Sistem pedagogi di Vietnam mewajibkan guru untuk merancang

rencana pengembangan diri selama setahun berdasarkan hasil evaluasi tahun sebelumnya.

Kepemimpinan dari kepala sekolah menjadi salah satu kontribusi dalam menjaga

mutu pendidikan. akan tetapi, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, otoritas kepala

sekolah di Vietnam tergolong cukup rendah. Hal ini disebabkan ketatnya pengawasan

terhadap sekolah dari instansi tingkat menengah (Biro Pendidikan dan Pelatihan), tingkat

atas (Dinas Pendidikan dan Pelatihan serta Kementerian Pendidikan dan Pelatihan), serta

pengawasan langsung dari orang tua.

Orang tua siswa di Vietnam menunjukkan kepuasan yang tinggi terhadap pelayanan

pendidikan dan sekolah. Sebagian besar orang tua menilai positif kemampuan guru dan

sekolah dalam mendidik anak-anaknya. Selain itu, interaksi orang tua siswa dengan sekolah

dapat dikatakan sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara lain, baik formal maupun

informal. Interaksi formal berupa pertemuan rutin dewan orang tua siswa yang membahas

manajemen sekolah, sedangkan interaksi informal dapat berupa diskusi informal antara

orang tua dengan guru dan pihak sekolah.

Permasalahan yang dimiliki oleh sebagian besar negara di Asia Tenggara adalah

masalah ketimpangan kualitas pendidikan di kota dengan di desa. Hal ini sebagian besar

disebabkan belum meratanya akses fisik ke pendidikan dan belum meratanya distribusi

guru.

4.2.3 Singapura

Singapura memiliki Human Capital Index tertinggi di dunia, hal ini tidak terlepas

dari kualitas pendidikan yang tinggi dan jauh melampaui negara-negara tetangganya di Asia

Tenggara. Perkembangan pembangunan pendidikan di Singapura dimulai sejak negara

tersebut merdeka, yaitu pada tahun 1960-an. Pada awal kemerdekaannya, Singapura

membutuhkan banyak tenaga kerja terampil untuk memenuhi kebutuhan industri sehingga

fokus pendidikan pada saat itu adalah pendidikan vokasi sesuai kebutuhan industri

(survival driven). Pada tahun 1966, Pemerintah Singapura menerapkan kebijakan bilingual

untuk seluruh level pendidikan, setiap siswa harus mampu menguasai bahasa Inggris

sebagai bahasa utama dan bahasa ibu (mother tongue) sebagai bahasa kedua (Malay,

Mandarin, atau Tamil). Kebutuhan industri di Singapura semakin berkembang sehingga

pada tahun 1970-an Pemerintah Singapura memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja sesuai

bidang dalam berbagai sektor dan kemudian mempersiapkan siswa untuk dilatih sesuai

kebutuhan sehingga dapat memenuhi permintaan industri. Meski demikian, tenaga kerja

Singapura masih kalah jauh jika dibandingkan dengan tenaga kerja di Amerika Serikat,

Page 43: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

28

sehingga pada tahun 1980-an pendidikan difokuskan untuk menciptakan sumber daya

manusia yang terdidik, kreatif, dan inovatif. Hingga pada tahun 1997, kurikulum lebih

difokuskan untuk creative thinking dengan berprinsip pada “Thinking school, learning

nation”. Maksud dari pernyataan ini adalah jika siswa terbiasa berpikir di sekolah maka

seluruh bangsa tersebut juga akan terbiasa untuk belajar.

Siswa di Singapura memulai bersekolah dari pre-school sejak usia 4-6 tahun,

kemudian dilanjutkan dengan pendidikan dasar (primary school) selama 6 tahun.

Selanjutnya, siswa diwajibkan untuk melanjutkan pada sekolah menengah pertama

(secondary school) selama 4 tahun, akan tetapi menariknya siswa yang memiliki performa

kurang baik di sekolah menengah ini diberikan kesempatan untuk menambah satu tahun

masa sekolah menengah untuk memperdalam ilmu yang dipelajari. Setelah lulusa dari

sekolah menengah, siswa memiliki pilihan untuk melanjutkan ke junior college (setingkat

SMA) selama 2 tahun, centralized institute course (selevel diploma 3) selama 3 tahun, atau

melanjutkan ke sekolah vokasi dengan berbagai jurusan.

Siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai minat dan pilihannya mulai sekolah

menengah, tujuannya adalah agar siswa dapat mahir dalam bidang tersebut. Selain itu,

kurikulum juga menekankan pada pendidikan karakter, life skill, nilai-nilai, serta sosio-

emosional. Kurikulum dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan guru

menerapkan sistem “white space”, yaitu kebebasan untuk merancang metode pembelajaran,

melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dan mengevaluasinya.

Keterlibatan Pemerintah Singapura tidak terlepas dari suksesnya pembangunan

pendidikan di negara ini. Hampir seluruh sekolah dasar dan menengah di Singapura dikelola

oleh pemerintahnya. Pendidikan prasekolah saat ini masih menjadi tanggung jawab

pemerintah dan swasta, akan tetapi pemerintah terus melakukan peningkatan investasi

untuk pendidikan prasekolah ini. Selain itu, terdapat 5 pendidikan tinggi yang dikelola oleh

pemerintah yang dapat menyerap lebih dari 25% total siswa yang telah menamatkan post-

secondary school.

Globalisasi yang mengakibatkan arus migrasi yang tinggi menjadikan tantangan

tersendiri bagi sistem pendidikan di Singapura. Pemerintah harus dapat merancang

pendekatan kurikulum yang lebih multikultur karena saat ini penduduk Singapura tidak

hanya berasal dari ras Malay, Tionghoa, atau Tamil. Selain itu, tantangan lainnya adalah

masih rendahnya minat guru untuk dapat berkontribusi pada pendidikan prasekolah. Hal ini

diakibatkan rendahnya gaji yang diterima guru prasekolah jika dibandingkan dengan guru

sekolah dasar maupun sekolah menengah.

Page 44: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

29

Menurut laporan Mc Kinsey (2007) melalui Tan et.al. (2016), terdapat tiga faktor

utama yang memberikan sumbangan terbesar pada tingginya kualitas pendidikan di

Singapura. Proses rekrutmen guru yang efektif merupakan salah satu cara untuk menjaga

mutu pendidik di negara tersebut. Setelah proses rekrutmen, guru masih harus menjalani

pelatihan mengajar yang dilakukan dengan efektif pula. Yang terakhir adalah sistem

pendidikan yang efektif dan dukungan yang terstruktur dari semua pihak (Pemerintah dan

masyarakat) menciptakan atmosfer pendidikan yang efektif.

Page 45: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

30

Page 46: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

31

BAB V

REVIU BELANJA K/L PENDIDIKAN VALUE FOR MONEY

5.1 Pilar Ekonomi

Proses penganggaran pada dasarnya merupakan media untuk menentukan

pelayanan apa saja yang akan pemerintah berikan dan bagaimana pelayan tersebut akan

dibiayai. Hal tersebut dapat pula digunakan untuk membantu merumuskan bagaimana

suatu layanan tersebut dapat diberikan. Proses penganggaran harus dapat menjamin

pengalokasian sumberdaya yang terbatas pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dipilih

sebagai prioritas. Secara teoritis prioritas-prioritas tersebut selayaknya dialokasikan

sumberdaya yang sesuai dengan kebutuhan, mengingat ada opportunity cost yang

dipertaruhkan jika variasi atas alokasi terlalu besar. Namun pada kenyataannya sering

kali pengalokasian sumberdaya tersebut jauh dari kesesuaian dengan kebutuhan. Hal ini

berakibat pada suatu kondisi overallocated maupun underallocated atas suatu kegiatan.

