Top Banner
MK BIOINDUSTRI PRODUKSI ETANOL DARI LIMBAH NANAS (Ananas comosus) DENGAN PERLAKUAN LAMA FERMENTASI TERHADAP 2 STRAIN RAGI TEMPE (Saccaromyces Cerevicae) Oleh: KELOMPOK IV Putu Setia Budi (1011205012) Susi Albina Br Purba (1011205035) Siska Elisabet . S (1011205038) Richard Howard Patty (1011205007) JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
31

Revisi terbaru (Autosaved)

Jan 19, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Revisi terbaru (Autosaved)

MK BIOINDUSTRI

PRODUKSI ETANOL DARI LIMBAH NANAS (Ananas comosus)

DENGAN PERLAKUAN LAMA FERMENTASI TERHADAP 2 STRAIN RAGI

TEMPE (Saccaromyces Cerevicae)

Oleh:

KELOMPOK IV

Putu Setia Budi (1011205012)

Susi Albina Br Purba (1011205035)

Siska Elisabet . S (1011205038)

Richard Howard Patty (1011205007)

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Page 2: Revisi terbaru (Autosaved)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan

sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada

peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Untuk memenuhi kebutuhan BBM tersebut, pemerintah mengimpor

sebagian BBM. Besarnya ketergantungan Indonesia terhadap BBM

impor semakin memberatkan pemerintah karena harga minyak dunia

yang semakin tinggi. Beberapa dari bahan bakar nabati yang

sekarang ini sedang dikembangkan adalah (bio)etanol. Indonesia

mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan

(bio)etanol mengingat bahan bakar nabati ini dapat memanfaatkan

kondisi geografis dan sumber bahan baku minyak nabati dari

berbagai tanaman yang tersedia di Indonesia.

Etanol (C2H5OH) merupakan suatu senyawa kimia berbentuk

cair, jernih tak berwarna, beraroma khas, berfase cair pada

temperatur kamar, dan mudah terbakar. Etanol memiliki

karakteristik yang menyerupai bensin karena tersusun atas molekul

hidrokarbon rantai lurus. Bioetanol adalah etanol (C2H5OH) yang

dibuat dari biomassa yang mengandung komponen pati atau selulosa,

seperti singkong, talas dan tetes tebu. Etanol bentuknya berupa

Page 3: Revisi terbaru (Autosaved)

cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas. Berat

jenis pada 15oC adalah 0,7937 dan titik didihnya 78,32oC pada

tekanan 76 mmHg. Sifatnya yang lain adalah larut dalam air dan

eter, serta mempunyai panas pembakaran 328 kkal.

Buah nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

jenis buah yang terdapat di Indonesia, mempunyai penyebaran yang

merata. Selain dikonsumsi sebagai buah segar, nanas juga banyak

digunakan sebagai bahan baku industri pertanian. Dari berbagai

macam pengolahana nanas seperti selai, manisan, sirup, dan lain-

lain maka akan didapatkan kulit yang cukup banyak sebagai hasil

sampingan.

Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas

mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut

Wikana,dkk (1991) kulit nanas mengandung 81,72% air; 20,87% serat

kasar; 17,53% karbohidrat; 4,41% protein; dan 13,65% gula

reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup

tinggi tersebut, maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan

sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya etanol

(melalui proses fermentasi).

Proses fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel

dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi

adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,

terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi

sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa

akseptor elektron eksternal.

Page 4: Revisi terbaru (Autosaved)

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa

contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen.

Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari

fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai

bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan

salah satunya adalah etanol .

Pembuatan etanol dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

secara sintetik melalui reaksi kimia dan secara fermentasi

melalui aktivitas mikroorganisme. Proses pembuatan etanol secara

fermentasi telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu dengan

menggunakan bahan yang mengandung karbohidrat sebagai bahan

bakunya. Fermentasi glukosa menjadi etanol dilakukan dengan

mikroorganisme yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bakteri dan

ragi. Namun penggunaan ragi sebagai biokatalis lebih sering

dilakukan, karena ragi lebih mudah dikembangbiakan dan lebih

mudah dikontrol pertumbuhannya. Kesulitan yang sering dijumpai

dalam proses fermentasi etanol yaitu dalam pemisahan produk dari

ragi yang digunakan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang

dihasilkan dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang

digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat

pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi

selama fermentasi (Astuty, 1991). Selain itu hal-hal yang perlu

diperhatikan selama fermentasi adalah pemilihan khamir,

konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu

dari perasan buah.

Page 5: Revisi terbaru (Autosaved)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana produksi etanol dari limbah nanas dengan

perlakuan lama fermentasi terhadap 2 strain ragi

tempe ?

