REVITALISASI BANGUNAN NO 25 DI KAWASAN KOTA TUA PERANCANGAN ARSITEKTUR V Oleh: Gadis Nathania 1601211672 JURUSAN ARSITEKTUR - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2014
REVITALISASI BANGUNAN NO 25 DI KAWASAN KOTA TUA
PERANCANGAN ARSITEKTUR V
Oleh:
Gadis Nathania 1601211672
JURUSAN ARSITEKTUR - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
2014
1 | P a g e
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 1
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 2 1.2. Tujuan ........................................................................................................................ 3 1.3. Masalah ...................................................................................................................... 3
BAB 2 LANDASAN TEORI..................................................................................................... 4
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................................................ 10
BAB 4 HASIL DAN BAHASAN ........................................................................................... 12
4.1 Analisa Langgam Bangunan .......................................................................................... 12
4.2 Analisa Tapak ................................................................................................................ 15 4.3 Analisa Kebutuhan Ruang ............................................................................................. 18
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 23
5.1 Simpulan ........................................................................................................................ 23
5.2 Saran .............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 24
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................................... 25
2 | P a g e
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai Negara yang pernah dijajah oleh bangsa asing, Indonesia menyimpan banyak
sejarah yang patut diperhatikan dan diapresiasi. Salah satu bukti sejarah yang masih
bertahan adalah kawasan Kota Tua Jakarta. Sebagai kawasan yang cukup luas dan memiliki
keragaman langgam bangunan yang berbeda-beda, kawasan ini menjadi suatu tempat yang
menarik, penuh dengan nilai sejarah serta rekreatif dengan keberadaan museum-museum
dan hiburan yang diciptakan oleh masyarakat sekitar daerah tersebut.
Kota tua Jakarta merupakan salah satu kawasan kota tua yang fungsinya sangat
beragam, mencakup fungsi administratif yang terlihat dari masih berfungsinya badan-badan
pemerintahan disana, fungsi perdagangan karena adanya Mangga Dua dan pusat
perbelanjaan lainnya, serta fungsi hunian yang terlihat dari banyaknya warga Jakarta yang
tinggal disana. Hal ini patut kita banggakan karena kawasan kota tua di daerah lain tidak
ada yang berfungsi selengkap ini. Namun dengan beragam fungsi yang masih berjalan di
kawasan kota tua, tidak membuat kawasan ini menjadi daya tarik tujuan utama turis
domestik atau mancanegara.
Dengan nilai sejarahnya yang tinggi dan potensinya yang besar untuk menjadi sebuah
daya tarik kota, keadaan kota tua sekarang masih belum kondusif untuk menjadi icon bagi
kota Jakarta. Berawal dari situlah penulis ingin menghidupkan kembali kawasan tersebut
sehingga kawasan kota tua Jakarta dapat menjadi kawasan yang dapat memfasilitasi
kebutuhan masyarakat sekitarnya, tanpa perlu menghilangkan nilai sejarahnya dan tentu saja
dapat menjadi daya tarik utama turis domestik dan mancanegara.
Kawasan Kota Tua saat ini sedang direvitalisasi agar dapat dikembangkan sebagai Zona
Ekonomi Khusus oleh JOTRC (Jakarta Old Town Revitalization Corp) dan juga sebagai
destinasi wisata nasional oleh UPK (Unit Pengembangan Kawasan) Kota Tua. Namun
sampai saat ini sebagian besar bangunan yang mendapat perhatian adalah bangunan-
bangunan yang berada di zona inti. Padahal banyak bangunan tua di luar zona inti yang
memiliki kondisi serta fungsi yang kurang baik namun berada pada lokasi yang cukup
strategis untuk dikembangkan. Sehingga dalam proyek ini, penulis telah memilih salah satu
bangunan tua di zona 2 golongan II di pinggir Kali Besar Timur bagian Utara tepat di
seberang terminal Kota Tua yang saat ini dinamai Bangunan no 25 untuk dikonservasi
3 | P a g e
dengan konsep adaptive reuse. Bangunan ini letaknya cukup jauh dari zona inti sehingga
daerah sekitar bangunan saat ini masih sepi, namun bangunan ini memiliki potensi yang
cukup baik yaitu luasan bangunan yang cukup luas, tampak depan yang cukup menarik dan
warnanya yang gelap membedakannya dengan bangunan-bangunan lain di Kota Tua yang
mayoritas berwarna putih. Selain itu, ruangan di dalamnya bebas kolom dan mempunyai
langit-langit yang tinggi. Bangunan ini nantinya akan berfungsi sebagai tempat bekerja bagi
masyarakat sekitar Kota Tua Jakarta.
