Top Banner
Sejarah Asia Timur Review Buku RELIGI TOKUGAWA Karya Robert N. Bellah Kelompok 9 1. Ardhiyanto Wisnu G. 2. Gita Pratiwi 3. Zulkifli Pelana Pendidikan Sejarah (A) 2012 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta
25

Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Jan 29, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Sejarah Asia Timur

Review Buku

RELIGI TOKUGAWA

Karya Robert N. Bellah

Kelompok 9

1. Ardhiyanto Wisnu G.

2. Gita Pratiwi

3. Zulkifli Pelana

Pendidikan Sejarah (A) 2012

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

Page 2: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

A. Religi dan Masyarakat Industri di JepangDalam bab pertama buku ini, dibahas mengenai konsepsi

religi dan masyarakat industri di Jepang. Sebelum itu,

terlebih dahulu kita bahas apa itu inti religi. Inti religi

ialah makna terdalam suatu religi bagi pribadi orang-orang

yang bersangkutan. Saat kita bisa melihat kedudukan religi

dalam pikiran, perasaan dan aspirasi individu, kita akan bisa

melihat bagaimana keterlibatan religius mempengaruhi seluruh

kehidupan mereka, dan bagaimana bagian lain kehidupan mereka

mempengaruhi religi mereka. Jepang merupakan negara non-Barat

yang mampu mentransformasikan dirinya menjadi negara industri,

di mana terdapat faktor-faktor masa pra-modern tertentu yang

mempengaruhinya. Lalu, adakah sesuatu yang mirip dengan Etika

Protestan dalam agama Jepang? Untuk menjawabnya, kita akan

lihat pada pembahasan berikutnya.

Lalu, mengenai konsep “masyarakat industri”, menurut

penulis buku ini yaitu suatu masyarakat yang ditandai oleh

peranan sangat penting ekonomi dan nilai-nilai ekonomi dalam

sistem sosialnya dan dalam sistem nilainya. Maksud dari nilai-

nilai ekonomis adalah nilai-nilai yang memberi ciri pada

proses rasionalisasi sarana. Ini terkait dengan efisiensi yang

bersangkutan dengan adaptasi terhadap tuntutan situasi. Oleh

karena itu, persoalan adaptasi ini sangat berkaitan dengan

sistem ekonomi.

Page 3: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Jepang dicirikan oleh pengutamaan nilai-nilai politis yang

mendahului ekonomi (yang dicirikan oleh variabel-variabel:

prestasi dan partikularisme). Ini sejalan dengan pendapat

Talcott Parsons bahwa proses rasionalitas politis yang sangat

mirip dengan proses rasionalitas ekonomi. Juga menurut Robert

N. Bellah, Jepang memang memberikan contoh sangat baik dari

proses rasionalisasi politik dan hanya dengan memahami itulah

perkembangan khusus ekonomi Jepang dapat dipahami.

Kemudian, menurut Paul Tillich, “religi” diartikan sebagai

sikap dan tindakan manusia yang bersangkutan dengan

keprihatinan yang paling mendasar (ultimate concern), di mana

ultimate concern ini bersangkutan dengan nilai paling dasar dan

frustrasi paling dasar. Nilai paling dasar yang bisa menjadi

landasan bagi moralitas masyarakat ini diberikan rangkaian

makna oleh fungsi religi. Lalu, frustrasi paling dasar timbul

jika manusia tak bisa menghadapinya, contohnya adalah

kematian.

Dalam kaitan dengan perkembangan Jepang sebelum tahun 1868,

aspek religi dalam perkembangan makna nilai-nilai religi

terkait dengan proses rasionalisasi ekonomi. Karena corak

masyarakat Jepang sangat menekankan politik, maka politik dan

strukturnya erat kaitannya dengan aspek religi dan ekonomi.

Rasionalisasi politik kemungkinan menjembatani nilai-nilai dan

motivasi-motivasi pendukung rasionalisasi ekonomi.

B. Garis Besar Struktur Sosial Masa TokugawaPada bab kedua, dibahas mengenai garis besar struktur

sosial masa Tokugawa yang meliputi gambaran sistem nilai,

Page 4: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

empat subsistem fungsional (politik, ekonomi, integrasi,

motivasional), dan unit-unit struktural konkret.

Sistem nilai Jepang dicirikan dengan pengutamaan nilai-

nilai “politis”, yang mana ditentukan artinya dengan

partikularisme dan prestasi (performance). Partikularisme ini

terkait dengan didahulukannya tanggung jawab pada

kolektivitas, ini nampak dari fakta pentingnya kedudukan

simbolis kepala kolektivitas, seperti kepala keluarga, tuan

feodal atau kaisar. Nilai prestasi diutamakan dengan adanya

kepedulian utama yang terarah pada tujuan sistem. Mungkin

pengutamaan nilai prestasi akan lebih jelas jika orang

mempertimbangkan bahwa status sendiri bukan merupakan jaminan

ketangguhan, melainkan prestasi dalam mengabdi yang menjamin

ketangguhan itu.

Sistem politik Jepang pada masa Tokugawa, merupakan masukan

yang kuat dari nilai kesetiaan. Kesetiaan yang begitu sentral

pada masa Tokugawa, masih tetap kabur karena keterbatasan-

keterbatasan yang ada terkait pertanyaan “kesetiaan kepada

siapa?”. Para samurai diharapkan untuk setia kepada shogun, dan

bagi masyarakat umum diharuskan untuk setia kepada kaisar.

Namun, meski kekaburan yang berkaitan dengan otoritas politik

penting, itu semua tidak mempengaruhi cara merumuskan

hubungan  individu dan kelompok dengan otoritas politik.