1.2.2 Apakah limbah nenas berpotensi dalam memproduksi

(bio)etanol?

1.3 Tujuan

1.3.2 Menjelaskan potensi limbah nenas dalam memproduksi

(bio)etanol.

1.3.3 Menjelaskan pengaruh lama fermentasi dengan 2

strain ragi tempe dengan merk berbeda terhadap proses

produksi (bio)etanol dari limbah kulit nanas.

1.3.4 Menjelaskan konsentrasi fermentasi yang akan

menghasilkan kadar (bio)etanol yang tinggi.

1.4 Manfaat

1.4.2 Untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalah

krisis bahan bakar dan memasyarakatkan penggunaan bahan

bakar alternatif

1.4.3 Memanfaatkan bahan baku limabh nenas untuk

dijadikan bahan bakar alternatif berupa (bio)etanol.

Page 6: Revisi terbaru (Autosaved)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanas

Nanas (Ananas comosus) bukan tanaman asli Indonesia melainkan

tanaman ini berasal dari Brazilia (Amerika Selatan). Tanaman ini

diperkirakan masuk ke Indonesia tahun 1599, dibawa oleh para

pelaut Spanyol dan Portugis. Sejarah juga menyebutkan bahwa pulau

Page 7: Revisi terbaru (Autosaved)

Jawa merupakan tempat yang penduduknya pertama kali mengembangkan

tanaman nanas.

Sebagai salah satu tanaman hortikultura, nanas sangat cocok

dibudidayakan di daerah tropis yang cukup banyak turun hujan.

Tanaman ini tidak akan tumbuh baik di tempat yang terlalu kering

maupun pada lahan yang airnya tergenang. Di Indonesia, hampir

semua daerah dapat dibudidayakan nanas.

Pada zaman dahulu nanas dikenal sebagai buah istimewa. Buah

ini sering dipakai sebagai persembahan untuk raja-raja. Sekarang

tanaman ini sudah tersebar di mana-mana dan menjadi buah favorit

yang selalu menghiasi hidangan-hidangan dimeja makan. Buah ini

sangat digemari karena enak rasanya, kandungan vitaminnya banyak,

serta nilai kalorinya tinggi sehingga sangat baik untuk

kesehatan.

Dalam sistematika tumbuhan tanaman nanas termasuk keluarga

Bromeliaceae. Dalam keluarga genus termasuk keluarga ananas,

dimana

merupakan satu-satunya golongan yang cukup mempunyai nilai

ekonomis. Nanas dipisahkan dari golongan lain dalam keluarga ini

terutama didasarkan atas tipe sinkarpus (daun buah majemuk yang

menyatu).

Sistematika nanas sesuai dengan taksonominya dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monokotiledonae

Page 8: Revisi terbaru (Autosaved)

Ordo : Farinosae

Familia : Bromeliaceae

Genus : Ananas

Spesies : Ananas comosus

Gambar 1. Tanaman Nanas (Ananas comosus)

Pada umumnya satu pohon nanas hanya menghasilkan satu buah

pada satu masa panen. Apabila buah telah dipetik maka tanaman

masih akan dapat berbuah lagi tetapi buah tidak akan muncul lagi

pada pokok tanaman semula. Buah pada periode berikutnya akan

muncul pada tanaman baru yang merupakan atau carang tanaman yang

sudah tumbuh dewasa. Melangsungkan pertanaman selanjutnya kita

tinggal merawat tunas akar yan biasanya sudah bertambah besar dan

menjadi tanaman baru ketika buah dipetik. Dengan disertai

perawatan dan pemupukan yang memadai, hasil buah maíz bisa terus

memuaskan sampai 4-5 generasi. Tak heran jika dalam sekali

penanaman, umur panen dapat berlangsung hingga 2 tahun atau

lebih. Namun, sesudah itu tanaman harus dibongkar dan diganti

buah yang dihasilkan kecil-kecil.

II.2 Kulit Buah Nanas

Page 9: Revisi terbaru (Autosaved)

Limbah merupakan sisa pembuangan dari suatu proses kegiatan

manusia dapat berbentuk padat, cair dan gas, dari segi estetika

sangat kotor, tidak enak dipandang dan juga dari segi bau sangat

menggangu. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung

limbah menimbulkan ketidaknyamanan di sekitarnya sebab pembuangan

limbah ke lingkungan umumnya tidak diikuti dengan upaya

penanganan dan pengolahan limbah yang baik, karena selalu

dikaitkan dengan teknologi dan pengolahan yang relatif mahal.

Menurut Nigam, (1999) saat ini banyak industri yang

memanfaatkan limbah untuk pembuatan produk baru yang bermanfaat

bagi makhluk hidup lainnya seperti kulit buah nanas yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol, dimana dengan

memanfaatkan kulit buah nanas dapat mengurangi pencemaran

terhadap lingkungan.

