BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIndikator kesehatan suatu Negara ditentukan
oleh Angka Kematian Ibu (AKI), terutama karena kehamilan,
persalinan, dan nifas, serta kematian bayi dan balita. Angka
Kematian Ibu di Indonesia hingga kini masih tergolong tinggi (Biro
Stastistik, 2003). Penyebab kematian ibu di Indonesia dibagi
menjadi trias klasik, yaitu perdarahan 40-60%, infeksi 20-30%,
eklampsia 20-30% (Saifudin, 2000). Menurut Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003, AKI di Indonesia yaitu
307/100.000 kelahiran hidup (KH) dan AKB 35/1000 Kelahiran hidup.
Dan diharapkan pada tahun 2010 akan turun menjadi 125/1000
kelahiran hidup untuk AKI dan AKB 16/100.000 kelahiran hidup(Biro
Stastistik, 2003). Angka morbiditas dan mortalitas dapat disebabkan
oleh komplikasi yang menyertai dalam persalinan, salah satunya
adalah Ketuban Pecah Dini. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau bisa juga
disebut Ketuban Pecah Prematur (KPP) terjadi bila ketuban pecah
dalam inpartu, pada primipara pembukaan < 3 cm dan pada
multipara pembukaan < 5 cm (Mochtar, 2012). Beberapa peneliti
melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang
bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8-10 % dari semua
kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang
dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup
bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % , sedangkan
pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm
terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.Ketuban Pecah Dini
merupakan salah satu penyebab infeksi. Pada sebagian besar kasus
ketuban pecah dini berhubungan dengan infeksi intrapartum. Kejadian
ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan, pada umur
kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadian sekitar 4%. Sebagian dari
kejadian ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu
minggu. KPD juga sering disebut sebagai Early Ruptura of Membrane
(PROM) adalah ketuban pecah pada periode laten persalinan (Manuaba,
1998). Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat
komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya
prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom (RDS) Penanganan
ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda
persalinan. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus
segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan atau
harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan sehingga masa
tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Dengan demikian, kondisi ini perlu
mendapatkan perhatian khusus, terutama untuk mengantisipasi dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas dengan menggunakan asuhan
kebidanan yang komprehensif pada kasus ketuban pecah dini, sehingga
seorang bidan nantinya diharapkan mampu memberikan asuhan yang
optimal bagi ibu dan juga bayinya.
1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumUntuk menyelesaikan makalah yang
diberikan oleh dosen akademik serta mampu melaksanakan asuhan
kebidanan pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) secara
fokus dan optimal.1.2.2 Tujuan KhususMenetapkan dan mengembangkan
pola pikir secara ilmiah dan teori kedalam proses asuhan kebidanan
serta mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan
pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD). Sehingga, dapat
dijabarkan bahwa mahasiswa diharapkan mampu :1. Mengetahui konsep
dasar persalinan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)2. Melakukan
pengkajian data pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)3.
Melakukan interpretasi data pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah
Dini (KPD)4. Menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada ibu
bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)5. Mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera pada kasus Ketuban Pecah Dini (KPD)6.
Mahasiswa mampu menyusun rencana tindakan yang akan diberikan pada
kasus Ketuban Pecah Dini (KPD)7. Mahasiswa mampu melaksanakan
asuhan kebidanan sesuai dengan rencana tindakan8. Mahasiswa mampu
mengevaluasi asuhan yang telah diberikan
1.3 Manfaat1.3.1Bagi PenulisDapat menerapkan ilmu yang telah
diperoleh serta mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
kebidanan secara langsung pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah
Dini (KPD), sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis di
dalam melaksanakan tugas sebagai seorang bidan.1.3.2Bagi Institusi
PendidikanSebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan
dalam asuhan kebidanan pada persalinan patologis.1.3.3Bagi Tenaga
Kesehatan Hasil penulisan diharapkan dapat memberikan masukan dan
menambah ilmu bagi tenaga kesehatan dalam melakukan asuhan
kebidanan persalinan patologis, sehingga lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat pada umumnya, dan menjaga mutu
pelayanan tempat praktik pada khususnya.
