CASE REPORT I WANITA P 2 A 0 DENGAN RETENSIO PLASENTA, HPP, POST MANUAL PLASENTA, PRO CURETTAGE DAN MOW Diajukan Oleh : Sita Ardilla Rinandyta, S.Ked J 500080085 PEMBIMBING : dr. Agus Dalranto, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
CASE REPORT I
WANITA P2A0 DENGAN RETENSIO PLASENTA, HPP, POST MANUAL PLASENTA, PRO CURETTAGE DAN MOW
Diajukan Oleh :
Sita Ardilla Rinandyta, S.Ked
J 500080085
PEMBIMBING :
dr. Agus Dalranto, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
1
CASE REPORT I
WANITA GPA DENGAN RETENSIO PLASENTA, HPP, POST MANUAL PLASENTA, PRO CURETTAGE DAN MOW
Oleh:
Sita Ardilla Rinandyta, S.KedJ500080085
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari......................tanggal................2014
Pembimbing :
dr. Agus Dalranto, Sp.OG
(.............................................)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. Agus Dalranto, Sp.OG
(.............................................)
Disahkan Ka Program Profesi :
dr. (.............................................)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUD dr. Hardjono Ponorogo
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2014
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Retensio Plasenta
1. Definisi
Retensio plasenta adalah tertinggalnya plasenta dalam uterus
setengah jam setelah anak lahir.
2. Etiologi
Penyebab retensio plasenta dikelompokkan menjadi 2, sebab
fungsional dan sebab anatomika.
a. Sebab fungsional
His yang kurang kuat (sebab umum) atau plasenta sulit lepas karena
tempat melekatnya kurang menguntungkan seperti di sudut tuba atau
karena bentuk plasenta membranasea. Bisa juga karena ukuran
plasenta sangat kecil.
b. Sebab patologi anatomi
Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Penyebab retensio plasenta secara anatomi, dapat dibagi menjadi 3,
yaitu plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
Plasenta akreta: apabila vili korialis menanamkan diri lebih dalam
kedalam dinding rahim daripada biasa sampai ke batas antara
endometrium dan miometrium.
Plasenta inkreta: vili korialis masuk ke dalam lapisan otot rahim.
Disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium,
Plasenta perkreta: menembus lapisan otot dan mencapai lapisan
serosa atau menembusnya. disebut plasenta perkreta bila vili
korialis sampai menembus perimetrium.
3
Plasenta inkarserata: terjepitnya plasenta karena kanalis servikalis
sudah menutup sebelum plasenta dapat dilahirkan.
Plasenta yang akreta ada yang kompleta dimana seluruh permukaan
plasenta melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang parsialis
dimana hanya beberapa bagian saja dari plasenta yang melekat dengan
erat pada dinding rahim.
3. Faktor predisposisi
a. Plasenta previa
b. Bekas seksio sesarea
c. Pernah kuret berulang
d. Multiparitas.
Bila sebagian kecil sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus (rest
placenta) dan dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau
(lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan
plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan
Duncan) atau sampai akhir plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak
keluar pervaginam (cara pelepasan Scheltze), sampai akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III)
dan harus diantisipasi dengan melakukan placenta manual, meskipun
kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta dapat diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar,
atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya
kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta
dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk
itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital
4
atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
4. Pencegahan
Untuk mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan methergin i.v
atau 10 U pitosin i.m. waktu bayi baru lahir.
5. Penanganan
Penanganan pada semua retensio plasenta diusahakan pelepasan
plasenta secara manual. Kalau plasenta dengan pengeluaran manual tidak
lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Pada plasenta akreta
kompleta tidak dapat dilepaskan secara manual dan memerlukan
histerektomi.
B. Hemmoragic Post Partum
1. Definisi
Hemorrhagic Post Partum (HPP) atau perdarahan postpartum
didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga
persalinan pervaginam atau kehilangan darah lebih dari 1000 ml pada
seksio sesaria.
2. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, perdarahan post partum dibagi menjadi:
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage)
Yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir
(Mochtar, 1998). Perdarahan postpartum ini biasanya disebabkan oleh
atonia uteri, laserasi jalan lahir, hematoma, retensio plasenta, ruptura
uteri, dan inversio uteri.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)
Yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari
ke-5 sampai hari ke-15 postpartum. Perdarahan ini paling sering
disebabkan involusi abnormal tempat melekatnya plasenta, namun
dapat pula disebabkan oleh retensi sebagian plasenta, dan juga dari
5
luka bekas sectio cesaria. Biasanya, bagian plasenta yang tertinggal
mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin dan pada akhirnya akan
membentuk polip plasenta. Apabila serpihan polip terlepas dari
miometrium, perdarahan hebat dapat terjadi .