Pemerintahan pada masa Tokgawa jelas memiliki pengaruh

sehingga dapat memaksa rakyat agar patuh, tapi itulah yang

menarik secara sosiologis, karena masyarakat melakukannya

secara sukarela.

Page 5: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Terkait sistem ekonomi Jepang masa Tokugawa, Talcott

Parsons menyatakan bahwa penyebaran  transaksi tukar menukar

melalui penggunaan uang merupakan syarat terpenting

terintegrasikannya ekonomi secara mantap menjadi satu sistem

dan secara tegas terpisah dari subsistem lain dalam

masyarakat. Pertanian tetap merupakan sumber kekayaan

sepanjang periode ini. Unit produksinya adalah pertanian

keluarga para petani kecil, dan hanya sedikit yang berkembang

menjadi pertanian ”kapitalis”. Metode yang digunakan masih

tradisional meski hasil produksinya relatif tinggi, ini

terjadi sebab tenaga buruh tani dalam jumlah besar yang

menjadi ciri umum pertanian padi di Timur. Sementara golongan

pengrajin kota dan pedagang tentu saja sepenuhnya masuk

menjadi bagian ekonomi uang. Dan terakhir, adalah kelompok

yang baru muncul yaitu ”para kapitalis pedesaan”, yang

biasanya adalah petani kaya yang membuat sake atau industri

tekstil.

Tingkat formalitas kehidupan sosial, tingginya tingkat

keterikatan pada tradisi era Tokugawa menjadikannya tidak

terbukanya bagi pembaharuan. Ini merupakan hal penting bagi

sistem integrasi karena formalisasi itu menyingkirkan

kemungkinan konflik. Mekanisme integrasi utama dipengaruhi

oleh solidaritas mekanik (meminjam pendapat E. Durkheim).

Solidaritas mekanik ini diperkuat dengan adanya religi. Ini

karena ikatan religius menggabungkan elemen solidaritas semua

sub-sub kolektivitas.

Sistem motivasional mengacu pada pengaturan motivasi

pribadi dalam kaitannya dengan sistem sosial. Sosialisasi

Page 6: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

merupakan fungsi sangat penting dari sistem motivasional, yang

berfungsi dalam penginternalisasian norma-norma moral di

masyarakat. Ini terkait dengan cara mendidik anak-anak yang di

masa awalnya diperlakukan dengan penuh kasih, dan saat anak-

anak itu bertambah usia tuntutan prestasi terhadapnya pun

makin meningkat, dengan ditunjukkannya keterikatan ketat

bentuk adat dan tuntutan prestasi saat masa dewasanya. Lalu,

berkaitan dengan pengaturan motivasi yaitu kesadaran akan

perlunya keseimbangan antara produksi dan konsumsi. Dan

terakhir, yaitu keseimbangan antara kepentingan umum dan

pribadi, yang mana ini terkait dengan konsep “tahu diri”.

Adapun terkait unit-unit struktural konkret guna memberikan

gambaran tentang masyarakat Tokugawa, meliputi unit-unit

teritorial, keluarga, rumah-rumah dagang, dan organisasi

religius.

Unit teritorial inti daerah pedesaan Jepang adalah desa

(mura), yang dipimpin oleh kepala desa (soya / nanushi). Lalu,

unit dasar desa adalah keluarga, yang dipimpin oleh kepala

keluarga. Selain desa, ada juga gonin-gumi (kelompok lima

keluarga) yang merupakan unit di bawah distrik, dan di

bawahnya ialah keluarga.

Keluarga memiliki sistem pewarisan berdasarkan prinsip

primogenitur (hak ada pada anak sulung laki-laki). Sedangkan

anak laki-laki lebih muda menjadi kepala keluarga cabang yang

menjadi bagian keluarga utama. Lalu, keluarga didasarkan pada

sistem patrilokal, terkecuali pada “suami-angkat” yang

mengambil nama keluarga istrinya.

Page 7: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Unit rumah-rumah dagang ini terkait dengan sistem

pengangkatan pegawai secara pemagangan, yang mana biasanya

rumah dagang mencari para magang pertama dari keluarga

cabangnya, lalu keluarga dekat atau sahabat, hingga yang tidak

dikenal sama sekali.

Mengenai organisasi religius, di era Tokugawa ada beberapa

agama / aliran pemikiran berkembang seperti Budha, Shinto,

Neo-Konfusianisme, yang mana hal ini berpengaruh dengan latar

belakang umum struktural dalam kemasyarakat Jepang. Hal ini

salah satunya dibuktikan dengan adanya perlawanan terhadap

agama Kristen, yang mana masyarakat era Tokugawa diperintahkan

agar menjadi anggota sekte-sekte Budha.

C. Religi Jepang: Tinjauan UmumReligi Jepang mempunyai dua konsep dasar mengenai keutuhan.

Pertama, tuhan (dewa langit dan bumi, amida dan budha, dewa-

dewa Shinto) sebagai suatu etintas lebih tinggi yang

memelihara, memberikan perlindungan, dan cinta. Kategori ini

perlahan bergeser menjadi tokoh negara dan orang tua yang

dalam beberapa hal dilakukan secara sakral. Tindakan religius

yang dimunculkan seperti sikap hormat, syukur atas rahmat dari

mereka, dan untuk membalas rahmat tersebut. Kedua, bahwa dia

merupakan dasar dari segala yang ada atau inti terdalam dari

realitas (Tao Cina, li dari Neo-Konfusius). Kegiatan religius

yang dilakukan adalah usah dari pengikutnya untuk mencapai

kondisi menyatu dengan dasar dari segala yang ada dan hakikat

realitas ini.