1.2. Tujuan
Tujuan proyek ini adalah untuk dapat menghidupkan kembali bangunan tua yang
telah dipilih oleh penulis dengan cara memberi fungsi yang tepat dengan tetap
memperhatikan aspek sejarah, sosial, budaya, ekonomi serta memperhatikan keadaan
masyarakat dan lingkungan sekitar bangunan.
1.3. Masalah
Rumusan masalah yang ingin penulis kemukakan adalah:
Bagaimana cara memberi fungsi baru pada bangunan sebagai tempat untuk bekerja
dengan tetap mempertahankan fisik bangunan yang ada sekarang serta memperbaiki
bagian bangunan yang mengalami kerusakan dengan menggabungkan nilai historis
dengan aspek-aspek modern?
4 | P a g e
BAB 2
LANDASAN TEORI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), revitalisasi berarti proses, cara,
perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Dari sumber lain yaitu Wikipedia,
revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang
dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan merevitalisasi kawasan Kota Tua di daerah
Jakarta Barat, yang mana pada dulunya kawasan ini sempat menjadi sebuah kawasan yang
hidup dan menjadi daerah yang berkembang dengan pesat karena pada saat itu Kali Besar
merupakan akses keluar masuknya kapal dari mancanegara. Tidak heran jika bangunan-
bangunan yang berada di sekitar kawasan Kali Besar adalah bangunan yang berfungsi
sebagai gudang atau kantor perdagangan milik Belanda.
Sebenarnya saat ini kawasan Kota Tua juga sedang dalam proses revitalisasi oleh
beberapa pihak, baik oleh pihak pemerintah maupun swasta. Dalam proses revitalisasi, hal
yang harus diperhatikan adalah golongan bangunan tersebut dan ketentuan-ketentuannya,
karena masing-masing golongan memiliki beberapa ketentuan yang tidak dapat diganggu
gugat. Menurut UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya serta SK Gubernur
Nomor D/IV/6098/d/33/1975 Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan
Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dibagi
menjadi empat golongan:
1. Bangunan Golongan A tidak boleh ditambah, diubah, dibongkar, atau dibangun
baru.
2. Bangunan Golongan B, bangunan dibagian badan utama, struktur utama, atap
dan pola tampak muka tidak boleh diubah alias harus sesuai bentuk aslinya.
3. Bangunan Golongan C, bangunan boleh diubah atau dibangun baru, tetapi
dalam perubahan itu harus disesuaikan dengan pola bangunan sekitarnya.
4. Bangunan Golongan D, boleh diubah sesuai dengan keinginan pemilik, tetapi
harus sesuai dengan perencanaan kota.
5 | P a g e
Bangunan yang penulis pilih kali ini adalah Bangunan no 25 yang terletak di Jl. Kali
Besar Timur 25, kelurahan Pinangsia, kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Bangunan ini
masuk ke dalam Golongan B. Bangunan ini bergaya Art Deco yang penulis sendiri belum
mengetahui siapa arsiteknya. Menurut salah satu staff PDAI, dulunya merupakan kantor
milik Harrison & Crosfield yaitu perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan teh, kopi,
karet, kayu, bahan kimia serta produk pertanian lainnya yang berasal dari Inggris. Kantor
yang terletak di Batavia (Jakarta) ini berdiri pada tahun 1910. Kantor ini dibangun dengan
tujuan untuk mengawasi perkebunan milik mereka sendiri serta mengawasi pembelian the
dari perkebunan lain. Pada tahun 1994, perkebunan milik Harrison & Crosfield yang berada
di Indonesia dilepaskan, sehingga kantor tersebut ini dijual kepada empat pengusaha
Indonesia yang kemudian tidak dapat diketahui informasi mengenai fungsi dari bangunan
tersebut. Setelah beberapa periode, bangunan ini menjadi gudang logistik milik PT Jasa
Raharja. Lalu pada tahun 2012 bangunan ini sempat kosong dan kemudian sekarang telah
kembali menjadi milik pribadi (saat ini digunakan sebagai toko bunga).