1.4 Sistematika PenulisanBab IPendahuluanMenguraikan tentang
latar belakang, tujuan penulisan, manfaat, sistematika penulisanBab
IITinjauan PustakaMenguraikan tentang konsep dasar persalinan
patologis, teori yang menguraikan Ketuban pecah dini pada
persalinan, dan Konsep Dasar Asuhan pada ibu bersalin dengan
Ketuban Pecah Dini
Bab IIITinjauan KasusMenguraikan pengkajian data secara
subyektif, obyektif, analisis data dan penatalaksanaan kasus.Bab
IVPembahasanBab VKesimpulanDaftar Pustaka
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. DefinisiKetuban pecah dini atau
Premature of the Rupture Membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam
sebelum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak
terlalu banyak (Manuaba, 2009)Sedangkan menurut Yulaikhah, 2009,
ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum tedapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam, belum ada tanda
persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi
rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi
ini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan segala
akibatnya.Ketuban Pecah Premature ini merupakan rupture spontan
kantung amnion sebelum dimulainya kontraksi uterus yang teratur,
sehingga terjadi dilatasi serviks yang progresif. Ibu yang
mengalami ketuban pecah dini akan beresiko untuk menderita
korioamnionitis jika lamanya waktu antara saat terjadinya rupture
membrane dan mula timbulnya persalinan lebih lama dari 24 jam.
Tanda infeksi yang mungkin terjadi meliputi takikardia janin, demam
pada ibu, cairan amnion yang berbau busuk, dan nyeri tekan pada
uterus (Dr.Lindon Saputra, 2014).
2.1. EtiologiEtiologi atau penyebab KPD menurut Manuaba (2009)
dan Morgan (2009), meliputi:1. Serviks inkompeten menyebabkan
dinding ketuban paling bawah mendapat tekanan yang semakin
tinggi.2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah,
kelainan genetik)3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
seperti infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa
interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase
laten. Makin panjangan fase laten, makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini
makin meningkat.4. Multipara, grande multipara. Pada kehamilan yang
terlalu sering akan mempengaruhi proses embriogenesis sehingga
selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan
menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda-tanda inpartu.5.
Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda dan
sefalopelvik disproporsi. Hidramnion atau kadang-kadang disebut
polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi
2000 cc (Prawirohardjo, 2007). Hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemelli, dan ibu yang mengalami
diabetes mellitus gestasional (DMG). Ibu dengan DMG akan melahirkan
bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan
sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih (Saifuddin, 2002).
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih
besar (Mochtar, 1998).6. Kelainan letak yaitu letak lintang
sungsang.7. Pendular abdomen (perut gantung).8. Usia ibu yang lebih
tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda9.
Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.10. Merokok
selama kehamilan.
2.2. Mekanisme Ketuban Pecah DiniMekanisme KPD menurut Manuaba
(2009), antara lain:1. Terjadi pembukaan prematur serviks.2.
Membran terkait dengan pembukaan terjadi:a. Devaskularisasib.
Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontanc. Jaringan ikat yang
menyangga membran ketuban makin berkurangd. Melemahnya daya tahan
ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim
proteolitik dan enzim kolagenase.
2.3. PatogenesisPenelitian terbaru mengatakan Ketuban Pecah Dini
(KPD) terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari
membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraseluler amnion.
