MK BIOINDUSTRI PRODUKSI ETANOL DARI LIMBAH NANAS (Ananas comosus) DENGAN PERLAKUAN LAMA FERMENTASI TERHADAP 2 STRAIN RAGI TEMPE (Saccaromyces Cerevicae) Oleh: KELOMPOK IV Putu Setia Budi (1011205012) Susi Albina Br Purba (1011205035) Siska Elisabet . S (1011205038) Richard Howard Patty (1011205007) JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MK BIOINDUSTRI
PRODUKSI ETANOL DARI LIMBAH NANAS (Ananas comosus)
DENGAN PERLAKUAN LAMA FERMENTASI TERHADAP 2 STRAIN RAGI
TEMPE (Saccaromyces Cerevicae)
Oleh:
KELOMPOK IV
Putu Setia Budi (1011205012)
Susi Albina Br Purba (1011205035)
Siska Elisabet . S (1011205038)
Richard Howard Patty (1011205007)
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan
sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada
peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Untuk memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor
sebagian BBM. Besarnya ketergantungan Indonesia terhadap BBM
impor semakin memberatkan pemerintah karena harga minyak dunia
yang semakin tinggi. Beberapa dari bahan bakar nabati yang
sekarang ini sedang dikembangkan adalah (bio)etanol. Indonesia
mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan
(bio)etanol mengingat bahan bakar nabati ini dapat memanfaatkan
kondisi geografis dan sumber bahan baku minyak nabati dari
berbagai tanaman yang tersedia di Indonesia.
Etanol (C2H5OH) merupakan suatu senyawa kimia berbentuk
cair, jernih tak berwarna, beraroma khas, berfase cair pada
temperatur kamar, dan mudah terbakar. Etanol memiliki
karakteristik yang menyerupai bensin karena tersusun atas molekul
hidrokarbon rantai lurus. Bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang
dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa,
seperti singkong, talas dan tetes tebu. Etanol bentuknya berupa
cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas. Berat
jenis pada 15oC adalah 0,7937 dan titik didihnya 78,32oC pada
tekanan 76 mmHg. Sifatnya yang lain adalah larut dalam air dan
eter, serta mempunyai panas pembakaran 328 kkal.
Buah nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu
jenis buah yang terdapat di Indonesia, mempunyai penyebaran yang
merata. Selain dikonsumsi sebagai buah segar, nanas juga banyak
digunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Dari berbagai
macam pengolahana nanas seperti selai, manisan, sirup, dan lain-
lain maka akan didapatkan kulit yang cukup banyak sebagai hasil
sampingan.
Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas
mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut
Wikana,dkk (1991) kulit nanas mengandung 81,72% air; 20,87% serat
kasar; 17,53% karbohidrat; 4,41% protein; dan 13,65% gula
reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup
tinggi tersebut, maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya etanol
(melalui proses fermentasi).
Proses fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel
dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi
adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi
sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa
akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa
contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen.
Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari
fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai
bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan
salah satunya adalah etanol .
Pembuatan etanol dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara sintetik melalui reaksi kimia dan secara fermentasi
melalui aktivitas mikroorganisme. Proses pembuatan etanol secara
fermentasi telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu dengan
menggunakan bahan yang mengandung karbohidrat sebagai bahan
bakunya. Fermentasi glukosa menjadi etanol dilakukan dengan
mikroorganisme yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bakteri dan
ragi. Namun penggunaan ragi sebagai biokatalis lebih sering
dilakukan, karena ragi lebih mudah dikembangbiakan dan lebih
mudah dikontrol pertumbuhannya. Kesulitan yang sering dijumpai
dalam proses fermentasi etanol yaitu dalam pemisahan produk dari
ragi yang digunakan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang
dihasilkan dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang
digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat
pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi
selama fermentasi (Astuty, 1991). Selain itu hal-hal yang perlu
diperhatikan selama fermentasi adalah pemilihan khamir,
konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu
dari perasan buah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana produksi etanol dari limbah nanas dengan
perlakuan lama fermentasi terhadap 2 strain ragi
tempe ?
1.2.2 Apakah limbah nenas berpotensi dalam memproduksi
(bio)etanol?