Gambar 2. Kulit Nanas

Pembuatan etanol diperlukan bahan baku dengan kadar gula

yang cukup tinggi. Kulit buah nanas diketahui cukup banyak

mengandung gula, sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan (bio)etanol. Menurut Wijana et al., (1991) dalam

Attayaya (2008) kandungan gizi kulit buah nanas dapat dilihat

pada Tabel 1. dan hasil analisis proksimat kulit buah nanas

Page 10: Revisi terbaru (Autosaved)

berdasarkan berat basah dapat dilihat pada Tabel 2. (Sidharta,

1989 dalam Attayaya, 2008) :

Tabel 1. Kandungan Gizi Kulit Buah Nanas

Kandungan

gizi

Jumlah (%)

Karbohidrat

Protein

Gula reduksi

Kadar air

Serat kasar

17,53

4,41

13,65

81,72

20,87(Sumber: Wijana, et al., 1991 dalam Attayaya, 2008)

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Kulit Buah Nanas Berdasarkan

Berat Basah

Komposisi Rata-rata (%bb)Air

Protein

Lemak

Abu

Serat basah

Karbohidrat

86,70

0,69

0,02

0,48

1,66

10,54(Sumber: Sidharta, 1989 dalam Attayaya, 2008)

2.3 Limbah Pengolahan Buah Nanas

Limbah merupakan suatu bagian dari industri yang tidak bisa

dilepaskan bagi setiap industri manapun, dimana jika limbah

tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan merusak ekosistem

Page 11: Revisi terbaru (Autosaved)

lainnya. Menurut jenisnya limbah dibagi menjadi dua jenis yaitu

organik dan non organik.

Sekarang ini banyak perusahaan industri yang memanfaatkan

limbah karena diketahui limbah merupakan hasil produksi olahan

yang bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya, selain itu dapat

mengurangi efesiensi pencemaran lingkungan sekitarnya. Salah

satunya limbah industri yang sedang dimanfaatkan sekarang ini

adalah limbah pengolahan buah nanas sebagai bahan baku pembuatan

etanol. Dalam pembuataan etanol diperlukan kandungan gula yang

cukup tinggi, telah ketahui bahwa limbah pengolahan buah nanas

masih cukup banyak mengandung gula sehingga bisa digunakan

sebagai bahan baku dalam pembuataan (bio)etanol. Menurut Nigam

(1999) komposisi kimia pabrik limbah makanan kaleng nanas adalah:

Tabel 3. komposisi kimia pabrik limbah makanan kaleng nanas

Unsur kimia ( g l1) KonsentrasiTotal gula

Reduksi Gula

Glukosa

Sukrosa

Fruktosa

Raffinosa Galaktosa

Protein

Lemak

Kjeldahl nitrogen

Total padatan

Jumlah mikroba

82.53±0.78

39.46±0.60

22.70±0.85

38.70±1.12

15.81±0.83

2.85±0.33

6.40±0.33

1.20±0.17

2.32±0.15

50–60*

102–104 ml-1*

Page 12: Revisi terbaru (Autosaved)

pH 4.0±0.08 (Sumber: Nigam, 1999)

2.4 Sumber Energi Alternatif

Hingga saat ini, pemenuhan kebutuhan akan sumber energi,

khususnya untuk bahan bakar, hampir seluruhnya berasal dari

minyak bumi, solar, kerosén, LPG, dan parafin merupakan wujud

bahan bakar yang berasal dari sumber yang sama, yaitu bahan bakar

fosil. Secara praktis, penggunaan bahan bakar fosil memang lebih

mudah, tetapi konsumsi secara terus menerus pada akhirnya akan

menghabiskan cadangan minyak yang ada, karena bahan bakar fosil

tidak dapat diperbaharui.

Menjawab masalah kelangkaan bahan bakar fosil, manusia

kemudian mencari kemungkinan lain yaitu sumber energi alternatif.

Menurut Padmawati (2005), sumber energi alternatif terbarukan, di

Indonsia berasal dari biomassa, geotermal, sinar surya,

mikrohidro, angin, dan energi samudra. Masing-masing sumber

energi alternatif tersebut memiliki keunggulan yang khas dan pada

gilirannya, jika teknologinya sudah memungkinkan, sumber energi

alternatif lah akan mengambil alih pasar bahan fosil.

2.5 Energi Biomassa

Biomassa merupakan sumber energi alternatif terburukan

dengan potensi terbesar di Indonesia. Keseluruhannya meliputi

Page 13: Revisi terbaru (Autosaved)

potensi sebesar 50.000 MW. Melalui pembakaran langsung dan

teknologi konversi lain seperti pirolisis dan gasifikasi,

biomassa dapat dikonversi ke dalam bentuk lain, yaitu energi

kalor dan energi listrik.