Menteri Keuangan sebagai wakil pemerintah dalam menjaga stabilitas fiskal berkepentingan

agar alokasi anggaran sesuai kebutuhan. Sesuai kebutuhan berarti alokasi tidak terlalu

besar (overallocated) ataupun alokasi terlalu rendah (underallocated).

Reformasi di bidang keuangan negara telah dimulai sejak 15 tahun lalu, dengan

dikeluarkannya paket perundang-undangan bidang keuanagan negara, yang terdiri dari : (i)

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan negara, (ii) UU No. 1 tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, (iii) UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemerikasaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan.

Undang-undang Keuangan Negara mempertegas definisi keuangan negara sehingga

dapat menghindari perbedaan pendapat tentang lingkup keuangan negara. Keuangan negara

adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu

baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Keuangan negara harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan

dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan

keuangan negara harus mengikuti ketentuan dan menghasilkan out put dan out come yang

efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan serta harus dikelola oleh orang-orang

yang berkompeten, profesional disertai pedoman yang jelas sesuai dengan azas-azas tata

kelola yang baik.

Page 47: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

32

Sebagai salah satu amanat dari reformasi keuangan, yaitu penerapkan Penganggaran

Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Menurut Sancoko, dkk (2008), “

Anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara

(pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap

rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggung jawabkan kemanfaatannya.”

Abdul Halim (2007) mendefinisikan anggaran berbasis kinerja sebagai metode

penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam

kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam

pencapain hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target

kinerja pada setiap unit kinerja.

Penganggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem

penganggaran yang berorientasi pada keluaran (output) organisasi dan berkaitan sangat erat

dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Anggaran yang tidak efektif dan tidak

berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. “

Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya

perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang ” (Indra

Bastian, 2006), terlihat .

Gambar 5.1 Hubungan Instrumen Penganggaran

Public

Financial

Management

Indikator Kinerja

Kerangka

Penganggaran

Jangka menengah

Evaluasi Kinerja

Standar Biaya

Kualitas

Penganggaran

Performance

Based Budgeting

Unified Budget

Allocative

Efficiency

Operational

efficiency

Akuntabilitas

Penganggaran

Sumber: Kementerian Keuangan.

Page 48: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

33

Penganggaran berbasis kinerja merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan

dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran (output) dan hasil

yang diharapkan (outcome), termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran

tersebut. Sesuai PP No 21 Pasal 7 Tahun 2004 Kementrian Negara/Lembaga diharuskan

menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi

kinerja. Indikato kinerja (Performance Indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian

dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja.

Upaya untuk mengoptimalkan PBK dalam sistem penganggaran adalah adanya peran

dari : (i) indikator kinerja; (ii) standar Biaya (costing), dan (iii) evaluasi kinerja. Ketiga

komponen tersebut bekerja saling melengkapi, saling menguatkan dan salin paralel. Standar

Biaya (costing) merupakan pengisi rumah struktur program sebagai alat agar alokasi

anggaran dapat dilaksanakan secara efisien dan ekonomis dalam pencapaian output.

Standar Biaya (costing) dalam sistem penganggaran mempunyai peran yang sagat penting

untuk menjamin terwujudnya keekonomian dan efisiensi anggaran.

Reformasi di bidang keuangan negara sesungguhnya merupakan reformasi pada

dua sisi dalam praktek pengelolaan keuangan negara, yaitu Pertama dari sisi sistem

dengan mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang mengikuti kaedah yang

mendorong praktek yang mendorong transparansi, akuntabilitas dan profesionalisme

pengelolaan keuangan negara. Kedua, dari sisi intern penyelenggaraan negara diharapkan

ada suatu spirit yang melandasi penyelenggaraan keuangan negara yang memiliki

integritas sehingga cukup memadai untuk melaksanakan konsepsi „let the manager

manage‟.

Namun dari pelaksanaan yang telah berjalan selama satu dekade ini dari kedua sisi

tersebut yaitu sisi sistem dan sisi intern dalam mewujudkan konsepsi “let manager manage”

masih ditemukannya kelemahan pada aspek perencanaan dan penganggaran dimana

perencanaan dan penganggaran yang berlaku saat ini belum ditunjang dengan metode

analisis dan costing yang memungkinkan alokasi penganggaran dilakukan dengan

transparan dan akuntabel mencapai efisiensi dan efektivitas yang optimal.

Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pendekatan penyusunan anggaran berbasis

kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran

tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat

digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.

Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan konsep value for money dan

pengawasan atas kinerja output.

Page 49: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

34

Mardiasmo (2008:4) menyatakan value for money merupakan konsep pengelolaan

organisasi sektor public yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu ekonomi, efisiensi,

dan efektivitas. Ekonomi (kehematan) adalah pemerolehan input dengan kualitas dan

kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input

dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Salah satu indikator yang dapat

digunakan untuk menilai keekonomian adalah dengan biaya standar biaya.

Pengertian biaya standar (standar biaya) menurut beberapa sumber:

a) Biaya standar adalah biaya yang ditentukan di muka, yang merupakan jumlah

biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk satu satuan produk atau untuk membiayai

kegiatan tertentu, di bawah asumsi kondisi ekonomi, efisien dan faktor-faktor lain

tertentu (Mulyadi, 1995 : 415).

b) Biaya standar adalah biaya yang telah ditentukan terlebih dahulu (diperkirakan

akan taerjadi) dan apabila penyimpangan terhadapnya, maka biaya standar ini

dianggap benar (Abdul Halim, 1998 : 9).

c) Sistem biaya standar sama dengan sistem biaya aktual kecuali ditambahkan

perkiraan varian. Biaya standar biasanya berbeda dengan biaya yang benar-benar

dikeluarkan dan diperkirakan varian merupakan tempat penampungan untuk

perbedaan ini (Robert N Anthony dan Roger H. Hermanson, 1993 : 40).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa biaya standar (standar biaya) adalah

biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membuat satu satuan produk dengan

mempertimbangkan kondisi ekonomi, efisiensi dan faktor-faktor lain tertentu.

Penerapan standar biaya yang bersumber dari APBN, dalam pasal 3 ayat (1) UU No.

17 tahun 2003 tentang keuangan negara diatur bahwa yang dimaksud standar biaya adalah

satuan biaya yang ditetapkan baik berupa standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan

anggaran dalam RKAKL. Lebih lanjut diatur bahwa standar biaya merupakan salah satu

instrument penting dalam penyusunan alokasi anggaran, sebagaimana diatur dalam pasal 5

ayat (3) PP No. 90 tahun 2010 tentang Penyusunan RKAKL. Bahwa penyusunan RKAKL

menggunakan instrument indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. Standar

biaya meliputi merupakan satuan biaya yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan

kebutuhan anggaran dalam RKAKL, baik berupa Standar Biaya masukan (SBM) maupun

Stanbdar Biaya Keluaran (SBK).

Page 50: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

35

5.1.1 Standar Biaya Masukan

Standar Biaya Masukan (SBM) adalah satuan biaya berupa harga satuan, tariff

dan/atau indeks yang dipergunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan.