1.3 Tujuan
1.3.2 Menjelaskan potensi limbah nenas dalam memproduksi
(bio)etanol.
1.3.3 Menjelaskan pengaruh lama fermentasi dengan 2
strain ragi tempe dengan merk berbeda terhadap proses
produksi (bio)etanol dari limbah kulit nanas.
1.3.4 Menjelaskan konsentrasi fermentasi yang akan
menghasilkan kadar (bio)etanol yang tinggi.
1.4 Manfaat
1.4.2 Untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalah
krisis bahan bakar dan memasyarakatkan penggunaan bahan
bakar alternatif
1.4.3 Memanfaatkan bahan baku limabh nenas untuk
dijadikan bahan bakar alternatif berupa (bio)etanol.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nanas
Nanas (Ananas comosus) bukan tanaman asli Indonesia melainkan
tanaman ini berasal dari Brazilia (Amerika Selatan). Tanaman ini
diperkirakan masuk ke Indonesia tahun 1599, dibawa oleh para
pelaut Spanyol dan Portugis. Sejarah juga menyebutkan bahwa pulau
Jawa merupakan tempat yang penduduknya pertama kali mengembangkan
tanaman nanas.
Sebagai salah satu tanaman hortikultura, nanas sangat cocok
dibudidayakan di daerah tropis yang cukup banyak turun hujan.
Tanaman ini tidak akan tumbuh baik di tempat yang terlalu kering
maupun pada lahan yang airnya tergenang. Di Indonesia, hampir
semua daerah dapat dibudidayakan nanas.
Pada zaman dahulu nanas dikenal sebagai buah istimewa. Buah
ini sering dipakai sebagai persembahan untuk raja-raja. Sekarang
tanaman ini sudah tersebar di mana-mana dan menjadi buah favorit
yang selalu menghiasi hidangan-hidangan dimeja makan. Buah ini
sangat digemari karena enak rasanya, kandungan vitaminnya banyak,
serta nilai kalorinya tinggi sehingga sangat baik untuk
kesehatan.
Dalam sistematika tumbuhan tanaman nanas termasuk keluarga
Bromeliaceae. Dalam keluarga genus termasuk keluarga ananas,
dimana
merupakan satu-satunya golongan yang cukup mempunyai nilai
ekonomis. Nanas dipisahkan dari golongan lain dalam keluarga ini
terutama didasarkan atas tipe sinkarpus (daun buah majemuk yang
menyatu).
Sistematika nanas sesuai dengan taksonominya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monokotiledonae
Ordo : Farinosae
Familia : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus
Gambar 1. Tanaman Nanas (Ananas comosus)
Pada umumnya satu pohon nanas hanya menghasilkan satu buah
pada satu masa panen. Apabila buah telah dipetik maka tanaman
masih akan dapat berbuah lagi tetapi buah tidak akan muncul lagi
pada pokok tanaman semula. Buah pada periode berikutnya akan
muncul pada tanaman baru yang merupakan atau carang tanaman yang
sudah tumbuh dewasa. Melangsungkan pertanaman selanjutnya kita
tinggal merawat tunas akar yan biasanya sudah bertambah besar dan
menjadi tanaman baru ketika buah dipetik. Dengan disertai
perawatan dan pemupukan yang memadai, hasil buah maíz bisa terus
memuaskan sampai 4-5 generasi. Tak heran jika dalam sekali
penanaman, umur panen dapat berlangsung hingga 2 tahun atau
lebih. Namun, sesudah itu tanaman harus dibongkar dan diganti
buah yang dihasilkan kecil-kecil.
II.2 Kulit Buah Nanas
Limbah merupakan sisa pembuangan dari suatu proses kegiatan
manusia dapat berbentuk padat, cair dan gas, dari segi estetika
sangat kotor, tidak enak dipandang dan juga dari segi bau sangat
menggangu. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung
limbah menimbulkan ketidaknyamanan di sekitarnya sebab pembuangan
limbah ke lingkungan umumnya tidak diikuti dengan upaya
penanganan dan pengolahan limbah yang baik, karena selalu
dikaitkan dengan teknologi dan pengolahan yang relatif mahal.