Di Indonesia, saat ini kapasitas terinstalasi biomassa untuk

pembangkit daya baru adalah 302,4 MW, yaitu sekitar 0,6%

(Padmawati, 2005). Dalam perkembangannya, teknologi konversi

biomassa menunjukan perkembangan yang pesat di negara-negara

seperti Brazil dan Jepang. Karena di kedua negara tersebut

biomassa telah berhasil dikonversi secara efisien menjadi

(bio)etanol, yang sangat potensial sebagai campuran bahan bakar

bensin. Saat ini produknya umum dikenal sebagai gasohol (gasolin dan

alcohol). Di masa depan (bio)etanol sangat mungkin menjadi

pengganti bensin secara utuh.

2.6 (Bio)etanol

A. Apa Itu (Bio)etanol

(Bio)etanol sebenarnya bukan barang baru lagi. Sejak tahun

1980-an, beberapa peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan

lembaga penelitian telah mengembangkan riset mengenai

(bio)etanol. Hanya saja ketika itu, bahan bakar minyak yang

harganya disubsidi karena jumlah minyak bumi yang masih banyak

sehingga harga minyak bumi pun belum melambung tinggi. Namun,

ketika harga minyak mentah melambung dan Indonesia menjadi net-

importer country BBM, penelitian terkait dengan (bio)etanol kembali

mulai ditekuni.

Page 14: Revisi terbaru (Autosaved)

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang

mengandung komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan

tetes tebu. Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan

sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk

minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi

dan kosmetika.

Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade

sebagai berikut:

1) Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%.

2) Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan

untuk minuman keras atau bahan baku farmasi.

3) Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99,5%.

Ketika harga BBM merangkak semakin tinggi, (bio)etanol

diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pensubstitusi

BBM untuk motor bensin. Sebagai bahan pensubstitusi bensin,

(bio)etanol dapat diaplikasikan daam bentuk bauran dengan minyak

bensin (EXX), misalnya 10% etanol dicampur dengan 90% bensin

(gasohol E10) atau digunakan 100% (E100) sebagai bahan bakar.

Penggunaan E100 membutuhkan modifikasi mesin mobil, seperti

halnya di Brazil. Brazil merupakan salah satu negara yang telah

sukses mengembangkan (bio)etanol sebagai bahan bakar alternatif

pensubstitusi bensin.

B. Alat Pengolahan (Bio)etanol

Pembuataan (bio)etanol membutuhkan beberapa peralatan.

Tangki fermentasi dan destilasi merupakan peralatan utama yang

Page 15: Revisi terbaru (Autosaved)

digunakan. Dalam aplikasi di industri pengolahan (bio)etanol,

peralatan lain yang diperlukan di antaranya penggilangan, tangki

pemasakan, dan tangki pemisahan padatan dan cairan (untuk

pemanfaatan tanaman penghasil pati sebagai bahan baku), tangki

penampungan bubur, tangki pemisahan antara etanol dan sludge,

tangki penampungan gas CO2, dan tangki penyimpanan. Saat ini di

Indonesia baru terdapat satu industri pengolahan (bio)etanol yang

beroperasi dengan memanfaatkan tetes tebu sebagai bahan baku.

C. Karakteristik (Bio)etanol Dibandingkan Dengan Bensin

Bagaimana karakteristik (bio)etanol dibandingkan dengan

bensin? Itulah salah satu pertanyaan yang mungkin muncul di benak

masyarakat awam. Jika sesuatu diasumsikan dapat menggantikan

posisi sesuatu, setidaknya sesuatu yang menggantikan itu

memiliki karakteristik unggul dibandingkan dengan sesuatu yang

digantikan atau setidaknya memiliki karakter yang sama.

Pertanyaan tersebut akan dijawab dalam point pembahasan kali ini.

(Bio)etanol memiliki karakteristik yang lebih baik

dibandingkan dengan bensin berbasis petrochemical:

1) (Bio)etanol mengandung 35% oksigen, sehingga dapat

meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas

rumah kaca.

2) (Bio)etanol memiliki nilai oktan yang lebih tinggi, sehingga

dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti metil

tertiary butil eter dan tetra etil lead.

Page 16: Revisi terbaru (Autosaved)

3) (Bio)etanol memiliki nilai oktan (ON) 96-113, sedangakan

nilai oktan bensin hanya 85-96.

4) (Bio)etanol bersifat ramah lingkungan, karena gas buangannya

rendah terhadap senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai

polutan, seperti karbón monoksida, nitrogen oxida, dan gas-

gas rumah kaca.

5) (Bio)etanol mudah terurai dan aman karena tak mencemari air.