Standar Biaya Masukan saat ini menjadi tools bagi penguna anggaran dalam melakukan

penyusunan dokumen perencanaan anggaran. Selain itu, standar biaya juga diperlukan

untuk membatasi pengeluaran-pengeluaran yang terkait dengan tambahan bagi pegawai,

karena belum berlakunya sistem remunerasi secara penuh, saat in imasih banyak pengguna

anggaran yang masih mengalokasikan honorarium yang seharusnya sudah menjadi bagian

dari sistem remunerasi sehingga perlu pembatasan melalui standar biaya.

Standar Biaya Masukan berlaku untuk beberapa/seluruh K/L atau satu Kementerian

Negara/Lembaga tertentu. Standar Biaya masukan berfungsi sebagai : (i) batas tertinggi

untuk menghasilkan biaya komponen keluaran (output); dan (ii) alat reviu angka dasar

(baseline). Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Standar Biaya Masukan berfungsi sebagai :

(i) batas tertinggi, yaitu merupakan besaran biaya yangtidak dapat dilampaui; dan (ii)

estimasi, yaitu merupakan prakiraan besaran biaya yang dapat dilampaui, dengan

pertimbangan : (a) harga pasar, (b) proses pengadaan sesuai dnegan ketentuan peraturan

perundang undangan, (c) ketersediaan alokasi , dan (d) perinsip ekonomis, efisiensi dan

efektifitas. Dalam penyusunan RKAKL, pengguna anggaran/kuasa Penguna Anggaran dapat

menggunakan satuan biaya masukan lainnya yang didasarkan pada harga pasar dan satuan

harga yangditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga teknis yang berwenang.

Standar Biaya Masukan dibuat untuk menyamakan besaran/indeks biaya untuk

suatu kegiatan yang sama yang dikerjakan pada banyak kementerian Negara/lembaga.

Standar Biaya masukan terus mengalami penyempurnaan, saat ini Standar Biaya masukan

sudah memasukan unsur kemahalan yang berbeda setiap propinsi, dengan mengeluarkan

Standar Biaya Masukan per propinsi.

Standar Biaya Bidang pendidikan adalah standar biaya masukan yang mengatur

khusus honoarium untuk kegiatan di bidang pendidikan. SBM ini di mulai sejak tahun 2016,

yaitu mengatur honorarium penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada lingkup Pendidikan

Tinggi, yaitu : (i) honor dosen/pegawai yang diberi tugas tambahan/tugas khusus tertentu,

dan (ii) honorarium dosen yang menyelenggarakan kegiatan akademik dan kemahasiswaan.

Sebelum ada SBM, perguruan tinggi menggunakan standar biaya yang berbeda-beda.

Dengan adanya SBM bidang pendidikan, diharapkan perguruan tinggi bisa lebih ekonomis

dan efisien dalam perencanaan penganggaran.

Page 51: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

36

4.1.2 Standar Biaya Khusus

Standar Biaya Keluaran (SBK) adalah besaran biaya yang dibutuhkan untuk

menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang merupakan akumulasi biaya komponen

masukan kegiatan. Standar Biaya Keluaran, saat ini penyusunannya masih dlakukan untuk

biaya langsung (direct cost) yang terkait langsung dalam pencapaian suatu output. SBK

fokus pada proses pembelajaran kepada pengguna anggaran, bahwa penyusunan SBK

merupakan bagian dari upaya ekonomi dan efisiensi belanja negara. Namun demikian

pengembangan konsep SBK terus dilakukan secara bertahap agar perubahan yang terjadi

dapat berjalan dengan baik dan dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Standar Biaya Keluaran, penyusunnanya dlakukan hanya untuk biaya langsung

(direct cost) yang terkait langsung dalam pencapaian suatu output, dengan fokus pada

proses pembelajaran kepada pengguna anggaran, bahwa penyusunan SBK merupakan

bagian dari upaya efisiensi belanja negara. Namun demikian pengembangan konsep SBK

terus dilakukan secara bertahap agar perubahan yang terjadi dapat berjalan dengan baik

dan dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Standar Biaya Keluaran terdiri atas indeks biaya keluaran untuk menghasilkan satu

volume keluaran (ouput) atau total biaya keluaran. Penyusunan Standar Biaya Keluaran

dilakukan pada level keluaran (output)/sub keluaran (sub output) yang menjadi tugas dan

fungsi K/L.

Pada PMK No. 106/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran

2017 dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a disebutkan bahwa SBK TA 2017 meliputi SBK yang

berlaku untuk beberapa/seluruh Kementerian Negara/Lembaga. SBK yang berlaku bagi

beberapa atau seluruh K/L disebut juga sebagai SBKU, terdiri dari sub keluaran (sub output)

perencanaan, pemeriksaan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian. Kementerian

Negara/Lembaga yang mengalokasikan SBKU didasarkan atas : (i) ketersediaan alokasi

anggaran; (ii) penilaian proposal yang besaranya dikelompokkan menjadi (a) Grade A, yaitu

prakiraan pembiayaan setinggi2-tingginya 100% dari besaran yang ditetapkan, (b) Grade B

yaitu prakiraan pembiayaan setinggi-tingginya 75% dari besaran yang ditetapkan, dan (c)

Grade C yaitu prakiraan pembiayaan setinggi-tingginya 60% dari besaran yang ditetapkan.

Selanjutnya disebutkan bahwa fungsi Standar Biaya Keluaran dalam perencanaan

berfungsi sebagai batas tertinggi yang besarannya tidak dapat dilampaui dalam penyusunan

RKAKL, sedang dalam pelaksanaan SBK berfungsi sebagai estimasi, yaitu besaran yang

dapat dilampaui karena perubahan komponen tahapan dan/atau penggunaan satuan biaya

yang dipengaruhi harga pasar.Keluaran (ouput) yang dapat diusulkan menjadi standar

biaya, harus mempunyai kriteria : (i) bersifat berulang, (ii) mempunyai jenis dan satuan

Page 52: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

37

yang jelas serta terukur, dan (iii) mempunyai komponen/tahapan yang jelas. Dalam hal

Standar Biaya Keluaran ada perubahan, memerlukan revisi dapat dilakukan dengan

mengacu pada PMK tentang Revisi.

Tabel 5.1 Jumlah SBK pada Kementerian Bidang Pendidikan

K/L TA 2015 TA 2016 TA 2017 TA 2018

Kemendikbud 0 0 0 0

Kemenag 0 0 2 SBK (Itjen dan Balibang

dan Diklat)

1 SBK (itjen)

Kemenristek Dikti 0 0 0 0

Berdasarkan pasal 19 PMK No. 71 tahun tahun 2013 tentang Pedoman Standar

Strukur Biaya dan Indeksasi dalam Penyusunan RKAKL, disebutkan bahwa

Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang berwenang mengusulkan SBK kepada

MenterIi Keuangan. Kondisi saat ini, penyusunan SBK kurang mendapat tanggapan positif

dari pengguna anggaran. Dalam 3 tahun terakhir, dari Kementerian dibidang pendidikan,

hanya ada satu SBK, yaitu yang disusun oleh Itjen Kementerian Agama (terlihat pada Tabel

5.1).