Gambar 2.1 Tampak bangunan saat ini
6 | P a g e
Gambar 1.2 Tampak dan Denah Bangunan
Saat ini bangunan sedang berfungsi sebagai toko bunga serta gudang kain-kain perca
yang tidak diketahui apakah mereka menggunakan tempat tersebut dengan ijin dari pemilik
bangunan atau tidak. Menurut hasil survei penulis, kondisi bangunan tersebut kurang baik,
meskipun struktur masih berdiri kokoh, namun ada beberapa bagian bangunan yang sudah
dan/atau akan runtuh, misalnya plafon. Bahkan didalam bangunan tumbuh beberapa
tanaman dibagian pojok. Dan masalah tersebut tidak diberi tindakan lebih lanjut oleh pihak
mana pun, baik itu pemilik maupun penggunanya saat ini, padahal bisa saja hal tersebut
membahayakan penggunanya. Menurut hasil wawancara penulis terhadap salah satu staff
UPK Kota tua, pihak UPK Kota Tua sudah pernah beberapa kali mengirimkan surat kepada
7 | P a g e
pemilik gedung, namun semasa gedung tersebut menjadi milik pribadi, surat-surat tersebut
tidak direspon sehingga pihak UPK Kota Tua tidak dapat melakukan tindakan lebih lanjut.
Bangunan memiliki massa yang tebal dengan ketiga sisi bangunan (sisi samping kiri dan
kanan serta sisi belakang) dikelilingi bangunan lain, sehingga jika bagian atap dan plafon
sudah diperbaiki kemungkinan bagian tengah dan belakang bangunan akan minim cahaya.
Jadi harus dilakukan upaya untuk mendapatkan pencahayaan yang cukup sesuai dengan
fungsi yang nanti akan ditentukan.
Bangunan tersebut akan dikonservasi dengan menggunakan konsep adaptive reuse
yaitu suatu proses memodifikasi atau merubah sesuatu untuk mengganti fungsinya dengan
fungsi yang baru dengan meninggalkan fungsi lamanya, tepatnya perubahan fungsi yang
optimal dengan tetap melindungi ataupun memelihara keaslian bangunan yang ingin
difungsikan baik (misalnya fisik maupun nilai sejarah dari bangunan tersebut). Namun
dalam pelaksanaannya konsep ini terkadang menimbulkan kontroversi, karena konsep ini
dianggap sebagai tindak pembongkaran sebuah tempat atau bangunan yang dapat membuat
hilangnya nilai-nilai sejarah yang ada. Selain itu pemberian fungsi pada sebuah ruang atau
bangunan yang kurang tepat juga sering kali menjadi masalah yang harus dipikirkan
kembali. Arti adaptive reuse menurut UPK Kota Tua adalah menjamin kesinambungan
melalui perubahan yang minimal terhadap aset.
Bentuk pelaksanaan adaptive reuse dapat berbeda-beda tergantung pada letak
bangunannya dan tinjauan khusus yang dilakukan terhadap bangunan tersebut. Pada
kesempatan kali ini penulis mencoba untuk mengubah fungsi bangunan yang lama menjadi
fungsi yang baru yaitu membuat sebuah hawker center.
Hawker center adalah sebuah tempat terbuka yang mengakomodasi banyak penjual
makanan dengan pilihan makanan yang beragam dan harga yang terjangkau. Dapat
dikatakan hawker center adalah pasar yang berisi penjual berbagai macam makanan.