6) (Bio)etanol dapat diperbahurui (renewable energy) dan proses

produksinya relatif lebih sederhana dibandingkan dengan

proses produksi bensin.

Umumnya, penggunaan (bio)etanol masih dalam bentuk campuran

dengan bensin pada konsentrasi 10% (E-10), yaitu 10% (bio)etanol

dan 90% bensin. Campuran (bio)etanol dalam bensin di samping

dapat menambah volume BBM, juga dapat meningkatkan nilai oktan

bensin. Penambahan (bio)etanol 10% dalam bensin mampu

meningkatkan nilai oktan hingga mencapai point ON 92-95. selain

itu, penambahan etanol dalam bensin dapat berfungsi pengganti

MTBE (metiy tertiary butil eter) yang sekarang ini banyak

digunakan sebagai bahan aditif dalam bensin.

2.7 Fermentasi Alkohol

Fermentasi adalah proses pembebasan energi tanpa adanya

oksigen yang bersifat anaerob. Fermentasi dilakukan dalam tangki

fermentasi, pada kepekatan tetes 24oBrix dengan kadar gula total

± 15%. Apabila kadar gula substrat rendah maka dibutuhkan kondisi

anaerob, sehingga sel-sel ragi dapat melakukan fermentasi yang

Page 17: Revisi terbaru (Autosaved)

akan mengubah tetes yang mengandung gula menjadi alkohol. Proses

fermentasi ini menyebabkannya terjadi peningkatan panas. Agar

panas yang timbul dapat diserap maka diperlukan pendingin untuk

menjaga suhu yang tetap pada 30oC selama proses fermentasi yang

berlangsung selama 30-40 jam.

Pada prinsipnya reaksi dalam proses pembuatan alkohol dengan

fermentasi adalah sebagai berikut:

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Jika digunakan disakarida seperti sukrosa, reaksinya adalah

sebagai berikut:

C12H22O11 + H2O Invertase 2 C6H12O6

Pada proses reaksi hidrolisis disakarida konversi gula

menjadi alkohol dengan cara fermentasi dimana disakarida terdiri

dari sukrosa dan maltosa yang dapat difermentasikan dengan cepat

oleh khamir karena mempunyai enzim sukrase atau invertase dan

maltase untuk mengubah maltosa menjadi heksosa. khamir dapat

menfermentasikan glukosa, manosa, dan galaktosa dan tidak memecah

pentosa (Sudjata dan Antara, 1997; Suwaryono dan Ismaeni, 1998;

Rahayu et al., 1988)

2.8 Distilasi

Fermentasi yang berlangsung cepat dengan hasil sangat

diperlukan di dalam pembuataan alkohol hasil distilasi. Adapun

kecepatan fermentasi sangat tergantung pada komposisi bahan

dasar, kecepatan pemindahan nutrisi ke dalam membran sel, kondisi

suhu, pH dan oksigen terlarut, tingkat inokulasi, kondisi

Page 18: Revisi terbaru (Autosaved)

fisiologi inokolum khamir, aktivitas enzim yang penting di dalam

jalur dan toleransi khamir pada kondisi ekstrem yaitu terhadap

kadar gula tinggi pada awal fermentasi dan konsentrasi alkohol

tinggi pada akhir fermentasi (Rahayu dan Rahayu, 1998).

Distilasi merupakan proses pemurnian dengan memisahkan dua

atau lebih komponen berdasarkan perbedaan titik didih. Adapun

jenis-jenis dari distilasi (Anon, 2005) adalah:

1 Distilasi sederhana, prinsipnya memisahkan dua lebih

komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didih yang jauh

berbeda.

2 Distilasi Frakionasi (bertingkat), sama prinsipnya dengan

distilasi sederhana, hanya distilasi bertingkat ini memliki

rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu

memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih

yang berdekatan.

3 Distilasi Azeotrop, memisahkan campuran azeotrop (campuran

dua atau lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya

dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah

ikatan azeotrop tersebut, atau dengan menggunakan tekanan

tinggi.

4 Distilasi kering memanaskan material padat untuk mendapatkan

fase uap dan cairannya. Biasanya digunakan untuk mengambil

cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata.

5 Distilasi vakum: memisahkan dua komponen yang titik didihnya

sangat tinggi, metode yang dugunakan adalah dengan

menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm,

Page 19: Revisi terbaru (Autosaved)

sehingga titik didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya

suhu yang digunakan untuk mendistilasinya tidak perlu

terlalu tinggi.

Proses distilasi dikembangkan sejak dahulu kala dan pertama

kalinya digunakan untuk membuat minuman beralkohol seperti anggur

kosmetik, obat-obatan, dan bahan bakar (bio)etanol.(Sudjata, et

al, 1997).