Kolagen amnion interstitial terutama tipe I dan III yang dihasilkan
oleh sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan
membran fetal. Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan
proteinase yang terlibat dalam remodeling tissue dan degradasi dari
kolagen. MMP-2, MMP-3, dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang
tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivitas MMP ini
diregulasi oleh tissur inhibitor of matrix metalloproteinases
(TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan amnion pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan
penurunan dari inhibitor mendukung teori bahwa enzim-enzim ini
mempengaruhi kekuatan dari membran fetal. Selain itu terdapat teori
yang mengatakan meningkatnya marker-marker apoptosis di membran
fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada
kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa
ktuba pecah dini terjadi karena gabungan aktivasi aktivitas
degradasi kolagen dan kematian sel yang membawa pada kelemahan
dinding membran fetal (Parry, 1998)2.4. Tanda dan Gejala Tanda dan
gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina
berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga
nyeri pada perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami
amnionitis (Saifuddin, 2002). Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara
(Ayurai, 2010). Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada
(kadang-kadang) timbul pada ketuban pecah dini seperti ketuban
pecah secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak diintroitus dan
tidak adanya his dalam satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus,
denyut jantung janin yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam
sedikit tidak selalu dialami ibu dengan kasus ketuban pecah dini.
Namun, harus tetap diwaspadai untuk mengurangi terjadinya
komplikasi pada ibu maupun janin (Saifuddin, 2002).2.5. Hasil
pemeriksaan Hasil pemeriksaan ketuban pecah premature menurut dr.
Lindon Saputra, 2014 adalah sebagai berikut :a) Secara khas,
ketuban pecah dini menyebabkan cairan amnion yang mengandung darah
dan partikel verniks caseosa untuk menyembur atau merembes keluar
dari vagina.b) Demam pada ibu, takikardia janin dan cairan dari
vagina yang berbau busuk mengindikasikan proses infeksi.c) Nilai pH
cairan amnion yang alkalis dari forniks posterior akan mengubah
warna kertas lakmus atau nitrazin menjadi biru gelap.d) Sediaan
apus cairan yang diletakkan pada kaca objek dan dibiarkan mongering
akan memperlihatkan pola seperti daun cemara (karena kadnungan
natrium dan protein yang tinggi dalam cairan amnion), hasil yang
positif memastikan bahwa cairan yang diperiksa itu adalah cairan
amnion.2.6. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.1. AnamnesisDari
anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.
Penderita merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir (Chan, 2006)2.
InspeksiPengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan
dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketubn masih
banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.3. Pemeriksaan
inspekuloMerupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko
infeksi. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi, bau, dan pHnya. Yang dinilai kemudian adalah:a.
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran
dari serviks. Dilihat juga dari prolaps tali pusat atau ekstremitas
bayi. Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan.b. Pooling pada
cairan amnion dari forniks posterior mendukung diagnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien batuk untuk
mempermudah melihat pooling.c. Cairan amnion dikonfirmasi dengan
menggunakan nitrazine test. Kertas nitrazin akan berubah menjadi
biru jika pH cairan diatas 6.0-6.5. Sekret vagina ibu hamil
memiliki pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak memberikan perubahan
warna. Tes nitrazin ini bisa memberikan hasil positif palsu bila
tersamarkan dengan cairan seperti dara, semen, atau vaginitis
seperti trichomoniasis.d. Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan
pooling dan tes nitrazin masih samar, dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan
di swab kemudian dikeringkan di atas gelas objek dan dilihat
dibawah mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan amnion.e.
Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonorrhoea, dan
group B Streptococcus.4. Pemeriksaan laba. Pemeriksaan
alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam cairan
amnion tetapi tidak di semen dan urin.b. Pemeriksaan darah lengkap
dan kultur dari urinalisis.c. Tes pakis.d. Tes lakmus (Nitrazine
test)5. Pemeriksaan ultrasonography (USG)Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah
dengan anamnesis dari pasien bisa membantu diganosis tetapi bukan
menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai
Amniotic Fluid Index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia
janin. Ultrasonografi dapat mengidentifikasikan kehamilan ganda,
janin yang tidak normal atau melokalisasi kantong carian amnion
pada amniosentesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin.