Hawker center biasanya terletak di pusat kota, dekat dengan area tempat tinggal penduduk
Gambar 2.3 Interior bangunan saat ini
8 | P a g e
atau tempat transportasi publik berada seperti stasiun kereta atau terminal bus. Hawker
center banyak ditemukan di Singapura, Malaysia ataupun Hong Kong. Keberadaan hawker
center berkembang di tahun 1950 dengan tujuan pada saat itu adalah mengakomodasi
penjual makanan yang kurang higienis. Maka dibuatlah suatu tempat untuk mengumpulkan
para penjual-penjual tersebut dengan fasilitas yang layak dan bersih sehingga makanan yang
tersaji juga sesuai dengan standar kebersihan yang ditetapkan di tempat tersebut. Biasanya
jenis makanan yang terdapat di hawker center adalah makanan-makanan lokal yang khas di
tempat tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa hawker center telah digantikan dengan
food court, yaitu tempat makan dalam ruangan yang tertutup, dilengkapi dengan air
conditioner, tempatnya lebih baru dan lebih eksklusif dibandingkan dengan hawker center.
Gambar 2.4 Contoh hawker center di Hong Kong
Keberadaan hawker center sendiri masih belum terlalu familiar bagi masyarakat
Indonesia. Kebanyakan yang tersedia adalah food court di dalam sebuah pusat perbelanjaan
seperti foodhall, Eat&eat dan lain sebagainya yang dibuat untuk memudahkan pengunjung
mencari makanan. Begitu pula konsep yang penulis angkat dalam proyek revitalisasi ini,
yaitu sebuah tempat yang dapat mengumpulkan para penjual makanan dan minuman kaki
lima sehingga bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan juga pengunjung kawasan Kota Tua
yang ingin mencari tempat makan.
9 | P a g e
Gambar 2.5 food stall di dalam area food court Eat&Eat
Gambar 2.6 Area makan food court Eat&Eat
10 | P a g e
BAB 3
METODE PENELITIAN
Untuk membuat karya tulis ilmiah ini penulis membutuhkan beberapa data berupa
data kuantitatif yang menyangkut data ukuran bangunan dan sejarahnya serta data kualitatif
yang menyangkut tentang kondisi fisik bangunan sekarang. Metode yang dilakukan untuk
mengumpulkan data kuantitatif maupun kualitatif adalah metode penelitian kasus/lapangan.
Berikut adalah tahapan metode penelitian yang penulis lakukan:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan pertama dengan studi literatur melalui media
internet sebagai instrumennya. Dalam tahap ini penulis mencari data dari berbagai macam
sumber yang berbeda kemudian mengumpulkan terlebih dahulu informasi-informasi yang
penulis dapatkan. Yang kedua adalah studi literatur melalui media buku yang penulis
dapatkan dari perpustakaan maupun dari narasumber atau institusi yang penulis datangi,
seperti pada tanggal 23 Oktober 2014 penulis melakukan wawancara serta studi literatur di
PDAI untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi bangunan pada dulunya. Instrumen
yang digunakan adalah media buku.
Kemudian cara pengumpulan selanjutnya adalah studi banding yang penulis
lakukan dengan observasi sebagai instrumennya. Tim penulis datang dan mengamati secara
langsung ke bangunan no 25 serta mengunjungi dua instansi, yaitu Jakarta Old Town
Revitalization Corporation (JOTRC) dengan pembicara oleh Bapak Yayat Sujatna, project
director JOTRC dan Unit Pengembangan Kawasan (UPK) Kota Tua dengan pembicara oleh
Ibu Sumarni, Bapak Nofiandi, dan Bapak Maksub pada tanggal 1 Oktober 2014 untuk
mengetahui sejarah Kota Tua dan langkah-langkah apa saja yang sudah dan akan dilakukan
untuk merevitalisasi Kota Tua. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 2014 wawancara
dilakukan kepada salah satu staff Unit Pengembangan Kawasan (UPK) Kota Tua untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai bangunan yang telah penulis pilih.
2. Verifikasi
Dalam proses ini penulis mencocokkan seluruh data yang telah diperoleh, baik
dari studi literatur atau studi banding yang penulis lakukan. Kemudian penulis akan
mensortir data yang layak digunakan berdasar keabsahan sumbernya sehingga dapat
dipastikan data-data yang ada merupakan data yang akurat dan dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya.