Berdasarkan hasil diskusi dengan K/L terkait maupun dengan Direktorat Teknis

yang ikut menyusun SBK, disampaikan bahwa kendala dari penyusnan SBK adalah : (i)

manfaat yang belum jelas bagi K/L dengan membuat SBK, (ii) dasar hukum yang tidak

mewajibkan penyusunan SBK, (iii) tidak fleksibel dalam penggunaanya.

Manfaat penyusunan SBK yang belum jelas, bagi K/L adalah tidak adanya manfaat

langsung atas penyusunan SBK. Karena tanpa menyusun SBK tetap dapat menyusun

RKAKL, dan ketika dilakukan penghematan tidak ada perlakukan yang khusus bagi

anggaran yang telah disusun SBK-nya, dan tidak ada sanksi jika K/L tidak menyuusn SBK.

Dasar hukum yang tidak mewajibkan K/L dan tidak ada sanksi K/L yang tidak

menyuusn SBK, juga menyebabkan K/L tidak berupaya untuk membuat RKAKL. Dalam

beberapa kasus, ada K/L yang mau menyusun SBK, namun karena syarat yang tida sesuai

dan tidak lengkap di tolak. Namun karena tidak ada sanksinya, maka K/L tidak berusaha

untuk melengkapi.

Menurur K/L, SBK bersifat tidak fleksibel karena SBK dalam bentuk PMK sehingga

sulit untuk direvisi jika ada perubahan. Sebenarnya dalam PMK standar biaya Keluaran

disebutkan bahwa perubahan dalam SBK dapat direvisi sesuai dengan PMK mengenai

Page 53: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

38

Revisi, dan penggunaan SBK dapat dilampaui jika terdapat perubahan komponen tahapan

dan/atau penggunaan satuan biaya yang dipengaruhi harga pasar.

Dalam penyusunan RKAKL, sejak awal sdh melibatkan Aparat Pengawas Itern

Pemerintahan (APIP) untuk mereviu usulan RKAKL, termasuk melihat penerapan SBM dan

SBK dalam RKAKL. Dalam PMK No. 142/PMK.02/2018 tentang Perubahan atas PMK No.

94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan (Juksunlah) RKAKL,

disebutkan kewenangan APIP untuk ikut mereviu RKAKL dan malihat TOR/RAB kegiatan

yang diusulkan dalam RKAKL. Namun ada hal yang baru dalam PMK tersebut, bahwa

Kemenkeu cq DJA yang semula menelaah sampai level komponen, diwajibkan juga untuk

melihat detail.

Dalam diskusi dengan APIP K/L, keputusan DJA untuk kembali menelaah detail agar

dibuat aturan yang jelas, agar tidak tumpang tindih dengan kewenangan yang diberikan

kepada APIP K/L. Namun ada juga yang menyatakan bahwa hal tersebut sangat baik, karena

dapat menjadi shock terapy bagi K/L, di Kementerian Agama penelaahan detail oleh DJA

mengefisienkan hampir satu triliun dananya di blokir atau dimasukan dalam output

cadangan, karena selama ini APIP K/L merasa tidak dapat melakukan pemblokiran atau

memasukan dalam output cadangan atas RKAKL.

Dengan penelaahan secara online, ada keterbatasan waktu dalam melakukan

penelaahan secara detail, terutama bagi K/L dengan jumlah satker sangat banyak. Untuk itu,

penyusunan SBK menjadi alternatif yang sangat baik untuk mengantisipasi penelaahan yang

sangat pendek waktunya tersebut. Beberapa rekomendasi dari K/L atautpun direktorat

teknis, menyampaikan agar dasar hukum penyusunan SBK di wajibkan bagi kegiatan yang

telah lebih dua kali dilaksanakan serta syarat penyusunan SBK, yaitu : (i) bersifat berulang,

(ii) mempunyai jenis dan satuan yang jelas serta terukur, dan (iii) mempunyai komponen

yang jelas dapat di ganti dengan cukup kegiatan yang telah lebih dua kali di laksanakan,

sehingga memudahkan K/L dalam menyusun SBK.

4.2 Pilar Efisiensi

Berdasarkan Mardiasmo (2008:4), pilar kedua yang menopang value for money

adalah pilar efisiensi. Efisiensi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

Efisiensi menggambarkan perbandingan antara output dan input. Terdapat tiga faktor yang

menyebabkan efisiensi yaitu (1) dengan input yang lebih kecil menghasilkan output yang

sama, (2) dengan input yang sama menghasilkan output yang lebih besar, dan (3) dengan

input yang lebih besar menghasilkan output yang lebih besar lagi (Suswandi, 2007).

Efisiensi lebih dihubungkan dengan kinerja suatu organisasi.

Page 54: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

39

Nicholson (2002) juga mengatakan bahwa efisiensi ditujukan untuk menjelaskan

suatu situasi pengalokasian sumber daya atau input untuk menghasilkan suatu output.

Adapun manfaat efisiensi adalah: (1) sebagai tolok ukur dalam memperoleh perhitungan

untuk mempermudah perbandingan, (2) sebagai cara mengetahui faktor-faktor yang

penentu tingkat efisiensi yang tepat sehingga menemukan solusi terbaik, (3) pertimbangan

dalam pengambilan kebijakan.

Beberapa pengertian efisiensi menurut para pakar:

1. Menurut Susilo (2004), efisiensi adalah suatu kondisi atau keadaan, dimana

penyelesaian suatu pekerjaan dilaksanakan dengan benar dan dengan penuh

kemampuan yang dimiliki;

2. Menurut Lubis (2011), efisiensi adalah suatu proses internal atau sumber daya

yang diperlukan oleh organisasi untuk menghasilkan satu satuan output. Oleh sebab

itu efisiensi dapat diukur sebagai ratio output terhadap input;

3. Menurut Rahardjo Adisasmita (2011), efisiensi merupakan komponen-komponen

input yang digunakan seperti waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung

penggunaannya dan tidak berdampak pada pemborosan atau pengeluaran yang tidak

berarti.

Pada Kajian ini, untuk mengukur efisiensi dilakukan dengan beberapa pendekatan,

yaitu: pendekatan sifat biaya, pendekatan jenis biaya, serta pendekatan efisiensi belanja

barang. Pendekatan sifat biaya dilakukan dengan melihat komponen utama dan pendukung.

Sedangkan pendekatan jenis biaya dilakukan dengan melihat komponen operasional dan

non operasional. Adapun pendekatan efisiensi belanja barang berdasarkan pada Inpres

Nomor 4/2017 untuk menghemat beberapa bagian dari belanja barang seperti belanja

barang non operasional, perjalanan dinas, dan belanja barang yang diserahkan kepada

masyarakat dan Pemda.

5.2.1 Pendekatan Komponen Utama dan Pendukung

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.02/2018 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/Pmk. 02/ 2017 tentang Petunjuk

Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga

Dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, komponen merupakan aktivitas yang

dilakukan dalam upaya menghasilkan keluaran (output). Berdasarkan sifat biaya, komponen

terdiri atas komponen utama dan komponen pendukung dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Komponen utama merupakan semua aktivitas keluaran (output) teknis yang nilai

biayanya berpengaruh langsung terhadap volume keluaran (output) . Komponen

Page 55: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

40

utama merupakan aktivitas yang hanya terdapat pada keluaran (output) teknis dan

merupakan biaya variabel terhadap keluaran (output) yang dihasilkan;

2. Komponen pendukung merupakan semua aktivita keluaran (output) generik clan

aktivitas keluaran (output) teknis yang nilai biayanya tidak berpengaruh langsung

terhadap volume keluaran (output) . Seluruh aktivitas dalam keluaran (output)

generik merupakan komponen pendukung. Komponen pendukung pada keluaran

(output) teknis digunakan sebagai biaya tetap terhadap keluaran (output) yang

dihasilkan, misalnya komponen desain, administrasi proyek, pengawasan, dan

sejenisnya.