Pemeriksaan USG berguna untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini (Chan, 2006)2.7. KomplikasiKetuban pecah dini dapat
menimbulkan komplikasi pada ibu maupun pada janin yang
dikandungnya. Komplikasi tersebut antara lain:1. Terhadap
janinWalaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin
lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada
ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas
perinatal (Mochtar, 1998). Pada janin dapat terjadi infeksi bahkan
sepsis. Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat
invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh
seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih (Sholeh Kasim,
2010)2. Terhadap ibuKarena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi
infeksi intraprtal, apalagi bila terlalu sering periksa dalam.
Selain itu dapat juga dijumpai infeksi puerpuralis (nifas),
peritonitis dan septikemia serta dry labour. Ibu akan merasa lelah
karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka
suhu badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi.
Hal tersebut akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada
ibu (Mochtar, 1998). Menurut Chan, 2006, pasien yang mengalami
ketuban pecah dini akan mengalami peningkatan kejadian infeksi baik
korioamnionitis, endometritis, sepsis.2.8. Penatalaksanaan1.
KonservatifRawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x
500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol
2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan 37 minggu, induksi
dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Bila ada tanda-tanda
infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik 5, induksi persalinan (Prawirohardjo,
2008).Penanganan ketuban pecah dini menurut Rahmawati, 2011 sebagai
berikut :a) Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur
kehamilan dan tanda infeksi intrauterine.b) Pada umumnya, lebih
baik membawa semua pasien KPD ke rumah sakit dan melahirkan bayi
yang berumur > 37 minggu dalam waktu 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterine.c) Tindakan
konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian
antibiotic dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam),
tokolisis, pematangan paru amnioinfusiepitelisasi (vit C dan trace
element, masih kontroversi), fetal dan maternal monitoring.
Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan seksio
caesarea ataupun partus pervaginam. d) Dalam penetapan langkah
pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif
apakah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan,
kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi,
waktu, dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring,
kondisi/status imunologi ibu, dan kondisi financial keluarga.e)
Untuk usia kehamilan < 37 minggu, dilakukan penanganan
konservatif dengan mempertahankan kehamilan hingga usia kehamilan
maturf) Untuk usia kehamilan > 37 minggu atau lebih, lakukan
terminasi dan pemberian profilaksis Streptococcus grup B, untuk
kehamilan 34-36 minggu, lakukan penatalaksaan sama dengan kehamilan
aterm.
2.9. PencegahanDiskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan
dukung usaha untuk mengurangi atau berhenti, motivasi untuk
menambah berat badan yang cukup selama hamil, anjurkan pasangan
agar menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada predisposisi
(Morgan, 2009).
2.10. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Patologis pada Ibu Bersalin
dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)
A. Pengkajian Data1. Data Subyektifa) UsiaUsia ibu < 20 tahun
termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang
matur untuk melahirkan, sehingga rentan mengalami ketuban pecah
dini. Usia ibu hamil >35 tahun berpotensi untuk terjadinya KPD
karena pada usia ini otot panggul mulai mengendor terkait dengan
adanya serviks inkompeten (Mochtar, 2012). Menurut (Seno, 2008),
meningkatnya usia seorang ibu akan menyebabkan kondisi dan fungsi
rahim menurun, dimana jaringan rongga panggul dan ototnya melemah.