11 | P a g e
3. Penafsiran
Dari data-data yang telah diverifikasi, penulis menganalisa data yang ada dan
memilah-milah data yang dapat dipakai atau data yang harus dihilangkan karena tidak begitu
berkaitan dengan topik pembahasan. Penulis juga menganalisa data yang harus
dipertahankan dan mulai menafsirkan data-data tersebut agar dapat diolah untuk membantu
proses revitalisasi yang akan penulis lakukan.
4. Penulisan kembali
Pada tahap ini penulis merangkum dan menulis kembali data yang sudah
dipilah-pilah dan kemudian disajikan kembali dalam bentuk karya tulis ilmiah yang
membantu penulis melaksanakan revitalisasi bangunan di kawasan kota tua.
12 | P a g e
BAB 4
HASIL DAN BAHASAN
Untuk mendesain lebih lanjut Bangunan no 25 ini maka perlu dilakukan analisa
mendalam mengenai bangunan itu sendiri dan lingkungan sekitarnya yang mendukung
perubahan fungsi maupun langgam bangunan tersebut.
4.1 Analisa Langgam Bangunan
Karena sejarah bangunan yang kurang lengkap maka penulis memutuskan untuk
membangun kembali bangunan berdasar langgam yang telah ada sekarang, dengan
menyesuaikan beberapa bentuk ornamen dalam bangunan dengan bangunan sekitarnya
maupun bangunan yang menyerupai bangunan yang penulis pilih, yaitu Bangunan no 25.
Dari bentuk jendela yang terdapat dalam Bangunan no 25, jendela-jendela berukuran
besar dan beberapa berbentuk lengkung di atasnya menyerupai gaya art deco pada Stasiun
Jakarta Kota. Begitu juga dengan gaya pintu dan jendela yang berupa grid yang diterapkan
juga pada Stasiun Jakarta Kota.
Gambar 4.1.1 Pintu yang terdapat di Stasiun Jakarta Kota
13 | P a g e
Gambar 4.1.2 Grid yang terdapat pada jendela dan pintu di Stasiun Jakarta Kota
Dari kesamaan gaya pintu dan jendela art deco tersebut penulis akan tetap
mempertahankan bentuk jendela dan pintu yang telah ada pada bangunan dan menyesuaikan
bentuk jendela atau pintu tambahan dengan bentuk yang sudah ada. Bagian-bagian jendela
yang sudah mulai rusak akan diperbaiki sehingga jendela dapat berfungsi sebagai jendela
hidup yang dapat menjadi bukaan untuk sirkulasi angin dalam bangunan.
Gambar 4.1.3 Tampak bangunan saat ini
Karena interior bangunan yang sudah tidak terawat dan mulai hancur maka langgam dari
interior tersebut sulit untuk diketahui lebih lanjut. Yang dapat dilihat adalah lengkungan-
lengkungan pada dinding pembatas dan hal tersebut akan dijadikan acuan dalam membuat
pintu atau ornamen interior bangunan.
Jendela
hidup
14 | P a g e
Gambar 4.1.4 Interior bangunan saat ini
Aksen art deco yang akan diberikan pertama adalah pada dekorasi kolom. Seperti kolom
yang terdapat pada Stasiun Jakarta Kota, penulis akan mencoba mengulang kembali dekorasi
kolom tersebut ke dalam bangunan namun dengan penyesuaian lebih lanjut terhadap interior
bangunan.
Gambar 4.1.5 Ornamen kolom pada Stasiun Jakarta Kota
15 | P a g e
Kemudian pemasangan keramik baru pada bangunan yang memiliki motif khas Art Deco
yaitu chevron. Pemilihan warna yang mendominasi bangunan menyesuaikan dengan warna
fasad yang cenderung monokrom coklat, penulis akan tetap mempertahankan monokrom
tersebut dengan tambahan warna hitam dan putih
Gambar 4.1.6 Keramik dekoratif pada Stasiun Jakarta Kota
4.2 Analisa Tapak
Analisa tapak yang dilakukan meliputi analisa kebisingan, bangunan eksisting, view
ke luar bangunan dan juga analisa matahari untuk menentukan letak ruang dan bukaan-
bukaan yang ingin ditambahkan.