Untuk proses perhitungan angka dasar dan prakiraan maju, semua komponen

pendukung dihitung menggunakan metodologi flat basis (tidak terpengaruh pada volume

keluaran (output) sedangkan komponen utama dihitung menggunakan metodologi berbasis

volume (volume based) pada tingkat keluaran (output). Komponen utama juga dapat

disesuaikan dengan menggunakan metodologi flat basis dalam hal terjadi perubahan harga

keluaran (output) sebagai akibat dari perubahan nilai tukar, suku bunga, dan faktor-faktor

sejenis. Untuk menghindari kesalahan dalam penetapan sifat komponen mana dilakukan

pemetaan struktur data yang terintegrasi.

Melalui pendekatan sifat biaya (utama-pendukung), Kemendikbud dan Kemenristek

didominasi oleh komponen utama sedangkan Kemenag didominasi oleh komponen

penunjang. Meskipun demikinan, terdapat keterbatasan data sifat biaya yang hanya tersedia

untuk pagu alokasi. Idealnya, untuk mengukur efisiensi perbandingan yang lebih tepat

adalah dengan membandingkan pagu dan realisasi tiap tahunnya.

Untuk komposisi komponen utama dan pendukung, awalnya asumsi yang dibangun

adalah keadaan efisien dapat dicapai dengan meminimalkan komponen pendukung. Namun,

setelah dilakukan diskusi intensif dengan stakeholder (direktorat teknis dan

kementerian/lembaga terkait) temuan yang didapat adalah komposisi komponen utama dan

pendukung tergantung pada karakteristik masing-masing K/L (seperti pada Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Sifat Biaya dari Tiga K/L Terbesar Bidang Pendidikan

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah.

Page 56: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

41

5.2.2 Pendekatan Operasional dan Non Operasional

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.02/2018 tentang Tata Cara

Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2018, jenis belanja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

komponen operasional dan non operasional. Belanja operasional adalah anggaran yang

dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah Satker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai petunjuk

penyusunan dan penelaahan RKA-K/L. Sedangkan sisinya pada belanja K/L tergolong pada

belanja non operasional. Total belanja operasional dan belanja non operasional pada tingkat

program dan/ atau kegiatan disesuaikan dengan kebijakan penganggaran yang berlaku.

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Anggaran Nomor PER-1/AG/2015 tentang

Pedoman Pelaksanaan Reviu Angka Dasar Belanja Kementerian Negara/Lembaga Dalam

Rangka Penyusunan Pagu Indikatif Anggaran 2016, Belanja operasional adalah anggaran

yang dibutuhkan untuk Belanja Pegawai (001) dan Belanja Barang Operasional Kantor

(002). Belanja non operasional adalah anggaran yang dibutuhkan untuk belanja non

operasional berkarakteristik operasional berkarakteristik operasional untuk pelaksanaan

tugas dan fungsi K/L (komponen 003, komponen 004, dan komponen 005), untuk

mendukung output teknis dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi layanan birokrasi dan

pelayanan publik, serta untuk mendukung pencapaian output dalam rangka

penugasan/prioritas nasional.

Melalui pendekatan jenis biaya (operasional-non operasional), Kemendikbud dan

Kemenristek didominasi oleh komponen non operasional sedangkan Kemenag didominasi

oleh komponen operasional. Idealnya, untuk mengukur efisiensi perbandingan yang lebih

tepat adalah dengan membandingkan pagu dan realisasi tiap tahunnya.

Untuk komposisi komponen operasional dan non operasional, awalnya asumsi yang

dibangun adalah keadaan efisien dapat dicapai dengan meminimalkan komponen

operasional. Namun, setelah dilakukan diskusi intensif dengan stakeholder (direktorat

teknis dan kementerian/lembaga terkait) temuan yang didapat adalah komposisi komponen

operasional dan non operasional tergantung pada karakteristik masing-masing K/L (seperti

pada Gambar 5.3).

Page 57: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

42

Gambar 5.3 Jenis Biaya dari Tiga K/L Terbesar Bidang Pendidikan

5.2.3 Pendekatan Efisiensi Belanja Barang

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 /2017 tentang Efisiensi Belanja Barang

Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan san Belanja Negara Tahun

Anggamn 2017, efisiensi belanja barang meliputi perjalanan dinas dan paket meeting,

honorarium tim/kegiatan, belanja operasional perkantoran, belanja jasa, belanja

pemeliharaan, belanja barang operasional dan non operasional lainnya. Efisiensi belanja

barang tidak termasuk belanja barang dari: a. Pinjaman dan hibah dalam/luar negeri;

b. Rupiah murni pendamping kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai dengan akhir tahun

Anggaran 2017; c. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pendapatan Badan Layanan

Umum (BLU); d. Tambahan belanja hasil pembahasan Undang-Undang mengenai APBN

Tahun Anggaran 2017 (Dana Optimalisasi) yang tidak sesuai kriteria menurut reviu Badan

pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan e. Output cadangan.

Tabel 5.2 Efisiensi Belanja Barang sesuai Inpres Nomor: 4 tahun 2017

2016 2017 2018 2016 2017 2018 2016 2017 2018

521 BELANJA BARANG 3.198,6 2.968,5 1.199,2 5.577,2 5.919,9 4.690,5 8.752,1 9.585,6 5.087,2

521111 Belanja Keperluan Perkantoran 209,6 244,0 239,5 533,0 556,2 445,5 583,8 723,8 732,2

521112 Belanja pengadaan bahan makanan 0,4 - - 0,2 0,2 0,9 0,4 0,5 0,1

521113 Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh 1,4 1,5 0,7 1,4 1,3 0,6 2,9 2,3 1,1

521119 Belanja Barang Operasional Lainnya 109,0 385,7 38,8 387,7 349,4 188,8 249,5 154,4 108,3

521213 Honor Output Kegiatan 143,1 143,7 97,6 893,3 902,5 601,7 627,2 582,9 447,3

521219 Belanja Barang Non Operasional Lainnya 2.735,1 2.193,6 822,6 3.761,6 4.110,3 3.453,1 7.288,3 8.121,9 3.798,3

522 BELANJA JASA 1.334,1 1.193,0 892,9 852,9 810,2 630,6 716,5 752,8 626,8

522111 Belanja Langganan Listrik 65,1 67,2 61,2 295,0 268,7 241,6 146,3 150,8 144,5

522112 Belanja Langganan Telepon 6,7 6,3 4,3 10,5 8,9 6,2 22,9 23,6 19,8

522113 Belanja Langganan Air 4,3 5,0 4,1 20,1 16,5 14,9 13,9 15,2 13,8

522119 Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya 21,5 22,2 17,0 124,9 124,1 105,2 40,4 42,4 34,3

522151 Belanja Jasa Profesi 958,9 781,4 573,7 267,5 244,3 161,4 461,9 482,8 385,3

522191 Belanja Jasa Lainnya 277,5 311,1 232,6 134,8 147,7 101,3 31,2 38,1 29,2

523 BELANJA PEMELIHARAAN 248,2 269,9 198,5 686,7 657,3 443,6 510,0 546,3 485,0

523111 Belanja Pemeliharaan Gedung dan Bangunan 144,2 153,5 118,9 485,2 450,8 299,0 322,3 355,2 323,6

523121 Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin 101,0 113,4 77,6 181,9 187,2 134,2 181,2 187,1 158,6