Page 8: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Proses rasionalisasi yang dikemukakan Konfusianisme mirip

sebagaimana yang telah dilalui oleh Shinto dan Budhisme yang

beberapa abad lebih awal. Suatu tahapan yang disebut “sesaji-

nujum” ke suatu tahapan “moralistis”, Konfusianisme di Jepang

memberikan pengaruh rasionalisasi di bidang etika.

Konfusianisme juga memberikan pengaruh pada filosofi dan

psikologis. Kecenderungan ini mencapai puncaknya pada era

Tokugawa ketika Konfusianisme filosofis berjaya.

Arti penting dari proses rasionalisasi adalah bahwa Dia

telah menciptakan. Kemungkinan dilakukan dengan kegiatan

religius yang didasarkan atas pemikiran yang tidak terlalu

banyak dan diterapkan secara sistematis dalam lingkup yang

luas. Tahapan magis pada masa sebelumnya cenderung mempunyai

hanya sedikit generalisasi etis dan metafisik yang digunakan

untuk mengatur perilaku dan lebih banyak mengandung sejumlah

besar ajaran rahasia yang saling berlawanan, serta larangan-

larangan yang mempunyai landasan moralnya masing-masing, bukan

mengacu pada peraturan yang sifatnya lebih umum.

Religi semacam ini menjadikan ikatan motivasional kepada

nilai-nilai kelembagaan masyarakat Jepang semakin menguat.

Dengan kata lain, religi semacam itu telah memperkuat nilai-

nilai prestasi dan partikularisme. Berarti bahwa religi

memperkuat masukan bagi kesesuaian pola dari sistem

motivasional menjadi sistem institusional.

D. Religi dan Negara

Page 9: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Religi memiliki hubungan yang erat dengan rasionalisasi

politik. Ketiga religi besar Jepang yakni Bushidõ, aliran

kokugawa, aliran mitos dan beberapa kecenderungan di kalangan

rakyat berhubungan dengan dunia politik pada masa awal sejarah

Jepang.

Aliran-aliran tersebut mulai muncul pada masa Jepang kuno

di mana orang Yamato berusaha memperkuat hegemoni mereka atas

wilayah Jepang tengah dan melakukan upaya poltik yang berhasil

menciptakan mitologi versi mereka sendiri. Dari perkembangan

aliran ini, jelas ada hubungan yang mengisyaratkan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara wilayah religi dan negara.

Karena kegiatan yang bersifat religius keagamaan dikaitkan

dengan religius istana (pemerintahan).

Pada perkembangan aliran-aliran ini, terdapat pengaruh Cina

yakni pengaruh langsung dari teori Konfusius terutama

menyangkut pemerintahan. Pengaruh tersebut tidak hanya

bersifat politis, tapi etis bahkan magis. Penggunaan kata

kaisar telah dimulai pada zaman ini begitu juga pengakuan

semua orang atas kekuasaan tertinggi kaisar. Selain pengaruh

Konfusius juga terdapat pengaruh Budhisme menyangkut

pertimbangan-pertimbangan politik. Budhisme juga menyangkut

perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan dan adanya

ritual serta perkembangan magis di istana.

Adapun dampak dari perkembangan tersebut yakni kesetiaan

kepada kaisar yang dapat mengatasi penolakan terhadap

kekuasaan tradisionalistik-primitif. Akan tetapi Budhisme

memiliki pengaruh yang negatif di mana perkembangan ritual dan

magi semakin memperlemah desakan pemusatan kekuasaan.

Page 10: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Sedangkan konfusius masih berkontribusi positif ke arah

perkembangan rasionalisasi politik pada abad itu. Pokok ajaran

konfusius yang mengajarkan kesetiaan dan konsep hidup

sederhana dipegang teguh pada masa itu terutama oleh penganut

bushidõ. Kesetiaan yang dimulai dari keluarga membuat nilai-

nilai politik itu masuk ke dalam keluarga.

Aliran konfusius terutama sekali berkembang di kalangan

prajurit dan samurai sehingga melahirkan bushidõ yakni, nilai-

nilai moralitas kelas prajurit yang dalam perkembangannya juga

dijadikan sebagai landasan moral nasional. Pandangan bushidõ

yang dimulai dari memandang kematian sebagai suatu hal yang

tidak menakutkan. Kematian dapat menghilangkan ketamakan,

individualitas dan sikap-sikap buruk. Mengalami kematian pada

saat mengabdi pada pangeran dapat dianggap sebagai akhir yang

layak bagi seorang samurai.

Sebagai landasan moral; bushidõ mengajarkan beberapa aspek

penting dalam kehidupan:

Kesetiaan, yang juga berkaitan dengan ketaatan terhadap

orang tua dan keluarga. Perintah untuk bersikap luhur dan

memenuhi kewajiban, ditambah dengan ketaatan mutlak sering

kali ditekankan.

Hidup hemat dan sederhana, menahan diri dan ughari (sikap

hemat yakni kewajiban untuk mengurangi konsumsi individual

sampai sekecil mungkin) serta sikap rajin dan pengabdian

yang tinggi.

Penghargaan yang sangat tinggi terhadap pencarian ilmu.

Tujuan dari belajar adalah upaya dalam pengembangan diri

dan menguasai orang lain.

Page 11: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Adapun para tokoh yang menganut bushidõ dan

mengembangkannya, yakni Yoshida Shõin, Muro Kyusõ dan Yamaga

Sokõ. Pemikiran bushidõ ini bukan hanya berkembang di kalangan

para samurai dan prajurit saja, tapi juga masyarakat awam,

yakni para pedagang dan rakyat biasa. Semuanya menekankan

kesetiaan, hemat, rajin dan kerja keras.

Selain itu terdapat slogan sonnõ (pemujaan terhadap kaisar)

dan kokutai (badan nasional), kedua slogan ini dikembangkan oleh

penganut aliran Kokugaku dan Aliran Mito. Aliran Kokugaku

didirikan oleh Keichũ (1640-1701) dan Kada Azumamaro (1668-

1736). Sejak awal aliran ini bersifat politis dan religius.

Sikap khas dari aliran ini adalah penilaian terhadap Cina yang

di mana terjadi perebutan kekuasaan dan pergantian dinasti

pemerintahan dengan adanya pemberontakan dan pembantaian untuk

menggulingkan kekuasaan kaisar. Menurut aliran ini pengaruh

Cina lah yang menyebabkan kemerosotan dan kebejatan di Jepang.

Kekaisaran di Jepang adalah turun-temurun dan tidak terpotong

dan hubungan antara kaisar dan rakyat adalah hubungan yang

sejati. Aliran ini menolak Budhisme dan Konfusianisme.

Penjelasan-penjelasan kaum Budha, Tao dan Konfusian tidak bisa

diterima.

Aliaran Kokugaku dapat dianggap sebagai ‘ratu adil’ yang

berusaha mewujudkan pemulihan kekuasaan kaisar sebagai

penguasan nyata dan pembersihan dari segala pengaruh yang

merusak. Jika ini terlaksana, maka akan datang masa kerukunan

dan keserasian antara rakyat dan kaisar dan terwujudnya

kedamaian dan moralitas. Selain itu implikasi politis dari

doktrin Kokugaku adalah terbentuknya suatu monarki yang kuat

Page 12: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

dan terpusat yang menuntun kesetiaan dan kepatuhan rakyat

kepada kaisar serta menghancurkan keshogunan dan kekuatan lain

di antara kaisar dan rakyat. Secara politis dampak ajaran

mereka adalah rasionalisasi kekuasaan secara besar-besaran.

Sedangkan aliran Mito, didirikan oleh Tokugawa Mitsukuni

(1628-1700). Aliran ini memang tidak menolak segala hal yang

berasal dari Cina, tapi selalu mengkritik Cina yang dinastinya

berubah-ubah. Mereka mengkritik Mencius tetapi mengajarkan

secara terbuka moralitas Cina. Menurut ajaran ini, hubungan

antara Tuhan, kaisar, pangeran dan ayah cenderung sejajar.

Seluruh bangsa adalah satu keluarga. Aspek ini dinamakan

kokutai, di mana prinsip politik, kekeluargaan dan religius

menyatu. Kokutai, juga dipahami dalam kerangka corak kedua

hubungan antara manusia dan Tuhan yang terdapat di Jepang.

Yoshida Shõin, juga banyak dipengaruhi oleh aliran Mito. Dia

memberikan motivasi ke arah restorasi dan pembentukan negara

yang kuat dan akhirnya ke arah imperialisme. Kecenderungan

perubahan ke arah restorasi dan imperialisme menunjukkan

kekuatan yang berlebihan sehingga prasyarat fungsional bidang

lain dalam masyarakat selain negara dilanggar. Hal ini

mengakibatkan munculnya militerisme dan totaliterianisme.

Berbagai aliran dan pemikiran yang berkembang di Jepang

sangat nyata pengaruhnya. Penghormatan dan kepatuhan terhadap

kaisar juga termasuk penghormatan kepada Tuhan. Ideologi-

ideologi yang muncul adalah penggabungan pandangan religius

dan pandangan politik.

Aliran-aliran di atas juga berkembang hingga masa Jepang

modern dan sampai saat ini. Masyarakat Jepang saat ini sangat

Page 13: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

menghormati kaisar dan keluarga kerajaan walaupun kaisar saat

ini tidak lagi memiliki kekuasaan politik yang berarti.

Aliran-aliran ini juga mempengaruhi kehidupan masyarakat

Jepang sampai saat ini. Semangat bushidõ yang mengajarkan kerja

keras, kesetiaan dan hidup hemat tercermin pada kehidupan

masyarakat Jepang kini. Dapat kita lihat kemajuan Jepang dalam

segala bidang tidak lepas dari masyarakatnya yang menjunjung

tinggi kerja keras, hidup hemat, sangat menghargai waktu dan

semangat juang yang tinggi. Kemajuan yang dicapai adalah hasil

pengorbanan dari usaha dan kerja keras. Pengaruh aliran Mito

yakni slogan sonnõ dan kokutai dapat kita lihat pada masa

periode Perang Dunia I dan Perang Dunia II atau dimulainya

Restorasi Meiji. Aliran Mito yang mendukung restorasi dan

perubahan negara juga menimbulkan adanya imperialisme. Jepang

setelah restorasi adalah negara yang kuat dan ingin menguasai

negara lain. Imperialisme pun dilakukan terhadap negara-negara

di Asia Timur hingga ke Indonesia. Jepang ingin menguasai Asia

dan ingin menjadi pemimpin Asia.

E. Religi dan EkonomiPara rahib Zen memainkan peran sangat penting di bidang

perdagangan pada masa Ashikaga (1392-1573). Sekte Zen juga

sangat tinggi menghargai kesederhanaan spartan dan

keugaharian, dan kegiatan produktif.

1. Ekonomi dan Negara

Hubungan antara ekonomi dan negara dapat dipahami melalui

teori negara dari Konfusius. Dasar pikiran konfusius tentang

masalah ini adalah “kemanunggalan ekonomi dan negara”. Maka,

Page 14: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

pada era Tokugawa, kata keizai (terjemahan modern: ekonomi),

dalam ungkapan Dazai Shundai berarti “memerintah kekaisaran

dan membantu rakyat.”

Jika mereka tidak mempunyai tingkat kesejahteraan hidup

tertentu, rakyat akan “tidak bisa diatur”. Ini adalah dasar

ideologis yang kuat yang mendasari perhatian terhadap

kehidupan ekonomi rakyat yang merupakan ciri dari penguasa

Tokugawa.

Inti dari kebijakan ekonomi Konfusian yang disusun untuk

menjamin stabilitas politik secara rinci adalah: dorong

produksi dan kurangi konsumsi. Pengurangan konsumsi mengambil

dua bentuk utama, lahir (yaitu: pembatasan pengeluaran,

artinya ekonomi ugahari) dan batin (yakni: pembatasan

keinginan).

Dari tinjauan singkat tentang pandangan Konfusian mengenai

ekonomi politik dapatlah ditangkap bahwa sebetulnya yang

diutamakan adalah sistem yang imbang. Produksi dimaksudkan

agar kebutuhan tercukupi dan penghematan agar kecukupan itu

tak terganggu.

Himbauan moral selalu merupakan suatu bagian penting dalam

kebijakan pemerintah, dalam hal ini berlaku pada dorongan

berproduksi sebagaimana di bidang-bidang lain. Nasehat untuk

bekerja keras, tidak melalaikan pekerjaan, tidak membuang-

buang waktu, dan sebagainya, menjadi nada dasar peraturan-

peraturan yang dikeluarkan pemerintah dan diperuntukkan bagi

gonin-gumi. Pemerintah juga tidak membatasi dirinya dengan hanya

memberi nasehat saja. Bakufu dan banyak han sangat giat

melakukan tindakan-tindakan yang mendorong dibukanya sawah-

Page 15: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

sawah baru dengan cara meringankan pajak dan kemudahan-

kemudahan lainnya. Kebijakan-kebijakan ini dilatarbelakangi

oleh keinginan untuk menjaga suatu ekuilibrium statis dan

disebabkan alasan ingin membangun satu negara yang kuat dan

kaya sebagai tujuan, jelas sulit ditentukan, tetapi kedua

motivasi tersebut pasti ada.

Kebijakan pemerintah yang mendorong ekonomi sama kuatnya

dengan imbauan moral yang diberikannya. Peraturan yang

mengecam kemewahan ditempel di setiap papan pengumuman

pemerintah. Peringatan-peringatan tersebut diperkuat oleh

hukum yang secara sistematik mengontrol dan mengatur

pengeluaran serta konsumsi orang sehingga bisa mencegah

tindakan bermewah-mewah.

2. Etika Ekonomi Kelas Pedagang

Dalam bagian ini akan diberikan gambaran umum dan dibahas

pengaruh Jodo Shinshu atas satu bagian dari kelas pedagang,

para pedagang Omi.

Pada masa lebih awal, Shinsu menekankan penyelamatan hanya

dengan cara keimanan dan relatif agak mengabaikan tuntutan

etika. Naskah-naskah awal penuh dengan pernyataan bahwa

seseorang akan bisa diselamatkan walau sebusuk apapun dia.

Rennyo menempatkan masalah tuntutan etis ini pada tempat yang

penting dalam faham Shin tetapi saja merupakan sesuatu yang

terpisah dari tuntutan religius. Kendati demikian, menjelang

pertengahan masa Tokugawa, tindakan penyelamatan dan etika

menjadi terkait sangat erat tak terpisahkan. Tidak pernah lagi

terdengar pernyataan bahwa orang yang busuk akan bisa

diselamatkan.

Page 16: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Tingkah laku etis di dunia merupakan tanda penyerahan diri

kepada Amida untuk mendapatkan rahmatnya dan suatu tanda hati

yang beriman. Melalui pekerjaan di dunia, terutama melalui

jabatan seseoranglah, agama paling baik diwujudkan.

Perhatian besar yang diberikan oleh ajaran Shin kepada

kerja sebagai suatu panggilan pada era Edo mengarahkan orang

untuk mengetahui pandangan tentang keuntungan. Para penganut

faham konfusian sering kali menyatakan bahwa orang yang

berguna adalah yang menjaga kebajikan (i) dan membuang laba

(li), pedagang membuang laba dan membuang kebajikan. Sedangkan

bagi pengikut Budha, keserakahan merupakan salah satu dosa

besar, dan keserakahan banyak dihubungkan dengan pengejaran

laba yang dilakukan pedagang.

Seberapa jauh semua ajaran tersebut mempengaruhi tingkah

laku nyata? Pedagang Provinsi Omi adalah penganut taat Shinshu

dari kenyataan banyaknya kuil-kuil Shin yang terpusat di kota-

kota dagang utama wilayah itu, besarnya jumlah pedagang yang

terdaftar di kuil, dan banyaknya ungkapan-ungkapan saleh dalam

riwayat hidup pedagang ini. Walaupun kebanyakan mereka bermula

dari pedagang keliling yang bepergian jauh merambah distrik-

distrik di pegunungan Jepang tengah, mereka sering menumpukkan

kekayaannya dan mendirikan toko-toko cabang di tiga kota utama

di Jepang.

Pedagang besar Omi pada umumnya tidak mau pindah ke kota-

kota besar tetapi bertahan dimarkasnya di kota-kota

perdagangan di Provinsi Omi tempat dia mengendalikan bisnisnya

yang mencakup seluruh negeri. Mereka menjalani tahun-tahun

Page 17: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

hidupnya dengan cermat untuk memenuhi pengabdian mereka kepada

Budha.

Ajaran tersebut isinya memberikan gambaran tentang kelas

pedagang pada umumnya dan hubungan antara sistem keluarga dan

motivasi ekonomi di dalamnya serta pengaruh dari motivasi

religius pada ekonomi. Pengaruh langsung dari negara dan

nilai-nilai politik cenderung kurang terasa. Walaupun ajaran-

ajaran Shinshu juga menganjurkan sikap patuh kepada atasan dan

selalu menaati peraturan, jabatan dipandang lebih sebagai

suatu balas budi kepada Amida bukan kepada pangeran feodal.

Dua kewajiban dapat digabungkan melalui kemurahan hati sang

pangeran, namun jelas bahwa kewajiban religius menduduki

tempat pertama. Dalam Bushido, Shingaku, Hotoko, dan banyak

sekte Shinto lainnya, kewajiban religius dan politik

sepenuhnya menyatu dan tak terpisahkan. Jika hal yang sama

berlaku pada Shinshu, maka Shinshu sebetulnya lebih merupakan

penyimpangan tapi yang sangat menarik karena sebenarnya justru

ia merupakan analog Jepang dengan Protestanisme dan etikanya

sangat menyerupai etika Protestan. Kendati demikian, Shin

hanya salah satu dari banyak pengaruh yang masuk ke dalam

kehidupan moral kelas pedagang.

3. Kaum Tani dan Gerakan Gotoku

Kerja keras dan sikap ugahari merupakan sifat yang umum

terdapat di kalangan kaum tani di seluruh dunia, tetapi

kadarnya menjadi sangat berlebihan di kalangan petani Jepang.

Sikap hemat sangat kuat didasari oleh rasa tanggung jawab

kepada masyarakat dan keluarga sebagaimana yang terdapat dalam

kasus kalangan pedagang. Kaum tani juga dipengaruhi oleh

Page 18: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

sejumlah gerakan etis yang cenderung memperkuat asketisme

duniawi mereka. Sekte Shin berpengaruh kuat di banyak wilayah

dan perlu dikemukakan bahwa banyak pedagang Omi yang pada

mulanya adalah petani. Shingaku memang lebih banyak

berpengaruh di perkotaan tetapi bukan berarti tidak mempunyai

pengaruh di pedesaan, selain kenyataan yang perlu diingat

bahwa Ishida Baigan, pendirinya, terlahir sebagai petani.

Sekte-sekte Shinto rakyat yang mempunyai ajaran etika serupa

dengan Shingaku berpengaruh sangat kuat di kalangan kaum

petani. Dan Hotoku merupakan suatu gerakan etis yang penting

yang berasal dari dan banyak ditujukan untuk kelas petani.

Arti penting etika ini nampaknya terletak pada kenyataan bahwa

terjadi gelombang terus-menerus di mana para petani

meninggalkan desa dan memasuki kelas pedagang atau pengrajin

di kota-kota sepanjang era Edo, dan pada kenyataan bahwa

sebagian besar angkatan kerja yang muncul setelah Restorasi

1868 berasal dari kaum tani.

Gerakan Hotoku merupakan cerminan dari etika petani, selain

karena dia mewakili kecenderungan penajaman dan intensifikasi

yang terjadi pada etika tersebut. Gerakan ini didirikan oleh

Ninomiya Sontoku (1787-1856), seorang petani yang beranggapan

bahwa dia bertanggung jawab mengangkat moralitas petani selain

meningkatkan produk ekonomi mereka. Dia menimba ide-idenya

dari sumber-sumber Konfusius, Shinto, dan Budha, kemudian

menggabungkannya dalam bentuk ajaran yang praktis dan

sederhana.

Teori dasar Sontoku adalah prinsip yang tidak henti-henti

diuraikannya, tercakup dalam istilah yang menjadi nama gerakan

Page 19: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

ini: hotoku. Hotoku mempunya arti yang sama dengan hoon atau

membalas karunia. Satu aspek dari hotoku ini terkait erat

dengan sistem kekeluargaan dan kewajiban untuk patuh kepada

orang tua.

Sontoku menyebarkan ajarannya pada tahun-tahun terakhir

keberadaan bakufu dalam situasi yang sama seperti ketika ide-

ide Kokugaku dan Mitogaku. Berbeda dari para pemikir Jepang

lainnya, dia nampaknya menganut orientasi “manusia di atas

alam” bukannya “manusia dalam alam.” Berkaitan dengan ini

adalah penolakan terhadap teori-teori siklus Budhisme dan

Konfusianisme, dan dukungan terhadap pandangan teori

perkembangan progresif searah.

Sontoku mempunyai arti penting bukan hanya sebagai guru

etika dan agama tapi juga sebagai seorang yang berhasil dalam

hal-hal praktis. Kebijakannya beragam tetapi pada dasarnya

terdiri terutama atas penekanan pada penghematan yang ketat

dan perluasan jumlah tanah pertanian, pengembangan irigasi,

dan sebagainya dengan cara menabung uang. Salah satu

prinsipnya yang terpenting adalah bundo, artinya apa yang

telah dikumpulkan selama satu tahun harus lebih banyak dari

yang dibelanjakan pada tahun berikutnya, dan sisanya disimpan

untuk kondisi darurat atau meningkatkan modal.

F. Shingaku dan Pendirinya, Ishida BaiganShingaku adalah gerakan yang dimulai ketika Ishida Baigan

(1685-1744) menggantungkan papan namanya dan memberikan

ceramah umumnya yang pertama pada tahun 1729. Gerakan ini

menarik banyak orang dari kelas perkotaan, ribuan dari mereka

Page 20: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

memadati tempat-tempat ceramahnya selama lebih dari 100 tahun,

walaupun pengaruhnya juga mencapai kalangan samurai dan

petani. Pengaruhnya disebarkan bukan hanya melalui ceramah-

ceramah umum, tapi juga melalui khotbah dan risalah-risalah

yang dicetak dalam jumlah sangat besar dan dibaca di kalangan

yang sangat luas, melalui peraturan-peraturan rumah pedagang

(kakun), yang banyak di antaranya dibuat para guru Shingaku,

dan melalui kegiatan-kegiatan karitatif yang dilaksanakan oleh

gerakan itu.

1. Ishida Baigan

Ishida Baigan lahir di desa Higashi Agata di provinsi Tamba

pada hari ke-15 bulan ke-9 tahun 1685. Higashi Agata adalah

desa pertanian sekitar 25 km dari Kyoto, dan di sanalah Baigan

menghabiskan masa mudanya bekerja di tanah pertanian ayahnya.

Ayahnya seorang yang disiplin dan nampaknya banyak berpengaruh

pada anak laki-laki tertua, sehingga untuk hidupnya nanti dia

pun magang pada seorang pedagang Kyoto pada usia 11 tahun.

Ketika usianya mencapai 15 tahun, Baigan meninggalkan

pemagangannya setengah jalan dan kembali ke desanya, dengan

alasan yang sama sekali tidak jelas. Di saat ketika dia mulai

sepenuhnya terserap ke dalam kehidupan chonin Kyoto dan memulai

karir umum seorang pedagang, dia membuang semua itu dan

kembali ke desanya, di mana kemudian dia menghabiskan 8

tahunnya antara usia 15 sampai 23. Dengan ini dia

menghancurkan kesempatannya meniti karir sebagai pedagang.

Pada tahun-tahun yang dihabiskannya di rumah, dia menjadi

tertarik kepada Shinto dan ketika Baigan kembali ke Kyoto pada

usia 23 tahun dia menyebarkan Shinto.

Page 21: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

Ketika berumur 35 atau 36 tahun, dia merasa sudah menguasai

pengetahuan teoritik tentang alam (sei, bahasa Cina hsing),

tetapi perasaannya masih tetap ragu. Dia kemudian dididik oleh

Oguri Ryoun (mantan pejabat tinggi daimyo) dalam filsafat alam

Sung (seiri, bahasa Cina hsing li) selain menguasai ajaran-ajaran

Budha dan Tao.

Ketika dia berumur 43 dia mulai memberikan pelajaran privat

di berbagai rumah. Pada umur 45 untuk pertama kalinya ia

membuka tempat ceramah. Baigan mengembangkan ceramah,

pertemuan tanya jawab dan latihan meditasi sebagai 3 metode

pengajarannya, masing-masing berguna untuk tujuan yang

berbeda. Pada usia 55 tahun, dia menerbitkan bukunya yang

pertama, Taimondo, yang secara harfiah berarti “Dialog Kota dan

Desa.” Satu-satunya bukunya yang lain adalah Seikaron, secara

harfiah berarti “Esai tentang Pengaturan Rumah Tangga.”

Diterbitkan pada tahun 1744, tahun terakhir hidupnya.

2. Pemikiran Ishida Baigan

Konsep gakumon secara harfiah kata tersebut berarti belajar

atau ilmu pengetahuan, tetapi di sini dia mempunyai arti yang

sangat luas. Pengertian yang lebih luas ini sudah terdapat

dalam Mencius dan jelas bahwa pengaruh terbesar yang masuk

dalam pikiran baigan adalah dari Mencius.

Kita dapat membedakan dua jalur proses yang dicakup oleh

istilah gakumon. Pertama, adalah mengarah kepada pencerahan

(kensho), “memahami kodrat” atau “memahami hati.” Kedua,

praktek susil yang mengikuti pencerahan atau pemahaman

tersebut. Dalam hal ini, jalur yang pertama, yang dalam

Page 22: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

istilah Tillich disebut bersifat “vertikal” adalah penyebab,

sedangkan yang kedua yang bersifat “horizontal” adalah akibat.

Gakumon dalam kaitannya dengan proses “vertikal.” Baigan

mengatakan, “memahami hati (kokoro, bahasa Cina hsin) adalah

awal dari gakumon”, dan “Memahami kodrat” (sei, bahasa Cina

hsing) adalah inti gakumon, dan “mencapai (uru) hati adalah awal

serta akhir dari gakumon”. Pandangan ini bisa dianggap

didasarkan pada Mencius, yang dikutip oleh Baigan, “jalan

gakumon tiada lain kecuali mencari hati yang hilang.”

Gakumon, yang sangat erat terkait dengan proses vertikal

atau proses mistik-religius, sama erat kaitannya dengan proses

horizontal atau proses etika-praktis. “Gakumon para arif

adalah memahami bahwa tindakan (okonai) adalah inti dasar

(moto) sedangkan pengetahuan (bungaku) adalah pelengkapnya

(shiyo).”

Walaupun Baigan menekankan tindakan spiritual atau etis

sebagai pengertian gakumon, dia sama sekali tidak mengabaikan

artinya yang lebih sempit yaitu belajar atau pengetahuan. Dia

mengumpamakan hati sebagai cermin dan menganggap tulisan

sebagai semir yang akan memulas hati. Pemahaman tentang hati

bukanlah sesuatu yang bisa ditularkan melalui kata-kata tetapi

harus dicari sendiri. Inilah gakumon sejati.

Kita telah sering kali menggunakan istilah “memahami hati”

atau “memahami kodrat”, tetapi apa sebenarnya arti istilah-

istilah ini menurut pikiran Baigan? Dia berkata, “Tujuan

tertinggi dari gakumon adalah mengosongkan hati sendiri untuk

memahami hakikat diri. Mengenal hakikat dirinya adalah

mengenal langit.” Buku ketujuh Mencius mengatakan bahwa “Dia

Page 23: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

yang telah mengosongkan hatinya, mengenal alam dirinya,

mengenal alam diri berarti mengenal langit”. Mengenal langit,

paling tidak untuk Baigan, berarti bahwa hati seseorang

menyatu dengan langit dan bumi.

3. Gerakan Shingaku Lanjutan

Gerakan Shingaku berhutang budi pada Tenshima Toan (1718-

1786) atas kepemimpinan dan kemampuan organisatorisnya yang

tinggi yang dipergunakan oleh gerakan religius baru yang

dilahirkan dari pergulatan batin pendirinya agar gerakan

tersebut dapat mencapai kemantapan institusional . Baigan

sendiri menyebut Toan “Mencius” bagi aliraannya.

Toan adalah pendakwah yang terkenal, tulisan-tulisannya

memberikan sumbangan-sumbangan yang besar bagi perkembangan

pikiran-pikiran Shingaku. Konsep honshin (hati dasar) yang

menjadi inti dasar ajaran Shingaku pada masa belakangan

merupakan konsep yang dikembangkan Toan. Tetapi jasa besarnya

kepada Shingaku adalah pembenahan organisatoris yang

dilakukannya.

Setelah masa Toan, ketika bentuk-bentuk dan metode-metode

pengajaran telah tersusun sepenuhnya dengan baik, gerakan

terus berkembang dengan pesat. Menjelang tahun 1789 terdapat

34 kosha, pada tahun 1795 terdapat 56, dan pada tahun 1803

terdapat 80 di 25 daerah.

Paruh pertama abad ke-19 merupakan perkembangan bagi

gerakan Shingaku, tetapi mungkin juga masa melemahnya semangat

batinnya. Menjelang tahun 1830 terdapat 134 kosha di 34

provinsi dan bertambah banyak lagi setelah waktu itu. Pada

saat dilakukan pembaharuan oleh Tempo (1830-1844) semua

Page 24: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

kegiatan umum dilarang kecuali empat hal: ceramah Shingaku,

Shinto, ceramah tentang karya-karya kemiliteran, dan mukashi-

baashi (pedongeng cerita-cerita lama). Mulai 1845 sampai 1867,

bakufu setiap tahun mengeluarkan maklumat pada hari ke-11

bulan pertama yang isinya menyatakan bahwa Teshima Shingaku

adalah gerakan yang sangat bermanfaat dan perlu didukung oleh

kelas pedagang.

Restorasi tahun 1868 merupakan pukulan maut bagi Shingaku

sebagai gerakan. Shingaku semakin lama semakin dekat dengan

bakufu dan mungkin ini salah satu penyebab mengapa dia dengan

cepat kehilangan simpati rakyat. Shingaku yang cenderung cacat

karena hubungannya dengan bakufu, tanpa adanya landasan

doktrin yang terlalu jelas dan tidak cocok lagi sebagai

lembaga pendidikan, dengan cepat kehilangan landasannya

sebagai organisasi. Namun dari satu sisi pembubarannya lebih

merupakan kemenangan daripada kekalahan. Ajaran etikanya yang

sangat diagungkannya disebarluaskan bahkan lebih meluas dari

waktu sebelumnya.

G. KesimpulanDari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan

sebelumnya, kita dapat menarik beberapa kesimpulan, antara

lain: terbentuknya Jepang menjadi suatu masyarakat industri

modern tak terlepas dari kuatnya nilai-nilai politik yang

dominan, yang mana nilai-nilai politik tersebut menjembatani

aspek-aspek ekonomi dengan religius dalam masyarakat.

Kemudian, religi berperan penting dalam proses

rasionalisasi politik dan ekonomi di Jepang dengan cara

Page 25: Review - Religi Tokugawa, Robert N. Bellah

memperkuat ketertarikan pada nilai-nilai sentral, memberikan

motivasi dan legitimasi untuk beberapa inovasi politik dan

menguatkan sikap rajin dan hemat. Dan dalam religi Jepang pada

masa Tokugawa bahkan hingga masa kini, adanya suatu keharusan

bekerja keras tanpa mementingkan diri sendiri dan membatasi

nafsu konsumsi sangat ditekankan dalam religi Jepang serta

tekanan betapa pentingnya sikap rajin dan ugahari memberi

makna religius terhadapnya. Etika semacam ini sangat mendukung

rasionalisasi ekonomi merupakan pokok pikiran utama dalam

studi Weber tentang Protestanisme dan hal yang sama nampaknya

juga terjadi di Jepang.

Terakhir, mengenai makna dari “fungsi-fungsi” religi Jepang

yang telah mengantar Jepang menuju kemodernan yang menakjubkan

dan “kekalahan” Jepang pada 1945, dampak positif maupun

negatif dari religi tersebut akan terus berlangsung jika

religi tetaplah menjadi religi, tegangan masyarakat dan religi

terus berlangsung, tak mustahil religi mengubah kekalahan

manusia menjadi kemenangan.