b) Pekerjaan Pekerjaan berat pada wanita dapat meningkatkan resiko
terjadinya ketuban pecah premature, misalnya ibu terpaksa menjadi
pedagang keliling atau pekerjaan mobile lainnya (Mochtar, 2012)
c) Keluhan Utama1) Air ketuban keluar banyak atau sedikit warna
putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan
(Mansjoer.2001).2) Air ketuban pecah sebelum proses persalinan
berlangsung pada usia 22 minggu atau 37 minggu (Saifuddin, 2010).3)
Sebelum inpartu ketuban pecah, yaitu bila pembukaan pada primipara
< 3 cm dan pada multipara < 5 cm (Mochtar, 2012)4) Terkadang
disertai nyeri abdomen dan nyeri tekan uterusd) Riwayat Kesehatan
KlienPada riwayat kesehatan pernah menderita pielonefritis,
sistitis, servisitis, vaginitis yang mampu menyebabkan adanya
hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah
(Mochtar, 2012)e) Riwayat Kesehatan KeluargaAdanya riwayat
keturunan kembar (gemeli). Gemelli atau kehamilan kembar
menyebabkan ketegangan pada rahim yang berlebihan, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya KPD (Manuaba.2010)f) Riwayat
ObstetriAdanya riwayat kehamilan ganda, hidramnion, letak sungsang,
letak lintang, perut gantung, CPD atau riwayat KPD pada kehamilan
sebelumnya, mampu meningkatkan kejadian KPD (Manuaba, 2010)g)
Riwayat PsikososialPada ibu bersalin dengan KPD dapat terjadi
kecemasan karena khawatir dan takut yang berlebihan akan keadaan
diri dan janinnya. Hal ini umumnya terjadi pada ibu primipara yang
belum berpengalaman dalam kehamilan.h) Data Fungsional Kesehatana.
AktifitasAktifitas yang berlebihan misal meloncat, trauma karena
jatuh, olahraga yang berlebihan juga dapat menyebabkan resiko KPD
(PDDT, 2008)b. NutrisiRiwayat kesehatan yang anemia, malnutrisi,
serum ion, Cu rendah, Vit.C rendah, mampu menyebabkan KPD (Manuaba,
2010)c. KebiasaanKebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dapat
meningkatkan resiko KPD. Hal ini disebabkan karena nikotin dalam
rokok menyebabkan kelainan bawaan dari selaput ketuban sehingga
rapuh dan mudah robek (Mochtar, 2012)d. Kehidupan seksualFrekuensi
coitus pada trimester 3 (>3x seminggu) dapat menyebabkan
robeknya saluran ketuban. Selain itu, orgasme juga memicu kontraksi
(berbeda dengan kontraksi persalinan) (Mochtar, 2012).
2. Data Obyektifa) Keadaan Umum : baik sampai lemahb) Kesadaran
: composmentisc) Tanda-Tanda VitalKPD yang disertai infeksi dapat
terjadi peningkatan suhu >38oC atau perbedaan 0,5oC dari suhu
rectal dan axilla. Ibu takikardia >100x/menit dan fetal
takikardia >160x/menit. d) Pemeriksaan FisikInspeksi1) Muka:
wajah tidak tampak pucat2) Mata: konjunctiva merah muda, sclera
putih3) Mulut: mungkin muncul penyakit periodontitis, dimana
terjadinya peningkatan MMP/Metriks/Metalo Proteinase, cenderung
terjadi KPD (Prawirohardjo.2008)4) Abdomen: tidak ada bekas operasi
atau bekas SC5) Genetalia: Keluar cairan dari vagina berbau khas
warna putih, keruh, jernih, hijau, kecoklatan6) Anus: ada atau
tidak ada hemoroid7) Ekstremitas: simetris atau tidak simetris. Ada
kelainan (picak)/tidak, berkaitan dengan CPD yang dapat menyebabkan
KPD (Manuaba,2010)
PalpasiAbdomen: ada atau tidak ada hisLeopold I: TFU yang
>normal usia kehamilan, dapat mengindikasikan bayi makrosomia,
polihidramnion, atau kehamilan kembar (gemelli) yang menjadi faktor
resiko KPD (Manuaba, 2010)Leopold III: Pada KPD kemungkinan terjadi
kesempitan panggul sehingga dapat menyebabkan kepala bayi belum
masuk PAP (Manuaba, 2010)Leopold IV: konvergen, sejajar, atau
divergenTBJ: >1500 gram atau 37,6oC
EFW < 1500 gramObservasi 2x24 jama) Observasi suhu rektal
tiap 3 jamb) Pemberian antibiotik/kortikosteroid (sda)c) VT selama
observasi tidak dilakukan, kecuali ada his/inpartud) Bila suhu
rektal meningkat > 37,6oC segera terminasie) Bila 2x24 jam
cairan tidak keluar:USG bagaimana jumlah air ketuban Bila jumlah
air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan di ruangan s.d.