523122 Belanja Bahan Bakar Minyak dan Pelumas (BMP) dan Pelumas Khusus Non Pertamina 0,3 0,4 0,3 3,7 2,5 1,3 1,9 0,7 0,4

523133 Belanja Pemeliharaan Jaringan 2,8 2,5 1,7 15,9 16,9 9,2 4,6 3,3 2,4

524 BELANJA PERJALANAN DINAS 643,4 478,1 430,3 132,1 147,1 114,2 711,0 677,3 570,7

524113 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota 56,8 50,4 40,8 17,3 14,1 8,6 240,9 217,6 180,0

524114 Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota 586,6 427,7 389,5 114,7 133,0 105,6 470,1 459,7 390,7

TOTAL 5.424,3 4.909,5 2.720,9 7.248,8 7.534,5 5.878,9 10.689,7 11.562,1 6.769,8

TOTAL BELANJA BARANG K/L 19.692,8 18.586,9 16.217,2 17.830,5 17.875,1 14.198,8 14.606,5 16.177,8 15.113,7

% thd belanja barang K/L 27,5 26,4 16,8 40,7 42,2 41,4 73,2 71,5 44,8

TOTAL BELANJA K/L 38.617,7 36.874,8 30.796,2 37.671,0 37.782,1 31.550,9 53.115,6 60.190,5 47.202,5

% thd belanja K/L 14,0 13,3 8,8 19,2 19,9 18,6 20,1 19,2 14,3

RANK RANK RANKKEMENRISTEKKEMENDIKBUD KEMENAG

TOTAL

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah.

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah.

Page 58: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

43

Data menunjukkan bahwa komponen terbesar dari belanja K/L pendidikan adalah

belanja barang (kecuali belanja kemenag yang terbesar belanja pegawai karena gaji guru

masih di pusat). Beberapa komponen belanja barang terbesar, seperti belanja barang non

operasional, perjalanan dinas, dan belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat dan

Pemda (terlihat pada Tabel 5.2).

Untuk meningkatkan efisiensi belanja barang, beberapa langkah yang perlu

dilakukan, diantaranya:

1. Upaya-upaya pembatasan untuk belanja yang bersifat pendukung, seperti rapat,

perjalanan dinas, konsinyering, dan honor tim, perlu terus dilanjutkan dan

ditingkatkan efektivitas pelaksanaannya seperti jumlah pegawai yang dapat ikut serta

dalam suatu kegiatan perjalanan dinas, bentuk rapat yang dapat dilaksanakan di

hotel atau rapat dalam kantor.

2. Pengaturan belanja modal aparatur seperti peralatan mesin (pembelian

komputer), kendaraan bermotor, dan pembangunan gedung baru. Perlu dilakukan

kajian atas pengadaan fasilitas gedung Pemerintahan apakah sudah sesuai dengan

azas kepatutan, serta memperhatikan aspek kenyamanan dalam bekerja dan

memberikan layanan kepada masyarakat.

4.3 Pilar Efektivitas

Pilar ketiga dari value for money adalah pilar efektivitas. Efektivitas adalah ukuran

berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi.Bila suatu organisasi berhasil mencapai

tujuannya, maka organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif. Istilah efektivitas sendiri

bervariatif dimana dalam penjelasannya dapat menyangkut berbagai dimensi yang

memusatkan perhatian pada berbagai kriteria evaluasi.

Menurut Wisnu & Nurhasanah (2005:26) dikatakan bahwa suatu organisasi efektif

apabila: (1) mengamankan skill dan sumber daya langka dari luar; (2) secara kreatif

mengkoordinasikan sumber daya dengan skill karyawan untuk menemukan produk dan

berselaras dengan perubahan kebutuhan konsumen (pendekatan system-sistem internal);

dan (3) secara efisien mengubah skill dan sumber daya menjadi barang dan jasa

(pendekatan teknis.

Selanjutnya, beberapa pengertian efektivitas menurut para pakar:

1. Menurut Susilo (2004), suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan

yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan, disertai tujuan yang

diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan;

Page 59: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

44

2. Menurut Gibson (1994), efektivitas adalah hubungan optimal antara produksi,

kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan;

3. Menurut Westra (1989), efektivitas merupakan suatu keadaan yang mengandung

pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kata

Efektif diartikan sebagai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam

suatu perbuatan yang dilakukan. Setiap pekerjaan yang efisien yang tentu juga

berarti efektif, karena dilihat dari segi tujuan, hasil atau akibat yang dikehendaki

dengan perbuatan itu telag tercapai bahkan secara maksimal (mutu dan jumlahnya),

sebaliknya dilihat dari segi usaha, maka efek yang diharapkan juga telah tercapai.

Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena hasil dapat tercapai tetapi

mungkin dengan penghamburan pikiran, tenaga, waktu, uang atau benda;

4. Menurut Indrawijaya, mengatakan bahwa apabila efektivitas individu dapat

tercapai, akan memberikan konstribusi pada efektivitas organisasi secara

keseluruhan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa efektivitas organisasi sama

dengan prestasi organisasi secara keseluruhan.

Richard M. Steers (1995:3-5) mengemukakan terdapat tiga konsep yang dapat

digunakan untuk meneliti efektivitas kegiatan organisasi untuk melihat apakah organisasi

dapat mencapai sasaran dan tujuannya, yaitu:(1) konsep optimisasi tujuan; (2) konsep

perspektif sistem; (3) tekanan terhadap perilaku. Tolok ukur efektivitas organisasi dari

Richard M. Steers (1995: 4) yaitu antara lain efektivitas keseluruhan, produktivitas, efisiensi,

laba, pertumbuhan, stabilitas, semangat kerja, kepuasan, penerimaan tujuan organisasi,

keterpaduan, keluwesan adaptasi dan penilaian oleh pihak luar yang menggambarkan

kinerja dari organisasi tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal

balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif

suatu program atau kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau

kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang

diharapkan. Efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output

yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang

menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran

berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal

ini berartibahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau

tujuan yang dikehendaki.

Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output) tidak

berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran efektivitas

Page 60: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

45

sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas tersebut karena

pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, akan

tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga ukuran efektivitas biasanya

dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja

(judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektivitas harus adanya suatu

perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektivitas harus adanya

tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang

tinggi, artinya ukuran daripada efektivitas adanya keaadan rasa saling memiliki dengan

tingkatan yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka hal-hal yang

mempengaruhi efektivitas adalah ukuran, tingkat kesulitan, kepuasan, hasil dan kecepatan

serta individu atau organisasi dalam melaksanakan sebuah kegiatan/program tersebut.