4.2.1 Analisa kebisingan
Bangunan terletak di Jalan Kali Besar Timur yang merupakan jalan satu arah
dari jalan utama dengan kondisi jalan yang tidak terlalu ramai, baik oleh kendaraan bermotor
maupun oleh pejalan kaki. Sehingga tingkat kebisingan tidak terlalu tinggi dan berpengaruh
banyak bagi food court yang akan dibangun. Namun begitu area makan pengunjung akan
tetap dibuat sedikit lebih masuk ke area tengah selain untuk menjauh dari sumber kebisingan
juga untuk sirkulasi di dalam bangunan
16 | P a g e
Gambar 4.2.1.1 Arah sirkulasi pada jalan di depan bangunan
4.2.2 Analisa bangunan eksisting
Bagian selatan Bangunan no 25 berbatasan dengan bangunan tua PT. Jasindo
yang sudah hampir rusak dan bangunan yang hampir rubuh di sampingnya, berbatasan di
bagian utara dengan bangunan PT. Jasa Raharja yang sudah dipugar (dulunya merupakan
bangunan milik pribadi). Berhadapan dengan Bangunan no 25 terdapat Terminal Bis Jakarta
Kota yang kedaannya juga baru dipugar dengan fasad mengikuti langgam Stasiun Jakarta
Kota. Selain itu, di kiri kanan bangunan juga terdapat gang kecil dengan lebar 1.90 m dan
1.70 m yang memisahkan Bangunan no 25 dengan bangunan yang berada di sebelah kiri dan
kanannya.
Gambar 4.2.2.1 Bangunan PT Jasa Raharja terhadap Bangunan no 25
17 | P a g e
Gambar 4.2.2.2 Bangunan hancur dan bangunan PT Jasindo
Bangunan PT. Jasindo yang sudah hancur tidak dapat terlihat lagi langgamnya,
sedangkan bangunan PT. Jasa Raharja yang baru dipugar memiliki fasad dengan jendela
tinggi dan terlihat seperti bangunan dua lantai. Namun pada kenyataannya bangunan tersebut
ternyata hanya satu lantai dan tidak digunakan untuk kegiatan sehari-hari.
Terminal bus kota yang terdapat di depan Bangunan no 25 juga menggunakan langgam
Stasiun Jakarta Kota. Melihat bangunan eksisting yang berada di sekitar tapak, penulis akan
menyesuaikan langgam bangunan sekitar ke dalam Bangunan no 25 yaitu langgam art deco,
sehingga daerah tersebut akan hidup kembali dengan suasana art deco.
4.2.3 Analisa view ke luar bangunan
Selain view Terminal Bis Jakarta Kota, secara umum bangunan berhadapan
dengan Kali Besar yang mengalir sepanjang Jalan Kali Besar tersebut. keadaan Kali Besar
yang kurang indah untuk dilihat mungkin tidak secara langsung menjadi point of view dari
bangunan.
18 | P a g e
Gambar 4.2.3.1 Terminal Bis Jakarta Kota
4.2.4 Analisa matahari
Dengan bantuan software ecotect penulis melakukan simulasi cahaya matahari
yang dapat masuk ke dalam bangunan. Dan dari hasil simulasi dapat terlihat cahaya yang
masuk hanya pada bagian muka bangunan yang terdapat jendela-jendela. Semakin ke
belakang bangunan, karena kiri kanan bangunan tertutup oleh bangunan lain maka hasilnya
bagian dalam bangunan terlihat semakin gelap karena tidak mendapat cahaya matahari
langsung. Maka dari itu penulis akan menambah bukaan-bukaan tambahan di bagian samping
bangunan sehingga cahaya matahari dapat menjangkau seluruh bangunan dan cahaya buatan
dapat diminimalisir penggunaannya.
Gambar 4.2.4.1 Simulasi matahari menggunakan software ecotect
4.3 Analisa Kebutuhan Ruang
Dari fungsi baru yang akan diterapkan ke dalam bangunan, yaitu food center, maka
penulis mencoba untuk membuat daftar kebutuhan ruang yang dibutuhkan. Adapun
kebutuhan ruang yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
19 | P a g e
Table 4.3.1 Tabel Kebutuhan Ruang
Dari tabel kebutuhan ruang tersebut, penulis mencoba untuk memasukkan fungsi-fungsi
ruang yang baru ke dalam bangunan yang ada. Berikut adalah penzoningan yang penulis coba
masukkan ke dalam bangunan.