Menurut Nigam, (1999) saat ini banyak industri yang
memanfaatkan limbah untuk pembuatan produk baru yang bermanfaat
bagi makhluk hidup lainnya seperti kulit buah nanas yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol, dimana dengan
memanfaatkan kulit buah nanas dapat mengurangi pencemaran
terhadap lingkungan.
Gambar 2. Kulit Nanas
Pembuatan etanol diperlukan bahan baku dengan kadar gula
yang cukup tinggi. Kulit buah nanas diketahui cukup banyak
mengandung gula, sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan (bio)etanol. Menurut Wijana et al., (1991) dalam
Attayaya (2008) kandungan gizi kulit buah nanas dapat dilihat
pada Tabel 1. dan hasil analisis proksimat kulit buah nanas
berdasarkan berat basah dapat dilihat pada Tabel 2. (Sidharta,
1989 dalam Attayaya, 2008) :
Tabel 1. Kandungan Gizi Kulit Buah Nanas
Kandungan
gizi
Jumlah (%)
Karbohidrat
Protein
Gula reduksi
Kadar air
Serat kasar
17,53
4,41
13,65
81,72
20,87(Sumber: Wijana, et al., 1991 dalam Attayaya, 2008)
Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Kulit Buah Nanas Berdasarkan
Berat Basah
Komposisi Rata-rata (%bb)Air
Protein
Lemak
Abu
Serat basah
Karbohidrat
86,70
0,69
0,02
0,48
1,66
10,54(Sumber: Sidharta, 1989 dalam Attayaya, 2008)
2.3 Limbah Pengolahan Buah Nanas
Limbah merupakan suatu bagian dari industri yang tidak bisa
dilepaskan bagi setiap industri manapun, dimana jika limbah
tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan merusak ekosistem
lainnya. Menurut jenisnya limbah dibagi menjadi dua jenis yaitu
organik dan non organik.
Sekarang ini banyak perusahaan industri yang memanfaatkan
limbah karena diketahui limbah merupakan hasil produksi olahan
yang bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya, selain itu dapat
mengurangi efesiensi pencemaran lingkungan sekitarnya. Salah
satunya limbah industri yang sedang dimanfaatkan sekarang ini
adalah limbah pengolahan buah nanas sebagai bahan baku pembuatan
etanol. Dalam pembuataan etanol diperlukan kandungan gula yang
cukup tinggi, telah ketahui bahwa limbah pengolahan buah nanas
masih cukup banyak mengandung gula sehingga bisa digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuataan (bio)etanol. Menurut Nigam
(1999) komposisi kimia pabrik limbah makanan kaleng nanas adalah:
Tabel 3. komposisi kimia pabrik limbah makanan kaleng nanas
Unsur kimia ( g l1) KonsentrasiTotal gula
Reduksi Gula
Glukosa
Sukrosa
Fruktosa
Raffinosa Galaktosa
Protein
Lemak
Kjeldahl nitrogen
Total padatan
Jumlah mikroba
82.53±0.78
39.46±0.60
22.70±0.85
38.70±1.12
15.81±0.83
2.85±0.33
6.40±0.33
1.20±0.17
2.32±0.15
50–60*
102–104 ml-1*
pH 4.0±0.08 (Sumber: Nigam, 1999)
2.4 Sumber Energi Alternatif
Hingga saat ini, pemenuhan kebutuhan akan sumber energi,
khususnya untuk bahan bakar, hampir seluruhnya berasal dari
minyak bumi, solar, kerosén, LPG, dan parafin merupakan wujud
bahan bakar yang berasal dari sumber yang sama, yaitu bahan bakar
fosil. Secara praktis, penggunaan bahan bakar fosil memang lebih
mudah, tetapi konsumsi secara terus menerus pada akhirnya akan
menghabiskan cadangan minyak yang ada, karena bahan bakar fosil
tidak dapat diperbaharui.
Menjawab masalah kelangkaan bahan bakar fosil, manusia
kemudian mencari kemungkinan lain yaitu sumber energi alternatif.
Menurut Padmawati (2005), sumber energi alternatif terbarukan, di
Indonsia berasal dari biomassa, geotermal, sinar surya,
mikrohidro, angin, dan energi samudra. Masing-masing sumber
energi alternatif tersebut memiliki keunggulan yang khas dan pada
gilirannya, jika teknologinya sudah memungkinkan, sumber energi
alternatif lah akan mengambil alih pasar bahan fosil.