Disamping itu adanya evaluasi apabila terjadi kesalahan pengertian pada tingkat

produktivitas yang dicapai, sehingga akan tercapai suatu kesinambungan (sustainabillity),

terlihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Output Strategis Tiga K/L Terbesar Bidang Pendidikan

Target RPJM

*)

Capaian/

RealisasiTarget RPJM

Capaian/

RealisasiTarget RPJM

Capaian/

Realisasi *)Target RPJM

Capaian/

Realisasi *)

1- Output Program Indonesia

Pintar (PIP)siswa 21.679.481 20.450.093 21.679.481 20.665.863 21.679.481 19.776.236 20.945.392 19.147.751

- Anggaran Juta Rupiah 11.652.135 11.158.556 10.951.081 10.771.799 10.786.088 10.529.870 10.991.489 10.294.163

2- Output Unit Sekolah Baru

yang Dibangun (USB)unit 303 313 444 673 456 199 459 108

- Anggaran Juta Rupiah 671.447 636.736 1.702.193 1.643.584 546.314 489.272 282.847 282.847

3- Output Ruang Kelas Baru

yang Dibangun (RKB)ruang 10.162 12.149 14.845 14.937 15.783 3.414 14.039 5.362

- Anggaran Juta Rupiah 2.603.755 2.373.015 2.958.254 2.741.574 903.842 868.873 1.163.434 1.068.736

4- Output Ruang Kelas yang

direhabilitasiruang 10.824 12.478 15.616 13.837 15.539 38.290 14.032 23.958

- Anggaran Juta Rupiah 1.791.840 1.740.750 1.105.472 942.535 3.209.047 2.978.793 1.848.029 1.776.749

5- Output : Tunjangan Profesi

Guru Non PNSOrang 206.230 209.204 266.931 211.202 284.386 197.169 291.861 210.269

Anggaran Juta Rupiah 5.404.159 5.335.565 4.447.455 4.446.261 5.103.953 4.616.497 5.627.180 4.546.863

6- Output : Guru Bersertifikat

PendidikOrang 128.238 60.179 104.822 26.906 106.569 66.746 104.822 20.000

Anggaran Juta Rupiah 292.220 245.879 497.868 311.320 392.890 364.910 207.794 193.058

7 - Output Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) Siswa 8.221.852 7.892.379 8.568.101 7.957.575 8.848.001 8.151.302 8.805.786 8.300.803

- Anggaran Juta Rupiah 7.727.909 7.428.108 7.709.237 7.500.155 8.094.422 7.962.514 8.637.283 8.113.000

8 - Output Bidik Misi Mahasiswa 275.300 269.198 332.457 316.834 365.739 364.780 398.121 347.250

- Anggaran Juta Rupiah 2.740.824 2.720.901 3.219.919 3.200.815 3.760.946 3.576.960 4.101.711 3.721.405

9 BOPTN PT 187 187 180 180 176 176 178 178

Anggaran Juta Rupiah 5.163.300 5.107.300 3.594.000 3.185.400 3.411.000 2.602.700 3.363.910 3.411.797

10 BPPTN-BH PT - - 7 7 11 11 11

Anggaran Juta Rupiah - - 1.614.000 1.553.000 1.994.000 1.662.200 2.522.600

2017

No Uraian Satuan

2015 2016 2018

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah.

Page 61: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

46

Pada Kajian ini, untuk mengukur efektivitas dilakukan pendekatan dengan melihat

hubungan antara output dan outcome. Berdasarkan RKAKL, output strategis di bidang

pendidikan dapat diperoleh dengan melakukan pengklasifikasian output. Terdapat

bebereapa output yang tergolong strategis, diantaranya: Program Indonesia Pintar, Bantuan

Operasional Sekolah, dan Bidik Misi. Dari elaborasi RKAKL dan informasi dari tiga K/L

terbesar bidang pendidikan juga diperoleh keterangan bahwa pagu dan realisasi anggaran

serta target RPJMN dan realisasi output dapat tersedia. Adapun rincian output strategis

pendidikan sebagai mana terdapat pada tabel xx.

Dari sisi outcome, RPJMN telah memuat target-target outcome yang ingin dicapai.

Target outcome tersebut adalah rata-rata angka melek aksara penduduk usia di atas 15

tahun, rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun, angka partisipasi kasar dan

akreditasi di berbagai jenjang pendidikan. Berdasarkan laporan capaian RPJMN untuk

outcome rata-rata angka melek aksara penduduk usia di atas 15 tahun, rata-rata lama

sekolah penduduk usia di atas 15 tahun, angka partisipasi kasar di berbagai jenjang

pendidikan diperkirakan akan mencapai target pada tahun 2019. Sedangkan outcome

akreditasi di berbagai jenjang pendidikan masih diberi tanda kuning karena ada

kemungkinan untuk tidak mencapai target pada tahun 2019 (terlihat pada Gambar 5.4).

Gambar 5.4 Sasaran Pembangunan Bidang Pendidikan RPJMN 2014-2019

Page 62: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

47

Secara umum outcome bidang pendidikan masih on the track, akan tetapi kualitas

dan daya saing perlu untuk ditingkatkan. Hal ini terlihat dari outcome yang berhubungan

dengan kualitas masih bertanda kuning (kemungkinan tercapai). Sedangkan terkait daya

saing, temuan AIPEG pada Trends in International Mathematics and Science Study

(TIMMS) menunjukkan bahwa dengan resource yang sama, beberapa negara memperoleh

nilai TIMMS yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Metode perhitungan TIMSS adalah

dengan membandingkan input (alokasi untuk pendidikan dasar) dan output pada tes

kompetensi matematika dan IPA untuk siswa SD. Senada dengan itu, hasil asessmen World

Bank pada Programme for International Student Assessment (PISA) juga menunjukan

hasil yang belum memuaskan. Secara umum, nilai PISA Indonesia masih rendah

dibandingkan negara dengan tingkat pengeluaran yang relatif sama (Seperti pada Grafik

5.1).

Grafik 5.1 TIMMS dan PISA

Meskipun data terdapat data output dan outcome, sampai saat ini pengukuran

efektivitas sulit dilakukan karena informasi output dan outcome secara keseluruhan belum

mencerminkan kualitas belanja pendidikan yang berdampak signifikan pada peningkatan

sumber daya manusia. Faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya pengukuran efektivitas

dari sisi informasi kinerja diantaranya adalah: (1) output lebih banyak bersifat administratif

dibandingkan substantif; (2) outcome cenderung normatif; dan (3) Belum adanya dokumen

resmi yang menjelaskan interkoneksi antara alokasi anggaran, output dan sasaran pokok

pembangunan pendidikan; dan (4) Relevansi antara output dan outcome belum terlihat.

Implikasi dari sulitnya pengukuran efektivitas adalah ketidakjelasan pengaruh output dan

outcome terhadap masyarakat, sehingga mengaburkan signifikasi K/L dalam menjawab

kebutuhan masyarakat. Dengan tidak adanya alat ukur yang baku, evaluasi dan penilaian

kinerja penganggaran akan sulit dilakukan.

Page 63: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

48

Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan agar efektivitas dapat diukur diantaranya

adalah:

1. Penyempurnaan arsitektur informasi perencanaan dan penganggaran;

2. Pengaturan outcome tematik yang dicapai secara kolaboratif oleh stakeholder

terkait. Penyempurnaan arsitektur informasi perencanaan dan penganggaran,

meliputi penataan input, output dan outcome yang realistis (dapat dicapai), strategis

(sesuai dengan skala prioritas) dan konstektual (sesuai dengan kebutuhan

masyarakat). Sedangkan, pengaturan outcome tematik harus mempertimbangkan

ruang lingkup dan peran dari institusi pemerintah terkait. Dengan demikian,

pengaturan tersebut dapat menghasil kolaborasi optimal dalam mencapai target yang

ditetapkan.