Dengan jalan kecil sebesar 1.90 m dan 1.70 m yang terletak di samping bangunan,
diharapkan dapat menjadi jalur sirkulasi area servis lapak-lapak penjual makanan sehingga
area publik yang di tengah bangunan tidak terganggu oleh lalu-lalang penjual di area servis.
Ruang yang
dibutuhkan
Kegiatan Pengguna Zoning
Ruang makan Makan Pengunjung Publik
Lapak penjual Mengolah
makanan,
menyajikan
makanan, mencuci
piring
Penjual
makanan
Servis
Toilet Buang air
besar, buang air
kecil
Pengunjung
dan penjual
makanan
Servis
Area cuci tangan
(washbasin)
Mencuci
tangan
Pengunjung Servis
20 | P a g e
Gambar 4.3.1 Zonasi ruang pada bangunan
Keterangan:
: Area Publik
: Area Servis
: Entrance
Gambar 4.3.2 Letak pintu dan jendela tambahan untuk area servis
21 | P a g e
Mengingat tinggi langit-langit di dalam bangunan yang cukup tinggi, yaitu lima meter,
penulis membuat area tambahan di atas dari sebagian bangunan yaitu sebuah lantai
mezzanine yang akan menampung toilet dan kursi-kursi untuk makan. Dengan area
mezzanine tersebut diharapkan food court dapat menampung lebih banyak pengunjung dan
memberikan suasana makan yang berbeda dari atas lantai mezzanine.
Dan berikut adalah hasil rancangan penulis untuk revitalisasi Bangunan no 25 menjadi
sebuah hawker center yang berlanggam Art Deco
Gambar 4.3.3 Tampak muka bangunan bersandingan dengan bangunan di sekitarnya
Gambar 4.3.4 Denah lantai dasar
23 | P a g e
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisa di Bab 4, bangunan ini akan difungsikan kembali menjadi
sebuah food center yang tetap mempertahankan unsur sejarah bangunannya dengan
mempertahankan langgam bangunan yang sudah ada dan memberikan tambahan ornamen di
dalam bangunan mengacu pada Stasiun Jakarta Kota dan Terminal Jakarta Kota yang bergaya
art deco. Penerapan gaya art deco dapat terlihat melalui jendela, pintu, kolom dan ornamen-
ornamen tambahan dalam interior bangunan.
5.2 Saran
Dalam mengumpulkan data mengenai kota tua, baik kawasan maupun bangunan secara
spesifik, akan lebih baik jika mencari dari berbagai sumber, terlebih bangunan-bangunan
yang ada di kawasan Kota Tua juga kebanyakan masih milik pribadi yang kurang jelas
sejarahnya. Selain UPK Kota Tua, bisa juga mencari sumber ke Departemen Pariwisata jika
memungkinkan atau ke penduduk setempat yang telah lama mendiami kawasan tersebut.
24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jakarta.go.id/web/news/2010/01/Bangunan-No.-25
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bangunan_dan_struktur_kolonial_di_Jakarta
http://en.wikipedia.org/wiki/Adaptive_reuse
http://en.wikipedia.org/wiki/Hawker_centre
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/evawani.ellisa/publication/isiguidelines12desember.pdf
http://www.fimela.com/read/2012/06/26/kota-tua-jakarta-dulu-dicintai-sekarang-
ditinggalkan/page/0/1
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/hawker-centre
Saputra, Handri. (2013). Kajian Konsep Sebagai Alternatif Adaptive Reuse Aplikasi Konsep
Konservasi. Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung, Desember 2013.
Bogdanović, Ivana and Mitković, Petar. 2005. REVITALIZATION OF RESIDENTIAL
COMPLEXES IN THE CONTEXT OF HOUSING QUALITY IMPROVEMENT.
Architecture and Civil Engineering, (3), 219-233.