Pada umumnya distilasi digunakan secara batch, yaitu cara

distilasi yang dikerjakan dengan menempatkan cairan fermentasi ke

dalam still (pot still), kemudian didistilasi tanpa dilakukan

penambahan cairan fermenasi yang baru. Distilasi dinyatakan

selesai apabila komponen yang mudah menguap dalam cairan

fermentasi sudah habis atau tinggal sedikit sehingga tidak

menguntungkan lagi untuk didistilasi lebih lanjut.

Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer

(sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni

adalah 780C sedangkan air adalah 1000C (kondisi standar). Dengan

memanaskan larutan pada suhu rentang 780C-1000C akan

mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit

kondensasi akan bisa dihasilkan etanol menguap, dan melalui unit

kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95%

volume (Rahayu dan Rahayu, 1998).

Dan untuk proses pembuatan (bio)etanol dengan menggunakan

bahan baku limbah nanas pada penelitian ini sistem pemurnian yang

digunakan adalah dengan cara ”distilasi”.

Page 20: Revisi terbaru (Autosaved)

2.9 Kegunaan (Bio)etanol

(Bio)etanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku

industri turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk

kendaraan. Grade (bio)etanol harus berbeda sesuai dengan

pengunaanya. (Bio)etanol yang menpunyai grade 90% -96,5%

volume digunakan pada industri, grade 96% - 9,5% digunakan

dalam campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi.

Besarnya grade (bio)etanol yang dimanfaatkan sebagai

campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul

kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi,

sehingga (bio)etanol harus mempunyai grade sebesar 99,5% -

100% (Rini Khairani, 2007).

(Bio)etanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai

beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan,

karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih

tinggi dari premium nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan

94.

Hal ini menyebabkan (bio)etanol dapat menggantikan fungsi

zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai

oktan. Zat aditif yang banyak digunakan seperti metal

tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat

tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. (Bio)etanol

juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas

karbon dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan mesin

mobil berbahan bakar bensin.

Page 21: Revisi terbaru (Autosaved)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum dilakukan di Laboratorium Bioindustri Teknologi

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Waktu pelaksanaan praktikum pada bulan April 2012

III.2 Bahan dan Alat

a. Bahan

Page 22: Revisi terbaru (Autosaved)

Limbah Nanas

Aquades

Aluminium foil

Ragi etanol

(Saccharomyces cerevisiae)

Kapas

Amonium Sulfat

NaOH

HCl

NPK

b. Alat

Gelas ukur

Gelas beker

Setrifuge

Tabung Erlenmeyer

Tabung Reaksi

Pipet

Alat-alat

Distilasi/Penyulingan

Thermometer Suhu

Timbangan Analitik

Oven

Desikator

Cawan Porselin

Alat pH Meter

Portex

Cawan Petri

Laminarflow

Tisue

Refraktometer

III.3 Substrat

Substrat yang digunakan dalam proses pembuatan

(bio)etanol /etanol ini adalah limbah kulit nanas. kulit nanas

mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar; 17,53 % karbohidrat;

4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi. Mengingat kandungan

karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas

memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

(bio)etanol. (Bio)etanol yang digunakan sebagai bahan bakar

mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan,

Page 23: Revisi terbaru (Autosaved)

karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi

dari premium nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94.

(Bio)etanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari

sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.

III.4 Yeast Saccharomyces cerevisiae

Ragi yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Dalam

pembuatan kultur Saccharomyces cerevisiae dilakukan peremajaan

tujuannya untuk menumbuhkan mikroba tersebut. Isolat yeast S.

cerevisiae diremajakan pada media PDA dan diinkubasi selama 2 hari.

Kemudian di inkubasi, yaitu dilakukan dengan agitasi dengan

kecepatan 125 rpm pada suhu 30°C selama 24 jam.

III.5 Pelaksanaan Penelitian

a. Peremajaan Kultur Murni

Peremajaan kultur dilakukan dengan menumbuhkan mikroba

dari kultur murni Saccharomyces cerevisiae ATCC 9763 ke dalam media

agar, kultur murni diambil sebanyak satu ose dan dimasukkan

secara aseptis ke dalam media cair ± 5ml PW (pepton water)

steril per tabung.

Mikroba yang telah divortex kemudian diambil sebanyak 0,1

ml dengan pipet mikro dan diencerkan ke dalam media cair

pepton water steril per tabung, lalu divortex. Setelah itu,

disebar dengan menggunakan batang gelas bengkok ke dalam media

agar cawan PDA (Potatoes Dextrosa Agar) steril, lalu di

inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30oC dalam posisi terbalik.