Page 64: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

49

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

1. Dari sisi regulasi, pemekaran Kemendikbud telah dilakukan dengan pembentukan

Kemenristek Dikti di tahun 2015 dalam rangka peningkatan kualitas anggaran

pendidikan. Selain itu, Pengalihan BOS Kemendikbud ke Pemerintah daerah juga

telah dilakukan. Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah adanya aturan lintas

organisasi untuk mengatur pelaksanaan output strategis.

2. Dari sisi pilar ekonomi, temuan dari standar biaya menunjukan bahwa kementerian

di bidang pendidikan hampir semua belum memiliki SBK. Selain itu, Proses

penyusunan SBK tidak/belum melibatkan APIP K/L. Faktor utama yang menjadi

penyebab standar biaya keluaran belum dapat diterapkan antara lain adalah karena

standar biaya tersebut belum menjanjikan kemudahan dan menimbulkan risiko

sebagai objek audit dalam proses kerja penganggaran, dan menyebabkan kekakuan

bagi pengguna anggaran.

3. Dari sisi pilar efisiensi, data sifat dan jenis biaya hanya tersedia untuk pagu alokasi

sedangkan realisasi tidak tersedia. Pergerakan sifat dan jenis biaya dari tahun ke

tahun tidak menunjukan pola tertentu. Adapun proporsi sifat (utama-pendukung)

dan jenis (operasional-non operasional) biaya belum menggambarkan efisiensi.

Proporsi sangat tergantung dengan karakteristik masing-masing K/L. Adanya

kebutuhan untuk melihat detail kertas kerja untuk mengukur efisiensi. Dari sisi

efisiensi belanja barang, beberapa komponen belanja barang terbesar yang bisa

ditelaah untuk efisiensi diantaranya adalah belanja barang non operasional,

perjalanan dinas, dan belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat dan

Pemda.

4. Dari sisi pilar efektivitas, data output strategis dan sasaran pokok pembangunan

pendidikan tersedia dari RKAKL dan RPJMN. Meskipun demikian, pengukuran

efektivitas sulit dilakukan karena informasi output dan outcome secara keseluruhan

belum mencerminkan kualitas belanja pendidikan. Selain itu, belum ada dokumen

resmi yang menjelaskan interkoneksi antara alokasi anggaran, output dan sasaran

pokok pembangunan pendidikan.

Page 65: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

50

6.2 Rekomendasi

1. Dari sisi regulasi, evaluasi dampak pemekaran K/L perlu dilakukan dalam

mewujudkan pendidikan yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, perlu pengkajian

dampak pengalihan output strategis ke daerah dan mengetahui bagaimana proses

koordinasinya agar terjadi sinergi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Adapun terkait output strategis, perlu perumusan grand design untuk meminimalisir

perubahan regulasi dan petunjuk teknis untuk output strategis pendidikan setiap

tahunnya seperti BOS dan PIP.

2. Dari sisi pilar ekonomi, akselerasi penerapan SBK dilakukan dengan pendekatan

struktural dan kultural. Pendekatan struktural dilakukan dengan penguatan regulasi

yang bersifat mengikat (binding). Tidak hanya sebatas kewajiban, pendekatan ini

juga harus diikuti mekanisme insentif berupa reward dan punishment sehingga

mampu mewujudkan terciptanya informasi dan evaluasi kinerja yang valid dan

terukur untuk setiap K/L. Pendekatan kultural dilakukan untuk menciptakan

harmonisasi mekanisme kerja dengan pengguna anggaran dalam kerangka “let‟s

manager manage”. Penerapan SBK diharapkan dapat menguatkan budaya

organisasi yang akuntabel, sehingga menciptakan kemudahan, keleluasaan, dan

peningkatan produktivitas kerja.

3. Dari sisi pilar efisiensi, upaya-upaya pembatasan untuk belanja yang bersifat

pendukung seperti rapat, perjalanan dinas, konsinyering, dan honor tim, perlu terus

dilanjutkan dan ditingkatkan. Belanja modal seperti peralatan mesin (pembelian

komputer), kendaraan bermotor, dan pembangunan gedung baru aparatur perlu

diatur agar memenuhi azas kepatutan serta memperhatikan aspek kenyamanan

dalam bekerja dan memberikan layanan kepada masyarakat.

4. Dari sisi pilar efektivitas, perlu ada upaya yang dilakukan agar efektivitas anggaran

pendidikan dapat diukur, diantaranya: penyempurnaan arsitektur informasi

perencanaan dan penganggaran serta pengaturan outcome tematik yang dicapai

secara kolaboratif dengan stakeholder terkait serta penataan input, output dan

outcome yang realistis, strategis dan konstektual.

Page 66: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

51

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah. Yang

Menerbitkan Graha Ilmu : Yogyakarta.

Anthony, Hermanson.1993. Akuntansi Manajemen, Edisi 3. Jakarta: Penerbit PT. Rineka

Cipta.

Gibson, James L., dkk. 1994. Organisasi Dan Manajemen : Perilaku, Struktur, dan Proses.

Erlangga: Jakarta.

Halim, Abdul. 1988. Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi 3. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Martoyo, Susilo. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. BPFE:

Yogyakarta.

Mc Aleavy, et. al. 2018. Promising Practice: Government Schools in Vietnam. Berkshire:

Education Development Trust.

Mulyadi. 1998. Akuntansi Bicnia, Edisi 5. Yogyakarta: Penerbit FE UGM.

_______.1979. Akuntansi Biaya : Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, Edisi 3.

Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Steers, Richard M.1995. Efektivitas Organisasi. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Tan, C., Koh, K. & Choy, W. 2016. The education system in Singapore. In Juszczyk, S. (Ed.),

Asian Education Systems (pp. 129-148). Toruñ: Adam Marszalek Publishing House.

Triyono. 2018. Menyiapkan Generasi Emas. Klaten: Seminar Nasional Alfa-VI.

UNESCO. 2017. Education Data Release: New Indicators and More Data for Countries in

Every Region. Diunduh pada 6 November 2018 dari

http://uis.unesco.org/en/news/education-data-release-new-indicators-and-more-

data-countries-every-region.

Vizconde, Camilla. 2015. Issues, concerns and prospects: teacher training institutions‟

views on K-12. Manilla: Luz Y Saber Vol. 9 No. 1&2

Westra, Pariata, dkk. 1989. Ensiklopedi Administrasi.Jakarta: Haji Masagung.

Wisnu UR, Dicky dan Siti Nurhasanah. 2005. Teori Organisasi, Struktur dan Desain. Edisi

Pertama. Malang: UMM Press.

World Bank. 2017. Public Expenditure Review Phase 2. Jakarta: World Bank.

World Bank. 2018. Public Expenditure Review Phase 3. Jakarta: World Bank.

World Bank. 2018. The Human Capital Project. Washington, DC: World Bank.

www.anggaran.depkeu.go.id

Page 67: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …

52

Peraturan

Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2014

Instruksi Presiden No. 4 /2017

Peraturan Direktur Jenderal Anggaran No. PER-1/AG/2015

Peraturan Menteri Keuangan No. 106/PMK.02/2016

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.02/2018

Peraturan Menteri Keuangan No. 142/PMK.02/2018

UU No. 17 tahun 2003

UU No. 1 tahun 2004

UU No. 15 tahun 2004

Page 68: REVIU BELANJA KEMENTERIAN/LEMBAGA BIDANG …