5 hari Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi.f) Bila
2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar, segera terminasig) Bila
konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat: Segera
kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi
Tidak boleh koitus Tidak boleh manipulasi vaginalTerminasi
persalinan yang dimaksud di atas adalah:A. Induksi persalinan
dengan memakai drip oxytocin (5u/500cc D5%) : bila persyaratan
klinis (USG dan NST) memenuhiB. Seksio Caesarea : bila persyaratan
untuk drip oxytocin gagal
c) KPD yang dilakukan Induksii. Bila 12 jam belum ada
tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar dari fase
laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diseleseikan dengan
seksio sesarii. Bila dengan 2 botol (@5 u/500cc D5%) dengan tetesan
maximum, belum inpartu atau belum keluar dari fase laten, induksi
dinyatakan gagal, persalinan diselesaikan dengan seksio
caesarea.
d) KPD yang sudah inpartuEvaluasi setelah 12 jam harus keluar
dari fase laten. Bila belum keluar dari fase laten, dilakukan
akselerasi persalinan dengan drip oxytocin, atau terminasi dengan
seksio sesar, bila ada kontraindikasi untuk drip oxytocin (evaluasi
klinis, USG & NST) (PDDT, 2008)
F. ImplementasiMelaksanakan rencana asuhan yang telah
direncanakan secara menyeluruh dengan efisien dan aman sesuai
perencanaanG. EvaluasiKriteria hasil 1. Ibu dan keluarga dapat
mengulang penjelasan yang disampaikan oleh bidan mengenai
kondisinya saat ini 2. Kondisi emosional ibu positif, sehingga
mempengaruhi kemajuan persalinan3. Mencegah terjadinya prolaps tali
pusat (jika bagian terendah janin belum masuk PAP), karena ketuban
sudah pecah4. Keadaan Umum ibu bertambah baik dan menambah kemajuan
persalinan5. Rasa nyaman pada ibu meningkat dan membantu pemenuhan
O2 bagi janin sehingga dapat mencegah gawat janin6. Melakukan
kolaborasi pasien inpartu dengan Ketuban Pecah Dini sehingga klien
tertangani dengan optimal
BAB IIIAsuhan Kebidanan PatologisPada Ibu Bersalin dengan
Ketuban Pecah Dini (KPD)Di BPM Zoya
MKB: 26 Juni 2014 Pukul : 15.15 WIBPengkajian: 26 Juni 2014Pukul
: 16.30 WIBOleh: Bidan Zoya
3.1 Data Subjektif1. Identitas/ BiodataNama Ibu: Ny. A Nama
Suami: Tn. BUmur: 30 tahun Umur: 30 tahunSuku/Bangsa:
Jawa/IndonesiaSuku/Bangsa: Jawa/IndonesiaAgama: Islam Agama:
IslamPendidikan: SMA Pendidikan: SMAPekerjaan: IRTPekerjaan:
SwastaAlamat: Dukuh Bulak Banteng2. Alasan datang: Ibu ingin
periksa hamil3. Keluhan Utama : keluar cairan dan lendir dari
kemaluan, kenceng kadang-kadang4. Riwayat Menstruasi/Haida) Siklus
: 28 hari (teratur)b) HPHT: 11-09-2013 c) HPL: 18-06-20145. Riwayat
Kehamilan ini : Kehamilan ini kehamilan yang pertama dan UK 9
bulan. Ibu merasakan gerakan anak 4 kali dalam 1 jam.Imunisasi TT
sebanyak 1 kali. TT yang pertama 1 minggu sebelum
menikah.Penyuluhan yang sudah didapat : kebutuhan nutrisi, tanda
bahaya kehamilan, tanda-tanda persalinan. Satu jam yang lalu ibu
merasakan keluar cairan secara tiba-tiba dari kemaluan. Kemudian
ibu langsung berangkat ke BPM Zoya6. Riwayat Kesehatan Ibu : Ibu
tidak pernah menderita penyakit pernah menderita pielonefritis,
sistitis, servisitis, dan vaginitis. Ibu tidak pernah menderita
penyakit sistemik seperti jantung, DM, hepatitis, epilepsy/kejang,
TBC, dan typoid 7. Riwayat Kesehatan Keluarga : keluarga ibu tidak
ada yang menderita penyakit menular atau menurun seperti jantung,
hipertensi, epilepsi, DM, TBC, HIV/ AIDS, dan obesitas, serta ibu
tidak memiliki riwayat gemelli8. Data Fungsional Kesehatan a) Pola
Nutrisi: Ibu makan terakhir siang tadi, setengah porsi; nasi, lauk,
sayur, minum terakhir setengah jam yang lalu, air putih setengah
gelas 120ccb) Pola Eliminasi: BAB terakhir tadi pagi, konsistensi
lunak, warna kuning kecoklatan, BAK terakhir 2 jam yang lalu, warna
jernih kekuningan.c) Pola Istirahat: Ibu bisa tidur terakhir tadi
siang 1 jamd) Pola Aktivitas: Aktivitas terakhir mengepel rumah
kemudian pada saat kencing keluar cairan dari kemaluane) Pola
Aktivitas Seksual Selama Kehamilan: Ibu terakhir melakukan hubungan
seksual 3 atau 4 bulan yang lalu9. Riwayat Psikososial Budayaa)
Perkawinan : sahKawin : 1 kali usia 24 tahunLama : 1 tahunb)
Kehamilan ini dinginkanc) Ibu merasa cemas dengan kondisi diri dan
bayinya d) Ibu tidak pernah mengkonsumsi alkohol, merokok
aktif/pasif, minum jamu, tidak pernah memelihara binatang, dan
tidak pernah memakai narkoba
3.2 Data Objektif1. Pemeriksaan UmumKeadaan umum: baikBB sebelum
hamil : 54 kgKesadaran : composmentisBB selama hamil: 73 kgTD :
100/70 mmHg TB: 146 cmSuhu : 37, 3C (rektal)Lila: 24 cmNadi :
84x/menitRR : 20x/menit2. Pemeriksaan Fisika) Wajah : tidak pucat,
tidak oedem, gigi ada kariesb) Leher: tidak ada bendungan vena
jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
pembesaran kelenjar thyroid.c) Dada: pernapasan reguler, tidak ada
wheezing, tidak ada ronchi, putting susu menonjol, kolostrum belum
keluard) Abdomen : Tidak ada bekas operasi/bekas SCLeopold I: TFU
30 cm, 3 jari di bawah prosesus xypoideus, pada bagian fundus
teraba bagian bulat, lunak, tidak melentingLeopold II : pada perut
sebelah kiri teraba keras, memanjang seperti papan, sedangkan pada
perut sebelah kanan teraba bagian-bagian kecil janin.Leopold III :
bagian terendah janin teraba bulat, keras, tidak bisa
digoyangkan.Leopold IV: divergen, bagian terendah janin sudah masuk
PAPPalpasi WHO: Penurunan 4/5TBJ: (TFU 11) x 155: (30 11) x 155=
2945 gramDJJ: 134x/menitPunctum maksimum : di atas simfisis pubis
sebelah kiriTeratur/tidak: terature) Genetalia: tampak air ketuban
warna jernih jumlah sedikit beserta lendir, tidak ada varices,
oedema, kondiloma, pembengkakan kelenjar bartolini/skene.f) Anus:
tidak ada hemoroidg) EkstremitasAtas : tidak oedemBawah : simetris,
tidak ada kelainan, tidak oedem dan tidak varicesReflek patella :
(+/+)3. Pemeriksaan KhususJam 15.30 WIB VT 3 cm, eff 25%, ket (-),
UUK kadep, moulage 0, Hod I.
3.3 Analisa Data1.Diagnosis aktualGIP0000 A/T/H, let U , jalan
lahir kesan normal, KU ibu baik dan bayi baik inpartu kala I fase
laten dengan KPD2.Masalah AktualIbu cemas dengan keadaan
bayinya
3.4 Penatalaksanaan1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu, ibu
mengerti dan tampak kooperatif2. Memberikan HE pada ibu tentang:a.
Nutrisib. Istirahat c. Persiapan persalinan, Ibu dapat mengulang
kembali penjelasan bidan3. Melakukan konseling dan informed consent
untuk dilakukan rujukan ke SpOG, ibu dan suami bersedia dirujuk dan
telah menandatangani informed consent4. Melakukan rujukan dengan
BAKSOKU, ibu dirujuk ke RS didampingi oleh bidan dan suami
BAB IVPEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan mencoba membahas tentang teori Ketuban
Pecah Dini (KPD) dengan kasus semu di BPM Zoya. Menurut
Prawirohardjo (2008:677) Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya
selaput ketuban sebelum persalinan. Kemudian Mochtar (2012),
menyebutkan bahwa ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban
sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi < 3 cm dan pada
multipara < 5 cm. Dalam pengkajian, penulis mendapatkan kesamaan
data bahwa pasien NyA masuk kamar bersalin BPM Zoya dengan keluhan
utama keluar cairan dari vagina, kemudian dilakukan pemeriksaan
dalam atau VT dengan hasil pembukaan 3 cm. Pada kasus semu
dilakukan pemeriksaan VT, menurut teori Chan (2006) pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko infeksi,
dan seharusnya dilakukan pemeriksaan inspekulo (spekulum).Pada
pengkajian, didapatkan data obyektif berupa keluaran cairan ketuban
beserta lendir dan terdapat sedikit verniks caseosa/lanugo sehingga
tidak perlu dilakukan tes lakmus. Hal ini sesuai dengan teori yang
dipaparkan dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi (2008) yaitu
bila air ketuban keluar banyak dan mengandung mekonium/verniks maka
diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan.Diagnosa yang ditegakkan
pada saat pengkajian adalah GIP0000 A/T/H, let U , jalan lahir
kesan normal, KU ibu baik dan bayi baik inpartu kala I fase laten
dengan KPD. Diagnosis yang telah dibuat sesuai dengan diagnosis
dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi (2008) yaitu berdasarkan
anamnesa, inspeksi, dan pemeriksaan dalam. Penatalaksanaan inpartu
dengan KPD di BPM bukan kewenangan bidan, oleh sebab itu perlu
dilakukan rujukan untuk penanganan lebih lanjut.
BAB VPENUTUP
5.1. KesimpulanPada pasien inpartu dengan Ketuban Pecah Dini
telah dilakukan asuhan kebidanan sesuai dengan teori. Sehingga
komplikasi dapat dicegah sedini mungkin dengan penatalaksanaan yang
komprehensif. Selain itu tugas mandiri, kolaborasi, dan rujukan
pada kasus NyA yang dilakukan oleh bidan adalah tepat, sehingga
dapat memperkecil resiko morbiditas dan mortalitas ibu serta
janinnya.
5.2. SaranBagi bidan deteksi dini dan pencegahan pada KPD
merupakan hal yang penting. Peran bidan dalam konseling dan KIE
pada ibu dan suami mengenai tanda-tanda persalinan dan tanda bahaya
adalah wajib dilakukan. Serta selalu memberikan informed consent
pada setiap tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Ayu, Ida Chandranita Manuaba dkk.2012, Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Varney.2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2.
Jakarta:EGC
25