2.5 Energi Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi alternatif terburukan
dengan potensi terbesar di Indonesia. Keseluruhannya meliputi
potensi sebesar 50.000 MW. Melalui pembakaran langsung dan
teknologi konversi lain seperti pirolisis dan gasifikasi,
biomassa dapat dikonversi ke dalam bentuk lain, yaitu energi
kalor dan energi listrik.
Di Indonesia, saat ini kapasitas terinstalasi biomassa untuk
pembangkit daya baru adalah 302,4 MW, yaitu sekitar 0,6%
(Padmawati, 2005). Dalam perkembangannya, teknologi konversi
biomassa menunjukan perkembangan yang pesat di negara-negara
seperti Brazil dan Jepang. Karena di kedua negara tersebut
biomassa telah berhasil dikonversi secara efisien menjadi
(bio)etanol, yang sangat potensial sebagai campuran bahan bakar
bensin. Saat ini produknya umum dikenal sebagai gasohol (gasolin dan
alcohol). Di masa depan (bio)etanol sangat mungkin menjadi
pengganti bensin secara utuh.
2.6 (Bio)etanol
A. Apa Itu (Bio)etanol
(Bio)etanol sebenarnya bukan barang baru lagi. Sejak tahun
1980-an, beberapa peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan
lembaga penelitian telah mengembangkan riset mengenai
(bio)etanol. Hanya saja ketika itu, bahan bakar minyak yang
harganya disubsidi karena jumlah minyak bumi yang masih banyak
sehingga harga minyak bumi pun belum melambung tinggi. Namun,
ketika harga minyak mentah melambung dan Indonesia menjadi net-
importer country BBM, penelitian terkait dengan (bio)etanol kembali
mulai ditekuni.
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang
mengandung komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan
tetes tebu. Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan
sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk
minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi
dan kosmetika.
Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade
sebagai berikut:
1) Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%.
2) Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan
untuk minuman keras atau bahan baku farmasi.
3) Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99,5%.
Ketika harga BBM merangkak semakin tinggi, (bio)etanol
diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pensubstitusi
BBM untuk motor bensin. Sebagai bahan pensubstitusi bensin,
(bio)etanol dapat diaplikasikan daam bentuk bauran dengan minyak
bensin (EXX), misalnya 10% etanol dicampur dengan 90% bensin
(gasohol E10) atau digunakan 100% (E100) sebagai bahan bakar.
Penggunaan E100 membutuhkan modifikasi mesin mobil, seperti
halnya di Brazil. Brazil merupakan salah satu negara yang telah
sukses mengembangkan (bio)etanol sebagai bahan bakar alternatif
pensubstitusi bensin.
B. Alat Pengolahan (Bio)etanol
Pembuataan (bio)etanol membutuhkan beberapa peralatan.
Tangki fermentasi dan destilasi merupakan peralatan utama yang
digunakan. Dalam aplikasi di industri pengolahan (bio)etanol,
peralatan lain yang diperlukan di antaranya penggilangan, tangki
pemasakan, dan tangki pemisahan padatan dan cairan (untuk
pemanfaatan tanaman penghasil pati sebagai bahan baku), tangki
penampungan bubur, tangki pemisahan antara etanol dan sludge,
tangki penampungan gas CO2, dan tangki penyimpanan. Saat ini di
Indonesia baru terdapat satu industri pengolahan (bio)etanol yang
beroperasi dengan memanfaatkan tetes tebu sebagai bahan baku.
C. Karakteristik (Bio)etanol Dibandingkan Dengan Bensin
Bagaimana karakteristik (bio)etanol dibandingkan dengan
bensin? Itulah salah satu pertanyaan yang mungkin muncul di benak
masyarakat awam. Jika sesuatu diasumsikan dapat menggantikan
posisi sesuatu, setidaknya sesuatu yang menggantikan itu
memiliki karakteristik unggul dibandingkan dengan sesuatu yang
digantikan atau setidaknya memiliki karakter yang sama.
Pertanyaan tersebut akan dijawab dalam point pembahasan kali ini.
(Bio)etanol memiliki karakteristik yang lebih baik
dibandingkan dengan bensin berbasis petrochemical:
1) (Bio)etanol mengandung 35% oksigen, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas
rumah kaca.