Page 24: Revisi terbaru (Autosaved)

b. Pembuatan Kultur Kerja Media Cawan Petri

Kultur murni yang telah diremajakan diambil sebanyak satu

ose pada media agar cawan lalu dipindahkan secara aseptis ke

dalam media cawan petri steril kemudian digores secara zig-zag,

setelah itu di inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30oC yang

nantinya digunakan sebagai kultur kerja.

c. Perbanyakan Sel

Kultur kerja yang telah tumbuh kemudian dipindahkan

sebanyak 1-2 ose secara aseptis ke dalam ± 5 ml media cair PD

(Potatoes Dextrosa) Broth steril per tabung lalu divortex,

setelah itu di inkubasi selama 2-3 hari pada suhu 30oC untuk

mendapatkan suspensi sel.

Hasil suspensi sel dari media yang telah di inkubasi

kemudian dicampurkan sebanyak 10 ml ke dalam media hasil

ekstraksi kulit buah nanas 100 ml dan ditambahkan gula pasir

sebanyak 10% (b/v). Pada ekstrak kulit buah nanas total gula

yang digunakan rata-rata yaitu 6,8-7%, dimana pH awal diatur

(4,5) dengan menggunakan NaOH dan HCl, serta menambahkan

sumber nutrisi NPK 0,04 gr dan amonium sulfat 0,15 gr. Setelah

itu, dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 30 menit lalu

didinginkan, kemudian hasil ekstraksi buah kulit buah nanas

tersebut difermentasi secara aerob selama 1 hari dengan

menggunakan alat rotary shaker pada kecepatan 100 rpm, dan suhu

kamar 27-30oC. Fermentasi ini ditutup dengan menggunakan kapas

dan aluminium foil agar tidak terkontaminasi silang.

d. Pengolahan Kulit Buah Nanas

Page 25: Revisi terbaru (Autosaved)

Kulit buah nanas dipotong, dibersihkan, dan dimasukkan

ke dalam alat penghancur (juicer) untuk mendapatkan cairan

ekstraksi dari kulit buah nanas kemudian disaring. Tujuan

penyaringan adalah untuk memisahkan cairan dari ampas nanas

yang masih ada pada cairan kulit buah nanas tersebut. Pada

ekstrak kulit buah nanas dilakukan analisis yaitu analisis

derajat keasaman (pH), dan total gula.

e. Proses Produksi Etanol

Hasil ekstraksi kulit buah nanas sebanyak 200 ml, serta

dicek total gula dengan rata-rata yaitu 6,8-7%, dan pH awal

diatur (4,5) dengan menggunakan NaOH dan HCl, serta

menambahkan sumber nutrisi yaitu NPK 0,04 gr dan Amonium

sulfat 0,15 gr, lalu dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 30

menit, kemudian didinginkan. Setelah kultur kerja yang telah

disiapkan dicampur ke dalam hasil ekstraksi kulit buah nanas

kemudian difermentasi selama 2 hari ke dalam bioreaktor, lalu

digoyang dengan menggunakan alat rotary shaker pada kecepatan 100

rpm, dan suhu kamar 27-30oC. Sesudah itu, fermentasi

dihentikan, lalu dipasteurisasi pada suhu 70 oC selama 30 menit

untuk mematikan sel yang masih aktif pada substrat tersebut.

Hasil fermentasi tersebut didistilisasi untuk mendapatkan

pemurnian etanol sebanyak 75 ml. Pada penghentian proses

fermentasi variabel yang diamati yaitu pH, total gula, dan

kadar etanol. Pada hasil etanol variabel yang diamati yaitu

kadar etanol

Page 26: Revisi terbaru (Autosaved)

Analisis :- pH- Total Gula- Kadar Etanol

Analisis :- Kadar Etanol

Fermentasi Dihentikan

- NPK 0,04 g- Amonium sulfat 0,15 g- NaOH- HCl

Rata-rata total gula awalnya (6,8-7%) dan pH awal diatur 4,5

Dipasteurisasi(Suhu 70oC, 30 Menit,

lalu didinginkan)

Hasil Ekstraksi Kulit Buah Nanas

Didistilasi (Pemurnian) sebanyak

75 ml

Pencampuran

AEkstrak kulit buah nanas

Difermentasi ke dalam bioreaktor sebanyak 200 ml pada Suhu Kamar 27-30oC selama (2 Hari) dengan rotary shaker

pada kecepatan 100 rpm

Alkohol (etanol)

Dipasteurisasi(Suhu 70oC, 30 Menit, lalu didinginkan)

Berikut merupakan diagram alir pembuatan (bio)etanol:

Page 27: Revisi terbaru (Autosaved)

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Etanol

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok

dengan perlakuan 2 strain ragi yang sama dengan merk berbeda

dan perlakuan waktu fermentasi yang berbeda. RAK akan dilakuan

4 kali pengulangan.

3.6 Variabel yang Diamati

a. Kadar Air

Kadar air kulit nanas ditentukan dengan metode AOAC (1990),

sebagai berikut: kulit nanas ditimbang sebanyak 1-2 gr dalam

cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama 3-5 jam.

Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pemanasan

dan penimbangan diulang sampai mencapai berat konstan (selisih

penimbangan berturut-turut 0,2 mg). Kadar air kulit nanas (%bb)

dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar Air (%bb) = a−ba

X100%

dimana: a = berat contoh mula-mula (gr)

b = berat contoh akhir (gr)

Page 28: Revisi terbaru (Autosaved)

b. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan alat pH meter (AOAC, 1990)

sebagai berikut: kulit nanas ditimbang sebanyak 3 gr, dimasukkan

ke dalam gelas beker dan ditambahkan 30 ml aquades. Suhu contoh

diukur terlebih dahulu dengan cara menset temperatur alat. Modus

alat diputar pada posisi 0C dan kunci set temperatur diputar

sehingga menunjukan suhu contoh. Modus alat kemudian diatur pada

posisi pH. Alat distandarisasi dengan larutan buffer pH 7,00 dan

buffer pH 4,00. pH ampas nanas diukur dengan cara mencelupkan

elektroda ke dalam larutan contoh. Nilai pH dibaca pada layar

digital pH meter tipe 3010.

c. Total Gula

Penentuan kadar gula dilakukan sesuai dengan metode Luff

Schrool. Kadar gula yang akan ditentukan meliputi kadar gula yang

akan ditentukan meliputi kadar gula total, kadar gula pereduksi,

dan kadar gula sukrosa.

d. Kadar Etanol

Pada penelitian ini, kadar etanol diamati dengan menggunakan

refraktometer. Identifikasi kadar etanol ditentukan dengan

menggunakan gas kromatografi merk Varian type G.C.3300. Adapun

langkah-langkahnya:

1) mengambil sampel sebanyak 75 + dengan aquades sehingga

volume menjadi : 100 ml.

2) Sampel tersebut kemudian disuntikkan/diinjeksikan ke dalam

gas kromatografi sebanyak 1µl (mikro liter) dengan

Page 29: Revisi terbaru (Autosaved)

menggunakan alat microsiringe. Kondisi gas kromatografi

yaitu: suhu coloum 1500C, suhu injector 1500C, dan suhu

detector 200 0 C, sehingga akan keluar puncak dengan waktu

retensi dan luas area tertentu. Adapun standar yang dipakai

adalah etanol 100%.

3) Kadar etanol secara kualitatif ditentukan oleh waktu retensi

puncak sampel, sedangkan kadar etanol secara kuantitatif

ditentukan dengan cara menghitung luas area puncak sampel

dibandingkan dengan luas area puncak standar dikalikan

kondisi standar.

4) Pengujian dilakukan 3 kali.

Page 30: Revisi terbaru (Autosaved)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Manfaat dan Penggunaan Biotanol. http://bioetanol-

seno.blogspot.com. diakses 17 Maret 2012

Astuty, E. D. 1991. Fermentasi Etanol Kulit Buah Pisang.

Yogyakarta :UGM.

Attayaya. 2008. Nanas – Komposisi by Wikipedia.

http://attayaya.blogspot.com/2008/09/06-nenas-manfaat-

tanaman-nenas.html. diakses 13 April 2012.

Dursun, A.Y. & O. Tepe. 2005. Internal Mass Transfer Effect on

Biodegradation of Phenol by Ca-Alginate Immobilized Rolstonia

Eutropha. J. Hazardous Materials. Article in Press.

Khairani, Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel.

http://www.macklintmip-unpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf.

diakses tanggal 25 Maret 2012.

Nigam, J.N. 1999. Continuous Ethanol Production From Pineapple

Cannery Waste. Biotechnology. 72:197-202.

Padmawati. 2005. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas

Nanas.http://all4webs.com /m/b/padmawati/ . diakses 13 pril

2012.

Page 31: Revisi terbaru (Autosaved)

Rahayu, S.E., R. Kuswanto, & Kapti. 1988. Teknologi Pengolahan

Minuman Beralkohol. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Setiawan, W.M. Jurnal: Produksi Hidrolisat Pati Dan Serat

Pangandari Singkong Melalui Hidrolisis dengan α-Amilase Dan

Asam Klorida. FTP-IPB. Bogor

Sudjata, W & N.S. Antara. 1997. Pengantar Teknologi Fermentasi.

Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.

Bali.

Suwaryono, O & Ismaeni. 1998. Fermentasi Bahan Makanan

Tradisional. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan

Tinggi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.