3. Etiologi
a. Atonia uteri
b. Tissue
Penyebab perdarahan postpartum dari faktor tissue (jaringan)
adalah:
Retensio plasenta
Sisa plasenta (placenta restan).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25
% dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan secara dini,
hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta
dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien
akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
setelah 6-10 hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
(Saifuddin et al, 2009).
c. Trauma
d. Thrombin
4. Diagnosis
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi
dan lembek. Perdarahan
segera setelah anak lahir
(Perdarahan Pasca
Persalinan Primer atau P3)
-Syok
- Bekuan darah pada
serviks atau posisi
telentang akan
menghambat aliran darah
ke luar
Atonia uteri
6
-Darah segar yang
mengalir segera setelah
bayi lahir (P3)
- Uterus berkontraksi dan
keras
- Plasenta lengkap
- Pucat
- Lemah
- Menggigil
Robekan jalan lahir
- Plasenta belum lahir
setelah 30 menit
- Perdarahan segera (P3)
- Uterus berkontraksi dan
keras
-Tali pusat putus akibat
traksi berlebihan
- Inversio uteri akibat
tarikan
- Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
-Plasenta atau sebagian
selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak
lengkap
- Perdarahan segera (P3)
Uterus berkontraksi tapi
tinggi fundus tidak
berkurang
Tertinggalnya sebagian
plasenta
-Uterus tidak teraba
- Lumen vagina terisi
massa
- Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
- Neurogenik syok
- Pucat dan limbung
Inversio uteri
-Subinvolusi uterus
- Nyeri tekan perut bawah
dan pada uterus
- Perdarahan (sekunder
atau P2S)
- Lokhia mukopurulen dan
berbau (bila disertai infeksi)
- Anemia
- Demam
Endometritis atau sisa
fragmen plasenta
(terinfeksi atau tidak)
7
5. Manajemen Perdarahan Post Partum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan
postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari
perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan perdarahan
postpartum mempunyai dua bagian pokok (Wiknjosastro et al, 2005;
Wiknjosastro et al, 2007)
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian
cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ–organ
penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital
pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk
memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila
diperlukan resusitasi cairan cepat.
b. Manajemen penyebab perdarahan postpartum
Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
Atonia uteri
Pada kasus perdarahan postpartum yang disebabkan atonia
uteri, penanganannya tergantung pada banyaknya perdarahan dan
derajat atonia uteri, dibagi dalam tiga tahap:
1) Tahap I
Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan
cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage), dan
memasang gurita. Berikut ini adalah beberapa jenis uterotonika
dan cara pemberiannya:
8
Tabel Jenis Uterotonika
dan Cara Penggunaannya
Jenis dan
Cara
Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan
cara
pemberian
awal
IV: 20 unit
dalam 1 l larutan
garam fisiologis
dengan tetesan
cepat
IM: 10 unit
IM atau IV
(lambat): 0,2
mg
Oral atau rektal
400 mg
Dosis
lanjutan
IV: 20 unit
dalam 1 l larutan
garam fisiologis
dengan 40
tetes/menit
-Ulangi 0,2 mg
IM setelah 15
menit
- Bila masih
diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-
4 jam
400 mg 2-4 jam
setelah dosis
awal
Dosis
maksimal
per hari
Tidak lebih dari
3 l larutan
dengan oksitosin
Total 1 mg atau
5 dosis
Total 1200 mg
atau 3 dosis
Indikasi
kontra atau
hati-hati
Pemberian IV
secara cepat atu
bolus
Preeklampsia,
vitium kordis,
hipertensi
Nyeri kontraksi
Asma
(Saifuddin et al, 2009).
2) Tahap II
Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak,
selanjutnya berikan infus dan transfusi darah dan dapat
dilakukan:
Perasat (maneuver ) Zangemeister
Perasat (maneuver) Fritch
9
Kompresi bimanual
Kompresi aorta
Tamponade uterovaginal
Jepitan arteri uterina dengan cara Henkel
3) Tahap III
Bila semua upaya di atas tidak menolong juga, maka usaha
terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat
ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika
atau histerektomi (Wiknjosastro et al, 2007).
Sisa plasenta (placenta restan)
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala
metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g
IV dilanjutkan dengan 3x1 g oral dikombinasi dengan metronidazol
1 g suposituria dilanjutkan 3x500 mg oral. Dengan dipayungi
antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (bila serviks
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila
serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan AVM atau dilatase dan kuretase (Saifuddin et al,
2009).
Penemuan ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic
mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan
jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late
postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong
tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage (Saifuddin et al, 2009).
Apabila kadar Hb < 8 gr %, berikan transfusi darah. Bila kadar
Hb ≥ 8 gr %, berikan sulfat ferosus 600 mg/hari selama 10 hari
(Cunningham, 2005; Saifuddin et al, 2009)..
10
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila
uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus
berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan
jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi
penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan
penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar
luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi
laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa
dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar
curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan
ligasi untuk menghentikan perdarahan (Wiknjosastro et al, 2005).
Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture
uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi
uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah
gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk
darah pengganti ( trombosit, fibrinogen) (Wiknjosastro et al, 2007).
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan dalam kasus perdarahan
post partum adalah sebagai berikut (Wiknjosastro et al, 2005):
Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertikal ataupun horizontal (Pfannenstiel)
adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk
memudahkan mengeksploras uterus dan jaringan sekitarnya untuk
mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan:kehamilan dengan penyakit ginjal.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari., Adriaansz, George., Wiknjosastro, Gulardi Hanifa., Djoko Waspodo. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi 1 cetakan ke-5. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Pp. 173-82
Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus., Siti Setiati. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pp 675.
Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, A. Bari dan Trijatmo Rachimhadhi. 2005. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pp. 188-97.
Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, A. Bari dan Trijatmo Rachimhadhi. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pp. 653-62.