2) (Bio)etanol memiliki nilai oktan yang lebih tinggi, sehingga
dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti metil
tertiary butil eter dan tetra etil lead.
3) (Bio)etanol memiliki nilai oktan (ON) 96-113, sedangakan
nilai oktan bensin hanya 85-96.
4) (Bio)etanol bersifat ramah lingkungan, karena gas buangannya
rendah terhadap senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai
polutan, seperti karbón monoksida, nitrogen oxida, dan gas-
gas rumah kaca.
5) (Bio)etanol mudah terurai dan aman karena tak mencemari air.
6) (Bio)etanol dapat diperbahurui (renewable energy) dan proses
produksinya relatif lebih sederhana dibandingkan dengan
proses produksi bensin.
Umumnya, penggunaan (bio)etanol masih dalam bentuk campuran
dengan bensin pada konsentrasi 10% (E-10), yaitu 10% (bio)etanol
dan 90% bensin. Campuran (bio)etanol dalam bensin di samping
dapat menambah volume BBM, juga dapat meningkatkan nilai oktan
bensin. Penambahan (bio)etanol 10% dalam bensin mampu
meningkatkan nilai oktan hingga mencapai point ON 92-95. selain
itu, penambahan etanol dalam bensin dapat berfungsi pengganti
MTBE (metiy tertiary butil eter) yang sekarang ini banyak
digunakan sebagai bahan aditif dalam bensin.
2.7 Fermentasi Alkohol
Fermentasi adalah proses pembebasan energi tanpa adanya
oksigen yang bersifat anaerob. Fermentasi dilakukan dalam tangki
fermentasi, pada kepekatan tetes 24oBrix dengan kadar gula total
± 15%. Apabila kadar gula substrat rendah maka dibutuhkan kondisi
anaerob, sehingga sel-sel ragi dapat melakukan fermentasi yang
akan mengubah tetes yang mengandung gula menjadi alkohol. Proses
fermentasi ini menyebabkannya terjadi peningkatan panas. Agar
panas yang timbul dapat diserap maka diperlukan pendingin untuk
menjaga suhu yang tetap pada 30oC selama proses fermentasi yang
berlangsung selama 30-40 jam.
Pada prinsipnya reaksi dalam proses pembuatan alkohol dengan
fermentasi adalah sebagai berikut:
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Jika digunakan disakarida seperti sukrosa, reaksinya adalah
sebagai berikut:
C12H22O11 + H2O Invertase 2 C6H12O6
Pada proses reaksi hidrolisis disakarida konversi gula
menjadi alkohol dengan cara fermentasi dimana disakarida terdiri
dari sukrosa dan maltosa yang dapat difermentasikan dengan cepat
oleh khamir karena mempunyai enzim sukrase atau invertase dan
maltase untuk mengubah maltosa menjadi heksosa. khamir dapat
menfermentasikan glukosa, manosa, dan galaktosa dan tidak memecah
pentosa (Sudjata dan Antara, 1997; Suwaryono dan Ismaeni, 1998;
Rahayu et al., 1988)
2.8 Distilasi
Fermentasi yang berlangsung cepat dengan hasil sangat
diperlukan di dalam pembuataan alkohol hasil distilasi. Adapun
kecepatan fermentasi sangat tergantung pada komposisi bahan
dasar, kecepatan pemindahan nutrisi ke dalam membran sel, kondisi
suhu, pH dan oksigen terlarut, tingkat inokulasi, kondisi
fisiologi inokolum khamir, aktivitas enzim yang penting di dalam
jalur dan toleransi khamir pada kondisi ekstrem yaitu terhadap
kadar gula tinggi pada awal fermentasi dan konsentrasi alkohol
tinggi pada akhir fermentasi (Rahayu dan Rahayu, 1998).
Distilasi merupakan proses pemurnian dengan memisahkan dua
atau lebih komponen berdasarkan perbedaan titik didih. Adapun
jenis-jenis dari distilasi (Anon, 2005) adalah:
1 Distilasi sederhana, prinsipnya memisahkan dua lebih
komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh
berbeda.
2 Distilasi Frakionasi (bertingkat), sama prinsipnya dengan
distilasi sederhana, hanya distilasi bertingkat ini memliki
rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu
memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih