BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPertumbuhan dan perubahan ekonomi yang semakin
pesat mendorong perusahaan untuk menghadapi persaingan global yang
menyebabkan perusahaan semakin sensitif terhadap adanya kompetisi.
Industri farmasi merupakan salah satu perusahaan dengan kompetisi
tinggi yang perkembangannya sangat dinamis dan kompleks serta
memiliki persaingan yang ketat, baik di pasar dalam negeri maupun
di pasar global (Sampurno, 2009). Salah satu persaingan di industri
farmasi adalah pemasaran suatu produk obat, sektor pemasaran dari
sebuah industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal
penjualan produk (Hariyanto, 2009). Adapun tujuan dari pemasaran
adalah membuat penjualan atau pemanfaatan produk yang
sebesar-besarnya (Supriyanto, 2010). Produk adalah segala sesuatu
yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian,
pembelian, penggunaan dari konsumen (Sampurno, 2009). Ada tiga
jenis produk obat yang dipasarkan oleh perusahaan farmasi, yaitu
obat paten, obat branded generic dan obat generik. Obat paten
adalah obat yang memiliki kandungan zat aktif yang dilindungi oleh
Undang-Undang hak paten. Obat yang telah habis masa patennya akan
diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang yang disebut obat
branded generic. Sedangkan obat generik adalah obat yang diproduksi
dan dipasarkan dengan menggunakan nama kimia atau INN
(International Non-proprietary Name) (Wibowo, 2009). Penggunaan
obat generik di Amerika Serikat sekitar 50% dari seluruh resep yang
ada. Sementara di Indonesia, Negara yang memiliki tingkat
perekonomian lebih rendah, obat generik hanya mempunyai pasar
sekitar 7% (Wibowo, 2009). Penggunaan obat branded generic yang
melebihi penggunaan obat generik di masyarakat dapat dipengaruhi
oleh strategi pemasaran obat tersebut (Sampurno, 2009).Obat generik
dan obat branded generic sebagai suatu produk, dalam sektor
pemasaran dapat dilihat dari tiga lapisan yaitu, core product,
actual product, dan augmented product. Ketiga lapisan produk ini
dapat mempengaruhi kepuasan pasien dalam menggunakan suatu produk.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan dan produk yang
diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkannya (Pohan, 2004). Setiap konsumen memiliki keinginan dan
harapan yang berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Bila kebutuhan
dan harapannya terpenuhi maka konsumen akan menjadi puas
(Supriyanto, 2010). Pengukuran tingkat kepuasan pasien dalam
penggunaan suatu produk obat dapat dilakukan dengan cara
membandingkan kedua jenis produk obat (generik dan branded generic)
yang telah digunakan pasien (Pohan, 2004). Salah satunya adalah
dengan pengukuran kepuasan pasien terhadap penggunaan kaptopril
generik dan kaptopril branded generic. Kaptopril digunakan secara
luas untuk menangani hipertensi terkait dengan efeknya dalam
mengontrol tekanan darah pasien dan kemampuannya dalam mencegah
penyakit komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi. Kaptopril
termasuk obat lini pertama dalam penanganan hipertensi. Penggunaan
kaptopril jangka panjang dikaitkan dengan efek sampingnya yang
rendah dan memiliki tingkat toleransi yang baik serta risiko efek
samping yang rendah. Selain untuk penanganan hipertensi, kaptopril
dapat digunakan untuk penanganan hipertensi dengan penyakit yang
lain, misalnya hipertensi dengan diabetes melitus, hipertensi
dengan gangguan ginjal kronik, atau hipertensi dengan penyakit
jantung. (Gunawan, 2007).Salah satu peran farmasi di rumah sakit
berdasarkan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah
menjamin penggunaan obat yang sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien (DirJen BinFar dan Alkes, 2006). Untuk
mencapai tujuan penggunaan obat tersebut, seorang farmasis dapat
mengganti obat dengan persetujuan dokter dan/atau pasien. Salah
satunya adalah dengan menggunakan produk generik untuk pasien yang
membutuhkan terapi jangka panjang sehingga dapat meringankan beban
pengobatan pasien. Dalam melakukan penggantian jenis obat, tingkat
kepuasan pasien juga merupakan salah satu faktor yang patut
dipertimbangkan. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai pengukuran tingkat kepuasan pasien hipertensi terhadap
penggunaan kaptopril generik dan kaptopril branded generic di Badan
Rumah Sakit Umum Tabanan.1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah tingkat
kepuasan pasien umum penderita hipertensi rawat jalan di Badan
Rumah Sakit Umum Tabanan terhadap penggunaan obat kaptopril generik
dan kaptopril branded generic?1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna obat kaptopril generik
dan kaptopril branded generic pada pasien umum penderita hipertensi
rawat jalan di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:1.
Bagi PenulisPenulis dapat mengevaluasi kepuasan pasien terhadap
penggunaan obat kaptopril generik dan kaptopril branded generic. 2.
Bagi ProdusenHasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi
tentang tingkat kepuasan pasien terhadap obat kaptopril generik dan
kaptopril branded generic sehingga dapat dijadikan bahan untuk
masukan dalam produksi suatu produk obat.3. Bagi Apoteker dan
Tenaga KesehatanHasil dari penelitian ini dapat memberikan
informasi tentang tingkat kepuasan pasien terhadap obat kaptopril
generik dan kaptopril branded generic sehingga dapat menjadi
pertimbangan dalam pemilihan obat yang diberikan kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Produk Produk adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, pembelian,
penggunaan, dan untuk dikonsumsi guna memuaskan keinginan atau
kebutuhan. Pengertian produk dapat berupa produk dalam bentuk fisik
dan dalam bentuk jasa. Pemasar membagi produk dalam tiga lapis
yaitu: core product, actual product, dan augmented produk
(Sampurno, 2009).2.1.1 Core Product Lapisan paling dasar dari
produk adalah core product yang merupakan core benefits yang
diperoleh konsumen ketika mereka membeli suatu produk. Ketika
seorang pasien membeli obat, sebenarnya pasien tersebut tidak hanya
membeli obat tetapi juga membeli harapan untuk kesembuhan. Oleh
karena itu core product harus dapat diwujudkan untuk memenuhi
harapan dan keinginan pembeli. Jika perusahaan tidak dapat
membuktikan benefit dari core product maka perusahaan tersebut
tidak akan pernah memiliki keunggulan daya saing sehingga tidak
dapat merebut loyalitas konsumen (Sampurno, 2009).
2.1.2 Actual Product Actual product merupakan lapisan kedua
setelah core product. Core product memiliki lima karakter yaitu:
kualitas, fitur, styling, brand name, dan kemasan. Actual product
mempunyai peran yang penting karena berkaitan dengan impresi
pembeli terhadap produk tersebut. Pembeli mengenal suatu produk
pada umumnya terlebih dahulu dari actual product yang memberikan
banyak informasi kepada mereka mulai dari nama produsen, brand
produk dan kemasannya (Sampurno, 2009).
2.1.3 Augmented Product Lapisan ketiga adalah augmented product
yang memberikan layanan dan benefit yang lebih spesifik dan berbeda
kepada konsumen. Costumer relationship management merupakan salah
satu dari augment product yang dapat membina komunikasi dan
hubungan dengan konsumennya dengan layanan yang prima (Sampurno,
2009).
2.2 ObatObat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang
dipergunakan oleh semua makhluk hidup untuk bagian dalam dan luar
tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit
(Syamsuni, 2005). Menurut pengertian umum obat dapat didefinisikan
sebagai bahan yang dapat menyebabkan perubahan dalam fungsi
biologis melalui proses kimia (Katzung, 2001). Berdasarkan konteks
pemasaran obat dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu:obat
paten, obat branded generic, dan obat generik (Sampurno, 2009).
2.2.1 Obat Paten Obat paten adalah obat yang memiliki kandungan
zat aktif yang dilindungi oleh Undang-Undang tentang paten. Pemilik
obat paten mempunyai hak eksklusif untuk memproduksi dan memasarkan
obat patennya. Pihak lain baru boleh memproduksi jika mendapat
persetujuan atau izin dari pemilik paten tersebut. Paten dalam hal
ini biasanya berupa bahan aktif, proses teknologi dan klaim
khasiatnya. Masa berlakunya hak paten dapat berbeda antara negara
yang satu dengan negara yang lain, namun pada umumnya berkisar
sekitar 20 tahun. Meskipun demikian, perkembangan dan kemajuan
teknologi dalam realitasnya secara efektif dapat mempercepat masa
berlakunya hak paten tersebut karena hanya dalam waktu beberapa
tahun akan ada penemuan-penemuan baru yang lebih baik (Sampurno, H.
2009).
2.2.2 Obat Branded Generic Obat branded generik adalah obat yang
telah habis masa hak patennya (off patent) yang diproduksi dan
dipasarkan dengan nama dagang. Sebagian besar Negara yang sedang
berkembang memproduksi obat branded generik atau disebut juga obat
me too. Mereka tidak dapat memproduksi obat paten karena biaya
R&D (Research and Development) sangat mahal dan memerlukan
kapabilitas penelitian dengan dukungan teknologi modern yang mahal
(Sampurno, H. 2009).
2.2.3 Obat Generik Obat generik adalah obat dengan nama resmi
yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN
(International Non-proprietary Names) dari WHO untuk zat kimia yang
dikandungnya. Nama generik ialah nama umum atau nama resmi yang
dipakai dan dikenal di seluruh dunia. Tujuan pemberian nama generik
ialah untuk memberikan pengertian yang sama pada semua orang
terhadap suatu zat kimia tertentu sehingga beribu-ribu zat kimia
dapat dibedakan dengan jelas. Dengan demikian, membedakan di antara
obat-obat generik akan lebih mudah daripada membedakan obat-obat
dengan nama dagang yang sangat banyak jumlahnya (Rahardjo, 2008).
Latar belakang kebijakan pemerintah menyediakan obat generik
diantaranya adalah karena tingginya harga obat-obat yang harus
ditebus penderita di apotek, yang sering kali menyebabkan
terjadinya pembelian obat tidak penuh (separuh, sepertiga, atau
seperempat) oleh masyarakat yang tidak mampu. Untuk lebih
meningkatkan dan meratakan pelayanan kesehatan, perlu disediakan
obat-obatan yang bermutu secara merata. Oleh karena itu, pemerintah
bersama organisasi profesi (IDI, PDGI, IAI, dan Gabungan Perusahaan
Farmasi Indonesia) telah menyepakati untuk menyediakan obat-obat
dengan harga murah dengan mutu yang baik. Untuk itu tanggal 27
September 1986, telah disepakati untuk memproduksi obat yang
dicantumkan dalam Daftar Obat Program Bersama (DOPB). Pengadaan
obat generik di Indonesia secara bertahap oleh pemerintah sesuai
dengan tingkat prioritas kebutuhan masyarakat terbanyak. Perbedaan
obat generik dengan obat branded generic di antaranya ialah:1. Obat
generik menggunakan nama sesuai dengan zat berkhasiat yang
dikandungnya walaupun diproduksi oleh pabrik yang berlainan,
kemasannya sederhana, dan tidak dipromosikan. Sebaliknya, obat
branded generic menggunakan nama dagang yang bermacam-macam,
bergantung pada pabrik yang memproduksinya. Satu jenis obat yang
sama dapat diproduksi oleh banyak pabrik sehingga namanya
bermacam-macam, dan untuk menarik perhatian para dokter dan
konsumen, kemasannya dibuat mewah, dan tiap pabrik dengan gencar
melalui berbagai cara mempromosikan obat dengan nama dagang
masing-masing.2. Harga obat generik lebih murah dari obat branded
generic dengan jenis dan kegunaan yang sama karena kemasannya lebih
sederhana dan tidak dipromosikan sehingga tidak memerlukan biaya
kemasan dan biaya promosi yang tinggi (Rahardjo, 2008).
2.3Kepuasan PasienPasien adalah makhluk
bio-psiko-sosio-ekonomi-budaya. Seorang pasien menginginkan
terpenuhinya kebutuhan, keinginan, dan harapan dari aspek biologis
(kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi
(papan, sandang, pangan dan afiliasi sosial), serta aspek budaya.
Pihak-pihak yang mengetahui secara khusus kebutuhan, keinginan,
atau harapan pasien yang akan memiliki keuntungan berhubungan
dengan pasien (Supriyanto, 2010).Konsep kepuasan pasien masih
bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang
sederhana, dan dapat pula menjadi proses yang kompleks dan rumit.
Untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pasien secara lebih baik,
maka perlu dipahami pula sebab-sebab kepuasan. Kepuasan pasien
adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul akibat dari
kinerja layanan kesehatan atau produk yang diperolehnya setelah
pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan
pasien digunakan sebagai variabel yang sangat penting untuk
mengukur pemasaran produk kesehatan dengan perilaku pembelian
berulang-ulang (Wahdi, N. 2006).Pasien baru akan merasa puas
apabila produk yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan
sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul
apabila produk yang diperolehnya tidak sesuai dengan harapannya
(Pohan, 2004). Kepuasan pasien adalah suatu modal untuk mendapatkan
pasien yang lebih banyak dan untuk mendapatkan pasien yang loyal
(setia). Pasien loyal adalah sarana promosi yang murah, memiliki
pasien loyal akan meningkatkan daya jual institusi (Supriyanto,
2010).
2.3.1 HarapanHarapan adalah keinginan akan produk atau jasa
tertentu yang bersifat individual dengan memperhatikan bagaimana
cara memenuhi kebutuhan dan keinginan (Supriyanto, 2010). Harapan
menjadi kunci pokok bagi setiap pelaku bisnis yang terlibat dalam
kepuasan pelanggan. Tanpa mengenal harapan pelanggan
sebaik-baiknya, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk mampu
memberikan kepuasan yang optimal kepada para pelanggannya.
Pelanggan dengan harapan yang tinggi, akan jauh lebih sulit untuk
dipuaskan begitu juga sebaliknya. Harapan merupakan sesuatu yang
diharapkan seseorang sebagai hasil dari pengubahan perilaku atau
imbalan dari apa yang individu tersebut pikirkan (Bensley,
2003).
2.3.2 PersepsiPersepsi atau yang di masyarakat disebut kenyataan
merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali pleh proses
pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra,
kemudian diteruskan ke otak yang diorganisasikan dan
diinterpretasikan sebagai proses psikologis. Dengan persepsi
individu dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di
sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan (Sunaryo, 2004). Melalui persepsi, individu berusaha
untuk merasionalkan lingkungan dan objek, orang, dan peristiwa di
dalamnya. Karena setiap individu memberikan pengertian mereka
sendiri terhadap stimulus, maka individu yang berbeda akan
mempersepsikan hal yang sama dengan cara yang berbeda
(Ivancevich,et all., 2006). Hasil yang akan diperoleh setelah
konsumen membandingkan antara harapan dan persepsi terhadap
penggunaan sebuah produk, antara lain:1. Jika persepsi lebih kecil
daripada harapan, konsumen akan memberikan suatu anggapan yang
negative terhadap pelayanan yang telah diterimanya tersebut. Hal
ini akan menimbulkan ketidakpuasan pada konsumen.2. Jika persepsi
sama dengan harapan, konsumen akan memberikan suatu anggapan yang
netral, sesuai dengan pelayanan yang telah diterimanya tersebut.
Hal ini akan membuat konsumen cukup puas dengan pelayanan
tersebut.3. Jika persepsi lebih besar daripada harapan, konsumen
akan memberikan suatu anggapan positif terhadap pelayanan yang
telah diterimanya tersebut. Hal ini akan membuat konsumen merasa
sangat puas dengan pelayanan tersebut (Tantrisna, 2006).2.4
Hipertensi Hipertensi atau sering disebut dengan tekanan darah
tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik seseorang
140 mm Hg dan atau tekanan darah diastolik 90 mm Hg (JNC-7, 2004).
Ada hipertensi yang tidak diketahui sebabnya (hipertensi esensial)
dan hipertensi sekunder dengan sebab yang jelas, misalnya penyakit
ginjal, penyakit renovaskular, berbagai penyakit endokrin, dan
obat-obatan (Rahardjo, 2008). Klasifikasi hipertensi oleh JNC-7
2004, untuk pasien dewasa (umur 18 tahun) adalah berdasarkan
rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau
lebih kunjungan klinis. Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut
JNC-7 2004 SBP/DBPKategori JNC 7
0,6, maka instrumen yang diuji tersebut dapat dinyatakan telah
reliabel dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai alat pengukur
analisis , dimana nilai Cronbach Alpha dapat dihitung dengan
rumus:
(2)
Keterangan : K = jumlah pertanyaan
= variansi skor total
= total variansi butir (Sugiono, 2010)
3.4.3 Populasi dan Penentuan Pengambilan SampelPopulasi
penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan yang menderita
penyakit hipertensi di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan, Kabupaten
Tabanan tahun 2010-2011. Sampel adalah pengguna obat kaptopril
generik dan kaptopril branded generik yang diambil berdasarkan
teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:1. Pasien rawat jalan penderita hipertensi yang menggunakan
kaptopril di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan, Kabupaten Tabanan.2.
Pernah menggunakan obat kaptopril generik dan kaptopril branded
generic.3. Sedang menunggu obat di Instalasi Farmasi Badan Rumah
Sakit Umum Tabanan, Kabupaten Tabanan pada waktu penelitian
berlangsung yaitu pada jam kerja Instalasi Farmasi, 4. Merupakan
pasien umum.5. Berusia >18 tahun dengan pendidikan minimal
SMA.6. Lolos pertanyaan skrining.7. Bersedia mengisi kuesioner dan
mampu berkomunikasi dengan baik.Jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel (lampiran 3) yang
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
(3)
N = 49 Keterangan:n: jumlah sampel minimalZ: deviat baku alfa P
: proporsi kategori variable yang diteliti Q: 1 P d : presisi
(Dahlan, 2009)Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel minimum
yang dapat digunakan adalah 49 responden (Lameshow, 1997).3.5 Data
penelitianData yang dikumpulkan merupakan data primer melalui
pengamatan secara one shot dengan penyebaran kuesioner yang terdiri
dari kuesioner harapan dan persepsi pasien. Data yang diperoleh
merupakan data kuantitatif/numerik dengan skala interval. Data
dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada pasien yang
memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi sampel penelitian
(Antari,2011). Kuesioner disusun berdasarkan tiga lapisan produk
yaitu core product, actual product, dan augment product. Penentuan
sampel dilakukan dengan metode purposive sampling (Sampurno,
2009).3.6Analisis DataAnalisis data penelitian:1. Data penelitian
disajikan dalam bentuk persentase untuk menggambarkan distribusi
dan frekuensi mengenai karakteristik responden yang terdiri dari
jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan dan alamat. 2.
Data kuesioner yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif untuk
harapan dan persepsi. Masing-masing poin dari pertanyaan dihitung
menggunakan sistem skala likert. Rentang rata-rata dimulai dari
nilai terkecil 1 sampai nilai terbesar yaitu 4 (Mulyono, 1991)
Tabel 3.2 Klasifikasi Harapan Pasien IntervalKlasifikasi
1,0 1,6Sangat Rendah
> 1,6 2,2Rendah
> 2,2 2,8Sedang
> 2,8 3,4Tinggi
> 3,4 4,0Sangat tinggi
3. Skor (gap) = skor persepsi skor harapanAnalisis kepuasan
responden pada masing-masing lapisan produk dengan menentukan skor
gap :
Nilai kepuasan terendah diperoleh jika kualitas produk obat yang
diterima (persepsi) jauh dibawah harapan, dinilai dengan persepsi
minimal (1) dan harapan maksimal (4), sehingga nilainya sebesar 1-4
= 3. Sebaliknya nilai kepuasan tertinggi diperoleh jika kualitas
produk obat yang diterima (persepsi) jauh melebihi harapan, dinilai
dengan persepsi maksimal (4) dan harapan minimal (1), sehingga 4-1
= 3
Tabel 3.3 Klasifikasi Kepuasan Pasien IntervalKlasifikasi
-3,0 s/d -1,8Sangat rendah
> -1,8 s/d -0,6Rendah
> -0,6 s/d 0,6Sedang
> 0,6 s/d 1,8Tinggi
> 1,8 s/d 3,0Sangat tinggi
4. Uji Beda Uji beda dilakukan untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan yang signifikan dari harapan dan persepsi
pasien. Sebelum dilakukan uji beda, dilakukan uji normalitas untuk
menguji apakah data uji mempunyai distribusi normal atau tidak.
Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan membandingkan
antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha yang
digunakan, dimana data tersebut dikatakan berdistribusi normal bila
signifikansi > alpha (0,05). Jika hasil distribusi normal maka
dilakukan uji statistik parametrik dengan uji t berpasangan. Jika
hasil t hitung 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dari kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril
generik dan branded generic. Jika hasil uji tidak terdistribusi
normal dilakukan uji statistik nonparametrik dengan uji wilcoxon.
(Ghozali, 2006). Jika nilai signifikan 0,05 maka dapat disimpulkan
tidak ada perbedaan yang signifikan dari kepuasan pasien terhadap
penggunaan obat kaptopril generik dan branded generic.
3.7Skema Penelitian
Persiapan dan penyusunan Kuesioner
Penyebaran kuesioner untuk uji validitas dan reabilitas
Uji validitas dan reabilitas
Pengambilan data penelitian
Analisis data
Data kepuasan pasien
Gambar 3.1 Skema Penelitian
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian tingkat kepuasan pasien terhadap penggunaan obat
kaptopril generik dan kaptoril branded generic pada penderita
hipertensi di BRSU Tabanan dilakukan untuk melihat tingkat kepuasan
pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan kaptopril
branded generic. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang berisi 17 pernyataan. Kuesioner yang digunakan
disusun berdasarkan tiga lapisan produk yaitu core product, actual
product, dan augmented product. Sebelum digunakan, kuesioner
dikonsultasikan kepada para profesional kesehatan (dokter dan
apoteker). Hal ini bertujuan untuk meminta masukan serta untuk
mengetahui apakah kuesioner tersebut sudah layak disebarkan kepada
responden. Setelah itu, kuesioner dilakukan uji validitas dan
reliabilitasnya untuk mengetahui apakah semua pernyataan sudah
valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian. Pengujian
validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 responden. Hasil yang
diperoleh dari uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa
seluruh pernyataan valid dan reliabel. Sehingga tidak ada
pernyataan yang harus digugurkan dalam kuesioner tersebut.4.1
Gambaran Karakteristik RespondenData yang digunakan untuk
penelitian ini diambil dari 49 responden yang telah memenuhi
kriteria inklusi. Analisis karakteristik responden dalam penelitian
ini dilakukan untuk menjelaskan gambaran responden yang dibedakan
berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan
pekerjaan.
Tabel 4.1 Karakteristik RespondenNomorKarakteristik
RespondenJumlahPersentase (%)
1Usia18-30 tahun31-50 tahun> 50 tahun12 orang31 orang6
orang25%63%12%
2Jenis KelaminPriaWanita24 orang25 orang49%51%
3Pendidikan SMAD1D3S1S210 orang3 orang7 orang24 orang5
orang21%6%14%49%10%
4PekerjaanMahasiswa WiraswastaPegawai SwastaPNSGuruDosen7
orang15 orang9 orang11 orang4 orang3 orang4%31%18%23%8%6%
Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia, menunjukkan
responden berjumlah paling banyak adalah responden yang berusia
31-50 tahun dengan jumlah 31 orang (63%), responden yang berusia
18-30 tahun dengan jumlah 12 orang (25%), kemudian responden yang
berjumlah paling sedikit adalah responden dengan usia lebih dari 50
tahun dengan jumlah 6 orang (12%). Usia merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya hipertensi. Semakin bertambah usia seseorang maka
risiko penyakit hipertensi juga semakin bertambah. Hal ini
disebabkan karena dengan pertambahan usia akan terjadi penurunan
elastisitas dinding pembuluh darah . Dinding arteri akan mengalami
penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi
kaku (Behrman, 2000). Responden dengan jumlah paling banyak adalah
responden yang berusia 31-50 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa hipertensi cenderung dialami oleh responden
yang berusia diatas 30 tahun (Dalimartha, 2008). Responden diatas
usia 50 tahun seharusnya diperoleh dalam jumlah yang lebih banyak.
Namun karena penelitian ini membutuhkan adanya kerja sama dengan
responden, jumlah responden diatas usia 50 tahun diperoleh hanya
sedikit. Hal ini disebabkan karena responden pada usia tersebut
lebih susah untuk diajak bekerja sama, dalam hal ini adalah bekerja
sama untuk mengisi kuesioner.Jumlah responden pria dalam penelitian
ini adalah 24 orang (49%) dan jumlah responden wanita adalah 25
orang (51%). Jika dilihat dari data tersebut, jumlah responden pria
dan wanita tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan baik pria maupun
wanita memiliki risiko terserang hipertensi. Pada umumnya pria
lebih rentan terserang hipertensi dibandingkan wanita. Hal ini
disebabkan karena wanita memiliki proteksi dari adanya hormon
estrogen. Hormon estrogen berfungsi dalam meningkatkan kadar HDL di
dalam tubuh. Kadar kolesterol HDL yang tinggi dapat mencegah
terjadinya aterosklerosis yang merupakan penyebab terjadinya
hipertensi (Tambayong, 2000). Selain itu, pola hidup pria yang
kurang sehat seperti, merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat pula
menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Jumlah responden wanita yang
tidak jauh berbeda dari responden pria pada penelitian ini dapat
disebabkan apabila ditilik dari faktor usia, ada kemungkinan
responden wanita ada yang telah mengalami menopause yang akan
meningkatkan risiko hipertensi.Pekerjaan dan tingkat pendidikan
umumnya akan mempengaruhi persepsi dan harapan seseorang terhadap
suatu produk, sehingga nantinya akan mempengaruhi tingkat kepuasan
dari konsumen. Seseorang dengan pendidikan tinggi dan memiliki
pengetahuan cukup akan semakin kritis dalam menyampaikan
pendapatnya. Responden yang memiliki pengetahuan luas, akan lebih
mudah untuk bekerja sama dalam mengisi kuesioner. Jenis pekerjaan
akan mempengaruhi jumlah pendapatan seseorang. Pendapatan
berpengaruh terhadap daya beli. Daya beli responden akan
berpengaruh pada kepuasannya terhadap suatu produk kesehatan yang
dikehendaki (Trimurthy, 2008). Makin tinggi pendapatan seseorang,
makin tinggi pula daya belinya. Dan makin tinggi pula harapannya
terhadap suatu produk. 4.2. Analisis Tingkat Kepuasan
RespondenAnalisis tingkat kepuasan responden terhadap penggunaan
suatu produk obat dapat dilakukan dengan perhitungan skor gap.
Dalam perhitungan skor gap ini, tingkat kepuasan responden
diperoleh dari skor persepsi dan skor harapan terhadap
masing-masing dimensi yang terdapat pada kuesioner. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa tingkat kepuasan responden ditentukan oleh
besarnya gap antara persepsi dan harapan. Semakin tinggi skor
harapan dan semakin rendah skor persepsi, berarti gap semakin besar
(gap negatif). Jika nilai skor gap negatif artinya produk yang
diterima responden masih dibawah dari harapannya. Sebaliknya,
apabila nilai skor gap yang diperoleh menunjukkan nilai positif,
maka produk yang diterima responden sudah sesuai dengan yang
diharapkannya (Irawan, 2003).
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Skor Gap RespondenKuesioner Branded
genericKuesioner Generik
PernyataanLapisanSkor gapKlasifikasiPernyataanLapisanSkor
gapKlasifikasi
1Core product-0.02*Sedang1Core product0.29Sedang
2-0.06*Sedang20.18Sedang
30.27Sedang30.31Sedang
40.24Sedang40.20Sedang
50.39Sedang50.24Sedang
60.10Sedang60.22Sedang
70.24Sedang70.14Sedang
80.22Sedang80.16Sedang
Rata rata Core0.17SedangRata rata Core0.22Sedang
1Actual product0.39Sedang1Actual product0.22Sedang
20.12Sedang20.20Sedang
30.27Sedang30.29Sedang
40.12Sedang40.06Sedang
50.18Sedang50.10Sedang
60.08Sedang60.16Sedang
Rata rata Actual0.19SedangRata rata Actual0.16Sedang
1Augmented product0.22Sedang1Augmented product0.16Sedang
20.12Sedang20.35Sedang
30.22Sedang30.02Sedang
Rata rata Augmented0.19SedangRata rata Augmented0.07Sedang
Rata rata gap generik0.18SedangRata rata gap branded
generic0.20Sedang
p = 0,650
Dari tabel 4.2 dapat dilihat perbedaan hasil skor gap dari
masing-masing lapisan produk. Pada lapisan core product, nilai skor
gap untuk produk branded generic adalah 0,17 dan untuk produk
generik 0,22. Core product merupakan lapisan yang memenuhi manfaat
yang dibutuhkan konsumen saat menggunakan suatu produk obat (Reid,
2010). Pada lapisan ini, nilai kepuasan responden lebih terhadap
obat generik lebih besar daripada obat branded generic. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa walaupun obat generik memiliki harga
yang lebih murah, namun ternyata produk generik tetap memiliki
kualitas yang baik pada efektifitasnya. Pada lapisan actual product
dan augmented product, nilai skor gap produk branded generic lebih
tinggi daripada produk generik. Lapisan actual product merupakan
lapisan yang mencakup tampilan dari suatu produk yang dapat
dijadikan sebagai alat pemasaran produk tersebut (Reid, 2010).
Sedangkan lapisan augmented product merupakan lapisan yang mencakup
layanan tambahan dari suatu produk (Lao, 2001). Untuk lapisan
actual product, nilai skor gap produk branded generic 0,19 dan
produk generik 0,16. Untuk lapisan augmented product, nilai skor
gap produk branded generic 0,19 dan produk generik 0,07. Nilai
kepuasan responden yang lebih tinggi pada lapisan tersebut, dapat
disebabkan karena produsen obat branded generic mengalokasikan dana
yang besar untuk tampilan produk obatnya. Dana yang besar dapat
digunakan untuk memproduksi produk obatnya agar dapat menarik
perhatian konsumen. Nilai rata-rata total untuk produk branded
generic adalah 0,18 dan produk generik 0,20. Untuk melihat tingkat
kepuasan responden, dilakukan pengklasifikasian dari data yang
diperoleh. Klasifikasi tersebut ditentukan oleh interval nilai.
Dari interval nilai tersebut, kemudian kepuasan pasien dibagi
menjadi lima jenis. Lima jenis klasifikasi kepuasan tersebut adalah
sangat rendah (-3 s/d -1,8), rendah (>-1,8 s/d -0,6), sedang
(>-0,6 s/d 0,6), tinggi (>0,6 s/d 1,8), sangat tinggi
(>1,8 s/d 3,0).Hasil perhitungan skor gap menunjukkan bahwa
tingkat kepuasan pasien pada produk kaptopril branded generic dan
kaptopril generik termasuk dalam klasifikasi sedang. Klasifikasi
kepuasan sedang ini menunjukkan bahwa kepuasan terhadap produk obat
yang dirasakan biasa saja oleh responden atau moderat. Hasil
perhitungan skor gap yang diperoleh tidak berbeda jauh antara
produk branded generic dan produk generik. Dari hasil uji statistik
diperoleh nilai 0,650. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kepuasan pasien terhadap penggunaan produk obat branded generic dan
produk obat generik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ada
beberapa perbedaan antara obat branded generic dan obat generik
tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi kepuasan responden dalam
menggunakan kedua obat tersebut. Kurangnya pengenalan obat generik
di masyarakat dapat menjadi sebab mengapa masyarakat lebih
menganggap obat branded generic lebih efektif dibandingkan obat
generik (Wibowo, 2009). Harga obat generik yang lebih murah membuat
masyarakat tidak percaya bahwa obat generik memiliki kualitas yang
sama dengan opbat branded generic. Anggapan ini sangat merugikan
pihak pasien, karena pasien menjadi tidak efisien dalam membeli
obat. Selain itu, peresepan dari dokter yang sering memberi obat
branded generic membuat pasien terbiasa dengen obat branded generic
(Spillane, 2010). Nilai skor gap tertinggi pada keseluruhan
pernyataan, dapat digunakan untuk menunjukkan keunggulan dari suatu
produk, dimana persepsi konsumen jauh melampaui harapannya. Pada
produk branded generic, nilai skor gap tertinggi terdapat pada
pernyataan nomor 1 lapisan actual product. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa pasien merasa produk obat tersebut nyaman saat
digunakan. Hal ini harus dipertahankan produsen. Jika pasien nyaman
menggunakan suatu produk obat, maka hal ini akan meningkatkan
kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat tersebut. Sehingga terapi
dapat berjalan dengan baik. Untuk produk generik, nilai skor gap
tertinggi terdapat pada pernyataan nomor 2 augmented product.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa obat generik sudah memiliki
informasi yang lengkap. Untuk produk obat keras, hal tersebut
penting untuk pasien karena informasi yang lengkap dapat memberikan
edukasi kepada pasien tentang obat yang dikonsumsinya. Sehingga
pasien akan mengetahui secara lebih lengkap tentang manfaat serta
efek samping dari produk obat yang dikonsumsinya. Sehingga pasien
akan lebih berhati-hati dalam menggunakan produk obat tersebut.
Nilai skor gap terendah menunjukkan bahwa persepsi yang diperoleh
pasien belum dapat melebihi harapan responden terhadap produk obat
tersebut. Pada produk branded generic, nilai skor gap terendah
terdapat pada pernyataan nomor 1 dan 2 pada lapisan core product.
Pernyataan nomor 1 menyatakan bahwa setiap kontrol ke dokter
tekanan darah pasien tidak stabil. Serta pernyataan nomor 2 core
product yang menyatakan selama menggunakan obat tersebut pasien
mengalami efek samping berupa kemerahan pada kulit. Hal ini
merupakan hal yang penting bagi pasien. Dalam penggunaan obat,
pasien menginginkan efektifitas yang baik serta efek samping obat
yang minimal. Nilai skor gap yang negatif pada kedua pernyataan
tersebut menunjukkan persepsi yang masih jauh dari harapan pasien.
Pada produk generik, nilai skor gap terendah terdapat pada
pernyataan nomor 3 augmented product. Pernyataan tersebut
menyatakan bahwa pasien merasa obat generik kurang memberikan
informasi jaringan layanan konsumen. Informasi jaringan layanan
konsumen penting untuk menangani layanan informasi dan pengaduan
konsumen. Adanya informasi yang berasal dari pengaduan konsumen
dapat digunakan bahan untuk meningkatkan pengawasan suatu produk
obat. Untuk meningkatkan penggunaan obat generik, edukasi ke
masyarakat wajib untuk dilakukan. Dalam hal ini, seorang farmasis
memiliki peran yang penting untuk memberikan penjelasan kepada
responden bahwa obat generik juga memiliki efektifitas yang sama
dengan obat branded generic. Dalam produksinya, baik obat generik
maupun branded generic harus melengkapi persyaratan dalam Cara-cara
Pembuatan Obat yang baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh BPOM. Selain
itu, obat generik dan obat branded generic yang diregistrasikan ke
BPOM harus menunjukkan kesetaraan biologi dengan obat pembanding
inovator. Inovator yang dimaksud adalah obat yang pertama kali
dikembangkan. Dengan demikian, masyarakat terutama klinisi mendapat
jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan, dan mutu
yang dibutuhkan (Wibowo, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, tidak
ada perbedaan kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril
generik dan branded generic.Sehingga dengan persetujuan dokter dan
responden, seorang farmasis dapat mengganti obat branded generic
dengan obat generik yang lebih murah dan dapat mempermudah biaya
pengobatan responden (Spillane, 2010). 4.3 Analisis Harapan
RespondenMemahami keinginan pasien, adalah hal penting yang
mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien dikatakan puas apabila produk
yang digunakan oleh pasien dapat melebihi harapan responden
tersebut. Sebaliknya ketikpuasan terjadi jika terjadi kesenjangan
antara harapan dengan kenyataan yang diterima oleh pasien. Sehingga
kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh harapan pasien tersebut
terhadap suatu produk obat yang digunakannya. Dengan mengetahui
harapan pasien, maka produsen suatu produk obat akan dapat memenuhi
kepuasan pasien dengan baik.
Tabel 4.3 Skor Harapan Responden Kuesioner Branded
genericKuesioner Generik
PernyataanLapisanSkor harapanKlasifikasiPernyataanLapisanSkor
harapanKlasifikasi
1Core product3.33*Tinggi1Core product3.41Tinggi
23.33*Tinggi23.18Tinggi
33.08Tinggi33.14Tinggi
43.12Tinggi43.18Tinggi
53.10Tinggi53.18Tinggi
63.31Tinggi63.18Tinggi
73.10Tinggi73.45*Tinggi
83.12Tinggi83.10Tinggi
Rata Rata Core3.19Tinggi3.23Tinggi
1Actual product3.04Tinggi1Actual product3.12Tinggi
23.20Tinggi23.08Tinggi
33.18Tinggi33.22Tinggi
43.16Tinggi43.45*Tinggi
53.24Tinggi53.12Tinggi
63.20Tinggi63.02Tinggi
Rata rata Actual3.17Tinggi3.17Tinggi
1Augmented product3.24Tinggi1Augmented product3.43*Tinggi
23.22Tinggi23.43*Tinggi
33.20Tinggi33.24Tinggi
Rata rata Augmented3.22Tinggi3.37Tinggi
Rata rata gap generik3.19TinggiRata rata gap branded
generic3.23Tinggi
p = 0,251
Dari keseluruhan pernyataan, ada beberapa pernyataan yang
memiliki skor harapan tinggi oleh responden. Skor harapan tertinggi
ini dapat digunakan sebagai masukan untuk produsen agar dapat
bersaing dengan produsen obat lainnya. Untuk produk obat branded
generic, skor harapan tertinggi terdapat pada pernyataan nomor 1
core product yang mengharapkan stabilnya tekanan darah setiap
kontrol ke dokter. Pernyataan ini penting bagi pasien karena mereka
memiliki harapan kesembuhan setelah mengkonsumsi obat tersebut.
Serta pernyataan nomor 2 core product yang mengharapkan tidak
adanya efek samping berupa kemerahan pada kulit. Seorang pasien
tentu menginginkan tidak adanya efek samping dari penggunaan suatu
obat. Selain itu kemerahan pada kulit dapat mengganggu aktivitas
pasien setiap harinya. Insiden terjadinya kemerahan pada kulit
setelah menggunakan kaptopril cukup besar yaitu 4-7%. Untuk produk
obat generik skor harapan tertinggi terdapat pada lapisan core,
actual, dan augmented product. Pada lapisan core product skor
tertinggi terdapat pada pernyataan nomor 7 yang menyatakan bahwa
pasien ingin setelah mengkonsumsi obat tersebut tidak lagi
mengalami susah tidur. Gangguan berupa susah tidur merupakan hal
yang sangat mengganggu bagi pasien. Karena hal tersebut dapat
menyebabkan pasien lelah saat beraktivitas keesokan harinya. Selain
itu, ,menurut literatur kurangnya tidur merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan risiko hipertensi (Angkat, 2009). Pada
actual product, skor tertinggi terdapat pada pernyataan nomor 4
yang menyatakan bahwa pasien ingin obat yang diterima selalu dalam
keadaan baik. Serta pada augmented product skor tertinggi terdapat
pada pernyataan nomor 1 dan 2 yang menyatakan bahwa pasien
mengharapkan harga yang terjangkau serta adanya informasi yang
lengkap pada produk obat tersebut. Obat generik merupakan obat yang
mendapatkan subsidi dari pemerintah, sehingga masyarakat
menginginkan harga yang terjangkau dari obat tersebut. Sehingga
dapat membantu biaya pengobatannya. Namun, walaupun pasien membeli
obat generik tersebut dengan harga yang lebih murah daripada obat
branded generic, pasien tetap menginginkan kualitas yang baik dari
obat tersebut. Pasien tetap mengharapkan bahwa obat yang mereka
terima selalu dalam keadaan yang baik serta memiliki informasi yang
lengkap. Pasien tidak ingin jika harga yang murah membuat mereka
mendapatkan kualitas produk yang buruk. Berdasarkan hasil skor
total, diperoleh hasil rata-rata skor total harapan untuk obat
kaptopril branded generic adalah 3,19 dan obat kaptopril generik
3,23. Jika diklasifikasikan hasil rata-rata skor kedua obat
tersebut termasuk dalam klasifikasi tinggi. Hal ini menunjukkan
dalam penggunaan obat generik maupun obat branded generic responden
sama-sama memiliki harapan yang tinggi. Berdasarkan uji statistik
antara harapan terhadap obat branded generic dan obat generik
diperoleh hasil 0,251. Hasil ini menunjukkan tidak ada perbedaan
harapan pasien yang signifikan terhadap penggunaan obat kaptopril
branded generic dan kaptopril generik. Menurut pasien, apapun yang
membedakan antara kedua obat tersebut, pasien tetap menginginkan
tercapainya terapi. Pasien tidak ingin adanya perbedaan antara
kedua obat tersebut, membuat mereka mendapatkan hasil yang berbeda.
Berdasarkan uji statistik terhadap persepsi pasien terhadap kedua
obat tersebut diperoleh hasil 0,936. Hasil ini menunjukkan bahwa
hasil yang diterima pasien dari kedua obat tersebut tidak ada
perbedaan yang signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa produk obat
generik dan branded generic mempunyai kualitas yang tidak berbeda
bagi pasien. Dengan mengetahui harapan pasien terhadap produk obat,
produsen obat dapat meningkatkan kualitas produksinya. Sehingga
dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk obatnya.
Hal ini akan sangat menguntungkan produsen obat dari segi pemasaran
obatnya. Produsen obat dapat bersaing dengan produsen obat lainnya
serta dapat meningkatkan daya jual dan kemampuannya berlaba
(Supriyanto, 2010).
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan1. Secara umum pasien tingkat kepuasan pasien
terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan kaptopril branded
generic termasuk dalam kategori sedang pada keseluruhan lapisan
produk..5.2 Saran1. Dapat dilakukan penelitian yang sama di daerah
lain di Bali selain Kota Tabanan.2. Dapat dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk melihat perbandingan antara persepsi dan harapan
pasien terhadap penggunaan obat generik atau obat branded generic
yang lain selain obat kaptopril.
DAFTAR PUSTAKA
Alving, B.M. 2004. The Seven Report of The join National
Committee Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure, (cited, 2011 Des, 1). Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. p.
12
Angkat, D. 2009. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan
darah Pada Remaja Usia 15-17 Tahun di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa
(Skripsi). Fakultas Kedokteran-Universitas Sumatra Utara,
Medan.
Antari, U. 2010. Perbedaan Harapan dan Persepsi Pasien Rawat
Jalan Terhadap Pelayanan kefarmasian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta (Tesis). Program Pasca Sarjana Fakultas
Farmasi-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Balitbangkes Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar, (cited,
2012 Jan, 10). Available from: http://
www.dinkesjatengprov.go.id/download/mi/riskesdas_jateng2007.pdf
Behrman, Kliegman, and Arvin. 2000. In. Samik Wahab (Eds). Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Ed. 15. Jakarta: EGC. hal. 1850
Bensley, J.R dan Jodi, B.R. 2003. Metode Pendidikan Kesehatan
Masyarakat. Diterjemahkan oleh: Apriningsih dan Nova, S. Jakarta:
EGC. hal. 13.
Chandra, B. 2009. Ilmu kedokteran Pencegahan dan Komunitas.
Jakarta: EGC. hal. 163.
Dahlan, S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Ed. 5.
Jakarta: Salemba Medika. hal. 36.
Dalimartha, S., Basuri, P., Nova, S., Mahendra, dan Rahmat, D.
2008. Care Your self, Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus. hal.
22.
DirJen BinFar dan Alkes. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan
Bebas Terbatas, (cited, 2012 Jan, 10). Available from: http://
ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-obt-ob.pdf
DirJen BinFar dan Alkes. 2006. Pharmacheutical care untuk
Penyakit Hipertensi, (cited, 2011 Des, 5). Available from: http://
ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-hipertensi.pdf
Gormer, B. 2008. Farmakologi Hipertensi, (cited, 2011 Des, 1).
Available from:
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhosppham.pdf.
Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan darah Tinggi. Yogyakarta:
Kanisius. hal. 18-19.Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Ed.
5. Jakarta: UI Press. hal. 351-358.
Hariyanto, D. 2009. Memenangkan Persaingan Bisnis Produk Farmasi
Melalui Marketing Public Relations. J. Manajemen Pemasaran 4(1):
38-44.
Hoffman, B.B. 2001. Obat-obat Antagonis Adrenoseptor. Katzung,
B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 1. Jakarta: Salemba Medika.
hal 256.
Irawan, H. 2003. Indonesian Customer Satisfaction. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo. hal. 9-10.
Ivancevich, J.M., Robert K., and Michael, T.M. 2006. Perilaku
dan Manajemen Organisasi. Diterjemahkan oleh: Gina Gania. Jakarta:
Penerbit Erlangga. hal. 116-117.
Lameshow, S. Hormer Jr, D.W., Klar.J., Lwanga, S.K. 1997. Besar
Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Diterjemahkan oleh Dibyo
Pramono. Yogyakarta: Gama University Press. hal. 119.
Lao Jr, F.M. 2001. Marketing Management. Philippine: Rex
Printing Company Inc. p. 56
Mulyono, S. 1991. Statistika untuk Ekonomi. Jakarta: UI Press.
hal. 76.
Pohan, I.S. 2004. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC.
hal. 156-160.
Pratiwi, M., dan Lannie, H. 2010. Optimasi Formula Tablet Lepas
Lambat Kaptopril Menggunakan Metode Desain Faktorial. Majalah
Farmasi Indonesia. 21(4): 285-295.
Reid, R.D., and Bojanic, D.C. 2010. Hospitality Marketing
Management. New Jersey: John Wiley and Sons Inc. p. 283 Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. 2008. In. Rio Rahardjo (Eds). Kumpulan Kuliah
Farmakologi Ed. 2. Jakarta: EGC. hal. 9-10, 448.
Sampurno, H. 2009. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Gama
University Press. hal. 137-141.
Spillane, J. 2010. In. Arita, L (Eds). Ekonomi Farmasi. Jakarta:
Grasindo. hal. 294, 300.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta. hal. 85, 125, 127.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. hal.
42-44.
Supriyanto, S., dan Ernawaty. 2010. Pemasaran Industri Jasa
Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 4-10.
Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi.
Jakarta: EGC. hal. 47-48.
Tambayong, J. 2000. In. Monica Ester (Eds). Patofisiologi untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC. hal. 95
Tantrisna, dan Prawitasari. 2006. Analisa Harapan dan Persepsi
Penumpang Terhadap Kualitas Makanan yang Disediakan oleh Maskapai
Penerbangan Domestik di Indonesia. J. Manajemen Perhotelan. 2(1):
38-39.
Trimurthy. 2008. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu
Pelayanan dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan rawat Jalan
Puskesmas Pendanaran Kota Semarang (Tesis). Program Studi Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat-Universitas Diponogoro, Semarang.
Wahdi, N. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Pasien Sebaagai Upaya Meningkatkan Loyalitas Pasien
(Tesis). Program Studi Magister Manajemen-Universitas Diponogoro,
Semarang.
Wibowo, A. 2009. Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit.
Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa. hal 47-48.
41